Analisis Moralitas Kesetiaan Tokoh Utama Novel “Uesugi Kenshin” Karya Eiji Yoshikawa
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Karya sastra adalah bagian dari sebuah karya seni yang dihasilkan dari
daya cipta, karsa manusia dimana mengandung nilai seni yang tinggi dan juga
merupakan perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Karya sastra pada
hakikatnya merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan tercipta melalui
proses yang intensif, selektif dan subjektif. Penciptaan terhadap karya sastra
bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikonstruksikan dengan imajinasi
sehingga akan di hasilkan sebuah karya yang tidak hanya sekedar menghibur,
tetapi juga sarat dengan makna. Dalam menciptakan karya sastra, banyak aspek
yang harus dipertimbangkan, misalnya aspek keindahan, nilai guna ataupun
manfaatnya. Sastra merupakan karya seni yang dikarang menurut standar bahasa
kesusastraan, penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa dan gaya cerita yang
menarik (Zainuddin,1992 : 99).
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,
pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran
kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Sastra, selain
dipergunakan sebagai karya seni yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi, sastra
juga sebagai karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan
emosional. Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil suatu pekerjaan seni kreatif
yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa
sebagai mediumnya (Semi,1988:8).
Universitas Sumatera Utara
Sastra terbagi menjadi dua yaitu, Puisi dan Prosa. Puisi adalah karya sastra
yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu, dan prosa adalah karya sastra yang
tidak terikat dan memiliki sifat penguraian seluruh pikiran dan perasaan
(Zainuddin,1992:99-101). Contoh puisi adalah pantun dan syair, sedangkan
contoh prosa adalah novel, cerita dan drama. Seiring dengan perkembangan dunia
sastra, akhir - akhir ini mulai terjadi pembatasan yang tipis antara khayalan dan
kenyataan. Oleh sebab itu mulai dibicarakan pembagian sastra yanag lain.
Dalam perkembangan sastra akhir-akhir ini, karya sastra dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu (a) sastra imajinatif, dan (b) sastra
non-imajinatif. Sastra imajinatif mempunyai ciri : (a) isinya bersifat khayali,
(b)menggunakan bahasa yang konotatif, (c) memenuhi syarat-syarat estetika seni.
Sedangkan sastra non-imajinatif mempunyai ciri-ciri: (a) isinya menekankan
unsur faktual/faktanya, menggunakan bahasa yang cenderung denotative, (c)
memenuhi unsur-unsur estetika seni.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesamaan antara sastra imajinatif
dan non-imajinatif adalah masalah estetika seni. Unsur estetika seni meliputi
keutuhan, keselarasan, keseimbangan. Sedangkan perbedaannya terletak pada isi
dan bahasanya. Isi sastra imajinatif sepenuhnya bersifat khayal/fiktif, sedangkan
isi sastra non-imajinantif didominasi oleh fakta-fakta. Selain itu dalam arti
kesusasteraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra lisan (oral) dan sastra tulisan. Dan
salah satu karya sastra tulisan adalah novel.
Jassin dalam Zulfahnur (1996:67) mengatakan bahwa novel menceritakan
suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadian-kejadian itu
menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.
Universitas Sumatera Utara
Pembagian novel berdasarkan mutunya menurut Zulfahnur (1996:72)
dapat dibagi menjadi novel populer dan novel literer. Novel populer adalah novel
yang menyuguhkan problema kehidupan yang berkisar pada cinta asmara yang
simpel dan bertujuan menghibur. Sedangkan novel literer disebut juga novel
serius
karena
keseriusan
atau
kedalaman
masalah-masalah
kehidupan
kemanusiaan yang diungkapkan pengarangnya. Dengan demikian, novel ini
menyajikan persoalan-persoalan kehidupan manusia secara serius, filsafat, dan
langgeng (abadi) yang bermanfaat bagi penyempurnaan dan aripnya kehidupan
manusia, disamping pesona hiburan dan nikmatnya cerita.
Salah satu unsur yang ada dalam novel adalah teks. Teks adalah ungkapan
bahasa yang menurut isi, sintaksis dan pragmatik merupakan suatu kesatuan yang
saling bertautan yang memiliki makna dan juga sebagai pesan dalam situasi
komunikasi (Luxemberg dkk,1992:90). Sedangkan menurut Halliday (1992:1314) teks adalah bahasa, tutur ataupun tulisan atau juga bentuk-bentuk sarana yang
kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang dipikirkan, yang memiliki maknamakna atau terdiri dari satuan makna.
Karya sastra senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan
dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia.
Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada dasarnya bersifat universal. Artinya
sifat-sifat itu dimiliki dan di yakini kebenarannya oleh manusia sedunia. Pesan
moral biasanya dikaitkan dengan agama.
Menurut Mill dalam Hazlitt (2003:427) agama senantiasa menerima
kepercayaan yang luas untuk mempertahankan moralitas, karena manakala
moralitas itu diajarkan secara formal, hampir selalu sebagai moralitas
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana yang diajarkan agama. Motif utama bagi moralitas adalah pendapat
yang baik.
Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu
perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral
atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk dalam
kehidupan (Burhan, 1995: 320).
Menurut Kenny dalam Burhan (1995:321) Moral dalam cerita biasanya
dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu
yang bersifat praktis yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang
bersangkutan oleh pembaca. Pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja
diberikan pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah
kehidupan seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Jenis dan atau
wujud pesan moral yang terdapat dalam karya sastra akan bergantung pada
keyakinan, keinginan, dan interes pengarang sebagai suatu saran.
Moral berhubungan dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia, yang
berkenaan dengan sifat baik dan buruk. Sedangkan agama lebih menunjukkan
pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi dan
juga sebagai sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal-hal
yang diluar jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi
manusia dalam mempertahankan moralnya.
Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dan pesan-pesan moral
yang disampaikan oleh pengarang melalui cerita, sikap dan tingkah laku tokohtokoh yang ada dalam sebuah karya sastra.
Universitas Sumatera Utara
Karakter moral rakyat Jepang dibentuk sejak mereka kecil. Prinsip moral
yang mereka anut terdiri dari empat elemen moral, yaitu On, Gimu, Giri dan
Ninjo. Keempat unsur ini tidak diajarkan di bangku sekolah dasar. Menurut,
Benedict ( 1982:121 ) On berarti rasa hutang budi. Gimu, berarti kewajiban. Giri,
adalah kebaikan. Ninjo, adalah rasa kasih sayang. Dengan prinsip On, seseorang
akan merasa berutang setiap kali orang lain berbuat baik padanya. Jika seseorang
menerima On, maka orang tersebut akan berkewajiban untuk membayarnya yang
disebut Gimu. Dengan prinsip Ninjo, seseorang akan membantu temannya atau
keluarganya semampunya. Dan prinsip giri mengajarkan rasa empati terhadap
sesama. Dengan prinsip ini, seseorang akan merasa semua manusia adalah satu
dan sama, di bawah perbedaan yang telah diatur oleh karma.
Berbicara mengenai etika tradisional bangsa Jepang, akan terdapat suatu
hal yang menonjol yaitu memiliki unsur budaya berupa semangat samurai atau
etika bushido yang telah tertanam dalam diri masyarakat Jepang yang dapat
memberikan suatu motivasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada
masyarakat Jepang, baik dari perubahan dalam bidang politik, pendidikan,
ekonomi, sumberdaya manusia, dan penguasaan dalam bidang teknologi dan
industri dimana tidak dapat dipisahkan ini merupakan warisan dari nilai samurai
yang selalu melekat dalam masyarakat Jepang. Pada zaman feodal di Jepang,
terdapat golongan elit yang disebut dengan bushi. Kaum bushi ini memiliki
falsafah hidup yang disebut dengan bushido. Golongan samurai yang rela
memberikan nyawanya pada tuannya, karena dianggap suatu kehormatan apabila
rela mati demi tuannya.
Universitas Sumatera Utara
Istilah bushido yang digunakan untuk menggambarkan etika status kelas
samurai atau bushi. Menurut Suryohadiprodjo ( 1981 : 31 ), busido adalah suatu
kode etik kaum samurai yang tumbuh sejak terbentuknya samurai. Sumbernya
adalah pelajaran agama Budha, khususnya ajaran Zen dan Shinto. Bushido
mengandung keharusan samurai untuk senantiasa memperhatikan: kejujuran,
keberaniaan, kebajikan atau murah hati, kesopanan atau hormat, keadilan,
kesungguhan atau integritas, kehormatan atau martabat, dan keseniaan.
Salah satu karya sastra yang penulis anggap mengandung pesan moral,
yang akan ditelaah teksnya adalah terdapat dalam novel dengan judul Uesugi
Kenshin Daimyo Legendaris dari Kasugayama ditulis oleh Eiji Yoshikawa. Novel
ini menceritakan tentang kehidupan seorang samurai yang banyak melahir pesanpesan moral pada masa era kepemimpinannya, meskipun istananya diserang dan
di bumi hanguskan oleh klan musuh namun dia tetap sabar dan tabah dalam
menghadapi cobaan yang di hadapinya, dia tidak tergesa-gesa dalam mengambil
suatu tindakan. Sebagai seorang pemimpin dia memiliki sifat yang patut di contoh,
sifat kesabaran, tidak gampang marah, dan berfikir lebih dulu dalam mengabil
suatu tindakan sehingga tidak merugikan orang lain dan pasukannya sendiri.
Dalam keadaan genting dia masih bisa tertawa dan bercanda pada pengikutnya,
dia tidak memperlihatkan kepanikan pada pengikutnya, dia tetap memberi
semangat dan motivasi, agar tetap sabar dan tetap mengendalikan kemarahan dan
emosi. Peristiwa ini terjadi pada tahun ( 1561M ) di Shinano, pertempuran ini di
sebut pertempuran Kawanakajima tahun ( 1561-1573M ).
Universitas Sumatera Utara
Pesan-pesan moral yang ditujukan dalam novel ini adalah moral hidup,
yang menunjukkan sikap-sikap kepribadian yang kuat ini terdapat dalam moral
Bushido, seperti halnya kejujuran sebagai suatu kekuatan resolusi, keberanian
merupakan kemampuan untuk mengatasi setiap keadaan dengan keberanian dan
keyakinan, kemurahan hati/kebajikan merupakan semangat dalam membangun
kaum samurai
dan mencegah mereka dalam berbuat sewenang-wenang,
kesopanan yang berkenaan dengan prilaku yang pantas kepada orang lain,
kekuasaan ataupun kekuatannya untuk hal-hal yang tidak wajar, kehormatan/harga
diri yang mencerminkan bertambahnya pengalaman hidup dan reputasi serta
kesetiaan dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh tuannya. Pesan moral
yang terkandung dalam novel ini ada kaitannya juga dengan kebudayaan dan
masyarakat Jepang.
Setelah membaca novel ini, penulis menemukan suatu yang menarik untuk
dianalisis. Karena dalam novel ini, penulis banyak menemukan pesan-pesan moral
yang terdapat pada masyarakat Jepang. Salah satunya dapat dilihat melalui
cuplikan sebagai berikut:
Kenshin
:”Kemari, mendekatlah.” Kau suka minum sake, kan?
Kemana saja kau sejak tadi pagi, padahal hari ini
kesempatan bagus untuk minum sepuasnya ternyata kau
cukup ceroboh, tidak sesuai dengan ucapanmu sendiri.”
Hahaha...
Konoe Sakitsugu
:“Anda sering datang demi menghormati Istana
Tidakkah Anda mengkhawatirkan keadaan negeri
Universitas Sumatera Utara
Anda selama ditinggal? Apakah pertahan negeri
Anda sudah cukup baik?”
Kenshin
: ”Datang ke ibukota demi menunjukkan rasa hormat sama
sekali bukan masalah jika negeri hamba dibiarkan begitu
saja.”
Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-2 era Eiroku ( 1559M ) di Kyoto. Dari
cuplikan dapat dilihat makna indeksikal dari etika bushido, hubungannya dengan
On yang berarti hutang budi, Kenshin merasa berhutang budi kepada Shogun
Ashikaga Takauji ( 1336M ) karena masih di percaya sebagai daimyo, dia adalah
seorang daimyo yang selalu mengabdi, Gimu sebagai seorang daimyo Kenshin
mempunyai rasa tanggung jawab, Giri baik, selalu baik terhadap sesama
tergambar dari tutur katanya, Ninjo mempunyai rasa kasih sayang terhadap
sesama, dapat dilihat saat Kenshin datang ke istana dia tidak merasa takut
meninggalkan negerinya meskipun pertahanan negerinya tidak begitu kuat. Tetapi
sebagai seorang daimyo dia lebih menghormati istana, tidak khawatir negerinya
akan diserang oleh klan lain.
