Hubungan Body Image dan Self Esteem Terhadap Perilaku Diet pada Remaja Putri di SMA Santo Thomas 1 Medan

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diet
Menurut Wahid (2009) diet adalah segala usaha dan perjuangan seseorang
untuk membuat tubuh menjadi sehat dan ideal sesuai dengan keinginan dirinya.
Menurut Oxford Dictionaries (2013) diet adalah pola makan seseorang yang
berbeda dimana seseorang membatasi atau mengatur jumlah makanan mereka
untuk

kepentingan penurunan berat badan atau alasan kesehatan. Menurut

Cambridge Dictionaries (2013), diet adalah sebuah pola makan dimana seseorang
membatasi jumlah makannya atau memakan makanan tertentu dengan tujuan
untuk menjadi lebih kurus atau untuk kesehatan.
Diet banyak dilakukan orang dengan tujuan sebagai berikut: menjaga
kestabilan tubuh, menjaga dan meningkatkan kesehatan tubuh, menjadi langsing,
dan memperindah bentuk tubuh (Abdul Wahid, 2009)


2.1.1. Diet Sehat
Menurut Harvard School of Public Health (2013) pola makan dalam satu
piring makanan yang baik (healthy eating plate) adalah apabila terdiri dari :
1. Buah buahan dan sayur sayuran
Setengah isi dari piring yang kita makan terisi dengan buah-buahan dan
sayur-saturan.
Semakin berwarna dan semakin bervariasi jenis buah-buahan dan sayursayuran semakin baik. Kentang dan french fries tidak terhitung sebagai sayur
sayuran dalam healthy eating plate, karena mereka memiliki kadar karbohidrat
yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

6

2. whole grains
whole grains mengisi dari seperempat bagian dari isi piring yang akan kita
makan.
Whole wheat, brown rice, dan makanan lain yang terbuat dari bahan
tersebut harus mengisi seperempat piring makanan sehari hari. Makanan
tersebut nantinya akan memiliki efek yang kecil terhadap kadar gula darah

dibandingkan dengan nasi putih dan jenis refined grains lainnya.
3. Sumber protein yang sehat
Sumber-sumber protein yang sehat mengisi seperempat dari isi piring yang
akan kita makan.
Pilihlah ikan, ayam, atau kacang-kacangan karena sumber makanan
tersebut memiliki nutrisi yang baik untuk kesehatan, seperti asam lemak
omega 3 pada ikan yang berguna untuk kesehatan jantung dan serat pada
kacang-kacangan yang baik untuk pencernaan.
Batasi daging merah seperti daging sapi, lembu, dan babi, serta hindari
daging yang telah diolah, seperti sosis, nugget, dan bacon. Sumber makanan
tersebut jika dimakan secara terus-menerus akan meningkatkan resiko
penyakit jantung dan diabetes tipe 2.
4. Penggunakan minyak tanaman yang sehat
Gunakan minyak tanaman seperti olive, jagung, dan bunga matahari dalam
memasak. Batasi penggunaan mentega dalam memasak.
5. Minum air putih, kopi, atau teh
Batasi jus buah menjadi satu gelas perhari karena mengandung gula yang
tinggi. Hindari minuman dengan gula yang tinggi karena minuman tersebut
hanya mengandung kalori yang tinggi tanpa nutrisi yang bermakna.


Universitas Sumatera Utara

7

6. Tetap aktif beraktivitas
Tetap aktif sangat penting untuk menjaga berat badan. Lakukan olahraga
yang anda sukai secara teratur dan masukkan jam olahraga dalam jadwal
harian anda.

2.1.2. Diet pada Remaja
Remaja dikategorikan rentan terhadap masalah gizi. Menurut Arisman
(2003), ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan: pertama, remaja
membutuhkan energi dan zat gizi yang lebih banyak untuk pertumbuhan dan
perkembangan tubuh mereka, kedua, remaja harus melakukan penyesuaian akan
masukan energi dan zat gizi terhadap gaya hidup dan kebiasaan mereka, ketiga,
kehamilan, alkohol, obat obatan, keikutsertaan dalam olahraga, dan media akan
mempengaruhi kebutuhan gizi mereka.
Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif, dan
psikososial. Dalam masa pencarian identitas ini, remaja cepat sekali terpengaruh
oleh lingkungan. Kegemaran yang tidak lazim, seperti pilihan untuk menjadi

