Strategi Komunikasi Menantu Perempuan Dengan Mertua Perempuan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Perspektif/Paradigma Kajian
Setiap penelitian memerlukan paradigma teori dan model teori sebagai
dasar dalam menyusun kerangka pemikiran. Paradigma ibarat sebuah jendela
tempat seseorang bertolak menjelajahi dunia dengan wawasannya. Sebagian orang
menyatakan paradigma (paradigm) sebagai intelektual komitmen, yaitu suatu citra
fundamental dari pokok permasalahan dari suatu ilmu. Namun, secara umum
paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar
yang menuntun seseorang dalam bertindak atau keyakinan dasar yang menuntun
seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Paradigma merupakan
perspektif riset yang digunakan peneliti yang berisi bagaimana peneliti melihat
realita, bagaimana mempelajari fenomena, cara-cara yang digunakan dalam
menginterpretasikan temuan (Chariri, 2009: 120).
Dalam pandangan filsafat, paradigma merupakan pandangan awal yang
membedakan, memperjelas, dan mempertajam orientasi berpikir seseorang. Hal
ini membawa konsekuensi praktis terhadap perilaku, cara berpikir, intepretasi, dan
kebijakan dalam pemilihan masalah. Paradigma memberi representasi dasar yang
sederhana dari informasi pandangan yang kompleks sehingga orang dapat
memilih untuk bersikap atau mengambil keputusan.
Menurut Thomas Kuhn paradigma dipergunakan dalam dua arti yang
berbeda yakni paradigma berarti keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik,
dan sebagainya yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota masyarakat tertentu.
Di sisi lain paradigma juga berarti menunjukkan pada sejenis unsur dalam
konstelasi itu, pemecahan teka-teki yang konkrit, yang jika digunakan sebagai
model atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai dasar
bagi pemecahan teka-teki sains yang normal yang masih tertinggal (Kuhn, 2002:
180). Thomas Kuhn (2002: 103) juga mengeksplisitkan bahwa perubahan
paradigma dapat menyebabkan perbedaan dalam memandang realitas alam
semesta. Realitas dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu,
kemudian menghasilkan mode of knowing yang spesifik.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Denzin dan Lincoln (1994: 107) paradigma dipandang sebagai
seperangkat keyakinan-keyakinan dasar (basic believes)yang berhubungan dengan
yang pokok atau prinsip. Paradigma adalah representasi yang menggambarkan
tentang alam semesta (world). Sifat alam semesta adalah tempat individu-individu
berada di dalamnya, dan ada jarak hubungan yang mungkin pada alam semesta
dengan bagian-bagiannya.
Paradigma menurut Guba dan Lincoln (1994) dalam Hidayat (2004),
mengajukan
tipologi
yang
mencakup
empat
paradigma:
positivisme,
postpositivisme, kritikal, dan konstruktivisme. Dikemukakan oleh Guba, bahwa
setiap
paradigma
membawa
implikasi
metodologi
masing-masing
(http://www.scribd.com/doc/15252080/Paradigma-Konstruktivisme-ParadigmaKritikal diakses pada 30 Desember 2015 pukul 12.30 WIB).
Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap
paradigma positivis. Paradigma konstruktivisme memandang realitas kehidupan
sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi
karenanya,
konsentrasi
analisis pada paradigma
konstruktivisme
adalah
menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara
apa konstruksi itu dibentuk. Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari
pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan
perilaku alam karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam
realitas sosial mereka, baik melalui pemberian makna maupun pemahaman
perilaku di kalangan mereka sendiri.
Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara
dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami dan
mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti.
Paradigma konstruktivisme berbasis pada pemikiran umum tentang teori-teori
yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritisi aliran konstruktivisme. Littlejohn
mengatakan bahwa paradigma konstruktivisme berlandaskan pada ide bahwa
realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses
interaksi dalam kelompok, masyarakat, dan budaya (Wibowo, 2011: 27).
Sesuai dengan metodologi penelitian ini yakni penelitian kualitatif, maka
dalam
penelitian
ini
peneliti
menggunakan
paradigma
konstruktivisme.
Universitas Sumatera Utara
Konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang
dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekannya. Asumsi
ontologism pada paradigma konstruktivisme menganggap realitas merupakan
konstruksi sosial, kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks
spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Selain itu, realita juga dianggap
sebagai konstruksi mental dari individu pelaku sosial, sehingga realitas dipahami
secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman, konteks, dan waktu
(Kriyantono, 2008: 51).
Secara epistemologis, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu
penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Dalam
penelitian ini, peneliti dan objek atau realitas yang diteliti merupakan kesatuan
realitas yang tidak terpisahkan. Peneliti merupakan fasilator yang menjembatani
keragaman subjektifitas pelaku sosial dalam rangka merekonstruksikan realitas
sosial. Dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika, dan pilihan
moral sebagai bagian integral dari penelitian dengan tujuan merekonstruksi
realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti.
Konstruktivisme (constructivism) mempunyai dampak yang luas sekali di
bidang komunikasi. Menurut pandangan ini, para individu melakukan interpretasi
dan bertindak menurut kategori-kategori konseptual di dalam pemikirannya.
Realitas tidak hadir dalam bentuk apa adanya tetapi harus disaring melalui cara
seseorang melihat sesuatu. Konstruktivisme sebagian didasarkan pada teori dari
George Kelly (Budyatna & Ganiem, 2011: 221) mengenai konsep-konsep pribadi
atau personal constructs yang mengemukakan bahwa orang memahami
pengalamannya dengan mengelompokkan dan membedakan peristiwa-peristiwa
yang dialaminya menurut persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya.
Perbedaan-perbedaan yang dipersepsikan tidaklah alamiah tetapi ditentukan oleh
sejumlah hal-hal yang berlawanan di dalam sistem kognitif individu.
Kompleksitas kognitif memainkan peranan yang penting di dalam
komunikasi. Konsep-konsep antarpribadi terutama penting karena konsep-konsep
tersebut mengarahkan bagaimana kita memahami orang lain. Para individu
berbeda dalam kompleksitas dengan mana mereka memandang individu lainnya.
Bila seorang individu sederhana dalam arti kognitif, individu tersebut cenderung
Universitas Sumatera Utara
melakukan stereotip kepada orang lain, sedangkan bila individu lebih memiliki
perbedaan secara kognitif, maka individu tersebut akan melakukan perbedaanperbedaan secara halus dan lebih sensitif.
Secara umum, kompleksitas kognitif mengarah kepada pemahaman yang
lebih besar mengenai pandangan-pandangan orang lain dan kemampuan yang
lebih baik untuk membingkai pesan-pesan dalam arti dapat memahami orang lain.
Konstruktivisme
pada
dasarnya
merupakan
teori
pilihan
strategi
atau
strategychoicetheory. Prosedur-prosedur penelitian para konstruktivis biasanya
menanyakan para subjek untuk memilih tipe-tipe pesan yang berbeda dan
mengklasifikasikannya
yang
berkenaan
dengan
kategori-kategori
strategi
(Budyatna & Ganiem, 2011: 225).
2.2.
Kerangka Teori
Fungsi teori dalam riset adalah membantu periset menerangkan fenomena
sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatian. Teori adalah himpunan
konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan
sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi antara variabel, untuk
menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Kriyantono, 2006: 45). Sebelum
peneliti melakukan penelitian, hendaknya mengetahui teori-teori apa saja yang
digunakan dalam menjelaskan dan menyelesaikan permasalahan yang akan
diteliti.
Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah:
2.2.1. Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin communicatio, dan bersumber
dari kata communis yang berarti sama. Dalam hal ini adalah sama makna.
Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan
dianut secara sama. Selain itu, kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah
komunitas (community) yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan.
Komunitas adalah sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama untuk
mencapai tujuan tertentu, dan mereka berbagi makna dan sikap. Tanpa
komunikasi tidak akan ada komunitas.
Universitas Sumatera Utara
Berbicara mengenai definisi komunikasi, tidak ada definisi yang benar
maupun salah. Seperti juga model atau teori, definisi harus dilihat dari
kemanfaatannya
mengevaluasinya.
untuk
menjelaskan
Beberapa
definisi
fenomena
yang
mungkin
terlalu
didefinisikan
sempit,
dan
misalnya
“komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik”, atau lebih
luas, misalnya “komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau lebih”
(Mulyana, 2007: 46).
Komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk
atau melakukan pertukaran informasi satu dengan yang lainnya, yang pada
gilirannya akan tiba saling pengertian yang dalam. Dari definisi ini juga dapat
dilihat bahwa komunikasi merupakan suatu proses pertukaran pesan antar
komunikan dan komunikator di mana menciptakan suatu kesepahaman bersama.
(Roger dkk dalam Cangara, 2007:20).Komunikasi adalah istilah yang begitu
populer di zaman sekarang ini. Manusia modern disuguhkan dengan pesan-pesan
komunikasi dari berbagai jurusan, baik secara terang-terangan, halus, verbal
maupun nonverbal. Carl I. Hovland menyatakan bahwa komunikasi merupakan
proses mengubah perilaku orang lain atau communication is the process to modify
the behavior of other individual (Effendy, 2007: 10).
Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau
gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan
menyampaikan dan penerimaan pesan dari pihak satu ke pihak yang lain dengan
tujuan mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan. Hal ini berarti
bahwa komunikasi juga dipandang sebagai sebuah konsekuensi dari hubungan
sosial (social relation). Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang yang
saling berhubungan satu sama lain secara otomatis akan menimbulkan interaksi
sosial (social interaction).
Istilah komunikasi ini juga dapat dipandang dari segi pragmatisnya.
