Karakteristik Penderita Katarak Rawat Jalan Umur ≤40 Tahun di Rumah Sakit Mata SMEC Medan Tahun 2015

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
World Health Organization (WHO) melaporkan, 285 juta penduduk

dunia mengalami masalah dalam penglihatan. Lebih kurang 39 juta orang
diantaranya menderita kebutaan, sedangkan 246 juta orang lainnya mengalami
gangguan penglihatan. Menurut WHO, jika keadaan seperti ini dibiarkan
begitu saja tanpa ada tindakan, jumlah penderita gangguan penglihatan dan
kebutaan ini akan bertambah menjadi dua kali lipat pada tahun 2020. Katarak
merupakan penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan di dunia
(WHO, 2014).
Kesehatan mata mendapatkan perhatian yang besar dari dunia
internasional maupun tingkat nasional, hal ini dapat dilihat pada tahun 1999
WHO telah mencanangkan program Vision 2020 The Right to Sight. Di
Indonesia sendiri program ini mulai dilaksanakan pada tahun 2000 (Depkes,
2006).

Pengukuran pelayanan terhadap katarak, WHO mengacu pada Cataract
Surgical Rate (CSR) yaitu jumlah operasi katarak per satu juta penduduk per
tahun. Angka CSR Indonesia tergolong rendah yaitu 468, setara negara-negara
di Afrika. Angka CSR Myanmar justru lebih baik, yakni 819, Banglades (995),
Butan (1.019), Thailand (2.090), Sri Lanka (2.538) dan India (4.067). Nepal
sebelumnya 1.490, sejak ada Institut Tilganga tahun 1994, CSR melonjak saat
ini menjadi 6.000 (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
1

Universitas Sumatera Utara

2

Menurut International Council of Ophthalmology (ICOPH) laporan
data di Amerika Serikat menyebutkan 42% dari penduduk yang berusia 52-64
tahun mengalami masalah pada lensa mata mereka, 60% pada penduduk
berumur 65-74 tahun dan 91% pada penduduk yang berusia 75-85 tahun.
Banyaknya penduduk yang menderita katarak di sebabkan oleh beberapa faktor
predisposisi seperti diabetes dan rokok (ICOPH, 2010)
Katarak merupakan penyakit yang sangat umum terjadi seiring dengan

bertambahnya umur seseorang. Di Inggris, 50% penduduk yang berusia 65
tahun menderita katarak dan 70% penduduk yang berusia 85 tahun ke atas
menderita katarak. Di Prancis, 20% penduduk yang berusia 65 tahun ke atas
menderita katarak, gejala katarak itu sudah mereka dapatkan sejak berumur 40
tahun. Hampir seluruh individu yang berusia lebih dari 90 tahun menderita
katarak. Beberapa negara maju juga menunjukkan insiden dan prevalen yang
sama(ICOPH, 2010).
Angka kebutaan di Indonesia tertinggi di wilayah Asia Tenggara. Hal
ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara insiden (kejadian baru) katarak
yang besarnya 210.000 orang per tahun dengan jumlah operasi katarak yang
hanya 80.000 orang per tahun. Kondisi ini mengakibatkan jumlah katarak
yang tinggi (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Laporan kebutaan di Asia menunjukkan 3 penyebab pokok kebutaan
adalah katarak, trakhoma dan glaukoma (Hanifah, 2010). Menurut Persatuan
Dokter Spesialis Mata Indonesia, kebutaan katarak tidak hanya mengganggu
produktivitas dan mobilitas penderitanya, tetapi juga menimbulkan dampak

Universitas Sumatera Utara

3


sosioekonomi bagi masyarakat dan negara yang pada gilirannya akan
menurunkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan. Selain itu, biaya
operasi katarak yang mahal mengakibatkan sebagian masyarakat, khususnya
masyarakat dengan tingkat sosio ekonomi rendah atau miskin, sulit
memperoleh pelayanan operasi katarak (PERDAMI, 2015).
Survey Kesehatan Indera tahun 1993-1996 menunjukkan 1,5%
penduduk Indonesia mengalami kebutaan, disebabkan oleh katarak (52%),
glaukoma (13,4%), kelainan refraksi (9,5%), gangguan retina (8,5%), kelainan
kornea (8,4%) dan penyakit mata lain. Batas prevalensi kebutaan yang tidak
menjadi masalah kesehatan masyarakat menurut standar WHO adalah 0,5%.
Jika prevalensi di atas 1 % menunjukkan adanya keterlibatan masalah
sosial/lintas sektor (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Prevalensi katarak di Indonesia menurut hasil pemeriksaan petugas
enumerator dalam Riskesdas 2013 adalah sebesar 1,8%, tertinggi di Provinsi
Sulawesi Utara sebesar 3,7% dan terendah di DKI Jakarta sebesar 0,9%.
Sedangkan prevalensi katarak di provinsi Sumatera Utara 1,4% (Kementerian
Kesehatan RI, 2014)
Perkiraan insiden katarak di Indonesia adalah 0,1% per tahun atau
setiap tahun di antara 1000 orang terdapat seorang penderita baru katarak.

Penduduk indonesia juga memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun
lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropis, sekitar 16-22%
penderita katarak yang di operasi berusia dibawah 55 tahun (Kementerian
Kesehatan RI, 2014).