Universitas Sumatera Utara
1.2
Perumusan Masalah
Sesuai dengan judul skripsi yaitu, “Analisis Moralitas Kesetiaan Tokoh
Utama Novel Uesugi Kenshin Karya Eiji Yoshikawa, maka skripsi ini akan
membahas tentang moralitas kehidupan yang tergambarkan dalam novel karangan
Eiji Yoshikawa. Novel ini terjadi pada zaman feodal tepatnya pada zaman
Muromachi (1136-1637M) ada seorang pemimpin yang menjunjung tinggi
moralitas. Sebagai seorang pemimpin Uesugi mampu membimbing moral para
pengikutnya agar tetap bersikap tenang dan sabar dalam menghadapi suatu tugas
dari Shogun.
Sebagai seorang daimyo dan samurai sejati, Kenshin tentu tak dapat
mengelak untuk mengabdi sepenuh hati. Apalagi ketika dia telah mendapat
mandat dari Kaisar untuk mengatasi kerusuhan dan menaklukkan negeri-negeri
yang mengacaukan Jepang. Karena itu, demi menjunjung tinggi kehormatan
Kaisar, Kenshin berikrar untuk berjuang hingga napas terakhir. Maka tak ada
pilihan lain, waktu klan Hojo menyerang negeri-negeri kecil, Kenshin memanggul
senjata dan mengerahkan pasukan mengepung Hojo.
Tapi, saat Kenshin memanggul tugas berat dari Kaisar itu, Takeda Shingen
yang menjadi musuh Kenshin justru menyerang dan membumi hanguskan Kastel
Warigadake kastel milik Uesugi Kenshin. Padahal, antara Echigo dan Kei telah
terikat perjanjian damai. Ulah Singen itu pun dianggap sebagai sebuah
pengkhianat dan pasukan Echigo pun geram. Tetapi, Kenshin dengan tenang
menarik pasukan Echigo pulang dari ekspedisi lantas masuk ke kastel
Universitas Sumatera Utara
Kasugayama sebagai pertanda mengalah. Para punggawa Kenshin menelan
kekecewaan. Apalagi Kenshin setelah itu mengutus Saito Shimotsuke pergi ke
Kofu untuk melakukan perundingan (damai).
Uesugi Kenshin memang dikenal sebagai seorang daimyo yang brilian,
cerdik dan berjiwa besar. Sebagian besar orang, tak memungkiri jika permusuhan
antara Kenshin dan Shingen itu dipicu dari kedatangan Yoshikiyo, keturunan
Minamoto Yoriyoshi yang datang minta perlindungan setelah negerinya
dihancurkan Shingen dan seluruh keluarganya mati. Tahun demi tahun berlalu,
peperangan antara klan Uesugi (Kenshin) dan Klan Takeda (Shingen) terjadi di
beberapa tempat dan seakan tanpa henti.
Akibat perang itu, negeri Echigo dan Kai dipenuhi istri tanpa suami juga
anak tanpa ayah semuanya dilakukan sebagai rasa bentuk kesetiaan bawahan pada
atasan. Itulah harga mahal dari sebuah perang yang harus dibayar demi sebuah
kekuasaan.
Tetapi, bagi pemimpin seperti Kenshin, di balik kenestapaan peperangan
itu termaktum "impian dan tujuan besar" demi memberantas kejahatan,
membangun masa depan, dan mewujudkan perubahan yang memang tak dapat
dihindari dan hal itu hanya bisa diwujudkan lewat perang. Meski, dalam
peperangan itu darah ditumpahkan, prajurit dikuburkan, tapi semua itu demi tugas
mulia memberantas kejahatan, membangun masa depan Jepang, dan bentuk rasa
kesetianaan pada atasan.
Dari uraian di atas kita dapat melihat pesan-pesan moral yang ingin
disampaikan pengarang. Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji, maka
masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
1. Bagaimana prinsip-prinsip moral yang ada dalam masyarakat Bushi?
2. Bagaimana kesetian bertingkat dari atas sampai bawah yang dihubungkan
dengan pesan moral yang disampaikan oleh pengarang dalam novel
Uesugi Kenshin?
1.3
Ruang Lingkup Pembahasan
Sesuai dengan judul analisis tokoh utama dalam novel Uesugi Kenshin
daimyo legendaris dari Kasugayama karya Eiji Yoshikawa dilihat dari pendekatan
Moralitas. Edisi 2012 yang diterjemahkan langsung oleh Ribeka Ota dari bahasa
Jepang ke bahasa Indonesia, terdiri dari 388 halaman. Kaitannya dengan moralitas
adalah dalam keadaan sedih dan terluka karena negerinya diserang dan di bumi
hanguskan oleh Takeda Shingeng, ada beberapa cuplikan yang penulis ambil
dalam novel tersebut, moral kesetiaan Shogun kepada Kaisar ada lima cuplikan,
moral kesetian Daimyo kepada Shogun ada lima cuplikan, moral kesetian Rakyat
biasa kepada Daimyo ada tujuh cuplikan, moral kesetian seluruh Masyarakat
Jepang kepada Kaisar ada enam cuplikan Kenshin yang dengan penuh rasa
kesetiaan pada Istana, dia tetap menyanggupi tugas dari sang kaisar untuk
melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang daimyo.
Sebagai seorang daimyo dan samurai sejati, Kenshin tentu tak dapat
mengelak untuk mengabdi sepenuh hati kepada kaisar. Apalagi ketika dia telah
mendapat mandat dari Kaisar untuk mengatasi kerusuhan dan menaklukkan
negeri-negeri yang mengacaukan Jepang. Karena itu, demi menjunjung tinggi
kehormatan Kaisar, Kenshin berikrar untuk berjuang hingga napas terakhir. Maka
Universitas Sumatera Utara
tak ada pilihan lain, waktu klan Hojo menyerang negeri-negeri kecil, Kenshin
memanggul senjata dan mengerahkan pasukan mengepung Hojo.
Tapi, saat Kenshin memanggul tugas berat dari Kaisar itu, Takeda Shingen
justru menyerang dan membumihanguskan Kastel Warigadake kastel milik
Uesugi Kenshin. Padahal, antara Echigo dan Kei telah terikat perjanjian damai.
Ulah Singen itu pun dianggap sebagai sebuah pengkhianat dan pasukan Echigo
pun geram. Tetapi, Kenshin dengan tenang menarik pasukan Echigo pulang dari
ekspedisi lantas masuk ke kastel Kasugayama sebagai pertanda mengalah. Para
punggawa Kenshin menelan kekecewaan. Apalagi Kenshin setelah itu mengutus
Saito Shimotsuke pergi ke Kofu untuk melakukan perundingan (damai).
Tetapi, bagi pemimpin seperti Kenshin, di balik kenestapaan peperangan
itu termaktum "impian dan tujuan besar" demi memberantas kejahatan,
membangun masa depan, dan mewujudkan perubahan yang memang tak dapat
dihindari dan hal itu hanya bisa diwujudkan lewat perang. Meski, dalam
peperangan itu darah ditumpahkan, prajurit dikuburkan, tapi semua itu demi tugas
mulia memberantas kejahatan dan membangun masa depan Jepang.
Dari berbagai permasalahan - permasalahan yang ada maka penulis perlu
membatasi agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan berkembang terlalu jauh,
sehingga penulisan dapat terarah dan terfokus. Penelitian ini akan membahas
tentang moral bushido yang terkandung dalam novel “uesugi kenshin” melalui
teks-teksnya dan pesan-pesan moral.
Universitas Sumatera Utara
1.4
Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1
Tinjauan Pustaka
Karya sastra adalah sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia.
kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah “kebenaran”
penggambaran, atau apa yang ingin digambarkan pengarang ke dalam karyanya.
Melalui penggambaran tersebut pembaca dapat menangkap gambaran seorang
pengarang mengenai dunia sekitarnya, apakah itu sudah sesuai dengan hati
nuraninya atau belum ( Pradopo, 2003: 26). Dari pendapat tersebut bahwa karya
sastra merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam dunia nyata yang
disampaikan oleh penulis melalui karya sastra tulisan. Dan salah satu hasil dari
karya sastra tulisan adalah adalah novel.
Novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa dan
mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (Depdikbud,
1989:618). Dalam sebuah novel pasti terdiri dari kumpulan-kumpulan teks.
Menurut Barthes dalam Ratna (2005:218) teks adalah kumpulan kata-kata
yang mengandung makna. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Halliday
(1992:13-14) menurutnya teks adalah bahasa, tutur ataupun tulisan atau juga
bentuk-bentuk sarana yang kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang
dipikirkan, yang memiliki makna-makna atau terdiri dari satuan makna.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku seseorang dalam berinteraksi dengan
manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang
berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan
Universitas Sumatera Utara
lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik,
begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama.
Di dalam novel Uesugi Kenshin tersirat pesan moral yang ingin
disampaikan sipengarang melalui teks-teksnya. Seperti sikap moral untuk menjaga
selalu sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan. Kemudian moralitas untuk
selalu bersikap tegar dan tidak mengambil keputusan yang terburu-turu, berfikir
terlebih dahulu dalam mengabil suatu keputusan atau kebijakan agar tidak
merugikan diri kita dan orang lain.
1.4.2
Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan landasan atau titik tolak untuk menganalisis
atau meniliti suatu permasalahan. Untuk meniliti dan menganalisis karya sastra
diperlukan suatu teori pendekatan yang dapat berfungsi sebagai acuan yang dapat
digunakan oleh penulis. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
moral sastra.
Moral sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra sebagai
wadah atau sarana untuk menyampaikan pesan-pesan moral kepada para
pembacanya. Pendekatan moral ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa suatu
karya sastra dianggap sebagai suatu medium atau alat yang paling efektif dalam
membina moral dan kepribadian suatu kelompok masyarakat yang biasanya bisa
diartikan sebagai norma yang berlaku di masyarakat. Norma bisa berdasarkan
budaya atau konsep-konsep religi.
Universitas Sumatera Utara
Pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan pengarang
tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan seperti sikap,
tingkah laku, dan sopan santun pergaulan (Burhan,1995:321).
Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat dan pesan yang
diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan
demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokohtokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun
protagonis, tidaklah berarti pengarang menyarankan kepada pembaca untuk
bertindak maupun bersikap demikian.
Jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang dapat
dikatakan, bersifat tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan
kehidupan, seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia.
Pendekatan lain yang
penulis gunakan adalah pendekatan semiotik.
Pradopo, dkk ( 2007 : 71 ), menyatakan bahwa semiotik itu adalah ilmu yang
mempelajari
sistem-sistem,
aturan-aturan,
konveksi-konveksi
yang
memungkinkan tanda-tanda itu memiliki arti.
Menurut Hoed dalam Nurgiyantoro ( 1995:40 ), semiotik adalah ilmu atau
metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili
sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, gagasan,
dan lain-lain. Jadi, yang dapat menjadi tanda sebenarnya bukan hanya bahasa saja,
melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan, walaupun harus diakui
bahwa bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap dan sempurna. Tanda-
Universitas Sumatera Utara
tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mulut, mata, bentuk
tulisan, warna, bendera, bentuk dan potongan rambut, pakaian, karya seni sastra,
patung, dan lain-lain yang berada di sekitar kita.
Sastra semiotik memusatkan kajian pada lambang-lambang, sistem
lambang, dan proses perlambangan dalam karya sastra. Pendekatan semiotik
beranggapan karya sastra memiliki sistem tanda yang bermakna dengan media
bahasa yang estetik. Sistem tanda atau lambang dalam karya sastra ini memiliki
banyak interpretasi.
Di dalam rangka sebuah sistem lambang kita mengartikan gejala-gejala
tertentu (gerak-gerik, kiasan, kata-kata, kalimat, dan seterusnya) berdasarkan
sebuah kaidah atau sejumlah kaidah. Kaidah-kaidah itu merupakan sebuah kode,
yaitu alasan atau dasar mengapa kita mengartikan suatu gejala begini atau begitu,
sehingga gejala itu menjadi suatu tanda. (Luxemburg, 1984:44).
Samurai dan Bushido, memberi landasan bagi pembentukan moral bangsa
Jepang. Filosofi yang diajarkan adalah bagaimana menaklukan diri sendiri demi
kepentingan yang lebih luas. Dan filosofi ini sangat memengaruhi serta menjadi
inti dari sistem nilai di Jepang. Anak-anak diajarkan untuk memiliki harga diri,
rasa malu, dan jujur. Mereka juga dididik untuk menghargai system nilai, bukan
materi maupun harta.
Bushido merupakan suatu sistem moral, sehingga etika yang terkandung
adalah etika moral. Etika moral yang terdapat dalam etika moral Bushido berpusat
pada konsep kemanusiaan.
Universitas Sumatera Utara
Etika moral yang terkandung dalam Bushido menurut Suryohadiprodjo
(1981: 31), meliputi kejujuran, keberanian, kebajikan atau murah hati, kesopanan
atau hormat, keadilan/kesungguhan atau integritas, kehormatan atau martabat, dan
kesetiaan. Hal ini juga di dukung oleh Benedict ( 1982: 333), yang berpendapat
bahwa Bushido adalah perpaduan antara keadilan, keberanian, kebaikan hati,
kehormatan, kesopanan, kesetiaan, dan pengendalian diri.