Artinya bahwa komunikasi dalam arti pragmatis mengandung tujuan tertentu ada
yang dilakukan secara lisan, secara tatap muka, atau melalui media massa seperti:
surat kabar, radio, televisi, atau film, maupun media non masssa seperti: surat,
poster, spanduk, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
komunikasi dalam pengertian ini bersifat intensional (intentional) dan
Universitas Sumatera Utara
mengandung tujuan dan tentunya terlebih dahulu harus dilakukan dengan sebuah
perencanaan. Sejauh mana kadar perencanaan itu, bergantung kepada pesan yang
akan dikomunikasikan dari komunikator kepada komunikan dan pada komunikan
yang
dijadikan
sasaran.
Intinya
bahwa
komunikasi
merupakan
proses
penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain secara langsung untuk
memberi tahu, merubah sikap, pendapat atau perilaku, baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui media.
2.2.2. Fungsi dan Tujuan Komunikasi
Berdasarkan pengertian yang ada, komunikasi dipandang tidak hanya
sekedarmengelola suatu informasi tertentu. Fungsi komunikan bukan hanya
menyampaikan berita untuk informasi saja, tetapi juga mendidik dan
mempengaruhi agar khalayak melakukan suatu kegiatan tertentu, dan menghibur
khalayak. Oleh sebab itulah, maka pengelolaan suatu informasi harus benar-benar
terarah berdasarkan fungsi komunikasi tersebut. (Effendy, 2007: 31).
Menyampaikan informasi (to inform) mengandung pengertian memberikan
informasi kepada khalayak atau masyarakat. Hal ini dikarenakan perilaku
menerima informasi merupakan perilaku ilmiah masyarakat. Ketika menerima
informasi, masyarakat sejatinya akan merasa aman karena informasi merupakan
sebuah kebutuhan dalam kehidupan ini.
Mendidik (to educate)merupakan kegiatan komunikasi kepada masyarakat
dengan memberikan berbagai informasi agar masyarakat menjadi lebih baik dan
lebih maju khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Dalam arti luas, kegiatan
mendidik ini artinya memberikan informasi yang dapat menambah kemajuan
masyarakat dalam tataan komunikasi massa. Sedangkan kegiatan mendidik dalam
arti sempit memberikan informasi dalam tatanan komunikasi kelompok pada
pertemuan-pertemuan, kelas-kelas, dan lain sebagainya.
Mempengaruhi
(to
persuade)merupakankegiatan
yang
memberikan
berbagai informasi kepada masyarakat di mana komunikasi sekaligus dijadikan
sebagai sarana untuk mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang diharapkan
berubah ke arah perubahan sikap dan perubahan perilaku sesuai dengan yang
Universitas Sumatera Utara
diharapkan oleh komunikator. Contohnya: dapat mempengaruhi khalayak melalui
komunikasi dalam pemilihan umum (kampanye), propaganda dan lainnya.
Menghibur (to entertain) merupakan salah satu bentuk kegiatan
memberikan informasi kepada masyarakat atas ketidaktahuan mereka dan juga
menjadi hiburan masyarakat. Contohnya: media-media yang menyediakan space
khusus untuk hiburan melalui kegiatan dan pemanfaatan komunikasi tentunya”.
Dari berbagai tujuan komunikasi tadi tentu saja komunikasi yang telah
dijelaskan dapat dilihat juga berfungsi dalam hal perubahan sikap (attitude
change), perubahan pendapat (opinion change), dan perubahan perilaku (behavior
change).
2.2.3. Strategi Komunikasi
Manusia tidak menyadari bahwa setiap hari manusia selalu membuat
“strategi”. Strategi tersebut digunakan kepada pihak lawan atau mitra kerja.
Semua aktivitas yang berhubungan dengan komunikasi sudah tentu tidak asal jadi.
Komunikasi
manusia
harus
direncanakan,
diorganisasikan,
dan
ditumbuhkembangkan agar menjadi komunikasi yang lebih berkualitas. Salah satu
langkah
terpenting
dalam
berkomunikasi
adalah
menetapkan
“strategi
komunikasi”. Dalam banyak kasus, komunikasi manusia yang disebut sebagai
strategi komunikasi yang baik adalah strategi yang dapat menetapkan atau
menempatkan posisi seseorang secara tepat dalam komunikasi dengan lawan
komunikasinya sehingga dapat mencapai tujuan komunikasi yang telah ditetapkan
(Liliweri, 2011: 238).
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen
(management) dalam mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan
tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah
saja, melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya,
dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu
bergantung dari situasi dan kondisi (Effendy, 2005: 32).
Kata “strategi” berasal dari bahasa Yunani klasik, yaitu “stratos” yang
artinya tentara dan kata “agein” yang berarti memimpin. Dengan demikian,
strategi dimaksudkan adalah memimpin tentara. Lalu muncul kata “strategos”
Universitas Sumatera Utara
yang artinya pemimpin tentara pada tingkat atas. Jadi, strategi adalah konsep
militer yang bisa diartikan sebagai seni perang para jenderal (the art of general),
atau suatu rancangan yang terbaik untuk memenangkan peperangan.
Dalam strategi ada prinsip yang harus dicamkan, yakni “tidak ada sesuatu
yang berarti dari segalanya kecuali mengetahui apa yang akan dikerjakan oleh
musuh, sebelum mereka mengerjakannya”. Strategi menghasilkan gagasan dan
konsepsi yang dikembangkan oleh para praktisi. Oleh karena itu, para pakar
strategi tidak saja lahir dari kalangan yang memilki latar belakang militer tapi juga
dari profesi lain. Dalam menangani masalah komunikasi, para perencana
dihadapkan pada sejumlah persoalan, terutama dalam kaitannya dengan strategi
penggunaan sumber daya komunikasi yang tersedia untuk mencapai tujuan yang
ingin dicapai. Pemilihan strategi merupakan langkah krusial yang memerlukan
penanganan secara hati-hati dalam perencanaan komunikasi, sebab pemilihan
strategi salah atau keliru maka hasil yang diperoleh bisa fatal, terutama kerugian
dari segi waktu, materi, dan tenaga (Cangara, 2013: 61).
Berdasarkan hal yang dikemukakan oleh R. Wayne Pace, Brent D.
Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam bukunya Techniques for Effective
Communication, menyatakan bahwayang menjadi tujuan sentral strategi
komunikasi meliputi: to secure understanding, to establish acceptance, dan to
motivate action. Artinya bahwa dalam kegiatan komunikasi seorang komunikator
harus memastikan komunikan mengerti pesan yang diterimanya, setelah itu dibina
dan didorong untuk melakukan sesuatu baik mengubah ataupun melanjutkan apa
yang diinginkan komunikator (Effendy, 2005: 32).
Kata strategos bermakna sebagai (Liliweri, 2011: 240):
1.
Keputusan untuk melakukan suatu tindakan dalam jangka panjang dengan
segala akibatnya.
2.
Penentuan tingkat kerentanan posisi kita dengan posisi para pesaing (ilmu
perang dan bisnis).
3.
Pemanfaatan sumber daya dan penyebaran informasi yang relatif terbatas
terhadap kemungkinan penyadapan informasi oleh para pesaing.
4.
Penggunaan fasilitas komunikasi untuk penyebaran informasi yang
menguntungkan berdasarkan analisis geografis dan topografis.
Universitas Sumatera Utara
5.
Penemuan titik-titik kesamaan dan perbedaan penggunaan sumber daya
dalam pasar informasi.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa definisi dari
strategi komunikasi adalah (Liliweri, 2011: 240):
1.
Strategi yang mengartikulasikan, menjelaskan, dan mempromosikan suatu
visi komunikasi dan satuan tujuan komunikasi dalam suatu rumusan yang
baik.
2.
Strategi untuk menciptakan komunikasi yang konsisten, komunikasi yang
dilakukan berdasarkan satu pilihan (keputusan) dari beberapa opsi
komunikasi.
3.
Strategi berbeda dengan taktik, strategi komunikasi menjelaskan tahapan
konkret dalam rangkaian aktivitas komunikasi yang berbasis pada satuan
teknik bagi pengimplementasian tujuan komunikasi. Adapun taktik adalah
satu pilihan tindakan komunikasi tertentu berdasarkan strategi yang telah
ditetapkan sebelumnya.
4.
Tujuan akhir komunikasi, strategi berperan memfasilitasi perubahan
perilaku untuk mencapai tujuan komunikasi manajemen.
Ketika membayangkan strategi komunikasi, maka ada tujuan yang ingin
dicapai dan jenis materiil apa saja yang dipandang dapat memberikan kontribusi
bagi tercapainya tujuan ini. Khusus untuk setiap tujuan tertentu yang berkaitan
dengan aktivitas, maka tujuan komunikasi menjadi sangat penting karena
meliputi, announcing, motivating, educating, informing, and supporting decision
making (Liliweri, 2011: 248-249):
1.
Memberitahu (Announcing)
Tujuan pertama dari strategi komunikasi adalah announcing, yaitu
pemberitahuan tentang kapasitas dan kualitas informasi (one of the first
goals of your communications strategy is to announce the availability of
information on quality). Oleh karena itu, informasi yang akan
dipromosikan sedapat mungkin berkaitan dengan informasi utama dari
seluruh informasi yang sedemikian penting.
Universitas Sumatera Utara
2.
Motivasi (Motivating)
Memotivasi artinya informasi yang diberikan untuk sasaran dapat
memberikan akses cepat kepada hal-hal yang berhubungan dengan yang
akan disampaikan. Informasi yang diberikan harus dipersiapkan matangmatang dan menggunakan beberapa media agar sasaran mendapatkan
informasi yang jelas.
3.
Mendidik (Educating)
Tiap informasi yang diberikan kepada sasaran harus bersifat mendidik.
Misalnya, informasi tentang tips-tips penting yang sebelumnya belum
diketahui oleh komunikan.
4.
Menyebarkan Informasi (Informating)
Salah satu tujuan strategi komunikasi adalah menyebarkan informasi
kepada masyarakat atau audiens yang menjadi sasaran. Diusahakan agar
informasi yang disebarkan ini merupakan informasi yang spesifik dan
aktual, sehingga dapat digunakan konsumen. Apalagi jika informasi ini
tidak saja sekedar pemberitahuan, atau motivasi semata-mata tetapi juga
mengandung unsur pendidikan atau disebut dengan strategy of informing.
