Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kesejahteraan pada Lanjut Usia di Panti Werdha Sosial dan Mandiri Salib Putih Kota Salatiga T1 462010017 BAB II

8
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Lanjut Usia (Lansia)
2.1.1. Pengertian Lanjut Usia (Lansia)
Ada dua pandangan tentang definisi lanjut usia menurut
J.W.Santrock, (2002), yaitu menurut pandangan orang barat
dan orang Indonesia. Pandangan orang barat yang tergolong
orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah berumur
65 tahun ke atas. Sedangkan menurut pandangan orang
Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60
tahun, karena pada umumnya di Indonesia dipakai sebagai
usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan..
Hurlock,(1980),

mengatakan

ciri-ciri

ketuaan


merupakan

periode kemunduran. Kemunduran pada lansia sebagian
datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Kemunduran
dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memiliki
peran

yang

penting

dalam

kemunduran

pada

lansia.


Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki
motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang
kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.
Lansia merupakan status kelompok minoritas sebagai akibat
dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang

9
lanjut usia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat yang jelek
terhadap

lansia.

mempertahankan

Misalnya,
pendapatnya

lansia

lebih


daripada

senang

mendengarkan

pendapat orang lain, dan penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan

yang

buruk

membuat

lansia

cenderung


mengembangkan konsep diri dalam bentuk perilaku yang
buruk. Menua juga merupakan perubahan peran. Perubahan
peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia
sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas
dasar tekanan dari lingkungan.
Menurut (Levinson, dalam Monks, 2002), dalam jurnal
(Sarvatra, 2010), bahwa dalam fase perkembangan lansia itu
berada dalam fase masa dewasa akhir berusia 60 tahun ke
atas. Arti tumbuh, bertambah besar dan mengalami diferensiasi
sebagai proses perubahan yang dinamis pada masa dewasa
yang terjadi bersama dengan keadaan menjadi tua.
Birren dan Schroots (dalam Monks, 2002), dalam jurnal
(Sarvatra, 2010), membedakan tiga proses sentral pada masa
dewasa lanjut, yaitu:
1)

Penuaan sebagai proses biologis (Senescing)

2)


Menjadi senior dalam masyarakat atau penuaan sosial
(eldering)

10
3)

Penuaan psikologis subjektif (geronting).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat

disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang berusia > 60
tahun (di negara berkembang) atau > 65 tahun (di negara
maju) yang telah mengalami proses menjadi tua dan memiliki
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara
jasmani, rohani maupun sosial.
2.1.2. Karakteristik Lanjut Usia
2.1.2.1 Karakteristik Fisik
Pada masa lansia, individu memiliki perubahan
fisik, baik yang dapat terlihat maupun yang tidak
tampak.


Perubahan-perubahan

fisik

yang

dapat

terlihat tersebut antara lain kulit yang mengeriput dan
kurang elastis serta rambut yang memutih. Tubuh
lansia juga terlihat lebih pendek karena jarak tulang
vertebra

lebih

rapat

dan


menipisnya

diskus

intervertebrata. Sedangkan perubahan fisik yang tidak
tampak antara lain:
2.1.2.1.1. Penurunan berat otak disebabkan atrofi
neuron dalam otak. Efek lanjutnya adalah
penurunan koordinasi fisik maupun kognitif
sehingga
menurun.

kemampuan
Hal

inilah

merespon
yang


juga
dapat

11
menyebabkan melemahnya daya ingat.
Sehingga lansia sering lupa makan atau
minum obat, yang pada akhirnya akan
menimbulkan penyakit.
2.1.2.1.2. Munculnya masalah pada alat-alat indera,
antara

lain

berupa

kesulitan

dalam

mempersepsikan warna, kesulitan dalam

membaca, menjahit dan berkurangnya
kemampuan

mendengar.

Penurunan

dalam indera pengecap dan penciuman
juga menyebabkan lansia kurang dapat
menikmati

makanan.

