Profil Pelayanan Swamedikasi Terhadap Penderita Sakit Gigi Pada Apotek-Apotek Di Kota Medan Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian
yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat
gambaran fenomena (termasuk kesehatan) yang terjadi didalam suatu populasi
tertentu (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan
deskripsi tentang pelayanan swamedikasi yang dilakukan oleh staf apotek di
wilayah kota Medan terhadap pasien sakit gigi. Penelitian ini menggunakan
metode simulasi pasien dimana seseorang dilatih untuk mengunjungi apotek dan
memerankan skenario yang telah dibuat (Warson,2006).

3.2

Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh apotek yang berada di
wilayah kota Medan.
3.2.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah sebagian objek yang diambil dari keseluruhan
objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan data Menkes RI (2014), diketahui jumlah apotek di wilayah

Universitas Sumatera Utara

kotaMedan adalah 613 apotek. Selanjutnya dilakukan perhitungan besar sampel
dengan rumus Slovin (Umar, 2004) sebagai berikut:
n=

N
2
1 + N (e )

Keterangan :
n = jumlah sampel
N = besarnya populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
dalam
n=


n=

penelitian ini diambil nilai e=10% (0,1)

613
2
1 + 613(0,1)

613
1 + 613(0,01)

613
1 + 6,13
613
n=
7,13

n=


n = 85,97

Berdasarkan perhitungan diatas, didapatkan jumlah sampel sebanyak
85,97 apotek atau dibulatkan menjadi 86 apotek.
3.2.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi dalam sampel penelitian ini adalah apotek-apotek yang
berada di wilayah kota Medan, sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah apotek-apotek yang berada di dalam lokasi klinikdan rumah sakit.

3.3 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Penelitian
Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai
denganNovember 2016 di 86 apotek sampel yang berada di wilayah kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

3.4 Metode Pengambilan Sampel
3.4.1 Teknik Sampling
Teknik sampling dalam penentuan sampel adalah kombinasi antara area
sampling dan simple random sampling. Teknik area sampling yaitu teknik
sampling yang dilakukan dengan cara mengelompokkan wakil sampel dari setiap

wilayah yang diteliti (Sugiyono, 2012) (lihat Tabel 3.1).
Tab el 3.1
No
1
2
3
4
5
6
8
6
9
10
11
12
13
14
15
16
17

18
19
20
21

Distribusi Apotek di Wilayah Kota Medan
Nama Kecamatan
Populasi
Medan Tembung
33
Medan Denai
23
Medan Amplas
23
Medan Johor
31
Medan Tuntungan
20
Medan Selayang
19

Medan Sunggal
43
Medan Helvetia
34
Medan Marelan
16
Medan Belawan
5
Medan Labuhan
5
Medan Deli
18
Medan Timur
55
Medan Perjuangan
33
Medan Area
45
Medan Kota
48

Medan Maimun
16
Medan Polonia
9
Medan Baru
55
Medan Petisah
40
Medan Barat
42
Jumlah
613

Sampel
5
3
3
4
3
3

6
5
2
1
1
2
8
5
6
7
2
1
8
5
6
86

Pemilihan penggunaan teknik ini adalah karena perbedaan jumlah
populasi pada 21 kecamatan di wilayah kota medan. Agar semua kecamatan
dapat terwakili, maka distribusi pengambilan sampel dilakukan pada setiap

kecamatan secara proporsional .

Universitas Sumatera Utara

Pengambilan sampel pada setiap kecamatan dilakukan secara simple
random sampling. Teknik simple random sampling yaitu pengambilan sampel
yang dilakukan secaraacak tanpa memperhatikan adanya strata (Notoatmodjo,
2010).Dasar memilih teknik ini karena sampel dianggap sama/homogen yaitu
tidak ada kriteria-kriteria tertentu pada apotek yang digunakan sebagai sampel
dan

apotek-apotek

yang

dijadikan

sebagai

sampel


dipilih

tanpa

mempertimbangkan apotek itu besar atau kecil, terkenal atau tidak, tempatnya di
mana dan yang memberi informasi apoteker atau tenaga teknis farmasi. Dalam
pemilihan sampel peneliti memilih apotek yang pertama kali dilihat dari tiap
kecamatan yang diteliti, kemudian apotek terdekat sebagai sampel selanjutnya.
3.4.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang
maupun objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang diterapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2012). Variabel pengamatan pada penelitian ini meliputi patient assessment,
rekomendasi, dan informasi obat serta informasi non farmakologi (Tabel 3.2).
Tabel 3.2 Variabel Penelitian
Objek Pengamatan
Patient assessment

Rekomendasi


Variabel Pengamatan
Ada/ tidaknya diajukan pertanyaan:
1. Siapa yang sakit gigi?
2. Berapa usia yang sakit gigi?
3. Apa gejala yang dialami pasien?
4. Berapa lama pasien mengalami sakit?
5. Apa tindakan yang sudah diperbuat
selama mengalami gejala ?
lain
yang
sedang
6. Pengobatan
digunakan?
Ada/ tidaknya rekomendasi dan berupa apa:
7. Rujukan ke dokter?
8. Rekomendasi obat?