5.
Mendukung Pembuatan Keputusan (Supporting Decision Making)
Strategi komunikasi terakhir adalah strategi yang mendukung pembuatan
keputusan. Dalam rangka pembuatan keputusan, maka informasi yang
dikumpulkan, dikategorisasi, dan dianalisis sedemikian rupa sehingga
dapat dijadikan sebagai informasi utama bagi pembuatan keputusan.
Strategi komunikasi yang memadai baiknya untuk dijadikan pendukung
strategi komunikasi ialah sesuai dengan formula yang dikemukakan Harold D.
Lasswell (dalam Effendy, 1993: 301), yaitu mengandung:
1.
Who?
2.
Says What?
3.
In Which Channel?
4.
To Whom?
5.
With What Effect?
Universitas Sumatera Utara
Rumusan
Lasswell tersebut mengandung banyak pertautan yang
selanjutnya juga mempunyai teori-teori tersendiri. Sebagai contoh “persuation”
yang merupakan kegiatan komunikasi yang mengharapkan “behavior change”
meliputi berbagai teknik. Jika sudah tahu sifat-sifat komunikan, dan tahu pula efek
apa yang akan dikehendaki dari mereka, memilih cara mana yang akan diambil
untuk berkomunikasi sangatlah penting, karena ini ada kaitannya dengan media
yang harus digunakan.
1.
Komunikasi tatap muka (face to face communication);
2.
Komunikasi bermedia (mediated communication).
Komunikasi tatap muka digunakan apabila komunikator mengharapkan
efek perubahan tingkah laku (behavior change) atau untuk komunikasi persuasif
(Effendy, 1993: 300). Alasan utama mengapa para ahli komunikasi memfokuskan
kepada strategi komunikasi ini dikarenakan strategi komunikasi dipandang
memiliki fungsi ganda, baik secara makro (planned multimedia strategy) maupun
secara mikro (single communication medium strategy) yakni menyebarluaskan
pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, maupun instruktif secara
sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal sekaligus
menjembatani “kesenjangan budaya”.
Oleh karena itu, keberadaan strategi komunikasi tidak terlepas dari suatu
tujuan yang ingin dicapai. Hal ini ditujukan oleh suatu jaringan kerja yang
membimbing tindakan yang akan dilakukan dan pada saat yang sama sehingga
strategi akan mempengaruhi tindakan tersebut. Tindakan yang dibuat semata-mata
sekedar untuk suatu taktik atau tanpa strategi dapat meningkat cepat namun
sebaliknya dapat merosot kedalam masalah lain. Inilah pentingnya sebuah strategi
untuk mencerminkan suatu pesan atau arahan visi yang ingin dicapai serta
meminimalisir hambatan dalam berkomunikasi tentunya.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa strategi komunikasi yang
dijalankan dalam sebuah kegiatan komunikasi tentu saja tidak akan terlepas dari
hambatan-hambatan komunikasi. Hambatan-hambatan yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
1.
Hambatan Teknis
Universitas Sumatera Utara
2.
3.
Hambatan ini timbul karena lingkungan yang memberikan dampak
pencegahan terhadap kelancaran pengiriman dan penerimaan pesan, dari
sisi teknologi keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi akan
semakin berkurang dengan adanya temuan baru di bidang teknologi
komunikasi dan sistem informasi, sehingga saluran komunikasi dalam
media komunikasi dapat diandalkan serta lebih efisien.
Hambatan Semantik
Hambatan semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian
pengertian atau ide secara efektif. Definisi semantik adalah studi atas
pengertian yang diungkapkan lewat bahasa. Suatu pesan yang kurang jelas
akan tetap menjadi tidak jelas bagaimanapun baiknya transmisi. Hambatan
semantik dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Salah pengucapan kata atau istilah karena teralu cepat berbicara.
b. Adanya perbedaan makna dan pengertian pada kata-kata yang
pengucapannya sama. Contohnya: beda daerah berbeda juga
maknanya.
c. Adanya pengertian konotatif atau perbedaan menafsirkan suatu
makna yang menjadi kesepakatan bersama. Contohnya: semua
setuju bahwa binatang anjing adalah binatang berbulu dan berkaki
empat, sedangkan dalam makna konotatif banyak orang
menganggap anjing sebagai binatang piaraan yang setia, bersahabat
dan panjang ingatan. Untuk menghindari miss-komunikasi ini tentu
saja seorang komunikator harus mampu memilih kata-kata yang
tepat dan sesuai dengan karakteristik komunikannya, serta melihat
dan mempertimbangkan kemungkinan penafsiran yang berbeda
terhadap kata-kata yang digunakannya. Seperti pepatah yang
mengatakan di mana tanah dipijak disitu tanah dijunjung.
Hambatan Manusiawi
Hambatan jenis manusiawi ini muncul dari masalah-masalah pribadi yang
dihadapi orang-orang yang terlibat dalam komunikasi, baik komunikator
maupun komunikan.
Ada beberapa hambatan terhadap komunikasi yang efektif, yaitu:
1.
Mendengar
Biasanya kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Banyak
informasi yang ada disekeliling kita, namun tidak semua kita
dengar dan tanggapi. Informasi yang menarik bagi kita, itulah yang
ingin kita dengar.
2.
Mengabaikan informasi yang bertentangan dengan apa yang kita
ketahui.
3.
Menilai Sumber
Kita cenderung menilai siapa yang memberikan informasi. Jika ada
anak kecil yang memberikan informasi tentang suatu hal, kita
cenderung mengabaikannya.
4.
Persepsi yang Berbeda
Komunikasi tidak akan berjalan efektif, jika persepsi si pengirim
pesan tidak sama dengan si penerima pesan. Perbedaan ini bahkan
bisa menimbulkan pertengkaran diantara pengirim dan penerima
pesan.
Universitas Sumatera Utara
5.
6.
7.
8.
Kata yang Berarti Lain Bagi Orang yang Berbeda
Kita sering mendengar kata yang tidak sesuai dengan pengertian
kita. Seseorang menyebut “datang sebentar lagi”, mempunyai arti
yang berbeda bagi orang yang menanggapinya. Sebentar lagi bisa
berarti satu menit, lima menit, setengah jam, atau satu jam
kemudian.
Sinyal Nonverbal yang Tidak Konsisten
Gerak-gerik kita ketika berkomunikasi tidak melihat kepada lawan
bicara, tetapi dengan aktivitas kita pada saat ada yang
berkomunikasi dengan kita mempengaruhi proses komunikasi yang
berlangsung.
Pengaruh Emosi
Pengaruh emosi juga sangat berpengaruh dalam kelancaran
komunikasi. Pada saat kondisi seseorang yang sedang marah akan
kesulitan untuk menerima informasi. Apapun berita atau informasi
yang diberikan, tidak akan diterima dan ditanggapinya dengan
baik.
Gangguan
Gangguan ini bisa berupa suara bising pada saat kita
berkomunikasi, jarak yang jauh, serta gangguan psikologis
seseorang sebagai lawan bicara kita ketika berkomunikasi
(http://www.academia.edu).
Ketika mengetahui hambatan tentu saja ada juga cara atau alternatif untuk
mengurangi maupun mengatasi hambatan tersebut. Cara mengatasinya adalah
sebagai berikut:
1.
2.
3.
Membuat suatu pesan secara berhati-hati, tentukan maksud dan tujuan
komunikasi serta komunikan yang akan dituju.
Meminimalkan gangguan dalam proses komunikasi, komunikator harus
berusaha dapat membuat komunikan lebih mudah memusatkan perhatian
pada pesan yang disampaikan sehingga penyampaian pesan dapat
berlangsung tanpa gangguan yang berarti.
Mempermudah upaya umpan balik antara si pengirim dan si penerima
pesan. Hal ini berarti bahwa cara dan waktu penyampaian dalam
komunikasi harus direncanakan dengan baik agar menghasilkan umpan
balik dari komunikasi sesuai harapan (http://www.academia.edu).
2.2.4. Konflik
Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupannya mereka tidak bisa
hidup dan berkembang tanpa berhubungan dan bekerjasama dengan manusia lain.
Salah satu cara terpenting untuk berhubungan dan bekerja sama dengan manusia
lain adalah komunikasi. Kegiatan komunikasi tersebut dapat berlangsung baik itu
dengan menggunakan media komunikasi maupun tanpa menggunakan sarana
Universitas Sumatera Utara
media yang dikenal dengan nama komunikasi antarpribadi atau interpersonal
communication (Effendy, 1986: 9-10).
Dalam menjalin hubungan dan kerjasama dengan orang lain seringkali
terjadi ketidakserasian yang dipicu oleh berbagai hal. Konflik adalah salah satu
bentuk ketidakserasian yang timbul saat melakukan hubungan dengan orang lain.
Secara umum konflik biasanya terjadi karena adanya beberapa perbedaan persepsi
atau ketidaksamaan alur pikir antara kedua belah pihak saat terlibat dalam
hubungan interpersonal.
Berkaitan dengan urusan konflik, komunikasi memiliki berbagai peran: (1)
sebagai penjernih masalah di dalam hubungan yang tidak beres; (2) sebagai
tempat mewujudkan konflik; dan (3) sebagai sesuatu yang netral. Dengan kata
lain, tindakan seseorang di dalam berkomunikasi sering mengakibatkan timbulnya
konflik. Selain itu, tindakan komunikasi juga merupakan pantulan dari adanya
konflik serta usaha penanganannya (Chandra, 1992: 53).
Selanjutnya, konflik memiliki banyak sekali makna atau definisi. Hal ini
disebabkan karena banyaknya sudut pandang dan penafsiran yang berbeda-beda.
Menurut Liliweri (2005: 249-250) yang dimaksud dengan konflik secara umum
adalah:
1. Hubungan pertentangan antara dua pihak atau lebih yang memiliki atau
merasa memiliki, sasaran-sasaran tertentu namun diliputi pemikiran,
perasaan, atau perbuatan yang tidak sejalan.
