Analisis Perencanaan Obat di RSUD Sultan Sulaiman Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2017

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian
integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan
pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.
Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dinyatakan
bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Untuk menjalankan tugasnya, maka rumah

sakit mempunyai fungsi :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis;

Universitas Sumatera Utara

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
dan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 56 Tahun 2014,
dijelaskan bahwa berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit
dikategorikan dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit
umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

Sedangkan rumah sakit khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang
atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ,
jenis penyakit atau kekhususan lainnya. Rumah sakit juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan yang terdiri atas rumah sakit
umum kelas A, kelas B, kelas C dan kelas D. Adapun klasifikasi rumah sakit
umum adalah sebagai berikut :
1. Rumah Sakit Umum kelas A
Rumah sakit umum kelas A yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar yaitu :
pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi; 5
(lima) pelayanan medik spesialis penunjang yaitu : pelayanan anestesiologi,
radiologi, patologi klinik, patologi anatomi dan rehabilitasi medik; 12 (dua belas)

Universitas Sumatera Utara

pelayanan medik spesialis lain yaitu : pelayanan mata, telinga hidung
tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran
jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran
forensik; 16 (enam belas) pelayanan medik sub spesialis yaitu : pelayanan
subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetri

dan ginekologi, mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh
darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,
bedah plastik, serta gigi dan mulut; dan 7 (tujuh) pelayanan medik spesialis gigi
dan mulut yaitu : pelayanan bedah mulut, konservasi/endodonsi, periodonti,
orthodonti, prosthodonti, pedodonsi dan penyakit mulut.
2. Rumah Sakit Umum kelas B
Rumah Sakit Umum kelas B yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar yaitu :
pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi; 5
(lima) pelayanan medik spesialis penunjang yaitu : pelayanan anestesiologi,
radiologi, patologi klinik, patologi anatomi dan rehabilitasi medik; paling sedikit 8
(delapan) pelayanan dari 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain yaitu :
pelayanan mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah,
kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah
plastik dan kedokteran forensik; paling sedikit 2 (dua) pelayanan subspesialis dari
4 (empat) subspesialis dasar yaitu : pelayanan subspesialis di bidang spesialisasi
bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, serta obstetri dan ginekologi; dan paling

Universitas Sumatera Utara


sedikit 3 (tiga) pelayanan medik spesialis gigi dan mulut yaitu : pelayanan bedah
mulut, konservasi/endodonsi dan orthodonti.
3. Rumah Sakit Umum kelas C
Rumah Sakit Umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik umum yaitu :
pelayanan medik dasar, medik gigi mulut, kesehatan ibu dan anak, dan keluarga
berencana; 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar yaitu : pelayanan penyakit
dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi; 3 (tiga) pelayanan medik
spesialis penunjang yaitu : pelayanan anestesiologi, radiologi dan patologi klinik;
dan paling sedikit 1 (satu) pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.
4. Rumah Sakit Umum kelas D
Rumah Sakit Umum kelas D yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik umum yaitu :
pelayanan medik dasar, medik gigi mulut, kesehatan ibu dan anak, dan keluarga
berencana; paling sedikit 2 (dua) dari 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar
yaitu : pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi;
dan 2 (dua) pelayanan medik spesialis penunjang yaitu : pelayanan radiologi dan
laboratorium.
2.2


Instalasi Farmasi Rumah Sakit

2.2.1

Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009, dinyatakan bahwa instalasi farmasi

adalah

bagian

dari

rumah

sakit

yang

bertugas


menyelenggarakan,

Universitas Sumatera Utara

mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi
serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di rumah sakit.
Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) juga dapat didefinisikan sebagai suatu
departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit dibawah pimpinan seorang
apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional,
tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggungjawab atas seluruh
pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna,
mencakup

perencanaan;

pengadaan;

produksi;


penyimpanan

perbekalan

kesehatan/sediaan farmasi; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita
rawat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu; dan pengendalian distribusi dan
penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit; pelayanan farmasi
klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung pada penderita dan
pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan.
(Siregar dan Amalia, 2004)
2.2.2 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 58 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, tugas IFRS, meliputi :
1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai
prosedur dan etik profesi;
2. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;