Serta

penurunan

kekuatan dan keseimbangan sehingga
tidak mampu untuk melakukan aktivitas
yang


memerlukan

tenaga

besar

dan

keseimbangan dalam waktu yang lama.
Selain

itu,

lansia

juga

memiliki


kecenderungan untuk mengalami dementia
atau penurunan fungsi kognitif dan tingkah
laku yang disebabkan karena perubahan
fisiologis yang terjadi sejalan pertambahan
usia. Salah satu jenis dementia yang
biasanya dialami lansia adalah penyakit

12
alzeimer (penurunan fungsi kognitif dan
hilangnya kontrol terhadap fungsi tubuh
akibat kelainan pada otak). Selain itu,
lansia

juga

memiliki

kecenderungan

Parkinson dengan gejala tremor, kekauan,
pergerakan yang lambat dan postur yang
tidak stabil akibat kelainan neurologis
(Papalia, Olds, dan Feldman, 2004).
2.1.2.1.3. Pada dasarnya kemampuan fungsi seksual
dapat dijaga dengan aktivitas seksual yang
konsisten selama bertahun-tahun. Hanya
saja waktu yang diperlukan lebih lama
pada lansia laki-laki untuk ereksi atau
ejakulasi,

sedangkan

pada

lansia

perempuan, stimulus rangsangan seksual
akan menjadi kurang kuat dibanding masa
mudanya.
2.1.2.1.4. Keadaan tubuh dan tulang
Kadar lemak dalam tubuh

meningkat

akibat penurunan aktivitas fisik. Daya
motorik otot menurun akibat lansia jarang
bergerak. Jumlah air di dalam tubuh
berkurang. Massa tulang pun menurun

13
karena

kondisi

sementara

tulang

pertumbuhan

mulai

rapuh,

tulang

sudah

berhenti dan terjadi dekalsifikasi masa
tulang. Pengurangan massa tulang karena
pertambahan

usia

ini

disebabkan

kurangnya mengkonsumsi makanan yang
mengandung zat Ca (kalsium), penurunan
fungsi

pencernaan

dan

metabolisme,

jarang berolahraga, menopause dini, dan
hilangnya selera makan (anoreksia).
2.1.2.1.5. Pencernaan
Gangguan

pada

gigi

dan

perubahan

bentuk rahang mengakibatkan sulitnya
mengunyah makanan. Daya penciuman
dan perasa menurun, hal ini menyebabkan
turunnya selera makan yang berakibat
kekurangan gizi. Menurunnya produksi
asam lambung dan enzim pencernaan,
mempengaruhi penyerapan vitamin dan
zat-zat

lain

pada

usus.

Penurunan

perkembangan lapisan otot pada usus,
melemahkan

dinding

usus,

dan

menurunkan daya cerna usus. Fungsi hati

14
yang memproses racun, seperti obatobatan dan alkohol pun melemah.
2.1.2.1.6. Kekebalan tubuh
Akibat berkurangnya kemampuan tubuh
memproduksi antibodi pada masa lansia,
sistem kekebalan tubuhpun menurun. Hal
ini

membuat

lansia

rentan

terhadap

berbagai macam penyakit.
2.1.2.1.7. Jantung
Daya pompa jantung menurun karena
elastisitas dan kontradiksi otot jantung
melemah.

Demikian

juga

dengan

vasodilatasi terjadi perubahan kolagen dan
elastin dalam dinding arteri.
2.1.2.1.8. Pernafasan
Fungsi

paru-paru

menurun

akibat

berkurangnya elastisitas serabut otot polos
yang mempertahankan lumen sel nafas
dalam paru-paru tetap terbuka. Penurunan
fungsi ini akan lebih berat jika orang
bersangkutan memiliki kebiasaan merokok
dan kurang berolahraga.