2. Bentuk pertentangan yang bersifat fungsional, karena pertentangan
semacam itu mendukung tujuan kelompok dan membaharui tampilan,
namun disfungsional karena menghilangkan tampilan kelompok.
3. Bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh individu atau
kelompok, karena mereka yang terlibat memiliki perbedaan sikap,
kepercayaan, nilai atau kebutuhan.
4. Suatu bentuk perlawanan yang melibatkan dua pihak secara antagonis.
5. Proses mendapatkan monopoli ganjaran, kekuasaan, pemilikan, dengan
menyingkirkan atau melemahkan para pesaing.
Universitas Sumatera Utara
Secara umum, konflik dapat terjadi karena berbagai macam sebab atau
sumber, diantaranya:
1. Konflik Nilai
Kebanyakan konflik terjadi karena perbedaan nilai. Nilai merupakan
sesuatu
yang
menjadi
dasar,
pedoman,
tempat
setiap
manusia
menggantungkan pikiran, perasaan, dan tindakan seseorang.
2. Kurangnya Komunikasi
Konflik ini terjadi karena dua pihak kurang berkomunikasi. Kegagalan
berkomunikasi karena dua pihak tidak menyampaikan pikiran, perasaan,
dan tindakan sehingga membuka jarang perbedaan informasi diantara
mereka yang dapat menyebabkan konflik.
3. Kepemimpinan yang Kurang Efektif atau Pengambilan Keputusan yang
Tidak Adil
Jenis konflik ini terjadi pada organisasi atau kehidupan bersama dalam
komunitas dan masyarakat.
4. Ketidakcocokan Peran
Konflik ini bisa terjadi di mana dan kapan saja, asal dalam sebuah
organisasi. Ketidakcocokan peran itu terjadi karena dua pihak secara
sangat berbeda mempersepsikan peran mereka masing-masing.
5. Produktivitas Rendah
Konflik ini sering terjadi karena output dan outcome dari dua pihak atau
lebih yang bekerja sama tidak atau kurang mendapat keuntungan.
6. Perubahan Keseimbangan
Konflik ini terjadi karena perubahan keseimbangan yang dialami oleh dua
pihak atau lebih.
7. Konflik yang Belum Terpecahkan
Konflik ini terjadi karena ada konflik diantara dua pihak yang sebelumnya
tidak dapat diselesaikan (Liliweri, 2005: 261-263).
Semua konflik memiliki kesamaan, baik yang terjadi di keluarga, sekolah,
lingkungan agama, atau lingkungan bisnis. Indikator adanya kehadiran konflik
adalah terdapatnya unsur-unsur di bawah ini (Chandra, 1992: 30):
Universitas Sumatera Utara
1. Adanya ketegangan yang diekspresikan.
2. Adanya sasaran/tujuan atau pemenuhan kebutuhan yang dilihat berbeda,
yang dirasa berbeda, atau yang sesungguhnya bertentangan.
3. Kecilnya kemungkinan untuk pemenuhan kebutuhan yang dirasakan.
4. Adanya kemungkinan bahwa masing-masing pihak dapat menghalangi
pihak lain dalam mencapai tujuannya.
5. Adanya saling ketergantungan.
2.2.5. Teori Dialektika Relasional
Teori Dialektika Relasional (Relational Dialectics Theory) menyatakan
bahwa hidup bercirikan ketegangan-ketegangan yang berkelanjutan antara impulsimpuls yang kontradiktif. Selama beberapa tahun, Leslie Baxter dan beberapa
orang rekannya mempelajari cara-cara yang kompleks mengenai bagaimana orang
menggunakan komunikasi untuk mengelola atau mengatur kekuatan-kekuatan
yang saling berlawanan yang berpotensi mengganggu hubungan dengan orang lain
pada waktu tertentu.
Selama beberapa tahun, Baxter mempelajari gagasan Bakhtin mengenai
dialog sebagai cara untuk dapat memahami lebih baik fluktuasi hubungan antara
individu. Baxter menyusun teori yang dinamakannya “teori dialogis” (dialogical
theory) berdasarkan berbagai konsep yang telah dikemukakan Bakhtin
sebelumnya. Dengan kata lain, suatu hubungan didefinisikan atau ditentukan
maknanya melalui suatu dialog di antara banyak suara. Namun pada saat yang
sama, Baxter juga menjelaskan teorinya sebagai bersifat dialektis (dialectical),
artinya bahwa suatu hubungan adalah tempat di mana berbagai pertentangan atau
perdebatan pendapat (kontradiksi) dikelola atau diatur (Morissan, 2013: 309).
Orang tidak selalu dapat menyelesaikan elemen-elemen kontradiktif dalam
kepercayaan mereka, dan mereka memiliki kepercayaan yang tidak konsisten
mengenai hubungan.
Menurut Baxter, hubungan memiliki sifat yang dinamis, dan komunikasi
pada dasarnya adalah upaya bagaimana orang mengelola persamaan dan
perbedaan. Komunikasi juga menuntun kita untuk bersama-sama menuju
kesamaan (similarity), namun komunikasi juga menciptakan, mempertahankan,
Universitas Sumatera Utara
dan mengelola berbagai perbedaan. Dengan menggunakan terminologi Bakhtin,
komunikasi menciptakan berbagai kekuatan sentripental yang memberikan rasa
keteraturan, sekaligus mengelola kekuatan sentrifugal yang mengarah pada
perubahan.
Menurutnya,
gagasan
mengenai
hubungan
adalah
bersifat
multidimensional (Morissan, 2013: 311).
2.2.5.1. Asumsi Teori Dialektika Relasional
Teori dialektika relasional memiliki asumsi pokok mengenai hidup
berhubungan, yakni (West & Turner, 2008: 236-246):
1.
Hubungan Tidak Bersifat Linear
Asumsi yang paling penting yang mendasari teori ini adalah pemikiran
bahwa hubungan tidak terdiri atas fluktuasi yang terjadi antara keinginankeinginan yang kontradiktif.
2.
Hidup Berhubungan Ditandai dengan Adanya Perubahan
Proses atau perubahan suatu hubungan merujuk pada pergerakan
kuantitatif dan kualitatif. Sejalan dengan waktu dan kontraksi yang terjadi
diseputar mana suatu hubungan dikelola.
3.
Kontradiksi
Merupakan
Fakta
Fundamental
dalam
Hidup
BerhubunganAsumsi yang ketiga menekankan bahwa kontradiksi atau
ketegangan terjadi antara dua hal yang berlawanan tidak pernah hilang dan
tidak pernah berhenti menciptakan ketegangan. Orang mengelola
ketegangan dan oposisi ini dengan cara berbeda-beda tetapi kedua hal ini
selalu ada dalam hidup berhubungan.
4.
Komunikasi Sangat Penting dalam Mengelola dan Menegosiasikan
Kontradiksi-Kontradiksi dalam Hubungan
Asumsi terakhir dari teori dialektika relasional berkaitan dengan
komunikasi. Secara khusus teori ini memberikan posisi yang paling utama
pada komunikasi. Sebagaimana yang telah diamati oleh Baxter dan
Montgomery (1996), “dari perspektif dialektika relasi, aktor-aktor sosial
memberikan kehidupan melalui praktek-praktek komunikasi mereka
kepada kontradiksi-kontradiksi yang mengelola hubungan mereka”.
Universitas Sumatera Utara
Littlejhon dan Fross memberikan contoh, misalnya anda ingin menjadi
orang yang sukses secara materi; punya rumah bagus, mobil bagus, dan
seterusnya, tetapi anda memiliki nilai-nilai kemanusiaan dan lingkungan yang
tinggi dalam diri anda yang membuat anda bertanya kembali mengenai tujuan
awal anda tadi. Anda bertanya pada diri sendiri, “Apakah sebaiknya saya bekerja
di kantor yang memberikan gaji besar, atau menjadi sukarelawan agar bisa
membantu banyak orang yang hidupnya susah?” Situasi ini menimbulkan
kontradiksi, dan kontradiksi ini menjadi hal yang serius karena anda menyadari
bahwa untuk bisa mencapai tujuan kemanusiaan dan lingkungan (misalnya
menolong orang miskin atau memperbaiki lingkungan hidup yang rusak) maka
anda harus terlebih dahulu memperoleh kesuksesan materi (Morissan, 2013: 309310).
Elemen-elemen berikut ini sangat mendasar dalam perspektif dialektis:
Totalitas, Kontradiksi, Pergerakan, dan Praksis (Rawlins, 1992) dalam (West &
Turner, 2008: 237)
1. Totalitas (Totality)menyatakan bahwa orang-orang dalam suatu hubungan
saling tergantung. Ini berarti bahwa ketika sesuatu terjadi pada salah satu
anggota dalam hubungan, maka anggota yang lain juga akan terpengaruh.
2. Kontradiksi (Contradiction)merujuk pada oposisi atau dua elemen yang
bertentangan. Kontradiksi juga merupakan ciri utama dari pendekatan
dialektika. Dialektika merupakan hasil dari oposisi-oposisi.
3. Pergerakan (Motion) merujuk pada sifat berproses dari hubungan dan
perubahan yang terjadi pada hubungan itu seiring dengan berjalannya
waktu.
4. Praksis (Praxis)berarti manusia adalah pembuat keputusan. Walaupun kita
tidak sepenuhnya memiliki pilihan bebas dalam setiap kesempatan dan kita
dibatasi oleh pilihan kita sebelumnya, oleh pilihan orang lain, dan oleh
kondisi budaya dan sosial, kita tetap merupakan pengambil keputusan
yang sadar sepenuhnya dan aktif. Non-linear yang dimaksud di sini adalah
fluktuasi yang terjadi antara keinginan-keinginan yang kontradiktif.
