Kedudukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Sebagai Lembaga Kuasi Yudisial

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai negara berkembang, pada dekade terakhir ini Indonesia
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pembangunan yang dilakukan demi
kemajuan Negara Indonesia merupakan pembangunan yang dilakukan secara
menyeluruh serta menyentuh segenap aspek hidup masyarakat dalam arti tidak
hanya menitikberatkan pada satu bidang tertentu saja. Penggerak utama dalam
pembangunan Negara Indonesia ialah pembangunan pada bidang ekonomi.
Pembangunan ekonomi erat kaitannya pada aktivitas bisnis, dimana salah satu
aktivitas bisnis ialah pertukaran suatu barang atau jasa.4
Segala sesuatu yang berhubungan dengan pertukaran barang yang bernilai
ekonomis diatur dalam hukum bisnis.5 Tak hanya perihal transaksi atau pertukaran
antar barang saja yang diatur, hukum bisnis juga mengatur tentang cara
pelaksanaan urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan yang
dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan
menempatkan uang dari entrepreneur dalam resiko tertentu dengan usaha tertentu
dengan motif (dari entrepreneur tersebut) adalah untuk mendapatkan keuntungan

4


Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu Hukum Bisnis Dalam Presepsi Manusia
Modern, (Bandung: PT.Refika Aditama, 2004) hlm. 24.
5
Ibid.

1

Universitas Sumatera Utara

2

tertentu.6 Dalam suatu kegiatan dagang juga melibatkan konsumen sebagai
penerima nilai dari suatu barang.7
Pesatnya pembangunan dan perkembangan perekonomian nasional telah
menghasilkan variasi produk barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi.
Kemajuan dibidang ilmu pengetahuan, teknologi telekomunikasi, dan informatika
juga turut mendukung perluasan ruang gerak transaksi barang dan/atau jasa
hingga melintasi batas-batas suatu Negara. Kondisi demikian pada suatu pihak
sangat beranfaat bagi kepentingan konsumen karena kebutuhan akan barang
dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar

kebebasan untuk memilih aneka jenis kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan
kemampuannya.8 Kondisi dan fenomena tersebut dapat mengakibatkan kedudukan
pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang.9Pada prakteknya, banyak
permasalahan timbul, baik dari pihak pelaku usaha, maupun konsumen, walaupun
kecenderungannya menempatkan konsumen terhadap posisi yang lebih lemah.
Konsumen kerap menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang
sebesar-besarnya oleh pelaku usaha, melalui kiat promosi, cara penjualan, serta
penerapan perjanjian, tanpa memperhatikan hak-hak konsumen.10 Kedudukan
konsumen pada umumnya masih lemah dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan

6

Eddi Sopandi, Beberapa Hal dan Catatan Berupa Tanya Jawab Hukum Bisnis,
(Bandung:Alumni,2003), hlm. 1.
7
Ibid.hlm.2
8
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum
Acara Serta Kendala Impelementasinya, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 1.
9

Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen, (Banjarmasin: Penerbit
Nusa Media, 2008), hal 12.
10
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

3

daya tawar, karena itu sangatlah dibutuhkan adanya undang-undang yang
melindungi kepentingan-kepentingan konsumen yang selama ini terabaikan.11
Demi melindungi hak-hak konsumen dalam segala aspek kegiatan
ekonomi maka diperlukan perlindungan hukum terhadap konsumen, yang saat ini
diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Disahkannya Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(selanjutnya disebut UUPK) dapat menguatkan perlindungan hukum terhadap
konsumen. Hal ini penting karena hanya hukum yang memiliki kekuatan untuk
memaksa pelaku usaha menaati peraturan yang telah dtetapkan, dan juga hukum
memiliki sanksi yang tegas.12 Pada intinya didalam pasal 3 UUPK dinyatakan
bahwa UUPK memiliki tujuan meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam

memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen, menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan akses untuk mendapatkan informasi, serta menumbuhkan kesadaran
pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen. Atas tujuan UUPK
tersebut maka dibentuklah beberapa lembaga demi mencapai tujuan tersebut.
Salah satunya ialah dibentuknya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(selanjutnya disebut BPSK).
Sebagai amanat dari UUPK, BPSK dibentuk sebagai badan yang bertugas
menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen antara pelaku usaha dengan
konsumen di luar pengadilan. Selain itu BPSK juga dibentuk untuk
menyelesaikan masalah-masalah konsumen yang berskala kecil dan bersifat

11
12

Susanti Adi Nugroho, op.cit, hlm. 2.
Ibid.hlm.2.

