Analisis Faktor–Faktor Penyebab Terjadinya Gagal Bayar (Dafault Risk) Pada PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan Chapter III IV
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kredit dan Unsur-Unsur Kredit
3.1 Pengertian Kredit
Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga.
Menurut Rivai (2013:3), “Kredit adalah penyerahan barang, jasa atau uang
dari satu pihak (kreditur/pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak
lain (debitur/peminjam/borrower) dengan janji membayar dari penerima kredit
kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak”.
3.1.1 Unsur-Unsur Kredit
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit
adalah sebagai berikut.
a. Kepercayaan
Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa
uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu.
Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan
penelitian dan penyelidikan tentang nasabah baik secara interen maupun
eksteren.
Universitas Sumatera Utara
b. Kesepakatan
Disamping unsur percaya dialam kredit juga mengandung unsur kesepakatan
antara pemberi kredit dengan penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan
dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan
kewajibannya masing-masing.
c. Jangka Waktu
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini
mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu
tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang.
d. Resiko
Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu resiko
tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit
semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Resiko ini menjadi
tanggungan bank, baik resiko yang disengaja maupun tidak sengaja. Misalnya
terjadi bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa unsur
kesengajaan.
e. Balas Jasa
Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang
kita kenal dengan nama bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan
keuntungan bank. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah
balas jasanya dtentukan dengan bagi hasil.
Universitas Sumatera Utara
3.1.2 Tujuan Kredit
Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu. Tujuan
pemberian kredit tersebut tidak akan terlepas dari misi bank tersebut
didirikan.Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit adalah sebagai berikut.
a. Profitability
yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang
diraih dari bunga yang harus dibayar oleh debitur. Oleh karena itu, bank hanya
akan menyalurkan kredit kepada usaha-usaha yang diyakini mampu dan mau
mengembalikan kredit yang telah diterimanya.
b. Safety
Yaitu keamanan bagi prestasi atau fasilitasyang diberikan harus benar-benar
terjamin sehingga tujuan profitability dapat benar-benar tercapai tanpa
hambatan yang berarti. Oleh karena itu, keamanan ini dimaksud agar prestasi
yang diberikan dalam bentuk uang, barang atau jasa betul-betul terjamin
pengembaliannya sehinngga keuntungan (profitability) diharapkan bisa
menjadi kenyataan.
3.1.3 Fungsi Kredit
Disamping tujuan diatas suatu fasilitas kredit memiliki fungsi sebagai
berikut:
a. Untuk meningkatkan daya guna uang.
Yang dimaksud dengan meningkatkan daya guna uang yaitu jika uang
disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan
Universitas Sumatera Utara
diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan
barang atau jasa oleh penerima kredit.
b. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.
Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar satu wilayah
ke wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan
memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang
dari daerah lainnya.
c. Untuk meningkatkan daya guna barang.
Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh debitur untuk
mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat.
d. Sebagai alat stabilisasi ekonomi
Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat langkah-langkah stabilisasi
diarahkan pada usaha-usaha untuk antara lain; pengendalian inflasi,
peningkatan ekspor, rehabilitasi sarana, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
pokok rakyat.
e. Sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional.
Pengusaha yang memperoleh kredit tentu saja berusaha untuk meningkatkan
usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit. Bila keuntungan ini
secara kumulatif dikembangkan lagi dalam arti kata dikembalikan kedalam
struktur permodalan, peningkatan akan berlangsung secara terus-menerus.
Dengan earnings (pendapatan) yang terus meningkat, berarti pajak perusahaan
akan terus bertambah.
Universitas Sumatera Utara
3.1.4 Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit
Pada umumnya kriteria penilaian yang harus dilakukan oleh bank untuk
mendapatkan
nasabah
yang
benar-benar
menguntungkan
dan
untuk
menghindari/memperkecil kemungkinan terjadinya gagal bayar (default risk)
dilakukan dengan analisis 5C dan 7P.
Adapaun penjelasan untuk analisis dengan 5C kredit adalah sebagai
berikut:
1. Character
Suatu keyakinan bahwa, sifat atau watak dari seseorang yang akan diberikan
kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang
nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat
pribadi seperti cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga,
hobi dan social standing. Ini semua merupakan ukuran kemauan debitur untuk
membayar kewajibannya.
2. Capacity
Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang bisnis yang
dihubungkan dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuanketentuan pemerintah. Begitu pula dengan kemampuannya dalam menjalankan
usahanya selama ini. Pada akhirnya akan terlihat kemampuan dalam
mengembalikan kredit yang disalurkan.
Universitas Sumatera Utara
3. Capital
Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan
(neraca dan laporan laba rugi) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi
likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan ukuran lainnya.
4. Collateral
Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik
maupun non-fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan.
Jaminan juga harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi suatu masalah
(gagal bayar), maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat
mungkin.
5. Condition
Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik
dimasa yang akan datang sesuai sektor yang ia jalankan. Penilaian prospek
bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang
baik sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.
Kemudian
penilaian
kredit
dengan
metode
analisis
7P
adalah
sebagaiberikut:
1. Personality
Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya seharihari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah
laku, dan tindakan nasabah dalam mengadapi masalah.
Universitas Sumatera Utara
2. Party
Yaitu mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi tertentu atau golongangolongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Sehingga
nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapatkan
fasilitas yang berbeda dari bank.
3. Perpose
Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk
jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat
bermacam-macam. Sebagai contoh apakah untuk modal kerja, atau investasi,
konsumtif atau produktif, dan lain sebagainya.
4. Prospect
Yaitu untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang menguntungkan
atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya.
5. Payment
Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah
diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit.
6. Profitability
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.
Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan
semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya.
Universitas Sumatera Utara
7. Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan
perlindungan dapat berupa jaminan barang, orang atau jaminan asuransi.
3.1.5 Kualitas Kredit
Untuk menentukan berkualitas atau tidaknya suatu kredit perlu diberikan
ukuran-ukuran tertentu. Bank Indonesia menggolongkan kualitas kredit menurut
ketentuan sebagai berikut:
1. Lancar
Apabila pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada
tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit.
2. Dalam Perhatian Khusus
Apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok atau bunga sampai dengan 90
(sembilan puluh) hari.
3. Kurang Lancar
Apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok atau bunga yang telah
melampaui 90 (sembilan puluh) hari sampai dengan 120 (seratus dua puluh)
hari. Terdapat cerukan yang berulang kali khususnya untuk menutupi kerugian
operasional dan kekurangan arus kas.
4. Diragukan
Apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok atau bunga yang telah
melampaui 120 (seratus dua puluh) hari sampai dengan 180 (seratus delapan
puluh) hari. Terjadi cerukan yang bersifat permanen khususnya yang menutupi
kerugian operasional dan kekurangan arus kas.
Universitas Sumatera Utara
5. Macet
Apabila terdapat tunggakan pokok atau bunga yang telah melampaui 180
(seratus delapan puluh) hari.
3.1.6 Penyelidikan Kredit
Tujuan penyelidikan kredit adalah melakukan konfirmasi informasi yang
telah diperoleh dan tambahan informasi untuk memperkuat penilaian tentang:
a. Karakter
b. Aset
c. Kemampuan untuk memperoleh pendapatan
d. Kondisi perekonomian
Bank ingin mengetahui segala sesuatu tentang:
1. Sejarah perusahaan
2. Catatan operasi perusahaan
3. Pengalaman dalam mengembangkan dan memasarkan produk baru
4. Sumber pertumbuhan dalam penjualan dan pendapatan
5. Informasi tentang personalia eksekutif perusahaan
6. Informasi tentang pengalaman, latar belakang, ikatan dengan pihak lain
7. Pendapatan orang lain tentang integritas dan kemampuannya
3.1.6 Analisis Kredit
Tujuan utama analisis kredit adalah untuk menentukan kesanggupan dan
kesungguhan seorang pemimpin untuk membayar kembali pinjaman sesuai
dengan persyaratan dalam perjanian kredit. Dalam pengertian yang lebih luas
Universitas Sumatera Utara
analisis kredit merupakan proses menilai resiko pemberian pinjaman kepada
perusahaan atau kepada perorangan.
Walaupun yang mempengaruhi kesanggupan seorang peminjam untuk
melunasi suatu pinjaman sangat kompleks dan sangat sulit untuk dinilai, tetapi ini
harus dihadapi dengan sebaik mungkin dalam rangka membuat proyeksi
keuangan. Pejabat kredit bank berusaha untuk memproyeksikan pinjaman dan
lingkungannya, termasuk kemungkinan ancaman yang dapat mempengaruhi
dimasa yang akan datang, serta menentukan pinjaman akan dibayar kembali agar
kegiatan bisnis tetap berjalan normal. Dengan demikian bank harus menentukan
kadar resiko yang akan dipikulnya dalam setiap kasus dan berapa jumlah kredit
yang dapat disetujui dengan mempertimbangkan resiko.
B. Resiko Kredit dan Pengelolaan Resiko Kredit
3.2 Pengertian Resiko Kredit
Berdasarkan Basel Committee on Banking Sepervision (BCBS), resiko
kredit didefenisikan sebagai potensi kegagalan peminjam (counterpart) untuk
memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati (Ikatan
Bangkir Indonesia, 2014:39). Sedangkan peraturan Bank Indonesia No.
11/25/PBI/2009 tanggal 01 Juli 2009 menyatakan bahwa resiko kredit adalah
resiko akibat kegagalan debitur atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban
kepada bank. Secara lebih luas, resiko kredit mengandung tiga komponen, yaitu:
1. Peluang gagal bayar (probability of default), yaitu ketidakmampuan debitur
dalam memenuhi kewajibannya kepada bank.
Universitas Sumatera Utara
2. Eksposur kredit (exposure credit), yaitu berkaitan dengan potensi jumlah
kerugian jika debitur gagal bayar.
3. Tingkat pemulihan (recovery rate), yaitu tingkat pengembalian kredit yang
telah gagal bayar sebagai upaya pemulihan kinerja bank.
Menurut Darmawi (2012:105), “Resiko kredit mempunyai dimensi kualitatif
dan kuantitatif. Tetapi dimensi kualitatif itu umumnya lebih sulit untuk dinilai.
Selain itu jika akan memberikan suatu pinjaman, perlu untuk menentukan syarat
pemberian pinjaman tersebut”. Langkah-langkah dalam penilaian resiko yang
kualitatif adalah meliputi:
1. Mengumpulkan informasi berkenaan dengan catatan tanggung jawab
keuangan calon pemimpin.
2. Menentukan tujuan debitur dalam meminjam dana.
3. Mengidentifikasi resiko bisnis debitur dalam kondisi industri dan ekonomi
masa datang.
4. Memperkirakan tingkat komitmen debitur untuk membayar kembali pinjaman
tersebut.
Dimensi kuantitatif dari penilaian kredit meliputi:
1. Menganalisis data financial historis.
2. Memproyeksikan hasil analisis keuangannya dimasa akan datang untuk
mengetahui kemampuan peminjam dalam membayar kembali pinjamannya
pada waktu yang tepat.
3. Kemampuan bertahan jika terjadi kondisi ekonomi yang memburuk.
Universitas Sumatera Utara
3.2.1 Pengelolaan Resiko Kredit
Kredit bank pada umunya dibagi atas berbagai segmen, seperti korporasi,
komersial, konsumer, mikro, kartu kredit, dan sebagainya. Semua segmen pada
dasarnya mempunyai elemen kontrol yang sama, dengan kedalaman yang berbeda
dari suatu segmen kredit ke segmen lainnya. Sebagai contoh, analisis kredit untuk
segmen korporasi lebih mengandalkan analisis kredit, tetapi untuk segmen
konsumer analisis lebih mengandalkan sistem rating atau scoring. Pengelolaan
resiko kredit termasuk aktivitasnya adalah sebagai berikut:
1. Analisis kredit meliputi analisis kelayakan dari berbagai aspek seperti aspek
manajemen, aspek ekonomi dan industri, aspek pemasaran, aspek teknis,
aspek keuangan, aspek legal dan agunan, penetapan struktur kredit, serta
penetapan persyaratan kredit.
2. Sistem rating dan scoring digunakan untuk membedakan kualitas debitur
dilihat dari parameter kuntitatif dan kualitatif sehingga bank dapat
menetapkan bunga kredit yang berbeda sesuai dengan resiko debitur. Untuk
kredit
konsumer,
peran
sistem
rating/scoring
akan
lebih
dominan
dibandingkan pada segmen komersial.
3. Proses supervise dan monitoring kredit yang sudah ada dalam portofolio bank,
sebagai sarana yang memberi tanda peringatan dini bagi nasabah yang
menurun kualitasnya.
4. Manajemen portofolio kredit mengendalikan resiko konsentrasi kredit pada
sektor industri tertentu, wilayah pemasaran tertentu atau grub nasabah tertentu
dan memberi informasi bagi bank kategori kredit yang dapat dikembangan dan
Universitas Sumatera Utara
kategori mana yang harus diperlambat petumbuhannya atau dihentikan untuk
sementara waktu.
5. Proses pengelolaan kredit bermasalah, dimana bank mempunyai berbagai
alternatif solusi seperti penjadwalan kembali pembayaran pokok dan bunga,
memberi bunga khusus, termasuk melikuidasi agunan dan bank dapat
menetapkan metode yang paling optimal bagi bank, yaitu alternatif solusi
yang memberi kerugian yang paling kecil bagi bank.