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Kerangka Pemikiran
KONFLIK
STRATEGI
MERTUA
KOMUNIKASI
PEREMPUAN
MENANTU
PEREMPUAN
PENYEBAB
Strategi
Komunikasi
Konflik
Teori Dialektika
Relasional
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Perspektif/Paradigma Kajian
Setiap penelitian memerlukan paradigma teori dan model teori sebagai
dasar dalam menyusun kerangka pemikiran. Paradigma ibarat sebuah jendela
tempat seseorang bertolak menjelajahi dunia dengan wawasannya. Sebagian orang
menyatakan paradigma (paradigm) sebagai intelektual komitmen, yaitu suatu citra
fundamental dari pokok permasalahan dari suatu ilmu. Namun, secara umum
paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar
yang menuntun seseorang dalam bertindak atau keyakinan dasar yang menuntun
seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Paradigma merupakan
perspektif riset yang digunakan peneliti yang berisi bagaimana peneliti melihat
realita, bagaimana mempelajari fenomena, cara-cara yang digunakan dalam
menginterpretasikan temuan (Chariri, 2009: 120).
Dalam pandangan filsafat, paradigma merupakan pandangan awal yang
membedakan, memperjelas, dan mempertajam orientasi berpikir seseorang. Hal
ini membawa konsekuensi praktis terhadap perilaku, cara berpikir, intepretasi, dan
kebijakan dalam pemilihan masalah. Paradigma memberi representasi dasar yang
sederhana dari informasi pandangan yang kompleks sehingga orang dapat
memilih untuk bersikap atau mengambil keputusan.
Menurut Thomas Kuhn paradigma dipergunakan dalam dua arti yang
berbeda yakni paradigma berarti keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik,
dan sebagainya yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota masyarakat tertentu.
Di sisi lain paradigma juga berarti menunjukkan pada sejenis unsur dalam
konstelasi itu, pemecahan teka-teki yang konkrit, yang jika digunakan sebagai
model atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai dasar
bagi pemecahan teka-teki sains yang normal yang masih tertinggal (Kuhn, 2002:
180). Thomas Kuhn (2002: 103) juga mengeksplisitkan bahwa perubahan
paradigma dapat menyebabkan perbedaan dalam memandang realitas alam
semesta. Realitas dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu,
kemudian menghasilkan mode of knowing yang spesifik.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Denzin dan Lincoln (1994: 107) paradigma dipandang sebagai
seperangkat keyakinan-keyakinan dasar (basic believes)yang berhubungan dengan
yang pokok atau prinsip. Paradigma adalah representasi yang menggambarkan
tentang alam semesta (world). Sifat alam semesta adalah tempat individu-individu
berada di dalamnya, dan ada jarak hubungan yang mungkin pada alam semesta
dengan bagian-bagiannya.
Paradigma menurut Guba dan Lincoln (1994) dalam Hidayat (2004),
mengajukan
tipologi
yang
mencakup
empat
paradigma:
positivisme,
postpositivisme, kritikal, dan konstruktivisme. Dikemukakan oleh Guba, bahwa
setiap
paradigma
membawa
implikasi
metodologi
masing-masing
(http://www.scribd.com/doc/15252080/Paradigma-Konstruktivisme-ParadigmaKritikal diakses pada 30 Desember 2015 pukul 12.30 WIB).
Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap
paradigma positivis. Paradigma konstruktivisme memandang realitas kehidupan
sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi
karenanya,
konsentrasi
analisis pada paradigma
konstruktivisme
adalah
menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara
apa konstruksi itu dibentuk. Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari
pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan
perilaku alam karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam
realitas sosial mereka, baik melalui pemberian makna maupun pemahaman
perilaku di kalangan mereka sendiri.
Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara
dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami dan
mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti.
Paradigma konstruktivisme berbasis pada pemikiran umum tentang teori-teori
yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritisi aliran konstruktivisme. Littlejohn
mengatakan bahwa paradigma konstruktivisme berlandaskan pada ide bahwa
realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses
interaksi dalam kelompok, masyarakat, dan budaya (Wibowo, 2011: 27).
Sesuai dengan metodologi penelitian ini yakni penelitian kualitatif, maka
dalam
penelitian
ini
peneliti
menggunakan
paradigma
konstruktivisme.
Universitas Sumatera Utara
Konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang
dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekannya. Asumsi
ontologism pada paradigma konstruktivisme menganggap realitas merupakan
konstruksi sosial, kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks
spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Selain itu, realita juga dianggap
sebagai konstruksi mental dari individu pelaku sosial, sehingga realitas dipahami
secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman, konteks, dan waktu
(Kriyantono, 2008: 51).
Secara epistemologis, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu
penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Dalam
penelitian ini, peneliti dan objek atau realitas yang diteliti merupakan kesatuan
realitas yang tidak terpisahkan. Peneliti merupakan fasilator yang menjembatani
keragaman subjektifitas pelaku sosial dalam rangka merekonstruksikan realitas
sosial. Dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika, dan pilihan
moral sebagai bagian integral dari penelitian dengan tujuan merekonstruksi
realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti.
Konstruktivisme (constructivism) mempunyai dampak yang luas sekali di
bidang komunikasi. Menurut pandangan ini, para individu melakukan interpretasi
dan bertindak menurut kategori-kategori konseptual di dalam pemikirannya.
Realitas tidak hadir dalam bentuk apa adanya tetapi harus disaring melalui cara
seseorang melihat sesuatu. Konstruktivisme sebagian didasarkan pada teori dari
George Kelly (Budyatna & Ganiem, 2011: 221) mengenai konsep-konsep pribadi
atau personal constructs yang mengemukakan bahwa orang memahami
pengalamannya dengan mengelompokkan dan membedakan peristiwa-peristiwa
yang dialaminya menurut persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya.
Perbedaan-perbedaan yang dipersepsikan tidaklah alamiah tetapi ditentukan oleh
sejumlah hal-hal yang berlawanan di dalam sistem kognitif individu.
Kompleksitas kognitif memainkan peranan yang penting di dalam
komunikasi. Konsep-konsep antarpribadi terutama penting karena konsep-konsep
tersebut mengarahkan bagaimana kita memahami orang lain. Para individu
berbeda dalam kompleksitas dengan mana mereka memandang individu lainnya.
Bila seorang individu sederhana dalam arti kognitif, individu tersebut cenderung
Universitas Sumatera Utara
melakukan stereotip kepada orang lain, sedangkan bila individu lebih memiliki
perbedaan secara kognitif, maka individu tersebut akan melakukan perbedaanperbedaan secara halus dan lebih sensitif.
Secara umum, kompleksitas kognitif mengarah kepada pemahaman yang
lebih besar mengenai pandangan-pandangan orang lain dan kemampuan yang
lebih baik untuk membingkai pesan-pesan dalam arti dapat memahami orang lain.
Konstruktivisme
pada
dasarnya
merupakan
teori
pilihan
strategi
atau
strategychoicetheory. Prosedur-prosedur penelitian para konstruktivis biasanya
menanyakan para subjek untuk memilih tipe-tipe pesan yang berbeda dan
mengklasifikasikannya
yang
berkenaan
dengan
kategori-kategori
strategi
(Budyatna & Ganiem, 2011: 225).
2.2.
Kerangka Teori
Fungsi teori dalam riset adalah membantu periset menerangkan fenomena
sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatian. Teori adalah himpunan
konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan
sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi antara variabel, untuk
menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Kriyantono, 2006: 45). Sebelum
peneliti melakukan penelitian, hendaknya mengetahui teori-teori apa saja yang
digunakan dalam menjelaskan dan menyelesaikan permasalahan yang akan
diteliti.
Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah:
2.2.1. Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin communicatio, dan bersumber
dari kata communis yang berarti sama. Dalam hal ini adalah sama makna.
Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan
dianut secara sama. Selain itu, kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah
komunitas (community) yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan.
Komunitas adalah sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama untuk
mencapai tujuan tertentu, dan mereka berbagi makna dan sikap. Tanpa
komunikasi tidak akan ada komunitas.
Universitas Sumatera Utara
Berbicara mengenai definisi komunikasi, tidak ada definisi yang benar
maupun salah. Seperti juga model atau teori, definisi harus dilihat dari
kemanfaatannya
mengevaluasinya.
untuk
menjelaskan
Beberapa
definisi
fenomena
yang
mungkin
terlalu
didefinisikan
sempit,
dan
misalnya
“komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik”, atau lebih
luas, misalnya “komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau lebih”
(Mulyana, 2007: 46).
Komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk
atau melakukan pertukaran informasi satu dengan yang lainnya, yang pada
gilirannya akan tiba saling pengertian yang dalam. Dari definisi ini juga dapat
dilihat bahwa komunikasi merupakan suatu proses pertukaran pesan antar
komunikan dan komunikator di mana menciptakan suatu kesepahaman bersama.
(Roger dkk dalam Cangara, 2007:20).Komunikasi adalah istilah yang begitu
populer di zaman sekarang ini. Manusia modern disuguhkan dengan pesan-pesan
komunikasi dari berbagai jurusan, baik secara terang-terangan, halus, verbal
maupun nonverbal. Carl I. Hovland menyatakan bahwa komunikasi merupakan
proses mengubah perilaku orang lain atau communication is the process to modify
the behavior of other individual (Effendy, 2007: 10).
Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau
gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan
menyampaikan dan penerimaan pesan dari pihak satu ke pihak yang lain dengan
tujuan mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan. Hal ini berarti
bahwa komunikasi juga dipandang sebagai sebuah konsekuensi dari hubungan
sosial (social relation). Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang yang
saling berhubungan satu sama lain secara otomatis akan menimbulkan interaksi
sosial (social interaction).
Istilah komunikasi ini juga dapat dipandang dari segi pragmatisnya.
Artinya bahwa komunikasi dalam arti pragmatis mengandung tujuan tertentu ada
yang dilakukan secara lisan, secara tatap muka, atau melalui media massa seperti:
surat kabar, radio, televisi, atau film, maupun media non masssa seperti: surat,
poster, spanduk, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
komunikasi dalam pengertian ini bersifat intensional (intentional) dan
Universitas Sumatera Utara
mengandung tujuan dan tentunya terlebih dahulu harus dilakukan dengan sebuah
perencanaan. Sejauh mana kadar perencanaan itu, bergantung kepada pesan yang
akan dikomunikasikan dari komunikator kepada komunikan dan pada komunikan
yang
dijadikan
sasaran.