Universitas Sumatera Utara

Informasi obat

Informasi non farmakologi

Ada/ tidaknya informasi obat meliputi:
9. Indikasi
10. Kontraindikasi
11. Efek samping
12. Cara pemakaian
13. Dosis
14. Waktu pemakaian
15. Lama pemakaian
16. Perhatian
17. Terlupa minum obat
18. Cara penyimpanan
19. Cara perlakuan sisa obat
20. Identifikasi obat yang rusak
Ada/ tidaknya Informasi non farmakologi:
21. Pola makan
22. Pola hidup

3.4.3 Instrumen penelitian
Instrumen penelitian merupakan suatu alat ukur dalam penelitian, yaitu
suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang
diamati (Sugiyono, 2012). Instrumen dalam penelitian ini adalah skenario dan
checklist. Sebelum melakukan simulasi pasien di apotek, peneliti harus sudah
menyiapkan dahulu skenario yang digunakan dan lembar checklist yang berisi
poin-poin yang ingin didapatkan sebagai data pengamatan.
3.4.3.1 Skenario
Skenario yang digunakan berisi informasi mengenai pasien dan hal-hal
yang harus dilakukan pada saat simulasi pasien untuk memperlancar jalannya
pengamatan. Skenario disiapkan untuk menghindari kecurigaan dari petugas
apotek terhadap simulasi pasien yang dijalankan sehingga pengamatan yang
dilakukan dapat optimal.
Skenario kasus sakit gigi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Peneliti datang ke apotek untuk membeli obat sakit gigi.

Universitas Sumatera Utara

2. Jika petugas apotek melakukan patient assessment, maka skenario yang
digunakan peneliti adalah :


Pasien



Jenis kelamin : Laki-laki



Usia



Hubungan dengan peneliti : Abang



Gejala yang dikeluhkan : Nyeri pada gigi



Lama gejala yang dialami sampai sekarang : 1 hari



Tindakan yang sudah dilakukan

: tidak ada



Obat lain yang sedang digunakan

: tidak ada

: Syakban

: 38 tahun

3. Jika tidak ada informasi obat yang diberikan maka peneliti bertanya : “Berapa
banyak obat yang diminum?”
4. Pencatatan dilakukan di luar apotek tanpa sepengetahuan petugas apotek.
3.4.3.2 Checklist
Checklist adalah suatu daftar pengecek, berisi nama subjek dan beberapa
gejala/identitas lainnya dari sasaran pengamatan (Notoatmodjo, 2010). Pada
penelitian ini, pengumpulan data menggunakan observasi dalam bentuk checklist.
Dalam observasi, bentuk checklist data yang digunakan yaitu daftar variabel yang
akan dikumpulkan datanya. Dalam hal ini peneliti hanya akan memberikan tanda
check (√) jika kriteria yang dimaksud dalam format observasi ditunjukkan oleh
petugas apotek.
Lembar checklist yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari
beberapa penelitian terdahulu(Khadijah, 2011; Ega, 2009). Isi lembar checklist
adalah patient assessment, rekomendasi, dan informasi terkait obat maupun non

Universitas Sumatera Utara

farmakologi sebagai pelayanan yang diberikan apotek kepada klien sakit gigi.
Lembar checklist dilengkapi oleh peneliti di luar apotek setelah mengunjungi
apotek sampel.

3.5 Definisi Operasional
3.5.1

Pelayanan Swamedikasi
Pelayanan swamedikasi adalah pelayanan yang diberikan apoteker kepada

masyarakat dalam upaya mengobati penyakit yang umum diderita, dengan
menggunakan obat - bebas dan terbatas yang dijual bebas di pasaran yang bisa
didapat tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan
Indah, 2004). Dalam melakukan pelayanan swamedikasi terdapat beberapa profil
pelayanan yang dilakukan oleh petugas apotek kepada pasien swamedikasi yang
terdiri dari patient assessment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non
farmakologi.
3.5.1.1 Patient Assessment
Patient assessment

merupakan

proses komunikasi dua arah yang

sistematisantara apoteker dengan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan
masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan (Chua, 2006). Pada
pelayanan obat tanpa resep diperlukan kegiatan patient assessment agar dapat
ditetapkan rekomendasi terapi yang rasional (Chua, 2006). Patient assessment
dalam penelitian ini merujuk pada metode WWHAM (Who the patient?, What
are the symptoms?, How long have the symptoms been presents?, Action taken?,
Medication being taken?)(Blenkinsopp dan Paxton, 2002).

Universitas Sumatera Utara

3.5.1.2 Rekomendasi
Rekomendasi merupakan saran menganjurkan yang diberikan petugas
apotek kepada pasien swamedikasi yaitu dapat berupa rujukan ke dokter ataupun
rekomendasi obat (Blenkinsopp dan Paxton, 2002). Rekomendasi yang tepat
dapat diberikan sesuai dengan patient assessment yang telah ditanyakan oleh
petugas apotek.
3.5.1.3 Informasi Obat
Pelayanan

informasi

obat

merupakan kegiatan

yang dilakukan

oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak
dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi
kesehatan lain, pasien atau masyarakat (Menkes RI, 2016). Informasi yang perlu
disampaikan oleh apoteker pada masyarakat dalam penggunaan obat bebas atau
obat bebas terbatas antara lain khasiat obat, kontraindikasi, efek samping, cara
pemakaian, dosis, waktu pemakaian, lama penggunaan obat, hal yang harus
diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, hal apa yang harus dilakukan jika
lupa memakai obat, cara penyimpanan obat yang baik, cara memperlakukan obat
yang masih tersisa, dan cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak
(Depkes RI, 2006).
3.5.1.4 Informasi Non Farmakologi
Informasi nonfarmakologi merupakan informasi yang diberikan sebagai
terapi tambahan tanpa menggunakan obat guna meningkatkan keberhasilan
suatu efek terapi. Informasi non farmakologi dalam penelitian ini terdiri dari
dua variabel yaitu pola makan dan pola hidup.