Universitas Sumatera Utara


4

sederhana. Pembentukkan BPSK didasarkan pada adanya kecenderungan
masyarakat yang enggan untuk beracara dipengadilan karena posisi konsumen
yang secara sosial dan finansial tidak seimbang dengan pelaku usaha. Dengan
dibentuknya lembaga BPSK ini diharapkan konsumen dapat dengan mudah
memperjuangkan hak-haknya, juga dapat mendorong pelaku usaha agar dapat
menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan rasa bertanggung jawab.13
Secara struktur BPSK diisi oleh beberapa unsur, yakni unsur pemerintah,
unsur pelaku usaha, dan unsur konsumen.14 BPSK diberikan wewenang oleh
UUPK untuk memutus dan menetapkan ada atau tidak kerugian dipihak
konsumen, memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen, serta menjatuhkan sanksi
administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UUPK. Dalam
menangani penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi, mediasi,
maka yang berwenang untuk menetapkan siapa yang menjadi personilnya baik
sebagai ketua majelis yang berasal dari unsur pemerintah maupun anggota majelis
yang berasal dari unsur pemerintah maupun anggota majelis yang berasal dari
unsur konsumen dan unsur pelaku usaha adalah ketua BPSK.
Di dalam UUPK pada pasal 54 ayat (3) dinyatakan bahwa putusan BPSK

bersifat final dan mengikat. Namun pada pasal yang selanjutnya, yakni pasal 56
ayat (2) dinyatakan bahwa para pihak dapat mengajukan keberatan ke pengadilan

13

Ibid. hlm.74.
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika,
2011) hlm.127.
14

Universitas Sumatera Utara

5

atas putusan yang dijatuhkan oleh BPSK. 15 Isi daripada kedua pasal tesebut
menimbulkan keganjalan, terkhusus pada kekuatan hukum putusan BPSK. Dalam
hal ini maka BPSK dapat disebut sebagai lembaga kuasi yudisial.
Lembaga kuasi yudisial atau semi pengadilan merupakan lembagalembaga yang memiliki sifat mengadili tetapi tidak disebut sebagai pengadilan.16
Berdasarkan ketentuan undang-undang , lembaga demikian diberikan kewenangan
untuk memeriksa dan memutus suatu perselisihan ataupun perkara pelanggaran

hukum dan bahkan perkara pelanggaran etika tertentu dengan keputusan yang
bersifat final dan mengikat sebagamana putusan pengadilan yang bersifat
“inkracht” pada umumnya.17
Berdasarkan penjelasan ringkas mengenai kuasiyudisial dapat dinyatakan
bahwa BPSK merupakan bagian daripada lembaga kuasi yudisial. Namun begitu
hal tersebut menggambarkan bahwasannya keputuan BPSK tidak memiliki
kepastian hukum yang berdampak pada hilangnya perlidungan hak-hak
konsumen.
Oleh karena itu penulis tertarik untunk membahas Kedudukan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Sebagai Lembaga Kuasi-Yudisial.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya,
penulis memilih beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi
ini, adapun permasalahan yang dibahas, antara lain:
15

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen,(Jakarta: Raja
Graindo Persada, 2004) hlm.262.
16
Jimly Asshiddiqie, Putih Hitam Pengadillan Khusus, dikses dari

https://books.google.com, diakses pada tanggal 1 Maret 2017, pukul 13.20 WIB.
17
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

6

1. Bagaimanakah tugas dan wewenang BPSK dalam menyelesaikan
sengketa konsumen?
2. Bagaimanakah

lembaga

Kuasi-Yudisial

dalam

sistem


hukum

Indonesia?
3. Bagaimanakah kedudukan BPSK sebagai lembaga Kuasi-Yudisial?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini
antara lain:
1. Untuk mengetahui tugas dan wewenang BPSK dalam menyelesaikan
sengketa konsumen
2. Untuk mengetahui lembaga Kuasi-Yudisial dalam sistem hukum
Indonesia
3. Untuk mengetahui kedudukan BPSK sebagai lembaga Kuasi-Yudisial.
Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk
memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan,18 sehingga
harapan penulis agar penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca, adapun manfaat tersebut antara lain:
1. Secara Teoritis
Guna mengembangan khasanah ilmu pengetahuan hukum bisnis,
khususnya mengenai kedudukan BPSK sebagai lembaga KuasiYudisial.