Universitas Sumatera Utara

4

Data semua kebutaan pada masyarakat, lebih dari 50% disebabkan oleh
katarak (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Besarnya jumlah penderita katarak
di Indonesia saat ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut
yang pada tahun 2000 sebesar 15.3 juta orang dan jumlah dimaksud cenderung
bertambah besar. Selain faktor degeneratif, kejadian katarak juga dipicu oleh
kondisi lingkungan Indonesia sebagai negara tropis, tingginya paparan sinar
ultraviolet serta komplikasi berbagai penyakit sistemik seperti Diabetes
Melitus(Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Data yang diperoleh dari Sistem Informasi Rumah Sakit tahun 2010 –
2011, katarak masuk dalam salah satu dari 10 penyakit tidak menular terbesar
penyebab rawat jalan di Rumah Sakit di Indonesia tahun 2009-2010

(Kementerian Kesehatan RI, 2012)
Proporsi penduduk berumur 30 tahun keatas dengan katarak di
Sumatera Utara adalah 1,5% (proporsi responden yang mengaku pernah
didiagnosis katarak oleh tenaga kesehatan dalam 12 bulan terakhir) dan 11,3%
(proporsi responden yang mengaku pernah didiagnosis katarak oleh tenaga
kesehatan atau mempunyai gejala penglihatan berkabut dan silau dalam 12
bulan terakhir). Di Sumatera Utara dan Medan, prevalensi kebutaan dan
morbiditas akibat katarak tahun 2007 sebesar 0,78% dan 7,3%. Penyebab
kebutaan itu terdiri dari 52% katarak, 13,4% glaucoma, 9,5% kelainan tekanan
bola mata (refraksi), dan 25,1 % penyebab lainnya (BKMM, 2007).
Prevalensi kebutaan karena katarak di Kabupaten Tapanuli Selatan,
Sumatera Utara pada tahun 2010 adalah 0,24%, angka tersebut lebih kecil dari

Universitas Sumatera Utara

5

prevalensi kebutaan katarak secara keseluruhan di Sumatera Utara yaitu 0,78 %
(Hutasoit, 2009).
Hasil penelitian Gaja T, di Klinik Karya Kasih Medan tahun 2003-2007

terdapat 2.049 penderita katarak yang di rawat inap. Penderita terbanyak pada
kelompok umur 55-69 tahun yang berjumlah 161 orang (48,1%) (Gaja, 2008).
Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian rekam medik Rumah Sakit
Mata Sumatera Eye Center (SMEC) Medan tahun 2015 terdapat 1.344
penderita katarak yang di rawat jalan. Berdasarkan uraian pada latar belakang
tersebut, bahwa perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita
katarak rawat jalan umur ≤40 tahun di rumah Sakit Mata Sumatera Eye Center
(SMEC) Medan tahun 2015.
1.2.

Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahui karakteristik

penderita katarak rawat jalan di Rumah Sakit Mata SMEC Medan tahun 2015.
1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik penderita katarak rawat jalan umur ≤40 tahun

di Rumah Sakit Mata SMEC Medan tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi proporsi penderita

katarak

rawat jalan

berdasarkan faktor sosiodemografi meliputi umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaandan daerah asal.

Universitas Sumatera Utara

6

b. Mengetahui distribusi proporsi penderita

katarak

rawat jalan


katarak

rawat jalan

katarak

rawat jalan

berdasarkan sumber rujukan.
c. Mengetahui distribusi proporsi penderita
berdasarkan jenis katarak.
d. Mengetahui distribusi proporsi penderita
berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya.
e. Mengetahui distribusi proporsi

penderita katarak rawat jalan

berdasarkan tajam penglihatan sebelum operasi.
f. Mengetahui


ditribusi

proporsi

penderita

katarak

rawat

jalan

berdasarkan tajam penglihatan sesudah operasi.
g. Mengetahui distribusi proporsi umur penderita katarak rawat jalan
berdasarkan jenis kelamin.
h. Mengetahui distribusi proporsi jenis pekerjaan penderita katarak rawat
jalan berdasarkan tajam penglihatansebelum operasi.
i. Mengetahui distribusi proporsijenis katarak berdasarkan tajam
penglihatan sebelum operasi penderita katarak rawat jalan

j. Mengetahui distribusi proporsi tajam penglihatan sesudah operasi
berdasarkan tajam penglihatan sebelum operasi penderita katarak.
k. Mengetahui distribusi proporsi umurberdasarkantajam penglihatan
sesudah operasi kelompok penderita katarak rawat jalan.
l. Mengetahui

distribusi

proporsijenis

kelaminberdasarkantajam

penglihatan sesudah operasi penderita katarak rawat jalan.

Universitas Sumatera Utara

7

m. Mengetahui distribusi proporsi tajam penglihatan sesudah operasi
berdasarkan jenis katarak

n. Mengetahui distribusi proporsi riwayat penyakitberdasarkan tajam
penglihatan sesudah operasi penderita katarak rawat jalan.
o. Mengetahui distribusi proporsi jenis katarak berdasarkan riwayat
penyakit penderita katarak rawat jalan.
1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1 Sebagai bahan masukan bagi pihak Rumah Sakit Mata SMEC untuk
dapat Merumuskan Kebijakan Dalam Menanggulangi Masalah Katarak
dan sebagai Sumber Informasi untuk Penyediaan Sarana Kesehatan.
1.4.2 Menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman penulis dalam
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama kuliah di FKM
USU.
1.4.3 Sebagai masukan dan referensi bagi pihak lain untuk melakukan
penelitian selajutnya.

Universitas Sumatera Utara