6. Melakukan proses stress testing untuk memastikan bahwa dalam kondisi
krisis, bank dapat juga menjaga agar masalah pada portofolio kredit dapat
diatasi.
C. Manajemen Resiko Perbankan
3.3
Pengertian Manajemen Perbankan
Menurut Fahmi (2015:1), “Manajemen perbankan merupakan suatu ilmu
yang
membahas tentang
bagaimana
suatu
lembaga perbankan dengan
mempergunakan film dan seni untuk mengelola organisasinya dengan melibatkan
berbagai pihak internal dan eksternal yang semuanya dilakukan guna mencapai
tujuan organisasi”. Manajemen perbankan dapat dilihat sebagai manejemen jasa
(service) yang bertujuan memberi kepuasan kepada pengguna jasa tersebut.
Pengelolaan manajemen perbankan memiliki resiko yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan produk dalam bentuk barang (goods).
Universitas Sumatera Utara
3.3.1 Tindakan
Pemerintah
dan
Bank
Indonesia
dalam
Mengatasi
Perbankan Bermasalah
Pada prinsipnya Pemerintah, Menteri Keuangan dan Bank Indonesia saling
bekerjasama untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang melanda dunia
perbankan, termasuk menghindari dampak lebih jauh terjadinya kebangkrutan
bahkan bisa menimbulkan resiko sistematik. Menurut Fahmi (2014:105), ada tiga
tindakan yang diambil pemerintah pada saat pemerintah melihat suatu perbankan
bermasalah, yaitu:
a. Pembinaan
Pada kondisi ini pemerintah sifatnya akan masih menganggap bank tersebut
membutuhkan pembinaan atau advice (nasihat) saja, baik advice pada sisi
keuangan maupun non-keuangan guna menstabilkan kembali posisinya kearah
yang diharapkan.
b. Tindak Lanjut Pengawasan Bank
Pada kondisi ini Bank Indonesia bertugas untuk melakukan pemantauan
secara insentif akan setiap kebijakan dari bank tersebut dan bagaimana ia
menyelesaikan berbagai permasalahannya serta sesuatu yang menyangkut
kemampuannya menciptakan likuiditas, kemampuannya memenuhi CAR
(Capital Adecuency Ratio) sesuai yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan
lain-lainnya.
Universitas Sumatera Utara
c. Likuidasi Bank
Pada likuidasi ini Bank Indonesia telah merundingkan secara dalam-dalam
dengan
pemerintah
untuk
melakukan
kebijakan
melikuidasi
atau
menghentikan aktivitas bank tersebut.
3.3.2 Pengawasan Perbankan Sebagai Bagian Menghindari Resiko
Dalam usaha untuk selalu menciptakan kondisi perbankan yang baik dan
tegas serta menerapkan prinsip-prinsip GCG (Good Corporate Governance/tata
kelola perusahaan yang baik) maka lembaga perbankan harus selalu diawasi
dengan seksama. Menurut Hendro dan Rahardja (2014:6), “Good Corporate
Governance (GCG) adalah seperangkat peraturan dan upaya perbaikan sistem dan
proses dalam pengelolaan organisasi dengan mengatur dan memperjelas
hubungan, wewenang, hak, dan kewajiban semua pemangku kepentingan
(stakeholders), mencakup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan
Komisaris dan Dewan Direksi”. Secara umum pengawasan pada lembaga
perbankan ada dua, yaitu:
a. Pengawasan yang dilakukan oleh internal perbankan
Pengawasan internal dilakukan oleh Direktur Kepatuhan, Satuan Kerja Audit
Intern, dan sistem pengawasan melekat.
b. Pengawasan yang dilakukan oleh eksternal perbankan
Pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksternal perbankan adalah
pengawasan yang dilakukan oleh pihak bank sentral. Bank sentral sebagai
pemegang otoritas moneter di suatu negara memiliki wewenang penuh dalam
usahanya menjaga dan memelihara kestabilan perbankan dalam negeri. Disini
Universitas Sumatera Utara
setiap lembaga perbankan berkewajiban untuk memberikan laporan keuangan
(financial statement) dalam bentuk tertulis dan itu bersifat berkala.
3.3.3 Biaya Resiko dan Kredit Macet
Bagi pihak kreditur harus mempertimbangkan beberapa hal yang mungkin
timbul pada saat kebijakan perputaran piutang (receivable turnover) dilaksanakan,
yaitu terjadi kemacetan dalam aliran pengembalian pinjaman yang dilakukan oleh
pihak debitur. Bagi pihak kreditur kemacetan aliran pengembalian ini adalah
sebuah resiko. Maka pada saat resiko tersebut timbul tentu menimbulkan biaya
(cost) atau beban yang harus ditanggung oleh pihak kreditur.
Adapun pengertian dari biaya resiko (risk cost) adalah biaya yang harus
ditanggung oleh pihak manajemen perusahaan terhadap resiko yang ditimbulkan
dalam setiap keputusan yang diambil. Maka secara financial company masalah
yang menyangkut resiko tidak kembalinya sejumlah uang atau dana yang telah
diberikan dalam bentuk pinjaman ini harus diperhitungkan dan dibebankan dalam
penetapan bunga pinjaman. Sehingga bagi suatu perusahaaan yang melakukan
kebijakan penyaluran kredit harus mempelajari akan hal-hal yang berkaitan
dengan risk cost (biaya resiko) yang timbul karena faktor terjadinya bad debt
(piutang tak tertagih) tersebut.
3.3.4 Memperhitungkan Biaya Resiko
Untuk memperhitungkan atau menentukan berapa jumlah risk cost (biaya
resiko) yang harus ditanggung oleh suatu perusahaan ada dua cara yang dapat
dipergunakan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Biaya resiko dihitung dengan cara mengkaji dan menaksir berapa angka kredit
macet (gagal bayar debitur) yang secara fakta terjadi, yaitu dengan
mengumpulkan seluruh debitur yang mengalami tunggakan kredit selama ini.
2. Biaya resiko dihitung dengan cara melihat berapa total angka pinjaman yang
dihapus bukukan terhadap rata-rata angka residu pinjaman, dimana ini dilihat
dalam satu priode akuntansi.
D. Gagal Bayar (Default Risk)
3.4
Pengertian Gagal Bayar (Default Risk)
Kenyataan menunjukkan bahwa kredit bermasalah merupakan bagian dari
loan portofolio dari sebuah bank, namun pemberian kredit yang sukses adalah
bank yang mampu mengelola kredit bermasalah (problem loan) pada suatu tingkat
yang wajar dan tidak menimbulkan kerugian pada bank bersangkutan. Bila
prudent banking dalam allocation of bank funds kurang mendapat perhatian,
apalagi ketiadaan good underwriting, careful monitoring, early problem loan
identification dan aggressive corrective action, bank cenderung menghadapi
pilihan rehabilitasi atau likuidasi debitur.
Debitur dinyatakan gagal bayar apabila debitur berada pada posisi
kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet. Oleh karena itu, pendekatan
praktis bagi bank dalam pengelolaan kredit bermasalah didasarkan kepada
premise, bahwa lebih dini penentuan potensial problem loan akan lebih banyak
peluang atau alternatif koreksi dan prospek pencegahan kerugian bagi bank”.
Universitas Sumatera Utara
3.4.1 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Gagal Bayar (Default Risk)
Menurut Asikin (2016:194), faktor-faktor penyebab terjadinya gagal
bayar/kegagalan pengembalian kredit oleh nasabah adalah sebagai berikut:
1. Self Dealing
Self dealing terjadi karena adanya interest tertentu dari pejabat pemberi kredit
terhadap permohonan yang diajukan nasabah,berupa pemberian kredit
yangtidak layak atas dasaryang kurang sehat terhadap nasabahnya dengan
harapan mendapatkan kompensasi berupa pemberian imbalan dari nasabah.
2. Anxiety for Income
Pendapatan yang diperoleh melalui kegiatan perkreditan merupakan sumber
pendapatan utama sebagian besar bank sehingga ambisi ataupun nafsu yang
berlebihan untuk memperoleh laba bank melalui penerimaan bunga kredit
sering menimbulkan pertimbangan yang tidak sehat dalam pemberian kredit.
3. Compromise of Credit Principles
Pelanggaran
prinsip-prinsip
kredit
oleh
pimpinan
bank
yang
menyetujuipemberian kredit yang mengandung resiko yang potensial menjadi
kredit yang bermasalah.
4. Incomplete Credit Information
Terbatasnya informasi seperti data keuangan dan laporan usaha, disamping
informasi lainnya seperti penggunaan kredit, perencanaan ataupun keterangan
mengenai sumber pelunasan kembali kredit.
Universitas Sumatera Utara
5. Failure to Obtain or Enforce Liquidation Agreements
Sikap ragu-ragu dalam menentukan tindakan terhadap suatu kewajiban yang
telah diperjanjikan, meskipun nasabah mampu dan wajib membayarnya, juga
merupakan
penyebab
timbulnya
kredit-kredit
yang
tidak
sehat
dan
mengakibatkan kredit bermasalah bagi bank.
6. Complacency
Sikap memudahkan suatu masalah dalam proses kredit akanmengakibatkan
terjadinya kegagalan atas pelunasan kembali kredit yang diberikan/gagal bayar.
7. Lack of Supervising
Karena kurangnya pengawasan yang efektif dan berkesinambungan setelah
pemberian kredit, kondisi kredit berkembang menjadi kerugian karena nasabah
tidak memenuhi kewajibannya dengan baik.
8. Technical Incompetence
Tidak adanya kemampuan teknis dalam menganalisis permohonan kredit dari
aspek lainnya akan berakibat kegagalan dalam operasi perkreditan suatu bank.
Para pejabat kredit harus senantiasa meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan yang berkaitan dengan tugasnya dan jangan memberikan kredit
kepada usaha atau sektor yang tidak dikenal dengan baik.
9. Poor Selection of Ricsks
Resiko tersebut dapat dijelaskan dibawah ini:
a. Pejabat
kredit
mampu
mendeteksi
kemampuan
nasabah
dalam
membiayaiusahanya, selain yang diperoleh dari bank.
Universitas Sumatera Utara
b. Pejabat kredit harus mampu menghitung berapa kebutuhan nasabah yang
sesungguhnya.
c. Pejabat kredit harus mampu menghitung nilai jaminan yang mengcover
kredit yang diberikan.
d. Pejabat kredit harus mampu memperhitungkan kemungkinan resiko yang
dihadapi dengan pemberian kredit dan mengetahui sumber pelunasan.
e. Pejabat kredit harus mampu mendeteksi resiko pemberian kredit yang
mungkin secara kemampuan cukup baik, tetapi dari sisi moralkurang
menguntungkan bagi bank.
f. Pejabat kredit harus mampu mendeteksi kualitas jaminan yang akan
menimbulkan masalah dikemudian hari.
10. Overlending
Overlending
adalah pemberian kredit yang besarnya melampaui batas
kemampuan pelunasan kredit oleh nasabah.
11. Competition
Competition merupakan resiko persaingan yang kurang sehat antar bank yang
memperebutkan nasabah yang berakibat pemberian kredit yang tidak sehat.
3.4.2 Gejala Dini Timbulnya Kredit Bermasalah (Gagal Bayar)
Jika bank tidak mau rugi karena kredit yang diberikan menjadi bermasalah,
bank harus mengidentifikasi gejala-gejala dininya sehingga dapat segera
mengambil langkah penanganan sebelum masalahnya menjadi semakin parah.
Bank dapat mendeteksi adanya gejala-gejala dini dengan selalau memeriksa
Universitas Sumatera Utara
portofolio kreditnya yang dipusatkan pada faktor-faktor kunci yang merupakan
indikator-indikator penurunan kualitas kredit.
Adapun gejala dini tersebut dapat dideteksi dari keadaan-keadaan sebagai
berikut:
1.
Ada tunggakan (tunggakan bunga dan tunggakan angsuran).
2.
Mengajukan perpanjangan.
3.
Kondisi keuangan menurun.
a. Penurunan
Likuiditas, perbandingan akttiva lancar terhadap aktiva tetap, persentase
laba terhadap aktiva, net worth.
b. Kenaikan
Piutang persediaan, utang jangka panjang, debtequity ratio, biaya
produksi, penjualan, tetapi keuntungan turun, aktiva tetap karena evaluasi.
4.
Laporan keuangan terlambat atau yang tadinya selalu diaudit akuntan menjadi
tidak diaudit.
5.
Saldo rata-rata giro menurun dan sering overdraft.
6.
Hubungan dengan bank semakin renggang, menghindar setiap kali dihubungi.
7.
Penurunan nilai/hilangnya agunan.
8.
Penggunaan kredit tidak sesuai rencana.
9.
Konflik interen.
10. Memberikan laporan tidak benar.
Universitas Sumatera Utara
Selain mengetahui butir-butir gejala yang merupakan indikator timbulnya
kredit bermasalah tersebut, bank juga perlu mengetahui cara-cara mendeteksinya.
Sumber-sumber informasi dan cara mendeteksinya adalah sebagai berikut:
1. Manajemen
Dideteksi dari pertemuan-pertemuan dengan nasabah secara priodik.
2. Keuangan
Dideteksi dari menganalisis laporan keuangan nasabah secara kontinu:
a. Bandingkan dengan laporan-laporan sebelumnya.
b. Cross check dengan informasi dari kreditur-kreditur dan sumber-sumber
lain, periksa catatan-catatan debitur.