18

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010), hlm. 3.

Universitas Sumatera Utara

7

2. Secara Praktiks
a. Hasil penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran yuridis
tentang kedudukan BPSK sebagai lembaga Kuasi-Yudisial baik
kepada Almamater Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
maupun kepada pemerintah untuk perkembangan kebijakan hukum
ekonomi yang lebih baik kedepannya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran
hukum bagi konsumen terhadap tugas, wewenang serta kedudukan
BPSK sebagai lembaga kuasi yudisial, sehingga hak-hak konsumen
lebih terjamin.
c. Hasil penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran

hukum bagi pelaku usaha terhadap tugas, wewenang serta
kedudukan BPSK sebagai lembaga kuasi yudisial, sehingga dapat
mencegah timbulnya sengketa konsumen.
D. Keaslian Penulisan
Beberapa hasil penelitian mengenai BPSK telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya yaitu yang dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara yang bernama Jefta Novendri P dengan judul “Kedudukan dan
Peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Dalam Rangka
Menyelesaikan Sengketa Konsumen Ditinjau Dari UU No 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen” ditulis pada tahun 2011. Tulisan tersebut meneliti
tentang proses penyelesaian sengketa konsumen melalui UUPK, kedudukan dan
peranan BPSK menyelesaikan sengketa konsumen serta hambatan-hambatan yang
ada dalam proses penyelesaian sengketa melalui BPSK.

Universitas Sumatera Utara

8

Kemudian penelitian yang dilakukan Mahasiswi Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang bernama Putri Khairani dengan judul
“Efektifitas Penyelesaian Sengeta Alternatif Melalui Arbitrase Pada Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Medan” pada tahun 2016.
Penelitian ini membahas tentang keefektifan dari pelaksanaan putusan secara
arbitrase bagi para pihak yang berengketa di BPSK Kota Medan, baik prosedur
putusan maupun pelaksanaan putusannnya, faktor penghambat pelaksanaan
putusan serta keberhasilan dan kegagalan penyelesaian sengketa secara arbitrase
di BPSK kota medan.
Ada juga penelitian yang dilakukan Mahasiswi Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang bernama Verytethy Hutagaol dengan judul
“Kendala-kendala Yang Dihadapi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Dalam Mengimplementasikan Undang-Undang No 8 tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen” yang ditulis pada tahun 2010. Penelitian ini membahas
mengenai peran BPSK sebagai lembaga penyelesaian konsumen, mekanisme
hukum di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, serta kendala-kendala yang
dihadapi BPSK dalam mengimplementasikan UUPK.
Perbedaaannya dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini lebih
memfokuskan kepada kedudukan BPSK sebagai suatu lembaga kuasi yudisial,
serta menjelaskan kekuatan putusan BPSK sebagai bagian dari lembaga kuasi
yudisial. Adapun judul tulisan ini ialah Kedudukan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) Sebagai Lembaga Kuasi-Yudisial.
Penulis telah melakukan pemeriksaan pada Perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini belum

Universitas Sumatera Utara

9

penah ada yang membahas dan meneliti. Berdasarkan penelusuran di
Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ditemukan beberapa
judul yang membahas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Meskipun
demikian, substansi permasalahan dan penyajian dari penelitian ini berbeda
dengan penelitian-penelitian tersebut. Penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan
keasliannya.

E. Tinjauan Kepustakaan
1. Konsumen
Istilah Konsumen berasal dari istilah asing yakni consumer dari bahasa
Inggris dan cunsument yang berasal dari bahasa Belanda. Secara harfiah dapat
diartikan orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan
jasa tertentu atau dapat pula diartikan sesuatu atau seseorang yang menggunakan
jasa tertentu.19
Dalam Pasal 1 angka 2 UUPK memberikan pengertian bahwa konsumen
ialah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan.20 UUPK memberikan penjelasan terhadap
pasal tersebut di mana diterangkan bahwa di dalam kepustakaan ekonomi dikenal
konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau
pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen

19
20

Abdul Halim Barkatullah, op.cit, hlm. 7.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit., hlm. 4.