vegetarian ataupun food fadism, merupakan contoh keterpengaruhan remaja
terhadap lingkungannya. Kecemasan akan bentuk tubuh membuat remaja sengaja
tidak makan yang tidak jarang berujung pada anoreksia nervosa. Kebiasaan ini
dipengaruhi oleh keluarga, teman, dan media. Teman sebaya berpengaruh besar
pada remaja dalam hal memilih makanan. Ketidakpatuhan terhadap teman
dikhawatirkan dapat menyebabkan remaja merasa terkucil dan merusak rasa
percaya diri mereka (Arisman, 2003)
Berdasarkan suatu penelitian pada 4046 remaja putri pada SMA di
amerika serikat mengenai diet pada remaja menunjukkan bahwa 43% remaja
melakukan diet dengan motivasi untuk memperbaiki bentuk tubuh mereka, 25%
remaja melakukan diet karena mereka merasa tubuh mereka terlalu berat atau
merasa pakaian mereka sudah tidak muat lagi, 14% remaja melakukan diet
berdasarkan rekomendasi dokter, keluarga, atau teman teman mereka, 7% remaja

Universitas Sumatera Utara

8

melakukan diet karena suatu kejadian tertentu yang memaksa mereka melakukan
diet, seperti tarian tertentu dan acara tertentu, 6% remaja melakukan diet karena

mereka merasa harus melakukan diet, 3% remaja melakukan diet dengan alasan
kesehatan, dan sisanya karena alasan lain ataupun tidak menjawab (Dwyer,
Feldman, & Mayer, 1967).

2.1.3. Gangguan Perilaku Diet
Anorexia nervosa dan bulimia nervosa adalah gangguan makan yang
mengandung pola makan abnormal. Menurut Papalia (2011) anorexia nervosa
adalah gangguan makan yang ditandai dengan pelaparan diri sedangkan bulimia
nervosa adalah gangguan makan dimana seseorang secara reguler mengkonsumsi
makanan dalam jumlah besar kemudian mengeluarkan kembali makanan tersebut
dari tubuhnya dengan menggunakan obat pencahar, memuntahkan dengan
sengaja, atau melakukan latihan fisik secara berlebihan.
Orang dengan anorexia nervosa tidak ingin atau tidak dapat menjaga berat
tubuh normal mereka. Mereka memiliki ketakutan berlebihan akan kenaikan berat
badan meskipun mereka memiliki berat badan yang sangat rendah. Mereka
memiliki pandangan yang salah mengenai bentuk tubuh. Wanita dengan anorexia
nervosa akan mengalami gangguan menstruasi dengan tidak adanya menstruasi
dalam tiga sikllus normal (Halgin & Whitbourne, 2009).
Orang dengan bulimia nervosa akan memakan makanan dalam jumlah
yang besar dan mengkompensasi jumlah kalori yang masuk dengan memuntahkan

makanan tersebut atau dengan cara ektrim lainnya. Mereka akan memakan jumlah
makanan yang lebih besar dari kabanyakan orang, bahkan kehilangan kendali atas
dirinya mengenai makanan yang mereka makan. Orang dengan bulimia nervosa
akan memuntahkan makanan yang mereka makan tadi atau ada yang melakukan
aktivitas fisik secara berlebihan (Halgin & Whitbourne, 2009).
Evaluasi diri yang salah terhadap bentuk tubuh dan rendahnya rasa
percaya akan menimbulkan kecemasan dan depresi pada seseorang. Kecemasan

Universitas Sumatera Utara

9

ini akan terus bertumbuh dan pada akhirnya memaksa seseorang untuk melakukan
diet. Tekanan sosial terhadap bentuk tubuh yang kurus juga akan menimbulkan
pandangan negatif ada seseorang terhadap bentuk tubuh dirinya yang pada
akhirnya memaksa seseorang untuk melakukan diet. Diet yang belebihan akan
memicu seseorang untuk menimbulkan kondisi anorexia nervosa atau bulimia
nervosa (Nolen & Hoeksema, 2007)

