Sepak Bola sebagai Pemersatu Eropa 1954

Muhammad Bagus Aprilianto
4415131178
Pendidikan Sejarah 2013 B

Sepakbola sebagai Pemersatu Eropa (1954-1995)
Sepakbola sebagai salah satu olahraga terpopuler di dunia ternyata membawa pengaruh yang
sangat besar bagi integrasi Eropa. Hal ini dikarenakan sepakbola “lebih sukses”
mengintegrasikan negara-negara Eropa dibandingkan melalui jalur ekonomi ataupun politik
Proses integrasi ini tidak bisa dilepaskan dari sosok Henry Delaunay yang mendirikan UEFA
tahun 1954. Dengan berdirinya UEFA tersebut, integrasi Eropa melalui sepakbola berkembang
cepat karena setelahnya akan muncul kejuaraan European Champions Cup (Sekarang UEFA
Champions League) pada tahun 1956 dan kejuaraan European Cup. Dan juga perkembangan
sepak bola Eropa yang semakin menjadi industry nantinya akan melahirkan kebijakan Bosman
pada tahun 1995 yang semakin mengintegrasikan Eropa melalui sepak bola. Disini penulis akan
menjelaskan pengaruh keempat kejadian tersebut terhadap proses integrasi di Eropa mulai dari
proses terbentuknya hingga mengapa kejadian-kejadian tersebut mampu mempercepat proses
integrasi di Eropa.
Keyword : Sepak Bola, Henry Delaunay, UEFA, Kebijakan Bossman

1. Perkembangan Awal Sepak Bola di Eropa : Inggris sebagai Poros
Dalam perkembangan sepak bola di Eropa, Inggris menjadi pusat bagi perkembangan sepak

bola di Eropa. Mengapa Inggris yang menjadi kiblat dan bukannya negara-negara Eropa
lainnya ? Ini dikarenakan Inggris dapat dikatakan merupakan “rumah” asal sepakbola.
Pendapat terkait tentang Inggris sebagai rumah asal sepak bola terlihat dari dua hal. Yang
pertama adalah, Football Association (FA) induk organisasi sepak bola Inggris menjadi
organisasi sepak bola yang pertama didirikan di dunia yaitu pada tahun 1863.1 Pendirian FA
pun dilatar belakangi oleh adanya beberapa persamaan antara permainan sepak bola dan
rugby yang sedang berkembang di Inggris khususnya dikalangan terpelajar. Oleh karena itu
kalangan terpelajar di Inggris khususnya ditingkat universitas yang diwakili 11 perwakilan
1 Antonio Missiroli, European Union Institute for Security Studies, 1 March 2002. European
football cultures and their integration : the ‘short’ Twentieth Century,
http://www.iss.europa.eu/publications/detail/article/european-football-cultures-and-theirintegration-theshort-twentieth-century/ (diakses 21 Desember 2015)

universitas berkumpul di sebuah kedai kopi di kota London pada tanggal 26 Oktober 1863.
Ditempat itulah dibuat 13 hukum dasar dalam permainan sepak bola yang dikenal juga
sebagai Cambridge Rules serta mendirikan organisasi untuk menaungi klub-klub yang
memainkan sepak bola di Inggris yaitu Football Association2
Yang kedua adalah tim sepakbola profesional tertua di dunia adalah Sheffield F.C. yang
berasal dari Inggris. Sheffield F.C. yang didirikan pada tanggal 24 Oktober 1857
mendapatkan pengakuan baik dari FIFA ataupun FA sebagai tim sepakbola professional
tertua di dunia.3 Dua hal tersebutlah yang membuat Inggris dipandang sebagai rumah asal

dari sepak bola. Maka dari itu jika membahas perkembangan sepak bola di Eropa haruslah
dimulai dari Inggris.
Lantas peran apa saja yang dilakukan oleh Inggris sebagai kiblat sepak bola di Eropa. Disini
Inggris berperan sebagai “pengekspor” permainan sepak bola ke seantero Eropa. Ekspor
budaya sepak bola yang dilakukan oleh Inggris ke seantero Eropa dapat dikatakan unik.
Disini Inggris tidak memanfaatkan kekuatan negaranya yang merupakan imperialisme
terbesar di Eropa saat itu namun ekspor budaya sepak bola dari Inggris ke seantero Eropa
lebih dikarenakan Inggris merupakan pusat revolusi industry.4
Revolusi industry yang berpusat di Inggris membuat negara-negara di Eropa berupaya untuk
merekrut orang-orang Inggris yang ahli dalam bidang kelistrikan, perkerata-apian untuk
mengembangkan industry di negaranya. Hal ini banyak terjadi di negara-negara Eropa seperti
Italia, Perancis, Belanda dll. Buruh-buruh Inggris yang direkrut oleh negara-negara Eropa
tersebut bekerja di berbagai sektor mulai dari perkereta-apian, pelabuhan-pelabuhan dagang,
pertambangan hingga para tekhnisi pabrik. Sektor-sektor itu lah yang menciptakan adanya
difusi dalam permainan sepak bola. Para pekerja yang bisa dikatakan penat dengan
rutinitasnya yang berat memutuskan untuk mencari hiburan yang praktis dan tidak
memerlukan banyak biaya. Maka dari itu banyak buruh yang memutuskan untuk bermain
sepak bola karena hanya dengan bermodalkan sebuah bola dan orang yang cukup mereka
2 Adrian Harvey, Football, the First Hundred Years: The Untold Story of the People's Game
(London: Routledge Taylor & Francis Group, 2005), hlm. 135.