3. Operasi
Dideteksi dari kunjungan on the spot dengan mengevaluasi peralatan dan
persediaan, sikap/kemampuan karyawan, kelengkapan fasilitas, cara-cara
pengoperasian secara umum.
4.
Hubungan dengan bank
Dideteksi dengan mengadakan loan review, yaitu selalu melihat kembali file
kredit.
5. Jaminan
Dideteksi dari file dan kunjungan on the spot
E. Penggolongan Kredit atau Nasabah Bermasalah
1. Itikad nasabah
Untuk menyelesaikan kredit bermasalah, dinilai berdasarkan penilaian
mengenai kemauan dan kesediaannya untuk:
Universitas Sumatera Utara
a. Berinisiatif dan aktif melakukan negosiasi dengan bank.
b. Melakukan full disclosure mengenai keadaan perusahaan dan grubnya
kepada nasabah.
c. Memikul beban kerugian yang akan ditetapkan sebagai hasil negosiasi.
d. Mempunyai rencana restrukturisasi atau akan menyampaikan rencana
restrukturisasi untuk dibicarakan dengan bank.
2. Prospek usaha nasabah
a. potensi perusahaan/nasabah untuk menghasilkan arus kas (net cash flaw)
yang positif.
b. Dampak multiplier yang dapat memperngaruhi perkembangan industri
lainnya.
c. Tenaga kerja yang dipekerjakan.
d. Prospek pasar produk atau jasa yang dihasilkan.
3. Kredit bermasalah yang masih mempunyai prospek
Kredit bermasalah yang masih mempunyai prospek adalah kredit yang
diberikan kepada nasabah yang sedang mengalami kesulitan setelah
diidentifikasi dan dievaluasi permasalahannya, disimpulkan bahwa debitur
masih mempunyai harapan untuk diperbaiki kolektibilitas kreditnya.
4. Kredit bermasalah yang sudah tidak mempunyai prospek
Kredit bermasalah yang sudah tidak mempunyai prospek adalah kredit yang
diberikan kepada debitur yang mengalami kesulitan setelah diidentifikasi dan
dievaluasi permasalahannya, disimpulkan bahwa debitur sudah tidak ada
harapan lagi untuk memperbaiki kolektibilitas kreditnya dan sumber
Universitas Sumatera Utara
pelunasan kreditnya hanya diharapkan dari usaha lain atau menjual
agunan/kekayaan perusahaan.
F. Analisis Kolektibilitas Kredit Konsumer dan Komersil
Analisis kolektibilitas kredit konsumer dan komersial pada PT Bank
Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan tahun 2016 Triwulan
pertama sampai triwulan keempat dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Daftar Kolektbilitas Kredit Konsumer dan Komersil
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan
Tahun 2016
(dalam jutaan rupiah)
Kolektibilitas
Lancar
Dalam Perhatian
Khusus
Jumlah Kredit
Lancar
Kurang Lancar
Diragukan
Macet
Jumlah Kredit
Bermasalah
Total
2,117,657.34
TRIWULAN
I
2,090,408.80
570,502.17
593,934.15
680,018.17
492,668.42
475,312.22
2,688,159.51
2,684,342.94
3,049,719.88
3,072,439.19
3,427,588.27
15,394.89
32,974.75
22,326.95
17,131.01
7,600.08
20,377.42
17,483.78
23,090.83
18,865.98
12,070.55
187,433.46
189,720.65
195,872.89
199,461.24
191,819.59
223,205.77
221,692.64
241,290.68
235,458.24
211,490.21
2,911,365.28
2,906,035.58
3,291,010.55
3,307,897.43
3,639,078.49
JANUARI
TRIWULAN TRIWULAN
III
II
2,369,701.71 2,579,770.77
TRIWULAN
IV
2,952,276.05
Sumber: PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan, 2017.
Dari Tabel 3.1 menjelaskan posisi penggunaan kredit secara umum yang
terdiri dari kredit konsumer dan kredit komersil pada tahun 2016. Dari tabel
tersebut terlihat bahwa portofolio kredit PT Bank Tabungan Negara (Persero)
Tbk. Kantor Cabang Medan pada Tahun 2016 yang dimulai pada Januari sampai
dengan triwulan keempat yaitu bulan Desember, terjadi peningkatan portofolio
kredit yang cukup baik, dimana peningkatan portofolio kredit sebesar Rp.
693.084,98 atau sebesar 23,81%. Seiring pertumbuhan portofolio kredit yang
Universitas Sumatera Utara
baik, terdapat pula resiko kredit yang tercerminkan dari tabel diatas, hal ini dapat
dilihat dari fluktuasi kredit lancar maupun kredit bermasalah.
Daftar kolektibilitas kredit konsumer dan komersil pada PT Bank Tabungan
Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan dapat juga dilihat pada Gambar 3.1.
Kolektibilitas Kredit Konsumer dan Komersil
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan
Tahun 2016
4000,000,00
3500,000,00
3000,000,00
2500,000,00
2000,000,00
1500,000,00
1000,000,00
500,000,00
-
Januari
Maret
Juni
September
Desember
Jumlah Kredit Lancar
Jumlah Kredit Bermasalah
Total
Gambar 3.1
Sumber: PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan, 2017.
Gambar 3.1 menjelaskan bahwa kolektibilitas kredit lancar paling besar
terdapat pada bulan Desember (triwulan keempat) yaitu sebesar Rp..3.427.588,27
(dalam jutaan rupiah) atau sebesar 94,19%. Kredit bermasalah terlihat lebih besar
Universitas Sumatera Utara
pada bulan Juni yaitu sebesar Rp. 241.290,68 (dalam jutaan rupiah) atau sebesar
7,33%. Namun tingkat persentase kredit bermasalah lebih besar pada bulan
Januari yaitu sebesar 7,67%. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2007
Pasal 12 Ayat 3, menjelasan bahwa kredit bermasalah dikatakan baik dengan
syarat maksimal 5% dari total kredit (NPL< 5%) dan kredit lancar dikatakan baik
dengan syarat minimal 95% dari total kredit (kredit lancar 95%) dari total kredit.
Kesimpulannya kredit bermasalah yang terjadi pada PT Bank Tabungan
Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan mencapai >5% dari total kredit
selama 1 tahun terakhir, yaitu pada bulan Januari sampai dengan Desember. Pada
kondisi ini kredit lancar belum dapat dikatakan baik dikarenakan belum mencapai
syarat minimal 95%. Kredit bermasalah menggambarkan situasi dimana
persetujuan pengembalian kredit mengalami resiko kegagalan, bahkan cenderung
menuju atau mengalami rugi yang potensial (potential loss).
Tabel 3.2
Persentase Kolektibilitas Kredit Konsumer dan Komersil
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan
Tahun 2016
Kolektibilitas
JANUARI
TRIWULAN
I
TRIWULAN
II
TRIWULAN
III
Lancar
72.74%
71.93%
72.01%
77.99%
Dalam Perhatian
19.60%
20.44%
20.66%
14.89%
Khusus
Jumlah Kredit
92.33%
92.37%
92.67%
92.88%
Lancar
Kurang Lancar
0.53%
1.13%
0.68%
0.52%
Diragukan
0.70%
0.60%
0.70%
0.57%
Macet
6.44%
6.53%
5.95%
6.03%
Jumlah Kredit
7.67%
7.63%
7.33%
7.12%
Bermasalah
Sumber: PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan, 2017.
TRIWULAN
IV
81.13%
13.06%
94.19%
0.21%
0.33%
5.27%
5.81%
Dari Tabel 3.2 menjelaskan dimana pada bulan Januari 2016, persentase
kredit lancar sebesar 92,33%; namun pada triwulan pertama persentase kredit
Universitas Sumatera Utara
lancar mengalami penurunan yaitu sebesar 92,37%; pada triwulan kedua terjadi
peningkatan yaitu sebesar 92,67%; pada triwulan ketiga persentase kredit lancar
mengalami peningkatan lagi yaitu sebesar 92,88%; dan pada triwulan keempat
persentase kredit lancar meningkat hingga sebesar 94,19%.Sedangkan jumlah
kredit bermasalah (NPL) pada tahun 2016 mengalami kemajuan yang cukup baik,
dimana NPL pada setiap triwulan mengalami penurunan, walaupun belum
mencapai syarat bank yang dikatakan sehat yaitu NPL< 5%. Pada bulan Januari
2016 persentase kredit bermasalah yaitu sebesar 7,67%; pada triwulan pertama
yaitu sebesar 7,63; pada triwulan kedua yaitu sebesar 7,33%; pada triwulan ketiga
yaitu sebesar 7,12%; dan pada triwulan keempat persentase kembali menurun
yaitu sebesar 5,81%.
Tabel 3.3
Daftar Kolektbilitas Kredit Konsumer
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan
Tahun 2016
(dalam jutaan rupiah)
Kolektibilitas
Lancar
Dalam Perhatian
Khusus
Jumlah Kredit
Lancar
Kurang Lancar
Diragukan
Macet
Jumlah Kredit
Bermasalah
Total
1,832,029.55
TRIWULAN
I
1,817,251.93
TRIWULAN
II
2,189,276.32
TRIWULAN
III
2,285,264.22
TRIWULAN
IV
2,629,028.20
531,474.39
553,421.08
534,952.50
444,150.57
414,336.52
2,363,503.94
2,370,673.01
2,724,228.82
2,729,414.78
3,043,364.72
13,726.73
14,098.19
20,445.14
16,594.47
7,497.38
19,536.38
16,535.60
18,876.56
14,970.02
10,728.13
139,189.99
143,469.65
150,467.64
160,356.29
156,298.16
172,453.10
174,103.44
189,789.34
191,920.78
174,523.68
2,535,957.04
2,544,776.45
2,914,018.16
2,921,335.56
3,217,888.40
JANUARI
Sumber: PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan, 2017
Dari
Tabel
3.3
menjelaskan
secara
terperinci
konsumer.Dimana posisi persentase kredit lancar
mengenai
kredit
pada bulan Januari yaitu
Universitas Sumatera Utara
sebesar 93,20%; pada triwulan pertama persentase kredit lancar menurun yaitu
sebesar 93,16%; pada triwulan kedua persentase kredit lancar mengalami
peningkatan yaitu sebesar 93,49%; pada triwulan ketiga persentase kredit lancar
mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar 93,43%; dan kembali meningkat pada
triwulan keempat yaitu sebesar 94,58%. Sedangkan persentase kredit bermasalah
(NPL) pada bulan Januari 2016 yaitu sebesar 6,80%; pada triwulan pertama
persentase kredit bermasalah mengalami peningkatan yaitu sebesar 6,84%; pada
triwulan kedua mengalami penurunan yaitu sebesar 6,51%; pada triwulan ketiga
persentase kredit bermasalah kembali mengalami peningkatan yaitu sebesar
6,57%; dan kembali menurun pada triwulan keempat yaitu pada bulan Desember
sebesar 5,42%.
Walaupun diakhir tahun posisi kredit bermasalah (NPL) PT Bank Tabungan
Negara (Persero) Kantor Cabang Medan mengalami penurunan namun bank
tersebut belum memenuhi kriteria bank sehat yang disyaratkan Bank Indonesia.
Tabel 3.4
Daftar Kolektbilitas Kredit Komersil
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan
Tahun 2016
(dalam jutaan rupiah)
285,627.79
TRIWULAN
I
273,156.87
TRIWULAN
II
180,425.39
TRIWULAN
III
294,506.55
TRIWULAN
IV
323,247.85
39,027.78
40,513.07
145,065.67
48,517.85
60,975.70
324,655.58
313,669.94
325,491.06
343,024.41
384,223.55
1,668.16
18,876.56
1,881.81
536.54
102.70
Kolektibilitas
JANUARI
Lancar
Dalam Perhatian
Khusus
Jumlah Kredit
Lancar
Kurang Lancar
Diragukan
Macet
Jumlah Kredit
Bermasalah
Total
841.04
948.18
4,214.27
3,895.97
1,342.41
48,243.47
46,251.00
45,405.26
39,104.95
35,521.43
50,752.67
47,589.20
51,501.34
43,537.46
36,966.54
375,408.24
361,259.13
376,992.39
386,561.86
421,190.09
Universitas Sumatera Utara
Sumber: PTBank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan, 2017
Pada Tabel 3.4 menjelaskan posisi kolektibilitas kredit lancar pada tahun
2016 hampir setiap triwulannya mengalami peningkatan. Dimana persentase
kredit lancar pada bulan Januari yaitu sebesar 86,48%; pada triwulan pertama
persentase kredit lancar meningkat yaitu sebesar 86,83%; pada triwulan kedua
mengalami penurunan yaitu sebesar 86,34%; pada triwulan ketiga persentase
kredit lancar meningkat yaitu sebesar 88,74%; dan pada triwulan keempat
persentase kredit lancar mengalami peningkatan lagi yaitu sebesar 91,22%.
Sedangkan posisi kredit bermasalah (NPL)
kredit komersil pada tahun 2016
terlihat makin memburuk dibandingkan dengan
kredit konsumer. Dimana
persentase kredit bermasalah pada bulan Januari yaitu sebesar 13,52%;
dan
mengalami penurunan pada triwulan pertama yaitu sebesar 13,17%; pada triwulan
kedua persentase kredit bermasalah kembali mengalami peningkatan yaitu sebesar
13,66%; pada triwulan ketiga persentase kredit bermasalah mengalami penurunan
yaitu sebesar 11,66%; dan pada triwulan keempat persentase kredit bermasalah
mengalami penurunan yaitu sebesar 8,78%.