2.2. Remaja

Menurut Sutejo (2000) masa remaja adalah masa pertumbuhan anak
menjadi dewasa, masa terjadi perkembangan seksual, atau masa dalam kehidupan
yang dimulai dengan terjadinya sifat sifat seksual sekunder yang pertama sampai
pada masa akhir pertumbuhan somatik. Menurut Kliegman (2007) masa remaja
adalah masa dimana seseorang berada antara 10 – 20 tahun dengan perubahan
cepat bentuk tubuh, psikologis, dan fungsi sosial. Mengutip dari WHO (2013)
masa remaja adalah suatu periode antara 10 – 19 tahun yang ditandai dengan
perubahan fisik, psikologis, dan sosial.
Pertumbuhan pada masa remaja ditinjau dari berat bada dan tinggi badan,
merupakan suatu kurva sigmoid. Suatu masa pertumbuhan yang dimulai dengan
akselerasi yang tinggi sehingga hampir mencapai dua kali lipat mendahului
kematangan seksual dan kemudian menjadi semakin lambat sampai berakhir pada
terhentinya pertumbuhan tulang (Sutejo, 2000).
Dalam masa remaja, pertumbuhan yang cepat ini sering menyebabkan
perasaan canggung yang terjadi karena pertumbuhan bermacam macam bagian
tubuh yang tidak sama. Ekstremitas bertambah panjang dengan cepat sekali
dibandingkan dengan pertumbuhan kepala dan badan, sehingga lengan dan
tungkai seolah-olah terlalu panjang dan kaki serta tangan kelihatannya terlalu
besar (Sutejo, 2000).
Kliegman (2007) membagi masa remaja menjadi tiga masa berdasarkan

perubahan biologis, psikologis, dan sosial. Tiga masa tersebut adalah masa remaja

Universitas Sumatera Utara

10

awal, menengah, dan lanjut. Masa remaja awal terjadi pada usia 10 – 13 tahun.
Masa remaja menengah terjadi pada usia 14 – 16 tahun. Masa remaja lanjut terjadi
pada usia 17 – 20 tahun.

2.2.1 Pertumbuhan Fisik Remaja
Kliegman (2007) membagi pertumbuhan fisik remaja menjadi tiga masa
yaitu:
1. Remaja awal
Pada masa remaja awal akan muncul karakter seks sekunder, perubahan
tubuh menuju ukuran dewasa, dan perkembangan kemampuan reproduksi.
Androgen akan mulai diproduksi pada awal 6 tahun yang bersamaan dengan
perkembangan sekunder kelamin. Perkembangan pubertas cepat akan terjadi
seiring dengan peningkatan sensivitas dari pituitary terhadap gonadotropinreleasing hormone (GnRH), pengeluaran GnRH, LH, dan FSH selama tidur,
dan peningkatan androgen dan estrogen yang belum diketahui secara jelas

pemicu yang mengawali pengeluaran hormon hormon tersebut.
2. Remaja menengah
Pada masa remaja menengah terjadi peningkatan tinggi tubuh, berat tubuh,
dan massa otot. Pada remaja putri pertumbuhan cepat mulai terjadi pada usia
11,5 tahun dan berakhir pada usia 16 tahun sedangkan pada remaja putra
mulai terjadi pada usia 13,5 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun. Berat
badan dan massa otot meningkat sejalan dengan peningkatan tinggi tubuh
yang disertai dengan peningkatan kekuatan tubuh. Remaja putra menunjukkan
peningkatan berat badan dan massa otot yang lebih tinggi dibandingkan
dengan remaja putri.
3. Remaja lanjut
Pada masa remaja lanjut terjadi perkembangan fisik remaja yang rendah.
Perkembangan akhir payudara dan kelamin terjadi pada usia 17-18 tahun.

Universitas Sumatera Utara

11

Kumis, janggut, dan rambut pada dada pada remaja putra muncul pada masa
remaja lanjut. Jerawat muncul pada massa ini pada sebagian besar remaja,

terutama remaja putra.

2.2.2. Perkembangan Psikologis Remaja
Kliegman (2007) membagi perkembangan psikologis remaja menjadi tiga
masa yaitu:
1. Remaja awal.
Pada masa remaja awal terjadi perkembangan proses berfikir dari berfikir
konkrit menjadi berfikir abstrak. Remaja akan melihat segala sesuatu dari
berbagai macam sudut pandang dan berfikir mengenai proses berfikir itu
sendiri. Sebagian besar remaja pada masa remaja awal dapat berfikir logis
pada perkerjaan sekolah tapi tidak pada masalah pribadi.
Perkembangan

moral

pada

masa

remaja


awal

sejalan

dengan

perkembangan proses berfikir. Remaja tidak melakukan sesuatu yang benar
sebagai akibat dari rasa takut terhadap orang dewasa namun melilhat sesuatu
yang salah dan sesuatu yang benar sebagai hal yang absolut. Remaja harus
diperlakukan secara adil, jika tidak mereka akan marah.
Pada remaja awal terjadi peningkatan kesadaran diri terhadap perubahan
fisik yang terjadi pada diri remaja. Remaja akan terus memikirkan perubahan
dirinya dan merasa orang orang di sekitar mereka memperhatikan mereka
terus menerus. Media massa turut berperan mempengaruhi remaja mengenai
padangan mereka terhadap perkembangan fisik dirinya. Remaja putri dapat
melihat mereka kelebihan berat badan dan remaja putra dapat bingung dengan
konsep maskulinitas akibat pengaruh media massa.

Universitas Sumatera Utara

12

2. Remaja menengah
Pada

masa

remaja

menengah,

remaja

mulai

menganalisa

dan

mempertanyakan hal yang terjadi di sekitar mereka. Remaja mulai mengerti
kesulitan-kesulitan dalam hidup dan mengerti konsekuensi dari tindakan yang
mereka lakukan. Pemikiran yang fleksibel pada masa remaja menengah
memungkinkan hubungan yang saling mempengaruhi dengan sesama.
Remaja mulai dapat menerima kedaan perubahan fisik dirinya dan mulai
berfikir tentang masa depan pada masa remaja menengah. Remaja mulai
mempertanyakan identitas dirinya sehingga normal bagi mereka untuk
berganti-ganti jenis pakaian, kelompok pertemanan, dan hobi setiap bulan.
Remaja putri akan mengutamakan hubungan interpersonal mereka sedangkan
remaja putra akan berfokus pada kemampuan yang mereka miliki.
3. Remaja lanjut
Pada masa remaja lanjut terjadi perkembangan fisik yang rendah sehingga
remaja mulai mengembangkan pandangan yang stabil tentang citra tubuh
mereka. Remaja pada masa ini cenderung tidak egois dan lebih memikirkan
tentang keadilan dan kecintaan terhadap negara. Mereka akan memiliki
rencana jangka panjang mengenai masa depan mereka. Sebagian remaja juga
akan idealis dan tidak toleran terhadap padangan orang yang berlawanan
terhadap pandangan mereka.
Emosi pada masa remaja lanjut cenderung stabil. Hubungan intim dengan
lawan jenis lebih penting nilainya dibandingan dengan hubungan dengan
kelompok pertemanan. Hubungan dengan sesama akan lebih kepada cinta dan
komitmen.

Universitas Sumatera Utara

13

2.3. Self Esteem
Menurut Santrock (2003) self esteem adalah dimensi evaluatif yang
menyeluruh dalam diri. Self esteem juga disebut sebagai harga diri atau gambaran
diri.
Self esteem merupakan hasil evaluasi dari pemahaman remaja mengenai
dirinya sendiri. Pemahaman diri (self understanding) merupakan gambaran
kognitif remaja mengenai dirinya, dasar dan isi dari konsep diri remaja. Dimensi
dari pemahaman diri remaja menurut (Santrock, 2003) terdiri dari:
1. Abstrak dan idealistik
Remaja awal mulai berfikir mulai berfikir secara abstrak dan idealistik.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia abstrak adalah sesuatu yang tidak
berwujud dan tidak berbentuk. Menurut Oxford Dictionaries (2013) abstrak
adalah sesuatu yang berwujud dalam suatu pemikiran atau ide tanpa adanya
bentuk fisik atau

eksistensi yang konkret. Remaja mulai menggunakan

konsep konsep untuk menjelaskan siapa dirinya dalam kehidupan. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia idealistik (2013) adalah seseorang yang hidup
menurut cita cita atau menurut patokan yang dianggap sempurna. Remaja
mulai menetapkan jati dirinya dan patokan hidup yang harus dia jalani.
2. Terdiferensiasi
Pemahaman diri remaja bisa menjadi terdiferensiasi. Remaja dapat
memahami peran perannya yang berbeda tergantung pada konteks tertentu.
Remaja dapat menggambarkan perbedaan karateristik hubungannya atara
keluarga, teman sebaya, dan lawan jenis (Santrock, 2003). Menurut Harter
(1990) dalam Santrock (2003) remaja memahami bahwa dirinya memilliki diri
yang berbeda-beda, tergantung pada peran atau konteks tertentu.

Universitas Sumatera Utara

14

3. Kontradiksi dalam diri
Remaja akan mengalami kontradiksi dalam dirinya akibat banyaknya
peran yang berada adalam diri remaja tersebut (Santrock, 2003). Berdasarkan
suatu penelitian oleh Harter, Bresnick, Bouchey, & Whitesell (1997) terhadap
beberapa siswa kelas tujuh, sembilan, dan sebelas menunjukkan bahwa
terdapat sejumlah kontradiksi dalam diri remaja ketika mendeskripsikan
mengenai diri mereka sendiri.
4. Fluktuasi diri
Remaja akan memunculkan sikap fluktuasi dalam diri mereka akibat
kontradiksi yang mereka alami. Remaja akan mengalami perubahan mood dan
sikap dengan cepat pada suatu waktu. Ketidakstabilan ini akan terus muncul
sampai remaja berhasil membentuk gambaran dirinya yang utuh.
5. Ideal self dan real self
Remaja akhirnya dapat mengkonstruksikan diri mereka yang ideal dan
diri mereka yang sebenarnya. Kemampuan untuk menyadari adanya perbedaan
antara diri yang nyata dan diri yang ideal menunjukkan peningkatan
kemampuan kognitif, namun terkadang akan muncul perbedaan yang terlalu
jauh antara diri yang nyata dengan diri yang ideal sehingga remaja tidak
mampu menyesuaikan dirinya. Pandangan remaja mengenai diri yang ideal
dapat menciptakan pandangan possible self yaitu diri yang mungkin dapat
menjadi kenyataan dan diri yang mereka takutkan menjadi kenyataan.
6. True self dan false self
Remaja akan membentuk diri mereka yang benar dan diri mereka yang
palsu dalam interaksi sosial mereka. Remaja cenderung untuk menunjukkan
diri mereka yang palsu kedtika berada pada situasi yang romantis dan ketika
berada dengan teman teman sekelasnya. Remaja menunjukkan diri mereka
yang palsu untuk membuat orang lain kagum, untuk mencoba tingkah laku

Universitas Sumatera Utara

15

atau peran baru akibat pemaksaan dari orang lain,dan karena orang lain tidak
memahami diri mereka yang sebenarnya.
7. Perbandingan sosial
Remaja akan lebih sering menggunakan perbandingan sosial untuk
mengevaluasi diri mereka sendiri, namun
mereka

menggunakan

perbandingan

remaja tidak mengakui bahwa
sosial.

Remaja

menganggap

terungkapnya motif perbandingan sosial dapat membahayakan popularitas
mereka. Remaja terkadang akan bingung memilih kelompok sosial yang akan
menjadi perbandingan sosial mereka.
8. Kesadaran diri
Remaja akan lebih sadar dan lebih memikirkan mengenai pemahaman
dirinya. Remaja menjadi lebih introspektif. Namun, introspeksi tidak serlalu
terjadi ketika remaja berada dalam keadaan isolasi sosial. Remaja kadangkadang meminta dukungan dan penjelasan diri dari teman-temannya yang
akan memunculkan suatu definisi baru mengenai diri mereka.
9. Perlindungan diri
Remaja memiliki mekanisme untuk melindungi dan mengembangkan diri
mereka. Remaja cenderung akan menolak karaterstik negatif dalam diri
mereka dan mengeksplorasi karateristik positif dalam diri mereka. Remaja
akan berfikir secara introspektif untuk melindungi diri mereka dan bertindak
secara idealistik.
10. Integrasi diri
Pemahaman diri remaja, terutama di masa remaja akhir, menjadi lebih
terintegrasi menjadi suatu kesatuan yang sistemik. Menurut Harter (1990) dan
Selman (1980) dalam Santrock (2003) remaja yang lebih tua lebih mampu
mendeteksi adanya ketidakkonsistenan dalam deskripsi diri mereka di masa

Universitas Sumatera Utara

16

sebelumnya. Remaja akan menyatukan berbagai konsep diri yang mereka
bentuk sebelumnya.

2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Rasa Percaya Diri
Menurut Santrock (2003) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi rasa
percaya diri adalah sebagai berikut :
1. Penampilan fisik
Penampilan

fisik

merupakan

suatu

kontributor

yang

sangat

berpengaruh pada rasa percaya diri remaja (Santrock, 2003). Menurut
Santrock (2003) yang mengutip penelitian Harter (1989) menemukan bahwa
didapati hubungan yang kuat antara penampilan diri dengan harga diri remaja
secara umum yang tidak hanya bertahan selama remaja namun juga seumur
hidup. Menurut Santrock (2003) yang mengutip penelitian Lord & Eccles
(1994) mengungkapkan bahwa konsep diri remaja yang berhubungan dengan
ketertarikan fisik merupakan faktor terkuat untuk menentukan rasa percaya
diri keseluruhan remaja. Menurut Jarry, Kossert, & Ip (2012) dalam
penelitiannya mengenai hubungan rasa percaya diri wanita terhadap
penampilan menunjukkan bahwa wanita dengan rasa percaya diri yang
ditingkatkan merasa tidak puas dengan penampilan fisik mereka ketika
ditunjukkan gambar model yang kurus.
2. Pengaruh orang tua
Hubungan remaja dengan orang tua mereka memberikan pengaruh
terhadap rasa percaya diri remaja. Menurut Santrock (2003) yang mengutip
penelitian Coopersmith (1967) terhadap hubungan anak dengan ibunya
mengukapkan bahwa ekspresi rasa kasih sayang, penilaian terhadap masalah
yang dihadapi anak, keharmonisan di rumah, partisipasi dalam aktivitas
bersama keluarga, kesediaan untuk memberikan pertolongan kepada anak
ketika mereka membutuhkannya, penetapan peraturan yang jelas dan adil,
kepatuhan terhadap peraturan tersebut dan memberikan kebebasan kepada

Universitas Sumatera Utara

17

anak dengan batas-batas yang telah ditentukan berhubungan terhadap rasa
percaya diri anak.
3. Teman sebaya
Penilaian teman sebaya memiliki derajat yang tinggi pada anak anak
yang lebih tua dan remaja. Menurut Santrock (2003) yang mengutip penelitian
Harter (1987) mengenai hubungan teman sebaya menunjukkan bahwa
dukungan teman sebaya merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan
dengan dukungan orang tua di masa remaja akhir. Terdapat dua jenis
dukungan teman sebaya yang diteliti, yaitu dukungan teman sekelas dan
dukungan teman akrab. Dukungan teman sekelas lebih berpengaruh kuat
terhadap rasa percaya diri remaja dibandingkan dengan dukungan teman
akrab. Hal tersebut mungkin sebab teman akrab selalu memberikan dukungan
yang dibutuhkan sehingga dukungan tersebut tidak dianggap oleh remaja
sebagai sesuatu yang dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka.

2.3.2. Konsekuensi dari Rendahnya Tingkat Rasa Percaya diri
Menurut Damon (1991) dalam Santrock (2003) rasa percaya diri yang
rendah dapat menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosional yang bersifat
sementara. Tapi bagi beberapa remaja dapat menimbulkan banyak masalah.
Rendahnya rasa pecaya diri dapat menyebabkan depresi, bunuh diri, anoreksia
nervosa, dan masalah penyesuaian diri lainnya. Menurut Rutter & Garmezy
(1983) dalam Santrock (2003) remaja dengan tingkat percaya diri yang rendah
akan mengalami kesulitan dalam proses perpindahan sekolah, kehidupan keluarga,
kejadian kejadian yang membuat tertekan, dan peningkatan masalah masalah lain
dalam hidup remaja tersebut.

Universitas Sumatera Utara

18

2.4. Gambaran Tubuh
Menurut National Eating Disorder Association (2013) gambaran tubuh
adalah bagaimana seseorang melihat diri mereka sendiri di depan cermin atau
ketika membayangkan diri mereka sendiri dalam pikiran. Menurut National
Eating Disorders Collaboration (2011) body image adalah persepsi seseorang
mengenai penampilan fisik mereka serta pemikiran dan perasaan yang timbul
akibat persepsi tersebut. Menurut Papalia (2011) citra tubuh adalah keyakinan
deskriptif dan evaluatif tentang penampilan seseorang.
Perubahan fisik pada remaja akan membuat remaja menjadi amat
memperhatikan tubuh mereka dan membangun citranya sendiri mengenai
bagaimana tubuh mereka tampaknya (Santrock, 2003). Menurut Hamburg (1974)
& Wright (1989) dalam Santrock (2003) perhatian berlebihan terhadap citra tubuh
sendiri sangat kuat pada masa remaja, terutama selama pubertas, saat remaja tidak
puas akan keadaan tubuhnya dibandingkan dengan akhir masa remaja.
Hanya sedikit remaja yang mengalai kateksis tubuh atau merasa puas
dengan tubuhnya. Ketidakpuasan lebih banyak dialami di beberapa bagian tubuh
tertentu. Kegagalan mengalami kateksis tubuh menjadi salah satu penyebab
timbulnya konsep diri yang kurang baik dan kurangnya self esteem selama masa
remaja (Hurlock, 2003)
Remaja menganggap penampilan fisik sangat penting sebab mereka
menganggap penampilan fisik seseorang beserta indentitas seksualnya merupakan
ciri pribadi yang paling jelas dan paling mudah untuk dikenali oleh orang lain
dalam suatu interaksi sosial. Meskipun pakaian dan alat-alat kecantikan dapat
digunakan untuk menyembunyikan bentuk fisik yang tidak disukai dan untuk
menonjolkan bentuk fisik yang disukai, namun belum cukup menjamin adanya
kateksis tubuh pada remaja (Hurlock, 2003).

Universitas Sumatera Utara

19

2.4.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gambaran Tubuh Remaja
1. Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin menandai persepsi remaja mengenai tubuh
mereka. Remaja putri umumnya tidak puas dengan keadaan tubuhnya dan
memiliki lebih banyak citra tubuh yang negatif, dibandingkan dengan remaja
putra. Sejalan dengan berlangsungnya perubahan pubertas, remaja putri seringkali
menjadi tidak puas dengan keadaan tubuhnya, mungkin karena lemak tubuhnya
yang bertambah, sedangkan remaja putra lebih puas dengan memasuki masa
pubertas, mungkin karena massa otot mereka meningkat (Santrock, 2003).
2. Interaksi sosial
Agar merasa puas dengan kehidupannya sehingga dapat menganggap diri
sendiri bahagia, remaja tidak hanya menyukai dan menerima diri sendiri tetapi
juga merasa bahwa dia diterima oleh orang lain. Sangat sulit bagi remaja untuk
menerima diri sendiri apabila dia mereasa gelisah akan tubuhnya yang berubah
dan merasa tidak puas dengan penampilan dirinya. Kesadaran bahwa penampilan
semakin penting dalam kehidupan sosial akan membuat keprihatinan remaja
bertambah. Semakin kuat keprihatinan remaja akan dukungan sosial terhadap
dirinya semakin dia mengkhawatirkan penampilan dirinya. Anak perempuan akan
cenderung lebih sadar bahwa penampilan diri memainkan peran penting dalam
hubungan sosial dibandingkan dengan anak laki-laki (Hurlock, 2003)
Kesadaran akan adanya reaksi sosial terhadap berbagai bentuk tubuh
menyebabkan remaja prihatin akan pertumbuhan tubuhnya yang tidak sesuai
dengan standar budaya yang berlaku. Remaja putri ingin memiliki bentuk tubuh
yang indah, tinggi yang sesuai dengan stereotip jenis kelaminnya, lebih langsing,
memiliki pinggang dan pinggul yang lebih kecil, lengan dan tungkai kaki yang
lebih ramping, dan payudara yang lebih besar. (Hurlock, 2003)

Universitas Sumatera Utara

20

3. Media massa dan standar kecantikan masyarakat
Dalam beberapa tahun terakhir, standar kecantikan yang diterima
masyarakat terus berubah menjadi bentuk tubuh yang lebih kurus. Menjadi biasa
dan tidak aneh apabila remaja putri cemas mengenai berat badannya dan
membatasi jumlah makanannya untuk mencapai bentuk tubuh yang lebih kurus
(Halgin & Whitbourne, 2009).
Ukuran ideal untuk wanita di Amerika Serikat dan Eropa telah menjadi
lebih kurus dalam 45 tahun terakhir. Model dalam majalah kecantikan, pemenang
kontes kecantikan Miss America dan Miss Universe, boneka barbie, dan semua
ikon kecantikan wanita telah menjadi lebih kurus. Ukuran tubuh rata-rata para
model majalah sekarang telah menjadi sangat kurus dan sangat sulit dicapai dan
dipertahankan oleh kebanyakan wanita (Nolen & Hoeksema, 2007).
Berdasarkan penelitian oleh Stice, Spangler, & Agras (2001) terhadap 219
remaja putri mengenai efek remaja yang terekspose terhadap majalah dengan
model yang kurus selama 15 bulan menunjukkan bahwa remaja yang sebelumnya
telah tertekan untuk menjadi lebih kurus menjunjukkan sikap depresi dan menjadi
lebih tidak puas terhadap penampilan mereka. Remaja yang kurang mendapat
dukungan dari keluarganya menjadi tidak puas terhadap penampilan mereka,
mulai mengikuti program penurunan berat badan, dan menunjukkan gejala
bulimia (Stice, Spangler, & Agras, 2001).
4. Sosial-ekonomi dan Etnis
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan perilaku makan akibat
gangguan pandangan mengenai body image lebih sering terjadi pada masyarakat
golongan atas dan menengah keatas dibandingkan dengan masyarakat golongan
bawah. Gangguan ini juga jarang ditemui pada masyarakat keturunan AfrikaAmerika dan Hispanic dibandingkan dengan masyarakat Caucasian (Nolen &
Hoeksema, 2007).

Universitas Sumatera Utara

21

2.5. Hubungan Self Esteem dan Body Image Terhadap Perilaku Diet Remaja
Putri
Beberapa ahli mengungkapkan bahwa faktor biologis, psikologis, dan
kepribadian berinteraksi untuk terbentuknya gangguan perilaku makan. Faktorfaktor tersebut sendiri mungkin tidak dapat mengembangkan suatu perilaku
makan namun jika digabungkan, faktor faktor tersebut memiliki kemungkinan
yang tinggi untuk mengembangkan gangguan perilaku makan (Nolen &
Hoeksema, 2007).
Tekanan sosial untuk tampil kurus memiliki peranan yang besar dalam
perkembangan kebiasaan diet tidak sehat yang akan berujung kepada gangguan
perilaku makan. Berat badan ideal untuk wanita yang disampaikan media massa
sulit untuk dicapai dan di bawah standar kesehatan untuk wanita pada umumnya.
Citra tubuh yang negatif akan timbul akibat tekanan sosial untuk tampil kurus
yang akan menuju kepada perilaku diet yang berlebihan. Keinginan makan yang
sangat besar tanpa disadari akan muncul yang akan membawa dirinya ke perasaan
yang lebih negatif dan self esteem yang lebih rendah (Nolen & Hoeksema, 2007).
Menurut Heinberg dan Thompson (1992) dalam Maxfield (2000) Tekanan
sosial untuk tampil lebih kurus lebih memiliki dampak jika datang dari orang
orang tertentu seperti orang tua dan teman sebaya. Penelitian yang dilakukan
Heinberg dan Thompson (1992) dalam Maxfield (2000) menemukan bahwa orang
yang menerima masukan tentang berat badannya dari teman sebaya cenderung
mengalami ketidakpuasan terhadap berat badannya dibandingkan jika masukan
tersebut berasal dari orang lain. Heinberg dan Thompson (1992) dalam Maxfield
(2000) juga mengungkapkan bahwa orang yang sering membandingkan dirinya
dengan orang lain, terutama dalam kelompok teman sebaya, memiliki resiko
untuk mengembangkan body image yang negatif.
Faktor biologis juga dapat berinteraksi untuk menimbulkan perilaku
gangguan makan. Orang dengan gangguan perilaku makan mungkin memiliki
faktor genetis untuk kelainan tersebut. Faktor genetis mungkin berperan dalam

Universitas Sumatera Utara

22

kemampuan seseorang untuk menjalani diet yang ketat dan kecenderungan orang
untuk menjadi cemas dan depresi terhadap dirinya. Orang dengan kelainan
perilaku makan sangan mudah stress dan memiliki kecenderungan untuk makan
sebagai resepon dari rasa stressnya tersebut (Nolen & Hoeksema, 2007).
Perilaku gangguan makan merupakan hasil dari reaksi biokimia tidak
normal yang kemungkinan memiliki hubungan dengan faktor genetis (Halgin &
Whitbourne 2009). Menurut Strober (1991) dalam Halgin & Whitbourne (2009)
menemukan bahwa gangguan perilaku makan cenderung terjadi pada suatu
keluarga.
Faktor kepribadian juga berperan dalam menimbulkan perilaku gangguan
makan. Evaluasi berlebihan terhadap diri sendiri dan self esteem yang rendah
dapat membuat orang untuk melakukan segala hal untuk mencapai berat badan
yang ideal menurut dirinya sendiri. Kepribadian ini mungkin muncul pada anak
dengan orang tua yang kurang perhatian terhadap perkembangan anaknya (Nolen
& Hoeksema, 2007).
Hill (2002) dalam Barker & Bornstein (2010) mengungkapkan bahwa self
esteem yang rendah serta ketidakpuasan terhadap body image berhubungan
dengan perilaku diet pada masa remaja awal. Freistad & Rise (2004) dalam
Barker & Bornstein (2010) melaporkan jika body image dan self esteem
berinteraksi dengan perilaku diet pada remaja putri.
Perilaku gangguan makan memiliki kencederungan untuk terus ada setelah
dia muncul. Perhatian berlebihan terhadap berat badan pada penderita anorexia
nervosa diperkuat oleh pandangan masyarakat mengenai berat badan ideal dan
dukungan dari orang tua maupun kerabat ketika orang tersebut kehilangan berat
badan. Orang dengan bulimia nervosa dan binge-eating memiliki keinginan yang
kuat untuk menjaga berat badannya namun gagal dalam melaksanakannya
sehingga mereka jatuh kedalam perilaku tersebut sebagai jalan keluar dari
perasaan negatif terhadap dirinya (Nolen & Hoeksema, 2007).

Universitas Sumatera Utara

23

Pengaruh media massa
dan tekanan sosial untuk

Body

Genetik

Evaluasi berlebihan
dan low self esteem

image

Cemas dan depresi

Diet berlebihan

Impulsif

Jika
sukses
dalam
kelihangan berat badan

Anorexia nervosa

binge

Perilaku kompensasi (muntah
dan olahraga berlebihan)

Bulimia nervosa

Binge-eating
disorder

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Universitas Sumatera Utara