3 Keith Farnsworth, Sheffield Football:A History – Volume 1 1857–1961 (London: The
Hallamshire Press, 1995), hlm. 21–22.
4 Pierre Lanfranchi dan Matthew Taylor, Moving with the Ball The Migration of Professional
Footballers (New York: Berg, 2001), hlm 15-16.

bisa bermain sepak bola.5 Persebaran sepakbola oleh golongan buruh dicirikan dengan
didirikannya tim sepak bola oleh para kaum buruh, seperti yang terjadi di Italia. Pada tahun
1902, Genoa Cricket and Football Club didirikan oleh para tekhnisi pabrik asal Inggris di
kota Riviera, Italia. Selain itu dari penjelasan di atas, tak pelak banyaknya klub-klub sepak
bola di Eropa berasal dari daerah-daerah industri, jalur kereta api, hingga pelabuhan seperti
di daerah Barcelona, Marseille, Bilbao, Antwerp, Amsterdam, Hamburg, Istanbul, Athena, St
Peterseburg dan Manchester.6
Nantinya perkembangan sepak bola yang berpusat di daerah-daerah yang ditempati oleh
golongan buruh yang merupakan kelas bawah, berpengaruh terhadap gaya bermain sepak
bola yang berkembang khususnya di negara Inggris. Sepak bola di Inggris yang tadinya
banyak dimainkan oleh golongan terpelajar yang memiliki latar belakang golongan kelas atas
ternyata semakin banyak dimainkan oleh golongan bawah khususnya buruh. Tentunya sepak
bola yang banyak dimainkan oleh golongan buruh membuat adanya perubahan gaya
permainan sepak bola. Sepak bola yang tadinya dimainkan secara agresif dan elegan serta
fair play seperti yang ditunjukkan finalis piala FA pertama University of Oxford dan Old

Etonians ternyata mengalami perubahan saat dimainkan golongan buruh menjadi sangat
keras, cepat dan memfokuskan adu kekuatan fisik atau istilah yang lebih dikenal adalah Kick
& Rush. Alhasil, gaya permainan sepak bola yang menjadi kurang menonjolkan sifat
aristocrat dan semakin digandrungi oleh golongan pekerja serta kelas bawah membuat
golongan kelas atas di Inggris beralih ke olahraga lain seperti atletik, rugby dan yang paling
utama adalah kriket.7 Meskipun begitu, sepak bola justru semakin berkembang karena
permainannya yang bisa dimainkan oleh golongan manapun tanpa memerlukan banyak
biaya.
Perkembangan sepak bola Eropa selanjutnya di masa Perang Dunia I mengalami masa-masa
détente. Hal ini dikarenakan banyak pemain sepak bola, manajer ataupun stake holder sepak
5 Ibid.
6 Antonio Missiroli, European Union Institute for Security Studies, 1 March 2002. European
football cultures and their integration : the ‘short’ Twentieth Century,
http://www.iss.europa.eu/publications/detail/article/european-football-cultures-and-theirintegration-theshort-twentieth-century/ (diakses 21 Desember 2015)
7 Antonio Missiroli, European Union Institute for Security Studies, 1 March 2002. European
football cultures and their integration : the ‘short’ Twentieth Century,
http://www.iss.europa.eu/publications/detail/article/european-football-cultures-and-theirintegration-theshort-twentieth-century/ (diakses 21 Desember 2015)

bola terlibat dalam Perang Dunia I atau tewas akibat Perang Dunia I. Selain itu juga banyak
stadion-stadion di Eropa pada masa Perang Dunia I hancur akibat peperangan tersebut

sehingga pertandingan sepak bola tidak mungkin dilaksanakan.8 Oleh karena itu di masa
perang dunia satu tidak ada perkembangan yang berarti dalam olahraga sepak bola di Eropa.
Pasca Perang Dunia I, terjadi pergeseran tren perkembangan sepak bola. Sepak bola yang
pada awal perkembangannya lekat dengan hiburan bagi para kaum buruh kini telah berubah
menjadi alat untuk menjalin kedekatan politik. Hal ini dikarenakan munculnya “Versailles
Mentality”9 di negara-negara Eropa. “Versailles Mentality” membuat negara-negara Eropa
berupaya menjalin kerja sama dalam bidang politik namun diawali dulu dengan kerja sama
dalam bidang sepak bola dengan negara-negara tertentu saja pasca Perang Dunia I.
Namun hal ini menjadi penting dalam upaya membangun hubungan dalam lingkup regional
ataupun nasional pasca Perang Dunia I. “Versailles Mentality” yang berkembang pasca
Perang Dunia I membuat sepak bola Eropa terbagi menjadi pihak yang menang yang
didominasi negara Eropa Barat dan pihak yang kalah dalam Perang Dunia I yang didominasi
negara-negara di Eropa Tengah. Adanya pembagian ini terlihat ketika Jerman, Austria,
Hungaria tidak dilibatkan dalam Olimpiade musim panas di kota Antwerp tahun 1920 oleh
negara-negara Eropa Barat. Alhasil hubungan olahraga yang terjalin untuk negara-negara
Eropa tengah adalah dengan Swedia dan Swiss yang netral selama Perang Dunia I.10
Contoh lain adalah Italia. Meskipun Italia memenangkan Perang Dunia I tetapi perjanjian
Versailles bisa dikatakan mengecewakan bagi pihak Italia dan hanya menguntungkan negaranegara Eropa Barat seperti Inggris dan Prancis. Alhasil pasca Perang Dunia I Italia berupaya
menjalin hubungan yang dekat dengan negara-negara Eropa Tengah. Kedekatan Italia dengan
negara-negara Eropa Tengah tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan klub sepak bola Italia

dalam Mitropa Cup yang di selenggarakan oleh Hungaria. Oleh karena itu, terciptalah

8 Wikipedia, History of FIFA https://en.wikipedia.org/wiki/History_of_FIFA (Diakses 22
Desember 2015)
9 Versailles Mentality adalah istilah yang dipakai Pierre untuk menggambarkan bagaimana
perjanjian Versailles membuat negara-negara di Eropa memiliki sentimen terhadap negara
Eropa lainnya
10 Pierre Lanfranchi dan Matthew Taylor, Moving with the Ball The Migration of Professional
Footballers (New York: Berg, 2001), hlm. 35.

hubungan politik antara Italia dengan negara Eropa Tengah yang diawali melalui sepak
bola.11 Meskipun begitu, hubungan trans-nasional yang terjalin akibat adanya segmentasi
pasca Perang Dunia I justru menjadi langkah awal untuk menggunakan sepak bola sebagai
alat integrasi Eropa.