Universitas Sumatera Utara

3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek
terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko;
4. Melaksanakan

Komunikasi,

Edukasi

dan

Informasi

(KIE)

serta

memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;

5. Berperan aktif dalam Komite Farmasi dan Terapi (KFT);
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan
kefarmasian;
7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit.
Fungsi IFRS, adalah sebagai berikut :
1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
a. Memilih sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit;
b. Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai secara efektif, efisien dan optimal;
c. Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai
ketentuan yang berlaku;
d. Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit;
e. Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku;

Universitas Sumatera Utara


f. Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian;
g. Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit;
h. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu;
i. Melaksanakan pelayanan obat “unit dose” / dosis sehari;
j. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan,

dan

bahan

medis

habis

pakai


(apabila

sudah

memungkinkan);
k. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait
dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;
l. Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang sudah tidak dapat
digunakan;
m. Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai;
n. Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai.
2. Pelayanan farmasi klinik
a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat;
b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat;
c. Melaksanakan rekonsiliasi obat;

Universitas Sumatera Utara

d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik berdasarkan
resep maupun obat non resep kepada pasien/keluarga pasien;
e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait
dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;
f. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain;
g. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya;
h. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO) : Pemantauan Efek
Terapi Obat; Pemantauan Efek Samping Obat; Pemantauan Kadar
Obat dalam Darah (PKOD)
i. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. Melaksanakan dispensing sediaan steril : melakukan pencampuran
obat suntik; menyiapkan nutrisi parenteral; melaksanakan penanganan
sediaan sitotoksik; melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril
yang tidak stabil;
k. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga
kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar rumah
sakit;
l. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).
2.2.3

Struktur Organisasi
IFRS harus memiliki suatu organisasi yang pasti dan sesuai dengan

kebutuhan sekarang dan kebutuhan mengakomodasi perkembangan di masa
depan, dan mengikuti visi yang telah ditetapkan pimpinan rumah sakit dan para
apoteker rumah sakit. Suatu struktur organisasi IFRS terdiri atas penetapan

Universitas Sumatera Utara

pekerjaan yang dilakukan beserta tanggung jawab dan hubungan hierarki untuk
melaksanakan pekerjaan itu (Siregar dan Amalia, 2004).
Struktur organisasi tersebut harus menggambarkan uraian tugas, fungsi,
dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar
pelayanan kefarmasian yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Struktur
organisasi IFRS minimal terdiri dari kepala instalasi, administrasi, pengelolaan
perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu (Permenkes
RI No. 58 Tahun 2014).
2.2.4 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (SDM) di instalasi farmasi sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit, yaitu apoteker, tenaga teknis kefarmasian dan petugas penunjang
lain agar tercapai sasaran dan tujuan instalasi farmasi. Uraian tugas tertulis dari
masing-masing staf instalasi farmasi harus ada dan sebaiknya dilakukan
peninjauan kembali paling sedikit setiap 3 tahun sesuai kebijakan dan prosedur di
instalasi farmasi rumah sakit.
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM instalasi farmasi
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari apoteker yaitu sarjana farmasi
yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker. Dan tenaga kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker
dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi,