Menurut Benedict (1982:125), pada masyarakat Jepang, mereka harus
mengaplikasikan moral dalam kehidupan sehari sehari-hari mereka. Keempat
dasar moral jepang adalah On, Gimu, Giri dan Ninjo. On berarti rasa hutang
budi. Dengan prinsip ini, seseorang akan merasa berutang setiap kali orang lain
berbuat baik padanya. Gimu, berarti kewajiban. Jika seseorang berhutang budi,
maka kita akan berkewajiban untuk membayarnya. Giri, adalah kebaikan. Dengan
prinsip ini, seseorang akan membantu temannya atau keluarganya semampunya.
Ninjo, adalah rasa kasih sayang. Prinsip ini mengajarkan rasa empati terhadap
sesama.
Perbedaan antara atasan dengan bawahan, yang mana di atas harus jadi
pelindung dan panutan, sedangkan yang di bawah tunduk dan taat terhadap atasan.
Hubungan inilah yang meningkatkan rasa ikut memiliki dan rasa kesetiaan
( Benedict, 1982:120 ).
Untuk memperkuat pemerintahan Tokugawa sebagai penguasa tertinggi di
seluruh Jepang, Tokugawa mencoba mengubah makna moralitas yang berlaku di
dalam masyarakat dengan tujuan pemusatan rasa terima kasih kepada
pemerintahan Tokugawa bagi seluruh masyarakat Jepang, yaitu dengan cara
Universitas Sumatera Utara
penanaman kesadaran akan peringkat atas dan bawah. Peringkat kekuasaan adalah
keshogunan sehingga merupakan pemberiaan on yang tertinggi bagi masyarakat
Jepang. Hal ini ditanamkan dalam istilah-istilah on, chu, giri dan gimu
Situmorang ( 1995: 66 ).
1.5
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.5.1
Tujuan Penelitian
Sebelum melakukan sebuah penelitian maka harus di ketahui dahulu apa
tujuan penelitian, yang difungsikan untuk mempermudah melakukan penelitian
terhadap suatu masalah. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan prinsip-prinsip moral yang ada dalam masyarakat
Jepang.
2. Mendekripsikan pesan-pesan moral yang terkandung pada teks novel
Uesugi Kenshin.
1.5.2
Manfat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai sarana untuk penambahan wawasan kepada peneliti khususnya
dan pembaca pada umumnya.
2. Untuk peneliti dan penikmat sastra, penelitian ini dapat digunakan sebagai
pembanding dengan hasil-hasil penelitian yang lain.
Universitas Sumatera Utara
3. Bagi mahasiswa Jurusan Sastra Jepang dapat digunakan sebagai bahan
referensi atau penunjang tentang analisis novel dengan tujuan untuk
memotivasi ide yang lebih kreatif dan inovatif.
1.6
Metode Penelitian
Penelitian adalah investasi yang sistematis, terkontrol, empiris dan kritis
dari suatu proposisi hipotesis mengenai hubungan tertentu antar fenomena
Kerlinger dalam Erlina (2011:2). Berdasarkan beberapa penelitian yang
diungkapkan sebelumnya Dalam penelitian diperlukan proses menganalisis yang
merupakan proses menguraikan sebuah pokok masalah dari berbagai bagiannya.
Penelahaan juga dilakukan pada satu bagian dan hubungan antar bagian lain
dengan fungsi untuk mendapatkan pemahaman yang benar serta pemahaman
masalah yang meyeluruh. Tujuan-tujuan dari penelitian diantaranya adalah untuk
mengeksplorasi
(exploration),
mendeskripsi
(description),
memprediksi
(prediction), mengeksplanasi (explanation), dan aksinya (action).
Dalam melakukan penelitian, maka sangat membutuhkan metode
penelitian, yang di pergunakan sebagai salah satu bahan penunjang dalam
penulisan. Metode adalah cara pelaksanaan penelitian. Metode yang dipergunakan
yaitu Metode Deskriptif. Metode deskriptif menurut Whitney dalam Nazir
(1999:63) adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian
deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang
berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang
hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta prosesproses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.
Dalam penulisan ini, penulis menguraikan dan menjelaskan secermat
mungkin dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang sudah ada. Yaitu
pendekatan moral dan juga dengan mengunkan prinsip-prinsip dasar moral Jepang
yang penulis ketahui.
Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi pustaka (library
research) dan teknik simak catat. “Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan
data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, litertur-literatur,
catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang
dipecahkan (Nazir,1999:111). Studi Kepustakaan mengadakan penelitian dengan
cara mempelajari dan membaca literature-literature yang ada hubungannya
dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian. Dan untuk menunjang
penelitian ini, maka penulis juga menambah referensi dari internet.
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Karya sastra adalah bagian dari sebuah karya seni yang dihasilkan dari
daya cipta, karsa manusia dimana mengandung nilai seni yang tinggi dan juga
merupakan perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Karya sastra pada
hakikatnya merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan tercipta melalui
proses yang intensif, selektif dan subjektif. Penciptaan terhadap karya sastra
bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikonstruksikan dengan imajinasi
sehingga akan di hasilkan sebuah karya yang tidak hanya sekedar menghibur,
tetapi juga sarat dengan makna. Dalam menciptakan karya sastra, banyak aspek
yang harus dipertimbangkan, misalnya aspek keindahan, nilai guna ataupun
manfaatnya. Sastra merupakan karya seni yang dikarang menurut standar bahasa
kesusastraan, penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa dan gaya cerita yang
menarik (Zainuddin,1992 : 99).
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,
pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran
kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Sastra, selain
dipergunakan sebagai karya seni yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi, sastra
juga sebagai karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan
emosional. Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil suatu pekerjaan seni kreatif
yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa
sebagai mediumnya (Semi,1988:8).
Universitas Sumatera Utara
Sastra terbagi menjadi dua yaitu, Puisi dan Prosa. Puisi adalah karya sastra
yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu, dan prosa adalah karya sastra yang
tidak terikat dan memiliki sifat penguraian seluruh pikiran dan perasaan
(Zainuddin,1992:99-101). Contoh puisi adalah pantun dan syair, sedangkan
contoh prosa adalah novel, cerita dan drama. Seiring dengan perkembangan dunia
sastra, akhir - akhir ini mulai terjadi pembatasan yang tipis antara khayalan dan
kenyataan. Oleh sebab itu mulai dibicarakan pembagian sastra yanag lain.
Dalam perkembangan sastra akhir-akhir ini, karya sastra dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu (a) sastra imajinatif, dan (b) sastra
non-imajinatif. Sastra imajinatif mempunyai ciri : (a) isinya bersifat khayali,
(b)menggunakan bahasa yang konotatif, (c) memenuhi syarat-syarat estetika seni.
Sedangkan sastra non-imajinatif mempunyai ciri-ciri: (a) isinya menekankan
unsur faktual/faktanya, menggunakan bahasa yang cenderung denotative, (c)
memenuhi unsur-unsur estetika seni.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesamaan antara sastra imajinatif
dan non-imajinatif adalah masalah estetika seni. Unsur estetika seni meliputi
keutuhan, keselarasan, keseimbangan. Sedangkan perbedaannya terletak pada isi
dan bahasanya. Isi sastra imajinatif sepenuhnya bersifat khayal/fiktif, sedangkan
isi sastra non-imajinantif didominasi oleh fakta-fakta. Selain itu dalam arti
kesusasteraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra lisan (oral) dan sastra tulisan. Dan
salah satu karya sastra tulisan adalah novel.
Jassin dalam Zulfahnur (1996:67) mengatakan bahwa novel menceritakan
suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadian-kejadian itu
menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.
Universitas Sumatera Utara
Pembagian novel berdasarkan mutunya menurut Zulfahnur (1996:72)
dapat dibagi menjadi novel populer dan novel literer. Novel populer adalah novel
yang menyuguhkan problema kehidupan yang berkisar pada cinta asmara yang
simpel dan bertujuan menghibur. Sedangkan novel literer disebut juga novel
serius
karena
keseriusan
atau
kedalaman
masalah-masalah
kehidupan
kemanusiaan yang diungkapkan pengarangnya. Dengan demikian, novel ini
menyajikan persoalan-persoalan kehidupan manusia secara serius, filsafat, dan
langgeng (abadi) yang bermanfaat bagi penyempurnaan dan aripnya kehidupan
manusia, disamping pesona hiburan dan nikmatnya cerita.
Salah satu unsur yang ada dalam novel adalah teks. Teks adalah ungkapan
bahasa yang menurut isi, sintaksis dan pragmatik merupakan suatu kesatuan yang
saling bertautan yang memiliki makna dan juga sebagai pesan dalam situasi
komunikasi (Luxemberg dkk,1992:90). Sedangkan menurut Halliday (1992:1314) teks adalah bahasa, tutur ataupun tulisan atau juga bentuk-bentuk sarana yang
kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang dipikirkan, yang memiliki maknamakna atau terdiri dari satuan makna.
Karya sastra senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan
dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia.
Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada dasarnya bersifat universal. Artinya
sifat-sifat itu dimiliki dan di yakini kebenarannya oleh manusia sedunia. Pesan
moral biasanya dikaitkan dengan agama.
Menurut Mill dalam Hazlitt (2003:427) agama senantiasa menerima
kepercayaan yang luas untuk mempertahankan moralitas, karena manakala
moralitas itu diajarkan secara formal, hampir selalu sebagai moralitas
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana yang diajarkan agama. Motif utama bagi moralitas adalah pendapat
yang baik.
Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu
perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral
atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk dalam
kehidupan (Burhan, 1995: 320).
Menurut Kenny dalam Burhan (1995:321) Moral dalam cerita biasanya
dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu
yang bersifat praktis yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang
bersangkutan oleh pembaca. Pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja
diberikan pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah
kehidupan seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Jenis dan atau
wujud pesan moral yang terdapat dalam karya sastra akan bergantung pada
keyakinan, keinginan, dan interes pengarang sebagai suatu saran.
Moral berhubungan dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia, yang
berkenaan dengan sifat baik dan buruk. Sedangkan agama lebih menunjukkan
pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi dan
juga sebagai sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal-hal
yang diluar jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi
manusia dalam mempertahankan moralnya.
Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dan pesan-pesan moral
yang disampaikan oleh pengarang melalui cerita, sikap dan tingkah laku tokohtokoh yang ada dalam sebuah karya sastra.
Universitas Sumatera Utara
Karakter moral rakyat Jepang dibentuk sejak mereka kecil. Prinsip moral
yang mereka anut terdiri dari empat elemen moral, yaitu On, Gimu, Giri dan
Ninjo. Keempat unsur ini tidak diajarkan di bangku sekolah dasar. Menurut,
Benedict ( 1982:121 ) On berarti rasa hutang budi. Gimu, berarti kewajiban. Giri,
adalah kebaikan. Ninjo, adalah rasa kasih sayang. Dengan prinsip On, seseorang
akan merasa berutang setiap kali orang lain berbuat baik padanya. Jika seseorang
menerima On, maka orang tersebut akan berkewajiban untuk membayarnya yang
disebut Gimu. Dengan prinsip Ninjo, seseorang akan membantu temannya atau
keluarganya semampunya. Dan prinsip giri mengajarkan rasa empati terhadap
sesama. Dengan prinsip ini, seseorang akan merasa semua manusia adalah satu
dan sama, di bawah perbedaan yang telah diatur oleh karma.
Berbicara mengenai etika tradisional bangsa Jepang, akan terdapat suatu
hal yang menonjol yaitu memiliki unsur budaya berupa semangat samurai atau
etika bushido yang telah tertanam dalam diri masyarakat Jepang yang dapat
memberikan suatu motivasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada
masyarakat Jepang, baik dari perubahan dalam bidang politik, pendidikan,
ekonomi, sumberdaya manusia, dan penguasaan dalam bidang teknologi dan
industri dimana tidak dapat dipisahkan ini merupakan warisan dari nilai samurai
yang selalu melekat dalam masyarakat Jepang. Pada zaman feodal di Jepang,
terdapat golongan elit yang disebut dengan bushi. Kaum bushi ini memiliki
falsafah hidup yang disebut dengan bushido. Golongan samurai yang rela
memberikan nyawanya pada tuannya, karena dianggap suatu kehormatan apabila
rela mati demi tuannya.
Universitas Sumatera Utara
Istilah bushido yang digunakan untuk menggambarkan etika status kelas
samurai atau bushi. Menurut Suryohadiprodjo ( 1981 : 31 ), busido adalah suatu
kode etik kaum samurai yang tumbuh sejak terbentuknya samurai. Sumbernya
adalah pelajaran agama Budha, khususnya ajaran Zen dan Shinto. Bushido
mengandung keharusan samurai untuk senantiasa memperhatikan: kejujuran,
keberaniaan, kebajikan atau murah hati, kesopanan atau hormat, keadilan,
kesungguhan atau integritas, kehormatan atau martabat, dan keseniaan.