2. Henry Delaunay dan Tiga Pilar Integrasi Eropa melalui Sepak Bola (UEFA,
European Cup dan European Champions Cup)
Pasca Perang Dunia II, sepak bola semakin berkembang seantero Eropa. Meskipun negaranegara di Eropa pada masa awal setelah Perang Dunia II mengalami kehancuran dalam
berbagai bidang serta adanya sentimen antar negara. Sepak bola berhasil menjadi alat yang
bisa meredakan sentimen antar negara tersebut dan menjadi pemulih hubungan bilateral antar

negara di Eropa. Hal tersebut dikemukakan oleh Alan Milward bahwa : “Melalui sepak bola
hubungan bilateral antar negara di Eropa bisa kembali dipulihkan dan juga melalui sepak
bola lah muncul keinginan untuk membentuk jaringan transnasional antar negara Eropa.”12
Dalam perkembangan sepak bola di Eropa pasca Perang Dunia II, ada dua hal yang
menyebabkan sepak bola semakin berkembang di Eropa. Yang pertama adalah perkembangan
tekhnologi dengan semakin banyaknya radio dan televisi. Dan yang kedua adalah
perkembangan industri pesawat terbang di Eropa.
Yang pertama adalah perkembangan radio dan televisi di Eropa pasca Perang Dunia II
membuat sepak bola semakin dikenal diseluruh Eropa. Disini stasiun televisi Eurovision
memegang peranan penting dalam penyebaran budaya sepak bola di Eropa melalui televisi.
Eurovision mulai menayangkan Piala Dunia pertama pasca Perang Dunia II yaitu tahun 1950
dan setelahnya. Upaya Eurovision ini membuat sepak bola masuk ke era baru yaitu era

11 Antonio Missiroli, European Union Institute for Security Studies, 1 March 2002. European
football cultures and their integration : the ‘short’ Twentieth Century,
http://www.iss.europa.eu/publications/detail/article/european-football-cultures-and-theirintegration-theshort-twentieth-century/ (diakses 21 Desember 2015)
12 Antonio Missiroli, European Union Institute for Security Studies, 1 March 2002. European
football cultures and their integration : the ‘short’ Twentieth Century,
http://www.iss.europa.eu/publications/detail/article/european-football-cultures-and-theirintegration-theshort-twentieth-century/ (diakses 21 Desember 2015)


dimana sepak bola bisa dinikmati siapapun,dimanapun dan kapanpun serta semakin membuat
sepak bola menjadi bagian kebudayaan orang-orang Eropa.13
Yang kedua adalah perkembangan industri pesawat terbang. Perkembangan industry pesawat
terbang di Eropa pasca perang dunia dua ternyata juga membuat sepak bola semakin
berkembang pesat. Perkembangan industry pesawat terbang di Eropa membuat angkat
perjalanan komersil pesawat terbang di Eropa mengalami peningkatan drastis. Ini sangat
berpengaruh terhadap semakin banyaknya klub-klub sepak bola yang melakukan
pertandingan persahabatan atau kompetisi dengan klub di negara lain. Pesawat terbang
memberikan mobilitas yang tinggi bagi klub-klub sepak bola di Eropa untuk berpergian.
Misalnya saja klub-klub di negara Blok Timur seperti Dynamo Moscow dari Uni Soviet dan
Honved dari Hungaria bisa melakukan pertandingan persahabatan dengan klub-klub dari
Eropa Barat, begitu juga sebaliknya.14
Melihat perkembangan sepak bola di Eropa yang semakin melekat menjadi bagian dari
kebudayaan Eropa, muncul sosok yang berupaya memanfaatkan berbagai potensi tersebut
dan nantinya akan menjadi sosok penting bagi upaya integrasi Eropa melalui sepak bola.
Tokoh ini ialah Henry Delaunay. Henry Delaunay yang lahir tanggal 15 Juni 1883
sebenarnya bukanlah sosok yang asing dalam persepak-bolaan dunia. Ia bersama dengan
Jules Rimet merupakan arsitek awal dari terbentuknya Piala Dunia FIFA serta pernah
menjabat sebagai deputi di FIFA dari tahun 1924-1928. Delaunay sebagai seorang warga
negara Perancis memiliki impian untuk bisa menyatukan seluruh benua Eropa melalui sepak

bola. Delaunay merasa gusar dengan perang yang terus berkecamuk di benua Eropa padahal
sebelum terjadinya Perang Dunia I, sepak bola mampu membentuk hubungan yang harmonis
antar masyarakat di Eropa.15

13 Antonio Missiroli, European Union Institute for Security Studies, 1 March 2002. European
football cultures and their integration : the ‘short’ Twentieth Century,
http://www.iss.europa.eu/publications/detail/article/european-football-cultures-and-theirintegration-theshort-twentieth-century/ (diakses 21 Desember 2015)
14 Ian Flannigan, twohundredpercent, 24 January 2012, European Championship Stories :
1960 – Cold War Football, http://twohundredpercent.net/?p=17229 (Diakses 21 Desember
2015)
15 Wikipedia, Henri Delaunay, https://en.wikipedia.org/wiki/Henri_Delaunay (Diakses 21
Desember 2015)

Sebenarnya ada juga beberapa hal yang menjadi alasan bagi Delaunay untuk mendirikan
UEFA selain impiannya yang ingin menyatukan Eropa melalui sepak bola. Yang pertama
adalah adanya upaya untuk menciptakan organisasi sepak bola mandiri bagi negara-negara
Eropa dalam rangka menghindari ketergantungan pada aturan yang ada di dalam organisasi
FIFA.16 Yang kedua adalah Delaunay berupaya menyaingi perkembangan sepak bola di
negara Amerika Latin. Ini dikarenakan negara-negara di Amerika Latin telah terlebih dahulu
membentuk organisasi untuk menaungi persepak-bolaan di Amerika Latin yaitu