Universitas Sumatera Utara

ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi/asisten
apoteker.
2. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari operator komputer/teknisi yang
memahami kefarmasian, tenaga administrasi, dan pekarya/pembantu
pelaksana.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 58 Tahun 2014 juga
dijelaskan bahwa instalasi farmasi dipimpin oleh seorang apoteker sebagai
penanggung jawab seluruh pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kepala instalasi
farmasi rumah sakit diutamakan yang telah memiliki pengalaman bekerja di
instalasi farmasi rumah sakit minimal 3 tahun. Pada pelayanan kefarmasian di
rawat inap, penghitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja idealnya
dengan rasio 1 apoteker untuk 30 pasien. Sedangkan pada pelayanan kefarmasian
di rawat jalan, idealnya 1 apoteker untuk 50 pasien. Selain itu, diperlukan juga
masing-masing 1 orang apoteker untuk kegiatan pelayanan kefarmasian di ruang
tertentu, yaitu unit gawat darurat, Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac
Care Unit (ICCU)/Neonatus Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric Intensive Care
Unit (PICU), dan pelayanan informasi obat.
Pihak-pihak yang mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap
pelaksanaan kegiatan instalasi farmasi di rumah sakit adalah (Febriawati, 2013) :
1. Direktur rumah sakit
Direktur adalah orang yang wajib tahu tentang perkembangan dan keadaan
obat maupun stok obat. Direktur pula yang harus memastikan bahwa formularium
obat telah dijalankan dengan benar oleh para tenaga medis. Adanya

Universitas Sumatera Utara

penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan bukan kesalahan
direktur, namun pada akhirnya akan menjadi tanggung jawab direktur jika
penyimpangan ini terus dibiarkan. Direktur harus bisa menjalankan fungsi
monitoring, sebagai pengawas dan evaluasi.
2. Kepala instalasi farmasi rumah sakit
Kepala instalasi farmasi adalah orang yang paling berhak dan pertama kali
tahu mengenai stok dan kebutuhan obat-obatan di rumah sakit. Tugas dari kepala
instalasi farmasi adalah merencanakan pemesanan, menghitung kebutuhan,
melaporkan pemakaian rumah sakit. Namun, kepala instalasi farmasi bukan yang
bertanggung jawab atas pembelian obat-obatan di rumah sakit. Hal ini sangat
penting dalam menjaga keadilan, transparansi dan mencegah terjadinya
kesepakatan tersembunyi antara kepala instalasi farmasi dan perusahaan obat.
3. Bagian logistik rumah sakit
Bagian logistik adalah bagian yang bertugas untuk membeli obat dan
menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan dan yang direkomendasikan oleh
kepala instalasi farmasi. Semua pembelian obat-obatan dalam jumlah besar atau
jumlah tertentu harus melalui logistik sehingga memudahkan pendataan,
penghitungan pembiayaan dan pelaporan keuangan.
4. Instalasi penerimaan dan pengadaan barang di rumah sakit
Instalasi penerimaan dan pengadaan barang mempunyai tugas melakukan
penerimaan dan penyimpanan perbekalan farmasi yang sudah dibeli oleh bagian
logistik. Petugas gudang akan menghitung dan mencocokkan jumlah obat-obatan
yang diterima dengan jumlah pesanan. Obat-obatan akan disimpan di dalam

Universitas Sumatera Utara

gudang dan dikeluarkan sesuai dengan permintaan kepala instalasi farmasi.
Kepala instalasi penerimaan dan pengadaan barang harus sesering mungkin
memberikan laporan kepada kepala instalasi farmasi, dengan tujuan agar kepala
instalasi farmasi bisa merencanakan pembelian obat-obatan berikutnya.
5. Petugas gudang dan apoteker rumah sakit
Petugas gudang dan apoteker adalah orang yang bersentuhan langsung
dengan produk atau obat-obatan yang dijual. Pekerjaan ini adalah pekerjaan yang
paling rentan dan paling sering disalahkan apabila ada stok atau obat-obatan yang
hilang. Sebab itu, ada baiknya orang yang bekerja di profesi ini harus orang yang
jujur dan melakukan pelaporan setiap saat kepada atasannya. Petugas gudang
melaporkan setiap kegiatannya maupun kehilangan obat kepada kepala instalasi
pengadaan barang, dan apoteker melaporkan kegiatan hariannya maupun
kehilangan obat kepada kepala instalasi farmasi.
6. Dokter
Dokter sangat berperan dalam pengendalian stok obat, karena dokter
merupakan end user. Obat-obat tidak bisa keluar jika tidak ada peresepan dokter.
Direktur bersama dengan kepala instalasi farmasi harus selalu mengingatkan
dokter mengenai penggunaan obat dan stok obat yang tersedia dan yang harus
dihabiskan.
2.2.5 Prosedur
Menurut Siregar dan Amalia (2004), prosedur adalah suatu instruksi
kepada personel, cara kebijakan dan tujuan dilakukan dan dicapai. IFRS
memerlukan berbagai prosedur yang terdokumentasi. Jika suatu prosedur