Salah satu karya sastra yang penulis anggap mengandung pesan moral,
yang akan ditelaah teksnya adalah terdapat dalam novel dengan judul Uesugi
Kenshin Daimyo Legendaris dari Kasugayama ditulis oleh Eiji Yoshikawa. Novel
ini menceritakan tentang kehidupan seorang samurai yang banyak melahir pesanpesan moral pada masa era kepemimpinannya, meskipun istananya diserang dan
di bumi hanguskan oleh klan musuh namun dia tetap sabar dan tabah dalam
menghadapi cobaan yang di hadapinya, dia tidak tergesa-gesa dalam mengambil
suatu tindakan. Sebagai seorang pemimpin dia memiliki sifat yang patut di contoh,
sifat kesabaran, tidak gampang marah, dan berfikir lebih dulu dalam mengabil
suatu tindakan sehingga tidak merugikan orang lain dan pasukannya sendiri.
Dalam keadaan genting dia masih bisa tertawa dan bercanda pada pengikutnya,
dia tidak memperlihatkan kepanikan pada pengikutnya, dia tetap memberi
semangat dan motivasi, agar tetap sabar dan tetap mengendalikan kemarahan dan
emosi. Peristiwa ini terjadi pada tahun ( 1561M ) di Shinano, pertempuran ini di
sebut pertempuran Kawanakajima tahun ( 1561-1573M ).
Universitas Sumatera Utara
Pesan-pesan moral yang ditujukan dalam novel ini adalah moral hidup,
yang menunjukkan sikap-sikap kepribadian yang kuat ini terdapat dalam moral
Bushido, seperti halnya kejujuran sebagai suatu kekuatan resolusi, keberanian
merupakan kemampuan untuk mengatasi setiap keadaan dengan keberanian dan
keyakinan, kemurahan hati/kebajikan merupakan semangat dalam membangun
kaum samurai
dan mencegah mereka dalam berbuat sewenang-wenang,
kesopanan yang berkenaan dengan prilaku yang pantas kepada orang lain,
kekuasaan ataupun kekuatannya untuk hal-hal yang tidak wajar, kehormatan/harga
diri yang mencerminkan bertambahnya pengalaman hidup dan reputasi serta
kesetiaan dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh tuannya. Pesan moral
yang terkandung dalam novel ini ada kaitannya juga dengan kebudayaan dan
masyarakat Jepang.
Setelah membaca novel ini, penulis menemukan suatu yang menarik untuk
dianalisis. Karena dalam novel ini, penulis banyak menemukan pesan-pesan moral
yang terdapat pada masyarakat Jepang. Salah satunya dapat dilihat melalui
cuplikan sebagai berikut:
Kenshin
:”Kemari, mendekatlah.” Kau suka minum sake, kan?
Kemana saja kau sejak tadi pagi, padahal hari ini
kesempatan bagus untuk minum sepuasnya ternyata kau
cukup ceroboh, tidak sesuai dengan ucapanmu sendiri.”
Hahaha...
Konoe Sakitsugu
:“Anda sering datang demi menghormati Istana
Tidakkah Anda mengkhawatirkan keadaan negeri
Universitas Sumatera Utara
Anda selama ditinggal? Apakah pertahan negeri
Anda sudah cukup baik?”
Kenshin
: ”Datang ke ibukota demi menunjukkan rasa hormat sama
sekali bukan masalah jika negeri hamba dibiarkan begitu
saja.”
Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-2 era Eiroku ( 1559M ) di Kyoto. Dari
cuplikan dapat dilihat makna indeksikal dari etika bushido, hubungannya dengan
On yang berarti hutang budi, Kenshin merasa berhutang budi kepada Shogun
Ashikaga Takauji ( 1336M ) karena masih di percaya sebagai daimyo, dia adalah
seorang daimyo yang selalu mengabdi, Gimu sebagai seorang daimyo Kenshin
mempunyai rasa tanggung jawab, Giri baik, selalu baik terhadap sesama
tergambar dari tutur katanya, Ninjo mempunyai rasa kasih sayang terhadap
sesama, dapat dilihat saat Kenshin datang ke istana dia tidak merasa takut
meninggalkan negerinya meskipun pertahanan negerinya tidak begitu kuat. Tetapi
sebagai seorang daimyo dia lebih menghormati istana, tidak khawatir negerinya
akan diserang oleh klan lain.
Universitas Sumatera Utara
1.2
Perumusan Masalah
Sesuai dengan judul skripsi yaitu, “Analisis Moralitas Kesetiaan Tokoh
Utama Novel Uesugi Kenshin Karya Eiji Yoshikawa, maka skripsi ini akan
membahas tentang moralitas kehidupan yang tergambarkan dalam novel karangan
Eiji Yoshikawa. Novel ini terjadi pada zaman feodal tepatnya pada zaman
Muromachi (1136-1637M) ada seorang pemimpin yang menjunjung tinggi
moralitas. Sebagai seorang pemimpin Uesugi mampu membimbing moral para
pengikutnya agar tetap bersikap tenang dan sabar dalam menghadapi suatu tugas
dari Shogun.
Sebagai seorang daimyo dan samurai sejati, Kenshin tentu tak dapat
mengelak untuk mengabdi sepenuh hati. Apalagi ketika dia telah mendapat
mandat dari Kaisar untuk mengatasi kerusuhan dan menaklukkan negeri-negeri
yang mengacaukan Jepang. Karena itu, demi menjunjung tinggi kehormatan
Kaisar, Kenshin berikrar untuk berjuang hingga napas terakhir. Maka tak ada
pilihan lain, waktu klan Hojo menyerang negeri-negeri kecil, Kenshin memanggul
senjata dan mengerahkan pasukan mengepung Hojo.
Tapi, saat Kenshin memanggul tugas berat dari Kaisar itu, Takeda Shingen
yang menjadi musuh Kenshin justru menyerang dan membumi hanguskan Kastel
Warigadake kastel milik Uesugi Kenshin. Padahal, antara Echigo dan Kei telah
terikat perjanjian damai. Ulah Singen itu pun dianggap sebagai sebuah
pengkhianat dan pasukan Echigo pun geram. Tetapi, Kenshin dengan tenang
menarik pasukan Echigo pulang dari ekspedisi lantas masuk ke kastel
Universitas Sumatera Utara
Kasugayama sebagai pertanda mengalah. Para punggawa Kenshin menelan
kekecewaan. Apalagi Kenshin setelah itu mengutus Saito Shimotsuke pergi ke
Kofu untuk melakukan perundingan (damai).
Uesugi Kenshin memang dikenal sebagai seorang daimyo yang brilian,
cerdik dan berjiwa besar. Sebagian besar orang, tak memungkiri jika permusuhan
antara Kenshin dan Shingen itu dipicu dari kedatangan Yoshikiyo, keturunan
Minamoto Yoriyoshi yang datang minta perlindungan setelah negerinya
dihancurkan Shingen dan seluruh keluarganya mati. Tahun demi tahun berlalu,
peperangan antara klan Uesugi (Kenshin) dan Klan Takeda (Shingen) terjadi di
beberapa tempat dan seakan tanpa henti.
Akibat perang itu, negeri Echigo dan Kai dipenuhi istri tanpa suami juga
anak tanpa ayah semuanya dilakukan sebagai rasa bentuk kesetiaan bawahan pada
atasan. Itulah harga mahal dari sebuah perang yang harus dibayar demi sebuah
kekuasaan.
Tetapi, bagi pemimpin seperti Kenshin, di balik kenestapaan peperangan
itu termaktum "impian dan tujuan besar" demi memberantas kejahatan,
membangun masa depan, dan mewujudkan perubahan yang memang tak dapat
dihindari dan hal itu hanya bisa diwujudkan lewat perang. Meski, dalam
peperangan itu darah ditumpahkan, prajurit dikuburkan, tapi semua itu demi tugas
mulia memberantas kejahatan, membangun masa depan Jepang, dan bentuk rasa
kesetianaan pada atasan.
Dari uraian di atas kita dapat melihat pesan-pesan moral yang ingin
disampaikan pengarang. Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji, maka
masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
3. Bagaimana prinsip-prinsip moral yang ada dalam masyarakat Bushi?
4. Bagaimana kesetian bertingkat dari atas sampai bawah yang dihubungkan
dengan pesan moral yang disampaikan oleh pengarang dalam novel
Uesugi Kenshin?
1.3
Ruang Lingkup Pembahasan
Sesuai dengan judul analisis tokoh utama dalam novel Uesugi Kenshin
daimyo legendaris dari Kasugayama karya Eiji Yoshikawa dilihat dari pendekatan
Moralitas. Edisi 2012 yang diterjemahkan langsung oleh Ribeka Ota dari bahasa
Jepang ke bahasa Indonesia, terdiri dari 388 halaman. Kaitannya dengan moralitas
adalah dalam keadaan sedih dan terluka karena negerinya diserang dan di bumi
hanguskan oleh Takeda Shingeng, ada beberapa cuplikan yang penulis ambil
dalam novel tersebut, moral kesetiaan Shogun kepada Kaisar ada lima cuplikan,
moral kesetian Daimyo kepada Shogun ada lima cuplikan, moral kesetian Rakyat
biasa kepada Daimyo ada tujuh cuplikan, moral kesetian seluruh Masyarakat
Jepang kepada Kaisar ada enam cuplikan Kenshin yang dengan penuh rasa
kesetiaan pada Istana, dia tetap menyanggupi tugas dari sang kaisar untuk
melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang daimyo.
Sebagai seorang daimyo dan samurai sejati, Kenshin tentu tak dapat
mengelak untuk mengabdi sepenuh hati kepada kaisar. Apalagi ketika dia telah
mendapat mandat dari Kaisar untuk mengatasi kerusuhan dan menaklukkan
negeri-negeri yang mengacaukan Jepang. Karena itu, demi menjunjung tinggi
kehormatan Kaisar, Kenshin berikrar untuk berjuang hingga napas terakhir. Maka
Universitas Sumatera Utara
tak ada pilihan lain, waktu klan Hojo menyerang negeri-negeri kecil, Kenshin
memanggul senjata dan mengerahkan pasukan mengepung Hojo.
Tapi, saat Kenshin memanggul tugas berat dari Kaisar itu, Takeda Shingen
justru menyerang dan membumihanguskan Kastel Warigadake kastel milik
Uesugi Kenshin. Padahal, antara Echigo dan Kei telah terikat perjanjian damai.
Ulah Singen itu pun dianggap sebagai sebuah pengkhianat dan pasukan Echigo
pun geram. Tetapi, Kenshin dengan tenang menarik pasukan Echigo pulang dari
ekspedisi lantas masuk ke kastel Kasugayama sebagai pertanda mengalah. Para
punggawa Kenshin menelan kekecewaan. Apalagi Kenshin setelah itu mengutus
Saito Shimotsuke pergi ke Kofu untuk melakukan perundingan (damai).
Tetapi, bagi pemimpin seperti Kenshin, di balik kenestapaan peperangan
itu termaktum "impian dan tujuan besar" demi memberantas kejahatan,
membangun masa depan, dan mewujudkan perubahan yang memang tak dapat
dihindari dan hal itu hanya bisa diwujudkan lewat perang. Meski, dalam
peperangan itu darah ditumpahkan, prajurit dikuburkan, tapi semua itu demi tugas
mulia memberantas kejahatan dan membangun masa depan Jepang.
Dari berbagai permasalahan - permasalahan yang ada maka penulis perlu
membatasi agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan berkembang terlalu jauh,
sehingga penulisan dapat terarah dan terfokus. Penelitian ini akan membahas
tentang moral bushido yang terkandung dalam novel “uesugi kenshin” melalui
teks-teksnya dan pesan-pesan moral.
Universitas Sumatera Utara
1.4
Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1
Tinjauan Pustaka
Karya sastra adalah sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia.
kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah “kebenaran”
penggambaran, atau apa yang ingin digambarkan pengarang ke dalam karyanya.
Melalui penggambaran tersebut pembaca dapat menangkap gambaran seorang
pengarang mengenai dunia sekitarnya, apakah itu sudah sesuai dengan hati
nuraninya atau belum ( Pradopo, 2003: 26). Dari pendapat tersebut bahwa karya
sastra merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam dunia nyata yang
disampaikan oleh penulis melalui karya sastra tulisan. Dan salah satu hasil dari
karya sastra tulisan adalah adalah novel.
Novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa dan
mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (Depdikbud,
1989:618). Dalam sebuah novel pasti terdiri dari kumpulan-kumpulan teks.