Universitas Sumatera Utara

10

yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu
produk lainnya. Pengertian konsumen dalam UUPK ialah konsumen akhir.21
Secara umum pengertian konsumen disimpulkan dalam 3 pengertian,
yakni:22
a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa
yang digunakan untuk tujuan tertentu.
b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang
dan/atau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan/komersial. Melihat
pada sifat penggunaan barang dan/atau jaa tersebut konsumen antara ini
sesungguhnya adalah pengusaha, baik pengusaha perorangan maupun
pengusaha yang berbentuk badan hukum atau tidak, baik pengusaha
swasta maupun pengusaha publik (perusaahaan milik Negara), dan
dapat terdiri dari penyedia dana (investor), pembuat produk akhir yang
digunakan oleh konsumen akhir atau produsen, atau penyedia atau
penjual produk akhir atau produsen, atau penyedia atau penjual produk
akhir seperti supplier, distributor, atau pedagang.
c. Konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapatkan barang
dan/atau jasa, yang digunakan untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidup
pribadinya, keluarga dan/atau rumah tangganya dan tidak untuk
diperdagangkan kembali.

21
22

Ibid.hlm.4.
Susanti Adi Nugroho,op.cit hlm 62

Universitas Sumatera Utara

11

2. Pelaku Usaha
Dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 8 Tahun 1999 disebutkan pelaku usaha
adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha
dalam berbagai bidang ekonomi.23 Berdasarkan pengertian diatas terdapat unsurunsur dari pelaku usaha, yakni sebagai berikut:
a. Merupakan perorangan atau badan usaha yang berbentuk badan
hukum maupun yang bukan badan hukum.
b. Badan usaha baik berupa badan hukum maupun bukan badan
hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
di wilayah Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi.
Dari unsur tersebut dapat dipahami bahwa seorang atau badan usaha yang
dapat dinyatakan sebagai pelaku usaha ialah yang melakukan kegiatan usaha
dalam bidang ekonomi dan juga melakukan kegiatan yang berada dalam wilayah
Republik Indonesia. Dalam penjelasan UUPK yang termasuk dalam pelaku usaha
adalah perusahaan, korporasi, BUMN, korperasi, importer, pedagang, distributor
dan lain-lain.24

23
24

Kristiyanti Celina Tri Siwi, op.cit hlm. 41.
Ibid.hlm. 41.

Universitas Sumatera Utara

12

Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 3 UUPK cukup luas karena
meliputi grosir, leveransir, pengecer dan sebagainya. Cakupan luasnya pengertian
pelaku usaha dalam UUPK tersebut memiliki persamaan dengan penegertian
pelaku usaha dalam masyarakat Eropa terutama Negara Belanda, bahwa yang
dapat dikualifikasi sebagai produsen adalah: pembuat produk jadi (finished
product); penghasilan bahan baku; pembuat suku cadang; setiap orang
menampakkan dirinya sebagai produsen, dengan jalan mencantumkan namanya,
tanda pengenal tertentu, atau tanda lain yang membedakan dengan produk asli,
pada

produk

tertentu;

importer

suatu

produk

dengan

maksud

djualbelikan,disewakan, disewagunakan (leasing) atau bentuk distibusi lain dalam
transaksi perdagangan; pemasok (supplier), dalam hal identitas dari produsen atau
importer tidak dapat ditentukan.25
Pelaku usaha yang dimaksud dalam UUPK sama dengan cakupan
produsen yang dikenal di Belanda, karena produsen dapat berupa perorangan atau
badan hukum. Dalam pengertian pelaku usaha tersebut tidaklah mencakup
eksportir atau pelaku usaha di luar negeri, karena UUPK membatasi orang
perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum Negara Republik Indonesia.26
3. Sengketa Konsumen
Undang-undang Perlindungan Konsumen tidak memberikan batasan
apakah yang dimaksud dengan sengketa konsumen. Sengketa dalam pengertian

25
26

Abdul Halim Barkatullah, op.ycit., hlm. 34.
Ibid, hlm.34.

Universitas Sumatera Utara

13

sehari-hari dimaksudkan sebagai suatu keadaan dimana pihak-pihak yang
melakukan upaya-upaya perniagaan mempunyai masalah yaitu menghendaki
pihak lain untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu tetap pihak lainnya menolak
atau tidak berlaku demikian.27 Sengketa dapat juga diartikan sebagai adanya
ketidakserasian