CONMEBOL pada tahun 1916.17
Upaya Delaunay tersebut dikonsutasikannya kepada negara Prancis, Belgia dan Italia.
Setelah konsultasi tersebut, ketiga negara tersebut sepakat dan mendukung upaya Delaunay
tersebut. Perancis, Belgia dan juga Italia menjadi inisiator utama pendirian UEFA yang
dikenal sebagai Komite Gabungan Perancis-Belgia-Italia. Dan akhirnya pada tanggal 15 juni
tahun 1954, UEFA secara resmi didirikan di kota Basel dengan anggota awal sejumlah 28
negara.18
Setelah berhasil mendirikan UEFA, Delaunay memiliki impian lain yang masih ia simpan.
Impian tersebut adalah menyelenggarakan kompetisi sepak bola yang rutin bagi negaranegara Eropa. Disini Delaunay berpandangan bahwa negara-negara Eropa harus memiliki
agenda rutin untuk mengisi kalender internasional sepak bola setelah sebelumnya pagelaran
Piala Dunia dan Copa Amerika telah berlangsung secara rutin dalam kalender internasional
sepak bola. Upaya Delaunay untuk menciptakan kompetisi sepak bola yang rutin bagi
negara-negara Eropa sebenarnya sudah dimunculkan sejak 1927. 19 Delaunay bersama dengan
tokoh kenamaan sepak bola Austria yaitu Hugo Meisl sejak tahun 1927 telah mengajukan
proposal ke FIFA terkait pembentukan kejuaraan sepak bola di Eropa yang diselenggarakan

16 Borja García, “UEFA and the European Union: From Confrontation to Cooperation” (Journal
of Contemporary European Research, Vol. 3, No. 3, 2007), hlm. 204.
17 Wikipedia, CONMEBOL, https://en.wikipedia.org/wiki/CONMEBOL (diakses 22 Desember
2015)

18 Antonio Missiroli, European Union Institute for Security Studies, 1 March 2002. European
football cultures and their integration : the ‘short’ Twentieth Century,
http://www.iss.europa.eu/publications/detail/article/european-football-cultures-and-theirintegration-theshort-twentieth-century/ (diakses 21 Desember 2015)
19 Wikipedia, Henri Delaunay, https://en.wikipedia.org/wiki/Henri_Delaunay (diakses 21
Desember 2015)

secara berkesinambungan dengan kompetisi piala dunia. 20 Selain alasan diatas, Delaunay
mengusulkan pembentukan kompetisi sepak bola untuk negara-negara di Eropa dalam rangka
untuk menyaingin turnamen Copa Amerika yang bergulir di negara-negara Amerika Latin
sejak tahun 1927.21 Namun sayang upaya pertamanya bersama Hugo Meisl gagal karena
proposal tersebut ditolak FIFA.
Penolakan di tahun 1927 ternyata tidak menyurutkan impian Delaunay. Upaya berikutnya
yang dilakukan oleh Delaunay terjadi pasca didirikannya UEFA. Setelah pertemuan perdana
UEFA di kota Basel tahun 1954, Delaunay menulis bahwa ia ingin membentuk kompetisi
yang terbuka bagi seluruh asosiasi sepak bola di Eropa. Terkait usulan Delaunay tersebut,
tiga anggota komite UEFA berpendapat bahwa penyelenggaraan kompetisi ini akan sangat
sulit untuk dilaksanakan, namun disini Delaunay bersikeras bahwa “Kompetisi ini tidak harus
mengarah kepada pertandingan yang tak terhingga dan juga kompetisi ini tidak boleh
mengganggu terlaksananya piala dunia. Selain itu partisipan dalam kompetisi ini tidak harus
bertemu lawan yang sama selama jalannya kompetisi.”
Namun impiannya tersebut belum bisa terlaksana karena ia meninggal pada tahun 1955.
Pasca kematian Henry Delaunay, anaknya yaitu Pierre Delaunay mengambil alih kedudukan
ayahnya untuk menjadi presiden UEFA. Disini Pierre berupaya untuk mewujudkan impian
ayahnya. Maka dari itu ia bergabung dengan jurnalis Perancis dari harian L’Equipe untuk
berupaya menyelenggarakan European Cup. Upaya Pierre berhasil dan dibentuklah European
Cup Organising Committee. Pierre Delaunay kemudian ditunjuk sebagai sekretaris di
European Cup Organising Committee. Duduknya Pierre dijabatan ini membuat dia bisa
banyak terlibat membantu dan mengamati secara lebih dekat upaya untuk mewujudkan
kompetisi yang diimpikan ayahnya. Setelah dicapai persetujuan antara organising committee,
UEFA dan negara-negara yang terlibat dalam kompetisi ini, akhirnya kompetisi ini resmi
diselenggarakan dengan nama resmi Henri Delaunay Cup (atau lebih dikenal sebagai
European Cup) sebagai penghargaan atas pengabdian Henri Delaunay dalam dunia sepak
20 UEFA, UEFA European Cup Origin,
http://www.uefa.com/uefaeuro/history/background/origins/index.html (diakses 20 Desember
2015)
21 Ian Flannigan, twohundredpercent, 24 January 2012, European Championship Stories :
1960 – Cold War Football, http://twohundredpercent.net/?p=17229 (Diakses 21 Desember
2015)