Menurut Barthes dalam Ratna (2005:218) teks adalah kumpulan kata-kata
yang mengandung makna. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Halliday
(1992:13-14) menurutnya teks adalah bahasa, tutur ataupun tulisan atau juga
bentuk-bentuk sarana yang kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang
dipikirkan, yang memiliki makna-makna atau terdiri dari satuan makna.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku seseorang dalam berinteraksi dengan
manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang
berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan
Universitas Sumatera Utara
lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Karya sastra adalah bagian dari sebuah karya seni yang dihasilkan dari
daya cipta, karsa manusia dimana mengandung nilai seni yang tinggi dan juga
merupakan perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Karya sastra pada
hakikatnya merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan tercipta melalui
proses yang intensif, selektif dan subjektif. Penciptaan terhadap karya sastra
bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikonstruksikan dengan imajinasi
sehingga akan di hasilkan sebuah karya yang tidak hanya sekedar menghibur,
tetapi juga sarat dengan makna. Dalam menciptakan karya sastra, banyak aspek
yang harus dipertimbangkan, misalnya aspek keindahan, nilai guna ataupun
manfaatnya. Sastra merupakan karya seni yang dikarang menurut standar bahasa
kesusastraan, penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa dan gaya cerita yang
menarik (Zainuddin,1992 : 99).
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,
pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran
kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Sastra, selain
dipergunakan sebagai karya seni yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi, sastra
juga sebagai karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan
emosional. Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil suatu pekerjaan seni kreatif
yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa
sebagai mediumnya (Semi,1988:8).
Universitas Sumatera Utara
Sastra terbagi menjadi dua yaitu, Puisi dan Prosa. Puisi adalah karya sastra
yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu, dan prosa adalah karya sastra yang
tidak terikat dan memiliki sifat penguraian seluruh pikiran dan perasaan
(Zainuddin,1992:99-101). Contoh puisi adalah pantun dan syair, sedangkan
contoh prosa adalah novel, cerita dan drama. Seiring dengan perkembangan dunia
sastra, akhir - akhir ini mulai terjadi pembatasan yang tipis antara khayalan dan
kenyataan. Oleh sebab itu mulai dibicarakan pembagian sastra yanag lain.
Dalam perkembangan sastra akhir-akhir ini, karya sastra dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu (a) sastra imajinatif, dan (b) sastra
non-imajinatif. Sastra imajinatif mempunyai ciri : (a) isinya bersifat khayali,
(b)menggunakan bahasa yang konotatif, (c) memenuhi syarat-syarat estetika seni.
Sedangkan sastra non-imajinatif mempunyai ciri-ciri: (a) isinya menekankan
unsur faktual/faktanya, menggunakan bahasa yang cenderung denotative, (c)
memenuhi unsur-unsur estetika seni.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesamaan antara sastra imajinatif
dan non-imajinatif adalah masalah estetika seni. Unsur estetika seni meliputi
keutuhan, keselarasan, keseimbangan. Sedangkan perbedaannya terletak pada isi
dan bahasanya. Isi sastra imajinatif sepenuhnya bersifat khayal/fiktif, sedangkan
isi sastra non-imajinantif didominasi oleh fakta-fakta. Selain itu dalam arti
kesusasteraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra lisan (oral) dan sastra tulisan. Dan
salah satu karya sastra tulisan adalah novel.
Jassin dalam Zulfahnur (1996:67) mengatakan bahwa novel menceritakan
suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadian-kejadian itu
menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.
Universitas Sumatera Utara
Pembagian novel berdasarkan mutunya menurut Zulfahnur (1996:72)
dapat dibagi menjadi novel populer dan novel literer. Novel populer adalah novel
yang menyuguhkan problema kehidupan yang berkisar pada cinta asmara yang
simpel dan bertujuan menghibur. Sedangkan novel literer disebut juga novel
serius
karena
keseriusan
atau
kedalaman
masalah-masalah
kehidupan
kemanusiaan yang diungkapkan pengarangnya. Dengan demikian, novel ini
menyajikan persoalan-persoalan kehidupan manusia secara serius, filsafat, dan
langgeng (abadi) yang bermanfaat bagi penyempurnaan dan aripnya kehidupan
manusia, disamping pesona hiburan dan nikmatnya cerita.
Salah satu unsur yang ada dalam novel adalah teks. Teks adalah ungkapan
bahasa yang menurut isi, sintaksis dan pragmatik merupakan suatu kesatuan yang
saling bertautan yang memiliki makna dan juga sebagai pesan dalam situasi
komunikasi (Luxemberg dkk,1992:90). Sedangkan menurut Halliday (1992:1314) teks adalah bahasa, tutur ataupun tulisan atau juga bentuk-bentuk sarana yang
kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang dipikirkan, yang memiliki maknamakna atau terdiri dari satuan makna.
Karya sastra senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan
dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia.
Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada dasarnya bersifat universal. Artinya
sifat-sifat itu dimiliki dan di yakini kebenarannya oleh manusia sedunia. Pesan
moral biasanya dikaitkan dengan agama.
Menurut Mill dalam Hazlitt (2003:427) agama senantiasa menerima
kepercayaan yang luas untuk mempertahankan moralitas, karena manakala
moralitas itu diajarkan secara formal, hampir selalu sebagai moralitas
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana yang diajarkan agama. Motif utama bagi moralitas adalah pendapat
yang baik.
Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu
perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral
atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk dalam
kehidupan (Burhan, 1995: 320).
Menurut Kenny dalam Burhan (1995:321) Moral dalam cerita biasanya
dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu
yang bersifat praktis yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang
bersangkutan oleh pembaca. Pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja
diberikan pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah
kehidupan seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Jenis dan atau
wujud pesan moral yang terdapat dalam karya sastra akan bergantung pada
keyakinan, keinginan, dan interes pengarang sebagai suatu saran.
Moral berhubungan dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia, yang
berkenaan dengan sifat baik dan buruk. Sedangkan agama lebih menunjukkan
pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi dan
juga sebagai sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal-hal
yang diluar jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi
manusia dalam mempertahankan moralnya.
Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dan pesan-pesan moral
yang disampaikan oleh pengarang melalui cerita, sikap dan tingkah laku tokohtokoh yang ada dalam sebuah karya sastra.
Universitas Sumatera Utara
Karakter moral rakyat Jepang dibentuk sejak mereka kecil. Prinsip moral
yang mereka anut terdiri dari empat elemen moral, yaitu On, Gimu, Giri dan
Ninjo. Keempat unsur ini tidak diajarkan di bangku sekolah dasar. Menurut,
Benedict ( 1982:121 ) On berarti rasa hutang budi. Gimu, berarti kewajiban. Giri,
adalah kebaikan. Ninjo, adalah rasa kasih sayang. Dengan prinsip On, seseorang
akan merasa berutang setiap kali orang lain berbuat baik padanya. Jika seseorang
menerima On, maka orang tersebut akan berkewajiban untuk membayarnya yang
disebut Gimu. Dengan prinsip Ninjo, seseorang akan membantu temannya atau
keluarganya semampunya. Dan prinsip giri mengajarkan rasa empati terhadap
sesama. Dengan prinsip ini, seseorang akan merasa semua manusia adalah satu
dan sama, di bawah perbedaan yang telah diatur oleh karma.
Berbicara mengenai etika tradisional bangsa Jepang, akan terdapat suatu
hal yang menonjol yaitu memiliki unsur budaya berupa semangat samurai atau
etika bushido yang telah tertanam dalam diri masyarakat Jepang yang dapat
memberikan suatu motivasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada
masyarakat Jepang, baik dari perubahan dalam bidang politik, pendidikan,
ekonomi, sumberdaya manusia, dan penguasaan dalam bidang teknologi dan
industri dimana tidak dapat dipisahkan ini merupakan warisan dari nilai samurai
yang selalu melekat dalam masyarakat Jepang. Pada zaman feodal di Jepang,
terdapat golongan elit yang disebut dengan bushi. Kaum bushi ini memiliki
falsafah hidup yang disebut dengan bushido. Golongan samurai yang rela
memberikan nyawanya pada tuannya, karena dianggap suatu kehormatan apabila
rela mati demi tuannya.
Universitas Sumatera Utara
Istilah bushido yang digunakan untuk menggambarkan etika status kelas
samurai atau bushi. Menurut Suryohadiprodjo ( 1981 : 31 ), busido adalah suatu
kode etik kaum samurai yang tumbuh sejak terbentuknya samurai. Sumbernya
adalah pelajaran agama Budha, khususnya ajaran Zen dan Shinto. Bushido
mengandung keharusan samurai untuk senantiasa memperhatikan: kejujuran,
keberaniaan, kebajikan atau murah hati, kesopanan atau hormat, keadilan,
kesungguhan atau integritas, kehormatan atau martabat, dan keseniaan.
Salah satu karya sastra yang penulis anggap mengandung pesan moral,
yang akan ditelaah teksnya adalah terdapat dalam novel dengan judul Uesugi
Kenshin Daimyo Legendaris dari Kasugayama ditulis oleh Eiji Yoshikawa. Novel
ini menceritakan tentang kehidupan seorang samurai yang banyak melahir pesanpesan moral pada masa era kepemimpinannya, meskipun istananya diserang dan
di bumi hanguskan oleh klan musuh namun dia tetap sabar dan tabah dalam
menghadapi cobaan yang di hadapinya, dia tidak tergesa-gesa dalam mengambil
suatu tindakan. Sebagai seorang pemimpin dia memiliki sifat yang patut di contoh,
sifat kesabaran, tidak gampang marah, dan berfikir lebih dulu dalam mengabil
suatu tindakan sehingga tidak merugikan orang lain dan pasukannya sendiri.
Dalam keadaan genting dia masih bisa tertawa dan bercanda pada pengikutnya,
dia tidak memperlihatkan kepanikan pada pengikutnya, dia tetap memberi
semangat dan motivasi, agar tetap sabar dan tetap mengendalikan kemarahan dan
emosi. Peristiwa ini terjadi pada tahun ( 1561M ) di Shinano, pertempuran ini di
sebut pertempuran Kawanakajima tahun ( 1561-1573M ).
Universitas Sumatera Utara
Pesan-pesan moral yang ditujukan dalam novel ini adalah moral hidup,
yang menunjukkan sikap-sikap kepribadian yang kuat ini terdapat dalam moral
Bushido, seperti halnya kejujuran sebagai suatu kekuatan resolusi, keberanian
merupakan kemampuan untuk mengatasi setiap keadaan dengan keberanian dan
keyakinan, kemurahan hati/kebajikan merupakan semangat dalam membangun
kaum samurai
dan mencegah mereka dalam berbuat sewenang-wenang,
kesopanan yang berkenaan dengan prilaku yang pantas kepada orang lain,
kekuasaan ataupun kekuatannya untuk hal-hal yang tidak wajar, kehormatan/harga
diri yang mencerminkan bertambahnya pengalaman hidup dan reputasi serta
kesetiaan dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh tuannya. Pesan moral
yang terkandung dalam novel ini ada kaitannya juga dengan kebudayaan dan
masyarakat Jepang.
Setelah membaca novel ini, penulis menemukan suatu yang menarik untuk
dianalisis. Karena dalam novel ini, penulis banyak menemukan pesan-pesan moral
yang terdapat pada masyarakat Jepang. Salah satunya dapat dilihat melalui
cuplikan sebagai berikut:
Kenshin
:”Kemari, mendekatlah.” Kau suka minum sake, kan?
Kemana saja kau sejak tadi pagi, padahal hari ini
kesempatan bagus untuk minum sepuasnya ternyata kau
cukup ceroboh, tidak sesuai dengan ucapanmu sendiri.”
Hahaha...
Konoe Sakitsugu
:“Anda sering datang demi menghormati Istana
Tidakkah Anda mengkhawatirkan keadaan negeri
Universitas Sumatera Utara
Anda selama ditinggal? Apakah pertahan negeri
Anda sudah cukup baik?”
Kenshin
: ”Datang ke ibukota demi menunjukkan rasa hormat sama
sekali bukan masalah jika negeri hamba dibiarkan begitu
saja.”
Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-2 era Eiroku ( 1559M ) di Kyoto. Dari
cuplikan dapat dilihat makna indeksikal dari etika bushido, hubungannya dengan
On yang berarti hutang budi, Kenshin merasa berhutang budi kepada Shogun
Ashikaga Takauji ( 1336M ) karena masih di percaya sebagai daimyo, dia adalah
seorang daimyo yang selalu mengabdi, Gimu sebagai seorang daimyo Kenshin
mempunyai rasa tanggung jawab, Giri baik, selalu baik terhadap sesama
tergambar dari tutur katanya, Ninjo mempunyai rasa kasih sayang terhadap
sesama, dapat dilihat saat Kenshin datang ke istana dia tidak merasa takut
meninggalkan negerinya meskipun pertahanan negerinya tidak begitu kuat. Tetapi
sebagai seorang daimyo dia lebih menghormati istana, tidak khawatir negerinya
akan diserang oleh klan lain.