Universitas Sumatera Utara

3.5.2 Sakit Gigi
Sakit gigi adalah kondisi ketika muncul rasa nyeri di dalam atau sekitar
gigi dan rahang. Nyeri merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya
gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi dan kejang otot (Depkes
RI, 2006).
3.5.3 Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik
kefarmasian oleh apoteker (Menkes RI, 2016).

3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Uji validitas isi (content validity) digunakan untuk menilai validitas dari
skenario dan lembar checklist. Kedua instrumen tersebut dapat dikatakan valid
karena isi dari kedua instrumen tersebut mewakili variabel yang akan diteliti yang
diperoleh dari pustaka dan sudah pernah digunakan pada penelitian terdahulu.
Dalam penelitian ini digunakan validitas rupa yang didasarkan pada
penilaian format tampilan dari alat ukur yang ada (Nisfiannoor, 2009). Validitas
ini dianggap terpenuhi apabila penampilan alat ukur atau tes telah meyakinkan
dan memberi kesan mampu mengungkapkan apa yang hendak diukur
(Nisfiannoor, 2009). Metode simulasi pasien memiliki validitas rupa bila
penyedia layanan kesehatan tidak mengetahui adanya simulasi pasien (Watson, et
al., 2004).
Untuk dapat melakukan validitas rupa (face validity) dan validitas isi
(content validity) terhadap peneliti yang berperan sebagai pasien atau keluarga
pasien dilakukan kunjungan uji coba langsung ke apotek (pilot visit), kunjungan

Universitas Sumatera Utara

ini dilakukan sebanyak lima kali. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan
sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini
berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan
menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010). Agar data yang
diperoleh reliabel maka dilakukan kunjungan uji coba langsung ke apotek (pilot
visit). Dikatakan reliabel ketika peneliti mampu menjalankan skenario dan
menangkap semua informasi yang didapat saat melakukan pilot visit.
Kemampuan tersebut dapat dilihat pada saat peneliti melakukan pilot visit ke
apotek sebanyak lima kali.
Skenario dan lembar checklist telah memenuhi uji validitas isi (content
validity) karena isi dari kedua instrumen tersebut telah mewakili variabel yang
akan diteliti yang diperoleh dari pustaka dan sudah pernah digunakan pada
penelitian terdahulu (Khadijah, 2011). Metode simulasi pasien yang digunakan
telah memenuhi uji validitas rupa karena setelah dilakukan pilot visit sebanyak
lima kali menunjukkan bahwa petugas apotek tidak mengetahui adanya simulasi
pasien. Data yang dikumpulkan dinyatakan reliabel karena peneliti mampu
menjalankan skenario dan menangkap semua informasi yang didapat saat
melakukan pilot visit.

3.7 Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini digunakan statistik deskriptif yaitu statistik yang
digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum/generalisasi

Universitas Sumatera Utara

(Sugiyono, 2012). Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel dengan
penyajian data melalui tabel, dan persentase.

3.8 Alur Penelitian
Studi Pustaka

Penyusunan
Instrumen

Pengujian Instrumen

Pengumpulan Data

Pencatatan Data

Pengolahan Data

Laporan Hasil
Penelitian
Gambar 3.1 Alur Penelitian

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan

penelitian dilakukan pada 86 apotek yag berada di 21

kecamatan kota medan. Adapun hasil dari penelitian ini adalah bagaimana profil
patient assessment, profil rekomendasi obat sakit gigi dan profil informasi obat
sakit gigi dan non obat yang diberikan oleh petugas apotek di kota medan.

4.1

Profil Patient Assessment
Patient assessment merupakan proses komunikasi dua arah yang sistemik

antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah
yang berkaitan dengan obat dan pengobatan (Depkes RI, 2006). Komponen
patient assessment sudah cukup menjadi acuan petugas apotek terhadap pasien
sakit gigi untuk melakukan tindakan selanjutnya, yaitu rekomendasi serta
informasi obat dan non obat. Data lengkap profil patient assessment yang
ditanyakan oleh petugas apotek dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Distribusi Data Profil Patient Assessment oleh Petugas Apotek
Patient assessment yang ditanyakan
Tidak
Diakses (%)
oleh petugas apotek
diakses(%)
Siapa yang sakit/mengalami sakit
gigi?
14 (16,28)
72 (83,72)
Berapa usia yang menderita sakit gigi?
8 (9,30)
78 (90,7)
Apa gejala yang dialami oleh pasien?
47 (54,65)
39 (45,35)
Berapa lama pasien mengalami sakit
7 (8,14)
79 (91,86)
gigi?
Apa tindakan yang sudah diperbuat
selama mengalami sakit gigi?
1 (1,16)
85 (98,84)
Apa obat-obat lain yang sedang
digunakan pasien?
0 (0,00)
86 (100)

