Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Sulaiman Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA DOKTER DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) SULTAN

SULAIMAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Oleh

SUKU GINTING 117032061/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA DOKTER DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) SULTAN

SULAIMAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUKU GINTING 117032061/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA DOKTER DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) SULTAN SULAIMAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Nama Mahasiswa : Suku Ginting Nomor Induk Mahasiswa : 117032061

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Juanita, S.E, M.Kes) (Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

pada Tanggal : 27 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Juanita, S.E, M.Kes

Anggota : 1. Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes 2. Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA DOKTER DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) SULTAN

SULAIMAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013

Suku Ginting 117032061/IKM


(6)

ABSTRAK

Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas di rumah sakit secara organisasi tidak terlepas dari peran dokter yang mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan. Kinerja RSUD Sultan Sulaiman Kabupaten Serdang Bedagai ditemukan belum optimal. Pencapaian BOR (Bed Occupancy Rate) tahun 2011, sebesar 30,5% dan tahun 2012 40,15% sementara target 60-80%. Kinerja rumah sakit dati pencapaian BOR yang belum optimal terkait dengan rendahnya motivasi baik secara intrinsik maupun ekstrinsik.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi terhadap kinerja dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Sulaiman, Kabupaten Serdang Bedagai. Jenis penelitian survei explanatory. Penelitian ini dilaksanakan bulan April sampai dengan Juni 2013. Populasi adalah seluruh dokter sebanyak 54 orang dan sampel berjumlah 31 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada pengujian α=0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel motivasi intrinsik dan ekstrinsik berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter dalam memberikan pelayanan kepada pasien rawat inap di RSUD Sultan Sulaiman Kabupaten Serdang Bedagai. Kontribusi motivasi secara intrinsik lebih besar dari pada motivasi ekstrinsik terhadap kinerja dokter.

Disarankan kepada : (1) Manajemen RSUD Sultan Sulaiman Kabupaten Serdang Bedagai: (a) perlu meningkatkan peran komite medis dalam menegakkan profesionalisme agar staf medis terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, pemeliharaan etika dan penegakan disiplin profesi, (b) perlu memberikan motivasi berupa reward dalam bentuk perhatian secara personal, pujian bagi yang berprestasi dan punishment berupa teguran dalam mengevaluasi kinerja dokter (2) Pemerintah Daerah perlu; (a) meningkatkan perhatian terhadap penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam memberikan layanan yang bermutu dan berkesinambungan untuk merespon kebutuhan masyarakat, (b) meningkatkan komitmen untuk mengevaluasi kesejahteraan staf medis dan kinerja rumah sakit. (3) Dokter; (a) diharapkan berada di tempat tugas, sehingga dapat melakukan pelayanan secara optimal dan (b) memelihara kompetensi dan etika profesi, serta menegakkan disiplin profesi.


(7)

ABSTRACT

Organizationally, a good and qualified health service in a hospital cannot be separated from the role of doctor with important position in producing health service quality. It is found out that the performance of Sultan Sulaiman General Hospital, Serdang Bedagai District is not optimal yet. The BOR (Bed Occupancy Rate) achieved in 2011 was 30.5% and 40.15% in 2012 while the target was 60-80%. The performance of this hospital and the BOR achievement which were not yet optimal was either intrinsically or extrinsically related to the low motivation.

The purpose of this explanatory survey study conducted from April to June 2013 was to analyze the influence of motivation on the performance of the doctors serving at Sultan Sulaiman General Hospital, Serdang Bedagai District. The population of this study was all of the 54 doctors and 31 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple

regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically the variables of intrinsic and extrinsic motivations had a significant influence on the performance of the doctors in providing their services to the in-patient patients at Sultan Sulaiman General Hospital, Serdang Bedagai District. Contribution of intrinsic motivation was bigger than that of extrinsic motivation to the performance of the doctors.

It is suggested that (1) the management of Sultan Sulaiman General Hospital, Serdang Bedagai District (a) need to improve the role of medical committee in enforcing profesionalism that the staff keep their professionalism through credential mechnism, medical profesionalism quality maintenance, ethics maintenance and professional discipline enforcement, (b) provide motivation in the form of reward by giving personal attention and praise for those with achievement, and punishment in the form of warning in evaluating the performance of the doctors; (2) head of local Government need (a) to increase his/her attention to the organization of the function of organization based on the rules of good management in providing qualified and continuous services to respond to the need of community members, (b) to improve his/her committment to evaluate the welfare of medical staff and the performance of hospital; doctors (a) live at his/her work place that they can do their job optimally, and (b) maintain their competency, professional ethics and enforce professional discipline.


(8)

ABSTRACT

Organizationally, a good and qualified health service in a hospital cannot be separated from the role of doctor with important position in producing health service quality. It is found out that the performance of Sultan Sulaiman General Hospital, Serdang Bedagai District is not optimal yet. The BOR (Bed Occupancy Rate) achieved in 2011 was 30.5% and 40.15% in 2012 while the target was 60-80%. The performance of this hospital and the BOR achievement which were not yet optimal was either intrinsically or extrinsically related to the low motivation.

The purpose of this explanatory survey study conducted from April to June 2013 was to analyze the influence of motivation on the performance of the doctors serving at Sultan Sulaiman General Hospital, Serdang Bedagai District. The population of this study was all of the 54 doctors and 31 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple

regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically the variables of intrinsic and extrinsic motivations had a significant influence on the performance of the doctors in providing their services to the in-patient patients at Sultan Sulaiman General Hospital, Serdang Bedagai District. Contribution of intrinsic motivation was bigger than that of extrinsic motivation to the performance of the doctors.

It is suggested that (1) the management of Sultan Sulaiman General Hospital, Serdang Bedagai District (a) need to improve the role of medical committee in enforcing profesionalism that the staff keep their professionalism through credential mechnism, medical profesionalism quality maintenance, ethics maintenance and professional discipline enforcement, (b) provide motivation in the form of reward by giving personal attention and praise for those with achievement, and punishment in the form of warning in evaluating the performance of the doctors; (2) head of local Government need (a) to increase his/her attention to the organization of the function of organization based on the rules of good management in providing qualified and continuous services to respond to the need of community members, (b) to improve his/her committment to evaluate the welfare of medical staff and the performance of hospital; doctors (a) live at his/her work place that they can do their job optimally, and (b) maintain their competency, professional ethics and enforce professional discipline.


(9)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Sulaiman Kabupaten Serdang Bedagai ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Juanita, S.E, M.Kes selaku ketua komisi pembimbing dan Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 6. Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si dan dr. Fauzi, S.K.M selaku penguji tesis yang dengan

penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai drg, Zaniyar, M.A.P dan dr. Khaidir selaku Direktur Rumah Sakit Umum Sultan Sulaiman yang memberikan saran dan masukan dalam melakukan penelitian.

8. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Ayahanda S. Ginting dan Ibunda R. Br. Sitepu (Alm) atas segala jasanya, sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.


(11)

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2013 Penulis

Suku Ginting 117032061/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Suku Ginting, lahir di Berastagi pada tanggal 12 April 1971, anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan S. Ginting dan Ibunda R. br. Sitepu (Alm).

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar Negeri Gung Pinto, pada tahun 1983, pendidikan menengah pertama di SMP Swasta Si Empat Teran Naman, pada tahun 1986, pendidikan menengah atas di SMA Negeri Berastagi, pada tahun 1989, pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan pada tahun 2006.

Mulai bekerja sebagai Pegawai Tidak Tetap di Puskesmas Alosika Kabupaten Kendari tahun 1997-2000, di Puskesmas Kota Atambua Kabupaten Belu 2000-2005, Dinas Kesehatan Serdang Bedagai 2005-sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2011 hingga saat ini.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Kinerja ... 8

2.1.1 Pengertian Kinerja ... 8

2.1.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 9

2.1.3 Penilaian Kinerja ... 10

2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja ... 14

2.1.5 Manfaat Penilaian Kinerja... 15

2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia ... 16

2.2.1 Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia ... 16

2.2.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia ... 16

2.3 Motivasi ... 18

2.3.1 Pengertian Motivasi ... 18

2.3.2 Teori Motivasi ... 19

2.3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi ... 26

2.3.4. Manfaat Motivasi ... 29

2.4 Pelayanan Kesehatan ... 29

2.5 Dokter ... 31

2.6 Rumah Sakit ... 33

2.6.1 Pengertian Rumah Sakit ... 33

2.6.2 Fungsi Rumah Sakit ... 34

2.6.3 Rawat Inap ... 35


(14)

2.8 Landasan Teori ... 36

2.9 Kerangka Konsep ... 37

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 39

3.1 Jenis Penelitian ... 39

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 39

3.2.2 Waktu Penelitian ... 39

3.3 Populasi dan Sampel ... 39

3.3.1 Populasi ... 39

3.3.2 Sampel ... 40

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 40

3.4.1 Data Primer ... 40

3.4.2 Data Sekunder ... 40

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 40

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 42

3.5.1 Variabel Bebas ... 42

3.5.2 Variabel Terikat ... 44

3.6 Metode Pengukuran ... 44

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 44

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 45

3.7 Metode Analisis Data ... 45

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 47

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 47

4.1.1 Sejarah Singkat RSUD Sultan Sulaiman ... 47

4.1.2 Visi dan Misi RSUD Sultan Sulaiman ... 50

4.1.3 Ketenagaan ... 52

4.1.4 Struktur Organisasi RSUD Sultan Sulaiman ... 53

4.2 Identitas Responden ... 55

4.3 Analisa Univariat ... 56

4.3.1 Motivasi ... 56

4.3.2 Kinerja ... 50

4.4 Analisis Bivariat ... 71

4.4.1 Hubungan Motivasi dengan Kinerja Dokter ... 71

4.5 Analisis Multivariat ... 73

4.5.1 Uji Kelayakan Mode ... 73

4.5.2 Pengujian Secara Serentak (Simultan) ... 73

4.5.3 Pengujian Secara Parsial ... 74

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1 Kinerja Dokter ... 76


(15)

5.2.1 Pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kinerja Dokter ... 79

5.2.2 Pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Kinerja Dokter ... 88

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

6.1 Kesimpulan ... 97

6.2 Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 45

3.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 45

4.1 Distribusi Identitas Responden ... 55

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tanggung Jawab ... 57

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Prestasi Kerja ... 58

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengakuan Hasil Kerja ... 59

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kemajuan ... 60

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi Instrinsik ... 61

4.7 Skor Motivasi Intrinsik ... 61

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Imbalan ... 62

4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Kerja ... 63

4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Kerja ... 64

4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi Ekstrinsik ... 65

4.12 Skor Motivasi Ekstrinsik ... 66

4.13 Skor Motivasi ... 66

4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas ... 67

4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kuantitas ... 68

4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Ketepatan Waktu ... 68

4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Kebutuhan Supervisi ... 69

4.18 Distribusi Responden Berdasarkan Efektivitas Pembiayaan ... 70

4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kinerja ... 70


(17)

4.21 Hubungan Motivasi dengan Kinerja Dokter ... 72

4.22 Hubungan Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik dengan Kinerja Dokter ... 72

4.23 Uji Kelayakan Model ... 73

4.24 Hasil Pengujian Secara Serentak ... 73 4.25 Hasil Uji Regresi Berganda Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Dokter . 74


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kerangka Konsep Penelitian. ... 38 2.2 Bagan Struktur Organisasi RSUD Sultan Sulaiman ... 54


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 103

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 110

3 Uji Univariat dan Bivariat ... 114

4 Uji Multivariat ... 131

5 Hasil Uji R-Square ... 132

6 Wawancara dengan Pasien ... 134

7 Surat izin penelitian dari Program Studi S2 IKM FKM USU Medan ... 136

8 Surat izin selesai penelitian dari RSUD Sultan Sulaiman Kabupaten Serdang Bedagai ... 137

5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155


(20)

ABSTRAK

Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas di rumah sakit secara organisasi tidak terlepas dari peran dokter yang mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan. Kinerja RSUD Sultan Sulaiman Kabupaten Serdang Bedagai ditemukan belum optimal. Pencapaian BOR (Bed Occupancy Rate) tahun 2011, sebesar 30,5% dan tahun 2012 40,15% sementara target 60-80%. Kinerja rumah sakit dati pencapaian BOR yang belum optimal terkait dengan rendahnya motivasi baik secara intrinsik maupun ekstrinsik.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi terhadap kinerja dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Sulaiman, Kabupaten Serdang Bedagai. Jenis penelitian survei explanatory. Penelitian ini dilaksanakan bulan April sampai dengan Juni 2013. Populasi adalah seluruh dokter sebanyak 54 orang dan sampel berjumlah 31 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada pengujian α=0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel motivasi intrinsik dan ekstrinsik berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter dalam memberikan pelayanan kepada pasien rawat inap di RSUD Sultan Sulaiman Kabupaten Serdang Bedagai. Kontribusi motivasi secara intrinsik lebih besar dari pada motivasi ekstrinsik terhadap kinerja dokter.

Disarankan kepada : (1) Manajemen RSUD Sultan Sulaiman Kabupaten Serdang Bedagai: (a) perlu meningkatkan peran komite medis dalam menegakkan profesionalisme agar staf medis terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, pemeliharaan etika dan penegakan disiplin profesi, (b) perlu memberikan motivasi berupa reward dalam bentuk perhatian secara personal, pujian bagi yang berprestasi dan punishment berupa teguran dalam mengevaluasi kinerja dokter (2) Pemerintah Daerah perlu; (a) meningkatkan perhatian terhadap penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam memberikan layanan yang bermutu dan berkesinambungan untuk merespon kebutuhan masyarakat, (b) meningkatkan komitmen untuk mengevaluasi kesejahteraan staf medis dan kinerja rumah sakit. (3) Dokter; (a) diharapkan berada di tempat tugas, sehingga dapat melakukan pelayanan secara optimal dan (b) memelihara kompetensi dan etika profesi, serta menegakkan disiplin profesi.


(21)

ABSTRACT

Organizationally, a good and qualified health service in a hospital cannot be separated from the role of doctor with important position in producing health service quality. It is found out that the performance of Sultan Sulaiman General Hospital, Serdang Bedagai District is not optimal yet. The BOR (Bed Occupancy Rate) achieved in 2011 was 30.5% and 40.15% in 2012 while the target was 60-80%. The performance of this hospital and the BOR achievement which were not yet optimal was either intrinsically or extrinsically related to the low motivation.

The purpose of this explanatory survey study conducted from April to June 2013 was to analyze the influence of motivation on the performance of the doctors serving at Sultan Sulaiman General Hospital, Serdang Bedagai District. The population of this study was all of the 54 doctors and 31 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple

regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically the variables of intrinsic and extrinsic motivations had a significant influence on the performance of the doctors in providing their services to the in-patient patients at Sultan Sulaiman General Hospital, Serdang Bedagai District. Contribution of intrinsic motivation was bigger than that of extrinsic motivation to the performance of the doctors.

