Media Massa Kapital Dan Politik Ruang Pu

Media Massa, Kapital Dan Politik Ruang Publik
Written by Administrator
Friday, 16 March 2012 00:00 - Last Updated Tuesday, 21 August 2012 19:47

Oleh: Masni
Berbagai informasi berkaitan dengan dinamika politik dan hukum di Indonesia sangat mudah
ditemui, terutama di dua chanel utama stasiun televisi, Metro TV dan TV one. Kedua media ini
cukup menyita perhatian publik dalam menyajikan berita dan tayangan yang kritis, interogatif,
dan sedikit provokatif terkait masalah korupsi, persaingan antar partai, ataupun kelemahan
negara. Terlepas dari kondisi perpolitikan yang memang memprihatinkan, tercium adanya
aroma kepentingan dibalik setting media tersebut. Pasalnya, kedua media ini dikuasai oleh
pemilik kapital yang juga berebut pengaruh publik. Media lebih memilih meniupkan isu yang
menguntungkan satu pihak, pemilik kapital, dibandingkan harus menegakkan wacana
demokrasi. Lalu, jika sudah demikian jadinya, Siapakah yang harus dipersalahkan? Apakah ini
sepenuhnya kesalahan media atau ada hal lain yang perlu dikritisi, seperti masyarakat dan
kebijakan?. Melalui forum Corner Klub MKP (MCKM), selasa, 13 Maret 2012, Ana Nadya
Abrar, mencoba menjawab hal tersebut dengan mengupas Media, Kapital dan Politik ruang
publik.

Media Massa: Alat Politik atau Ruang Publik?
Media massa memiliki peran penting bagi negara dan masyarakat. Kehadiran media ditengah

relasi keduanya dapat menciptakan keseimbangan dengan adanya sharing informasi dan
aspirasi. Dalam posisi ini, media menjadi ruang yang potensial dalam menegakkan demokrasi.
Namun kadang kala media cenderung digunakan sebagai alat politik, sebagaimana yang terjadi
di Indonesia saat ini.

1/5

Media Massa, Kapital Dan Politik Ruang Publik
Written by Administrator
Friday, 16 March 2012 00:00 - Last Updated Tuesday, 21 August 2012 19:47

Sebenarnya sudah sejak dulu media massa telah menjadi alat untuk menyalurkan aspirasi
politik. Dari zaman demokrasi liberal dan orde baru fenomena politik pada media nampak
dengan diwadahi oleh kebijakan. Tidak kalah dengan itu, di era reformasi, dimana media
diharapkan menjadi ruang publik, pun tidak luput dari adanya desain politik yang bermain atas
media tersebut. Media menjadi tempat yang paling ampuh untuk menggalang kekuatan bagi
pemiliknya, yang tidak lain adalah aktor atau pesaing-pesaing di arena politik. Sangat jelas
berbagai tayangan TV One ataupun Metro TV misalnya, mengandung unsur-unsur politik yang
mewarnai isu-isu media yang diangkatnya. Alhasil, media tidak lagi bebas nilai atau telah
terkooptasi oleh adanya kepentingan tertentu dari pemilik media.


Media sebagai alat politik lumrah terjadi justru pada negara yang menganut paham demokrasi.
Namun hal yang penting dicermati adalah demokrasi tidak hanya dimaknai secara minimal,
seperti saat pemilihan wakil-wakil rakyat (pemilu). Dalam argumen Bang Abrar untuk lebih
mengakrabkan pemantik demokrasi yang lebih luas, menempatkan media sebagai ruang
publik untuk menyalurkan aspirasi rakyat. Disamping, juga berperan sebagai ruang
mempertanggungjawabkan amanah rakyat oleh perwakilan rakyat. Jadi instrumentasi politik
yang diperankan media, telah membuat media menjadi aktor politik lain yang memiliki
keberpihakan, tergantung pada nilai yang diusungnya, "berpihak pada rakyat atau kepentingan
tertentu". Meskipun demikian, media seharusnya dapat membuka ruang bagi masyarakat untuk
memberikan masukan dan kritik bagi keberlangsungan demokrasi.