15
2.1.2.1.9. Ekskresi
Aliran darah ke ginjal karena berkurangnya
jumlah nefron, yaitu unit yang berfungsi
menyaring sisa metabolisme dari darah
dan membuangnya menjadi urine. Hal ini
menyebabkan penurunan volume urine
dan frekuensi pengeluaran urine.
2.1.2.2 Karakteristik psikososial
Pada fungsi psikososial, lansia mengalami
perubahan pada gaya hidup. Hal ini dikarenakan pada
hubungan sosial, individu yang sebelumnya bekerja,
juga mengalami kehilangan identitas pada masa
pensiunnya dan memiliki banyaknya waktu luang
(Papalia, Olds dan Feldman, 2004).
Latihan fisik menjadi fokus dalam aktivitas waktu luang
pada sejumlah lansia karena bermanfaat untuk kesehatan,
kepercayaan diri dan semangat hidup. Aktivitas waktu luang
dan rekreasi pada lansia juga bermanfaat untuk memenuhi
kebutuhan akan persahabatan, kebutuhan mengalami hal
baru dan berbeda, untuk melepaskan diri dari tekanan
dalam berhubungan dengan orang lain, untuk menemukan
ketenangan dan keamanan, dan menemukan kesempatan
memperoleh

stimulasi

intelektual,

ekspresi

diri,

dan

16
pelayanan (Tiensley et al. Dalam Newman & Newman,
2006).
Menurut Patterson (dalam Newman & Newman, 2006),
janda atau duda lansia yang terlibat dalam aktivitas luang
memiliki tingkat stress yang lebih rendah dibanding mereka
yang tidak terlibat dalam aktivitas-aktivitas tertentu. Namun
demikian bukan berarti dengan begitu mereka tidak berduka,
karena aktivitas sosial yang lansia lakukan membantu
merasa tidak terisolasi dan memberi perasaan akan adanya
nilai sosial.
Salah satu tema penting masa lansia adalah pada
pengaturan tempat tinggal. Di negara berkembang, para
lansia baik pria maupun wanita biasanya tinggal dengan
anak-anaknya dan cucu-cucunya (Papalia, Olds & Feldman,
2004). Sedangkan menurut McFall & Miller (dalam Papalia,
Olds & Feldman, 2004), lansia yang memiliki resiko tinggi
untuk tinggal di panti wredha adalah mereka yang hidup
sendiri, yang tidak mengambil bagian dalam aktivitas sosial,
yang memiliki keterbatasan kesehatan dan kemampuan,
serta yang memiliki keluarga yang terbebani dengan
kehadirannya.
Selain itu, lansia biasanya melewatkan kesempatan
untuk meningkatkan kontak sosial dan lebih puas dengan

17
jaringan sosial yang lebih kecil (Papalia, Olds & Feldman,
2004). Dengan demikian, bagi lansia, hubungan personal
menjadi hal yang penting, bahkan lebih dari sebelumnya,
walaupun dalam hubungan sosial, umumnya kehidupan
lansia diperkaya dengan kehadiran teman lama dan
keluarga. Perubahan psikososial lain yang terjadi pada
masa lansia adalah kehilangan pasangan (Papalia, Olds &
Feldman, 2004).

2.2. Kesejahteraan Lansia
2.2.1. Pengertian Kesejahteraan Lansia
Konsep kesejahteraan ini diperkenalkan oleh Neugarten
(dalam Palupi, 2008), dalam Jurnal Novalia, (2011), yaitu
diartikan

sebagai

kondisi

psikologis

yang

dicapai

oleh

seseorang pada saat berada pada lansia. Nathawat (dalam
Katarina, 2007) berpendapat bahwa kesejahteraan adalah
reaksi evaluasi seseorang mengenai kenyamanan hidupnya.
Ryff (dalam Palupi, 2008) dalam Jurnal Novalia, (2011),
menyatakan bahwa kesejahteraan adalah suatu keadaan
dimana individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri
sebagaimana adanya, memiliki hubungan positif dengan orang
lain,

mampu

mengarahkan

perilakunya

sendiri,

mampu

18
mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan, mampu
menguasai lingkungan, serta memiliki tujuan dalam hidupnya.
Diener