Universitas Sumatera Utara
1.2
Perumusan Masalah
Sesuai dengan judul skripsi yaitu, “Analisis Moralitas Kesetiaan Tokoh
Utama Novel Uesugi Kenshin Karya Eiji Yoshikawa, maka skripsi ini akan
membahas tentang moralitas kehidupan yang tergambarkan dalam novel karangan
Eiji Yoshikawa. Novel ini terjadi pada zaman feodal tepatnya pada zaman
Muromachi (1136-1637M) ada seorang pemimpin yang menjunjung tinggi
moralitas. Sebagai seorang pemimpin Uesugi mampu membimbing moral para
pengikutnya agar tetap bersikap tenang dan sabar dalam menghadapi suatu tugas
dari Shogun.
Sebagai seorang daimyo dan samurai sejati, Kenshin tentu tak dapat
mengelak untuk mengabdi sepenuh hati. Apalagi ketika dia telah mendapat
mandat dari Kaisar untuk mengatasi kerusuhan dan menaklukkan negeri-negeri
yang mengacaukan Jepang. Karena itu, demi menjunjung tinggi kehormatan
Kaisar, Kenshin berikrar untuk berjuang hingga napas terakhir. Maka tak ada
pilihan lain, waktu klan Hojo menyerang negeri-negeri kecil, Kenshin memanggul
senjata dan mengerahkan pasukan mengepung Hojo.
Tapi, saat Kenshin memanggul tugas berat dari Kaisar itu, Takeda Shingen
yang menjadi musuh Kenshin justru menyerang dan membumi hanguskan Kastel
Warigadake kastel milik Uesugi Kenshin. Padahal, antara Echigo dan Kei telah
terikat perjanjian damai. Ulah Singen itu pun dianggap sebagai sebuah
pengkhianat dan pasukan Echigo pun geram. Tetapi, Kenshin dengan tenang
menarik pasukan Echigo pulang dari ekspedisi lantas masuk ke kastel
Universitas Sumatera Utara
Kasugayama sebagai pertanda mengalah. Para punggawa Kenshin menelan
kekecewaan. Apalagi Kenshin setelah itu mengutus Saito Shimotsuke pergi ke
Kofu untuk melakukan perundingan (damai).
Uesugi Kenshin memang dikenal sebagai seorang daimyo yang brilian,
cerdik dan berjiwa besar. Sebagian besar orang, tak memungkiri jika permusuhan
antara Kenshin dan Shingen itu dipicu dari kedatangan Yoshikiyo, keturunan
Minamoto Yoriyoshi yang datang minta perlindungan setelah negerinya
dihancurkan Shingen dan seluruh keluarganya mati. Tahun demi tahun berlalu,
peperangan antara klan Uesugi (Kenshin) dan Klan Takeda (Shingen) terjadi di
beberapa tempat dan seakan tanpa henti.
Akibat perang itu, negeri Echigo dan Kai dipenuhi istri tanpa suami juga
anak tanpa ayah semuanya dilakukan sebagai rasa bentuk kesetiaan bawahan pada
atasan. Itulah harga mahal dari sebuah perang yang harus dibayar demi sebuah
kekuasaan.
Tetapi, bagi pemimpin seperti Kenshin, di balik kenestapaan peperangan
itu termaktum "impian dan tujuan besar" demi memberantas kejahatan,
membangun masa depan, dan mewujudkan perubahan yang memang tak dapat
dihindari dan hal itu hanya bisa diwujudkan lewat perang. Meski, dalam
peperangan itu darah ditumpahkan, prajurit dikuburkan, tapi semua itu demi tugas
mulia memberantas kejahatan, membangun masa depan Jepang, dan bentuk rasa
kesetianaan pada atasan.
Dari uraian di atas kita dapat melihat pesan-pesan moral yang ingin
disampaikan pengarang. Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji, maka
masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
1. Bagaimana prinsip-prinsip moral yang ada dalam masyarakat Bushi?
2. Bagaimana kesetian bertingkat dari atas sampai bawah yang dihubungkan
dengan pesan moral yang disampaikan oleh pengarang dalam novel
Uesugi Kenshin?
1.3
Ruang Lingkup Pembahasan
Sesuai dengan judul analisis tokoh utama dalam novel Uesugi Kenshin
daimyo legendaris dari Kasugayama karya Eiji Yoshikawa dilihat dari pendekatan
Moralitas. Edisi 2012 yang diterjemahkan langsung oleh Ribeka Ota dari bahasa
Jepang ke bahasa Indonesia, terdiri dari 388 halaman. Kaitannya dengan moralitas
adalah dalam keadaan sedih dan terluka karena negerinya diserang dan di bumi
hanguskan oleh Takeda Shingeng, ada beberapa cuplikan yang penulis ambil
dalam novel tersebut, moral kesetiaan Shogun kepada Kaisar ada lima cuplikan,
moral kesetian Daimyo kepada Shogun ada lima cuplikan, moral kesetian Rakyat
biasa kepada Daimyo ada tujuh cuplikan, moral kesetian seluruh Masyarakat
Jepang kepada Kaisar ada enam cuplikan Kenshin yang dengan penuh rasa
kesetiaan pada Istana, dia tetap menyanggupi tugas dari sang kaisar untuk
melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang daimyo.
Sebagai seorang daimyo dan samurai sejati, Kenshin tentu tak dapat
mengelak untuk mengabdi sepenuh hati kepada kaisar. Apalagi ketika dia telah
mendapat mandat dari Kaisar untuk mengatasi kerusuhan dan menaklukkan
negeri-negeri yang mengacaukan Jepang. Karena itu, demi menjunjung tinggi
kehormatan Kaisar, Kenshin berikrar untuk berjuang hingga napas terakhir. Maka
Universitas Sumatera Utara
tak ada pilihan lain, waktu klan Hojo menyerang negeri-negeri kecil, Kenshin
memanggul senjata dan mengerahkan pasukan mengepung Hojo.
Tapi, saat Kenshin memanggul tugas berat dari Kaisar itu, Takeda Shingen
justru menyerang dan membumihanguskan Kastel Warigadake kastel milik
Uesugi Kenshin. Padahal, antara Echigo dan Kei telah terikat perjanjian damai.
Ulah Singen itu pun dianggap sebagai sebuah pengkhianat dan pasukan Echigo
pun geram. Tetapi, Kenshin dengan tenang menarik pasukan Echigo pulang dari
ekspedisi lantas masuk ke kastel Kasugayama sebagai pertanda mengalah. Para
punggawa Kenshin menelan kekecewaan. Apalagi Kenshin setelah itu mengutus
Saito Shimotsuke pergi ke Kofu untuk melakukan perundingan (damai).
Tetapi, bagi pemimpin seperti Kenshin, di balik kenestapaan peperangan
itu termaktum "impian dan tujuan besar" demi memberantas kejahatan,
membangun masa depan, dan mewujudkan perubahan yang memang tak dapat
dihindari dan hal itu hanya bisa diwujudkan lewat perang. Meski, dalam
peperangan itu darah ditumpahkan, prajurit dikuburkan, tapi semua itu demi tugas
mulia memberantas kejahatan dan membangun masa depan Jepang.
Dari berbagai permasalahan - permasalahan yang ada maka penulis perlu
membatasi agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan berkembang terlalu jauh,
sehingga penulisan dapat terarah dan terfokus. Penelitian ini akan membahas
tentang moral bushido yang terkandung dalam novel “uesugi kenshin” melalui
teks-teksnya dan pesan-pesan moral.
Universitas Sumatera Utara
1.4
Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1
Tinjauan Pustaka
Karya sastra adalah sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia.
kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah “kebenaran”
penggambaran, atau apa yang ingin digambarkan pengarang ke dalam karyanya.
Melalui penggambaran tersebut pembaca dapat menangkap gambaran seorang
pengarang mengenai dunia sekitarnya, apakah itu sudah sesuai dengan hati
nuraninya atau belum ( Pradopo, 2003: 26). Dari pendapat tersebut bahwa karya
sastra merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam dunia nyata yang
disampaikan oleh penulis melalui karya sastra tulisan. Dan salah satu hasil dari
karya sastra tulisan adalah adalah novel.
Novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa dan
mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (Depdikbud,
1989:618). Dalam sebuah novel pasti terdiri dari kumpulan-kumpulan teks.
Menurut Barthes dalam Ratna (2005:218) teks adalah kumpulan kata-kata
yang mengandung makna. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Halliday
(1992:13-14) menurutnya teks adalah bahasa, tutur ataupun tulisan atau juga
bentuk-bentuk sarana yang kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang
dipikirkan, yang memiliki makna-makna atau terdiri dari satuan makna.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku seseorang dalam berinteraksi dengan
manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang
berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan
Universitas Sumatera Utara
lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik,
begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama.
Di dalam novel Uesugi Kenshin tersirat pesan moral yang ingin
disampaikan sipengarang melalui teks-teksnya. Seperti sikap moral untuk menjaga
selalu sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan. Kemudian moralitas untuk
selalu bersikap tegar dan tidak mengambil keputusan yang terburu-turu, berfikir
terlebih dahulu dalam mengabil suatu keputusan atau kebijakan agar tidak
merugikan diri kita dan orang lain.
1.4.2
Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan landasan atau titik tolak untuk menganalisis
atau meniliti suatu permasalahan. Untuk meniliti dan menganalisis karya sastra
diperlukan suatu teori pendekatan yang dapat berfungsi sebagai acuan yang dapat
digunakan oleh penulis. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
moral sastra.
Moral sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra sebagai
wadah atau sarana untuk menyampaikan pesan-pesan moral kepada para
pembacanya. Pendekatan moral ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa suatu
karya sastra dianggap sebagai suatu medium atau alat yang paling efektif dalam
membina moral dan kepribadian suatu kelompok masyarakat yang biasanya bisa
diartikan sebagai norma yang berlaku di masyarakat. Norma bisa berdasarkan
budaya atau konsep-konsep religi.
Universitas Sumatera Utara
Pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan pengarang
tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan seperti sikap,
tingkah laku, dan sopan santun pergaulan (Burhan,1995:321).
Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat dan pesan yang
diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan
demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokohtokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun
protagonis, tidaklah berarti pengarang menyarankan kepada pembaca untuk
bertindak maupun bersikap demikian.
Jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang dapat
dikatakan, bersifat tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan
kehidupan, seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia.
Pendekatan lain yang
penulis gunakan adalah pendekatan semiotik.
Pradopo, dkk ( 2007 : 71 ), menyatakan bahwa semiotik itu adalah ilmu yang
mempelajari
sistem-sistem,
aturan-aturan,
konveksi-konveksi
yang
memungkinkan tanda-tanda itu memiliki arti.
Menurut Hoed dalam Nurgiyantoro ( 1995:40 ), semiotik adalah ilmu atau
metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili
sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, gagasan,
dan lain-lain. Jadi, yang dapat menjadi tanda sebenarnya bukan hanya bahasa saja,
melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan, walaupun harus diakui
bahwa bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap dan sempurna. Tanda-
Universitas Sumatera Utara
tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mulut, mata, bentuk
tulisan, warna, bendera, bentuk dan potongan rambut, pakaian, karya seni sastra,
patung, dan lain-lain yang berada di sekitar kita.
Sastra semiotik memusatkan kajian pada lambang-lambang, sistem
lambang, dan proses perlambangan dalam karya sastra. Pendekatan semiotik
beranggapan karya sastra memiliki sistem tanda yang bermakna dengan media
bahasa yang estetik. Sistem tanda atau lambang dalam karya sastra ini memiliki
banyak interpretasi.
Di dalam rangka sebuah sistem lambang kita mengartikan gejala-gejala
tertentu (gerak-gerik, kiasan, kata-kata, kalimat, dan seterusnya) berdasarkan
sebuah kaidah atau sejumlah kaidah. Kaidah-kaidah itu merupakan sebuah kode,
yaitu alasan atau dasar mengapa kita mengartikan suatu gejala begini atau begitu,
sehingga gejala itu menjadi suatu tanda. (Luxemburg, 1984:44).
Samurai dan Bushido, memberi landasan bagi pembentukan moral bangsa
Jepang. Filosofi yang diajarkan adalah bagaimana menaklukan diri sendiri demi
kepentingan yang lebih luas. Dan filosofi ini sangat memengaruhi serta menjadi
inti dari sistem nilai di Jepang. Anak-anak diajarkan untuk memiliki harga diri,
rasa malu, dan jujur. Mereka juga dididik untuk menghargai system nilai, bukan
materi maupun harta.
Bushido merupakan suatu sistem moral, sehingga etika yang terkandung
adalah etika moral. Etika moral yang terdapat dalam etika moral Bushido berpusat
pada konsep kemanusiaan.
Universitas Sumatera Utara
Etika moral yang terkandung dalam Bushido menurut Suryohadiprodjo
(1981: 31), meliputi kejujuran, keberanian, kebajikan atau murah hati, kesopanan
atau hormat, keadilan/kesungguhan atau integritas, kehormatan atau martabat, dan
kesetiaan. Hal ini juga di dukung oleh Benedict ( 1982: 333), yang berpendapat
bahwa Bushido adalah perpaduan antara keadilan, keberanian, kebaikan hati,
kehormatan, kesopanan, kesetiaan, dan pengendalian diri.