Media massa dalam bentuk televisi, adalah ruang publik yang telah diatur oleh negara dalam

2/5

Media Massa, Kapital Dan Politik Ruang Publik
Written by Administrator
Friday, 16 March 2012 00:00 - Last Updated Tuesday, 21 August 2012 19:47


konstitusi. Seperti yang digambarkan oleh Bang Abrar bahwa media televisi menggunakan
basis material udara dan gelombang elektromagnetis untuk menjalankan misinya. Sementara
udara dan frekuensinya berkaitan dengan hajat hidup orang banyak yang diatur negara.
Dengan alasan ini, media televisi seharusnya terbebas dari dominasi pihak tertentu dalam
penggunaannya sebagai ruang publik. Dapat dilihat kondisi media televisi di Indonesia justru
terjadi sebaliknya. Media televisi didominasi oleh pihak tertentu yang mampu memberi
akomodasi materil yang besar untuk mengambil durasi waktu yang lebih lama. Baik pada
televisi Lokal maupun televisi nasional, gejala ini seolah berlangsung tanpa ada kritik, adanya
pelanggaran terkait penyimpangan ruang publik. Padahal mekanisme ini telah melanggar
kepentingan publik dalam memanfaatkan ruang publik secara adil.

"Media lebih penting mewacanakan apa yang menjadi keinginan pemilik media (modal),
daripada menjadi ruang publik yang netral. Politik ruang publik tersebut berlangsung
didukung oleh kekuatan modal dan kekuatan politik sehingga tidak ada yang berani
melontarkan kritikan"

Saat ini sudah sangat jarang televisi menyiarkan hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak politik
warga negara, atau yang mampu mengarusutamakan demokrasi melalui media. Yang marak
bermunculan di media justru wacana-wacana yang saling kontroversi yang membingungkan
publik, bahkan menciptakan "pembodohan publik". Media lebih penting mewacanakan apa yang

menjadi keinginan pemilik media (modal), daripada menjadi ruang publik yang netral. Politik
ruang publik tersebut berlangsung didukung oleh kekuatan modal dan kekuatan politik sehingga
tidak ada yang berani melontarkan kritikan. Lalu hal ini kemudian bertambah parah dengan
kurangnya sensitifitas kultural masyarakat dalam menanggapi dinamika politik media yang
sedang berlangsung. Jika demikian, masih patutkah media sepenuhnya dipersalahkan?

Eksistensi Media dan Kebebasan Pers
Bang Abrar mengatakan, pers tidak hidup dalam ruang hampa. Dia hidup tergantung kebutuhan
masyarakat akan informasi, sehingga untuk tetap survive media harus berusaha
mengakomodasi kebutuhan publik. Jadi yang menentukan eksisnya media adalah masyarakat.
Lalu yang menjadi persoalan kemudian, jika kebutuhan publik adalah informasi yang bersifat
sensasional belaka. Informasi yang tidak berbasis kesadaran politik warga negara tentang apa
yang menjadi hak dan kebutuhan untuk menegakkan demokrasi. Maka sudah dapat dipastikan

3/5

Media Massa, Kapital Dan Politik Ruang Publik
Written by Administrator
Friday, 16 March 2012 00:00 - Last Updated Tuesday, 21 August 2012 19:47


kehadiran media tidak memiliki substansi demokratis seperti yang dibicarakan sebelumnya.
Meskipun begitu hal ini masih perlu dikritisi lagi, sebab media yang sudah mengadopsi filosofi
neoliberal dapat dengan mudah menciptakan kebutuhan masyarakat akan suatu informasi.
Mereka mereproduksi hal-hal baru untuk dikonsumsi masyarakat sebagai sebuah kebutuhan
informasi. Disinilah letak kebebasan pers yang disinyalir sebagai bagian dari demokrasi.

"..media tumbuh dalam sistem sosial yang disepakati bersama. Bagaimanapun upaya
menciptakan kebebasan pers jika sistem yang berlaku otoriter, pers tetap akan menjadi
otoriter. Demikian sebaliknya sistem liberal menciptakan pers yang liberal"

Meskipun demikian media tumbuh dalam sistem sosial yang disepakati bersama.
Bagaimanapun upaya menciptakan kebebasan pers jika sistem yang berlaku otoriter, pers tetap
akan menjadi otoriter. Demikian sebaliknya sistem liberal menciptakan pers yang liberal.
Kebebasan pers ditentukan oleh sistem sosial yang akan menentukan bentuknya. Uniknya di
Indonesia, kebebasan pers tidak selaras dengan iklim sistem sosial. Saat liberalisasi pers
terjadi, kontroversi seringkali muncul terkait produk-produk pers yang dihasilkan. Hadirnya
media yang mengandung nilai-nilai tertentu, terkadang bertentangan dengan moralitas sosial
atau prinsip-prinsip yang berkembang di masyarakat sehingga benturan pun rawan terjadi
seperti kontroversi majalah 'Play Boy' beberapa waktu lalu yang berujung pada dihentikannya
penerbitan majalah tersebut dan orang-orangnya berakhir di penjara.