Universitas Sumatera Utara

didokumentasi, biasanya disebut prosedur tertulis. Salah satu prosedur yang
diperlukan oleh IFRS adalah Prosedur Operasional Baku (POB), yang selalu
digunakan untuk melakukan kegiatan tertentu dan rutin di IFRS. POB harus selalu
mutakhir mengikuti perkembangan pelayanan dan kebijakan rumah sakit. POB
biasanya mencakup maksud suatu kegiatan, lingkup suatu kegiatan, tanggung
jawab yang harus dilakukan dan oleh siapa, prosedur yang harus dilakukan,
bahan, alat dan dokumen apa yang harus digunakan dan dokumentasi.
Inti POB perencanaan perbekalan kesehatan, penetapan spesifikasi produk
dan pemasok, serta pembelian perbekalan kesehatan yaitu (Siregar dan Amalia,
2004):
1. Semua perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, yang digunakan di rumah
sakit harus sesuai dengan formularium rumah sakit.
2. Semua perbekalan kesehatan/sediaan farmasi yang digunakan di rumah
sakit harus dikelola hanya oleh IFRS.
3. IFRS

harus

menetapkan

spesifikasi

produk

semua

perbekalan

kesehatan/sediaan farmasi yang akan diadakan berdasarkan persyaratan
resmi (Farmakope Indonesia edisi terakhir) dan atau persyaratan lain yang
ditetapkan oleh KFT.
4. Pemasok

perbekalan

kesehatan/sediaan

farmasi

harus

memenuhi

persyaratan yang ditetapkan oleh KFT.
5. Jika perbekalan kesehatan/sediaan farmasi diadakan dari suatu pemasok/
industri tersebut untuk memeriksa kesesuaian penerapan sistem mutu dan
jaminan mutu.

Universitas Sumatera Utara

2.3

Perencanaan

2.3.1 Pengertian Perencanaan
Menurut Hasibuan (2009), ada beberapa definisi perencanaan menurut
beberapa ahli, yaitu :
1.

Harold Koontz dan Cyril O’Donnel menyatakan perencanaan adalah
fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan,
kebijakan, prosedur-prosedur, program-program dari alternatif yang ada.

2. G.R. Terry menyatakan perencanaan adalah memilih dan menghubungkan
fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa
datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan
yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
3. Louis A. Allen menyatakan bahwa perencanaan adalah menentukan
serangkaian tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
4. Billy E. Goetz menyatakan bahwa perencanaan adalah pemilihan yang
fundamental dan masalah perencanaan timbul jika terdapat alternatifalternatif.
Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
perencanaan adalah pekerjaan mental untuk memilih sasaran, kebijakan, prosedur,
dan program yang diperlukan untuk mencapai apa yang diinginkan pada masa
yang akan datang.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Pentingnya Perencanaan
Perencanaan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam
manajemen, dan sebagai landasan dasar dari fungsi manajemen secara
keseluruhan. Menurut Hasibuan (2009), perencanaan itu sangat penting, karena :
1. Tanpa perencanaan berarti tidak ada tujuan yang ingin dicapai.
2. Tanpa perencanaan tidak ada pedoman pelaksanaan sehingga banyak
pemborosan.
3. Tanpa