bola di Eropa pada tahun 1960. Turnamen perdana ini diikuti oleh 17 negara anggota UEFA
dari 28 anggota awal UEFA.22
Keberhasilan Pierre mewujudkan mimpi ayahnya membentuk kompetisi sepak bola bagi
negara-negara di Eropa secara tidak langsung menjadi penengah dalam kondisi perpolitikan
di Eropa pada periode 1950-an. Kondisi perpolitikan Eropa pada periode 1950-an
memuncukan dua skenario politik yang saling berlawanan. Di satu sisi hubungan antara
Eropa Timur dan Barat memburuk selama periode ini yang nantinya berujung ke pendirian
Tembok Berlin tahun 1961, namun disisi lain negara-negara di Eropa barat mengambil
langkah pertama untuk mengintegrasikan Eropa melalui penandatanganan Treaty of Rome
tahun 1957.23
Selain upaya pengintegrasian Eropa melalui sepak bola yang dilakukan oleh Henry Delaunay,
ternyata wartawan juga terlibat dalam rangka mengintegrasikan Eropa melalui sepak bola. Ini
dilakukan oleh Ferran yang merupakan jurnalis dari harian L’Equipe dan juga Gabriel Hanot
yang merupakan editor dari harian L’Equipe. Upaya yang dilakukan oleh Ferran sebenarnya
dimulai sejak tahun 1948 saat Campeonato Sudamericano de Campeones, atau "South
American Championship of Champions" dimulai di kota Santiago, Chile. Ferran yang
merupakan seorang jurnalis dari harian L’Equipe pergi ke Santiago, Chile, untuk meliput
jalannya kejuaraan tersebut sampai selesai. Sekembalinya ke prancis, Ferran fascinated with
the idea of a continental club champions league, Ferran menyampaikan idenya ini kepada
perusahaan tempat ia bekerja yaitu L’Equipe serta Gabriel Hanot, editor dari harian L'Equipe.
Melihat hal tersebut Hanot tertarik dan segera menyusun proposal untuk diserahkan kepada
negara-negara di Eropa.24
Pengajuan proposal yang dilakukan oleh Ferran dan juga Hanot terus menerus mengalami
penolakan dari organisasi-organisasi sepak bola di negara-negara Eropa. Penolakan ini
22 UEFA, UEFA European Cup Origin,
http://www.uefa.com/uefaeuro/history/background/origins/index.html (diakses 20 Desember
2015)
23 Ian Flannigan, twohundredpercent, 24 January 2012, European Championship Stories :
1960 – Cold War Football, http://twohundredpercent.net/?p=17229 (Diakses 21 Desember
2015)
24 Wikipedia, European Cup and UEFA Champions League History,
https://en.wikipedia.org/wiki/European_Cup_and_UEFA_Champions_League_history (diakses
18 Desember 2015)

dikarenakan masih belum adanya kejelasan serta ditakutkan akan berbenturan dengan jadwal
bertanding tim nasional. Namun upaya Ferran dan Hanot mendapatkan titik terang pada
kurun waktu 1953-1954. Di musim panas tahun 1953, Wolverhampton Wanderers klub sepak
bola asal Inggris melakukan pertandingan persahabatan dengan tim-tim non Inggris. Tim
yang pertama dihadapi Wolves adalah South African XI dan berhasil memenangkan
pertandingan tersebut. Selama bulan-bulan berikutnya, Wolves memainkan lagi lagi
persahabatan dengan tim seperti Racing Club dari Argentina, Spartak Moscow dari Uni
Soviet dan terakhir melawan Honved dari Hungaria bulan Juli 1954. Kesemua pertandingan
tersebut dimenangkan oleh Wolves. Alhasil pada pertandingan terakhir setelah mengalahkan
tim Honved, manager Wolves Stan Cullis dan juga media di Inggris mengklaim bahwa
Wolves merupakan "Champions of the World". Klaim yang disampaikan media Inggris
tersebut direspon oleh Harnot dalam rangka untuk mengkampanyekan turnamen antar klub di
Eropa untuk menentukan siapa yang terbaik di Eropa. Respon yang disampaikan oleh Hanot
atas klaim media Inggris ialah :
Sebelum kita menyatakan bahwa Wolverhampton Wanderes adalah tim yang tak
terkalahkan, berikan mereka kesempatan pergi ke Moscow dan Budapest. Atau tidak
berikan kesempatan mereka untuk menghadapi tim seperti AC Milan dan Real Madrid.
Maka dari itu saya mengusulkan diadakannya kejuaraan sepak bola antar klub di dunia
atau setidaknya kejuaraan sepak bola antar klub di Benua Eropa. Yang dimana kejuataan
tersebut akan lebih berarti dan prestisius dibandingkan Mitropa Cup.25
Hanot dan Ferran pun segera mengirimkan proposal kepada UEFA yang baru saja didirikan
pada bulan Juni 1954. UEFA melihat proposal yang diajukan Hanot dan Ferran sangat
menarik dan menerimanya untuk nantinya dibahas. Dalam kongres UEFA bulan maret tahun
1955, UEFA membahas usulan dari Ferran dan Hanot terkait pembentukan kompetisi antar
klub Eropa. Dalam pembahasan terkait proposal tersebut, UEFA memutuskan untuk
menyelenggarakan kompetisi sesuai yang ada di dalam proposal tersebut. Akhirnya proposal
tersebut disetujui bulan April tahun 1955 dan kompetisinya akan dimulai sejak tahun depan
yaitu 1956.26
25 Andrew Godsell, Europe United: A History of the European Cup/Champions League
(London: Sportsbook Ltd., 2005), hlm. 14.
26 Antonio Missiroli, European Union Institute for Security Studies, 1 March 2002. European
football cultures and their integration : the ‘short’ Twentieth Century,
http://www.iss.europa.eu/publications/detail/article/european-football-cultures-and-theirintegration-theshort-twentieth-century/ (diakses 21 Desember 2015)

Dalam perjalanannya, European Champions Cup atau sekarang lebih dikenal dengan sebutan
UEFA Champions League, bukan hanya kompetisi untuk menentukan siapa klub terhebat
seantero Eropa. Tetapi, European Champions Cup telah berhasil menjadi satu dari tiga pilar
pemersatuan Eropa melalui sepak bola disamping UEFA dan European Champions Cup. Ada
beberapa bukti yang dapat dilihat bahwa European Champions Cup berhasil menjadi
pemersatu Eropa.
Yang pertama adalah European Champions Cup berhasil membuat tim-tim sepak bola di
Eropa menjadi nafas utama bagi integrasi Eropa. Klub-klub sepak bola yang tadinya hanya
memiliki penggemar ataupun membeli pemain dari klub rival sekotanya sekarang mulai
meluas ke seantero Eropa karena keterlibatan mereka dalam kompetisi European Champions
Cup. Alhasil klub-klub tersebut berlomba-lomba untuk mendapatkan penggemar dari
berbagai negara di Eropa dengan cara semakin mendekatkan diri dengan masyarakat Eropa
seperti dengan merilis situs klub yang berbahasa tertentu dari banyak negara Eropa. Ataupun
membeli pemain dari berbagai negara di Eropa dalam rangka menguatkan tim dan juga
mendapatkan dukungan penggemar dari negara si pemain.27
Kedua adalah sifat kosmopolitan yang dimiliki oleh European Champions Cup berhasil
menghilangkan pandangan masyarakat Eropa tentang gaya bermain sepak bola sebuah negara
dan menciptakan kerja sama yang intensif antara masyarakat Eropa. Hilangnya pandangan
masyarakat Eropa tentang gaya bermain sepak bola sebuah negara muncul dikarenakan timtim papan atas yang terlibat dalam European Champions Cup memakai semua pemain terbaik
yang ada di dunia, terkhusus dari Eropa dalam rangka menjadi juara dalam European
Champions Cup.28 Hal ini bisa dilihat dari juara UEFA Champions League tahun 2008 yaitu
Manchester United. Manchester United dikenal memiliki gaya bermain yang sangat
determinan, cepat, dan selalu berjuang hingga menit akhir. Hal ini tentu berbeda dengan
stigma yang diberikan orang-orang Eropa sebelumnya terhadap gaya bermain tim dari
Inggris yang dikenal dengan Kick & Rushnya. Tentunya gaya bermain yang dimiliki oleh
Manchester United tersebut tidak terlepas dari komposisi tim yang merupakan gabungan
27 Anonym, The Economist, 29 May 2003, How football unites Europe.
http://www.economist.com/node/1812285 (diakses 21 Desember 2015)
28 Anonym, The Economist, 29 May 2003, How football unites Europe.
http://www.economist.com/node/1812285 (diakses 21 Desember 2015)

pemain dari beberapa negara di Eropa seperti Evra dari Perancis, Vidic dari Serbia, Van der
Sar dari Belanda ataupun Ronaldo dari Portugal.29
Beragamnya pemain yang dimiliki oleh tim Manchester United juga merupakan sebuah
langkah nyata bahwa sepak bola mampu menciptakan kerja sama yang intensif dan positif
antara masyarakat Eropa. Hal ini dikemukakan oleh Simon Kuper, seorang jurnalis sepakbola
yang mengatakankan bahwa :
Tim-tim terbaik di Inggris kini mulai tergantung pada pemain dari wilayah Eropa daratan.
Hal ini memunculkan kesan bahwa para manajer tim-tim Inggris menyuarakan pesanpesan tentang persatuan Eropa yaitu "Orang-orang Eropa daratan bukanlah orang jahat.
Mereka dapat bekerja secara harmonis dengan warga Inggris. Cara bermain para pemain
dari Eropa daratan lebih efisien, jika kita tidak mengikuti mereka kita akan tertinggal”.30
Dan yang ketiga adalah European Champions Cup berhasil mengembangkan potensi untuk
mewujudkan ‘ruang publik yang bersifat Eropa’. Pada awalnya upaya untuk menciptakan
‘ruang publik yang bersifat Eropa’ mendapatkan beberapa rintangan. Hambatan bahasa,
kuatnya nasionalisme\identitas lokal serta tradisi yang dimiliki masyarakat Eropa menjadi
penghambat utama untuk pengembangan ruang publik yang bersifat transnasional. Namun,
sepak bola berhasil memainkan peranan penting dalam membentuk sebuah ikatan ataupun
identitas pada tingkat local, nasional ataupun supranasional yang didasarkan dari adanya
kesamaan emosi (dukungan) yang dimiliki oleh seorang supporter tim sepak bola. Jika sepak
bola merupakan ekspresi dukungan dari sebuah supporter tim sepak boa, maka keragaman
budaya yang dimiliki oleh supporter tim sepak bola tersebut dapat diarahkan ke hal yang
positif melalui sepak bola. Ditambah lagi hal tersebut akan meningkatkan pandangan bahwa
dia adalah bagian dari masyarakat Eropa.31
Hal ini bisa dilihat pada kasus Denis Law. Denis Law merupakan pemain asal Skotlandia
yang merupakan bagian dari Holy Trinity Manchester United pada periode 1960-an
bersamaan dengan Sir Bobby Charlton dari Inggris dan George Best dari Irlandia Utara.
Sejarah panjang Rivalitas yang dimiliki oleh Inggris dan Skotlandia ternyata tidak membuat
29 Alex Ferguson, Alex Ferguson My Autobiography (Great Britain: Hodder & Stoughton,
2013), hlm. 110.
30 Anonym, The Economist, 29 May 2003, How football unites Europe.
http://www.economist.com/node/1812285 (diakses 21 Desember 2015)
31 Alexander Brand & Arne Niemann, “Europeanisation in the Societal/Trans-National Realm:
What European Integration Studies Can Get Out Of Analysing Football” (Journal of
Contemporary European Research, Vol. 3, No. 3, 2007), hlm. 194.

orang Inggris khususnya supporter Manchester United membenci Denis Law yang
merupakan orang Skotlandia. Padahal Law sempat mencetak gol bagi Skotlandia dalam
kemenangan Skotlandia atas Inggris 3-2 tahun 1967 di Stadion Wembley. Malahan, Law
dipuja bak dewa oleh supporter Manchester United yang berasal dari Inggris karena
prestasinya yang berhasil mengantarkan Manchester United menjuarai European Champions
Cup tahun 1968.32
3. Kebijakan Bossman
Selain upaya mengintegrasikan Eropa melalui sepak bola dengan mendirikan organisasi
sepak bola bagi seluruh negara Eropa yaitu UEFA dan juga penyelenggaraan turnamen
berskalan trans-nasional seperti UEFA European Championship ataupun UEFA Champions
League, terdapat satu momen krusial yang benar-benar membuat pintu menuju
pengintegrasian Eropa semakin terbuka lebar. Momen tersebut adalah dikenalkannya
kebijakan Bossman pada tahun 1995. Lantas mengapa kebijakan Bossman sangat krusial bagi
proses pengintegrasian Eropa ?
Kebijakan Bossman adalah kebijakan yang muncul dari kasus yang dialami oleh Jean-Marc
Bossman, pemain professional sepak bola dari belgia. Bossman menghadapi permasalahan
saat ia bermain untuk RFC Liège di Divisi Pertama Belgia. Di RFC Liege kontraknya telah
berakhir pada tahun 1990 dan ia ingin pindah ke tim Dunkerque dari Perancis. Namun,
Dunkerque menolak untuk memenuhi permintaan untuk membayar biaya transfer dari klub
asal Bossman karena menurut Dunkerque Bossman sudah tidak terikat kontral dengan Liege.
Keengganan Dunkerque tersebut membuat Liège menolak untuk mengizinkan Bossman
pindah. Sementara itu, nasib Bossman semakin memburuk. Gaji Bossman yang terus
berkurang karena ia tidak lagi menjadi pemain tim pertama di Liege membuat ia mengajukan
masalah larangan pindah klubnya ke European Court of Justice pada tanggal 6 Oktober 1993.
Dalam gugatannya kepada Liege, Bossman menuntut dengan dasar dari isi Treaty of Rome
(TEC) Pasal 48 tentang kebebasan untuk bergerak dan bekerja di lingkungan Eropa. Dalam

32 Denis Law dan Bob Harris, The King : Denis Law The Autobiography (London: Bantam
Press, 2003), hlm. 178.

gugatan pengadilan tersebut, Bossman berhasil memenangkannya pada tanggal 15 Desember
1995 dan sejak saat itu lah kebijakan Bossman berlaku di Eropa.33
Kemunculan dari kebijakan Bossman tidak bisa dilepaskan dari perkembangan sepak bola di
Eropa pada tahun 1990an. Di periode 1990an. Sepak bola mulai dianggap sebagai aktivitas
ekonomi oleh institusi-institusi dalam Uni Eropa seperti European Commision dan European
Court of Justice. oleh karena itu sepak bola haruslah diatur seperti kegiatan perekonomian
lainnya berdasarkan aturan uni Eropa.34
Secara garis besar inti dari kebijakan Bossman yang diputuskan oleh European Court of
Justice ada dua. Yang pertama adalah sistem transfer tradisional dengan tetap membayar
biaya transfer bagi pemain yang sudah habis kontarknya merupakan pelanggaran terhadap
hak setiap orang Eropa (pekerja) untuk bergerak bebas (bekerja dimanapun) berdasarkan
Pasal 48 dari Treaty of Rome (TEC) dan dengan demikian harus dihapuskan. Kedua,
'Penerapan Kuota Pemain' sebagai sarana untuk membatasi jumlah pemain asing di klub
sepak bola Eropa adalah illegal dan melanggar Pasal 48 dari Treaty of Rome (TEC).35
Lantas apa hubungan kebijakan Bossman dengan proses pengintegrasian Eropa melalui sepak
bola ? Kebijakan Bossman memberikan dampak pada dua hal, yang pertama adalah semua
pemain sepak bola yang kontrak dengan klub pemiliknya sudah habis ia bisa pergi
meninggalkan klub itu tanpa di halangi. Dan yang kedua adalah semua pemain sepak bola
dari negara Eropa memiliki hak yang sama agar bisa bermain di negara manapun. Alhasil
kebijakan Bossman ini berhasil menciptakan difusi budaya dalam persepak bolaan di Eropa.
Sebagai contoh dari pengaruh kebijakan Bossman ini, kita bisa melihat apa yang terjadi di
negara Jerman. Di Jerman pasca diterapkannya kebijakan Bossman, banyak pemain asing
berduyun-duyun pergi ke liga Jerman. Alasan utama para pemain pindah ke liga Jerman
adalah iklimnya yang lebih kompetitif dan juga bisa lebih banyak mendapat jam terbang
bermain dibandingkan pindah ke liga Inggris ataupun Spanyol. Hal ini juga direspon baik
oleh klub-klub Jerman yang mulai gencar membeli pemain non-Jerman khususnya dari
33 McArdle, David. From Boot Money to Bossman : Football,Society and the Law (Great
Britain: Cavendish Publishing Limited, 2000), hlm. 39-40.
34 Alan Tomlinson dan Christoper Young, German Football History,Culture,Society (London:
Routledge Taylor & Francis Group, 2006), hlm. 128.
35 Ibid., hlm. 129.

wilayah Eropa Tengah dan Timur. Alasan klub-klub tersebut membeli pemain dari Eropa
Tengah dan Timur adalah harganya yang terjangkau dan kualitasnya tidak berbeda jauh
dengan pemain local Jerman.36 Namun ada satu argumen lain terkait mengapa klub Jerman
begitu merespon baik kebijakan Bossman ini. Argumen tersebut mengacu pada situasi sosialpolitik khususnya di Jerman setelah reunifikasi jerman.

Baik DFB dan pemangku

kepentingan sepak bola di Jerman dipengaruhi dan terkesan dengan perubahan politik yang
dramatis di Eropa khususnya bagaiman benua Eropa ini seperti bisa bersatu lagi pasca
bersatunya Jerman dan runtuhnya Uni Soviet. Alhasil, mereka tidak ingin mendirikan dinding
baru atau penghambat integrasi Eropa, khususnya dengan asosiasi-asosiasi sepak bola di
Eropa Tengah dan Timur, yang memiliki hubungan kuat dengan DFB.37

4. Sepak Bola Eropa masa kini
Sepak Bola di Eropa sekarang ini semakin berkembang sebagai sebuah industry sepak bola
terbesar di dunia. Perputaran uang yang dihasilkan dalam bidang sepak bola. Meskipun
begitu sepak bola tetap menjadi alat integrasi Eropa yang terus berjalan hingga saat ini. Hal
ini dikemukakan oleh Michel Platini selaku presiden UEFA pada pertemuan tingkat Parlemen
Council of Europe di kota Strasbourg. Dalam pertemuan tersebut ia mengemukakan bahwa :
European sport has always been a powerful catalyst for social and cultural integration.
Millions of children from all parts of the world have become and continue to become
European by kicking a ball around a muddy pitch in our towns or countryside before going
to school. Grassroots sport is an extraordinary catalyst for ethnic intermixing and
integration. Football in particular is a welcoming, protecting and integrating sport.38
Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa sepak bola di Eropa menjadi bidang yang kuat
pengaruhnya dalam proses integrasi sosial dan budaya di Eropa. Melalui sepak bola juga lah
masyarakat Eropa bisa hidup berdampingan dan bisa mempersatukan berbagai etnis yang ada
di Eropa.

36 Alexander Brand & Arne Niemann, “Europeanisation in the Societal/Trans-National Realm:
What European Integration Studies Can Get Out Of Analysing Football” (Journal of
Contemporary European Research, Vol. 3, No. 3, 2007), hlm. 188.
37 Alan Tomlinson dan Christoper Young, op.cit., hlm. 129.
38 Teresa Kuchler, euobserver, 25 January 2008. Football good for European integration,
says Platini, https://euobserver.com/news/25535 (diakses 21 Desember 2015)

Sebagai bukti nyatanya, baru-baru ini disaat terjadi insiden terorisme di Paris pada tanggal 14
November 2015, semua komunitas sepak bola di Eropa menunjukkan solidaritas atas apa
yang terjadi di Paris. Negara-negara Eropa yang diwaktu bersamaan sedang melakukan
pertandingan persahabatan memberikan penghormatan kepada korban tragedi Paris dengan
menyanyikan lagu kebangsaan Prancis di setiap pertandingan yang dilakoni oleh negaranegara Eropa. Selain itu klub-klub sepak bola Eropa seperti Manchester United, AC Milan,
FC Barcelona serta para pemain sepak bola dari Eropa seperti Rooney, Beckham,
Ibrahimovic dll mengucapkan rasa berbela sungkawanya atas tragedi Paris 39
Lantas, bagaimana dengan perkembangan 3 pilar integrasi Eropa melalui sepak bola yaitu
UEFA, European Cup dan European Champions Cup ? UEFA terus berkembang menjadi
organisasi sepak bola regional yang semakin maju dan terbuka akan upaya untuk integrasi
Eropa. Sampai saat ini, dari total 54 negara anggota UEFA, 30 diantaranya bahkan sudah
bergabung dengan Uni Eropa.40 European Cup menjadi kompetisi 4 tahunan bagi negaranegara di Eropa dan European Champions Cup (UEFA Champions League) sebagai
kompetisi rutin tiap tahun bagi klub-klub sepak bola di Eropa terus menumbuhkan semangat
persatuan Eropa melalui sepak bola.

5. Kesimpulan
Sepak bola sebagai bagian dari kebudayaan Eropa ternyata berhasil menjadi alat untuk
mengintegrasikan Eropa. Meskipun berada dibawah bayang-bayang integrasi lewat jalur
politik ataupun ekonomi, integrasi lewat sepak bola dapat dikatakan lebih mampu untuk
mengintegrasikan eropa. Dalam upaya pengintegrasian tersebut, terdapat 3 pilar utama
integrasi Eropa melalui sepak bola yaitu UEFA, European Cup dan European Champions
Cup. 3 pilar tersebut secara beriringan berhasil memperkuat rasa persatuan di antara
masyarakat Eropa, meskipun mereka berbeda bahas, budaya, etnis, ras, dll.

39 Taufik Bagus, Goal, 14 November 2015, http://www.goal.com/id-ID/news/5439/uji-cobainternasional/2015/11/14/17314072/tragedi-paris-komunitas-sepakbola-berduka (diakses 22
Desember 2015)
40 Borja García, “UEFA and the European Union: From Confrontation to Cooperation” (Journal
of Contemporary European Research, Vol. 3, No. 3, 2007), hlm. 204.

-

Daftar Pustaka

Buku :
1. Farnsworth, Keith. Sheffield Football : A History – Volume 1 1857–1961. London:
The Hallamshire Press, 1995.
2. Ferguson, Alex Alex Ferguson My Autobiography Great Britain: Hodder &
Stoughton, 2013.
3. Godsell, Andrew. Europe United: A History of the European Cup/Champions League.
London: Sportsbook Ltd., 2005.
4. Harvey, Adrian. Football, the First Hundred Years: The Untold Story of the People's
Game. London: Routledge Taylor & Francis Group, 2005.
5. Lanfranchi, Pierre, dan Matthew Taylor. Moving with the Ball The Migration of
Professional Footballers. New York: Berg, 2001.
6. Law, Denis, dan Bob Harris. The King : Denis Law The Autobiography London:
Bantam Press, 2003.
7. McArdle, David. From Boot Money to Bossman : Football,Society and the Law. Great
Britain: Cavendish Publishing Limited, 2000.
8. Tomlinson, Alan, dan Christoper Young. German Football History,Culture,Society.
London: Routledge Taylor & Francis Group, 2006.

Jurnal :
1. Brand, A. and Niemann, A. ‘Europeanisation in the Societal/Trans-National Realm:
What European Integration Studies Can Get Out Of Analysing Football’, Journal of
Contemporary European Research, Vol. 3, No. 3, 2007.
2. García, B. ‘UEFA and the European Union: From Confrontation to Cooperation’,
Journal of Contemporary European Research, Vol. 3, No. 3, 2007.

Internet :

1. Teresa Kuchler, euobserver, 25 January 2008.

Football good for European

integration, says Platini, https://euobserver.com/news/25535
2. Anonym, The Economist, 29 May 2003, How football

unites

Europe.

http://www.economist.com/node/1812285
3. Antonio Missiroli, European Union Institute for Security Studies, 1 March 2002.
European football cultures and their integration : the ‘short’ Twentieth Century,
http://www.iss.europa.eu/publications/detail/article/european-football-cultures-andtheir-integration-theshort-twentieth-century/
4. Ian Flannigan, twohundredpercent, 24 January 2012, European Championship Stories
: 1960 – Cold War Football, http://twohundredpercent.net/?p=17229
5. Taufik Bagus, Goal, 14 November 2015, http://www.goal.com/id-ID/news/5439/uji-

coba-internasional/2015/11/14/17314072/tragedi-paris-komunitas-sepakbola-berduka
6. Wikipedia,
European Cup and UEFA Champions League History,
https://en.wikipedia.org/wiki/European_Cup_and_UEFA_Champions_League_histor
y
7. UEFA,

UEFA

European

Cup

http://www.uefa.com/uefaeuro/history/background/origins/index.html
8. Wikipedia, CONMEBOL, https://en.wikipedia.org/wiki/CONMEBOL
9. Wikipedia, Henri Delaunay, https://en.wikipedia.org/wiki/Henri_Delaunay
10. Wikipedia, History of FIFA https://en.wikipedia.org/wiki/History_of_FIFA

Origin