(dalam

Papalia,

Olds

dan

Feldman,

2004),

mengatakan bahwa kesejahteraan adalah perasaan subjektif
dan evaluasi individu terhadap hidupnya sendiri.
Berdasarkan dari beberapa definisi kesejahteraan yang
dikemukakan

di

atas,

maka

dapat

disimpulkan

bahwa

kesejahteraan merupakan kondisi yang dapat dicapai oleh
individu, dimana individu dapat menerima kekuatan dan
kelemahan diri sebagaimana adanya, memiliki hubungan positif
dengan orang lain, mampu mengarahkan perilakunya sendiri,
mampu mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan,
mampu menguasai lingkungan, serta memiliki tujuan dalam
hidupnya dalam bentuk perasaan subjektif sebagai reaksi
evaluasi seseorang mengenai kenyamanan hidupnya.
Menurut Keyes, Ryff & Singer (dalam Papalia, Olds,
Feldman & Gross, 2004), ada 6 dimensi kesejahteraan yaitu:
1. Penerimaan Diri (Self Acceptance)
Individu yang memiliki kesejahteraan yang baik adalah
individu yang memiliki penerimaan diri yang baik. Jika
individu mempunyai penilaian diri yang baik, maka individu
tersebut

memiliki sikap

yang

positif

tentang

dirinya,

mengakui dan menerima banyak aspek dari diri sendiri

19
termasuk bagus dan tidaknya kualitas dirinya, dan berpikir
positif tentang masa lalu.
2. Hubungan Positif dengan Orang Lain (Relations with
Positive Others)
Pada dimensi ini, kesejahteraan dipandang dari interaksi
yang terjadi pada seorang individu dengan orang lain yang
ada di sekitarnya. Individu dikatakan memiliki kesejahteraan
yang baik jika individu tersebut memiliki interaksi yang positif
dengan orang lain. Interaksi positif tersebut antara lain
memiliki kehangatan dan kepercayaan dengan orang lain,
terkait dengan kesejahteraan orang lain, memiliki empati,
kasih sayang dan keintiman, serta mengerti, memberi dan
menerima dalam hubungan antar manusia.
3. Otonomi (Autonomy)
Pada dimensi otonomi ini seseorang yang kesejahteraannya
baik, terlihat dari kemandiriannya dalam menghadapi
sesuatu. Mereka lebih cenderung menjadi orang yang
memiliki otonomi yang baik sehingga dapat melakukan
pengambilan keputusan berdasarkan diri sendiri, tidak
tergantung, dapat menahan tekanan sosial untuk berpikir
dan membuat keputusan di jalan yang tepat, dapat
mengatur perilaku dan menilai diri sendiri dari standarnya
sendiri.

20
4. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)
Ketika seseorang dapat menguasai lingkungan, ia mampu
melihat peluang-peluang yang ada dan akan berdampak
positif bagi kehidupan orang tersebut. Seseorang yang
mempunyai penguasaan lingkungan yang tinggi akan
mempunyai rasa penguasaan dan kompetensi didalam
mengatur

lingkungan,

mempersiapkan

aktivitas

dapat
eksternal,

mengontrol
membuat

dan
sesuatu

menjadi efektif dengan menggunakan peluang yang ada dan
dapat memilih atau membuat kebutuhan seseorang dengan
tepat dan sesuai.
5. Tujuan Hidup (Purpose in Life)
Individu yang memiliki kesejahteraan yang baik adalah
orang yang mempunyai tujuan dan sasaran hidup, merasa
menjadi pemimpin, merasakan arti dari kehidupan sekarang
dan masa lalu dan memegang kepercayaan bahwa hidup
memiliki arti.
6. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)
Pertumbuhan pribadi yang dimaksud adalah mempunyai
rasa untuk terus berkembang, memaknai pertumbuhan dan
perkembangan

diri

sendiri,

terbuka

pada

semua

pengalaman yang baru, menyadari potensi diri, melihat

21
peningkatan diri dan perilaku setiap waktu serta, mengubah
jalan jika melihat peluang baru yang lebih efektif.

2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan
Menurut Andrew & Robinson (dalam syamsudin, 2008),
faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan individu lanjut
usia yang tinggal di panti wredha adalah:
a) Faktor pengalaman hidup dan interpretasinya
Faktor pengalaman hidup dan interpretasinya individu
terhadap pengalaman hidupnya menjadi suatu pengaruh
pada penilaian individu terhadap kehidupannya secara
umum.
b) Faktor Dukungan sosial
Dukungan

sosial

dari

lingkungan

akan

sangat

mempengaruhi kesejahteraan yang dirasakan oleh individu
tersebut. Menurut Sarafino (dalam Syamsudin, 2008),
dukungan sosial ternyata juga memiliki hubungan dengan
kondisi

kesejahteraan.