Menurut Benedict (1982:125), pada masyarakat Jepang, mereka harus
mengaplikasikan moral dalam kehidupan sehari sehari-hari mereka. Keempat
dasar moral jepang adalah On, Gimu, Giri dan Ninjo. On berarti rasa hutang
budi. Dengan prinsip ini, seseorang akan merasa berutang setiap kali orang lain
berbuat baik padanya. Gimu, berarti kewajiban. Jika seseorang berhutang budi,
maka kita akan berkewajiban untuk membayarnya. Giri, adalah kebaikan. Dengan
prinsip ini, seseorang akan membantu temannya atau keluarganya semampunya.
Ninjo, adalah rasa kasih sayang. Prinsip ini mengajarkan rasa empati terhadap
sesama.
Perbedaan antara atasan dengan bawahan, yang mana di atas harus jadi
pelindung dan panutan, sedangkan yang di bawah tunduk dan taat terhadap atasan.
Hubungan inilah yang meningkatkan rasa ikut memiliki dan rasa kesetiaan
( Benedict, 1982:120 ).
Untuk memperkuat pemerintahan Tokugawa sebagai penguasa tertinggi di
seluruh Jepang, Tokugawa mencoba mengubah makna moralitas yang berlaku di
dalam masyarakat dengan tujuan pemusatan rasa terima kasih kepada
pemerintahan Tokugawa bagi seluruh masyarakat Jepang, yaitu dengan cara
Universitas Sumatera Utara
penanaman kesadaran akan peringkat atas dan bawah. Peringkat kekuasaan adalah
keshogunan sehingga merupakan pemberiaan on yang tertinggi bagi masyarakat
Jepang. Hal ini ditanamkan dalam istilah-istilah on, chu, giri dan gimu
Situmorang ( 1995: 66 ).
1.5
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.5.1
Tujuan Penelitian
Sebelum melakukan sebuah penelitian maka harus di ketahui dahulu apa
tujuan penelitian, yang difungsikan untuk mempermudah melakukan penelitian
terhadap suatu masalah. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan prinsip-prinsip moral yang ada dalam masyarakat
Jepang.
2. Mendekripsikan pesan-pesan moral yang terkandung pada teks novel
Uesugi Kenshin.
1.5.2
Manfat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai sarana untuk penambahan wawasan kepada peneliti khususnya
dan pembaca pada umumnya.
2. Untuk peneliti dan penikmat sastra, penelitian ini dapat digunakan sebagai
pembanding dengan hasil-hasil penelitian yang lain.
Universitas Sumatera Utara
3. Bagi mahasiswa Jurusan Sastra Jepang dapat digunakan sebagai bahan
referensi atau penunjang tentang analisis novel dengan tujuan untuk
memotivasi ide yang lebih kreatif dan inovatif.
1.6
Metode Penelitian
Penelitian adalah investasi yang sistematis, terkontrol, empiris dan kritis
dari suatu proposisi hipotesis mengenai hubungan tertentu antar fenomena
Kerlinger dalam Erlina (2011:2). Berdasarkan beberapa penelitian yang
diungkapkan sebelumnya Dalam penelitian diperlukan proses menganalisis yang
merupakan proses menguraikan sebuah pokok masalah dari berbagai bagiannya.
Penelahaan juga dilakukan pada satu bagian dan hubungan antar bagian lain
dengan fungsi untuk mendapatkan pemahaman yang benar serta pemahaman
masalah yang meyeluruh. Tujuan-tujuan dari penelitian diantaranya adalah untuk
mengeksplorasi
(exploration),
mendeskripsi
(description),
memprediksi
(prediction), mengeksplanasi (explanation), dan aksinya (action).
Dalam melakukan penelitian, maka sangat membutuhkan metode
penelitian, yang di pergunakan sebagai salah satu bahan penunjang dalam
penulisan. Metode adalah cara pelaksanaan penelitian. Metode yang dipergunakan
yaitu Metode Deskriptif. Metode deskriptif menurut Whitney dalam Nazir
(1999:63) adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian
deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang
berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang
hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta prosesproses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.
Dalam penulisan ini, penulis menguraikan dan menjelaskan secermat
mungkin dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang sudah ada. Yaitu
pendekatan moral dan juga dengan mengunkan prinsip-prinsip dasar moral Jepang
yang penulis ketahui.
Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi pustaka (library
research) dan teknik simak catat. “Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan
data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, litertur-literatur,
catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang
dipecahkan (Nazir,1999:111). Studi Kepustakaan mengadakan penelitian dengan
cara mempelajari dan membaca literature-literature yang ada hubungannya
dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian. Dan untuk menunjang
penelitian ini, maka penulis juga menambah referensi dari internet.
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Karya sastra adalah bagian dari sebuah karya seni yang dihasilkan dari
daya cipta, karsa manusia dimana mengandung nilai seni yang tinggi dan juga
merupakan perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Karya sastra pada
hakikatnya merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan tercipta melalui
proses yang intensif, selektif dan subjektif. Penciptaan terhadap karya sastra
bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikonstruksikan dengan imajinasi
sehingga akan di hasilkan sebuah karya yang tidak hanya sekedar menghibur,
tetapi juga sarat dengan makna. Dalam menciptakan karya sastra, banyak aspek
yang harus dipertimbangkan, misalnya aspek keindahan, nilai guna ataupun
manfaatnya. Sastra merupakan karya seni yang dikarang menurut standar bahasa
kesusastraan, penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa dan gaya cerita yang
menarik (Zainuddin,1992 : 99).
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,
pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran
kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Sastra, selain
dipergunakan sebagai karya seni yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi, sastra
juga sebagai karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan
emosional. Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil suatu pekerjaan seni kreatif
yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa
sebagai mediumnya (Semi,1988:8).
Universitas Sumatera Utara
Sastra terbagi menjadi dua yaitu, Puisi dan Prosa. Puisi adalah karya sastra
yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu, dan prosa adalah karya sastra yang
tidak terikat dan memiliki sifat penguraian seluruh pikiran dan perasaan
(Zainuddin,1992:99-101). Contoh puisi adalah pantun dan syair, sedangkan
contoh prosa adalah novel, cerita dan drama. Seiring dengan perkembangan dunia
sastra, akhir - akhir ini mulai terjadi pembatasan yang tipis antara khayalan dan
kenyataan. Oleh sebab itu mulai dibicarakan pembagian sastra yanag lain.
Dalam perkembangan sastra akhir-akhir ini, karya sastra dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu (a) sastra imajinatif, dan (b) sastra
non-imajinatif. Sastra imajinatif mempunyai ciri : (a) isinya bersifat khayali,
(b)menggunakan bahasa yang konotatif, (c) memenuhi syarat-syarat estetika seni.
Sedangkan sastra non-imajinatif mempunyai ciri-ciri: (a) isinya menekankan
unsur faktual/faktanya, menggunakan bahasa yang cenderung denotative, (c)
memenuhi unsur-unsur estetika seni.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesamaan antara sastra imajinatif
dan non-imajinatif adalah masalah estetika seni. Unsur estetika seni meliputi
keutuhan, keselarasan, keseimbangan. Sedangkan perbedaannya terletak pada isi
dan bahasanya. Isi sastra imajinatif sepenuhnya bersifat khayal/fiktif, sedangkan
isi sastra non-imajinantif didominasi oleh fakta-fakta. Selain itu dalam arti
kesusasteraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra lisan (oral) dan sastra tulisan. Dan
salah satu karya sastra tulisan adalah novel.
Jassin dalam Zulfahnur (1996:67) mengatakan bahwa novel menceritakan
suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadian-kejadian itu
menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.
Universitas Sumatera Utara
Pembagian novel berdasarkan mutunya menurut Zulfahnur (1996:72)
dapat dibagi menjadi novel populer dan novel literer. Novel populer adalah novel
yang menyuguhkan problema kehidupan yang berkisar pada cinta asmara yang
simpel dan bertujuan menghibur. Sedangkan novel literer disebut juga novel
serius
karena
keseriusan
atau
kedalaman
masalah-masalah
kehidupan
kemanusiaan yang diungkapkan pengarangnya. Dengan demikian, novel ini
menyajikan persoalan-persoalan kehidupan manusia secara serius, filsafat, dan
langgeng (abadi) yang bermanfaat bagi penyempurnaan dan aripnya kehidupan
manusia, disamping pesona hiburan dan nikmatnya cerita.
Salah satu unsur yang ada dalam novel adalah teks. Teks adalah ungkapan
bahasa yang menurut isi, sintaksis dan pragmatik merupakan suatu kesatuan yang
saling bertautan yang memiliki makna dan juga sebagai pesan dalam situasi
komunikasi (Luxemberg dkk,1992:90). Sedangkan menurut Halliday (1992:1314) teks adalah bahasa, tutur ataupun tulisan atau juga bentuk-bentuk sarana yang
kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang dipikirkan, yang memiliki maknamakna atau terdiri dari satuan makna.
Karya sastra senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan
dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia.
Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada dasarnya bersifat universal. Artinya
sifat-sifat itu dimiliki dan di yakini kebenarannya oleh manusia sedunia. Pesan
moral biasanya dikaitkan dengan agama.
Menurut Mill dalam Hazlitt (2003:427) agama senantiasa menerima
kepercayaan yang luas untuk mempertahankan moralitas, karena manakala
moralitas itu diajarkan secara formal, hampir selalu sebagai moralitas
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana yang diajarkan agama. Motif utama bagi moralitas adalah pendapat
yang baik.
Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu
perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral
atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk dalam
kehidupan (Burhan, 1995: 320).
Menurut Kenny dalam Burhan (1995:321) Moral dalam cerita biasanya
dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu
yang bersifat praktis yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang
bersangkutan oleh pembaca. Pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja
diberikan pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah
kehidupan seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Jenis dan atau
wujud pesan moral yang terdapat dalam karya sastra akan bergantung pada
keyakinan, keinginan, dan interes pengarang sebagai suatu saran.
Moral berhubungan dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia, yang
berkenaan dengan sifat baik dan buruk. Sedangkan agama lebih menunjukkan
pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi dan
juga sebagai sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal-hal
yang diluar jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi
manusia dalam mempertahankan moralnya.
Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dan pesan-pesan moral
yang disampaikan oleh pengarang melalui cerita, sikap dan tingkah laku tokohtokoh yang ada dalam sebuah karya sastra.
Universitas Sumatera Utara
Karakter moral rakyat Jepang dibentuk sejak mereka kecil. Prinsip moral
yang mereka anut terdiri dari empat elemen moral, yaitu On, Gimu, Giri dan
Ninjo. Keempat unsur ini tidak diajarkan di bangku sekolah dasar. Menurut,
Benedict ( 1982:121 ) On berarti rasa hutang budi. Gimu, berarti kewajiban. Giri,
adalah kebaikan. Ninjo, adalah rasa kasih sayang. Dengan prinsip On, seseorang
akan merasa berutang setiap kali orang lain berbuat baik padanya. Jika seseorang
menerima On, maka orang tersebut akan berkewajiban untuk membayarnya yang
disebut Gimu. Dengan prinsip Ninjo, seseorang akan membantu temannya atau
keluarganya semampunya. Dan prinsip giri mengajarkan rasa empati terhadap
sesama. Dengan prinsip ini, seseorang akan merasa semua manusia adalah satu
dan sama, di bawah perbedaan yang telah diatur oleh karma.
Berbicara mengenai etika tradisional bangsa Jepang, akan terdapat suatu
hal yang menonjol yaitu memiliki unsur budaya berupa semangat samurai atau
etika bushido yang telah tertanam dalam diri masyarakat Jepang yang dapat
memberikan suatu motivasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada
masyarakat Jepang, baik dari perubahan dalam bidang politik, pendidikan,
ekonomi, sumberdaya manusia, dan penguasaan dalam bidang teknologi dan
industri dimana tidak dapat dipisahkan ini merupakan warisan dari nilai samurai
yang selalu melekat dalam masyarakat Jepang. Pada zaman feodal di Jepang,
terdapat golongan elit yang disebut dengan bushi. Kaum bushi ini memiliki
falsafah hidup yang disebut dengan bushido. Golongan samurai yang rela
memberikan nyawanya pada tuannya, karena dianggap suatu kehormatan apabila
rela mati demi tuannya.
Universitas Sumatera Utara
Istilah bushido yang digunakan untuk menggambarkan etika status kelas
samurai atau bushi. Menurut Suryohadiprodjo ( 1981 : 31 ), busido adalah suatu
kode etik kaum samurai yang tumbuh sejak terbentuknya samurai. Sumbernya
adalah pelajaran agama Budha, khususnya ajaran Zen dan Shinto. Bushido
mengandung keharusan samurai untuk senantiasa memperhatikan: kejujuran,
keberaniaan, kebajikan atau murah hati, kesopanan atau hormat, keadilan,
kesungguhan atau integritas, kehormatan atau martabat, dan keseniaan.