antara

pribadi-pribadi

atau

kelompok-kelompok

yang

mengadakan hubungan karena hak salah satu pihak terganggu atau dilanggar. 28
Menurut Menteri Perindustrian dan Perdagangan dengan Surat Keputusan
Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tangal 10 Desember 2001, yang dimaksud dengan
sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang
menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau yang menderita
kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasa.29 Abdul Halim
Barkatullah memberikan pengertian sengketa konsumen ialah sengketa yang
terjadi antara konsumen sebagai pengguna barang atau jasa di satu pihak dengan
pelaku atau produsen di pihak lain yang dianggap telah melanggar hak-hak
konsumen.30 Janus Sidabalok menyatakan bahwa ketidaktaatan pada isi transaksi
konsumen, kewajiban serta larangan sebagaimana diatur dalam undang-undang
pelindungan konsumen dapat melahirkan sengketa antara pelaku usaha dan
konsumen. Sengketa tersebut dapat berupa salah satu pihak tidak dapat menikmati
apa yang seharusnya menjadi haknya karena phak lawan tidak memenuhi
kewajibannya.31

27

Ibid, hlm.108
Soerjono Soekanto, Mengenal Antropologi Hukum, (Bandung: Alumbi, 1979) hlm. 26.
29
Barkatulah Abdul Halim, op.cit, hlm. 109.
30
Ibid, hlm. 109.
31
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2014) hlm. 127.
28

Universitas Sumatera Utara

14

4. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Pasal 1 butir 11 UUPK menyatakan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan
sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.32 BPSK sebenarnya dibentuk untuk
menyelesaikan kasus-kasus sengketa konsumen yang berskala kecil dan bersifat
sederhana.33
Dr. Susanti Adi Nugroho, S.H., M.H memberikan pengertian BPSK, yakni
BPSK merupakan lembaga yang dibentuk oleh pemerintah yang bertugas
menangani sengketa antara pelaku usaha dan konsumen, tetapi bukanlah
merupakan bagian dari institusi kekuasaan kehakiman.34 Janus Sidabalok
menyatakan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah
lembaga yang memeriksa dan memutus sengketa konsumen, yang bekerja seolaholah sebagai sebuah pengadilan. Karena itu BPSK dapat disebut sebagai peradilan
kuasi.35
5. Kuasi Yudisial
Secara etimologis kuasi yudisial berasal dari kata kuasi dan yudisial. Kuasi
memiliki arti yaitu semu, pura-pura atau seolah-olah.36 Yudisial berasal dari kata
Inggris yakni Judicial yang memiliki arti “Belonging to the office of a judge; as
judicial authority. Relating to or connected with the administration of justice;as a
judicial officer. Having the character of judgement or formal legal procdure”

32

Nugroho Adi Susanti, Op.cit., hlm. 74.
Ibid. hlm.74.
34
Ibid. hlm.17.
35
Janus Sidabalok, Op.cit, hlm. 184.
36
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta,2012), hlm.384.
33

Universitas Sumatera Utara

15

37

dalam bahasa Indonesia dapat diartikan yudisial merupakan bagian dari tugas

kehakiman, berkaitan dengan otorits kehakiman, memiliki karakter menghakimi
atau prosedur hukum acara sebagai tindakan kehakiman. Dapat dipahami bahwa
yudisial merupakan lembaga peradilan atau yang berhubungan dengan kekuasaan
kehakiman. Maka atas pengertian dari kuasi dan yudisial yang telah dipaparkan
maka dapat disimoulkan kuasi yudisial merupakan lembaga peradilan yang
bersifat semu, atau seolah-eolah menjadi lembga peradilan.
Jimly Asshiddiqie mengemukakan bahwa Lembaga Kuasi-Yudisial
merupakan badan administratif yang memiliki wewenang sama seperti
Pengadilan. Lembaga kuasi yudisial bersifat mengadili namun tidak dapat
dikatakan sebagai pengadilan.38 Beberapa dari lembaga ini berbentuk komisikomisi Negara, tetapi ada pula yang mengunakan istilah badan ataupun dewan.39
F. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan pada
pembahasan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum
normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang
tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder yang lebih dikenal dengan nama

37

http://thelawdictionary.org/judicial/ , Diakses pada tanggal 30 Juni 2017, Pukul 10.20

wib.
38

Jimly Asshiddiqie, Putih Hitam Pengadillan Khusus,
https://books.google.com diakses pada tanggal 1 Maret 2017 pukul 13.20.
39
Ibid.