Intinya
bahwa
komunikasi
merupakan
proses
penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain secara langsung untuk
memberi tahu, merubah sikap, pendapat atau perilaku, baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui media.
2.2.2. Fungsi dan Tujuan Komunikasi
Berdasarkan pengertian yang ada, komunikasi dipandang tidak hanya
sekedarmengelola suatu informasi tertentu. Fungsi komunikan bukan hanya
menyampaikan berita untuk informasi saja, tetapi juga mendidik dan
mempengaruhi agar khalayak melakukan suatu kegiatan tertentu, dan menghibur
khalayak. Oleh sebab itulah, maka pengelolaan suatu informasi harus benar-benar
terarah berdasarkan fungsi komunikasi tersebut. (Effendy, 2007: 31).
Menyampaikan informasi (to inform) mengandung pengertian memberikan
informasi kepada khalayak atau masyarakat. Hal ini dikarenakan perilaku
menerima informasi merupakan perilaku ilmiah masyarakat. Ketika menerima
informasi, masyarakat sejatinya akan merasa aman karena informasi merupakan
sebuah kebutuhan dalam kehidupan ini.
Mendidik (to educate)merupakan kegiatan komunikasi kepada masyarakat
dengan memberikan berbagai informasi agar masyarakat menjadi lebih baik dan
lebih maju khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Dalam arti luas, kegiatan
mendidik ini artinya memberikan informasi yang dapat menambah kemajuan
masyarakat dalam tataan komunikasi massa. Sedangkan kegiatan mendidik dalam
arti sempit memberikan informasi dalam tatanan komunikasi kelompok pada
pertemuan-pertemuan, kelas-kelas, dan lain sebagainya.
Mempengaruhi
(to
persuade)merupakankegiatan
yang
memberikan
berbagai informasi kepada masyarakat di mana komunikasi sekaligus dijadikan
sebagai sarana untuk mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang diharapkan
berubah ke arah perubahan sikap dan perubahan perilaku sesuai dengan yang
Universitas Sumatera Utara
diharapkan oleh komunikator. Contohnya: dapat mempengaruhi khalayak melalui
komunikasi dalam pemilihan umum (kampanye), propaganda dan lainnya.
Menghibur (to entertain) merupakan salah satu bentuk kegiatan
memberikan informasi kepada masyarakat atas ketidaktahuan mereka dan juga
menjadi hiburan masyarakat. Contohnya: media-media yang menyediakan space
khusus untuk hiburan melalui kegiatan dan pemanfaatan komunikasi tentunya”.
Dari berbagai tujuan komunikasi tadi tentu saja komunikasi yang telah
dijelaskan dapat dilihat juga berfungsi dalam hal perubahan sikap (attitude
change), perubahan pendapat (opinion change), dan perubahan perilaku (behavior
change).
2.2.3. Strategi Komunikasi
Manusia tidak menyadari bahwa setiap hari manusia selalu membuat
“strategi”. Strategi tersebut digunakan kepada pihak lawan atau mitra kerja.
Semua aktivitas yang berhubungan dengan komunikasi sudah tentu tidak asal jadi.
Komunikasi
manusia
harus
direncanakan,
diorganisasikan,
dan
ditumbuhkembangkan agar menjadi komunikasi yang lebih berkualitas. Salah satu
langkah
terpenting
dalam
berkomunikasi
adalah
menetapkan
“strategi
komunikasi”. Dalam banyak kasus, komunikasi manusia yang disebut sebagai
strategi komunikasi yang baik adalah strategi yang dapat menetapkan atau
menempatkan posisi seseorang secara tepat dalam komunikasi dengan lawan
komunikasinya sehingga dapat mencapai tujuan komunikasi yang telah ditetapkan
(Liliweri, 2011: 238).
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen
(management) dalam mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan
tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah
saja, melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya,
dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu
bergantung dari situasi dan kondisi (Effendy, 2005: 32).
Kata “strategi” berasal dari bahasa Yunani klasik, yaitu “stratos” yang
artinya tentara dan kata “agein” yang berarti memimpin. Dengan demikian,
strategi dimaksudkan adalah memimpin tentara. Lalu muncul kata “strategos”
Universitas Sumatera Utara
yang artinya pemimpin tentara pada tingkat atas. Jadi, strategi adalah konsep
militer yang bisa diartikan sebagai seni perang para jenderal (the art of general),
atau suatu rancangan yang terbaik untuk memenangkan peperangan.
Dalam strategi ada prinsip yang harus dicamkan, yakni “tidak ada sesuatu
yang berarti dari segalanya kecuali mengetahui apa yang akan dikerjakan oleh
musuh, sebelum mereka mengerjakannya”. Strategi menghasilkan gagasan dan
konsepsi yang dikembangkan oleh para praktisi. Oleh karena itu, para pakar
strategi tidak saja lahir dari kalangan yang memilki latar belakang militer tapi juga
dari profesi lain. Dalam menangani masalah komunikasi, para perencana
dihadapkan pada sejumlah persoalan, terutama dalam kaitannya dengan strategi
penggunaan sumber daya komunikasi yang tersedia untuk mencapai tujuan yang
ingin dicapai. Pemilihan strategi merupakan langkah krusial yang memerlukan
penanganan secara hati-hati dalam perencanaan komunikasi, sebab pemilihan
strategi salah atau keliru maka hasil yang diperoleh bisa fatal, terutama kerugian
dari segi waktu, materi, dan tenaga (Cangara, 2013: 61).
Berdasarkan hal yang dikemukakan oleh R. Wayne Pace, Brent D.
Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam bukunya Techniques for Effective
Communication, menyatakan bahwayang menjadi tujuan sentral strategi
komunikasi meliputi: to secure understanding, to establish acceptance, dan to
motivate action. Artinya bahwa dalam kegiatan komunikasi seorang komunikator
harus memastikan komunikan mengerti pesan yang diterimanya, setelah itu dibina
dan didorong untuk melakukan sesuatu baik mengubah ataupun melanjutkan apa
yang diinginkan komunikator (Effendy, 2005: 32).
Kata strategos bermakna sebagai (Liliweri, 2011: 240):
1.
Keputusan untuk melakukan suatu tindakan dalam jangka panjang dengan
segala akibatnya.
2.
Penentuan tingkat kerentanan posisi kita dengan posisi para pesaing (ilmu
perang dan bisnis).
3.
Pemanfaatan sumber daya dan penyebaran informasi yang relatif terbatas
terhadap kemungkinan penyadapan informasi oleh para pesaing.
4.
Penggunaan fasilitas komunikasi untuk penyebaran informasi yang
menguntungkan berdasarkan analisis geografis dan topografis.
Universitas Sumatera Utara
5.
Penemuan titik-titik kesamaan dan perbedaan penggunaan sumber daya
dalam pasar informasi.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa definisi dari
strategi komunikasi adalah (Liliweri, 2011: 240):
1.
Strategi yang mengartikulasikan, menjelaskan, dan mempromosikan suatu
visi komunikasi dan satuan tujuan komunikasi dalam suatu rumusan yang
baik.
2.
Strategi untuk menciptakan komunikasi yang konsisten, komunikasi yang
dilakukan berdasarkan satu pilihan (keputusan) dari beberapa opsi
komunikasi.
3.
Strategi berbeda dengan taktik, strategi komunikasi menjelaskan tahapan
konkret dalam rangkaian aktivitas komunikasi yang berbasis pada satuan
teknik bagi pengimplementasian tujuan komunikasi. Adapun taktik adalah
satu pilihan tindakan komunikasi tertentu berdasarkan strategi yang telah
ditetapkan sebelumnya.
4.
Tujuan akhir komunikasi, strategi berperan memfasilitasi perubahan
perilaku untuk mencapai tujuan komunikasi manajemen.
Ketika membayangkan strategi komunikasi, maka ada tujuan yang ingin
dicapai dan jenis materiil apa saja yang dipandang dapat memberikan kontribusi
bagi tercapainya tujuan ini. Khusus untuk setiap tujuan tertentu yang berkaitan
dengan aktivitas, maka tujuan komunikasi menjadi sangat penting karena
meliputi, announcing, motivating, educating, informing, and supporting decision
making (Liliweri, 2011: 248-249):
1.
Memberitahu (Announcing)
Tujuan pertama dari strategi komunikasi adalah announcing, yaitu
pemberitahuan tentang kapasitas dan kualitas informasi (one of the first
goals of your communications strategy is to announce the availability of
information on quality). Oleh karena itu, informasi yang akan
dipromosikan sedapat mungkin berkaitan dengan informasi utama dari
seluruh informasi yang sedemikian penting.
Universitas Sumatera Utara
2.
Motivasi (Motivating)
Memotivasi artinya informasi yang diberikan untuk sasaran dapat
memberikan akses cepat kepada hal-hal yang berhubungan dengan yang
akan disampaikan. Informasi yang diberikan harus dipersiapkan matangmatang dan menggunakan beberapa media agar sasaran mendapatkan
informasi yang jelas.
3.
Mendidik (Educating)
Tiap informasi yang diberikan kepada sasaran harus bersifat mendidik.
Misalnya, informasi tentang tips-tips penting yang sebelumnya belum
diketahui oleh komunikan.
4.
Menyebarkan Informasi (Informating)
Salah satu tujuan strategi komunikasi adalah menyebarkan informasi
kepada masyarakat atau audiens yang menjadi sasaran. Diusahakan agar
informasi yang disebarkan ini merupakan informasi yang spesifik dan
aktual, sehingga dapat digunakan konsumen. Apalagi jika informasi ini
tidak saja sekedar pemberitahuan, atau motivasi semata-mata tetapi juga
mengandung unsur pendidikan atau disebut dengan strategy of informing.
5.
Mendukung Pembuatan Keputusan (Supporting Decision Making)
Strategi komunikasi terakhir adalah strategi yang mendukung pembuatan
keputusan. Dalam rangka pembuatan keputusan, maka informasi yang
dikumpulkan, dikategorisasi, dan dianalisis sedemikian rupa sehingga
dapat dijadikan sebagai informasi utama bagi pembuatan keputusan.
Strategi komunikasi yang memadai baiknya untuk dijadikan pendukung
strategi komunikasi ialah sesuai dengan formula yang dikemukakan Harold D.
Lasswell (dalam Effendy, 1993: 301), yaitu mengandung:
1.
Who?
2.
Says What?
3.
In Which Channel?
4.
To Whom?
5.
With What Effect?
Universitas Sumatera Utara
Rumusan
Lasswell tersebut mengandung banyak pertautan yang
selanjutnya juga mempunyai teori-teori tersendiri. Sebagai contoh “persuation”
yang merupakan kegiatan komunikasi yang mengharapkan “behavior change”
meliputi berbagai teknik. Jika sudah tahu sifat-sifat komunikan, dan tahu pula efek
apa yang akan dikehendaki dari mereka, memilih cara mana yang akan diambil
untuk berkomunikasi sangatlah penting, karena ini ada kaitannya dengan media
yang harus digunakan.
1.
Komunikasi tatap muka (face to face communication);
2.
Komunikasi bermedia (mediated communication).
Komunikasi tatap muka digunakan apabila komunikator mengharapkan
efek perubahan tingkah laku (behavior change) atau untuk komunikasi persuasif
(Effendy, 1993: 300). Alasan utama mengapa para ahli komunikasi memfokuskan
kepada strategi komunikasi ini dikarenakan strategi komunikasi dipandang
memiliki fungsi ganda, baik secara makro (planned multimedia strategy) maupun
secara mikro (single communication medium strategy) yakni menyebarluaskan
pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, maupun instruktif secara
sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal sekaligus
menjembatani “kesenjangan budaya”.
Oleh karena itu, keberadaan strategi komunikasi tidak terlepas dari suatu
tujuan yang ingin dicapai. Hal ini ditujukan oleh suatu jaringan kerja yang
membimbing tindakan yang akan dilakukan dan pada saat yang sama sehingga
strategi akan mempengaruhi tindakan tersebut. Tindakan yang dibuat semata-mata
sekedar untuk suatu taktik atau tanpa strategi dapat meningkat cepat namun
sebaliknya dapat merosot kedalam masalah lain. Inilah pentingnya sebuah strategi
untuk mencerminkan suatu pesan atau arahan visi yang ingin dicapai serta
meminimalisir hambatan dalam berkomunikasi tentunya.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa strategi komunikasi yang
dijalankan dalam sebuah kegiatan komunikasi tentu saja tidak akan terlepas dari
hambatan-hambatan komunikasi. Hambatan-hambatan yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
1.
Hambatan Teknis
Universitas Sumatera Utara
2.
3.
Hambatan ini timbul karena lingkungan yang memberikan dampak
pencegahan terhadap kelancaran pengiriman dan penerimaan pesan, dari
sisi teknologi keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi akan
semakin berkurang dengan adanya temuan baru di bidang teknologi
komunikasi dan sistem informasi, sehingga saluran komunikasi dalam
media komunikasi dapat diandalkan serta lebih efisien.
Hambatan Semantik
Hambatan semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian
pengertian atau ide secara efektif. Definisi semantik adalah studi atas
pengertian yang diungkapkan lewat bahasa. Suatu pesan yang kurang jelas
akan tetap menjadi tidak jelas bagaimanapun baiknya transmisi. Hambatan
semantik dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Salah pengucapan kata atau istilah karena teralu cepat berbicara.
b. Adanya perbedaan makna dan pengertian pada kata-kata yang
pengucapannya sama. Contohnya: beda daerah berbeda juga
maknanya.
c. Adanya pengertian konotatif atau perbedaan menafsirkan suatu
makna yang menjadi kesepakatan bersama. Contohnya: semua
setuju bahwa binatang anjing adalah binatang berbulu dan berkaki
empat, sedangkan dalam makna konotatif banyak orang
menganggap anjing sebagai binatang piaraan yang setia, bersahabat
dan panjang ingatan. Untuk menghindari miss-komunikasi ini tentu
saja seorang komunikator harus mampu memilih kata-kata yang
tepat dan sesuai dengan karakteristik komunikannya, serta melihat
dan mempertimbangkan kemungkinan penafsiran yang berbeda
terhadap kata-kata yang digunakannya. Seperti pepatah yang
mengatakan di mana tanah dipijak disitu tanah dijunjung.
Hambatan Manusiawi
Hambatan jenis manusiawi ini muncul dari masalah-masalah pribadi yang
dihadapi orang-orang yang terlibat dalam komunikasi, baik komunikator
maupun komunikan.
Ada beberapa hambatan terhadap komunikasi yang efektif, yaitu:
1.
Mendengar
Biasanya kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Banyak
informasi yang ada disekeliling kita, namun tidak semua kita
dengar dan tanggapi. Informasi yang menarik bagi kita, itulah yang
ingin kita dengar.
2.
Mengabaikan informasi yang bertentangan dengan apa yang kita
ketahui.
3.
Menilai Sumber
Kita cenderung menilai siapa yang memberikan informasi. Jika ada
anak kecil yang memberikan informasi tentang suatu hal, kita
cenderung mengabaikannya.
4.
Persepsi yang Berbeda
Komunikasi tidak akan berjalan efektif, jika persepsi si pengirim
pesan tidak sama dengan si penerima pesan. Perbedaan ini bahkan
bisa menimbulkan pertengkaran diantara pengirim dan penerima
pesan.
Universitas Sumatera Utara
5.
6.
7.
8.
Kata yang Berarti Lain Bagi Orang yang Berbeda
Kita sering mendengar kata yang tidak sesuai dengan pengertian
kita. Seseorang menyebut “datang sebentar lagi”, mempunyai arti
yang berbeda bagi orang yang menanggapinya. Sebentar lagi bisa
berarti satu menit, lima menit, setengah jam, atau satu jam
kemudian.
Sinyal Nonverbal yang Tidak Konsisten
Gerak-gerik kita ketika berkomunikasi tidak melihat kepada lawan
bicara, tetapi dengan aktivitas kita pada saat ada yang
berkomunikasi dengan kita mempengaruhi proses komunikasi yang
berlangsung.
Pengaruh Emosi
Pengaruh emosi juga sangat berpengaruh dalam kelancaran
komunikasi. Pada saat kondisi seseorang yang sedang marah akan
kesulitan untuk menerima informasi. Apapun berita atau informasi
yang diberikan, tidak akan diterima dan ditanggapinya dengan
baik.
Gangguan
Gangguan ini bisa berupa suara bising pada saat kita
berkomunikasi, jarak yang jauh, serta gangguan psikologis
seseorang sebagai lawan bicara kita ketika berkomunikasi
(http://www.academia.edu).
Ketika mengetahui hambatan tentu saja ada juga cara atau alternatif untuk
mengurangi maupun mengatasi hambatan tersebut. Cara mengatasinya adalah
sebagai berikut:
1.
2.
3.
Membuat suatu pesan secara berhati-hati, tentukan maksud dan tujuan
komunikasi serta komunikan yang akan dituju.
Meminimalkan gangguan dalam proses komunikasi, komunikator harus
berusaha dapat membuat komunikan lebih mudah memusatkan perhatian
pada pesan yang disampaikan sehingga penyampaian pesan dapat
berlangsung tanpa gangguan yang berarti.
Mempermudah upaya umpan balik antara si pengirim dan si penerima
pesan. Hal ini berarti bahwa cara dan waktu penyampaian dalam
komunikasi harus direncanakan dengan baik agar menghasilkan umpan
balik dari komunikasi sesuai harapan (http://www.academia.edu).
2.2.4. Konflik
Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupannya mereka tidak bisa
hidup dan berkembang tanpa berhubungan dan bekerjasama dengan manusia lain.
Salah satu cara terpenting untuk berhubungan dan bekerja sama dengan manusia
lain adalah komunikasi. Kegiatan komunikasi tersebut dapat berlangsung baik itu
dengan menggunakan media komunikasi maupun tanpa menggunakan sarana
Universitas Sumatera Utara
media yang dikenal dengan nama komunikasi antarpribadi atau interpersonal
communication (Effendy, 1986: 9-10).
Dalam menjalin hubungan dan kerjasama dengan orang lain seringkali
terjadi ketidakserasian yang dipicu oleh berbagai hal. Konflik adalah salah satu
bentuk ketidakserasian yang timbul saat melakukan hubungan dengan orang lain.
Secara umum konflik biasanya terjadi karena adanya beberapa perbedaan persepsi
atau ketidaksamaan alur pikir antara kedua belah pihak saat terlibat dalam
hubungan interpersonal.
Berkaitan dengan urusan konflik, komunikasi memiliki berbagai peran: (1)
sebagai penjernih masalah di dalam hubungan yang tidak beres; (2) sebagai
tempat mewujudkan konflik; dan (3) sebagai sesuatu yang netral. Dengan kata
lain, tindakan seseorang di dalam berkomunikasi sering mengakibatkan timbulnya
konflik. Selain itu, tindakan komunikasi juga merupakan pantulan dari adanya
konflik serta usaha penanganannya (Chandra, 1992: 53).
Selanjutnya, konflik memiliki banyak sekali makna atau definisi. Hal ini
disebabkan karena banyaknya sudut pandang dan penafsiran yang berbeda-beda.
Menurut Liliweri (2005: 249-250) yang dimaksud dengan konflik secara umum
adalah:
1. Hubungan pertentangan antara dua pihak atau lebih yang memiliki atau
merasa memiliki, sasaran-sasaran tertentu namun diliputi pemikiran,
perasaan, atau perbuatan yang tidak sejalan.