Dukungan

sosial

didefinisikan

sebagai pemberi rasa nyaman, kepedulian, penghargaan,
atau bantuan kepada individu, yang bisa diperoleh dari
pasangan,

keluarga,

teman

atau

organisasi

kemasyarakatan. Individu yang mendapatkan dukungan
sosial akan merasa bahwa dirinya dicintai, dipedulikan,

22
dihargai, dan menjadi bagian dalam jaringan sosial (seperti
keluarga dan organisasi tertentu) yang menyediakan tempat
bergantung ketika dibutuhkan.
Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial dapat
dibagi ke dalam berbagai komponen yang berbeda-beda.
Misalnya Weiss (Cutrona dkk,1994 : 371) dalam artikel Drs.
H. Zainudin Sri Kuntjoro, Mpsi, (2002), mengemukakan
adanya 6 (enam) komponen dukungan sosial yang disebut
sebagai "The Social Provision Scale", dimana masingmasing komponen dapat berdiri sendiri-sendiri , namun satu
sama

lain

saling

berhubungan.

Adapun

komponen-

komponen tersebut adalah :
1)

Kerekatan Emosional (Emotional Attachment)
Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan
seseorang

memperoleh

kerekatan

(kedekatan)

emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang
menerima. Orang yang menerima dukungan sosial
semacam ini merasa tentram, aman dan damai yang
ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia. Sumber
dukungan sosial semacam ini yang paling sering dan
umum adalah diperoleh dari pasangan hidup atau
anggota keluarga/teman dekat/sanak keluarga yang
akrab dan memiliki hubungan yang harmonis. Bagi

23
lansia adanya orang kedua yang cocok, terutama yang
tidak memiliki pasangan hidup, menjadi sangat penting
untuk dapat memberi dukungan sosial atau dukungan
moral (moral support).
2)

Integrasi sosial (Social Integration)
Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan
lansia untuk memperoleh perasaan memiliki suatu
kelompok yang memungkinkannya untuk membagi
minat,

perhatian

sifatnya
dukungan

rekreatif

dan

rasa

melakukan

secara

semacam

mendapatkan
memiliki

serta

ini

aman,

dimiliki

kegiatan

bersama-sama.
memungkinkan
nyaman

dalam

yang

Sumber
lansia

serta merasa

kelompok.

Adanya

kepedulian oleh masyarakat untuk mengorganisasi
lansia dan melakukan kegiatan bersama tanpa ada
pamrih akan banyak memberikan dukungan sosial.
Mereka merasa bahagia, ceria dan dapat mencurahkan
segala ganjalan yang ada pada dirinya untuk bercerita
atau mendengarkan ceramah ringan yang sesuai
dengan kebutuhan lansia. Hal itu semua merupakan
dukungan sosial yang sangat bermanfaat bagi lansia.

24
3)

Adanya pengakuan (Reanssurance of Worth)
Pada dukungan sosial jenis ini lansia mendapat
pengakuan atas kemampuan dan keahliannya serta
mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga.
Sumber dukungan sosial semacam ini dapat berasal
dari

keluarga

atau

lembaga/instansi

atau

perusahaan/organisasi dimana sang lansia pernah
bekerja. Karena jasa, kemampuan dan keahliannya
maka ia tetap mendapat perhatian dan santunan dalam
berbagai bentuk penghargaan. Uang pensiun mungkin
dapat dianggap sebagai salah satu bentuk dukungan
sosial juga, bila seseorang menerimanya dengan rasa
syukur. Bentuk lain dukungan sosial berupa pengakuan
adalah mengundang para lansia pada setiap event / hari
besar untuk berpartisipasi dalam perayaan tersebut
bersama-sama dengan para pegawai yang masih
berusia produktif. Contoh: Setiap hari besar TNI maka
para mantan pejabat yang telah pensiun /memasuki
masa lansia biasa diundang hadir dalam upacara atau
pun resepsi yang diadakan oleh Instansi tersebut.