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil penelitian dari 86 apotek yang dikunjungi, diperoleh
hasil sebanyak 14 apotek (16,28%) yang melakukan penggalian informasi
mengenai siapa yang sakit atau mengalami sakit gigi. Informasi mengenai siapa
yang mendapatkan pengobatan sangat penting untuk diketahui petugas apotek
karena belum tentu yang datang ke apotek adalah pasien itu sendiri, sehingga
perlu dipastikan untuk siapa pengobatan diminta. Penyerahan obat sesuai standar
yang ada harus memperhatikan kesesuaian data pasien dengan obat yang
diserahkan kepada pasien agar tidak terjadi kesalahan. Penyerahan obat harus
disertai dengan pemberian informasi yang tepat dan mudah dipahami (Menkes
RI, 2016).
Berdasarkan penelitian Hasanah (2013) yang dilakukan di Surabaya,
penggalian informasi terbanyak yang dilakukan petugas apotek adalah berapa
usia pasien yaitu 36 apotek, sedangkan dalam penelitian ini hanya diperoleh data
sebanyak 8 (9,30%) petugas apotek yang melakukan penggalian informasi
mengenai usia pasien. Usia pasien sangat penting diketahui oleh petugas apotek
karena usia adalah salah satu faktor yang dapat dilihat dalam pemberian dosis dan
jenis sediaan obat.
Komponen patient assessment berupa apa gejala yang dialami pasien
diperoleh data sebanyak 47 apotek (54,65%). Informasi mengenai apa gejala yang
ditanyakan oleh petugas apotek adalah 20 petugas apotek yang hanya
menanyakan nyeri, dan 17 petugas apotek menanyakan gigi berlubang dan
bengkak. Komponenpatient assessmentmengenai gejala yang tidak ditanyakan
petugas apotek adalah demam, berdarah, dan bernanah. Gejala merupakan
pengindikasian keberadaan suatu penyakit atau gangguan kesehatan yang tidak
diinginkan, berbentuk tanda-tanda atau ciri-ciri penyakit yang dapat dirasakan.

Universitas Sumatera Utara

Pengenalan gejala perlu dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat keparahan
suatu penyakit apakah perlu

dirujuk ke dokter atau tidak (Khadijah, 2015).

Komponen patient assesment mengenai apa gejala yang dialami pasien
merupakan persentase terbesar pada hasil penelitian ini.
Komponen lain dari kegiatan patient assessment yang pernah dilakukan
oleh petugas apotek adalah berapa lama pasien mengalami sakit gigi sebanyak
7(8,14%) apotek, dan apa tindakan yang sudah dilakukan oleh pasien hanya
1(1,16%) apotek. Kedua komponen ini penting untuk diketahui oleh petugas
apotek karena untuk mengetahui jenis penyakit gigi yang dialami pasien,
sehingga dapat diketahui penyakit gigi yang dialami dapat diobati dengan
swamedikasi atau harus dirujuk ke dokter. Informasi yang sama sekali tidak
ditanyakan oleh petugas apotek adalah obat lain apa yang sedang digunakan oleh
pasien. Penggalian informasi ini penting untuk diketahui petugas apotek karena
ada beberapa obat yang berinteraksi ketika diminum bersamaan. Informasi obat
lain yang sedang

digunakan pasien juga dapat digunakan sebagai informasi

mengenai riwayat obat dan penyakit dari pasien tersebut, sehingga dapat
diberikan obat yang rasional dan tidak memberikan reaksi yang merugikan
kepada pasien.
Tabel 4.2Jumlah Profil Patient Assessment oleh Petugas Apotek
Jumlah
Pertanyaan Patient
Jumlah apotik yang
pertanyaan
Assessment
melakukan patient
yang
assesment
ditanyakan
1(1,16%)
• Siapa yang sakit ?
1
31(36,04%)
• Apa gejala yang dialami?
• Siapa yang sakit ?
4(4,65%)
2
• Apa gejala yang dialami
pasien ?

Universitas Sumatera Utara

3

4

• Berapa usia yang sakit gigi
?
• Apa gejala yang dialami
pasien ?
• Apa gejala yang dialami
pasien ?
• Berapa lama pasien
mengalami sakit gigi ?
• Apa gejala yang dialami
pasien ?
• Apa tindakan yang sudah
dilakukan selama
mengalami sakit gigi ?
• Siapa yang sakit ?
• Berapa usia yang sakit
• Apa gejala yang dialami
pasien ?
• Siapa yang sakit ?
• Apa gejala yang dialami
pasien ?
• Berapa lama pasien
mengalami sakit gigi ?
• Siapa yang sakit ?
• Berapa usia yang sakit ?
• Apa gejala yang dialami ?
• Berapa lama pasien
mengalami sakit gigi ?

1(1,16)

1(1,16)

1(1,16)

6(6,97%)

2(2,32%)

2(2,32%)

Total

49 (56,97%)

Pada tabel diatas terdapat 49 (56,97%) petugas apotek yang melakukan
patientassessment,diantaranya

32

(37,2%)

petugas

apotekmenanyakan

1

pertanyaan dari patient assessment, 7 (8,13%) petugas apotek menanyakan 2
pertanyaan, 6 (6,97%) petugas apotek menanyakan 3 pertanyaan dan 2(2,32)
petugas apotek menanyakan 4 pertanyaan dari patient assessment. Sedangkan
yang tidak melakukan patient assessment terdapat 37 apotek. Dalam hasil
penelitian ini tidak ada satupun petugas apotek yang melakukan patient
assesment secara lengkap.

Universitas Sumatera Utara

Penggalian

profil

patient assessment

yang dilakukan oleh petugas

apotek terhadap kasus sakit gigi di kota Medan masih dinilai kurang maksimal
karena hanya sebagian kecil apotek yang melakukan patient assessment dan
masih terdapat komponen patient assessment yang sama sekali tidak ditanyakan
oleh petugas apotek. Komponen patient assessment yang tidak ditanyakan oleh
petugas apotek adalah apa obat lain yang sedang digunakan pasien.