2. Bentuk pertentangan yang bersifat fungsional, karena pertentangan
semacam itu mendukung tujuan kelompok dan membaharui tampilan,
namun disfungsional karena menghilangkan tampilan kelompok.
3. Bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh individu atau
kelompok, karena mereka yang terlibat memiliki perbedaan sikap,
kepercayaan, nilai atau kebutuhan.
4. Suatu bentuk perlawanan yang melibatkan dua pihak secara antagonis.
5. Proses mendapatkan monopoli ganjaran, kekuasaan, pemilikan, dengan
menyingkirkan atau melemahkan para pesaing.
Universitas Sumatera Utara
Secara umum, konflik dapat terjadi karena berbagai macam sebab atau
sumber, diantaranya:
1. Konflik Nilai
Kebanyakan konflik terjadi karena perbedaan nilai. Nilai merupakan
sesuatu
yang
menjadi
dasar,
pedoman,
tempat
setiap
manusia
menggantungkan pikiran, perasaan, dan tindakan seseorang.
2. Kurangnya Komunikasi
Konflik ini terjadi karena dua pihak kurang berkomunikasi. Kegagalan
berkomunikasi karena dua pihak tidak menyampaikan pikiran, perasaan,
dan tindakan sehingga membuka jarang perbedaan informasi diantara
mereka yang dapat menyebabkan konflik.
3. Kepemimpinan yang Kurang Efektif atau Pengambilan Keputusan yang
Tidak Adil
Jenis konflik ini terjadi pada organisasi atau kehidupan bersama dalam
komunitas dan masyarakat.
4. Ketidakcocokan Peran
Konflik ini bisa terjadi di mana dan kapan saja, asal dalam sebuah
organisasi. Ketidakcocokan peran itu terjadi karena dua pihak secara
sangat berbeda mempersepsikan peran mereka masing-masing.
5. Produktivitas Rendah
Konflik ini sering terjadi karena output dan outcome dari dua pihak atau
lebih yang bekerja sama tidak atau kurang mendapat keuntungan.
6. Perubahan Keseimbangan
Konflik ini terjadi karena perubahan keseimbangan yang dialami oleh dua
pihak atau lebih.
7. Konflik yang Belum Terpecahkan
Konflik ini terjadi karena ada konflik diantara dua pihak yang sebelumnya
tidak dapat diselesaikan (Liliweri, 2005: 261-263).
Semua konflik memiliki kesamaan, baik yang terjadi di keluarga, sekolah,
lingkungan agama, atau lingkungan bisnis. Indikator adanya kehadiran konflik
adalah terdapatnya unsur-unsur di bawah ini (Chandra, 1992: 30):
Universitas Sumatera Utara
1. Adanya ketegangan yang diekspresikan.
2. Adanya sasaran/tujuan atau pemenuhan kebutuhan yang dilihat berbeda,
yang dirasa berbeda, atau yang sesungguhnya bertentangan.
3. Kecilnya kemungkinan untuk pemenuhan kebutuhan yang dirasakan.
4. Adanya kemungkinan bahwa masing-masing pihak dapat menghalangi
pihak lain dalam mencapai tujuannya.
5. Adanya saling ketergantungan.
2.2.5. Teori Dialektika Relasional
Teori Dialektika Relasional (Relational Dialectics Theory) menyatakan
bahwa hidup bercirikan ketegangan-ketegangan yang berkelanjutan antara impulsimpuls yang kontradiktif. Selama beberapa tahun, Leslie Baxter dan beberapa
orang rekannya mempelajari cara-cara yang kompleks mengenai bagaimana orang
menggunakan komunikasi untuk mengelola atau mengatur kekuatan-kekuatan
yang saling berlawanan yang berpotensi mengganggu hubungan dengan orang lain
pada waktu tertentu.
Selama beberapa tahun, Baxter mempelajari gagasan Bakhtin mengenai
dialog sebagai cara untuk dapat memahami lebih baik fluktuasi hubungan antara
individu. Baxter menyusun teori yang dinamakannya “teori dialogis” (dialogical
theory) berdasarkan berbagai konsep yang telah dikemukakan Bakhtin
sebelumnya. Dengan kata lain, suatu hubungan didefinisikan atau ditentukan
maknanya melalui suatu dialog di antara banyak suara. Namun pada saat yang
sama, Baxter juga menjelaskan teorinya sebagai bersifat dialektis (dialectical),
artinya bahwa suatu hubungan adalah tempat di mana berbagai pertentangan atau
perdebatan pendapat (kontradiksi) dikelola atau diatur (Morissan, 2013: 309).
Orang tidak selalu dapat menyelesaikan elemen-elemen kontradiktif dalam
kepercayaan mereka, dan mereka memiliki kepercayaan yang tidak konsisten
mengenai hubungan.
Menurut Baxter, hubungan memiliki sifat yang dinamis, dan komunikasi
pada dasarnya adalah upaya bagaimana orang mengelola persamaan dan
perbedaan. Komunikasi juga menuntun kita untuk bersama-sama menuju
kesamaan (similarity), namun komunikasi juga menciptakan, mempertahankan,
Universitas Sumatera Utara
dan mengelola berbagai perbedaan. Dengan menggunakan terminologi Bakhtin,
komunikasi menciptakan berbagai kekuatan sentripental yang memberikan rasa
keteraturan, sekaligus mengelola kekuatan sentrifugal yang mengarah pada
perubahan.
Menurutnya,
gagasan
mengenai
hubungan
adalah
bersifat
multidimensional (Morissan, 2013: 311).
2.2.5.1. Asumsi Teori Dialektika Relasional
Teori dialektika relasional memiliki asumsi pokok mengenai hidup
berhubungan, yakni (West & Turner, 2008: 236-246):
1.
Hubungan Tidak Bersifat Linear
Asumsi yang paling penting yang mendasari teori ini adalah pemikiran
bahwa hubungan tidak terdiri atas fluktuasi yang terjadi antara keinginankeinginan yang kontradiktif.
2.
Hidup Berhubungan Ditandai dengan Adanya Perubahan
Proses atau perubahan suatu hubungan merujuk pada pergerakan
kuantitatif dan kualitatif. Sejalan dengan waktu dan kontraksi yang terjadi
diseputar mana suatu hubungan dikelola.
3.
Kontradiksi
Merupakan
Fakta
Fundamental
dalam
Hidup
BerhubunganAsumsi yang ketiga menekankan bahwa kontradiksi atau
ketegangan terjadi antara dua hal yang berlawanan tidak pernah hilang dan
tidak pernah berhenti menciptakan ketegangan. Orang mengelola
ketegangan dan oposisi ini dengan cara berbeda-beda tetapi kedua hal ini
selalu ada dalam hidup berhubungan.
4.
Komunikasi Sangat Penting dalam Mengelola dan Menegosiasikan
Kontradiksi-Kontradiksi dalam Hubungan
Asumsi terakhir dari teori dialektika relasional berkaitan dengan
komunikasi. Secara khusus teori ini memberikan posisi yang paling utama
pada komunikasi. Sebagaimana yang telah diamati oleh Baxter dan
Montgomery (1996), “dari perspektif dialektika relasi, aktor-aktor sosial
memberikan kehidupan melalui praktek-praktek komunikasi mereka
kepada kontradiksi-kontradiksi yang mengelola hubungan mereka”.
Universitas Sumatera Utara
Littlejhon dan Fross memberikan contoh, misalnya anda ingin menjadi
orang yang sukses secara materi; punya rumah bagus, mobil bagus, dan
seterusnya, tetapi anda memiliki nilai-nilai kemanusiaan dan lingkungan yang
tinggi dalam diri anda yang membuat anda bertanya kembali mengenai tujuan
awal anda tadi. Anda bertanya pada diri sendiri, “Apakah sebaiknya saya bekerja
di kantor yang memberikan gaji besar, atau menjadi sukarelawan agar bisa
membantu banyak orang yang hidupnya susah?” Situasi ini menimbulkan
kontradiksi, dan kontradiksi ini menjadi hal yang serius karena anda menyadari
bahwa untuk bisa mencapai tujuan kemanusiaan dan lingkungan (misalnya
menolong orang miskin atau memperbaiki lingkungan hidup yang rusak) maka
anda harus terlebih dahulu memperoleh kesuksesan materi (Morissan, 2013: 309310).
Elemen-elemen berikut ini sangat mendasar dalam perspektif dialektis:
Totalitas, Kontradiksi, Pergerakan, dan Praksis (Rawlins, 1992) dalam (West &
Turner, 2008: 237)
1. Totalitas (Totality)menyatakan bahwa orang-orang dalam suatu hubungan
saling tergantung. Ini berarti bahwa ketika sesuatu terjadi pada salah satu
anggota dalam hubungan, maka anggota yang lain juga akan terpengaruh.
2. Kontradiksi (Contradiction)merujuk pada oposisi atau dua elemen yang
bertentangan. Kontradiksi juga merupakan ciri utama dari pendekatan
dialektika. Dialektika merupakan hasil dari oposisi-oposisi.
3. Pergerakan (Motion) merujuk pada sifat berproses dari hubungan dan
perubahan yang terjadi pada hubungan itu seiring dengan berjalannya
waktu.
4. Praksis (Praxis)berarti manusia adalah pembuat keputusan. Walaupun kita
tidak sepenuhnya memiliki pilihan bebas dalam setiap kesempatan dan kita
dibatasi oleh pilihan kita sebelumnya, oleh pilihan orang lain, dan oleh
kondisi budaya dan sosial, kita tetap merupakan pengambil keputusan
yang sadar sepenuhnya dan aktif. Non-linear yang dimaksud di sini adalah
fluktuasi yang terjadi antara keinginan-keinginan yang kontradiktif.
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Kerangka Pemikiran
KONFLIK
STRATEGI
MERTUA
KOMUNIKASI
PEREMPUAN
MENANTU
PEREMPUAN
PENYEBAB
Strategi
Komunikasi
Konflik
Teori Dialektika
Relasional
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara