Kedudukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Sebagai Lembaga Kuasi Yudisial

BAB II
TUGAS DAN WEWENANG BPSK DALAM MENYELESAIKAN
SENGKETA KONSUMEN
A. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia
1.

Sejarah Perlindungan Konsumen di Indonesia
Perkembangan hukum konsumen di dunia bermula dari adanya gerakan

perlindungan

konsumen

(consumers

movement).44

Perhatian

terhadap


perlindungan konsumen, terutama Amerika Serikat (era 1960-an – 1970-an)
mengalami perkembangan yang sangat signifikan dan menjadi objek kajian
bidang ekonomi, sosial, politik, dan hukum.45 Amerika Serikat merupakan Negara
yang paling banyak punya andil terhadap apa yang saat ini bergema sebagai
perlindugan konsumen.46 Secara historis, perlindungan konsumen diawali dengan
adanya gerakan-gerakan konsumen diawal abad ke-19 dimana pada Tahun 1891
terbentuk Liga Konsumen untuk pertama kalinya di New York, dan menyusul
pada Tahun 1898 dibentuk Liga Konsumen Nasional ( The National Consumer’s
League) yang pada kelanjutannya semakin bekembang pesat meliputi 20 negara
bagian.47
Di Tahun 1938, sesuai dengan tuntutan keadaan amandemen terhadap The
Food and Drugs Act yang melahirkan The Food, Drugs and Cosmetics Act. Pada
era 1960-an, sejarah gerakan perlindungan konsumen mengalami perubahan
penting ditandai pada saat Presiden AS, John F. Kennedy menyampaikan pidato
44

Az.Nasution, Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum Pada
Perlindungan Konsumen Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1995), hlm. 64-65.
45
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.cit, hlm. 1.

46
Abdul Halim Barkatulah, Op.cit, hlm.13.
47
Ibid, hlm. 14.

20

Universitas Sumatera Utara

21

kenegaraan berjudul "A Special Message of Protection the Consumer Interest" di
hadapan Kongres Amerika Serikat dimana dikemukakan 4 (empat) pembagian
hak konsumen (dikenal juga sebagai consumer hill of rights) yang dapat diuraikan
sebagai berikut:48

a. The right to safety - to be protected against the marketing of goods that
are hazardous to health or life.
b. The right to be Informed - to be protected against fraudulent, deceitful,
or grossly, misleading information, advertising, labeling, and other

practices, and to be given the facts needed to make informed choices.
c. The right to choose - to be assured wherever possible, access to a
variety of products and services at competitive prices. And in those
industries in which competition is not workable and government
regulation is substitued there should be assurance of satisfactory
quality and services at fair prices.
d. The right to ke heard - to be assured that eonsumcr intercsts will
receivet full and sympatketic considtration m tke formulation of
govemment policy and fair and expeditious treatment m its
odministrative tribunals.
Resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa Nomor 39/248 Tahun 1955 tentang
Perlindungan Konsumen (Guidelines for Consumer Protestion) juga merumuskan
berbagai kepentingan konsumen yang perlu dilindungi, yang meliputi:49

a.

Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan
keamanannya.

48

49

Ibid.hlm.14.
Celina Tri Siwi Kristiyanti,Op.cit, hlm.4

Universitas Sumatera Utara

22

b.

Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen.

c.

Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk
memberikan kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang tepat
sesuai dengan kehendak dan kebutuhan pribadi.

d.


Pendidikan konsumen.

e.

Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif.

f.

Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen.

Pemikiran

kearah

pelindungan

konsumen

dilatar


belakangi

oleh

berkembangnya industri secara cepat dan menunjukkan kompleksitas yang tinggi
sehingga perlu ditampung salah satu akibat negatif industrialisasi yang
menimbulkan banyak korban karena memakai atau mengonsumsi produk-produk
industri.
Beberapa Undang-undang Perlindungan Konsumen Negara-negara di
dunia adalah sebagai berikut:50
a.

Singapura: The Consumer Protestion (Trade Description and Safety
Requirement Act), tahun1975.

b.

Thailand: Consumer Act, tahun 1979.


c.

Jepang: The Consumer Protection Fundamental Act,tahun 1968.

d.

Australia: Consumer Affairs Act, tahun 1978.

e.

Irlandia: Consumer Information Act, tahun 1978.

f.

Finlandia: Consumer Protection Act, tahun 1978.

g.

Inggris: The Consumer Protection Act, tahun 1970, diamendir pada
tahun 1971.


50

Abdul Halim Barkatulah, Op.cit, hlm. 15

Universitas Sumatera Utara

23

h.

Kanada: The Consumer Protection Act dan The Consumer Protection
Amendment Act, tabun 1971.

i.

Amerika Serikat: The Uniform Trade Practicces and Consumer
Protection Act (UTPCP) tahun 1967, diamendir tahun 1969 dn 1970.
Kemudian Unfair Trade Practices and Consumer Protestion (Lousin)
Law, tahun 1973.


Di Indonesia masalah perlindungan konsumen baru mulai terdengar pada
Tahun 1970-an. Ini terutama ditandai dengan lahirnya Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) pada bulan Mei 1973. Secara historis, pada awalnya
yayasan ini berkaitan dengan rasa mawas diri terhadap promosi untuk
memperlancar barang-barang dalam negeri. Atas desakan suara-suara dari
masyarakat, kegiatan promosi ini harus diimbangi dengan langkah-langkah
pengawasan, agar masyarakat tidak dirugikan dan kualitasnya terjamin. Adanya
keinginan dan desakan masyarakat untuk melindungi dirinya dari barang yang
rendah mutunya telah memacu untuk memikirkan secara sungguh-sungguh usaha
untuk melindungi konsumen, dan mulailah gerakan untuk merealisasikan cita-cita
itu.
Setelah lahirnya YLKI, muncul beberapa organisasi yang berbasis
perlindungan konsumen. Pada februari 1988, berdiri Lembaga Pembinaan dan
Perlindungan Konsumen (LP2K) di Semarang dan bergabung sebagai anggota
Consumers International (CI) tahun 1990. Dukungan media massa nasional baik
cetak maupun elektronik yang secara rutin menyediakan kolom khusus untuk

Universitas Sumatera Utara


24

membahas keluhan-keluhan konsumen, juga turut menggalakkan pergerakan
perlindungan konsumen di Indonesia.51
Demikian juga dalam pertemuan ilmiah dan pembahasan peraturan
perundang-undangan, YLKI dianggap sebagai

mitra

yang representatif.

Keberadaan YLKI juga sangat membantu dalam upaya peningkatan kesadaran
atas hak-hak konsumen . lembaga ini tidak sekedar melakukan pengujian atau
penelitian, penerbitan dan menerima pengaduan, tetapi sekaligus juga
mengadakan upaya advokasi langsung melalui jalur pengadilan.52
Tokoh-tokoh yang terlibat pada waktu itu mulai mengadakan temu wicara
dengan beberapa kedutaan asing, Departemen Perindustrian, DPB, dan tokohtokoh masyarakat lainnya. Puncaknya lahirlah “Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia” dengan moto yang telah menjadi landasan dan arah perjuangan YLKI,
yaitu melindungi konsumen, menjaga martabat dan membantu pemerintah.53
Proses lahirnya suatu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen yang terdiri dari 15 bab dan 65 Pasal membutuhkan
waktu tidak kurang dari 25 tahun. Sejarah pembentukannya dimulai dari:54
a.

Seminar Pusat Studi Hukum Dagang, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia tentang masalah perlindungan konsumen, pada tanggal 15 –
16 Desember 1975.

b.

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman RI,
penelitian tentang perlindungan konsumen di Indonesia (proyek
Tahun 1979-1980).

51

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen ( Jakarta: Kencana,2013) hlm.36
Ibid, hlm.36.
53
Ibid, hlm.37.
54
Az. Nasution, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen: Tinjauan Singkat UU Nomor 8
Tahun 1999 (Depok: masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) FHUI ), hlm. 2-3.
52

Universitas Sumatera Utara

25

c.

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Naskah
Akademis Peraturan Perundang-undangan tentang perlindungan
konsumen (proyek Tahun 1980-1981).

d.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Perlindungan
konsumen Indonesia, suatu sumbangan pemikiran tentang rancangan
UUPK, pada Tahun 1981.

e.

Departemen Perdagangan RI bekerja sama dengan Fakultas Hukum
Universitas

Indonesia,

Rancangan

Undang-Undang

tentang

perlindungan konsumen, Tahun 1997.
f.

Dewan Perwakilan Rakyat RI, Rancangan Undang-Undang Usul
Inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat tentang UUPK, Desember 1998.

Selain pembahasan-pembahasan di atas, masih terdapat berbagai
lokakarya, penyuluhan, seminar, di dalam dan luar negeri yang menelaah
mengenai perlindungan konsumen atau tentang produk konsumen tertentu dari
berbagai aspek, serta berbagai kegiatan perlindungan konsumen yang dilakukan
oleh masyarakat kalangan pelaku usaha dan pemerintah yang dijalankan oleh
YLKI. Pada akhirnya, dengan didukung oleh perkembangan politik dan ekonomi
di Indonesia, semua kegiatan tersebut berujung pada disetujuinya UUPK oleh
DPR RI dan disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 20 April 1999 dan berlaku
efektif satu Tahun kemudian.55
Pembentukan UUPK juga didasari kedudukan konsumen yang berada pada
posisi yang dirugikan. Perkembangan dan pembangunan perekonomian telah
menghasilkan berbagai barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi, globalisasi dan
perdagangan yang bebas didukung oleh perkembangan teknologi yang cukup pesat
55

Ibid, hlm. 3.

Universitas Sumatera Utara

26

telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batasbatas suatu wilayah Negara. Kondisi dan fenomena tersebut mengakibatkan
kedudukan aantara pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang. Factor yang
menyebabkan konsumen berada pada posisi yang lemah dikarenakan rendahnya
kesadaran konsumen atas haknya. Oleh karena itu UUPK dimaksudkan menjadi
landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungn konsumen
swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui
pembinaan dan pendidikan konsumen.
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan
mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional
termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen
adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia yang seutuhnya yang
berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia, yaitu dasar Negara
Pancasila dan konstitusi Negara Undang-Undang Negara Dasar 1945.56

2.

Tujuan Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan jelas menuliskan tujuan

dari perlindungan konsumen pada pasal yang ke 3, yakni:
a.

Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian untuk
melindungi diri

b.

Mengangkat

harkat

dan

martabat

konsumen

dengan

cara

menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
c.

Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan
dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen

56

Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.

Universitas Sumatera Utara

27

d.

Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses mendapatkan
informasi

e.

Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha

mengenai

pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha
f.

Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini, merupakan isi
pembangunan nasional sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 sebelumnya,
dimana isi dari Pasal 2 ialah perlindungan konsumen berasaskan manfaat,
keadilan, keseimbangan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.
Karena tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sasaran akhir yang
harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan dibidang hukum perlindungan
konsumen.57
Tujuan perlindungan konsumen yang telah disebutkan diatas dapat
dikelompokkan kedalam tiga tujuan hukum secara umum. Tujuan hukum untuk
mendapatkan keadilan dapat terlihat pada rumusan huruf c dan huruf e. Tujuan
hukum untuk memberikan kemanfaatan dapat dilihat pada rumusan huruf a, b,
termasuk huruf c, huruf d dan huruf f. Terakhir tujuan hukum yang memberikan
kepastian hukum dapat dilihat dalam rumusan huruf d. Pengelompokan ini tidak

57

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit., hlm. 34.

Universitas Sumatera Utara

28

belaku mutlak, karena rumusan yang ada pada huruf a sampai dengan huruf f
terdapat tujuan yang dapat dikualifikasikan sebagai tujuan ganda.58
3.

Sumber Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia
Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu

sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber hukum materiil ialah
tempat dari mana materi hukum itu diambil, yang merupakan faktor yang
membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, kekuatan politik,
situasi sosial ekonomi, tradisi, hasil penelitian ilmiah, perkembangan nasional dan
keadaan geografis. Sedangkan sumber hukum formal adalah tempat diperolehnya
kekuatan hukum tersebut, hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang
menyebabkan peraturan hukum formal tersebut berlaku. Yang diakui umum
sebagai sumber hukum formal adalah undang-undang, perjanjian internasional,
yurisprudensi dan kebiasaan.59
Landasan yuridis materil yuridis dari pembentukan UUPK ialah situasi
sosial ekonomi pada saat itu berkembang pesat, kemajuan teknologi mendukung
berkembannya globalisasi dan perdagangan bebas. Situasi tersebut mempunyai
manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen atas suatu barang dan/atau
jasa dapat terpenuhi. Namun disatu sisi kondisi seperti ini sering membuat
ketidaksimbangan terhadap hubungan pelaku usaha dan konsumen. konsumen
sering sekali berada posisi yang dirugikan. Atas dasar kondisi tersebut perlu
diadaannya upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan undang-undang

58
59

Ibid, hlm.34.
Salim H. S., Hukum Kontrak,(Jakarta:Sinar Grafika, 2014), hlm. 14.

Universitas Sumatera Utara

29

yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara integratif dan komprehensif
serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat.60
Sumber hukum utama dari upaya perlindungan konsumen di Indonesia
adalah Undang-undang Perlindungan Konsumen yang disahkan pada tanggal 20
April 2000. Namun, disamping itu terdapat berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku yang membahas mengenai perlindungan konsumen.
Sekalipun peraturan perundang-undangan itu tidak khusus diterbitkan untuk
konsumen atau perlindungan konsumen, setidak-tidaknya ia merupakan sumber
juga dari hukum konsumen dan/atau hukum perlindungan konsumen.61
Menurut AZ Nasution, sumber hukum hukum konsumen di Indonesia
terdiri dari:62
a.

Undang-Undang Dasar
Hukum konsumen mendapat landasan hukumnya pada pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 di Alinea ke-4 yang berbunyi:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia.”
Hal tersebut diatas dapat dijadikan sebagai salah satu sumber hukum
dari hukum konsumen di Indonesia adalah karena terdapat kata-kata
yang menekankan kepada melindungi segenap bangsa Indonesia yang
mana hal tersebut pasti juga mencakup kepada perlindungan terhadap
pengusaha/pelaku usaha dan konsumen di Indonesia.
Selain itu, landasan hukum lainnya terdapa pada ketentuan pasal 27
ayat (2), yang berbunyi:

60

Penjelasan Umum Undang-Undang Perlindungan Konsumen
AZ. Nasution, Op. Cit., hlm. 30.
62
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hlm. 49

61

Universitas Sumatera Utara

30

“Tiap warga Negara berhak atas peghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”
Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menurut penjelasan
autentiknya adalah memuat mengenai hak-hak warga Negara. Dan
salah satu hak mendasar bagi warga Negara adalah untuk memperoleh
perlindungan dari Negara, termasuk didalamnya adalah pelindungan
terhadap warga Negara yang berperan sebagai pelaku usaha atau
konsumen di Indonesia.
b.

Hukum Konsumen dalam Hukum Perdata
Hukum Perdata dapat dijadikan sebagai salah satu sumber hukum
dari hukum konsumen karena dalam praktiknya di dunia pengadilan
masih terdapat beberapa putusan pengadilan tentang masalah
keperdataan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.
Masalah keperdataan yang menyangkut hukum konsumen pada
dasarnya membahas mengenai hubungan dan masalah hukum antra
pelaku usaha penyedia barang dan/atau jasa penyelenggara jasa
dengan konsumen. Dan kaidah-kaidah hukum keperdataan yang
membahas mengenai hubungan hukum seperti disebutkan diatas
adalah KUH Perdata, terutama dalam buku kedua, ketiga dan
keempat; KUH Dagang, dalam buku kesatu dan buku kedua; dan
dalam berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memuat
kaidah-kaidah hukum bersifat perdata tentang subjek-subjek hukum,
hubungan hukum dan masalah antara penyedia barang atau
penyelenggara jasa tertentu dan konsumen. Dapat dilihat beberapa

Universitas Sumatera Utara

31

Pasal yang ada dalam KUHPerdata yang memiliki kaitan dengan
hukum konsumen diantaranya ialah pasal 1365 KUHPerdata, dalam
pasal ini dituliskan bahwa tiap orang yang melanggar hukum dan
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
menimbulkan kerugian kerugia itu karena kesalahannya untuk
menggantikan kerugian tersebut. Artinya dalam pasal tersebut pihak
yang telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum yang
menyebabkan kerugian harus mengganti kerugian tersebut. Pasal
lainnya 1481 KUHPerdata terkait tentang kewajiban-kewajiban
penjual, dalam pasal tersebut dituliskan bahwa barang yang
bersangkutan harus diserahkan dalam keadaan seperti pada waktu
penjualan. Sejak saat penyerahan, segala hasil menjadi kepunyaan
pembeli. Dalam pasal tersebut dapat dipahami adanya hubungan
antara pelaku usaha dengan konsumen, dimana pelaku usaha harus
memenuhi kewajibannya dengan memberikan barang yang sesuai
dari yang dijual dan yang diserahkan, kemudian konsumen memiliki
hak kepunyaan atas barang tersebut setelah membelinya. Selanjutnya
dapat dilihat dalam Bab II Buku Kedua KUHD tentang PengusahaPengusaha Kapal Dan Pengusaha-Pengusaha Perkapalan pada Pasal
321, dimana dalam pasal tersebut diterangkan bahwa pengusaha
kapal terikat oleh perbuatan hukum, yang dilakukan oleh mereka
yang bekerja tetap atau sementara pada kapal itu, Pengusaha kapal
bertanggung jawab atas kerugian yang diterima oleh pihak ketiga
yang dikarenakan perbuatan mereka yang bekerja terhadap kapal

Universitas Sumatera Utara

32

tersebut. Ringkasnya pengusaha kapal bertanggung jawab atas
kerugian-kerugian yang dialami oleh pihak yang menjadi konsumen
dari kapal tersebut.
c.

Hukum Konsumen dalam Hukum Publik
Hukum publik yang dimaksudkan disini adalah hukum yang mengatur
hubungan antara Negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan
antara Negara dengan perorangan. Termasuk hukum publik dan
terutama dalam kerangka hukum konsumen dan/atau hukum
perlindungan konsumen, adalah hukum administrasi Negara, hukum
pidana, hukum acara perdata dan/atau hukum acara pidana dan hukum
internasional khususnya hukum hukum perdata internasional. Salah
satu contoh bentuk perlindungan konsumen dalam hukum publik
adalah dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan yang membahas mengenai pengguna jasa
angkutan yang dilakukan oleh pelaku usaha atau oleh konsumen.
Didalam undang-undang ini ditentukan dengan jelas yang menjadi
hak-hak konsumen (pasal 4) dan kewajiban-kewajibannya (pasal 5),
dan mengenai hak-hak dan kewajiban pelaku usaha (pengusaha) diatur
dalam pasal 6 dan 7. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1992 tersebut terlihat jelas bahwa hukum konsumen juga bersumber
dari hukum publik walaupun dalam pembentukannya, hukum publik
tersebut tidak dimaksudkan secara khusus untuk mengatur mengenai
perlindungan terhadap pelaku usaha dan konsumen di Indonesia.
Selanjutnya dapat dilihat pada Undang- Undang No 23 Tahun 1992

Universitas Sumatera Utara

33

Tentang Kesehatan. Pada bagian keempat undang-undang tersebut
diatur mengenai pengamanan makanan dan minuman, tepatnya pada
Pasal 21 ayat (2) dituliskan kewajiban untuk setiap makanan dan
minuman yang dikemas harus berisi : bahan yang dipakai, komposisi
setiap bahan, tanggal, bulan serta tahun kadaluwarsa dan juga
ketentuan lainnya. Peraturan tersebut menjadi dasar bagi pelaku usaha
yang ingin memproduksi makanan ataupun minuman.

Dalam

KUHPidana pasal 382 juga dituliskan seorang penjual yang berbuat
curang terhadap pembeli dapat diancam hukuman penjara paling lama
satu tahun empat bulan. Selanjutnya pada Undang-Undang No 16
Tahun 1985 Tentang Rumah Susun pada Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 20
Ayat (1) juga dapat dilihat pemerintah melakukan tindakan
administratif berupa pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku
usaha dengan perilaku tertentu dalam menjalankan undang-undang
tersebut.

B. Perlindungan Konsumen Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen
1.

Hak-Hak Dasar Dan Kewajiban Konsumen
Istilah “perlindungan konsumen” berkaitan dengan perlindungan hukum.

Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun
materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekadar

fisik, melainkan

terlebih-lebih hak-haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan

Universitas Sumatera Utara

34

konsumen sesungguhya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum
terhadap hak-hak konsumen.63
Secara universal hak dasar konsumen dituang dalam empat poin, yaitu:
a.

Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety);

b.

Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed );

c.

Hak untuk memilih (the right to choose);

d.

Hak untuk didengar (the right to be heard).64

Empat hak dasar ini diakui secara internasional. Dalam perkembangannya,
organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International
Organization of Consumer Union (IOCU) menambahkan lagi beberapa hak,
seperti hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan

sehat, hak

mendapatkan pendidikan konsumen, serta hak mendapatkan ganti kerugian.65
Namun tidak semua organisasi konsumen menerima penambahan hak-hak
tersebut. Mereka bebas untuk menerima semua atau sebagian. Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) misalnya, memutuskan untuk menambahkan satu
hak lagi sebagai pelengkap empat hak dasar konsumen, yaitu hak mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat.66
Dalam UUPK, empat hak dasar tersebut juga diakomodasikan. Hak
konsumen untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, tidak
dimasukkan dalam UUPK ini karena UUPK secara khusus mengecualikan hakhak atas kekayaan intelektual (HAKI) dan dibidang pengelolaan lingkungan.
63

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Grasindo, 2000), hlm. 19.
Yusuf Shofie, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Kencana,2013), hlm. 47
65
Shidarta, op.cit., hlm.20
66
Ibid, hlm.20.
64

Universitas Sumatera Utara

35

Tidak jelas mengapa hanya dua bidang ini saja yang dikecualikan secara khusus,
mengingat sebagai undang-undang payung (Umbrella Act), UUPK seharusnya
dapat mengatur hak-hak konsumen itu secara lebih komprehensif.67
Hak konsumen sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999
adalah sebagai berikut:
a.

Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang
dan/atau jasa;

b.

Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;

c.

Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;

d.

Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan;

e.

Hak

untuk

mendapatkan

advokasi

perlindungan

dan

upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsuen secara patut;
f.

Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g.

Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;

h.

Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

67

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.cit., hlm. 31

Universitas Sumatera Utara

36

i.

Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.

Selain hak-hak yang disebutkan itu, ada juga hak untuk dilindungi dari
akibat negatif persaingan curang. Hal ini berangkat dari pertimbangan ,kegiatan
bisnis yang dilakukan pengusaha sering dilakukan tidak secara jujur, yang dalam
hukum dikenal dengan terminologi “persaingan curang” (unfair competition).
Maka jika hak-hak dasar yang telah disebutkan tadi disusun kembali secara
sistematis, akan diperoleh urutan sebagai berikut.68
a.

Hak Konsumen Mendapatkan Keamanan
Hak untuk memperoleh keamanan ini penting ditempatkan pada
kedudukan yang utama karena selama berabad-abad berkembang
suatu falsafah berpikir bahwa konsumen adalah pihak yang wajib
berhati-hati, bukan pelaku usaha. Falsafah yang disebut caveat emptor
(let the buyer beware) ini, mencapai puncaknya pada abad ke-19
seiring dengan berkembangnya paham rasional-individualisme di
Amerika Serikat.
Satu hal yang sering dilupakan dalam kaitan dengan hak untuk
mendapatkan keamanan adalah penyedian fasilitas

umum yang

memenuhi syarat yang ditetapkan di Indonesia, sebagian fasilitas
umum seperti pusat pemberlanjaan, hiburan, rumah sakit, dan
perpustakaan belum cukup akomodatif untuk menopang keselamataan
pengunjungnya.

68

Ibid, hlm.31

Universitas Sumatera Utara

37

b.

Hak untuk mendapatkan informasi yang benar
Dalam perdagangan, setiap produk yang ditawarkan kepada konsumen
harus disertai dengan informasi yang benar. Informasi ini dapat
disampaikan dengan berbagai cara, seperti secara lisan kepada
konsumen, melalu iklan diberbagai media, atau mencantumkan dalam
kemasan produk (barang). Setiap informasi harus dibagikan secara
sama kepada setiap kosumen (tidak diskriminatif).
Melihat penggunaan teknologi tinggi dan mekanisme produksi barang
dan/atau jasa akan menyebabkan makin banyaknya informasi yang
harus dikuasai oleh masyarakat konsumen. Hal ini menyebabkan
setiap konsumen tidak mendapatkan infomasi yang sama. Karena
ketidakmampuan konsumen menerima kemajuan teknologi dan
keragaman produk yang dipasarkan. Keadaan yang seperti ini yang
dapat saja dimanfaatkan secara tidak wajar oleh pelaku usaha. Itulah
sebabnya hukum perlindungan konsumen memberikan hak konsumen
atas informasi yang benar, yang didalamnya tercakup juga hak atas
informasi yang proporsional dan diberikan secara tidak diskriminatif.

c.

Hak untuk didengar
Hak mendapatkan informasi yang benar erat kaitannya dengan hak
untuk didengar. Untuk setiap informasi yang disampaikan kepada
konsumen, konsumenpun berhak untuk mengajukan permintaan
informasi lebih lanjut..

d.

Hak untuk memilih

Universitas Sumatera Utara

38

Untuk mengkonsumsi suatu produk, konsumen diberikan kebebasan
produk manakah yang akan dipilih. Konsumen tidak boleh
mendapatkan tekanan dari pihak luar sehingga ia tidak lagi bebas
untuk membeli atau tidak membeli.
e.

Hak untuk mendapatkan produk barang dan/atau jasa sesuai dengan
nilai tukar yang diberikan
Setiap konsumen harus dilindungi dari permainan harga yang tidak
wajar. Artinya, kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi harus sesuai dengan nilai uang yang dibayar sebagai
penggantinya.
Dalam ketidakbebasan pasar, pelaku usaha dapat mendikte pasar
dengan menaikan harga, sehingga konsumen dihadapkan pada kondisi
take it or leave it. Kondisi tersebut biasanya maembuatkonsumen
terpaksa mencari alternative lain yang mungkin dengan kualitas yang
lebih buruk. Praktik yang seperti ini juga sering dikenal dengan istilah
externalities.

f.

Hak untuk mendapatkan ganti kerugian
Jika konsumen merasakan kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa
yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai yang diberikannya,
konsumen berhak mendapatkan ganti kerugian yang pantas, jenis dan
jumlah anti kerugian itu tentu saja harus sesuai dengan ketentuan yang
berlaku atau kesepakatan antara kedua belah pihak.

Universitas Sumatera Utara

39

g.

Hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum
Konsumen berhak menuntut pertanggungjawaban hukum dari pihak
yang dianggap merugikan karena mengkonsumsi produk tersebut. Hak
ini memiliki hubungan dengan hak mendapatkan ganti kerugian,
namun tdak dapat dikatakan identik. Untuk mendapatkan ganti
kerugian konsumen tidak harus melalui jalur hukum lebih dahulu.
Sebaliknya, setiap upaya hukum pada hakikatnya berikan tentang
tuntutan memperoleh ganti kerugian oleh salah satu pihak. Tentunya
ada beberapa karakteristik tuntutan yang tidak bolehkan tuntutan ganti
kerugian ini, seperti dalam upaya legal standing LSM yang dibuka
kemungkinannya dalam pasal 46 Ayat (1) Huruf (c) UUPK.

h.

Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
Hak ini merupakan hak yang diterima sebagai salah satu hak dasar
konsumen oleh berbagai organisasi konsumen di dunia. Lingkungan
hidup yang baik dan sehat berarti sangat luas, dan setiap makhluk
hidup adalah konsumen atas lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup
meliputi lingkungan hidup dalam arti fisik dan lingkungan nonfisik.

i.

Hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang
Persaingan curang dapat terjadi jika seorang pengusaha berusaha
menarik langganan atau klien pengusaha lain untuk memajukan
usahanya atau memperluas pemasarannya dengan menggunakan alat
atau sarana yang bertentangan dengan itikad baik dan kejujuran dalam
pergaulan perekonomian. Kecurangan dalam dunia usaha seperti ini
terjadi pada pelaku usaha. Namun begitu sering sekali yang menjadi

Universitas Sumatera Utara

40

korban dalam kecurangan tersebut adalah konsumen. Kerugian
tersebut mungkin tidak dirasakan dalam jangka pendek, namun cepat
atau lambat pasti terjadi.
j.

Hak untuk mendapatkan pendidikan konsumen
Banyak konsumen yang belum memahami sepenuhnya tentang hakhak yang dimiliki mereka. Kata pendidikan dalam hak ini tidak harus
diartikan sebagai proses formal yang dilembagakan. Bentuk informasi
yang lebih komprehensif dengan tidak semata-mata menonjolkan
unsur komersial sebenarnya suah merupakan bagian pendidikan bagi
konsumen.

Selain memperoleh hak-hak tersebut, dalam pasal 5 UUPK juga
menuliskan kewajiban dari konsumen, yaitu:69
a.

Membaca atau mengikuti petunjuk infomasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa , demi keamanan dan
keselamatan;

b.

Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa;

c.

Membayar sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati;

d.

Mengikuti

upaya

penyelesaian

hukum

sengketa

perlindungan

konsumen secara patut.
Kewajiban konsumen yang tertuang pada Pasal 5 UUPK point a menjadi
penting karena sering pelaku usaha telah menyampaikan peringatan secara jelas

69

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2001), hlm.30

Universitas Sumatera Utara

41

pada label suatu produk, namun konsumen tidak membaca peringatan yang telah
diberikan tersebut. Dengan adanya pemberian kewajiban ini membuat hilangnya
tanggungjawab pelaku usaha, jika konsumen yang bersangkutan menderita
kerugian akibat mengabaikan kewajiban tersebut.70
Kewajiban konsumen untuk beritikad baik hanya tertuju pada transaksi
pembelian barang dan/atau jasa. Tentu hal ini disebabkan karena bagi konsumen,
kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat melakukan
transaksi dngan produsen. Berbeda dengan pelaku usaha yang kemungkinan
terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang dirancang/diproduksi
oleh pelaku usaha.
Kewajiban

konsumen

mengikuti

upaya

penyelesaian

sengketa

perlindungan konsumen secara patut dianggap sebagai suatu hal yang baru. Sebab
sebelum diundangkannya UUPK hamper tidak dirasakan adanya kewajiban secara
khusus seperti ini didalam perkara perdata. Aadanya kewajiban seperti ini dalam
UUPK dianggap tepat, karena kewajiban ini adalah untuk mengimbangi hak
konsumen untuk mendapatkan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut.71
2.

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Undang-undang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 6 menetapan ada

lima hal yang menjadi hak dari pelaku usaha, diantaranya ialah:72

70

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit., hlm. 48.
Ibid,hlm.49.
72
Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan:Teori dan Contoh
Kasus,(Jakarta:Kencana,2008), hlm. 235.
71

Universitas Sumatera Utara

42

a.

Hak menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

b.

Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik

c.

Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen

d.

Hak untuk rehabilitasi nama bak apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tiak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan

e.

Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.

Hak

pelaku usaha yang tertuang dalam huruf a menunjukkan bahwa

pelaku usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan/atau jasa
yang diberika kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang
berlaku pada umumnya atas barang dan/atau jasa yang sama. 73Mengenai hak
pelaku usaha yang terdapat pad huruf b, c, dan d merupakan hak-hak yang lebih
banyak berhubungan dengan pihak aparat perintah dan/atau Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen/Pegadilan dalam tugasnya melakukan penyelesaian sengketa.
Tentang hak yang tertuang pada huruf e memberikan maksud bahwa hakhak yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Pangan dan
undang-undang

73

lainnya

harus

mengingat

Undang-Undang

Perlindungan

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit., hlm. 50.

Universitas Sumatera Utara

43

Konsumen. Hal ini disebabkan karena UUPK merupakan payung bagi semua
peraturan lainnya yang berkenaan dengan perlindungan konsumen.74
Sementara itu, kewajiban daripada pelaku usaha yang tertuang dalam pasal
7 dalam UPPK berisikan 7 poin, yakni:75
a.

Beritikad baik dalam kegiatan usahanya

b.

Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan,
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan

c.

Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif

d.

Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku

e.

Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau
mencoba

barang

dan/atau

jasa

yang

dibuat

dan/atau

yang

diperdagangkan
f.

Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa
yang diperdagangkan

g.

Memberi konpensasi ganti rugi dan/atau penggantian bila barang
dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian

74
75

Ibid,hlm.51.
Abdul Rasyid Saliman, Op.cit, hlm.236.

Universitas Sumatera Utara

44

Pada pelaku usaha diberikan kewajiban beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usahanya, sedangkan pada konsumen adanya kewajiban beritikad baik
dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Terlihat bahwa
UUPK lebih menekankan mengenai itikad baik kepada pelaku usaha karena
meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya. Dapat diartikan
bahwa kewajiban pelaku usaha beritikad baik dimulai dari barang dirancang,
diproduksi dan sampai pada tahap penjualan. Hal ini tentu disebabkan karena
kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang di rancang
oleh pelaku usaha.76
3.

Lembaga-lembaga yang Terkait dengan Perlindungan Konsumen
Terkait kelembagaan, UUPK mengamanatkan tidak kurang dari tiga

macam kelembagaan yang dapat berperan dalam perlindungan konsumen. Ketiga
lembaga tersebut ialah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
(LPKSM), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), dan

Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).77
a.

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
Pasal

1

angka

9

UUPK

memberikan

pengertian

Lembaga

Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang selanjutnya
disebut LPKSM adalah lembaga non-Pemerintah yang terdaftar dan
diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani
perlindungan konsumen.

76

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit., hlm. 55.
http://ylki.or.id/2016/12/pelembagaan-perlindugan-konsumen/ Diakses pada Tanggal 3
April 2017 Pukul 14.10.
77

Universitas Sumatera Utara

45

LPKSM harus terdaftar pada pemerintah kabupaten/kota dan bergerak
di bidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam
anggaran dasarnya. Pendaftaran tersebut hanya dimaksudkan sebagai
pencatatan dan bukan merupakan perizinan. Bagi LPKSM yang
membuka kantor perwakilan atau cabang di daerah lain, cukup
melaporkan

kantor

perwakilan

atau cabang tersebut

kepada

pemerintah kabupaten/kota setempat dan tidak perlu melakukan
pendaftaran di tempat kedudukan kantor perwakilan cabang tersebut.78
Dalam implementasi perlindungan konsumen, UUPK mengatur tugas
dan wewenang LPKSM yang tertuang dalam pasal 44, yakni sebagai
berikut:79
1) Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat yang memenuhi syarat.
2) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki
kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan
konsumen.
3) Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat
meliputi kegiatan :
a) Menyebarkan

informasi

dalam

rangka

meningkatkan

kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen
dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa;
b) Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;

78
79

Zulham,Op.cit, hlm.138.
Celina Tri Siwi Kristiyanti,Op.cit, hlm.121

Universitas Sumatera Utara

46

c) Bekerja sama dengn instansi terkait dalam upaya mewujudkan
perlindungan konsumen;
d) Membantu

konsumen

dalam

memperjuangkan

haknya,

termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumenn;
e) Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat
terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.
Ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001
tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat,
menyatakan bahwa LPKSM dapat bekerja sama dengan organisasi
atau lembaga lainnya, baik yang bersifat nasional maupun
internasional. Di samping itu LPKSM juga dibebani kewajiban untu
melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada pemerintah kabupaten/kota
setiap tahun. Pemerintah dapat membatalkan pendaftaran LPKSM,
apabila

LPKSM

perlindungan

tersebut

konsumen,

tidak
atau

lagi

menjalankan

kegiatan

terbukti

melakukan

kegiatan

pelanggaran ketentuan UUPK dan Peraturan Pelaksanaannya. 80
b.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), dibentuk dalam
rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen, yang
berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan
bertanggung jawab kepada presiden. BPKN mempunyai fungsi

80

Zulham Op.cit, hlm. 140.

Universitas Sumatera Utara

47

memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya
mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.81
BPKN terdiri atas 15 orang sampai 25 orang anggota yang mewakili
unsur Pemerintah, Pelaku Usaha, Lembaga Perlindugan Konsumen
Swadaya Masyarakat, Akademisi, dan Tenaga Ahli. Masa jabatan
mereka adalah tiga tahun, dan dapat diangkat kembali untuk satu kali
masa jabatan berikutnya. 82
Pengembangan upaya perlindungan konsumen dimaksud paling tidak
menunjukkan bahwa, BPKN dibentuk sebagai pengembangan upaya
perlindungan konsumen dalam hal:83
1) Pengaturan hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha
2) Pengaturan larangan-larangan bagi pelaku usaha
3) Pengaturan tanggung jawab pelaku usaha
4) Pengaturan penyelesaian sengketa konsumen
Guna

menjalankan

fungsinya

dalam

memberikan

saran

dan

pertimbangan kepada pemerintah, UUPK pada pasanya yang ke 34
menuliskan tugas dari BPKN, yakni:84
1) Memberikan saran dan rekomendasi kepada Pemerintah dalam
rangka

penyusunan

kebijaksanaan

di

bidang

perlindungan

konsumen;

81

Ibid.hlm.134.
Celina Tri Siwi Kristiyanti,Op.cit, hlm.118
83
Zulham Op.cit, hlm. 135.
84
Celina Tri Siwi Kristiyanti,Op.cit, hlm.119
82

Universitas Sumatera Utara

48

2) Melakukan

penelitian

perundang-undangan

dan
yang

pengkajian
berlaku

terhadap

dibidang

peraturan

perlindungan

konsumen;
3) Melakukan penelitian terhaaap barang dan/atau jasa yang
menyangkut keselamatan konsumen;
4) Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat;
5) Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan
konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada
konsumen;
6) Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari
masyarakat, lembga perlindungan konsumen swadaya masyarakat,
atau pelaku usaha;
7) Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen
Untuk melaksanakan tugas-tugasnya, BPKN dibantu oleh suatu
sekretariat yang dipimpin oleh seorang secretariat yang dipimpin oleh
seorang sekretaris yang diangkat oleh Ketua BPKN. Secretariat ini
paling tidak terdiri atas lima bidang, yaitu:85
1) Administrasi dan keuangan
2) Penelitian, pengkajian, dan pengembangan
3) Pengaduan
4) Pelayanan informasi
5) Kerja sama internasional

85

Ibid, hlm.119.

Universitas Sumatera Utara

49

Pasal 29 dan 30 UUPK mengamanatkan Menteri yang membidangi
perdangangan memiliki tugas untuk mengkoordinasikan pembinaan
dan pengawasan perlindungan konsumen secara nasional. Menteri
yang membidangi perdagangan itu berwenang membentuk tim
koordinasi pengawasan barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.
Fungsi tim inipun hanya sebatas memberikan rekomendasi kepada
menteri untuk melakukan tindakan konkret, seperti penghentiaan
produksi atau peredaran barang/jasa yang dinilai melanggar peraturan
yang berlaku.86
c.

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah pengadilan
khusus konsumen yang sangat diharapkan dapat menjawab tuntutan
masyarakat agar proses berperkara berjalan cepat, sederhana dan
murah. Pemeriksaan dilakukan oleh hakim tunggal dan kehadiran
penuh pihak ketiga (pengacara) sebagai wakil pihak yang bersengketa
tidak diperkenankan.87
Badan ini dibentuk di setiap daerah Tingkat II , dan Badan ini
mempunyai anggota-angota dari unsur pmerintah, konsumen dan
pelaku usaha. Setiap unsur tersebut berjumlah tiga orang atau
sebanyak-banyaknya lima orang, yang kesemuanya diangkat dan
diberhentikan

oleh

Menteri

(Perindustrian

dan

Perdagangan).

Keanggotaan Badan terdiri atas ketua merangkap anggota, wkil ketua
merangkap anggota, dan anggota dengn dibntu oleh sebuah
86
87

Ibid.hlm.120.
Ibid.hlm.126.

Universitas Sumatera Utara

50

secretariat.88 Untuk dapat diangkat menjadi anggota BPSK, seorang
harus memenuhi syarat umum sebaga berikut:89
1) Warga Negara Republik Indonesia
2) Berbadan sehat
3) Berkelakuan baik
4) Tidak pernah dihukum karena kejahatan
5) Memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan
konsumen
6) Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun
Adapun syarat khusus untuk menjadi anggota BPSK adalah sebagai
berikut:
1) Diutamakan calon yang bertempat tinggal di daerah kabupaten/kota
setempat.
2) Diutamakan calon yang berpendidikan serendah-rendahnya Strata 1
atau sederajat dari lembaga pendidikan yang telah diakreditasi oleh
Departemen Pendidikan Nasional..
3) Berpengalaman dan/atau berpengetahuan di bidang industri,
perdagangan, kesehatan, pertambangan, pertanian, kehutanan,
perhubungan dan keuangan.
4) Anggota BPSK yang berasal dari unsur pemerintah serendahrendahnya berpangkat Pembina atau golongan IV/a.
5) Calon anggota BPSK dari unsur konsumen tidak berasal dari kantor
cabang atau perwakilan LPKSM.
88
89

Ibid.hlm.127
Zulham Op.cit, hlm. 143.

Universitas Sumatera Utara

51

4.

Penyelesaian Sengketa Konsumen
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 membagi penyelesaian sengketa

konsumen menjadi 2 bagian, yaitu:
a. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan
1) Penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak sendiri
Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana yang dimaksud
pada pasal 45 ayat (2) UUPK tidak menutup kemungkinan
dilakukannya penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak
yang

bersengketa,

tanpa

melalui

pengadilan

atau

badan

penyelesaian sengketa konsumen, dan sepanjang tidak bertentangan
dengan UUPK.90 Dengan penyelesaian sengketa secara damai
dimaksudkan penyelesaian sengketa antar para pihak, dengan atau
tanpa kuasa/pendamping bagi masing-masing pihak, melalu caracara damai. Perundingan secara musyawaarah dan atau mufakat
antar para pihak yang bersangkutan.91
Dari penjelasan Pasal 45 Ayat (2) UUPK dapat diketahui bahwa
UUPK mengkehendaki agar penyelesaiannya secara damai,
merupakan upaya hukum yang justru harus terlebih dahulu
diusahakan oleh para pihak yang bersengketa, sebelum para pihak
memilih menyelesaiakan sengketa mereka melalui BPSK atau
badan peradilan.92

90

Susanti Adi Nugroho,Op.cit,hlm.99.
Az Nasution,Hukum Perlindungan Konsumen,(Diadit Media:Jakarta,2002),hlm.225.
92
Susanti Adi Nugroho,Op.cit,hlm.99.

91

Universitas Sumatera Utara

52

2) Penyelesaian sengketa melalui lembaga yang berwenang
Penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan diselengarakan
untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti
rugi atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan
terulangnya

kembali

kerugian

yang

diderita

konsumen.

Penyelesaian sengketa diluar pengadilan juga diharap dapat
memimalisir penumpukan perkara yang ada di pengadilan.

93

Lembaga yang bertugas menyelesaiakan sengketa antara konsumen
dan pelaku usaha di luar pengadilan menurut UUPK adalah Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Dengan adanya BPSK maka penyelesaian sengketa konsumen
dapat dilakukan secara cepat, mudah dan murah. Cepat karena
undang-undang menentukan dalam tenggang waktu 21 hari kerja,
BPSK wajib memberikan putusannya. Mudah karena prosedur
administratif dan proses pengambilan putusan yang sangat
sederhana. Murah terletak pada biaya perkara yang terjangkau. 94
Setiap konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha dapat
mengadukan masalahnya kepada BPSK, baik secara langsung,
diwakili kuasanya maupun oleh ahli warisnya. Pengaduan yang
disampaikan oleh kuasa ataupun ahli warisnya hanya dapat
dilakukan apabila konsumen yang bersangkutan dalam keadaan
sakit, meninggal dunia, lanjut usia, belum dewasa atau warga

93
94

Abdul Halim Barkatulah, Op.cit, hlm. 121.
Susanti Adi Nugroho,Op.cit,hlm.99.

Universitas Sumatera Utara

53

negara asing. Pengaduan tersebut dapat disampaikan secara lisan
atau tulisan kepada secretariat BPSK di kota/kabupaten temapt
domisili konsumen atau yang terdekat dengan keberadaan domisili
konsumen.95
Penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK dapat dilakukan
melalui tiga cara yakni, konsiliasi, mediasi dan arbitrase.
Penyelesaian sengketa melalui konsiliasi dilakukan inisiatif salah
satu pihak membawa sengketa konsumen kepada BPSK ditangani
majelis BPSK yang bersikap pasif dalam persidangan dengan cara
konsiliasi. Prinsip tata cara penyelesaian sengketa konsumen
dengan cara konsiliasi ada dua. Pertama, proses penyelesaian
sengketa konsumen menyangkut bentuk maupun jumlah ganti rugi
diserahkan sepenuhnya kepada parapihak, sedangkan majelis
BPSK bertindak pasif sebgai konsiliator. Kedua, hasil musyawarah
konsumen dan pelaku usaha dikeluarkan dalam bentuk keputusan
BPSK.
Dengan cara mediasi ditempuh atas inisiatif salah satu pihak atau
para pihak, sama halnya dengan konsiliasi. Keaktifan majelis
BPSK sebagai pemerata dan penasihat. Prinsip tata cara
penyelesaian konsumen dengan cara mediasi ini pun juga terbagi
atas dua. Yang pertama penyelesaian konsumen menyangkut
bentuk maupun jumlah ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada

95

Ibid, hlm.100

Universitas Sumatera Utara

54

para pihak. Kedua, hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha
dikeluarkan dalam bentuk BPSK.
Persidangan dengan cara arbitrase sepenuhnya para pihak
menyerahkan kepada BPSK untuk memutus dan menyelesaikan
sengketa konsumen yang terjadi. Penyelesaian melalui arbitrase ini
ditempuh melalui dua tahap. Pertama, para pihak memilih arbiter
dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha dan
konsumen sebgai anggota majelies BPSK. Kedua, arbiter yang
dipilih para pihak tersebut kemudian memilih arbiter ketiga dari
anggota BPSK dari unsur pemerintah sebagai Ketua Majelis
BPSK.96
b. Penyelesaian sengketa konsumen melalui proses litigasi
Masuknya suatu sengketa/perdata kedepan pengadilan bukanlah
keinnginan sang hakim melainkan karena inisiatif dari pihak yang
bersengketa. Pengadilan memberikan pemecahan atas hukum perdata
yang tidak bekerja diantara para phak secara sukarela.97
Dalam kasus perdata di Pengadilan Negeri, pihak konsumen yang
diberikan hak mengajukan gugatan menurut pasal 46 UUPK ialah:98
1) Seorang

konsumen

yang

dirugikan

atau

ahli

waris

yang

bersangkutan.
2) Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama.

96

Celina Tri Siwi Kristiyanti,Op.cit, hlm.199.
Ibid, hlm.175.
98
Ibid, hlm. 177.
97

Universitas Sumatera Utara

55

Undang-undang ini mengakui adanya gugatan kelompok atau dapat
juga disebut class action.99 Class action adalah pranata hukum yang
berasal dari sistem Common Law, namun walaupun semikian,
dibanyak Negara penganut Civil Law, prinsip tersebut diadopsi
termasuk dalam UUPK Indonesia.100 Gugatan kelompok adalah
suatu tata cara pengajuan gugatan untuk diri atau diri mereka sendiri
sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang
memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok
dan anggota kelompok dimaksud.

101

Umumnya class action wajib

memenuhi empat syarat, yakni:102
a) Numerosity ( jumlah

orang yang mengajukan harus

sedemikian banyaknya ). Persyaratan ini mengharuskan kelas
yang diwakili (class members) sedemikian besar jumlahnya
karena apabila gugatan diajukan satu demi satu (individual)
sangat tidak praktis dan tidak efisien.
b) Commonality (kesamaan) artinya harus ada kesamaan fakta
maupun question of law antara pihak yang mewakili dan
pihak yang diwakili.
c) Typicality,

artinya

tuntutan

bagi

penggugat

maupun

pembelaan bagi tergugat pada class action haruslah sejenis.
d) Adequacy of Respresentation (kelayakan perwakilan), artinya
mewajibkan perwakilan kelas