25
4)

Ketergantungan

yang

dapat

diandalkan (

Reliable

Reliance)
Dalam dukungan sosial jenis ini, lansia mendapat
dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang
dapat

diandalkan

bantuannya

ketika

lansia

membutuhkan bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial
jenis ini pada umum berasal dari keluarga. Untuk lansia
yang tinggal di lembaga, misalnya pada Sasana
Werdha ada petugas yang selalu siap untuk membantu
para lansia yang tinggal di lembaga tersebut, sehingga
para lansia mendapat pelayanan yang memuaskan.
5)

Bimbingan (Guidance)
Dukungan sosial jenis ini adalah berupa adanya
hubungan kerja atau pun hubungan sosial yang
memungkinkan lansia mendapatkan informasi, saran,
atau

nasehat

yang

diperlukan

dalam

memenuhi

kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Jenis dukungan sosial jenis ini bersumber dari guru,
alim ulama, pamong dalam masyarakat, figur yang
dituakan dan juga orang tua.

26
6)

Kesempatan

untuk

mengasuh (Opportunity

for

Nurturance)
Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal
akan perasaan dibutuhkan oleh orang lain. Jenis
dukungan

sosial

ini

memungkinkan

lansia

untuk

memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung
padanya untuk memperoleh kesejahteraan. Menurut
Weiss (Cotuna dkk,1994), dalam artikel Drs. H. Zainudin
Sri Kuntjoro, Mpsi, (2002), sumber dukungan sosial ini
adalah keturunan (anak-anak) dan pasangan hidup.
Itulah sebabnya sangat banyak lansia yang merasa
sedih dan kurang bahagia jika berada jauh dari cucucucu atau pun anak-anaknya. Dengan memahami
pentingnya dukungan sosial bagi lansia, kita semua
diharapkan mampu untuk memberikan partisipasi dalam
pemberian dukungan sosial sesuai dengan kebutuhan
lansia. Dengan cara memberikan dukungan sosial pada
lansia yang berada dekat dengan

kita.

Dengan

pemberian dukungan yang bermakna maka para lansia
akan dapat menikmati hari tua mereka dengan tentram
dan damai yang pada akhirnya tentu akan memberikan
banyak manfaat bagi semua anggota keluarga yang
lain.

27
2.3. Panti Werdha
2.3.1. Pengertian Panti Werdha
Pengadaan panti werdha bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan para lansia. Berdasarkan UU RI no 13 tahun
1998 tentang kesejahteraan lanjut usia (Direktorat Jenderal
Pelayanan

dan

Rehabilitas

Sosial

Lanjut

Usia,

2004),

peningkatan kesejahteraan adalah peningkatan tata kehidupan
dan penghidupan sosial baik material maupun spiritual yang
diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman
lahir dan batin yang memungkinkan untuk mengadakan
kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial sebaik-baiknya.
Panti werdha merupakan lembaga perawatan atau rumah
perawatan yang dikhususkan untuk orang-orang dewasa lanjut.
Di panti werdha tersedia berbagai macam kebutuhan yang
dibutuhkan oleh para orang-orang lanjut usia dan tersedia juga
fasilitas kesehatan (Santrock, 2002).
Panti werdha merupakan unit pelaksanaan teknis yang
memberikan pelayanan sosial bagi lanjut usia, yaitu berupa
pemberian penampungan, jaminan hidup seperti makanan dan
pakaian, pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang
termasuk rekreasi, bimbingan sosial, mental serta agama,
sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi
ketentraman lahir batin (DEPSOS RI, 2003).

28
Panti

werdha

adalah

sebuah

rumah

atau

tempat

penampungan untuk manusia lanjut usia. Sebuah sarana
dimana lansia diberikan fasilitas, layanan 24 jam, jadwal
aktifitas, dan hiburan yang dibutuhkan sesuai kebutuhan lansia.
Namun di bagian Negara Asia, panti werdha merupakan hal
yang masih kurang diterima masyarakat dikarenakan pola
pemikiran untuk menghormati yang lebih tua masih melekat
dalam jiwa penduduk asia. Pada jaman ini, masyarakat telah
memasuki era modernisasi sehingga timbulnya perubahanperubahan pola pikir dan sikap masyarakat.
Salah satu dampak negatif modernisasi adalah tumbuhnya
sikap individualistik. Sikap ini menyebabkan masyarakat
merasa tidak membutuhkan orang lain dalam beraktifitas,
padahal manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Sehingga
masyarakat cenderung bersaing mengejar tujuan pribadi. Hal
ini menyebabkan waktu dan pikiran yang tersita.
Ketika sikap ini dibawa kerumah, masing-masing individu
akan lebih fokus kepada keluarga inti. Sehingga bagian
keluarga yang sudah mulai menua kurang mendapat perhatian
dan perawatan dari anak cucu mereka. Keluarga yang tidak
mampu merawat akhirnya menempatkan lansia ke panti
werdha. Tentunya hal ini membuat para lansia merasa
tersisihkan ketika harus ditempatkan di tempat dengan

29
bangunan dan fasilitas yang seadanya. Terkadang, bangunan
dan fasilitas yang seadanya itu membuat para lansia merasa
tidak nyaman dan tidak betah. Namun seringkali karena tidak
ada pilihan para lansia merasa terpaksa dan tidak senang yang
kemudian dapat menyebabkan gangguan kesehatan. (Artikel
Latar belakang panti jompo, 2012).
2.3.2. Alasan Lansia tinggal di Panti Werdha
Dalam

Kadir,

(2009),

ada

beberapa

alasan

yang

menyebabkan lansia tinggal di panti werdha, yaitu:
1.

Perubahan tipe keluarga dari keluarga besar (extended
family) menjadi keluarga kecil (nuclear family). Dimana
pada awalnya dalam keluarga terdiri dari ayah, ibu dan
anak-anak.

Namun

sesuai

dengan

perkembangan

keluarga ada tahap dimana keluarga menghadapi anak
yang menikah atau membentuk keluarga sendiri, sehingga
yang terjadi adalah orang tua akan tinggal berdua saja,
tentu saja kondisi ini membutuhkan peran pengganti
keluarga, yaitu institusi tertentu.
2.

Berubah peran ibu. Pada awalnya peran ibu adalah
mengurus

rumah

tangga,

anak-anak,

dan

lain-lain.

Sekarang telah mengalami perubahan dimana ibu juga
bertindak sebagai pencari nafakah yang bekerja di
kantoran dan sebagainya. sehingga anggota keluarga

30
seperti anak-anak dan kakek serta nenek dititipkan pada
institusi tertentu.
3.

Kebutuhan sosialisasi orang lanjut usia itu sendiri. Apabila
ia tinggal dalam keluarga ia akan mengalami perasaan
yang bosan ditinggal sendiri, anaknya berangkat bekerja
dan cucunya ke sekolah. Sehingga ia membutuhkan suatu
lingkungan sosial, yang memiliki beberapa kesamaan
sehingga ia merasa betah dan kembali bersemangat yaitu
di panti werdha.
Panti werdha bisa menjadi pilihan yang baik untuk

menikmati hari tua mereka. Mereka akan menemukan teman
yang relatif seusia sehingga dapat berbagi cerita. Karena
keberadaan lansia di panti dengan berbagai karakter serta
memiliki berbagai ragam problematika maka perlu untuk
memberikan suatu penanganan khusus sesuai kelebihan serta
kekurangan yang mereka miliki.
Di panti werdha selain mendapatkan pelayanan berupa
pemenuhan kebutuhan dasar juga diberikan fungsi positif
lainnya yaitu program-program pelayanan sosial yang bisa
memberikan kesibukan buat mereka sebagai pengisian waktu
luang diantaranya pemberian bimbingan sosial, bimbingan
mental, spiritual serta rekreasi, penyaluran bakat dan hobi,
terapi kelompok, senam dan banyak kegiatan lainnya. Mereka

31
juga

akan

mendapatkan

kemudahan/aksebilitas

fasilitas

lainnya.

Selain

serta

kemudahan-

bersama

teman

seusianya, mereka juga mendapatkan pelayanan maksimal
dari para pekerja sosial dimana mereka menemukan hariharinya dengan ceria (Kadir, 2009).