It is suggested that (1) the management of Sultan Sulaiman General Hospital, Serdang Bedagai District (a) need to improve the role of medical committee in enforcing profesionalism that the staff keep their professionalism through credential mechnism, medical profesionalism quality maintenance, ethics maintenance and professional discipline enforcement, (b) provide motivation in the form of reward by giving personal attention and praise for those with achievement, and punishment in the form of warning in evaluating the performance of the doctors; (2) head of local Government need (a) to increase his/her attention to the organization of the function of organization based on the rules of good management in providing qualified and continuous services to respond to the need of community members, (b) to improve his/her committment to evaluate the welfare of medical staff and the performance of hospital; doctors (a) live at his/her work place that they can do their job optimally, and (b) maintain their competency, professional ethics and enforce professional discipline.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan medis menyebabkan masyarakat menjadi lebih selektif dalam memilih jasa pelayanan dari suatu rumah sakit. Perubahan tersebut seiring dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, sehingga tingkat kesadaran terhadap pentingnya kesehatan semakin meningkat dan menuntut pelayanan rumah sakit yang lebih baik dan berkualitas. Hal ini mengakibatkan kebutuhan maupun tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas juga semakin tinggi. Oleh karena itu, kehadiran organisasi jasa pelayanan kesehatan yang berkualitas sangat diharapkan oleh masyarakat.

Suatu organisasi baik organisasi pemerintah maupun swasta mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan pekerjaan tertentu serta seluruh sumber daya yang tersedia di dalam organisasi. Keberhasilan organisasi tersebut tidak hanya ditentukan oleh bentuk susunan organisasi yang lengkap melainkan juga dipengaruhi oleh faktor sumber daya manusia (SDM) sebagai alat utama yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu aktivitas dalam organisasi tersebut sesuai dengan kemampuan dan keahlian secara individu (Amirullah, 2004)

Salah satu sarana pelayanan jasa yang mempunyai peran sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah rumah sakit.


(23)

Undang-undang No. 44 tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang bertujuan menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, lebih difokuskan pada upaya promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif) dengan tidak mengabaikan upaya kuratif-rehabilitatif serta pihak pemerintah bertanggungjawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata serta terjangkau oleh masyarakat.

Rumah sakit sebagai institusi yang bersifat sosio ekonomi mempunyai fungsi dan tugas pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara berdayaguna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan melaksanakan upaya rujukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas tidak terlepas dari peran tenaga medis dan non medis secara organisasi di rumah sakit sebagai tempat mereka bekerja (UU. No.44 Tahun 2009).

Salah satu tenaga sumber daya manusia kesehatan di rumah sakit adalah dokter. Kualitas dari para dokter sangat menentukan kinerja rumah sakit. Dengan adanya dokter yang berkualitas, maka rumah sakit dapat mencapai kinerja yang optimal. Menurut Depkes RI (2001) optimalnya kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit sangat ditentukan oleh optimalnya kinerja para dokter yang melayani di rumah sakit tersebut. Tenaga dokter mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena bertanggung jawab


(24)

penuh terhadap proses pengobatan dan penyembuhan pasien karena hanya profesi dokterlah yang mempunyai hak dan tanggung jawab untuk menetapkan diagnosis pasien.

Pencapaian kinerja yang optimal selalu menjadi perhatian para pemimpin dalam suatu organisasi. Menurut Robbins (2006), kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas secara individu untuk melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan oleh organsiasi. Pendapat yang relevan tentang kinerja secara individu dikemukan oleh Gibson et al. (2003), bahwa kinerja merupakan tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi baik secara individu maupun kelompok yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

Fungsi dari seorang dokter di rumah sakit dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang menjadi tugas dan tanggung jawab dokter dalam melayani pasien begitu luas dan kompleks. Dalam kondisi demikian maka terjadi interaksi antara sifat seorang dokter, yaitu motivasi yang ada pada dirinya untuk optimal mencapai kinerja. Sebaliknya, sumber daya manusia juga mempunyai berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan inilah yang dipandang sebagai pendorong atau penggerak bagi seseorang untuk melakukan sesuatu, termasuk melakukan pekerjaan. Oleh karena itu, manajemen rumah sakit perlu memberikan balas jasa yang sesuai dengan kontribusi mereka. Salah satu faktor


(25)

pendorong untuk meningkatkan kinerja yang berkualitas dalam pelayanan kesehatan adalah melalui pemenuhan motivasi.

Hasibuan (2005) menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu, orang-orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar daripada yang tidak. Motivasi sangatlah penting karena pimpinan mendelegasikan pekerjaan pada bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi kepada tujuan yang diinginkan. Dalam kondisi demikian maka terjadi interaksi antara motivasi yang ada pada diri seseorang dengan kinerjanya.

Menurut Gibson et al. (2003), salah satu strategi manajemen untuk meningkatkan motivasi karyawannya adalah melalui pemberian imbalan yang dihubungkan dengan kinerja individu. Kebutuhan seseorang akan imbalan yang diharapkan diterimanya merupakan salah satu motivator. Ketidakpuasan atas imbalan yang diterimanya dapat menurunkan kinerjanya, pemogokan, menimbulkan keluhan dan keluarnya karyawan untuk mencari imbalan yang lebih tinggi.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Sulaiman, Kabupaten Serdang Bedagai, merupakan salah satu rumah sakit milik pemerintah daerah yang berkedudukan di Desa Firdaus, Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. Kehadiran rumah sakit ini sangat berarti dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat di wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. Rumah sakit ini sebagian besar memiliki tenaga dokter umum dan spesialis yang cukup untuk menjalankan fungsi sebagai rumah sakit kelas C. Secara keseluruhan rumah sakit ini memiliki 160 tempat


(26)

tidur. Jumlah kunjungan pasien rawat inap Tahun 2011, sebanyak 1.870 dan tahun 2012, sebanyak 2.072 pasien yang didominasi oleh kunjungan pasien umum, Jamkesda, dan Jamkesmas (Profil RSUD Sultan Sulaiman, 2013)

Kunjungan pasien rawat inap di atas apabila dirata-ratakan per hari, maka diperoleh sebanyak 5-6 kunjungan pasien per hari atau rata-rata jumlah kunjungan pasien rawat inap sebanyak 150 orang per bulan. Pencapaian BOR (Bed Occupancy

Rate) RSUD Sultan Sulaiman selama 2 tahun terakhir, yaitu tahun 2011, sebesar 30,5% dan pada tahun 2012, sebesar 40%. Pencapaian BOR yang belum optimal

merupakan salah satu indikator pencapaian kinerja rumah sakit yang belum optimal, karena standar yang harus dicapai 60-80 % (Profil RSUD Sultan Sulaiman, 2013)

Berdasarkan survei pendahuluan di RSUD Sultan Sulaiman, rumah sakit ini memiliki beberapa permasalahan. Survei pendahuluan yang dilakukan pada akhir tahun 2012, peneliti menemukan bahwa kinerja dokter dalam memberikan pelayanan kepada pasien rawat inap masih kurang optimal, hal ini dapat dilihat dari adanya dokter yang tidak setiap saat berada di tempat (on site), kurang memperhatikan jadwal jam pelayanan, dan tidak visite setiap hari, sehingga banyak pasien rawat inap mengeluh, ada yang pulang atas permintaan sendiri, atau pindah ke rumah sakit lain, sehingga berdampak kepada pencapaian kinerja rumah sakit.

Informasi lain yang ditemukan terkait survei pendahuluan adalah keluhan pasien yang diperoleh melalui wawancara singkat terhadap pasien. Dari 8 orang pasien rawat inap yang diwawancarai, sebanyak 5 orang pasien menyatakan keluhan tentang pelayanan dokter, seperti dokter kurang ramah, dokter tidak memiliki waktu


(27)

cukup untuk konsultasi dan dokter sulit diajak untuk berkomunikasi. Sedangkan keluhan dokter adalah pembayaran insentif (jasa medik dokter) yang dibayarkan 3 bulan sekali kepada dokter. Kebijakan ini diduga dapat memengaruhi kinerja dokter dalam memberikan pelayanan kepada pasien, sehingga dokter kurang bertanggungjawab dalam bekerja.

Berdasarkan teori dan beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas, dan permasalahan yang ditemui pada RSUD Sultan Sulaiman saat ini, maka peneliti merasa perlu untuk meneliti ”Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Sulaiman, Kabupaten Serdang Bedagai”. 1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah Motivasi berpengaruh terhadap Kinerja Dokter di RSUD Sultan Sulaiman, Kabupaten Serdang Bedagai?.

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh motivasi terhadap kinerja dokter di RSUD Sultan Sulaiman, Kabupaten Serdang Bedagai.

1.4 Hipotesis

Motivasi berpengaruh terhadap kinerja dokter di RSUD Sultan Sulaiman, Kabupaten Serdang Bedagai.


(28)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan bagi manajemen RSUD Sultan Sulaiman, Kabupaten Serdang Bedagai tentang kebijakan manajemen sumberdaya manusia di rumah sakit.

2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan motivasi dan kinerja dokter di rumah sakit.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja

Kinerja (work performance/job performance) merupakan hasil yang dicapai seseorang sesuai ukuran yang berlaku untuk bidang pekerjaannya. Menurut Robbins (2006), kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Menurut Triffin dan McCormick (1979), kinerja individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan individu akan menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variable adalah variabel yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan, kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan dengan sekerja dan pemberian imbalan.

Sementara kinerja menurut Mangkunegara (2002), adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui


(30)

dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja merupakan alat yang sangat berpengaruh untuk mengevaluasi kerja karyawan bahkan dapat memotivasi dan mengembangkan karyawan.

2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

a. Faktor Kemampuan (ability).

Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatnnya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapkan.

b. Faktor Motivasi (motivation).

Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.

Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasannya. Secara garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu dan situasi kerja. Menurut Gibson et al. (2003), ada tiga perangkat variabel yang memengaruhi kinerja seseorang, yaitu:

1 Variabel individual, terdiri dari: (a) kemampuan dan keterampilan, (b) latar belakang (c) demografis.

2. Variabel Organisasional, terdiri dari: (a) sumber daya, (b) kepemimpinan, (c) imbalan, (d) struktur, dan (e) desain pekerjaan.


(31)

3. Variabel Psikologis, terdiri dari: (a) persepsi, (b) sikap, (c) kepribadian, (d) belajar, (e) motivasi

Davis (2004), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Secara psikologis, kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan ketrampilan dalam mengerjakan pekerjaan, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Sedangkan Robbins (2006), menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan). Mungkin ada rintangan yang menjadi kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan kerja tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung prosedur yang tidak jelas dan sebagainya.

2.1.3 Penilaian Kinerja

Menurut Simamora (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya. Sedangkan menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan


(32)

proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Rivai (2005), mengemukakan pada dasarnya ada 2 (dua) model penilaian kinerja :

1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu (a) Skala Peringkat (Rating Scale)

Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)

Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan. Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.

(c) Metode dengan Pilihan Terarah

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.


(33)

(d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya.

(e) Metode Catatan Prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scale=BARS)

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya 3 (tiga) langkah, yaitu: 1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja

2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat

3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai dengan jelas.

(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)

Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.

(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan


(34)

mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian praktik yang langsung diamati oleh penilai.

(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.

b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)

Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang.

c. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.

Sedangkan Werther dan Davis (1996), menyatakan agar penilaian prestasi kerja yang dilakukan dapat lebih dipercaya dan obyektif, perlu dirumuskan batasan atau faktor-faktor penilaian kinerja atau prestasi kerja sebagai berikut:


(35)

1. Peformance, keberhasilan atau pencapaian tugas dalam jabatan.

2. Competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan tuntutan jabatan. 3. Job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku atau mentalitas yang

mendukung peningkatan prestasi kerja.

4. Potency, kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan

Menurut Mangkunegara (2002) unsur-unsur penilaian kinerja adalah ; kualitas, kuantitas, keandalan dan sikap. Kualitas kerja terdiri dari ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan. Kuantitas kerja terdiri dari output dan penyelesaian kerja dengan ekstra. Keandalan terdiri dari mengikuti instruksi, inisiatif, kehati-hatian, kerajinan. Sedangkan sikap terdiri dari sikap terhadap perusahaan, karyawan lain dan pekerjaan serta kerjasama. Sedangkan Bernardin dan Russel (1998) mengungkapkan ada (6) enam kriteria untuk mengukur kinerja seorang karyawan, yaitu:

1. Quality, sejauh mana kemampuan menghasilkan sesuai dengan kualitas standar yang ditetapkan perusahaan.

2. Quantity, sejauh mana kemampuan menghasilkan sesuai dengan jumlah standar yang ditetapkan perusahaan.

3. Timeleness, tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koodinasi out put lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain.

4. Cost of effectiveness, sejauh mana tingkat penerapan sumberdaya manusia, keuangan, teknologi, dan material yang mampu dioptimalkan.


(36)

5. Need of supervision, sejauh mana tingkatan seorang karyawan untuk bekerja dengan teliti tanpa adanya pengawasan yang ketat dari supervisor.

6. Interpersonal input, sejauh mana tingkatan seorang karyawan dalam pemeliharaan harga diri, nama baik dan kerjasama, diantara rekan kerja dan bawahan.

2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Simamora (2004), tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan.

a. Tujuan Evaluasi.

Melalui pendekatan evaluatif, dilakukan penilaian kinerja masa lalu seorang karyawan. Evaluasi yang digunakan untuk menilai kinerja adalah rating deskriptif. Hasil evaluasi digunakan sebagai data dalam mengambil keputusan-keputusan mengenai promosi dan kompensasi sebagai penghargaan atas peningkatan kinerja karyawan.

b. Tujuan Pengembangan.

Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong perbaikan karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.

2.1.5 Manfaat Penilaian Kinerja

Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997), yaitu: 1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian

karyawan secara maksimum.


(37)

3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.

5. Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan. 2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia

2.2.1 Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Flippo (2000), manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat.

Manajemen sumber daya manusia juga bisa dilihat secara mendalam menurut Gomes (2000), manajemen sumber daya manusia berasal dari dua pengertian utama yaitu (1) manajemen dan (2) sumber daya manusia. Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur, mengurus, melaksanakan, dan mengelola. Sedangkan sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang terdapat di organisasi, meliputi semua orang yang melakukan aktivitas.

2.2.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Arep dan Tanjung (2003), membagi fungsi manajemen sumber daya manusia menjadi dua bagian, yaitu :


(38)

1. Fungsi manajerial, yaitu fungsi manajemen yang berkaitan langsung dengan aspek-aspek manajerial seperti fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian.

a. Fungsi perencanaan, yaitu melaksanakan tugas dalam hal merencanakan kebutuhan, pengadaan pengembangan dan pemeliharaan SDM. Termasuk dalam hal ini adalah merencanakan karir bagi para karyawan.

b. Fungsi pengorganisasian, yaitu menyusun suatu organisasi dengan membentuk struktur dan hubungan antara tugas yang harus dikerjakan oleh tenaga kerja yang dipersiapkan. Struktur dan hubungan yang dibentuk, harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi organisasi yang bersangkutan.

c. Fungsi pengarahan, yaitu memberikan dorongan untuk menciptakan kemauan kerja yang dilaksanakan secara efektif dan efisien.

d. Fungsi pengendalian, yaitu melakukan pengukuran antara kegiatan yang telah dilakukan dengan standar yang telah ditetapkan, khususnya di bidang tenaga kerja.

2. Fungsi operasional, yaitu fungsi yang berkaitan langsung dengan aspek-aspek operasional sumber daya manusia di organisasi atau perusahaan meliputi rekruitmen, seleksi, penempatan, pengangkatan, pelatihan dan pengembangan, kompensasi, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja. Fungsi operasional ini merupakan tindakan pengoperasian yang harus dipertanggungjawabkan oleh manajer personalia kepada manajemen puncak.


(39)

2.3 Motivasi

2.3.1 Pengertian Motivasi

Hasibuan (2005), motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan. Gibson et al. (2003), menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu dorongan yang timbul pada atau di dalam seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Oleh karena itu, motivasi dapat berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara wajar.

Sperling dalam Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa motivasi sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri dan terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Nawawi (2003), kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar. Sedangkan menurut Sedarmayanti (2001), motivasi dapat diartikan sebagai daya pendorong (driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau diperbuat karena takut akan sesuatu.


(40)

2.3.2 Teori Motivasi

Merupakan teori yang membicarakan bagaimana motivasi dipengaruhi oleh berbagai faktor pembentuk motivasi. Menurut Gibson et al. (2003), mengacu pada 2 (dua) kategori :

1. Teori kepuasan (Content Theory), yang memusatkan perhatian kepada faktor dalam diri orang yang menguatkan (energize), mengarahkan (direct), mendukung (sustain) dan menghentikan (stop) perilaku petugas.

2. Teori proses (Process Theory) menguraikan dan menganalisa bagaimana perilaku itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.

Lebih lanjut Gibson et al. (2003), mengelompokkan teori motivasi sebagai berikut :

1. Teori kepuasan terdiri dari :

a. Teori Hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow b. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg

c. Teori ERG (Existence, Relatednes, Growth) dari Alderfer d. Teori prestasi dari McClelland

2. Teori Proses terdiri dari : a. Teori harapan

b. Teori pembentukan perilaku c. Teori keadilan

Penjelasan uraian tentang motivasi yang dikemukakan di atas adalah sebagai berikut :


(41)

a. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow

Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas manusia bekerja adalah disebabkan adanya kebutuhan yang relatif tidak terpenuhi yang disebabkan adanya faktor keterbatasan manusia itu sendiri, untuk memenuhi kebutuhannya itu manusia bekerja sama dengan orang lain dengan memasuki suatu organisasi. Hal ini yang menjadi dasar bagi Maslow dengan mengemukakan teori hirarki kebutuhan sebagai salah satu sebab timbulnya motivasi pegawai. Maslow mengemukan bahwa manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang ada didalam hidupnya, diantaranya : a). Kebutuhan fisiologi yaitu, pakaian, perumahan, makanan, seks (disebut kebutuhan paling dasar) b). Kebutuhan keamanan, keselamatan, perlindungan, jaminan pensiun, asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan. c). Kebutuhan sosial, kasih sayang, rasa memiliki, diterima dengan baik, persahabatan. d). Kebutuhan penghargaan, status, titel, simbol-simbol, promosi. e). Kebutuhan aktualisasi diri, menggunakan kemampuan, skill, dan potensi.

Pada dasarnya manusia tidak pernah puas pada tingkat kebutuhan manapun, tetapi untuk memunculkan kebutuhan yang lebih tinggi perlu memenuhi tingkat kebutuhan yang lebih rendah terlebih dahulu. Dalam usaha untuk memenuhi segala kebutuhannya tersebut seseorang akan berperilaku yang dipengaruhi atau ditentukan oleh pemenuhan kebutuhannya (Mangkunegara, 2002).

b. Teori Dua Faktor dari Herzberg.

Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg


(42)

memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor. Menurut teori ini ada dua faktor yang memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau instrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation. Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik, merupakan daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik, yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Jadi petugas yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinkannya menggunakan kreativitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini terutama tidak dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Siagian, 2003).


(43)

Menurut Herzberg faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi dari pada pemuasan kebutuhan lebih rendah (Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2002).

Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan dari para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi karena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Penelitian oleh Schwab, De Vitt dan Cuming tahun 1971 telah membuktikan bahwa faktor ekstrinsik pun dapat berpengaruh dalam memotivasi performa tinggi, (Grensing dalam Timpe, 2002).

c. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer

Menurut teori ERG dari Clayton Alderfer ini ada 3 (tiga) kebutuhan pokok manusia yaitu: a).Existence (eksistensi); Kebutuhan akan pemberian persyaratan keberadaan materil dasar (kebutuhan psikologis dan keamanan). b).Relatednes (keterhubungan); Hasrat yang dimiliki untuk memelihara hubungan antar pribadi (kebutuhan sosial dan penghargaan). c).Growth (pertumbuhan) ; Hasrat kebutuhan intrinsik untuk perkembangan pribadi (kebutuhan aktualisasi diri).


(44)

d. Teori Kebutuhan dari McClelland

Teori kebutuhan dikemukakan oleh David McClelland. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut Mc.Clelland dalam Hasibuan (2005).

a). Kebutuhan akan prestasi (need for achievement).

Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya guna mencapai prestasi kerja yang maksimal. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar yang akhirnya bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

b). Kebutuhan akan kekuasaan (need for power )

Kebutuhan akan kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Seseorang dengan kebutuhan akan kekuasaan tinggi akan bersemangat bekerja apabila bisa mengendalikan orang yang ada disekitarnya.

c). Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation)

Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena kebutuhan akan afiliasi akan merangsang gairah bekerja seseorang yang menginginkan kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain, perasaan dihormati, perasaan maju dan tidak gagal, dan perasaan ikut serta.


(45)

e. Teori Harapan (Expectancy Theory)

Pencetus pertama dari teori dari harapan ini adalah Victor H. Vroom dan merupakan teori motivasi kerja yang relatif baru. Teori ini berpendapat bahwa orang-orang atau petugas akan termotivasi untuk bekerja atau melakukan hal-hal tertentu jika mereka yakin bahwa dari prestasinya itu mereka akan mendapatkan imbalan besar. Seseorang mungkin melihat jika bekerja dengan giat kemungkinan adanya suatu imbalan, misalnya kenaikan gaji, kenaikan pangkat dan inilah yang menjadi perangsang seseorang dalam bekerja giat.

f. Teori Pembentukan Perilaku (Operant Conditioning)

Teori ini berasumsi bahwa prilaku pegawai dapat dibentuk dan diarahkan kearah aktivitas pencapaian tujuan. Teori pembentukan perilaku sering disebut dengan istilah-istilah lain seperti : behavioral modification, positive reinforcement dan skinerian conditioning.

Menurut teori pembentukan perilaku, perilaku pegawai dipengaruhi kejadian-kejadian atau situasi masa lalu. Apabila konsekuensi perilaku tersebut positif, maka pegawai akan memberikan tanggapan yang sama terhadap situasi lama, tetapi apabila konsekuensi itu tidak menyenangkan, maka pegawai cendrung mengubah perilakuya untuk menghindar dari konsekuensi tersebut.

g. Teori Keadilan (Equity Theory)

Menurut Davis (2004), keadilan adalah suatu keadaan yang muncul dalam pikiran seseorang jika orang tersebut merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan adalah seimbang. Teori motivasi keadilan ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai


(46)

akan termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya apabila pegawai tersebut diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya.

Ketidakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku yang menyimpang dari aktivitas pencapaian tujuan seperti menurunkan prestasi, mogok, malas dan sebagainya. Inti dari teori ini adalah pegawai membandingkan usaha mereka terhadap imbalan yang diterima pegawai lainnya dalam situasi kerja yang relatif sama. Selain itu juga membandingkan imbalan dengan pengorbanan yang diberikan. Apabila mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja, maka mereka termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.

Mengenai pengertian motivasi banyak macam rumusan yang dikemukakan oleh para ahli antara lain oleh Mitchell (dalam Winardi, 2001) yang menjelaskan motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya diarahkannya dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan kearah tujuan tertentu. Robbins (2006), memberi definisi motivasi sebagai suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu. Sementara Gibson et al. (2003) menyebutkan motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku.

Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk menunjukkan kesediannya yang tinggi untuk berupaya mencapai tujuan organisasi yang dipengaruhi kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu.


(47)

Berdasarkan pembahasan tentang berbagai teori motivasi dan kebutuhan-kebutuhan yang mendorong manusia melakukan tingkah laku dan pekerjaan, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah keseluruhan daya penggerak atau tenaga pendorong baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri yang menimbulkan adanya keinginan untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas dalam menjalankan tugas untuk mencapai tujuan.

Teori motivasi dalam penelitian ini digunakan teori motivasi dua arah yang dikemukakan Herzberg. Adapun pertimbangan peneliti karena teori yang dikembangkan Herzberg berlaku mikro, yaitu untuk karyawan atau pegawai pemerintahan yang hubungannya antara kebutuhan dengan performa pekerjaan.

2.3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi

Faktor-faktor motivasi dua faktor Herzberg dalam Hasibuan (2005), yang disebut faktor intrinsik meliputi :

1) Tanggung jawab (Responsibility).

Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang berpotensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar.

2) Prestasi yang diraih (Achievement)

Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.


(48)

3) Pengakuan orang lain (Recognition)

Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.

4) Pekerjaan itu sendiri (The work it self)

Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi.

5) Kemungkinan pengembangan (The possibility of growth)

Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam bekerja.

6) Kemajuan (Advancement)

Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.


(49)

Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam bekerja menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara lain :

1). Gaji

Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem kompensasi yang realistis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi pegawai.

2). Keamanan dan keselamatan kerja

Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja. 3). Kondisi kerja

Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam bekerja sehari-hari.

4). Hubungan kerja

Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun atasan dan bawahan.

5). Prosedur perusahaan

Keadilan dan kebijakasanaan dalam menghadapi pekerja, serta pemberian evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh terhadap motivasi pekerja.


(50)

6). Status

Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan statusnya.

2.3.4 Manfaat Motivasi

Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan semangat kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat dan pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Sesuatu yang dikerjakan dengan adanya motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang melakukannya. Orang pun akan merasa dihargai atau diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Arep dan Tanjung, 2003).

2.4 Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan


(51)

kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Mukti, 2007).

Menurut Azwar (2000) terdapat beberapa syarat pelayanan kesehatan yang baik, antara lain yaitu :

a. Tersedia dan berkesinambungan

Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat dibutuhkan

b. Dapat diterima dan wajar

Pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat

c. Mudah dicapai

Pelayanan kesehatan yang baik mudah dicapai (accesible) oleh masyarakat d. Mudah dijangkau

Dari sudut biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

e. Bermutu

Menunjukkan tingkat kesempurnaan dalam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan serta tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar yang telah ditetapkan.


(52)

2.5 Dokter

Pengertian dokter sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun diluar negeri yang diakui Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang–undangan.

Menurut Iswandari (2006), strategi WHO yang dikenal dengan sebutan Five Stars Doctor

a. Sebagai health

dimana setiap dokter diharapkan dapat berperan: care provider

b. Sebagai

yang bermutu, berkesinambungan dan komprehensif dengan mempertimbangkan keunikan individu, berdasarkan kepercayaan dalam jangka panjang,

decision maker

c. Sebagai

yang mampu memilih teknologi yang tepat dengan pertimbangan etika dan biaya,

communicator,

d. Sebagai

yang mampu mempromosikan gaya hidup sehat melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) serta memberdayakan masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal,

community leader

e. Sebagai

, yang mampu memperoleh kepercayaan, membangun kesepakatan tentang kesehatan serta berinisiatif meningkatkan kesehatan bersama,

manager

Hak dan kewajiban yang timbul dalam hubungan pasien dengan dokter meliputi 1) penyampaian informasi dan 2) penentuan tindakan. Pasien wajib , yang mampu menggerakkan individu dan lingkungan demi kesehatan bersama dengan menggunakan data yang akurat.


(53)

memberikan informasi yang berkaitan dengan keluhannya dan berhak menerima informasi yang cukup dari dokter (right to information) serta berhak mengambil keputusan untuk dirinya sendiri (right to self determination). Di sisi lain dokter berhak mendapatkan informasi yang cukup dari pasien dan wajib memberikan informasi yang cukup pula sehubungan dengan kondisi serta akibat yang akan terjadi. Selanjutnya dokter berhak mengusulkan yang terbaik sesuai kemampuan dan penilaian profesionalnya (ability and judgement) dan berhak menolak bila permintaan pasien dirasa tidak sesuai dengan norma, etika serta kemampuan profesionalnya. Selain itu, dokter wajib melakukan pencatatan (rekam medik) dengan baik dan benar (Iswandari,

Menurut Budiarso (2007), pada beberapa dekade tahun yang lalu hubungan antara rumah sakit selaku produsen jasa layanan kesehatan dan penderita selaku konsumen belum harmonis. Pada waktu memerlukan layanan kesehatan pada sebuah rumah sakit, seorang pasien hanya mempunyai hak untuk menentukan ke rumah sakit mana pasien tersebut akan pergi. Setelah itu pasien harus menurut tentang semua hal kepada dokter dan rumah sakit tempat pasien dirawat, pemeriksaan dan pengobatan apa saja yang harus dijalaninya tanpa didengar pendapatnya. Namun saat ini sudah banyak dicapai kemajuan hubungan antara rumah sakit dan pasien, sudah merupakan kejadian yang biasa bahwa seorang pasien menuntut rumah sakit atas layanan yang dia terima. Akibat dari hal itu, dokter dan rumah sakit sudah lebih hati-hati dalam melaksanakan kegiatan profesinya. Dalam hal ini rumah sakit berusaha benar untuk dapat diakreditasi disamping ini merupakan pengakuan atas kualitas produk jasa


(54)

layanan kesehatan yang dihasilkan. Kegiatan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan ditanggung rumah sakit, di lain pihak pasien akan menikmati layanan kesehatan yang lebih meningkat mutunya.

2.6 Rumah Sakit

2.6.1 Pengertian Rumah Sakit

Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Sebagai upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara paripurna, maka rumah sakit harus memiliki komponen pelayanan.

Menurut Undang-Undang No. 44 tahun 2009, komponen pelayanan di rumah sakit mencakup 20 pelayanan sebagai berikut: (1) administrasi dan manajemen, (2) pelayanan medis, (3) pelayanan gawat darurat, (4) kamar operasi, (5) pelayanan intensif, (6) pelayanan perinatal risiko tinggi, (7) pelayanan keperawatan, (8) pelayanan anastesi, (9) pelayanan radiologi, (10) pelayanan farmasi, (11) pelayanan laboratorium, (12) pelayanan rehabilitasi medis, (13) pelayanan gizi, (14) rekam medis,(15) pengendalian infeksi di rumah sakit, (16) pelayanan sterilisasi sentral,(17) keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana alam, (18) pemeliharaan sarana, (19) pelayanan lain, dan (20) perpustakaan.

Menurut Undang-Undang No. 44 tahun 2009 pengertian Rumah Sakit adalah sebagai berikut :


(55)

a. Rumah Sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan.

b. Rumah sakit adalah suatu alat organisasi yang terdiri dari tenaga medis professional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. c. Rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan

kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan.

d. Rumah Sakit adalah sarana upaya kesehatan menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.

2.6.2 Fungsi Rumah Sakit

Fungsi rumah sakit tidak secara keseluruhan dapat dilakukan oleh seluruh rumah sakit milik pemerintah atau swasta, tetapi tergantung pada klasifikasi rumah sakit. Berdasarkan klasifikasi rumah sakit dapat diketahui bahwa rumah sakit dengan kategori/kelas A, mempunyai fungsi, jumlah dan kategori ketenagaan, fasilitas, dan kemampuan pelayanan yang lebih besar daripada rumah sakit dengan kelas lainnya yang lebih rendah, seperti klas B, C, dan kelas D (Undang-Undang No. 44 tahun 2009).


(56)

2.6.3 Rawat Inap

Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta, serta Puskesmas perawatan dan rumah bersalin yang oleh karena penyakitnya penderita harus menginap (Muninjaya, 2004). Sedangkan menurut Wiyono (2000), pelayanan rawat inap adalah pelayanan kepada pasien untuk observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis dan atau kesehatan lainnya dengan menempati tempat tidur. Batasan tempat tidur adalah tempat tidur yang tercatat dan tersedia di ruang rawat inap.

2.7 Penelitan Terdahulu

Beberapa hasil penelitian terkait dengan kinerja dokter seperti hasil penelitian Zulkhairi (2010), tentang determinan kinerja dokter spesialis di ruang rawat inap Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan mengungkapkan bahwa faktor individu, psikologis dan organisasi secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap kinerja dokter. Faktor organisasi yang paling berpengaruh adalah jumlah honor yang diterima dan ketepatan waktu pembayaran serta pemberian bonus/insentif. Demikian juga hasil penelitian Muchsin (2003), mengungkapkan bahwa secara organisasi kepemimpinan, supervisi, sumber daya dan imbalan berpengaruh terhadap kinerja dokter di Puskesmas Kota Banda Aceh dan variabel imbalan berpengaruh lebih besar dibandingkan dengan variabel lainnya.


(57)

Hasil penelitian Ardian (2012), menyimpulkan bahwa kinerja dokter kategori sedang 67,2%, kategori baik 31,1% dan kategori buruk 1,7%. Kesesuaian honor yang diharapkan, nilai ketepatan waktu pembayarannya serta pemberian bonus/insentif kategori sedang. Faktor kepemimpinan dan insentif berpengaruh terhadap kinerja dokter di Rumah sakit Advent Medan. Faktor kepemimpinan paling dominan memengaruhi kinerja dokter. Hasil penelitian Candra (2012) menyimpulkan bahwa motivasi dan lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter dalam memberikan pelayanan kepada pasien rawat inap di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I/Bukit Barisan Medan. Variabel lingkungan kerja berpengaruh lebih besar terhadap kinerja dokter.

2.8 Landasan Teori

Kinerja secara teoritis dalam penelitian ini mengacu kepada grand teori kinerja model Gibson et al. (2003), teori ini menyatakan ada 3 variabel yang memengaruhi kinerja seseorang, yaitu (1) variabel individu (2) variabel psikologis dan (3) variabel organisasi. Secara psikologis kinerja seseorang secara individu dalam organisasi dipengaruhi oleh motivasi. Sedangkan Bernardin dan Russel (1998) mengungkapkan kriteria untuk mengukur kinerja seorang karyawan, yaitu: (1) Quality, (2) Quantity (3) Timeleness (4) Cost of effectiveness, (5) Need of supervision, (6) Interpersonal input.

Teori motivasi yang digunakan dalam penelitian mengacu kepada teori motivasi Herzberg dalam Hasibuan (2005), meliputi motivasi intrinsik: a) Tanggung


(58)

jawab, b) prestasi yang diraih, c) pengakuan orang lain, d) pekerjaan itu sendiri, e) kemungkinan pengembangan, f) kemajuan. Sedangkan motivasi ektstrinsik

meliputi: a) gaji, b) keamanan dan keselamatan kerja, c) kondisi kerja, d) hubungan kerja, e) prosedur perusahaan dan f) status.

Indikator motivasi intrinsik dalam penelitian ini disesuaikan dengan kondisi empiris RSUD Sultan Sulaiman. Indikator pekerjaan itu sendiri merupakan indikator konstan, seorang dokter pekerjaan utamanya di rumah sakit adalah memberikan pelayanan kepada pasien dan indikator kemungkinan pengembangan manajemen rumah sakit tetap menyediakan biaya untuk pendidikan, sehingga indikator ini tidak dimasukkan sebagai indikator penelitian.

Indikator motivasi ekstrinsik yang merupakan indikator konstan adalah prosedur perusahaan dan status. Prosedur kerja di RSUD Sultan Sulaiman sudah ada yang baku dan indikator status bahwa semua dokter di RSUD Sultan Sulaiman adalah dokter tetap, sehingga indikator ini tidak dimasukkan sebagai indikator penelitian. 2.9 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori maka dapat digabungkan menjadi suatu pemikiran yang terintegrasi. Pemikiran yang terintegrasi tersebut merupakan kerangka konsep dalam penelitian ini dengan model sebagai berikut :


(59)

Variabel independen Variabel dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Sumber : Herzberg dalam Hasibuan (2005); Bernardin dan Russel (1998)

Kinerja Dokter (Y) a. Kualitas

b. Kuantitas

c. Ketepatan waktu d. Kebutuhan supervisi e. Efektivitas pembiayaan Motivasi

Intrinsik (X1) a. Tanggung jawab b. Prestasi kerja

c. Pengakuan hasil kerja d. Kemajuan

Ekstrinsik (X2)

a. Imbalan b. Kondisi kerja c. Hubungan kerja


(60)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei explanatory. Survei explanatory adalah penelitian yang dirancang untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 1995), yang bertujuan menganalisis pengaruh motivasi terhadap kinerja dokter di RSUD Sultan Sulaiman, Kabupaten Serdang Bedagai.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUD Sultan Sulaiman, Kabupaten Serdang Bedagai, dengan melihat kecenderungan rumah sakit memiliki pencapaian BOR yang belum mecapai target selama 2 tahun terakhir.

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dimulai dengan melakukan survei awal sampai seminar hasil penelitian terhitung mulai bulan April sampai dengan Juni 2013.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dokter di RSUD Sultan Sulaiman, Kabupaten Serdang Bedagai berjumlah 54 orang.


(61)

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh dokter yang sudah bekerja minimal 1 tahun di RSUD Sultan Sulaiman, Kabupaten Serdang Bedagai, yaitu sebanyak 31 responden

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dihimpun melalui wawancara langsung berpedoman kepada kuesioner penelitian dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti, yaitu identitas responden, motivasi (ektrinsik dan intrinsik). Sedangkan data tentang kinerja dokter ditanyakan pada atasan.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan maupun dokumen-dokumen resmi lainnya terutama data di RSUD Sultan Sulaiman terkait dengan data motivasi dan kinerja dokter yang diperoleh dari bagian personalia meliputi data (1) jumlah dokter, (2) laporan tahunan dan dari jurnal/hasil penelitian.

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas

Instrumen penelitian berupa kuesioner untuk pengumpulan data primer, sebelum digunakan dalam penelitian terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap 30 dokter di RSUD dr. H. Kumpulan Pane, Tebing Tinggi.


(62)

a. Uji validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur (instrumen) dalam mengukur suatu data (Ghozali, 2005). Untuk mengetahui validitas suatu instrumen (dalam kuesioner) dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor r-hitung masing-masing pertanyaan dalam suatu variabel menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Pertanyaan pada kuesioner dapat dikatakan valid apabila nilai koefisien korelasi >0,3.

Hasil uji validitas variabel bebas sebagai berikut : (1) Variabel Motivasi Intrinsik

Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan korelasi Pearson Product Moment diketahui bahwa seluruh variabel bebas motivasi intrinsik indikator (tanggung jawab 5 pernyataan, prestasi kerja 5 pernyataan, pengakuan hasil kerja 4 pernyataan, kemajuan 4 pernyataan) mempunyai nilai koefisien korelasi (r) >0,3, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel motivasi intrinsik valid (Lampiran 2).

(2) Variabel Motivasi Ekstrinsik

Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan korelasi Pearson Product Moment diketahui bahwa seluruh variabel bebas motivasi ekstrinsik indikator (imbalan 5 pernyataan, kondisi kerja 4 pernyataan, hubungan kerja 5 pernyataan) mempunyai nilai koefisien korelasi (r) >0,3, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel motivasi ekstrinsik valid (Lampiran 2).


(1)

Correlations

1,000 ,677** ,644**

, ,000 ,000

31 31 31

,677** 1,000 ,382*

,000 , ,034

31 31 31

,644** ,382* 1,000

,000 ,034 ,

31 31 31

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Kinerja

Motivas i Intrinsik

Motivas i Eks trins ik

Kinerja

Motivas i Intrinsi k

Motivas i Ekstrinsik

Correlation is si gnificant at the 0.01 level (2-tailed). **.

Correlation is si gnificant at the 0.05 level (2-tailed). *.

Correlations

1,000 ,588** ,566** ,616** ,733** ,583** ,576** ,504** , ,001 ,001 ,000 ,000 ,001 ,001 ,004

31 31 31 31 31 31 31 31

,588** 1,000 ,824** ,709** ,669** ,183 ,272 ,195

,001 , ,000 ,000 ,000 ,326 ,139 ,292

31 31 31 31 31 31 31 31

,566** ,824** 1,000 ,858** ,772** ,173 ,337 ,155

,001 ,000 , ,000 ,000 ,352 ,063 ,405

31 31 31 31 31 31 31 31

,616** ,709** ,858** 1,000 ,842** ,364* ,315 ,368*

,000 ,000 ,000 , ,000 ,044 ,084 ,042

31 31 31 31 31 31 31 31

,733** ,669** ,772** ,842** 1,000 ,432* ,549** ,349

,000 ,000 ,000 ,000 , ,015 ,001 ,054

31 31 31 31 31 31 31 31

,583** ,183 ,173 ,364* ,432* 1,000 ,481** ,917**

,001 ,326 ,352 ,044 ,015 , ,006 ,000

31 31 31 31 31 31 31 31

,576** ,272 ,337 ,315 ,549** ,481** 1,000 ,431*

,001 ,139 ,063 ,084 ,001 ,006 , ,016

31 31 31 31 31 31 31 31

,504** ,195 ,155 ,368* ,349 ,917** ,431* 1,000

,004 ,292 ,405 ,042 ,054 ,000 ,016 ,

31 31 31 31 31 31 31 31

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Kinerja Tanggung Jawab Prestasi

Pengakuan hasil kerja

Kemajuan Imbalan Kondisi kerja Hubungan kerja Kinerja Tanggung Jawab Prestasi Pengakuan

hasil kerja Kemajuan Imbalan Kondisi kerja

Hubungan kerja

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.

Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). *.


(2)

Regression

Va riables Entere d/Re movedb

Motivasi E kstrinsik ,

Motivasi Intrins ika , Enter Model

1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All reques ted variables ent ered. a.

Dependent Variable: K inerja b.

Model Summary

,795a ,632 ,606 8,59

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), Motivasi Ekstrinsik, Motivas i Intrinsik

a.

ANOV Ab

3546,840 2 1773,420 24,042 ,000a

2065,354 28 73,763

5612,194 30

Regres sion Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean S quare F Sig.

Predic tors: (Constant), Motivasi Eks trins ik, Motivasi Intrinsik a.

Dependent Variable: Kinerja b.

Coeffi cientsa

,250 7,903 ,032 ,975

,710 ,174 ,505 4,069 ,000

1,035 ,285 ,451 3,634 ,001

(Const ant) Motivasi Intrins ik Motivasi E kstrinsik Model

1

B St d. E rror Unstandardized

Coeffic ient s

Beta St andardi

zed Coeffic ien

ts

t Sig.

Dependent Variable: Kinerja a.


(3)

Regression

Va riables Entere d/Re movedb

Motivasi

Int rins ika , Enter

Model 1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All reques ted variables ent ered. a.

Dependent Variable: K inerja b.

Model Summary

,677a ,458 ,440 10,24

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), Motivasi Intrins ik

a.

ANOV Ab

2572,857 1 2572,857 24,549 ,000a

3039,337 29 104,805

5612,194 30

Regres sion Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean S quare F Sig.

Predic tors: (Constant), Motivasi Intrinsik a.

Dependent Variable: Kinerja b.

Coefficientsa

16,802 7,698 2,183 ,037

,952 ,192 ,677 4,955 ,000

(Constant) Motivas i Intrinsik Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardi

zed Coefficien

ts

t Sig.

Dependent Variable: Kinerja a.


(4)

Regression

Va riables Entere d/Re movedb

Motivasi

Ek strinsika , Enter

Model 1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All reques ted variables ent ered. a.

Dependent Variable: K inerja b.

Model Summary

,644a ,414 ,394 10,65

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), Motivasi Ekstrinsik

a.

ANOV Ab

2325,377 1 2325,377 20,517 ,000a

3286,816 29 113,338

5612,194 30

Regres sion Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean S quare F Sig.

Predic tors: (Constant), Motivasi Eks trins ik a.

Dependent Variable: Kinerja b.

Coefficientsa

16,749 8,409 1,992 ,056

1,478 ,326 ,644 4,530 ,000

(Constant) Motivas i Ekstrinsik Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardi

zed Coefficien

ts

t Sig.

Dependent Variable: Kinerja a.


(5)

Kinerja Dokter dalam Melayani Pasien Rawat Inap

Kinerja dokter dalam pelayanan pasien rawat inap ditanyakan pada pasien sebanyak 93 orang (3 orang pasien setiap dokter). Hasil penelitian menunjukkan bahwa :

1. Sebanyak 58 orang (62,4%) responden menyatakan tidak setuju bahwa dokter visite setiap hari.

2. Sebanyak 45 orang (48,4%) responden menyatakan tidak setuju bahwa dokter visite tepat waktu.

3. Sebanyak 43 orang (46,2%) responden menyatakan tidak setuju bahwa dokter menyediakan waktu yang cukup berkomunikasi dengan pasien.

4. Sebanyak 52 orang (55,9%) responden menyatakan tidak setuju dokter menyediakan waktu bila pasien bertanya diluar jam visite.

5. Sebanyak 49 orang (52,7%) responden menyatakan tidak setuju bahwa dokter menanggapi keluhan pasien dengan cepat dan tepat.

6. Sebanyak 38 orang (40,9%) responden menyatakan tidak setuju bahwa dokter memberikan penjelasan dengan jelas tentang penyakit yang dikeluhkan pasien. 7. Sebanyak 45 orang (48,4%) responden menyatakan tidak setuju bahwa yakin atas

penjelasan yang diberikan oleh dokter tentang penyakit yang di keluhkan

8. Sebanyak 82 orang (88,2%) responden menyatakan tidak setuju bahwa dokter menanyakan kembali tentang kemajuan perkembangan kesehatan melalui fasilitas telepon.


(6)

9. Sebanyak 68 orang (73,1%) responden menyatakan tidak setuju bahwa dokter bersikap sabar terhadap pasien.

10.Sebanyak 64 orang (68,8%) responden menyatakan tidak setuju bahwa dokter menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan pasien diluar jam kerja.

Distribusi jawaban responden disajikan pada Tabel berikut:

Distribusi Jawaban Responden

No Pernyataan

Sangat

Setuju Setuju

Tidak

Setuju Total

n % n % n % n %

1 Dokter visite setiap hari 11 11,8 24 25,8 58 62,4 93 100,0 2 Dokter visite tepat waktu 14 15,1 34 36,6 45 48,4 93 100,0 3 Dokter menyediakan waktu yang cukup

berkomunikasi dengan pasien 27 29,0 23 24,7 43 46,2 93 100,0 4 Dokter menyediakan waktu bila pasien

bertanya diluar jam visite 8 8,6 33 35,5 52 55,9 93 100,0 5 Dokter menanggapi keluhan pasien

dengan cepat dan tepat 7 7,5 37 39,8 49 52,7 93 100,0 6 Dokter memberikan penjelasan tentang

penyakit yang dikeluhkan pasien 22 23,7 33 35,5 38 40,9 93 100,0 7 Pasien yakin atas penjelasan yang

diberikan oleh dokter tentang penyakit yang di keluhkan

19 20,4 29 31,2 45 48,4 93 100,0 8 Dokter menanyakan kembali tentang

kemajuan perkembangan kesehatan melalui fasilitas telepon

4 4,3 7 7,5 82 88,2 93 100,0 9 Dokter bersikap sabar terhadap pasien 8 8,6 17 18,3 68 73,1 93 100,0 10 Dokter menyediakan waktu untuk

berkomunikasi dengan pasien diluar jam kerja