diakses

dari

Universitas Sumatera Utara

16

dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.40
Penelitian hukum ini menggunakan penelitian hukum normatif karena penulis
mengumpulkan dan menganalisa hukum yang berlaku tentang kedudukan BPSK
sebagai lembaga Kuasi Yudisial yang berasal dari bahan hukum primer, sekunder
dan tersier.
Sifat penelitian yang melekat pada penulisan skripsi ini adalah penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif ialah suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian
deskriptif ialah untuk membut deskripsi gambaran secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki.41 Dalam penelitian ini mendeskripsikan mengenai kedudukan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagai lembaga Kuassi Yudisial, yang dapat
diteliti dengan melihat tugas dan wewenang BPSK serta aspek-aspek lainnya yang
berhubungan dengan penyelesaian sengketa konsumen.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini adalah bahan hukum
primer, sekunder dan tersier.
a) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang
mengikat, yakni Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang

40

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2010), hlm. 33.
41
Moh Nazar, Metode Penelitian, (Bogor:Ghalia Indonesia,2005),hlm.44

Universitas Sumatera Utara

17

Perlindungan Konsumen, Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tangal 10 Desember 2001
tentang

Tugas

dan

Wewenang

Badan

Penyelesaian

Sengketa

Konsumen.
b) Bahan Hukum Sekunder,
Bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum
primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, tulisan
ilmiah, hasil penelitian ilmiah, laporan makalah lain yang berkaitan
dengan materi skripsi ini.
c) Bahan Hukum Tersier
Petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder yang berasal dari kamus hukum, ensiklopedia, majalah
dan lain sebagainya.
3. Teknik Pengumpuan Data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka
digunakan metode pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
sudi kepustakaan yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis bukubuku, makalah ilmiah, surat kabar, majalah, internet, peraturan perundangundangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas.42
4. Analisis Data
Pengolahan data merupakan kegiatan melakukan analisa terhadap
permasalahan yang dibahas. Data dalam penelitian ini akan dianalisa secara

42

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 24.

Universitas Sumatera Utara

18

kualitatif. Pengumpulan data kualitatif diperoleh data dari buku, data dari halaman
web, dan lain-lain. Analisa data dilakukan dengan:43
a) Mengumpulkan bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang
diteliti
b) Memilih kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan penelitian
c) Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau
doktrin yang ada
d) Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif yang diawali dengan
mengemukakan hal-hal yang bersifat umum.
G. Sistematika Penulisan
Untuk menghasilkan sebuah karya ilmiah yang baik, maka pembahasan
permasalahan perlu dilakukan dengan cara sistematis dan untuk mempermudah
penulisan skripsi ini diperlukan sebuah sistematika penulisan yang teratur dan
terbagi dalam bab perbab yang berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika
penulisan skripsi ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
Bab I skripsi ini berisi pendahuluan yang merupakan pengantar,
didalamnya terurai latar belakang penulisan skripsi, rumusan permasalahan yang
dibahas, tujuan dan manfaat penulisan skripsi, keaslian penulisan, metode
penelitian yang digunakan dalam penlisan dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II merupakan bab yang membahas tugas dan wewenang BPSK secara
umum. Dimulai dengan membahas hukum perlindungan konsumen di Indonesia,
pelindungan konsumen berdasarkan UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
43

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), hlm. 45.

Universitas Sumatera Utara

19

Konsumen, serta tugas dan wewenang BPSK dalam menyelesaikan sengketa
konsumen
Bab III adalah bab yang membahas mengenai lembaga kuasi yudisial
dalam sistem hukum Indonesia. Bab ini dimulai dengan penjelasan mengenai
sistem hukum Indonesia, Pengertian dan karakteristik dari lembaga kuasi yudisial,
beberapa lembaga kuasi yudisial yang ada di Indonesia dan terakhir membahas
kedudukan dan peranan lembaga kuasi yudisial di Indonesia.
Bab IV dalam skripsi ini merupakan bab yang membahas tentang
kedudukan BPSK sebagai lembaga kuasi yudisial. Dimulai dari penjelasan BPSK
sebagai lembaga kuasi yudisial, diikuti dengan penjelasan kekuatan hukum
putusan BPSK sebagai lembaga kuasi yudisial dalam sistem hukum Indonesia dan
yang terakhir upaya hukum terhadap putusan BPSK sebagai lembaga kuasi
yudisial.
Bab V merupakan bab penutup yang membahas tentang kesimpulan dari
keseluruhan bab-bab dan saran yang berhubungan dengan skripsi ini. Kesimpulan
dibuat berdasarkan uraian-uraian skripsi dan saran-saran yang berhubungan
dengan skripsi ini yang diharapkan dapat berguna dan bermanfaat dimasa yang
akan datang.

Universitas Sumatera Utara