perencanaan, pengendalian tidak dapat

dilakukan, karena

perencanaan adalah dasar pengendalian.
4. Tanpa perencanaan berarti tidak ada keputusan dan proses manajemen pun
tidak ada.
2.3.3 Tujuan perencanaan
Hasibuan (2009) menyatakan bahwa tujuan perencanaan adalah:
1. Menentukan tujuan, kebijakan-kebijakan, prosedur, dan program serta
memberikan pedoman cara-cara pelaksanaan yang efektif dalam mencapai
tujuan.
2. Menjadikan tindakan ekonomis, karena semua potensi yang dimiliki
terarah dengan baik kepada tujuan.
3. Memperkecil risiko yang dihadapi pada masa yang akan datang.
4. Menyebabkan kegiatan-kegiatan dilakukan secara teratur dan bertujuan.
5. Memberikan gambaran yang jelas dan lengkap tentang seluruh pekerjaan.
6. Membantu penggunaan suatu alat pengukuran hasil kerja.
7. Menjadi suatu landasan untuk pengendalian.

Universitas Sumatera Utara

8. Menghindari mismanagement dalam penempatan karyawan.
9. Membantu peningkatan daya guna dan hasil guna organisasi.
2.4

Perencanaan Obat
Perencanaan obat adalah kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga

obat yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk menghindari kekosongan
obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan
menggunakan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain
konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (Febriawati, 2013).
Tujuan perencanaan obat adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat
yang tepat sesuai kebutuhan, menghindari terjadinya kekosongan obat,
meningkatkan penggunaan obat secara rasional, dan meningkatkan efisiensi
penggunaan obat (Febriawati, 2013).
Alur tahapan perencanaan obat di rumah sakit adalah sebagai berikut
(Febriawati, 2013).
1. Masing-masing ruangan pelayanan/user harus menyusun daftar kebutuhan
barang farmasi.
2. Daftar kebutuhan tersebut dikirim ke kepala instalasi pelayanan dimana
ruangan pelayanan/user tersebut berada.
3. Kepala instalasi pelayanan merekap seluruh usulan ruangan-ruangan yang
ada dalam organisasinya menjadi daftar kebutuhan instalasi.
4. Mengirim daftar usulan kebutuhan tersebut ke instalasi farmasi.

Universitas Sumatera Utara

5. Di instalasi farmasi usulan kebutuhan tersebut akan dibandingkan dengan
data pemakaian periode yang lalu, dikurangi jumlahnya dengan jumlah
persediaan yang ada, dihitung nilai uangnya untuk memperkirakan alokasi
anggaran yang diperlukan.
6. Diusulkan ke pengendali program dan diteruskan ke pengendali anggaran.
7. Dibuat surat perintah untuk panitia penerimaan barang farmasi, dan panitia
pembelian akan melaksakan tender.
8. Pemenang tender akan mengirim barang ke panitia penerimaan barang
farmasi.
9. Barang yang tidak bermasalah dikirim ke gudang instalasi farmasi untuk
disimpan dan disalurkan, sedangkan barang yang masih bermasalah
dikirim ke gudang transito/karantina.
Menurut Kemenkes RI (2010b), kegiatan-kegiatan dalam perencanaan obat
meliputi pemilihan, kompilasi penggunaan dan perhitungan kebutuhan.
2.4.1 Pemilihan
Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah obat benar-benar
diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit di rumah
sakit. Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas rumah sakit masing-masing, Formularium
Rumah Sakit, Formularium Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin, Daftar
Plafon Harga Obat (DPHO) Askes dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)
(Kemenkes RI, 2010b).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 58 Tahun 2014,
formularium rumah sakit disusun mengacu kepada formularium nasional.
Formularium rumah sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf medis,
disusun oleh KFT yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Formularium
rumah sakit harus tersedia untuk semua penulis resep, pemberi obat, dan penyedia
obat di rumah sakit. Evaluasi terhadap formularium rumah sakit harus dilakukan
secara rutin dan direvisi sesuai kebijakan dan kebutuhan rumah sakit.
2.4.2

Kompilasi Penggunaan
Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui

penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan
selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang
didapat dari kompilasi penggunaan perbekalan farmasi adalah (Kemenkes RI,
2010b) :
a. Jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada masing-masing
unit pelayanan.
b. Persentase penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total
penggunaan setahun seluruh unit pelayanan.
c. Penggunaan rata-rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi.
2.4.3

Perhitungan Kebutuhan
Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan yang berat yang harus

dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di rumah sakit. Masalah kekosongan
atau kelebihan obat dapat terjadi, apabila informasi yang digunakan semata-mata
hanya berdasarkan kebutuhan teoritis saja. Dengan koordinasi dan proses

Universitas Sumatera Utara

perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui tahapan-tahapan
tersebut, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah,
tepat waktu, dan tersedia pada saat dibutuhkan (Kemenkes RI, 2010b).
Adapun perhitungan rencana kebutuhan obat dapat dilakukan melalui
beberapa metode yaitu :
1. Metode Konsumsi
Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada data riil
konsumsi obat periode yang lalu. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
rangka menghitung jumlah obat yang dibutuhkan adalah (Kemenkes RI, 2010b):
a. Pengumpulan dan pengolahan data
Sumber data diperoleh melalui pencatatan, pelaporan dan informasi yang
ada. Jenis data yang dikumpulkan adalah mengenai alokasi dana, daftar obat-obat
yang dibutuhkan, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat hilang/rusak
atau kadaluarsa, kekosongan obat, pemakaian rata-rata tahunan, indeks musiman,
waktu tunggu, stok pengaman dan perkembangan pola kunjungan.
b. Analisa data untuk informasi dan evaluasi
Analisa data konsumsi tahun sebelumnya dimaksudkan untuk melihat
lebih mendalam pola penggunaan obat, untuk meningkatkan efektifitas
penggunaan dana dan obat, serta optimasi penggunaan dana obat. Hasil analisis
dapat digunakan sebagai panduan dalam menyusun anggaran/perencanaan
penggunaan obat tahun berikutnya.

Universitas Sumatera Utara

c. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat
Langkah-langkah dalam menghitung perkiraan kebutuhan obat adaah :
1) Menghitung pemakaian nyata per tahun (a)
Pemakaian nyata per tahun adalah jumlah obat yang dikeluarkan
dengan kecukupan untuk jangka waktu tertentu.
(a) = stok awal + penerimaan – sisa stok* - jumlah obat
hilang/rusak/kadaluarsa
*sisa stok dihitung per 1 November
2) Menghitung pemakaian rata-rata per bulan (b)
(b) = (a) : n (bulan)
3) Menghitung kekurangan obat (c)
Kekurangan obat adalah jumlah obat yang diperlukan pada saat terjadi
kekosongan obat.
(c) = waktu kekosongan obat x (b)
4) Menghitung kebutuhan obat sesungguhnya (riil) per tahun (d)
Adalah jumlah obat yang sesungguhnya dibutuhkan selama satu tahun.
(d) = (a) + (c)
5) Menghitung kebutuhan obat tahun yang akan datang (e)
Kebutuhan obat yang akan datang adalah ramalan kebutuhan obat yang
sudah mempertimbangkan peningkatan jumlah penduduk yang akan
dilayani.
(e) = (d) + y%
y = perkiraan kenaikan jumlah kunjungan per tahun

Universitas Sumatera Utara

6) Menghitung waktu tunggu (lead time) (f)
Jumlah waktu tunggu adalah jumlah obat yang diperlukan sejak
rencana kebutuhan diajukan sampai dengan obat diterima.
(f) = (b) x n2
n2 = waktu yang dibutuhkan sejak rencana kebutuhan obat diajukan
sampai dengan obat diterima
7) Menentukan stok pengaman (g)
Adalah jumlah obat yang diperlukan untuk menghindari terjadinya
kekosongan obat. Nilai stok pengaman dapat diperoleh berdasarkan
pengalaman dari monitoring dinamika logistik.
8) Menghitung kebutuhan obat yang akan diprogramkan untuk tahun
yang akan datang (h)
(h) = (e) + (f) + (g)
9) Menghitung jumlah obat yang perlu diadakan pada tahun anggaran
yang akan datang (i)
(i) = kebutuhan obat yang diprogramkan – sisa stok
d. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.
2. Metode Epidemiologi
Metode epidemiologi didasarkan pada data jumlah kunjungan, frekuensi
penyakit dan standar pengobatan yang ada. Langkah-langkah dalam metode ini
adalah (Kemenkes RI, 2010b):

Universitas Sumatera Utara

a. Pengumpulan dan pengolahan data
Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dengan cara :
1) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani
Untuk menentukannya sangat diperlukan data perkiraan realistik dari
jumlah penduduk yang akan diobati serta distribusi umur penduduk.
2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit
Jumlah kunjungan kasus masing-masing penyakit

atau

yang

memerlukan pelayanan kesehatan harus diketahui dengan tepat yaitu
data-data mengenai gejala, diagnosa atau jenis pelayanan kesehatan.
b. Menyediakan formularium/standar/pedoman pengobatan yang digunakan
untuk perencanaan
Standar pengobatan sangat diperlukan untuk menghitung jumlah
kebutuhan obat. Selain itu penyusunan dan penggunaan standar pengobatan dapat
berperan sangat penting dalam memperbaiki pola penggunaan obat. Standar
pengobatan untuk tujuan perencanaan harus spesifik yang terdiri dari informasi
kode International Classification of Disease (ICD) dan nama penyakit, nama obat
(dalam bentuk generik) kekuatan dan bentuk sediaan, dosis rata-rata, jumlah dosis
per hari, lama pemberian, dan jumlah obat yang diperlukan per episode.
c. Menghitung perkiraan kebutuhan obat
Dalam menghitung perkiraan kebutuhan obat berdasarkan metode
epidemiologi perlu dilakukan langkah-langkah berikut :

Universitas Sumatera Utara

1) Menghitung jumlah kebutuhan setiap obat, dengan menghitung jumlah
masing-masing

obat

yang

diperlukan

per

penyakit

serta

mengelompokkan dan menjumlahkan masing-masing obat
2) Menghitung jumlah kebutuhan obat yang akan datang dengan
mempertimbangkan waktu tunggu dan stok pengaman
3) Menghitung jumlah yang harus diadakan tahun anggaran yang akan
datang
4) Menghitung jumlah obat yang dibutuhkan per kemasan
d. Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia
3. Metode Kombinasi
Metode kombinasi merupakan kombinasi metode konsumsi dan metode
epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Acuan yang digunakan
yaitu DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, data
catatan medik/rekam medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, pola
penyakit, sisa persediaan, data penggunaan periode yang lalu dan rencana
pengembangan (Kemenkes RI, 2010b).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Febriawati (2013), dalam setiap metode tersebut terdapat
kelebihan dan kekurangan yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 2.1
Perbandingan kelebihan dan kekurangan antara
metode konsumsi dan metode epidemiologi
Kelebihan
Kekurangan
I. Metode Konsumsi
- Data konsumsi, data obat dan data
jumlah kontak pasien yang dapat
- Data konsumsi akurat, metode
diandalkan
mungkin
sulit
yang paling mudah
diperoleh
- Tidak
memerlukan
data
- Tidak dapat dijadikan dasar dalam
epidemiologi maupun standar
mengkaji penggunaan obat dan
pengobatan
perbaikan preskripsi
- Bila data konsumsi lengkap, pola
- Tidak dapat diandalkan jika terjadi
preskripsi tidak berubah dan
kekurangan stok obat lebih dari 3
kebutuhan relatif konstan maka
bulan, obat yang berlebih atau
kemungkinan kekurangan atau
adanya kehilangan
kelebihan obat sangat kecil
- Tidak memerlukan pencatatan
data morbiditas yang baik
II. Metode Epidemiologi
- Perkiraan
kebutuhan
mendekati kebenaran

yang

- Dapat digunakan pada programprogram baru

- Standar
pengobatan
dapat
mendukung usaha memperbaiki
pola penggunaan obat

- Membutuhkan waktu dan tenaga
yang terampil
- Data penyakit sulit diperoleh
secara pasti dan kemungkinan
terdapat penyakit yang tidak
termasuk
dalam
daftar/tidak
melapor
- Memerlukan sistem pencatatan
dan pelaporan
- Pola penyakit dan pola preskripsi
tidak selalu sama
- Dapat terjadi kekurangan obat
karena ada wabah atau kebutuhan
insidentil tidak terpenuhi
- Variasi obat terlalu luas

Universitas Sumatera Utara

2.5

Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan

siklus pengelolaan obat menurut WHO (2004) yang mencakup perencanaan,
pengadaan, penyimpanan dan distribusi serta penggunaan obat, sebagai berikut :

Perencanaan

Penggunaan

Manajemen pendukung :
• Organisasi
• Pembiayaan
• Manajemen Informasi
• Sumber daya manusia

Pengadaan

Penyimpanan
dan Distribusi
Gambar 2.1 Landasan Teori

2.6

Kerangka Pikir Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui manajemen pengelolaan

obat di RSUD Sultan Sulaiman melalui salah satu fungsinya yaitu perencanaan.
Gambaran mengenai perencanaan obat di RSUD Sultan Sulaiman diperoleh
dengan memperhatikan masukan (input), proses (process) dan keluaran (output)
dari kegiatan perencanaan obat. Menurut Azwar (1996), masukan (input) adalah
kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan diperlukan untuk
dapat berfungsinya sistem tersebut, proses (process) adalah kumpulan bagian atau
elemen yang terdapat dalam sistem yang berfungsi mengubah masukan menjadi

Universitas Sumatera Utara

keluaran yang direncanakan, dan keluaran (output) adalah bagian atau elemen
yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem tersebut.
Berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori serta mengacu pada
Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit menurut Kemenkes RI
tahun 2010b, maka peneliti merumuskan kerangka pikir penelitian sebagai
berikut:
PROCESS

INPUT
- Sumber daya
manusia
- Prosedur
- Metode
- Data

OUTPUT

- Pemilihan jenis
obat
- Perhitungan
jumlah obat

Kebutuhan obat
tahun yang akan
datang

Gambar 2.2 Kerangka Pikir

Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian,
sebagai berikut :
1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam
melaksanakan perencanaan obat di RSUD Sultan Sulaiman, meliputi :
a. Sumber daya manusia adalah orang-orang yang terlibat dalam
perencanaan obat di rumah sakit.
b. Prosedur adalah tahapan untuk melakukan perencanaan obat secara
tertulis.
c. Metode adalah cara yang digunakan untuk melakukan perencanaan
obat di rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara

d. Data

adalah bahan acuan atau informasi

untuk melakukan

perencanaan obat.
2. Proses (process) adalah kegiatan-kegiatan dalam perencanaan obat di
RSUD Sultan Sulaiman, meliputi :
a. Pemilihan jenis obat adalah proses yang dilakukan untuk menentukan
jenis obat yang dibutuhkan di rumah sakit.
b. Perhitungan jumlah obat adalah proses yang dilakukan untuk
menentukan jumlah obat yang dibutuhkan.
3. Keluaran (output) adalah hasil dari perencanaan obat yaitu kebutuhan obat
tahun yang akan datang.

Universitas Sumatera Utara