Hal tersebut menunjukan bahwa bank tersebut belum memenuhi kriteria
bank yangdikatakan sehat dikarenakan posisi kredit lancar belum mencapai 95%
dan posisi kredit bermasalah (NPL) masih berada diatas 5% (NPL > 5%). Untuk
itu PT Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor Cabang Medan harus
memperbaiki seluruh proses pemberian kredit
dan penyelesaian kredit
bermasalah. Masalah yang dihadapi PT Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor
Cabang Medan terkait kredit bermasalah bukan hanya berasal dari sisi debitur,
Universitas Sumatera Utara
namun juga dapat berasal dari proyek-proyek perumahan yang bermasalah,
dimana PT Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor Cabang Medan merupakan
bank yang berfokus terhadap pembiayaan perumahan dan kontruksinya.
Faktor utama penyebab terjadinya gagal bayar/kegagalan pengembalian
kredit oleh nasabah pada PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor
Cabang Medan, yaitu:
1. Compromise of Credit Principles
Pelanggaran
prinsip-prinsip
kredit
oleh
pimpinan
bank
yang
menyetujuipemberian kredit yang mengandung resiko yang potensial menjadi
kredit yang bermasalah.
2. Lack of Supervising
Karena kurangnya pengawasan yang efektif dan berkesinambungan setelah
pemberian kredit, kondisi kredit berkembang menjadi kerugian karena
nasabah tidak memenuhi kewajibannya dengan baik.
G. Penyelamatan dan Penyelesaian Kredit Bermasalah
Setiap kredit yang direalisasikan dan dianalisis dengan baik masih tetap
mengandung resiko gagal bayar (default risk) yang dapat menimbulkan kerugian
bagi bank itu sendiri. Untuk itu setiap kredit yang bermasalah pihak bank perlu
melakukan penyelamatan sehingga tidak akan menimbulkan kerugian dikemudian
hari. Penyelamatan yang dilakukan apakah dengan memberikan keringanan
kepada debitur atau melakukan penyitaan (pelelangan) terhadap aset yang menjadi
tanggungan di PT Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor Cabang Medan.
Universitas Sumatera Utara
Penyelamatan kredit bermasalah yang ada di PT Bank Tabungan Negara
(Persero) Kantor Cabang Medan antara lain sebagai berikut:
1. Restrukturisasi Kredit
Yang dimaksud dengan restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang
dilakukan dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan
untuk memenuhi kewajibannya. Adapun restrukturisasi kredit yang ada di PT
Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor Cabang Medan adalah:
a. Penjadwalan Ulang Sisa Tunggakan (PUST)
Yang dimaksud dengan PUST adalah debitur tidak mampu menyelesaikan
tunggakan bulan berjalan secara keseluruhan. Sebagai contoh pada Januari
2017 debitur memiliki tunggakan bulan berjalan sebesar Rp. 1.542.000,- dan
tahun jatuh tempo kredit sampai dengan januari 2020, dimana angsuran
perbulan debitur tersebut sebesar Rp. 821.400,-.
sisa tunggakan
R.PUST =
R.PUST =
n
+a
��.1.542.000,−
36
+ RP. 821.400,-
= Rp. 42.833,- + Rp.821.400,= Rp. 864.234,Keterangan:
Sisa Tunggakan: Tunggakan sampai dengan bulan berjalan
a : Angsuran perbulan
n : Jatuh tempo (bulan)
Universitas Sumatera Utara
Dengan mengikuti pola restrukturisasi ini debitur hanya mencicil tunggakan
berjalan ditambah dengan angsuran. Sehingga pada bulan berikutnya debitur
sudah lancar kembali dan mencicil tunggakan yang direstrukturisasi tersebut
selama 36 bulan kedepan. Dimana besaran cicilan tunggakan disesuaikan
dengan kemampuan debitur.
b. Penjadwalan Ulang Sisa Pokok (PUSP)
Yang dimaksud dengan Penjadwalan Ulang Sisa Pokok (PUSP) adalah
penjadwalan ulang angsuran debitur dimana diperhitungkan berdasarkan sisa
utang atau pokok yang bersangkutan dan menambah tahun jatuh tempo kredit
dikarenakan debitur tidak mampu mencicil angsuran seperti biasa. Sebagai
contoh seorang debitur memiliki angsuran kredit perbulan Rp. 2.500.000,debitur tersebut akad kredit pada bulan Januari 2011 dan jatuh tempo pada
Januari 2021. Pada saat akad kredit pinjaman yang bersangkutan sebesar Rp.
100.000.000,-. Pada Januari 2017 sisa pokok pinjaman yang bersangkutan
sebesar Rp. 50.0000.000,- yang bersangkutan tidak mampu mencicil kembali,
sehingga memohon untuk menurunkan angsuran. Disini pola restrukturisasi
kredit yang dilakukan adalah menambahkan tahun jatuh tempo kredit debitur
tersebut, yang seharusnya dilunaskan pada Januari 2021 menjadi bertambah
sesuai kemampuan debitur dan aturan yang berlaku di PT Bank Tabungan
Negara (Persero) Kantor Cabang Medan.
c. Grace Period
Yang dimaksud dengan grace priod adalah tenggang waktu yang diberikan
bank untuk tidak melakukan pembayaran cicialan pokok dan bunga sampai
Universitas Sumatera Utara
pada waktu tertentu. Dimana pada saat jatuh tempo seluruh tagihan yang
ditangguhkan harus dibayarkan secara keseluruhan. Di PT Bank Tabungan
Negara (Persero) Kantor Cabang Medan sendiri grace period terbagi menjadi
beberapa bagian:
1. Grace Period Angsuran, dimana debitur sama sekali tidak membayar cicilan
sampai dengan jatuh tempo grace period .
2. Grace Period Pokok, dimana debitur hanya membayar tagihan bunga
selama masa grace period itu berlangsung.
3. Grace Period Bunga dimana debitur hanya membayar tagihan pokok selama
masa berlangsungnya grace period dan bunga yang ditangguhkan harus
dibayar pada saat jatuh tempo.
4. Grace Period + PUST, dimana debitur tidak membayar tagihan pokok dan
bunga selama masa penangguhan dan tunggakan yang muncul akibat grace
period tersebut dilakukan pencicilan atau penjadwalan ulang sisa tunggakan.
Sehingga pada saat jatuh tempo grace period debitur tidak membayar
seluruh tagihan yang ditangguhkan melainkan debitur membayar angsuran
ditambah dengan cicilan tunggakan akibat grace period tersebut.
5. Grace Period + PUSP, dimana debitur tidak membayar selama masa grace
period. Pada saat jatuh tempo grace period debitur tidak membayarkan
seluruh tagihan yang ditangguhkan dikarenakan jatuh tempo kredit
ditambahkan dengan masa grace period kredit tersebut.
Universitas Sumatera Utara
d. Penurunan Suku Bunga
Yang dimaksud dengan penurunan suku bunga adalah restrukturisasi yang
dilakukan dengan menurunkan suku bunga yang berlaku pada debitur dengan
tujuan menurunkan jumlah angsuran perbulan yang harus dibayarkan oleh
debitur setiap bulannya.
2. Penyitaan Jaminan
Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir yang dilakukan oleh bank
untuk menyelesaikan kredit bermasalah. Penyitaan jaminan dilakukan oleh bank
apabila debitur sudah tidak memiliki itikad baik dalam menyelesaikan kreditnya.
Itikad baik bukan hanya niat untuk membayar namun ditunjukan dengan
pembayaran ataupun penyelesaian kredit dengan cara dilunasi seluruhnya. Di PT
Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor Cabang Medan sendiri penyitaan
agunan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dengan tujuan untuk
mengebalikan kerugian akibat gagal bayar debitur (default risk), antara lain
adalah:
a. Lelang
Lelang adalah penjualan objek kredit bermasalah kepada masyarakat umum
melalui balai lelang. Dalam hal ini PT Bank Tabungan Negara (Persero)
Kantor Cabang Medan melakukan lelang eksekusi hak tanggungan.
b. Surat Kuasa Menjual (SKM)
Surat Kuasa Menjual (SKM) adalah perjanjian antar pihak pemberi kuasa
(debitur) dengan penerima kuasa (kreditur), dimana debitur dengan sukarela
dan tidak keberatan untuk dilakukan penjualan atas objek yang menjadi
Universitas Sumatera Utara
jaminan pada bank apabila debitur wanprestasi dengan syarat apabila terjadi
kelebihan harga objek jaminan dari sisa pinjaman, maka kelebihan harga
tersebut dikembalikan kepada debitur.
c. Cessie
Cessie adalah pengalihan hak atas pinjaman kepada pihak ketiga. Cessie dapat
dilakukan melalui akta otentik atau akta bawah tangan. Syarat utama
keabsahan atas cessie adalah pemberitahuan atas cessie tersebut kepada pihak
terhutang untuk disetujui dan diakuinya.
Dapat disimpulkan bahwa potofolio kredit PT Bank Tabungan Negara
(Persero) Kantor Cabang Medan belum dapat dikatakan baik karena belum
memenuhi syarat kredit lancar diatas 95% dan kredit bermasalah (NPL) dibawah
5%, yang disebabkan hal-hal sebagai berikut:
1. Posisi kredit lancar selalu berada dibawah 95%. Salah satu penyebabnya
adalah proses pembinaan terhadap debitur lancar yang belum optimal,
dikarenakan jangkauan wilayah kerja yang cukup luas, masih sedikitnya
Kantor Cabang Pembantu (KCP) yang ada di daerah-daerah sehingga
pembinaan terhadap debitur tersebut mengalami kendala jarak, waktu, dan
biaya yang cukup besar dan masalah objek agunan kredit seperti sertifikat
belum selesai, konfilk dengan pengembangan, pengembang wanpretasi.
2. Posisi kredit bermasalah selalu berada diatas 5%. Yang menjadi penyebab
rasio kredit bermasalah cukup tinggi adalah belum optimalnya pembinaan dan
penyelamatan kredit melalui aturan-aturan dan cara yang telah tetapkan seperti
restrukturisasi kredit, serta belum maksimalnya proses penyelesaian kredit
Universitas Sumatera Utara
melalu lelang, SKM dan cessie, dikarenakan setiap objek jaminan belum tentu
marketable atau bernilai jual tinggi, proses penyelesaian yang membutuhkan
waktu yang cukup panjang, permasalahan yang ada pada objek agunan kredit
seperti sertifikat yang belum selesai, tanah dalam sengketa, pengembang
wanpretasi, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan objek jaminan yang harus
diselesaikan sebelum penyelesaian kredit serta minat pasar atas objek yang
akan dilakukan penyelesaian masih rendah.
Selain itu juga terdapat masalah yang dapat menyebabkan rasio kredit lancar
dan bermasalah yang masih berada diatas ambang yang telah ditetapkan, antara
lain: proses awal mulai dari permohonan pengajuan kredit, analisis kemampuan
dan kelayakan debitur serta pola pembinaan terhadap setiap debitur yang belum
dilakukan secara optimal.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah:
a. Kolektibilitas kredit padaPT Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor Cabang
Medan yang terjadi selama satu tahun terakhir, dari bulan Januari 2016 sampai
dengan Desember 2016 dapat dikatagorikan “TIDAK BAIK” dikarenakan
kredit bermasalah mencapai 5,81% dimana ambang batasnya adalah 5%,
sedangkan rasio kredit lancar sebesar 94,19% dimana syarat minimal yaitu
sebesar 95% dari total kredit dari bulan Januari 2016 sampai Desember 2016.
b. Faktor utama penyebab terjadinya gagal bayar/kegagalan dalam pengembalian
kredit oleh nasabah pada PT Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor Cabang
Medan, yaitu:
1. Compromise of Credit Principle
Pelanggaran prinsip-prinsip kredit oleh pimpinan bank yang menyetujui
pemberian kredit yang mengandung resiko yang potensial menjadi kredit
bermasalah.
2. Lack of Supervising
Karena kurangnya pengawasan yang efektif dan berkesinambungan setelah
pemberian kredit, kondisi kredit berkembang menjadi kerugian karena
nasabah tidak memenuhi kewajibannya dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
c. Resiko gagal bayar (default risk) yang terjadi pada PT Bank Tabungan Negara
(Persero) Kantor Cabang Medan disebabkan oleh adanya:
1. Faktor internal, terdiri dari:
1.1 Debitur,
menunjukan
sikap,
tindakan,
itikad
tidak
atau
kurang
berpengalaman dalam perbankan, tidak kompeten dalam mengelola
keuangan, modal usaha terpakai untuk kebutuhan hidup, terkena musibah
dan kurangnya komunikasi antar nasabah dengan PT Bank Tabungan
Negara (Persero) Kantor Cabang Medan.
1.2 Kreditur, dimana pegawai PT Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor
Cabang Medan yang kurang tajam dalam melakukan analisis maksud dan
tujuan penggunaan kredit, kurang dalam menganalisis laporan keuangan
nasabah, lemahnya sistem administrasi dan pengawasan kredit, tidak
melakukan pengecekan terlalu mendalam, kurangnya dual kontrol antar
unit terkait, keyakinan yang berlebihan sehingga tidak melakukan on the
spot ke lokasi usaha atau pekerjaan atau tempat tinggal atau objek agunan.
2. Faktor eksternal meliputi kondisi perekonomian yang belum stabil,
peningkatan daya beli yang rendah, tingkat pertunbuhan ekonomi yang
kecil, pengembang perumahan yang melakukan wanprestasi, agunan ganda,
tanah bersengk
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kredit dan Unsur-Unsur Kredit
3.1 Pengertian Kredit
Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga.