Persoalan media di Indonesia memang semakin liberal. Sinyal positif yang diperoleh dari
liberalisasi tersebut adalah kebebasan ber-ekspresi tanpa adanya tekanan. Tetapi negatifnya,
kebebasan tersebut tidak dapat menjamin terbentuknya kognisi publik yang lebih baik. Karena
berbagai pemberitaan yang dikonsumsi publik, tidak tersaring positif maupun negatifnya.
Kekacauan liberalisasi media di Indonesia terutama karena tidak adanya sebuah regulasi yang
jelas. Dan akibatnya, publik diperhadapkan pada kesimpang siuran akibat bahasa media yang
telah terdegradasi.

Mempertanyakan Kesiapan Publik

4/5

Media Massa, Kapital Dan Politik Ruang Publik
Written by Administrator
Friday, 16 March 2012 00:00 - Last Updated Tuesday, 21 August 2012 19:47

Dari
kebebasan
berbeda.

Yakni,
kembali
atau
alur
falsafah
Apakah
kesiapan
tersebut
Sehingga
atau
yang
menempatkan
liberalisasi
muncul
untuk
dianut
perlu
menerima
dilakukan
kesangsian

bersama.
pers.
media
Masyarakat
liberalisasi
penelusuran
sebagai
Bang
Abrar
alat
terkesan
media
kembali
politik
akan
atau
sulit
kesiapan
atau
terkait

kebebasan
menerima
ruang
dua
masyarakat
publik"?.
hal
pers
berbagai
yang
sebagai
Dan
telah
dengan
pendapat
menelusuri
diulas.
paradigma
yang
"Banyak

satupun
menyimpang
publik
rasanya
aksi
orang
yang
dari
perlu
dengan
substansinya
dilakukannya
dipertanyakan
suara
lantang
sebagai
untuk
kembali"
berteriak
mengubah

ruang
publik.
mengkritik
media,
Jika
yang
media,
demikian
dalam
tetapi
jadinya,
penilaiannya
tidak
kesiapan
ada
telah
Menjawab
internal
menjawab
media.
menjadi
adalah
pertanyaan
menegakkan
lain,
orang
dilakukannya
substansinya
dipertanyakan
saat
sudahkah
yang
dengan
Masyarakat
menentukan
masyarakat,
basis
sama
kedua
lebih
berikutnya
demokrasi
untuk
sebagai
dari
suara
kembali.
peran
dulu
masyarakat
hal
gerakannya.
dalam
mengubah
peran
lantang
sebelum
apa
tersebut,
kita
ruang
yang
Sangat
pada
yang
dilaksanakan
konteks
yang
perlu
publik.
telah
berteriak
mengurus
media,
maka
dikehendaki
media,
naif
Jika
harus
dikritisi
menikmati
civil
Jika
ketika
demokrasi
yang
seperti
mengkritik
yang
dilaksanakannya.
society
dalam
demikian
hal-hal
adalah
media
perlu
sebelum
dalam
yang
produk
mendukung
perlu
adalah
diluruskan
yang
apakah
media,
sepenuhnya
jadinya,
telah
penilaiannya
menentukan
media
menjadi
bersifat
pilihannya,
dirancang
tetapi
Dengan
sudah
kesiapan
media
terlebih
yang
pengendali
eksternal.
dipersalahkan,
tidak
pernah
telah
dinilainya
mengambil
menjadi
agenda
maka
sebelumnya?.
dahulu
ada
publik
menyimpang
kita
Masyarakat
langkah
satupun
terhadap
setting
ruang
adalah
rasanya
negatif.
terlibat
peran
padahal
publik?
selanjutnya
yang
aksi
Dengan
problem
eksistensi
dalam
dari
tersebut,
perlu
perlu
yang
pada
akan
Banyak
kata
Membongkar
Kebijakan
Media
kepentingan
Media
peran
di
Penyiaran,
masyarakat.
pembuat
hidup
sudah
dalam
politik
Regulasi
kebijakan
sepatutnya
tertentu.
fungsi
media
yang
sosial
Agar
diamandemen
yang
responsif
dan
media
sudah
ekonomi.
dapat
dan
tidak
untuk
sensitif
kembali
Mengatur
relevan
mereformasi
dalam
ke
kedua
,rumusan
habitatnya
yakni,
kaitannya
fungsi
media
UU
No.32/2002
sebagai
dengan
tersebut
yang
sudah
ruang
eksistensi
diperlukan
tentang
dijangkiti
publik.
media
"UU
perlindungan
pasal-pasalnya.
memberi
Pers
kesempatan
yang
kepada
terbit
Secara
pada
masyarakat
kepada
substansial,
tahun
media
1999
atas
UU
untuk
ini
dampak
Pers
tidak
melaksanakan
No.40/1999
satupun
negatif
media
menyebutkan
hanya
profesionalismenya"
massa
memuat
dalam
adanya
rumusan
yang
Demikian
ulang.
perlindungan
Secara
kepada
dalam
berkreasi
pandangan
Sebab
substansial,
pula
kepada
UU
untuk
halnya
menciptakan
Pers
Bang
UU
melaksanakan
masyarakat
dengan
yang
Pers
Abrar,
terbit
No.40/1999
opini
kebijakan
sudah
atas
pada
publik
profesionalismenya.
'expired',
dampak
tahun
yang
hanya
yang
mengatur
1999
bias
negatif
sudah
memuat
ini
kepentingan.
harus
tidak
media
tentang
Atau
satupun
diganti
massa
media
Pers,
Kebijakan
yang
dan
menyebutkan
diberi
dalam
sudah
memberi
diperbaharui.
kebebasan
pasal-pasalnya.
media
seharusnya
kesempatan
adanya
sedemikian
utuh
dikaji
Media
dalam
Cengkraman
Kapitalis
Media
Jika
sangat
kepentingan
demi
seorang
tidak
Alhasil,
misinya.
kemudian
netral,
keberlangsungan
di
sulit
media
jurnalis,
Indonesia
untuk
lebih
pemiliknya
secara
Surya
Hutabarak
senang
ditepis.
hidup
Palo
praktis
medianya.
bekerja.
dalam
meminta
Misi
atau
yang
akan
demokrasi
Bakrie
kondisi
Media
mengemukakan
Seperti
mengakomodasi
nasehat
membeli
bahkan
lemahnya
harus
cerita
kepada
lebih
televisi
berhadapan
pemantik
keresahannya
kebijakan
pemilik
saran
menyukai
dan
ketika
dari
modal
menjadikannya
dengan
dan
pemilik
dikuasai
berdiskusi
rendahnya
terhadap
terkait
liberalisasi
modal
oleh
pemberitaannya.
news
dengan
alat
kepedulian
dengan
pemilik
politik,
media
room
salah
kapital,
segala
yang
dimana
menjadi
publik.
"..news
terkait
pemilik
pemberitaannya.
modal
room
yang
dengan
tidak
segala
Alhasil,
netral,
misinya."
lebih
media
senang
secara
meminta
praktis
akan
nasehat
mengakomodasi
kepada
pemilik
saran
modal
dari
Parahnya,
berdampak
menanggapi
acara
sehingga
mengantisipasi
suatu
kewenangan
pelecehan
"Empat
acara
Komisi
"negatif"
dengan
atas
Mata"
dengan
tersebut
atas
Penyiaran
hal
mendapat
pada
mempolitisir
itu.
peran
mengubah
harus
publik.
KPI
Indonesia
dihentikan,
teguran
yang
Kalaupun
setting
nama
tidak
(KPI)
dari
acara
acara
media
mampu
KPI
pun
yang
itu
mengeluarkan
karena
yang
tidak
menjadi
menekan
dibuatnya.
menyiarkannya
berdaya
dianggap
"Bukan
media,
teguran,
mengawasi
Satu
melakukan
Empat
meskipun
contoh
kemudian
awak
Mata".
news
konkrit,
pelanggaran
media
memiliki
Sungguh
yang
ketika
hanya
Pemilik
diproduksi
sudah
era
agenda
dimana
merupakan
modal
media
media.
filosofi
memang
yang
Jadi,
rekayasa
neoliberal
mereproduksi
sadar
telah
media,
seperti
berhasil
atau,
berita
tidak
yang
sekarang
menguasai
dan
khalayak
relatif
menjadikannya
ini,
mengakomodasi
media.
kebutuhan
telah
mengkonsumsi
Termasuk
kebutuhan
masyarakat
kepentingan
merekonstruksi
berita
publik.
menjadi
pemilik
yang
kabur
tidak
berita
modal.
oleh
lain
yang
Di
Mencari
Alternatif

Tidak
mengantisipasi
untuk
Dalam
publik,
harus
penyiaran
ada
mengambil
bergerak
hal
sambil
atau
jalan
ini
kaum
mengambil
menonton
liberalisasi
untuk
lain
peran
intelektual
bagi
mentransformasikan
dalam
pemerhati
peran
siaran
media
berkewajiban
mengendalikan
dalam
tertentu.
yang
media
tidak
mengupayakan
kecuali
media
terbendung.
mewacanakan
media
menjadi
mencoba
yang
reformasi
Masyarakat
lebih
sudah
substansi
mencari
baik.
media.
tidak
alternatif
Bukan
perlu
media
berpihak
Kuasa
diberi
dengan
sebagai
dalam
moral
pada
penyadaran
melarang
ruang
publik
publik.
demikian
Dari
wartawan
hanya
sebenarnya,
akan
peserta
sisi
mudah
sekedar
pelaku
sama
solid
atau
jika
bertoleransi
MCKM
awak
sebagai
dengan
pers
seorang
sendiri,
media
menurunkan
pekerja
bahwa
dengan
jurnalis
hanya
perlu
profesi
pers,
menekuni
job
pula
'manut'
derajat
yang
seperti
dilakukan
pers
dan
menyimpang
pekerjaan
perlu
mereka
buruh
melaksanakan
instrospeksi.
diluruskan
yang
menjadi
secara
dari
bekerja
kode
kembali.
sekedar
professional,
job,
Meminjam
sesuai
etik
maka
Jika
buruh
jurnalistik.
perintah.
mereka
analisis
para
maka
media
jurnalis,
tidak
Sebab
mereka
Namun
Bang
belaka.
lebih
Robby
hal
tidak
Kuasa
mentransformasikan
yang
mengintegrasikan
Indonesia
dengan
ditanamkannya
tetap
media
memastikan
opini
media
yang
terbatas
kembali
dan
atas
alternatif
akomodatif
slogan
mekanismenya
publik
pada
dengan
equality
pada
yang
memang
kapasitas
yang
publik.
dalam
melalui
segala
benar-benar
dapat
diciptakannya.
dengan
Namun
menciptakan
kian
logika-logika
media
proses
mengakomodasi
menggila
sendiri,
optimisme
tersedia.
cara-cara
deliberasi.
demokrasi,
ekonomi
dengan
apakah
Yakni
cyber
masih
hal
Deliberasi
tersebut.
paradigma
politik.
memastikan
akan
yang
atau
dapat
mampu
lebih
Saat
malah
yang
dibangun
Dan
'opinikrasi
objektif.
ini
dimaksudkan
partisipasi
me-mini-kan
media
menjadi
cyber
dengan
Meskipun
sendiri
space
dan
miniatur
yang
mediakrasi
adalah
mencoba
Indonesia
dapat
objektif,
begitu
Setelah
kebijakan
mengatur
menjadi
suka
tengah
tidak
kepentingan
terbangunnya
kewajiban
media,
media
suka,
media
agar
tetapi
semua
kita
dapat
paradigma
hidup
mampu
bersama.
pihak
lebih
dan
melindungi
untuk
terkendali.
alternatif
bahkan
mengemban
menentukan
tersebut,
masyarakat
Artinya,
amanah
langkah
kebijakan
iklim
dari
pengaruh
sosial,
tersebut,
berikutnya
diharapkan
politik
karena
buruk
adalah
dan
tidak
media.
mau
ekonomi
merubah
sekedar
tidak
Adalah
di
mau,

5/5