4.2

Profil Rekomendasi
Rekomendasi obat diperoleh setelah petugas apotek melakukan kegiatan

patient assessmentkepada pasien. Hasil dari kegiatan patient assessmentdapat
dijadikan pertimbangan oleh petugas apotek dalam memberikan rekomendasi.
Rekomendasi yang tepat dan benar dapat diberikan sesuai dengan patient
assessment yang telah dilakukan oleh petugas apotek. Profil rekomendasi pada
penelitian ini memiliki dua variabel yaitu rekomendasi obat danrekomendasi
rujukan ke dokter.
Hasil rekomendasi yang diperoleh dari 86 apotek yang di kunjungi
menunjukkan sebanyak 86 (100%) petugas apotek memberikan rekomendasi
obat. Data lengkap profil rekomendasi yang dilakukan oleh petugas apotek dapat
dilihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Distribusi Data Profil Rekomendasi yang Diberikan oleh Petugas
Apotek
Variabel
Ya, n (%)
Tidak, n (%)
Berupa rujukan ke dokter

0 (0,00)

86 (100)

Berupa rekomendasi obat

86 (100)

0 (0,00)

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan rekomendasi yang diperoleh, hasil ini dinilai sudah tepat
karena berdasarkan skenario penelitian, pasien sedang mengalami sakit gigi
ringan yang dapat di atasi secara swamedikasi dan belum perlu melakukan
kunjungan ke dokter. Dalam melakukan swamedikasi, tenaga kefarmasian
memiliki peran dan tanggung jawab untuk merekomendasikan kepada pasien
agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan
swamedikasi tidak mencukupi (Menkes RI, 2006).
4.2.1 Jenis Obat yang Direkomendasikan
Berdasarkan hasil penelitian dari 86 apotek obat yang direkomendasikan
oleh petugas apotek ada obat tunggal dan obat kombinasi.
4.2.1.1 Obat Tunggal
Jenis obat tunggal yang diberikan adalah golongan NSAID dan
Kortikosteroid. Adapun jumlah apotek yang merekomendasikan obat tunggal
terdapat dalam tabel berikut.
Tabel 4.4Jenis Obat tunggal yang direkomendasikan
Jenis obat
NSAID

Kortikosteroid

Kandungan Bahan Aktif
Asam Mefenamat 500 mg
Kalium Diklofenak 50 mg
Natrium Diklofenak 50 mg
Methampyron 500 mg
Ketofprofen 50 mg
Dexketoprofen
Methylprednisolon 8 mg
Total

n (%)
41 (47,67%)
24 (27,90)
1 (1.16%)
1 (1,16%)
1(1,16%)
1 (1,16%)
1 (1,16%)
70(81,39%)

Berdasarkan hasil penelitian dari 86 apotek diperoleh data sebanyak 71
(81,39%) petugas apotek yang memberikan obat tunggal diantaranya 69petugas

Universitas Sumatera Utara

apotek

merekomendasikan

jenis obat

NSAID dan1 (1,16%)jenis obat

kortikosteroid.Jenisobat NSAID yang paling banyak direkomendasikan adalah
asam mefenamat sebanyak 41 (47,67%). Asam mefenamat merupakan obat
analgetik yang berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri pada gigi, namun tidak
memiliki efek yang signifikan dalam mengobati inflamasi.Asam mefenamat
merupakan obat yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi
(Pangalila,dkk.,

2016).

Menurut

Keputusan

Menteri

Kesehatan

nomor

347/Menkes/SK/VII/1990, asam mefenamat merupakan golongan obat wajib
apotek no 1 dan hanya diberikan oleh apoteker dengan pemberian maksimal
sebanyak 20 tablet. Berdasarkan skenario peneliti yaitu pasien mengalami gejala
nyeri gigi pemberian asam mefenamat sudah tepat, namun syarat pemberian obat
wajib apotek harus diberikan oleh apoteker. Dalam penelitian ini pemberian obat
asam mefenamat hanya diberikan oleh petugas apotek saja.
Obat kalium diklofenak yang direkomendasikan oleh petugas apotek
sebanyak 24 (27,90%) apotek. Kalium diklofenak memiliki efek analgesik yang
dapat meredakan rasa nyeri dan mengurangi inflamasi pada gigi. Penggunaan
obat ini harus diperhatikan pada kondisi kesehatan pasien karena memiliki efek
samping yang lebih merugikan pasien (Pangalila dkk, 2016). Menurut Keputusan
Menteri

Kesehatan

Nomor1176/Menkes/SK/X/1999,

kalium

diklofenak

merupakan golongan obat wajib apotek no 3. Pemberian obat ini kurang tepat
karena pemberian obat hanya atas dasar pengulangan pengobatan dari dokter,
artinya pasien sudah ke dokter terlebih dahulu dan sudah pernah menggunakan
obat tersebut, sedangkan dalam skenario peneliti pasien baru mengalami sakit
gigi selama 1 hari dan belum pergi ke dokter.