Menurut Rivai (2013:3), “Kredit adalah penyerahan barang, jasa atau uang
dari satu pihak (kreditur/pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak
lain (debitur/peminjam/borrower) dengan janji membayar dari penerima kredit
kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak”.
3.1.1 Unsur-Unsur Kredit
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit
adalah sebagai berikut.
a. Kepercayaan
Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa
uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu.
Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan
penelitian dan penyelidikan tentang nasabah baik secara interen maupun
eksteren.
Universitas Sumatera Utara
b. Kesepakatan
Disamping unsur percaya dialam kredit juga mengandung unsur kesepakatan
antara pemberi kredit dengan penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan
dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan
kewajibannya masing-masing.
c. Jangka Waktu
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini
mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu
tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang.
d. Resiko
Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu resiko
tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit
semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Resiko ini menjadi
tanggungan bank, baik resiko yang disengaja maupun tidak sengaja. Misalnya
terjadi bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa unsur
kesengajaan.
e. Balas Jasa
Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang
kita kenal dengan nama bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan
keuntungan bank. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah
balas jasanya dtentukan dengan bagi hasil.
Universitas Sumatera Utara
3.1.2 Tujuan Kredit
Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu. Tujuan
pemberian kredit tersebut tidak akan terlepas dari misi bank tersebut
didirikan.Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit adalah sebagai berikut.
a. Profitability
yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang
diraih dari bunga yang harus dibayar oleh debitur. Oleh karena itu, bank hanya
akan menyalurkan kredit kepada usaha-usaha yang diyakini mampu dan mau
mengembalikan kredit yang telah diterimanya.
b. Safety
Yaitu keamanan bagi prestasi atau fasilitasyang diberikan harus benar-benar
terjamin sehingga tujuan profitability dapat benar-benar tercapai tanpa
hambatan yang berarti. Oleh karena itu, keamanan ini dimaksud agar prestasi
yang diberikan dalam bentuk uang, barang atau jasa betul-betul terjamin
pengembaliannya sehinngga keuntungan (profitability) diharapkan bisa
menjadi kenyataan.
3.1.3 Fungsi Kredit
Disamping tujuan diatas suatu fasilitas kredit memiliki fungsi sebagai
berikut:
a. Untuk meningkatkan daya guna uang.
Yang dimaksud dengan meningkatkan daya guna uang yaitu jika uang
disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan
Universitas Sumatera Utara
diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan
barang atau jasa oleh penerima kredit.
b. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.
Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar satu wilayah
ke wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan
memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang
dari daerah lainnya.
c. Untuk meningkatkan daya guna barang.
Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh debitur untuk
mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat.
d. Sebagai alat stabilisasi ekonomi
Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat langkah-langkah stabilisasi
diarahkan pada usaha-usaha untuk antara lain; pengendalian inflasi,
peningkatan ekspor, rehabilitasi sarana, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
pokok rakyat.
e. Sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional.
Pengusaha yang memperoleh kredit tentu saja berusaha untuk meningkatkan
usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit. Bila keuntungan ini
secara kumulatif dikembangkan lagi dalam arti kata dikembalikan kedalam
struktur permodalan, peningkatan akan berlangsung secara terus-menerus.
Dengan earnings (pendapatan) yang terus meningkat, berarti pajak perusahaan
akan terus bertambah.
Universitas Sumatera Utara
3.1.4 Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit
Pada umumnya kriteria penilaian yang harus dilakukan oleh bank untuk
mendapatkan
nasabah
yang
benar-benar
menguntungkan
dan
untuk
menghindari/memperkecil kemungkinan terjadinya gagal bayar (default risk)
dilakukan dengan analisis 5C dan 7P.
Adapaun penjelasan untuk analisis dengan 5C kredit adalah sebagai
berikut:
1. Character
Suatu keyakinan bahwa, sifat atau watak dari seseorang yang akan diberikan
kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang
nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat
pribadi seperti cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga,
hobi dan social standing. Ini semua merupakan ukuran kemauan debitur untuk
membayar kewajibannya.
2. Capacity
Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang bisnis yang
dihubungkan dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuanketentuan pemerintah. Begitu pula dengan kemampuannya dalam menjalankan
usahanya selama ini. Pada akhirnya akan terlihat kemampuan dalam
mengembalikan kredit yang disalurkan.
Universitas Sumatera Utara
3. Capital
Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan
(neraca dan laporan laba rugi) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi
likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan ukuran lainnya.
4. Collateral
Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik
maupun non-fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan.
Jaminan juga harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi suatu masalah
(gagal bayar), maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat
mungkin.
5. Condition
Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik
dimasa yang akan datang sesuai sektor yang ia jalankan. Penilaian prospek
bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang
baik sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.
Kemudian
penilaian
kredit
dengan
metode
analisis
7P
adalah
sebagaiberikut:
1. Personality
Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya seharihari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah
laku, dan tindakan nasabah dalam mengadapi masalah.
Universitas Sumatera Utara
2. Party
Yaitu mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi tertentu atau golongangolongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Sehingga
nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapatkan
fasilitas yang berbeda dari bank.
3. Perpose
Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk
jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat
bermacam-macam. Sebagai contoh apakah untuk modal kerja, atau investasi,
konsumtif atau produktif, dan lain sebagainya.
4. Prospect
Yaitu untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang menguntungkan
atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya.
5. Payment
Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah
diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit.
6. Profitability
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.
Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan
semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya.
Universitas Sumatera Utara
7. Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan
perlindungan dapat berupa jaminan barang, orang atau jaminan asuransi.
3.1.5 Kualitas Kredit
Untuk menentukan berkualitas atau tidaknya suatu kredit perlu diberikan
ukuran-ukuran tertentu. Bank Indonesia menggolongkan kualitas kredit menurut
ketentuan sebagai berikut:
1. Lancar
Apabila pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada
tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit.
2. Dalam Perhatian Khusus
Apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok atau bunga sampai dengan 90
(sembilan puluh) hari.
3. Kurang Lancar
Apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok atau bunga yang telah
melampaui 90 (sembilan puluh) hari sampai dengan 120 (seratus dua puluh)
hari. Terdapat cerukan yang berulang kali khususnya untuk menutupi kerugian
operasional dan kekurangan arus kas.
4. Diragukan
Apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok atau bunga yang telah
melampaui 120 (seratus dua puluh) hari sampai dengan 180 (seratus delapan
puluh) hari. Terjadi cerukan yang bersifat permanen khususnya yang menutupi
kerugian operasional dan kekurangan arus kas.
Universitas Sumatera Utara
5. Macet
Apabila terdapat tunggakan pokok atau bunga yang telah melampaui 180
(seratus delapan puluh) hari.
3.1.6 Penyelidikan Kredit
Tujuan penyelidikan kredit adalah melakukan konfirmasi informasi yang
telah diperoleh dan tambahan informasi untuk memperkuat penilaian tentang:
a. Karakter
b. Aset
c. Kemampuan untuk memperoleh pendapatan
d. Kondisi perekonomian
Bank ingin mengetahui segala sesuatu tentang:
1. Sejarah perusahaan
2. Catatan operasi perusahaan
3. Pengalaman dalam mengembangkan dan memasarkan produk baru
4. Sumber pertumbuhan dalam penjualan dan pendapatan
5. Informasi tentang personalia eksekutif perusahaan
6. Informasi tentang pengalaman, latar belakang, ikatan dengan pihak lain
7. Pendapatan orang lain tentang integritas dan kemampuannya
3.1.6 Analisis Kredit
Tujuan utama analisis kredit adalah untuk menentukan kesanggupan dan
kesungguhan seorang pemimpin untuk membayar kembali pinjaman sesuai
dengan persyaratan dalam perjanian kredit. Dalam pengertian yang lebih luas
Universitas Sumatera Utara
analisis kredit merupakan proses menilai resiko pemberian pinjaman kepada
perusahaan atau kepada perorangan.
Walaupun yang mempengaruhi kesanggupan seorang peminjam untuk
melunasi suatu pinjaman sangat kompleks dan sangat sulit untuk dinilai, tetapi ini
harus dihadapi dengan sebaik mungkin dalam rangka membuat proyeksi
keuangan. Pejabat kredit bank berusaha untuk memproyeksikan pinjaman dan
lingkungannya, termasuk kemungkinan ancaman yang dapat mempengaruhi
dimasa yang akan datang, serta menentukan pinjaman akan dibayar kembali agar
kegiatan bisnis tetap berjalan normal. Dengan demikian bank harus menentukan
kadar resiko yang akan dipikulnya dalam setiap kasus dan berapa jumlah kredit
yang dapat disetujui dengan mempertimbangkan resiko.
B. Resiko Kredit dan Pengelolaan Resiko Kredit
3.2 Pengertian Resiko Kredit
Berdasarkan Basel Committee on Banking Sepervision (BCBS), resiko
kredit didefenisikan sebagai potensi kegagalan peminjam (counterpart) untuk
memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati (Ikatan
Bangkir Indonesia, 2014:39). Sedangkan peraturan Bank Indonesia No.
11/25/PBI/2009 tanggal 01 Juli 2009 menyatakan bahwa resiko kredit adalah
resiko akibat kegagalan debitur atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban
kepada bank. Secara lebih luas, resiko kredit mengandung tiga komponen, yaitu:
1. Peluang gagal bayar (probability of default), yaitu ketidakmampuan debitur
dalam memenuhi kewajibannya kepada bank.
Universitas Sumatera Utara
2. Eksposur kredit (exposure credit), yaitu berkaitan dengan potensi jumlah
kerugian jika debitur gagal bayar.
3. Tingkat pemulihan (recovery rate), yaitu tingkat pengembalian kredit yang
telah gagal bayar sebagai upaya pemulihan kinerja bank.
Menurut Darmawi (2012:105), “Resiko kredit mempunyai dimensi kualitatif
dan kuantitatif. Tetapi dimensi kualitatif itu umumnya lebih sulit untuk dinilai.
Selain itu jika akan memberikan suatu pinjaman, perlu untuk menentukan syarat
pemberian pinjaman tersebut”. Langkah-langkah dalam penilaian resiko yang
kualitatif adalah meliputi:
1. Mengumpulkan informasi berkenaan dengan catatan tanggung jawab
keuangan calon pemimpin.
2. Menentukan tujuan debitur dalam meminjam dana.
3. Mengidentifikasi resiko bisnis debitur dalam kondisi industri dan ekonomi
masa datang.
4. Memperkirakan tingkat komitmen debitur untuk membayar kembali pinjaman
tersebut.
Dimensi kuantitatif dari penilaian kredit meliputi:
1. Menganalisis data financial historis.
2. Memproyeksikan hasil analisis keuangannya dimasa akan datang untuk
mengetahui kemampuan peminjam dalam membayar kembali pinjamannya
pada waktu yang tepat.
3. Kemampuan bertahan jika terjadi kondisi ekonomi yang memburuk.
Universitas Sumatera Utara
3.2.1 Pengelolaan Resiko Kredit
Kredit bank pada umunya dibagi atas berbagai segmen, seperti korporasi,
komersial, konsumer, mikro, kartu kredit, dan sebagainya. Semua segmen pada
dasarnya mempunyai elemen kontrol yang sama, dengan kedalaman yang berbeda
dari suatu segmen kredit ke segmen lainnya. Sebagai contoh, analisis kredit untuk
segmen korporasi lebih mengandalkan analisis kredit, tetapi untuk segmen
konsumer analisis lebih mengandalkan sistem rating atau scoring. Pengelolaan
resiko kredit termasuk aktivitasnya adalah sebagai berikut:
1. Analisis kredit meliputi analisis kelayakan dari berbagai aspek seperti aspek
manajemen, aspek ekonomi dan industri, aspek pemasaran, aspek teknis,
aspek keuangan, aspek legal dan agunan, penetapan struktur kredit, serta
penetapan persyaratan kredit.
2. Sistem rating dan scoring digunakan untuk membedakan kualitas debitur
dilihat dari parameter kuntitatif dan kualitatif sehingga bank dapat
menetapkan bunga kredit yang berbeda sesuai dengan resiko debitur. Untuk
kredit
konsumer,
peran
sistem
rating/scoring
akan
lebih
dominan
dibandingkan pada segmen komersial.
3. Proses supervise dan monitoring kredit yang sudah ada dalam portofolio bank,
sebagai sarana yang memberi tanda peringatan dini bagi nasabah yang
menurun kualitasnya.
4. Manajemen portofolio kredit mengendalikan resiko konsentrasi kredit pada
sektor industri tertentu, wilayah pemasaran tertentu atau grub nasabah tertentu
dan memberi informasi bagi bank kategori kredit yang dapat dikembangan dan
Universitas Sumatera Utara
kategori mana yang harus diperlambat petumbuhannya atau dihentikan untuk
sementara waktu.
5. Proses pengelolaan kredit bermasalah, dimana bank mempunyai berbagai
alternatif solusi seperti penjadwalan kembali pembayaran pokok dan bunga,
memberi bunga khusus, termasuk melikuidasi agunan dan bank dapat
menetapkan metode yang paling optimal bagi bank, yaitu alternatif solusi
yang memberi kerugian yang paling kecil bagi bank.
6. Melakukan proses stress testing untuk memastikan bahwa dalam kondisi
krisis, bank dapat juga menjaga agar masalah pada portofolio kredit dapat
diatasi.
C. Manajemen Resiko Perbankan
3.3
Pengertian Manajemen Perbankan
Menurut Fahmi (2015:1), “Manajemen perbankan merupakan suatu ilmu
yang
membahas tentang
bagaimana
suatu
lembaga perbankan dengan
mempergunakan film dan seni untuk mengelola organisasinya dengan melibatkan
berbagai pihak internal dan eksternal yang semuanya dilakukan guna mencapai
tujuan organisasi”. Manajemen perbankan dapat dilihat sebagai manejemen jasa
(service) yang bertujuan memberi kepuasan kepada pengguna jasa tersebut.
Pengelolaan manajemen perbankan memiliki resiko yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan produk dalam bentuk barang (goods).
Universitas Sumatera Utara
3.3.1 Tindakan
Pemerintah
dan
Bank
Indonesia
dalam
Mengatasi
Perbankan Bermasalah
Pada prinsipnya Pemerintah, Menteri Keuangan dan Bank Indonesia saling
bekerjasama untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang melanda dunia
perbankan, termasuk menghindari dampak lebih jauh terjadinya kebangkrutan
bahkan bisa menimbulkan resiko sistematik. Menurut Fahmi (2014:105), ada tiga
tindakan yang diambil pemerintah pada saat pemerintah melihat suatu perbankan
bermasalah, yaitu:
a. Pembinaan
Pada kondisi ini pemerintah sifatnya akan masih menganggap bank tersebut
membutuhkan pembinaan atau advice (nasihat) saja, baik advice pada sisi
keuangan maupun non-keuangan guna menstabilkan kembali posisinya kearah
yang diharapkan.
b. Tindak Lanjut Pengawasan Bank
Pada kondisi ini Bank Indonesia bertugas untuk melakukan pemantauan
secara insentif akan setiap kebijakan dari bank tersebut dan bagaimana ia
menyelesaikan berbagai permasalahannya serta sesuatu yang menyangkut
kemampuannya menciptakan likuiditas, kemampuannya memenuhi CAR
(Capital Adecuency Ratio) sesuai yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan
lain-lainnya.
Universitas Sumatera Utara
c. Likuidasi Bank
Pada likuidasi ini Bank Indonesia telah merundingkan secara dalam-dalam
dengan
pemerintah
untuk
melakukan
kebijakan
melikuidasi
atau
menghentikan aktivitas bank tersebut.
3.3.2 Pengawasan Perbankan Sebagai Bagian Menghindari Resiko
Dalam usaha untuk selalu menciptakan kondisi perbankan yang baik dan
tegas serta menerapkan prinsip-prinsip GCG (Good Corporate Governance/tata
kelola perusahaan yang baik) maka lembaga perbankan harus selalu diawasi
dengan seksama. Menurut Hendro dan Rahardja (2014:6), “Good Corporate
Governance (GCG) adalah seperangkat peraturan dan upaya perbaikan sistem dan
proses dalam pengelolaan organisasi dengan mengatur dan memperjelas
hubungan, wewenang, hak, dan kewajiban semua pemangku kepentingan
(stakeholders), mencakup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan
Komisaris dan Dewan Direksi”. Secara umum pengawasan pada lembaga
perbankan ada dua, yaitu:
a. Pengawasan yang dilakukan oleh internal perbankan
Pengawasan internal dilakukan oleh Direktur Kepatuhan, Satuan Kerja Audit
Intern, dan sistem pengawasan melekat.
b. Pengawasan yang dilakukan oleh eksternal perbankan
Pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksternal perbankan adalah
pengawasan yang dilakukan oleh pihak bank sentral. Bank sentral sebagai
pemegang otoritas moneter di suatu negara memiliki wewenang penuh dalam
usahanya menjaga dan memelihara kestabilan perbankan dalam negeri. Disini
Universitas Sumatera Utara
setiap lembaga perbankan berkewajiban untuk memberikan laporan keuangan
(financial statement) dalam bentuk tertulis dan itu bersifat berkala.
3.3.3 Biaya Resiko dan Kredit Macet
Bagi pihak kreditur harus mempertimbangkan beberapa hal yang mungkin
timbul pada saat kebijakan perputaran piutang (receivable turnover) dilaksanakan,
yaitu terjadi kemacetan dalam aliran pengembalian pinjaman yang dilakukan oleh
pihak debitur. Bagi pihak kreditur kemacetan aliran pengembalian ini adalah
sebuah resiko. Maka pada saat resiko tersebut timbul tentu menimbulkan biaya
(cost) atau beban yang harus ditanggung oleh pihak kreditur.
Adapun pengertian dari biaya resiko (risk cost) adalah biaya yang harus
ditanggung oleh pihak manajemen perusahaan terhadap resiko yang ditimbulkan
dalam setiap keputusan yang diambil. Maka secara financial company masalah
yang menyangkut resiko tidak kembalinya sejumlah uang atau dana yang telah
diberikan dalam bentuk pinjaman ini harus diperhitungkan dan dibebankan dalam
penetapan bunga pinjaman. Sehingga bagi suatu perusahaaan yang melakukan
kebijakan penyaluran kredit harus mempelajari akan hal-hal yang berkaitan
dengan risk cost (biaya resiko) yang timbul karena faktor terjadinya bad debt
(piutang tak tertagih) tersebut.
3.3.4 Memperhitungkan Biaya Resiko
Untuk memperhitungkan atau menentukan berapa jumlah risk cost (biaya
resiko) yang harus ditanggung oleh suatu perusahaan ada dua cara yang dapat
dipergunakan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Biaya resiko dihitung dengan cara mengkaji dan menaksir berapa angka kredit
macet (gagal bayar debitur) yang secara fakta terjadi, yaitu dengan
mengumpulkan seluruh debitur yang mengalami tunggakan kredit selama ini.
2. Biaya resiko dihitung dengan cara melihat berapa total angka pinjaman yang
dihapus bukukan terhadap rata-rata angka residu pinjaman, dimana ini dilihat
dalam satu priode akuntansi.
D. Gagal Bayar (Default Risk)
3.4
Pengertian Gagal Bayar (Default Risk)
Kenyataan menunjukkan bahwa kredit bermasalah merupakan bagian dari
loan portofolio dari sebuah bank, namun pemberian kredit yang sukses adalah
bank yang mampu mengelola kredit bermasalah (problem loan) pada suatu tingkat
yang wajar dan tidak menimbulkan kerugian pada bank bersangkutan. Bila
prudent banking dalam allocation of bank funds kurang mendapat perhatian,
apalagi ketiadaan good underwriting, careful monitoring, early problem loan
identification dan aggressive corrective action, bank cenderung menghadapi
pilihan rehabilitasi atau likuidasi debitur.
Debitur dinyatakan gagal bayar apabila debitur berada pada posisi
kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet. Oleh karena itu, pendekatan
praktis bagi bank dalam pengelolaan kredit bermasalah didasarkan kepada
premise, bahwa lebih dini penentuan potensial problem loan akan lebih banyak
peluang atau alternatif koreksi dan prospek pencegahan kerugian bagi bank”.
Universitas Sumatera Utara
3.4.1 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Gagal Bayar (Default Risk)
Menurut Asikin (2016:194), faktor-faktor penyebab terjadinya gagal
bayar/kegagalan pengembalian kredit oleh nasabah adalah sebagai berikut:
1. Self Dealing
Self dealing terjadi karena adanya interest tertentu dari pejabat pemberi kredit
terhadap permohonan yang diajukan nasabah,berupa pemberian kredit
yangtidak layak atas dasaryang kurang sehat terhadap nasabahnya dengan
harapan mendapatkan kompensasi berupa pemberian imbalan dari nasabah.
2. Anxiety for Income
Pendapatan yang diperoleh melalui kegiatan perkreditan merupakan sumber
pendapatan utama sebagian besar bank sehingga ambisi ataupun nafsu yang
berlebihan untuk memperoleh laba bank melalui penerimaan bunga kredit
sering menimbulkan pertimbangan yang tidak sehat dalam pemberian kredit.
3. Compromise of Credit Principles
Pelanggaran
prinsip-prinsip
kredit
oleh
pimpinan
bank
yang
menyetujuipemberian kredit yang mengandung resiko yang potensial menjadi
kredit yang bermasalah.
4. Incomplete Credit Information
Terbatasnya informasi seperti data keuangan dan laporan usaha, disamping
informasi lainnya seperti penggunaan kredit, perencanaan ataupun keterangan
mengenai sumber pelunasan kembali kredit.
Universitas Sumatera Utara
5. Failure to Obtain or Enforce Liquidation Agreements
Sikap ragu-ragu dalam menentukan tindakan terhadap suatu kewajiban yang
telah diperjanjikan, meskipun nasabah mampu dan wajib membayarnya, juga
merupakan
penyebab
timbulnya
kredit-kredit
yang
tidak
sehat
dan
mengakibatkan kredit bermasalah bagi bank.
6. Complacency
Sikap memudahkan suatu masalah dalam proses kredit akanmengakibatkan
terjadinya kegagalan atas pelunasan kembali kredit yang diberikan/gagal bayar.
7. Lack of Supervising
Karena kurangnya pengawasan yang efektif dan berkesinambungan setelah
pemberian kredit, kondisi kredit berkembang menjadi kerugian karena nasabah
tidak memenuhi kewajibannya dengan baik.
8. Technical Incompetence
Tidak adanya kemampuan teknis dalam menganalisis permohonan kredit dari
aspek lainnya akan berakibat kegagalan dalam operasi perkreditan suatu bank.
Para pejabat kredit harus senantiasa meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan yang berkaitan dengan tugasnya dan jangan memberikan kredit
kepada usaha atau sektor yang tidak dikenal dengan baik.
9. Poor Selection of Ricsks
Resiko tersebut dapat dijelaskan dibawah ini:
a. Pejabat
kredit
mampu
mendeteksi
kemampuan
nasabah
dalam
membiayaiusahanya, selain yang diperoleh dari bank.
Universitas Sumatera Utara
b. Pejabat kredit harus mampu menghitung berapa kebutuhan nasabah yang
sesungguhnya.
c. Pejabat kredit harus mampu menghitung nilai jaminan yang mengcover
kredit yang diberikan.
d. Pejabat kredit harus mampu memperhitungkan kemungkinan resiko yang
dihadapi dengan pemberian kredit dan mengetahui sumber pelunasan.
e. Pejabat kredit harus mampu mendeteksi resiko pemberian kredit yang
mungkin secara kemampuan cukup baik, tetapi dari sisi moralkurang
menguntungkan bagi bank.
f. Pejabat kredit harus mampu mendeteksi kualitas jaminan yang akan
menimbulkan masalah dikemudian hari.
10. Overlending
Overlending
adalah pemberian kredit yang besarnya melampaui batas
kemampuan pelunasan kredit oleh nasabah.
11. Competition
Competition merupakan resiko persaingan yang kurang sehat antar bank yang
memperebutkan nasabah yang berakibat pemberian kredit yang tidak sehat.
3.4.2 Gejala Dini Timbulnya Kredit Bermasalah (Gagal Bayar)
Jika bank tidak mau rugi karena kredit yang diberikan menjadi bermasalah,
bank harus mengidentifikasi gejala-gejala dininya sehingga dapat segera
mengambil langkah penanganan sebelum masalahnya menjadi semakin parah.
Bank dapat mendeteksi adanya gejala-gejala dini dengan selalau memeriksa
Universitas Sumatera Utara
portofolio kreditnya yang dipusatkan pada faktor-faktor kunci yang merupakan
indikator-indikator penurunan kualitas kredit.
Adapun gejala dini tersebut dapat dideteksi dari keadaan-keadaan sebagai
berikut:
1.
Ada tunggakan (tunggakan bunga dan tunggakan angsuran).
2.
Mengajukan perpanjangan.
3.
Kondisi keuangan menurun.
a. Penurunan
Likuiditas, perbandingan akttiva lancar terhadap aktiva tetap, persentase
laba terhadap aktiva, net worth.
b. Kenaikan
Piutang persediaan, utang jangka panjang, debtequity ratio, biaya
produksi, penjualan, tetapi keuntungan turun, aktiva tetap karena evaluasi.
4.
Laporan keuangan terlambat atau yang tadinya selalu diaudit akuntan menjadi
tidak diaudit.
5.
Saldo rata-rata giro menurun dan sering overdraft.
6.
Hubungan dengan bank semakin renggang, menghindar setiap kali dihubungi.
7.
Penurunan nilai/hilangnya agunan.
8.
Penggunaan kredit tidak sesuai rencana.
9.
Konflik interen.
10. Memberikan laporan tidak benar.
Universitas Sumatera Utara
Selain mengetahui butir-butir gejala yang merupakan indikator timbulnya
kredit bermasalah tersebut, bank juga perlu mengetahui cara-cara mendeteksinya.
Sumber-sumber informasi dan cara mendeteksinya adalah sebagai berikut:
1. Manajemen
Dideteksi dari pertemuan-pertemuan dengan nasabah secara priodik.
2. Keuangan
Dideteksi dari menganalisis laporan keuangan nasabah secara kontinu:
a. Bandingkan dengan laporan-laporan sebelumnya.
b. Cross check dengan informasi dari kreditur-kreditur dan sumber-sumber
lain, periksa catatan-catatan debitur.
3. Operasi
Dideteksi dari kunjungan on the spot dengan mengevaluasi peralatan dan
persediaan, sikap/kemampuan karyawan, kelengkapan fasilitas, cara-cara
pengoperasian secara umum.
4.
Hubungan dengan bank
Dideteksi dengan mengadakan loan review, yaitu selalu melihat kembali file
kredit.
5. Jaminan
Dideteksi dari file dan kunjungan on the spot
E. Penggolongan Kredit atau Nasabah Bermasalah
1. Itikad nasabah
Untuk menyelesaikan kredit bermasalah, dinilai berdasarkan penilaian
mengenai kemauan dan kesediaannya untuk:
Universitas Sumatera Utara
a. Berinisiatif dan aktif melakukan negosiasi dengan bank.
b. Melakukan full disclosure mengenai keadaan perusahaan dan grubnya
kepada nasabah.
c. Memikul beban kerugian yang akan ditetapkan sebagai hasil negosiasi.
d. Mempunyai rencana restrukturisasi atau akan menyampaikan rencana
restrukturisasi untuk dibicarakan dengan bank.
2. Prospek usaha nasabah
a. potensi perusahaan/nasabah untuk menghasilkan arus kas (net cash flaw)
yang positif.
b. Dampak multiplier yang dapat memperngaruhi perkembangan industri
lainnya.
c. Tenaga kerja yang dipekerjakan.
d. Prospek pasar produk atau jasa yang dihasilkan.
3. Kredit bermasalah yang masih mempunyai prospek
Kredit bermasalah yang masih mempunyai prospek adalah kredit yang
diberikan kepada nasabah yang sedang mengalami kesulitan setelah
diidentifikasi dan dievaluasi permasalahannya, disimpulkan bahwa debitur
masih mempunyai harapan untuk diperbaiki kolektibilitas kreditnya.
4. Kredit bermasalah yang sudah tidak mempunyai prospek
Kredit bermasalah yang sudah tidak mempunyai prospek adalah kredit yang
diberikan kepada debitur yang mengalami kesulitan setelah diidentifikasi dan
dievaluasi permasalahannya, disimpulkan bahwa debitur sudah tidak ada
harapan lagi untuk memperbaiki kolektibilitas kreditnya dan sumber
Universitas Sumatera Utara
pelunasan kreditnya hanya diharapkan dari usaha lain atau menjual
agunan/kekayaan perusahaan.
F. Analisis Kolektibilitas Kredit Konsumer dan Komersil
Analisis kolektibilitas kredit konsumer dan komersial pada PT Bank
Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan tahun 2016 Triwulan
pertama sampai triwulan keempat dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Daftar Kolektbilitas Kredit Konsumer dan Komersil
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan
Tahun 2016
(dalam jutaan rupiah)
Kolektibilitas
Lancar
Dalam Perhatian
Khusus
Jumlah Kredit
Lancar
Kurang Lancar
Diragukan
Macet
Jumlah Kredit
Bermasalah
Total
2,117,657.34
TRIWULAN
I
2,090,408.80
570,502.17
593,934.15
680,018.17
492,668.42
475,312.22
2,688,159.51
2,684,342.94
3,049,719.88
3,072,439.19
3,427,588.27
15,394.89
32,974.75
22,326.95
17,131.01
7,600.08
20,377.42
17,483.78
23,090.83
18,865.98
12,070.55
187,433.46
189,720.65
195,872.89
199,461.24
191,819.59
223,205.77
221,692.64
241,290.68
235,458.24
211,490.21
2,911,365.28
2,906,035.58
3,291,010.55
3,307,897.43
3,639,078.49
JANUARI
TRIWULAN TRIWULAN
III
II
2,369,701.71 2,579,770.77
TRIWULAN
IV
2,952,276.05
Sumber: PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan, 2017.
Dari Tabel 3.1 menjelaskan posisi penggunaan kredit secara umum yang
terdiri dari kredit konsumer dan kredit komersil pada tahun 2016. Dari tabel
tersebut terlihat bahwa portofolio kredit PT Bank Tabungan Negara (Persero)
Tbk. Kantor Cabang Medan pada Tahun 2016 yang dimulai pada Januari sampai
dengan triwulan keempat yaitu bulan Desember, terjadi peningkatan portofolio
kredit yang cukup baik, dimana peningkatan portofolio kredit sebesar Rp.
693.084,98 atau sebesar 23,81%. Seiring pertumbuhan portofolio kredit yang
Universitas Sumatera Utara
baik, terdapat pula resiko kredit yang tercerminkan dari tabel diatas, hal ini dapat
dilihat dari fluktuasi kredit lancar maupun kredit bermasalah.
Daftar kolektibilitas kredit konsumer dan komersil pada PT Bank Tabungan
Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan dapat juga dilihat pada Gambar 3.1.
Kolektibilitas Kredit Konsumer dan Komersil
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan
Tahun 2016
4000,000,00
3500,000,00
3000,000,00
2500,000,00
2000,000,00
1500,000,00
1000,000,00
500,000,00
-
Januari
Maret
Juni
September
Desember
Jumlah Kredit Lancar
Jumlah Kredit Bermasalah
Total
Gambar 3.1
Sumber: PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan, 2017.
Gambar 3.1 menjelaskan bahwa kolektibilitas kredit lancar paling besar
terdapat pada bulan Desember (triwulan keempat) yaitu sebesar Rp..3.427.588,27
(dalam jutaan rupiah) atau sebesar 94,19%. Kredit bermasalah terlihat lebih besar
Universitas Sumatera Utara
pada bulan Juni yaitu sebesar Rp. 241.290,68 (dalam jutaan rupiah) atau sebesar
7,33%. Namun tingkat persentase kredit bermasalah lebih besar pada bulan
Januari yaitu sebesar 7,67%. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2007
Pasal 12 Ayat 3, menjelasan bahwa kredit bermasalah dikatakan baik dengan
syarat maksimal 5% dari total kredit (NPL< 5%) dan kredit lancar dikatakan baik
dengan syarat minimal 95% dari total kredit (kredit lancar 95%) dari total kredit.
Kesimpulannya kredit bermasalah yang terjadi pada PT Bank Tabungan
Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan mencapai >5% dari total kredit
selama 1 tahun terakhir, yaitu pada bulan Januari sampai dengan Desember. Pada
kondisi ini kredit lancar belum dapat dikatakan baik dikarenakan belum mencapai
syarat minimal 95%. Kredit bermasalah menggambarkan situasi dimana
persetujuan pengembalian kredit mengalami resiko kegagalan, bahkan cenderung
menuju atau mengalami rugi yang potensial (potential loss).
Tabel 3.2
Persentase Kolektibilitas Kredit Konsumer dan Komersil
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan
Tahun 2016
Kolektibilitas
JANUARI
TRIWULAN
I
TRIWULAN
II
TRIWULAN
III
Lancar
72.74%
71.93%
72.01%
77.99%
Dalam Perhatian
19.60%
20.44%
20.66%
14.89%
Khusus
Jumlah Kredit
92.33%
92.37%
92.67%
92.88%
Lancar
Kurang Lancar
0.53%
1.13%
0.68%
0.52%
Diragukan
0.70%
0.60%
0.70%
0.57%
Macet
6.44%
6.53%
5.95%
6.03%
Jumlah Kredit
7.67%
7.63%
7.33%
7.12%
Bermasalah
Sumber: PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan, 2017.
TRIWULAN
IV
81.13%
13.06%
94.19%
0.21%
0.33%
5.27%
5.81%
Dari Tabel 3.2 menjelaskan dimana pada bulan Januari 2016, persentase
kredit lancar sebesar 92,33%; namun pada triwulan pertama persentase kredit
Universitas Sumatera Utara
lancar mengalami penurunan yaitu sebesar 92,37%; pada triwulan kedua terjadi
peningkatan yaitu sebesar 92,67%; pada triwulan ketiga persentase kredit lancar
mengalami peningkatan lagi yaitu sebesar 92,88%; dan pada triwulan keempat
persentase kredit lancar meningkat hingga sebesar 94,19%.Sedangkan jumlah
kredit bermasalah (NPL) pada tahun 2016 mengalami kemajuan yang cukup baik,
dimana NPL pada setiap triwulan mengalami penurunan, walaupun belum
mencapai syarat bank yang dikatakan sehat yaitu NPL< 5%. Pada bulan Januari
2016 persentase kredit bermasalah yaitu sebesar 7,67%; pada triwulan pertama
yaitu sebesar 7,63; pada triwulan kedua yaitu sebesar 7,33%; pada triwulan ketiga
yaitu sebesar 7,12%; dan pada triwulan keempat persentase kembali menurun
yaitu sebesar 5,81%.
Tabel 3.3
Daftar Kolektbilitas Kredit Konsumer
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan
Tahun 2016
(dalam jutaan rupiah)
Kolektibilitas
Lancar
Dalam Perhatian
Khusus
Jumlah Kredit
Lancar
Kurang Lancar
Diragukan
Macet
Jumlah Kredit
Bermasalah
Total
1,832,029.55
TRIWULAN
I
1,817,251.93
TRIWULAN
II
2,189,276.32
TRIWULAN
III
2,285,264.22
TRIWULAN
IV
2,629,028.20
531,474.39
553,421.08
534,952.50
444,150.57
414,336.52
2,363,503.94
2,370,673.01
2,724,228.82
2,729,414.78
3,043,364.72
13,726.73
14,098.19
20,445.14
16,594.47
7,497.38
19,536.38
16,535.60
18,876.56
14,970.02
10,728.13
139,189.99
143,469.65
150,467.64
160,356.29
156,298.16
172,453.10
174,103.44
189,789.34
191,920.78
174,523.68
2,535,957.04
2,544,776.45
2,914,018.16
2,921,335.56
3,217,888.40
JANUARI
Sumber: PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan, 2017
Dari
Tabel
3.3
menjelaskan
secara
terperinci
konsumer.Dimana posisi persentase kredit lancar
mengenai
kredit
pada bulan Januari yaitu
Universitas Sumatera Utara
sebesar 93,20%; pada triwulan pertama persentase kredit lancar menurun yaitu
sebesar 93,16%; pada triwulan kedua persentase kredit lancar mengalami
peningkatan yaitu sebesar 93,49%; pada triwulan ketiga persentase kredit lancar
mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar 93,43%; dan kembali meningkat pada
triwulan keempat yaitu sebesar 94,58%. Sedangkan persentase kredit bermasalah
(NPL) pada bulan Januari 2016 yaitu sebesar 6,80%; pada triwulan pertama
persentase kredit bermasalah mengalami peningkatan yaitu sebesar 6,84%; pada
triwulan kedua mengalami penurunan yaitu sebesar 6,51%; pada triwulan ketiga
persentase kredit bermasalah kembali mengalami peningkatan yaitu sebesar
6,57%; dan kembali menurun pada triwulan keempat yaitu pada bulan Desember
sebesar 5,42%.
Walaupun diakhir tahun posisi kredit bermasalah (NPL) PT Bank Tabungan
Negara (Persero) Kantor Cabang Medan mengalami penurunan namun bank
tersebut belum memenuhi kriteria bank sehat yang disyaratkan Bank Indonesia.
Tabel 3.4
Daftar Kolektbilitas Kredit Komersil
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan
Tahun 2016
(dalam jutaan rupiah)
285,627.79
TRIWULAN
I
273,156.87
TRIWULAN
II
180,425.39
TRIWULAN
III
294,506.55
TRIWULAN
IV
323,247.85
39,027.78
40,513.07
145,065.67
48,517.85
60,975.70
324,655.58
313,669.94
325,491.06
343,024.41
384,223.55
1,668.16
18,876.56
1,881.81
536.54
102.70
Kolektibilitas
JANUARI
Lancar
Dalam Perhatian
Khusus
Jumlah Kredit
Lancar
Kurang Lancar
Diragukan
Macet
Jumlah Kredit
Bermasalah
Total
841.04
948.18
4,214.27
3,895.97
1,342.41
48,243.47
46,251.00
45,405.26
39,104.95
35,521.43
50,752.67
47,589.20
51,501.34
43,537.46
36,966.54
375,408.24
361,259.13
376,992.39
386,561.86
421,190.09
Universitas Sumatera Utara
Sumber: PTBank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Medan, 2017
Pada Tabel 3.4 menjelaskan posisi kolektibilitas kredit lancar pada tahun
2016 hampir setiap triwulannya mengalami peningkatan. Dimana persentase
kredit lancar pada bulan Januari yaitu sebesar 86,48%; pada triwulan pertama
persentase kredit lancar meningkat yaitu sebesar 86,83%; pada triwulan kedua
mengalami penurunan yaitu sebesar 86,34%; pada triwulan ketiga persentase
kredit lancar meningkat yaitu sebesar 88,74%; dan pada triwulan keempat
persentase kredit lancar mengalami peningkatan lagi yaitu sebesar 91,22%.
Sedangkan posisi kredit bermasalah (NPL)
kredit komersil pada tahun 2016
terlihat makin memburuk dibandingkan dengan
kredit konsumer. Dimana
persentase kredit bermasalah pada bulan Januari yaitu sebesar 13,52%;
dan
mengalami penurunan pada triwulan pertama yaitu sebesar 13,17%; pada triwulan
kedua persentase kredit bermasalah kembali mengalami peningkatan yaitu sebesar
13,66%; pada triwulan ketiga persentase kredit bermasalah mengalami penurunan
yaitu sebesar 11,66%; dan pada triwulan keempat persentase kredit bermasalah
mengalami penurunan yaitu sebesar 8,78%.
Hal tersebut menunjukan bahwa bank tersebut belum memenuhi kriteria
bank yangdikatakan sehat dikarenakan posisi kredit lancar belum mencapai 95%
dan posisi kredit bermasalah (NPL) masih berada diatas 5% (NPL > 5%). Untuk
itu PT Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor Cabang Medan harus
memperbaiki seluruh proses pemberian kredit
dan penyelesaian kredit
bermasalah. Masalah yang dihadapi PT Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor
Cabang Medan terkait kredit bermasalah bukan hanya berasal dari sisi debitur,
Universitas Sumatera Utara
namun juga dapat berasal dari proyek-proyek perumahan yang bermasalah,
dimana PT Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor Cabang Medan merupakan
bank yang berfokus terhadap pembiayaan perumahan dan kontruksinya.
Faktor utama penyebab terjadinya gagal bayar/kegagalan pengembalian
kredit oleh nasabah pada PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor
Cabang Medan, yaitu:
1. Compromise of Credit Principles
Pelanggaran
prinsip-prinsip
kredit
oleh
pimpinan
bank
yang
menyetujuipemberian kredit yang mengandung resiko yang potensial menjadi
kredit yang bermasalah.
2. Lack of Supervising
Karena kurangnya pengawasan yang efektif dan berkesinambungan setelah
pemberian kredit, kondisi kredit berkembang menjadi kerugian karena
nasabah tidak memenuhi kewajibannya dengan baik.
G. Penyelamatan dan Penyelesaian Kredit Bermasalah
Setiap kredit yang direalisasikan dan dianalisis dengan baik masih tetap
mengandung resiko gagal bayar (default risk) yang dapat menimbulkan kerugian
bagi bank itu sendiri. Untuk itu setiap kredit yang bermasalah pihak bank perlu
melakukan penyelamatan sehingga tidak akan menimbulkan kerugian dikemudian
hari. Penyelamatan yang dilakukan apakah dengan memberikan keringanan
kepada debitur atau melakukan penyitaan (pelelangan) terhadap aset yang menjadi
tanggungan di PT Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor Cabang Medan.
Universitas Sumatera Utara
Penyelamatan kredit bermasalah yang ada di PT Bank Tabungan Negara
(Persero) Kantor Cabang Medan antara lain sebagai berikut:
1. Restrukturisasi Kredit
Yang dimaksud dengan restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang
dilakukan dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan
untuk memenuhi kewajibannya. Adapun restrukturisasi kredit yang ada di PT
Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor Cabang Medan adalah:
a. Penjadwalan Ulang Sisa Tunggakan (PUST)
Yang dimaksud dengan PUST adalah debitur tidak mampu menyelesaikan
tunggakan bulan berjalan secara keseluruhan. Sebagai contoh pada Januari
2017 debitur memiliki tunggakan bulan berjalan sebesar Rp. 1.542.000,- dan
tahun jatuh tempo kredit sampai dengan januari 2020, dimana angsuran
perbulan debitur tersebut sebesar Rp. 821.400,-.
sisa tunggakan
R.PUST =
R.PUST =
n
+a
��.1.542.000,−
36
+ RP. 821.400,-
= Rp. 42.833,- + Rp.821.400,= Rp. 864.234,Keterangan:
Sisa Tunggakan: Tunggakan sampai dengan bulan berjalan
a : Angsuran perbulan
n : Jatuh tempo (bulan)
Universitas Sumatera Utara
Dengan mengikuti pola restrukturisasi ini debitur hanya mencicil tunggakan
berjalan ditambah dengan angsuran. Sehingga pada bulan berikutnya debitur
sudah lancar kembali dan mencicil tunggakan yang direstrukturisasi tersebut
selama 36 bulan kedepan. Dimana besaran cicilan tunggakan disesuaikan
dengan kemampuan debitur.
b. Penjadwalan Ulang Sisa Pokok (PUSP)
Yang dimaksud dengan Penjadwalan Ulang Sisa Pokok (PUSP) adalah
penjadwalan ulang angsuran debitur dimana diperhitungkan berdasarkan sisa
utang atau pokok yang bersangkutan dan menambah tahun jatuh tempo kredit
dikarenakan debitur tidak mampu mencicil angsuran seperti biasa. Sebagai
contoh seorang debitur memiliki angsuran kredit perbulan Rp. 2.500.000,debitur tersebut akad kredit pada bulan Januari 2011 dan jatuh tempo pada
Januari 2021. Pada saat akad kredit pinjaman yang bersangkutan sebesar Rp.
100.000.000,-. Pada Januari 2017 sisa pokok pinjaman yang bersangkutan
sebesar Rp. 50.0000.000,- yang bersangkutan tidak mampu mencicil kembali,
sehingga memohon untuk menurunkan angsuran. Disini pola restrukturisasi
kredit yang dilakukan adalah menambahkan tahun jatuh tempo kredit debitur
tersebut, yang seharusnya dilunaskan pada Januari 2021 menjadi bertambah
sesuai kemampuan debitur dan aturan yang berlaku di PT Bank Tabungan
Negara (Persero) Kantor Cabang Medan.
c. Grace Period
Yang dimaksud dengan grace priod adalah tenggang waktu yang diberikan
bank untuk tidak melakukan pembayaran cicialan pokok dan bunga sampai
Universitas Sumatera Utara
pada waktu tertentu. Dimana pada saat jatuh tempo seluruh tagihan yang
ditangguhkan harus dibayarkan secara keseluruhan. Di PT Bank Tabungan
Negara (Persero) Kantor Cabang Medan sendiri grace period terbagi menjadi
beberapa bagian:
1. Grace Period Angsuran, dimana debitur sama sekali tidak membayar cicilan
sampai dengan jatuh tempo grace period .
2. Grace Period Pokok, dimana debitur hanya membayar tagihan bunga
selama masa grace period itu berlangsung.
3. Grace Period Bunga dimana debitur hanya membayar tagihan pokok selama
masa berlangsungnya grace period dan bunga yang ditangguhkan harus
dibayar pada saat jatuh tempo.
4. Grace Period + PUST, dimana debitur tidak membayar tagihan pokok dan
bunga selama masa penangguhan dan tunggakan yang muncul akibat grace
period tersebut dilakukan pencicilan atau penjadwalan ulang sisa tunggakan.
Sehingga pada saat jatuh tempo grace period debitur tidak membayar
seluruh tagihan yang ditangguhkan melainkan debitur membayar angsuran
ditambah dengan cicilan tunggakan akibat grace period tersebut.
5. Grace Period + PUSP, dimana debitur tidak membayar selama masa grace
period. Pada saat jatuh tempo grace period debitur tidak membayarkan
seluruh tagihan yang ditangguhkan dikarenakan jatuh tempo kredit
ditambahkan dengan masa grace period kredit tersebut.
Universitas Sumatera Utara
d. Penurunan Suku Bunga
Yang dimaksud dengan penurunan suku bunga adalah restrukturisasi yang
dilakukan dengan menurunkan suku bunga yang berlaku pada debitur dengan
tujuan menurunkan jumlah angsuran perbulan yang harus dibayarkan oleh
debitur setiap bulannya.
2. Penyitaan Jaminan
Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir yang dilakukan oleh bank
untuk menyelesaikan kredit bermasalah. Penyitaan jaminan dilakukan oleh bank
apabila debitur sudah tidak memiliki itikad baik dalam menyelesaikan kreditnya.
Itikad baik bukan hanya niat untuk membayar namun ditunjukan dengan
pembayaran ataupun penyelesaian kredit dengan cara dilunasi seluruhnya. Di PT
Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor Cabang Medan sendiri penyitaan
agunan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dengan tujuan untuk
mengebalikan kerugian akibat gagal bayar debitur (default risk), antara lain
adalah:
a. Lelang
Lelang adalah penjualan objek kredit bermasalah kepada masyarakat umum
melalui balai lelang. Dalam hal ini PT Bank Tabungan Negara (Persero)
Kantor Cabang Medan melakukan lelang eksekusi hak tanggungan.
b. Surat Kuasa Menjual (SKM)
Surat Kuasa Menjual (SKM) adalah perjanjian antar pihak pemberi kuasa
(debitur) dengan penerima kuasa (kreditur), dimana debitur dengan sukarela
dan tidak keberatan untuk dilakukan penjualan atas objek yang menjadi
Universitas Sumatera Utara
jaminan pada bank apabila debitur wanprestasi dengan syarat apabila terjadi
kelebihan harga objek jaminan dari sisa pinjaman, maka kelebihan harga
tersebut dikembalikan kepada debitur.
c. Cessie
Cessie adalah pengalihan hak atas pinjaman kepada pihak ketiga. Cessie dapat
dilakukan melalui akta otentik atau akta bawah tangan. Syarat utama
keabsahan atas cessie adalah pemberitahuan atas cessie tersebut kepada pihak
terhutang untuk disetujui dan diakuinya.
Dapat disimpulkan bahwa potofolio kredit PT Bank Tabungan Negara
(Persero) Kantor Cabang Medan belum dapat dikatakan baik karena belum
memenuhi syarat kredit lancar diatas 95% dan kredit bermasalah (NPL) dibawah
5%, yang disebabkan hal-hal sebagai berikut:
1. Posisi kredit lancar selalu berada dibawah 95%. Salah satu penyebabnya
adalah proses pembinaan terhadap debitur lancar yang belum optimal,
dikarenakan jangkauan wilayah kerja yang cukup luas, masih sedikitnya
Kantor Cabang Pembantu (KCP) yang ada di daerah-daerah sehingga
pembinaan terhadap debitur tersebut mengalami kendala jarak, waktu, dan
biaya yang cukup besar dan masalah objek agunan kredit seperti sertifikat
belum selesai, konfilk dengan pengembangan, pengembang wanpretasi.
2. Posisi kredit bermasalah selalu berada diatas 5%. Yang menjadi penyebab
rasio kredit bermasalah cukup tinggi adalah belum optimalnya pembinaan dan
penyelamatan kredit melalui aturan-aturan dan cara yang telah tetapkan seperti
restrukturisasi kredit, serta belum maksimalnya proses penyelesaian kredit
Universitas Sumatera Utara
melalu lelang, SKM dan cessie, dikarenakan setiap objek jaminan belum tentu
marketable atau bernilai jual tinggi, proses penyelesaian yang membutuhkan
waktu yang cukup panjang, permasalahan yang ada pada objek agunan kredit
seperti sertifikat yang belum selesai, tanah dalam sengketa, pengembang
wanpretasi, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan objek jaminan yang harus
diselesaikan sebelum penyelesaian kredit serta minat pasar atas objek yang
akan dilakukan penyelesaian masih rendah.
Selain itu juga terdapat masalah yang dapat menyebabkan rasio kredit lancar
dan bermasalah yang masih berada diatas ambang yang telah ditetapkan, antara
lain: proses awal mulai dari permohonan pengajuan kredit, analisis kemampuan
dan kelayakan debitur serta pola pembinaan terhadap setiap debitur yang belum
dilakukan secara optimal.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah:
a. Kolektibilitas kredit padaPT Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor Cabang
Medan yang terjadi selama satu tahun terakhir, dari bulan Januari 2016 sampai
dengan Desember 2016 dapat dikatagorikan “TIDAK BAIK” dikarenakan
kredit bermasalah mencapai 5,81% dimana ambang batasnya adalah 5%,
sedangkan rasio kredit lancar sebesar 94,19% dimana syarat minimal yaitu
sebesar 95% dari total kredit dari bulan Januari 2016 sampai Desember 2016.
b. Faktor utama penyebab terjadinya gagal bayar/kegagalan dalam pengembalian
kredit oleh nasabah pada PT Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor Cabang
Medan, yaitu:
1. Compromise of Credit Principle
Pelanggaran prinsip-prinsip kredit oleh pimpinan bank yang menyetujui
pemberian kredit yang mengandung resiko yang potensial menjadi kredit
bermasalah.
2. Lack of Supervising
Karena kurangnya pengawasan yang efektif dan berkesinambungan setelah
pemberian kredit, kondisi kredit berkembang menjadi kerugian karena
nasabah tidak memenuhi kewajibannya dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
c. Resiko gagal bayar (default risk) yang terjadi pada PT Bank Tabungan Negara
(Persero) Kantor Cabang Medan disebabkan oleh adanya:
1. Faktor internal, terdiri dari:
1.1 Debitur,
menunjukan
sikap,
tindakan,
itikad
tidak
atau
kurang
berpengalaman dalam perbankan, tidak kompeten dalam mengelola
keuangan, modal usaha terpakai untuk kebutuhan hidup, terkena musibah
dan kurangnya komunikasi antar nasabah dengan PT Bank Tabungan
Negara (Persero) Kantor Cabang Medan.
1.2 Kreditur, dimana pegawai PT Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor
Cabang Medan yang kurang tajam dalam melakukan analisis maksud dan
tujuan penggunaan kredit, kurang dalam menganalisis laporan keuangan
nasabah, lemahnya sistem administrasi dan pengawasan kredit, tidak
melakukan pengecekan terlalu mendalam, kurangnya dual kontrol antar
unit terkait, keyakinan yang berlebihan sehingga tidak melakukan on the
spot ke lokasi usaha atau pekerjaan atau tempat tinggal atau objek agunan.
2. Faktor eksternal meliputi kondisi perekonomian yang belum stabil,
peningkatan daya beli yang rendah, tingkat pertunbuhan ekonomi yang
kecil, pengembang perumahan yang melakukan wanprestasi, agunan ganda,
tanah bersengk