32
KERANGKA PENELITIAN
Gambaran
Kesejahtera

Lansia
Faktor – faktor yang
mempengaruhi
kesejahteraan

6 Dimensi
Kesejahteraan

1. Penerimaan Diri
(Self Acceptance)

Apakah Mbah erasa seri g kesepia ? Da
Apakah mbah merasa hidup ini memiliki
arti?

2. Hubungan Positif
Dengan Orang Lain
(Positive Relations
with Others)

Bagai a a Hubu ga
bah de ga te a teman mbah, Ibu Asrama, dan para
pra urukti di pa ti i i?

3. Otonomi
(Autonomy)

Bagai a a bah e gubah keputusa jika
teman-te a
bah tidak e yetujui ya?

Faktor Pengalaman
Hidup

Ada Tidak
pengalaman hidup
mbah yang
menyenangkan?
Kalau ada seperti apa
dan kalau tidak ada
juga seperti apa dan
hubungannya antara
dulu dan sekarang
seperti apa?

Faktor Dukungan
Sosial
1. Kerekatan Emosional
(Emotional Attachment)

2. Integrasi Sosial
(Sosial Integration)
3. Adanya Pengakuan
(Reanssuarance of Worth)

4. Penguasaan
Lingkungan
(Environmental
Mastery)

Me urut Mbah, apakah li gku ga yang
bersih itu sangat penting? Dan Apakah
bah, peduli pada li gku ga sekitar?

5. Tujuan Hidup
(Purpose in Life)

Me urut Mbah, bagai a a hidup bah di
masa lalu , masa sekarang dan masa yang
aka data g

5. Bimbingan (Guidance)

Me urut bah, ada tidak perubaha ya g
berarti dalah hidup bah ?

6. Kesempatan untuk
mengasuh
(Opportunity for
Nurturance)

6. Pertumbuhan
Pribadi (Personal
Growth)

4.Ketergantungan yang
dapat diandalkan
(Reliable Reliance)

Ya g Pali g dekat de ga
bah siapa?
Kedekatannya seperti apa? Dan bagaimana
perasaan bah?
Bagai a a keaktifa
bah de ga
kelompok sekitar, apakah menemukan
sesuatu ya g lai atau tidak?
Me urut bah, apakah ada 1 pera a ya g
dipegang oleh mbah dalam suatu kelompok
misalnya menjadi koordinator dalam 1
kegiatan tertentu, dan bagaimana pendapat
teman-teman mbah ketika mbah menjadi
koordi ator dala kelo pok tersebut?

Adakah keluarga atau ora g pa ti ya g
selalu e duku g da
e ba tu bah?

Da selai itu apakah bah selalu e dapat
bi bi ga
isal ya dari pe deta?

Me urut bah, apakah ada rasa kepedulia
yang mbah berikan kepada sesama misalnya
mengasuh atau membantu sesama, lalu
bagaimana perasaan mbah nyaman atau
tidak?

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lanjut Usia Memilih Tinggal di Panti Werdha Salib Putih Salatiga

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lanjut Usia Memilih Tinggal di Panti Werdha Salib Putih Salatiga T1 462011053 BAB I

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lanjut Usia Memilih Tinggal di Panti Werdha Salib Putih Salatiga T1 462011053 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lanjut Usia Memilih Tinggal di Panti Werdha Salib Putih Salatiga

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kesejahteraan pada Lanjut Usia di Panti Werdha Sosial dan Mandiri Salib Putih Kota Salatiga T1 462010017 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kesejahteraan pada Lanjut Usia di Panti Werdha Sosial dan Mandiri Salib Putih Kota Salatiga T1 462010017 BAB IV

0 0 46

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kesejahteraan pada Lanjut Usia di Panti Werdha Sosial dan Mandiri Salib Putih Kota Salatiga T1 462010017 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kesejahteraan pada Lanjut Usia di Panti Werdha Sosial dan Mandiri Salib Putih Kota Salatiga

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kesejahteraan pada Lanjut Usia di Panti Werdha Sosial dan Mandiri Salib Putih Kota Salatiga

0 0 54

Kesehatan Spiritual Lanjut Usia Di Getasan Dan Panti Wredha Salib Putih Salatiga Tugas Akhir - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kesehatan Spiritual Lanjut Usia di Getasan dan Panti Wredha Salib Putih Salatiga

1 1 40