Universitas Sumatera Utara

Secara umum penggunaan obat-obat NSAID memliki beberapa efek
samping antara lain gangguan lambung dan usus, kerusakan darah, kerusakan hati
dan ginjal dan juga reaksi alergi pada kulit. Efek-efek samping ini terutama
terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu,
penggunaan NSAID secara berkelanjutan tidak dianjurkan (Tjay dan Rahardja,
2002).
Darihasilpenelitiandiperoleh1(1,16%)petugasapotekyang
merekomendasikan jenis obat kortikosteroid yaitu methylprednisolon. Pemberian
obat ini kurang tepat karena methylprednisolon merupakan obat golongan keras
yang harus diberikan dengan resep dokter.
Dalam penelitian ini pemberian obat kortikosteroid tidak tepat, karena
obat kortikosteroid merupakan antiinflamasi sedangkan pada skenario peneliti
pasien hanya mengalami nyeri saja. Penggunaan obat kortikosteroid yang tidak
tepat akan menimbulkan efek samping antara lain insufisiensi adrenokortikal,
efek pada muskuloskeletal, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
gangguan penglihatan, endokrin, sistem saraf dan kulit. Perforasi gastrointestinal,
perdarahan dan lambatnya proses penyembuhan tukak peptik (Ping, dkk., 2014).
4.2.1.2 Obat Kombinasi
Darihasilpenelitiandiperolehtigajenisobatkombinasiyang
direkomendasikankepadapasiensakitgigi,diantaranyakombinasiobat

NSAID

dengan NSAID, NSAIDdenganantibiotik, NSAID dengan antibiotik dan
kortikosteroid dan NSAID dengan antibiotik dan multivitamin. Jumlah apotek
yang merekomendasi obat kombinasi dapat dilihat dalam tabel berikut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.5 Jenis Obat Kombinasi yang Direkomendasikan
Jenis Obat
Kandungan Bahan Aktif
NSAID + NSAID
Asam mefenamat 500 mg
+ kalium diklofenak 50 mg
NSAID + Antibiotik
Asam Mefenamat 500 +
Clindamycin 300 mg
Asam Mefenamat 500 mg
+ amoxicillin 500 mg
Asam Mefenamat 500 mg
+ Kalium diklofenak 50
mg + Amoxicillin 500 mg
Asam Mefenamat 500 mg
+ Kalium Diklofenak 50
mg + Clindamycin 300 mg
NSAID + Antibiotik +
Kalium diklofenak 50 mg
kortikosteroid
+ methylprednisolon 4 mg
+ clindamycin 300 mg
NSAID + Antibiotik +
Asam Mefenamat 500 mg
Multivitamin
+ kalium diklofenak 50 mg
+ amoxicillin 500 mg +
Vitamin B Complex
Minyak Burung Kakak
Komposisi:
Tua
Glycerin 0,65 ml
Ethanol 0,97 ml
Creosote 0,17 ml
Oleum caryophylli 0,03 ml
Aquadest 2 ml
Total

n (%)
3 (3,48%)
2 (2,32%)
4 (4,65%)
2(2,32%)

1 (1,16%)

1 (1.16%)

2 (2,32%)

1(1,16%)

16 (18,60%)

Selain obat tunggal, pemberian obat kombinasioleh petugas apotek
terdapat 16 (18,60%) apotek. Diantaranya obat NSAID dikombinasikan NSAID
sebanyak 3 (3,84%) petugas apotek yang merekomendasikan, NSAID dengan
antibiotik sebanyak 9 (10,46%) petugas apotek yang merekomendasikan, 1
(1,16%) petugas apotek yang memberikan obat kombinasi NSAID, antibiotik dan
kortikosteroid,2 (2,32%) petugasapotekyang merekomendasikainasi antara jenis
obat

NSAID,

antibiotik

dan

multivitamin

dan

1

petugas

apotek

merekomendasikan obat minyak burung kakak tua. Antibiotik dan kortikosteroid
merupakan obat yang termasuk dalam golonganobat keras yang hanya boleh

Universitas Sumatera Utara

diberikan dengan resep dokter sedangkan obat-obat yang aman digunakan
untuk swamedikasi adalah obat bebas dan obat bebas terbatas (Depkes RI,
2006).
Petugas apotek merekomendasikan sediaan obat yang berbentuk minyak
sebanyak 1 apotek (1,16%). Kandungan obat yang digunakan adalah glyserin,
ethanol, creosote oleum caryophylli dan aquadest.Creosote dapat mengurangi
rasa nyeri pada gigi dan membunuh mikroorganisme pada gigi, dapat membunuh
sel hospes dengan cara berikatan dengan protein atau lemak dari membran sel
(Dewi, dkk., 2006).
Pemberianobatkombinasiini

sebaiknya

diperhatikan

dari

kondisi

kesehatan pasien. Informasi kesehatan pasien dapat diperoleh dari patient
assessment.Obat-obat yang dikombinasikan ini dapat meningkatkan efek samping
dan juga interaksi obat. Contohnya obat NSAID dikombinasikan dengan NSAID
memiliki potensi efek samping yang lebih besar salah satunya adalah iritasi
lambung. Oleh karena itu sebaiknya pemberian obat kombinasi dapat dihindari
(Sukandar, dkk., 2009).
4.2.1.3Golongan Obat yang Direkomendasikan
Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 86 apotek yang dikunjungi, data
golongan obat yang direkomendasikan dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Golongan Obat yang Direkomendasikan oleh Petugas Apotek.
Golongan Obat
n (%)
Obat Bebas
1 (1,16)
Obat Bebas Terbatas
0 (0,00)
Obat Keras
13 (15,11)
Obat Wajib Apotek
72 (83,73)
Obat Herbal
0 (0,00)

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil penelitian dari 8 apotek diperoleh data sebanyak
72(83,73%) petugas apotek yang memberikan obat wajib apotek, 13(15,11%)
petugas apotek yang memberikan obat keras, dan 1 (1,16%) petugas apotek yang
memberikan obat bebas. Dalam penelitian ini jumlah pemberian obat bebas hanya
1 (1,16%) apotek dan tidak satupun petugas apotek memberikan obat bebas
terbatas, sedangkan menurut Depkes RI 2006, obat obat yang aman digunakan
untuk swamedikasi adalah obat bebas dan obat bebas terbatas.
Obat wajib apotek adalah jenis obat keras yang bisa diserahkan tanpa
menggunakan resep dari dokter. Tujuan OWA adalah meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam menolong dirinya sendiri, mengatasi ragam bentuk
permasalahan yang berhubungan erat dengan kesehatan. Meskipun bisa
menyerahkan obat keras dalam jenis OWA tanpa menggunakan resep dari dokter,
apoteker pengelola apotek harus memenuhi persyaratan pemberian obat sebelum
menyerahkan obat wajib apotek kepada pasien. Adapun daftar obat wajib apotek
terdiri dari daftar obat wajib apotek no 1, 2 dan 3 (Menkes RI, 1990; Menkes RI;
1993; Menkes RI, 1999).

4.3

Profil Informasi Obat
Pemberian informasi adalah untuk mendukung penggunaan obat yang

benar dan rasional, monitoring pengggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir
serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Tujuan
pemberian informasi kepada masyarakat maupun pasien adalah bagian dari
edukasi, supaya masyarakat atau pasien benar-benar memahami secara cermat

Universitas Sumatera Utara

dan cerdas obat yang hendak dikonsumsi sekaligus cara penggunaan obat yang
baik dan benar (Muharni, dkk., 2015).
Informasi-informasi yang harus diberikan oleh tenaga kefarmasian yang
ada di apotek meliputi khasiat obat, efek samping obat, cara pemakaian obat,
dosis obat, waktu pemakaian obat, lama pemakaian obat, kontra indikasi obat, hal
yang harus diperhatikan sewaktu minum obat, hal yang harus dilakukan jika lupa
meminum obat, cara penyimpanan obat yang baik, cara memperlakukan obat
yang masih tersisa dan cara membedakan obat yang masih baik dan yang sudah
rusak (Depkes RI, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian tentang pelayanan informasi obat yang
dilakukan oleh petugas apotek, informasi obat yang paling banyak diberikan
adalah informasi dosis obat yaitu sebanyak 28 ( 32,55%) apotek. Meskipun
demikian hasil ini masih tergolong kurang optimal karena hanya 5 (5,81%)
petugas apotek yang memberikan informasi dosis obat secara langsung kepada
pasien tanpa ditanyakan terlebih dahulu, sedangkan 23 (26,94%) petugas apotek
memberikan informasi dosis obat setelah peneliti memberikan pertanyaan
pancingan mengenai dosisobat. Hasil lengkap profil informasi obat yang
diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Distribusi Data Profil Informasi Obat yang Diberikan oleh Petugas
Apotek
No
1
2
3
4
5

Variabel
Indikasi Obat
Kontraindikasi Obat
Efek Samping Obat
Cara Pemakaian Obat
Dosis Obat

Ya (% )
5 (5,81)
0 (0,00)
0 (0,00)
18 (20,93)
5 (5,81)
23* (26,74)

Tidak (%)
81 (94,19)
86 (100)
86 (100)
68 (79,07)
58 (67,45)

Universitas Sumatera Utara

6
7
8
9
10
11
12

Waktu Pemakaian Obat
Lama Pemakaian Obat
Perhatian mengenai Obat
Terlupa Minum Obat
Cara Penyimpanan Obat
Cara Perlakuan Sisa Obat
Identifikasi Obat Rusak

13 (15,11)
3 (3,48)
0 (0,00)
0 (0,00)
0 (0,00)
0 (0,00)
0 (0,00)

73 (84,89)
83 (96,55)
86 (100)
86 (100)
86 (100)
86 (100)
86 (100)

Keterangan: *ada pancingan
Dosis obat merupakan bagian dariinformasi yang penting untuk
disampaikan guna mencapai keberhasilan terapi dan menghindari penggunaan
obat yang salah (drug misuse). Informasi lain tentang pelayanan informasi obat
yang pernah diberikan oleh petugas apotek adalah informasi indikasi obat
sebanyak

5 (5,81%) apotek, informasi cara pemakaian obat sebanyak 18

(20,93%) apotek, informasi waktu pemakaian sebanyak 13 (15,11%) apotek dan
memberikan informasi lama pemakaian obat sebanyak 3 (3,48%) apotek. Hasil
ini menunjukkan apotek belum mengoptimalkan standar pelayanan kefarmasian
dalam pengobatan swamedikasi.
Pemberian informasi obat kepada pasien merupakan bagian yang harus
dilakukan oleh petugas apotek dalam melakukan pelayanan swamedikasi supaya
pasien benar-benar memahami secara cermat dan cerdas obat yang hendak
dikonsumsi sekaligus cara penggunaan obat yang baik dan benar demi
meningkatkan kualitas hidup pasien..
Informasi lain tentang pelayanan informasi obat yang sama sekali tidak
pernah disampaikan oleh petugas apotek saat melakukan pelayanan swamedikasi
adalah pemberian informasi mengenai kontraindikasi obat, efek samping obat,
perhatian tentang obat, hal yang harus dilakukan jika terlupa mengkonsumsi obat,

Universitas Sumatera Utara

cara penyimpanan obat, cara perlakuan sisa obat dan cara identifikasi obat yang
rusak.
Pemberian informasi tentang kontraindikasi obat perlu disampaikan
dengan jelas kepada pasien, agar pasien tidak menggunakannya jika memiliki
kontraindikasi yang ada pada obat yang akan digunakan. Berdasarkan penelitian
Muharni (2015), kurangnya pemberian informasi tentang kontraindikasi obat ini
kemungkinan dikarenakan keterbatasan pengetahuan tenaga kefarmasian terkait
kontraindikasi obat yang akan dikonsumsi oleh pasien atau pelaksana
swamedikasi sehingga tenaga kefarmasian masih ragu dan masih menebak-nebak
kontraindikasi obat yang akan dikonsumsi pasien atau pelaksana swamedikasi
tersebut.
Apoteker sebagai salah satu profesi

kesehatan

sudah seharusnya

berperan penting sebagai pemberi informasi (drug informer) dalam pelayanaan
swamedikasi (Depkes RI, 2006).Menurut PP No.51 (2009) bahwa salah satu
pekerjaan kefarmasian yang harus dilakukan apoteker adalah pelayanan informasi
obat. Seharusnya apoteker yang merupakan profesi berkapasitas ilmu tentang
obat, bertanggung jawab atas terciptanya kualitas hidup pasien yang lebih baik.
Apabila pemberian informasi obat pada pelayanan swamedikasi tidak dilakukan
dengan baik dan benar, maka ada kemungkinan hasil terapi yang diinginkan tidak
akan tercapai dan tidak sesuai dengan harapan pasien.

Universitas Sumatera Utara

4.4

Profil Informasi Non Farmakologi
Informasi

sebagai terapi

non

farmakologi

merupakan

informasi yang diberikan

tambahan tanpa menggunakan obat guna meningkatkan

keberhasilan suatu efek pengobatan farmakologis (obat sakit) yang lebih baik.
Dari

86

apotek

yang

dikunjungi, data lengkap profil informasi

nonfarmakologi yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8Distribusi Profil Informasi Non Farmakologi yang Diberikan
olehPetugas Apotek.
Variabel
Ya (n%)
Tidak (n%)
Pola Makan
1 (1,16)
85 (98,84)
Pola Hidup
0 (0,00)
86 (100)
Hasil penelitian diperoleh informasi non farmakologi terdapat dua variabel
yaitu pola makan dan pola hidup disajikan pada tabel 4.8. Berdasarkan hasil
penelitian yang diperoleh, hanya 1(1.16%) petugas apotek yang memberikan
informasi non farmakologi mengenai pola makan

dan tidak ada satu pun

petugas apotek yang memberikan informasi mengenai pola hidup. Hasil ini
menunjukkan bahwa petugas apotek kurang optimal dalam melakukan pelayanan
kefarmasian khususnya swamedikasi. Pola makan yang diinformasikan oleh
petugas apotek yaitu berupa anjuran untuk tidak memakan yang manis selama
sakit gigi berlangsung. Pola hidup pada pasien sakit gigi adalah dengan menyikat
gigi dengan baik setiap hari.
Sebelum terkena sakit gigi, perawatan dan pencegahan adalah cara terbaik
untuk menghindari gigi rusak yang menyebabkan sakit gigi:
a. Nasihat/motivasi usaha untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut yakni
menyikat gigi dengan benar minimal 2 kali sehari, dapat disempurnakan
dengan mouthwash setelah menyikat gigi.

Universitas Sumatera Utara

b. Untuk sementara hindarilah makanan atau minuman yang mengandung
gula dan pemanis buatan. Sebagai gantinya, kita bisa mengonsumsi rasa
manis alami, seperti buah semangka atau mangga
c. Jangan minum minuman yang panas. Jika Anda minum minuman
panas, jangan sekali-kali disertai dengan minum air dingin atau es secara
beruntun, atau sebaliknya.
d. Hindari konsumsi es secara berlebihan.
e. Hindari makanan atau minuman yang terlalu asam.
f. Dapat mengkonsumsi suplemen/vitamin C (Kurniawan, 2012).

Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
a. Petugas apotek melakukan patient assessment terhadap pasien swamedikasi dengan
keluhan sakit gigi. Adapun jumlah apotek yang melakukan patient assessmentadalah
49

(56,9%)

apotek

dan

37

(43,02%)

apotek

tidak

melakukan

patient

asessment.Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa masih banyak

petugas apotek yang tidak melakukan patient assessment kepada pasien
swamedikasi sehingga pelayanan kefarmasian yang dilakukan petugas apotek
di wilayah Medan terhadap pasien swamedikasi sakit gigi

masih perlu

ditingkatkan.
b.Semua petugas apotekmerekomendasikan pemberian obat sakit gigi. Jenis obat
yang direkomendasikan adalah obat golongan NSAID, kortikosteroid, herbal,
antibiotik dan multivitamin. Obat yang paling banyak direkomendasikan
adalah obat golongan NSAID, yaitu asam mefenamat.
c. Petugas apotek memberikan informasi terkait obat dan non obat. Pemberian
informasi obat yang paling banyak diberikan adalah dosis obat yang diberikan
sebanyak 28 (32,55%) apotek. Pemberian informasi non farmakologi berupa
makanan sebanyak 1 (1,16%) apotek, dan tidak ada satupun petugas yang
memberikan informasi mengenai pola hidup. Pemberian informasi oleh tenaga
kefarmasian yang berada di apotek masih bersifat pasif atau hanya akan
memberikan informasi jika ditanya.

Universitas Sumatera Utara

5.2 Saran
Kepada Pemerintah disarankan untuk:
a. Mendorong implementasi standar pelayanan kefarmasian di apoteksehingga
didapatkan hasil terapi yang optimal.
b. Melakukan pengawasan kepada tenaga teknis kefarmasian terkait standar
pelayanan kefarmasian di apotek sehingga standar pelayanan kefarmasian
dapat ditegakkan di apotek.

Universitas Sumatera Utara