Salah satu karya sastra yang penulis anggap mengandung pesan moral,
yang akan ditelaah teksnya adalah terdapat dalam novel dengan judul Uesugi
Kenshin Daimyo Legendaris dari Kasugayama ditulis oleh Eiji Yoshikawa. Novel
ini menceritakan tentang kehidupan seorang samurai yang banyak melahir pesanpesan moral pada masa era kepemimpinannya, meskipun istananya diserang dan
di bumi hanguskan oleh klan musuh namun dia tetap sabar dan tabah dalam
menghadapi cobaan yang di hadapinya, dia tidak tergesa-gesa dalam mengambil
suatu tindakan. Sebagai seorang pemimpin dia memiliki sifat yang patut di contoh,
sifat kesabaran, tidak gampang marah, dan berfikir lebih dulu dalam mengabil
suatu tindakan sehingga tidak merugikan orang lain dan pasukannya sendiri.
Dalam keadaan genting dia masih bisa tertawa dan bercanda pada pengikutnya,
dia tidak memperlihatkan kepanikan pada pengikutnya, dia tetap memberi
semangat dan motivasi, agar tetap sabar dan tetap mengendalikan kemarahan dan
emosi. Peristiwa ini terjadi pada tahun ( 1561M ) di Shinano, pertempuran ini di
sebut pertempuran Kawanakajima tahun ( 1561-1573M ).
Universitas Sumatera Utara
Pesan-pesan moral yang ditujukan dalam novel ini adalah moral hidup,
yang menunjukkan sikap-sikap kepribadian yang kuat ini terdapat dalam moral
Bushido, seperti halnya kejujuran sebagai suatu kekuatan resolusi, keberanian
merupakan kemampuan untuk mengatasi setiap keadaan dengan keberanian dan
keyakinan, kemurahan hati/kebajikan merupakan semangat dalam membangun
kaum samurai
dan mencegah mereka dalam berbuat sewenang-wenang,
kesopanan yang berkenaan dengan prilaku yang pantas kepada orang lain,
kekuasaan ataupun kekuatannya untuk hal-hal yang tidak wajar, kehormatan/harga
diri yang mencerminkan bertambahnya pengalaman hidup dan reputasi serta
kesetiaan dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh tuannya. Pesan moral
yang terkandung dalam novel ini ada kaitannya juga dengan kebudayaan dan
masyarakat Jepang.
Setelah membaca novel ini, penulis menemukan suatu yang menarik untuk
dianalisis. Karena dalam novel ini, penulis banyak menemukan pesan-pesan moral
yang terdapat pada masyarakat Jepang. Salah satunya dapat dilihat melalui
cuplikan sebagai berikut:
Kenshin
:”Kemari, mendekatlah.” Kau suka minum sake, kan?
Kemana saja kau sejak tadi pagi, padahal hari ini
kesempatan bagus untuk minum sepuasnya ternyata kau
cukup ceroboh, tidak sesuai dengan ucapanmu sendiri.”
Hahaha...
Konoe Sakitsugu
:“Anda sering datang demi menghormati Istana
Tidakkah Anda mengkhawatirkan keadaan negeri
Universitas Sumatera Utara
Anda selama ditinggal? Apakah pertahan negeri
Anda sudah cukup baik?”
Kenshin
: ”Datang ke ibukota demi menunjukkan rasa hormat sama
sekali bukan masalah jika negeri hamba dibiarkan begitu
saja.”
Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-2 era Eiroku ( 1559M ) di Kyoto. Dari
cuplikan dapat dilihat makna indeksikal dari etika bushido, hubungannya dengan
On yang berarti hutang budi, Kenshin merasa berhutang budi kepada Shogun
Ashikaga Takauji ( 1336M ) karena masih di percaya sebagai daimyo, dia adalah
seorang daimyo yang selalu mengabdi, Gimu sebagai seorang daimyo Kenshin
mempunyai rasa tanggung jawab, Giri baik, selalu baik terhadap sesama
tergambar dari tutur katanya, Ninjo mempunyai rasa kasih sayang terhadap
sesama, dapat dilihat saat Kenshin datang ke istana dia tidak merasa takut
meninggalkan negerinya meskipun pertahanan negerinya tidak begitu kuat. Tetapi
sebagai seorang daimyo dia lebih menghormati istana, tidak khawatir negerinya
akan diserang oleh klan lain.
Universitas Sumatera Utara
1.2
Perumusan Masalah
Sesuai dengan judul skripsi yaitu, “Analisis Moralitas Kesetiaan Tokoh
Utama Novel Uesugi Kenshin Karya Eiji Yoshikawa, maka skripsi ini akan
membahas tentang moralitas kehidupan yang tergambarkan dalam novel karangan
Eiji Yoshikawa. Novel ini terjadi pada zaman feodal tepatnya pada zaman
Muromachi (1136-1637M) ada seorang pemimpin yang menjunjung tinggi
moralitas. Sebagai seorang pemimpin Uesugi mampu membimbing moral para
pengikutnya agar tetap bersikap tenang dan sabar dalam menghadapi suatu tugas
dari Shogun.
Sebagai seorang daimyo dan samurai sejati, Kenshin tentu tak dapat
mengelak untuk mengabdi sepenuh hati. Apalagi ketika dia telah mendapat
mandat dari Kaisar untuk mengatasi kerusuhan dan menaklukkan negeri-negeri
yang mengacaukan Jepang. Karena itu, demi menjunjung tinggi kehormatan
Kaisar, Kenshin berikrar untuk berjuang hingga napas terakhir. Maka tak ada
pilihan lain, waktu klan Hojo menyerang negeri-negeri kecil, Kenshin memanggul
senjata dan mengerahkan pasukan mengepung Hojo.
Tapi, saat Kenshin memanggul tugas berat dari Kaisar itu, Takeda Shingen
yang menjadi musuh Kenshin justru menyerang dan membumi hanguskan Kastel
Warigadake kastel milik Uesugi Kenshin. Padahal, antara Echigo dan Kei telah
terikat perjanjian damai. Ulah Singen itu pun dianggap sebagai sebuah
pengkhianat dan pasukan Echigo pun geram. Tetapi, Kenshin dengan tenang
menarik pasukan Echigo pulang dari ekspedisi lantas masuk ke kastel
Universitas Sumatera Utara
Kasugayama sebagai pertanda mengalah. Para punggawa Kenshin menelan
kekecewaan. Apalagi Kenshin setelah itu mengutus Saito Shimotsuke pergi ke
Kofu untuk melakukan perundingan (damai).
Uesugi Kenshin memang dikenal sebagai seorang daimyo yang brilian,
cerdik dan berjiwa besar. Sebagian besar orang, tak memungkiri jika permusuhan
antara Kenshin dan Shingen itu dipicu dari kedatangan Yoshikiyo, keturunan
Minamoto Yoriyoshi yang datang minta perlindungan setelah negerinya
dihancurkan Shingen dan seluruh keluarganya mati. Tahun demi tahun berlalu,
peperangan antara klan Uesugi (Kenshin) dan Klan Takeda (Shingen) terjadi di
beberapa tempat dan seakan tanpa henti.
Akibat perang itu, negeri Echigo dan Kai dipenuhi istri tanpa suami juga
anak tanpa ayah semuanya dilakukan sebagai rasa bentuk kesetiaan bawahan pada
atasan. Itulah harga mahal dari sebuah perang yang harus dibayar demi sebuah
kekuasaan.
Tetapi, bagi pemimpin seperti Kenshin, di balik kenestapaan peperangan
itu termaktum "impian dan tujuan besar" demi memberantas kejahatan,
membangun masa depan, dan mewujudkan perubahan yang memang tak dapat
dihindari dan hal itu hanya bisa diwujudkan lewat perang. Meski, dalam
peperangan itu darah ditumpahkan, prajurit dikuburkan, tapi semua itu demi tugas
mulia memberantas kejahatan, membangun masa depan Jepang, dan bentuk rasa
kesetianaan pada atasan.
Dari uraian di atas kita dapat melihat pesan-pesan moral yang ingin
disampaikan pengarang. Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji, maka
masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
3. Bagaimana prinsip-prinsip moral yang ada dalam masyarakat Bushi?
4. Bagaimana kesetian bertingkat dari atas sampai bawah yang dihubungkan
dengan pesan moral yang disampaikan oleh pengarang dalam novel
Uesugi Kenshin?
1.3
Ruang Lingkup Pembahasan
Sesuai dengan judul analisis tokoh utama dalam novel Uesugi Kenshin
daimyo legendaris dari Kasugayama karya Eiji Yoshikawa dilihat dari pendekatan
Moralitas. Edisi 2012 yang diterjemahkan langsung oleh Ribeka Ota dari bahasa
Jepang ke bahasa Indonesia, terdiri dari 388 halaman. Kaitannya dengan moralitas
adalah dalam keadaan sedih dan terluka karena negerinya diserang dan di bumi
hanguskan oleh Takeda Shingeng, ada beberapa cuplikan yang penulis ambil
dalam novel tersebut, moral kesetiaan Shogun kepada Kaisar ada lima cuplikan,
moral kesetian Daimyo kepada Shogun ada lima cuplikan, moral kesetian Rakyat
biasa kepada Daimyo ada tujuh cuplikan, moral kesetian seluruh Masyarakat
Jepang kepada Kaisar ada enam cuplikan Kenshin yang dengan penuh rasa
kesetiaan pada Istana, dia tetap menyanggupi tugas dari sang kaisar untuk
melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang daimyo.
Sebagai seorang daimyo dan samurai sejati, Kenshin tentu tak dapat
mengelak untuk mengabdi sepenuh hati kepada kaisar. Apalagi ketika dia telah
mendapat mandat dari Kaisar untuk mengatasi kerusuhan dan menaklukkan
negeri-negeri yang mengacaukan Jepang. Karena itu, demi menjunjung tinggi
kehormatan Kaisar, Kenshin berikrar untuk berjuang hingga napas terakhir. Maka
Universitas Sumatera Utara
tak ada pilihan lain, waktu klan Hojo menyerang negeri-negeri kecil, Kenshin
memanggul senjata dan mengerahkan pasukan mengepung Hojo.
Tapi, saat Kenshin memanggul tugas berat dari Kaisar itu, Takeda Shingen
justru menyerang dan membumihanguskan Kastel Warigadake kastel milik
Uesugi Kenshin. Padahal, antara Echigo dan Kei telah terikat perjanjian damai.
Ulah Singen itu pun dianggap sebagai sebuah pengkhianat dan pasukan Echigo
pun geram. Tetapi, Kenshin dengan tenang menarik pasukan Echigo pulang dari
ekspedisi lantas masuk ke kastel Kasugayama sebagai pertanda mengalah. Para
punggawa Kenshin menelan kekecewaan. Apalagi Kenshin setelah itu mengutus
Saito Shimotsuke pergi ke Kofu untuk melakukan perundingan (damai).
Tetapi, bagi pemimpin seperti Kenshin, di balik kenestapaan peperangan
itu termaktum "impian dan tujuan besar" demi memberantas kejahatan,
membangun masa depan, dan mewujudkan perubahan yang memang tak dapat
dihindari dan hal itu hanya bisa diwujudkan lewat perang. Meski, dalam
peperangan itu darah ditumpahkan, prajurit dikuburkan, tapi semua itu demi tugas
mulia memberantas kejahatan dan membangun masa depan Jepang.
Dari berbagai permasalahan - permasalahan yang ada maka penulis perlu
membatasi agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan berkembang terlalu jauh,
sehingga penulisan dapat terarah dan terfokus. Penelitian ini akan membahas
tentang moral bushido yang terkandung dalam novel “uesugi kenshin” melalui
teks-teksnya dan pesan-pesan moral.
Universitas Sumatera Utara
1.4
Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1
Tinjauan Pustaka
Karya sastra adalah sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia.
kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah “kebenaran”
penggambaran, atau apa yang ingin digambarkan pengarang ke dalam karyanya.
Melalui penggambaran tersebut pembaca dapat menangkap gambaran seorang
pengarang mengenai dunia sekitarnya, apakah itu sudah sesuai dengan hati
nuraninya atau belum ( Pradopo, 2003: 26). Dari pendapat tersebut bahwa karya
sastra merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam dunia nyata yang
disampaikan oleh penulis melalui karya sastra tulisan. Dan salah satu hasil dari
karya sastra tulisan adalah adalah novel.
Novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa dan
mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (Depdikbud,
1989:618). Dalam sebuah novel pasti terdiri dari kumpulan-kumpulan teks.
Menurut Barthes dalam Ratna (2005:218) teks adalah kumpulan kata-kata
yang mengandung makna. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Halliday
(1992:13-14) menurutnya teks adalah bahasa, tutur ataupun tulisan atau juga
bentuk-bentuk sarana yang kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang
dipikirkan, yang memiliki makna-makna atau terdiri dari satuan makna.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku seseorang dalam berinteraksi dengan
manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang
berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan
Universitas Sumatera Utara
lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai