Penentuan Bilangan Iodine (Iodine Value) Pada Cpo (Crude Palm Oil) Dan Rbd (Refined Bleached Deodorized) Olein Di Pt. Sucofindo Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guinensis jacq) diperkirakan berasal dari Nigeria,
Afrika Barat.Namun, adapula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut berasal
dari Amerika, yakni di Brazilia. Kelapa sawit saat ini berkembang pesat di Asia
Tenggara,khususnya Indonesia dan Malaysia, dan bukan di Afrika Barat atau
Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke
Indonesia pada tahun 1848 hanay sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon
(Mauritius) dan Amsterdam.Keempat batang bibit kelapa sawit tersebut ditanam
di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan di Deli Sumatera Utara.
Menurut Hunger (1924) pada tahun 1869 Pemerintah Kolonial Belanda
mengembangkan tanaman kelapa sawit di Muara Enim dan pada tahun 1870 di
Musi Hulu. Bapak Industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah seorang
Belgia bernama Adrine Hallet, pada tahun 1911 membudidayakan kelapa sawit
secara komersial dalam bentuk perkebunan di Sungai Liput (Aceh) dan Pulu
Raja (Asahan).(Risza S,1994).
2.2. Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaesis guinensis Jacq) atau bahasa globalnya oil palm, bila
diartikan secara harfiah adalah golongan tanaman keras penghasil minyak nabati,

kata elesis (Yunani) yang artinya minyak,sedangkan kata guineensis berasal dari
kata Guinea yang artinya Afrika. Tanaman ini merupakan tumbuhan tropis yang

Universitas Sumatera Utara

5

tergolong dalam family palmae.Di dunia ada 3 spesies tanaman penghasil minyak
nabati.Pertama adalah Elaeis oleifera; kedua, Elaeis odora yang berasal dari
Amerika Selatan dan yang ketiga Elaeis guinensis jacq yang berasal dari Afrika
yang ditanam di Indonesia. (Pahan,2006).
2.3. Pembentukan Minyak Dalam Buah
Hasil utama yang diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit
yang terdapat pada daging buah (mesokarp) dan minyak inti sawit yang terdapat
pada kernel.Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam lemak dan
sifat fisika-kimia.Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah
100 hari setelah penyerbukan dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam
buah minyak sudah jenuh.Jika dalam buah tidak terjadi lagi pembentukan minyak,
maka yang terjadi ialah pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan
gliserol.Pembentukan minyak berakhir jika tandan yang bersangkutan telah

terdapat buah memberondol normal.Minyak yang mula-mula terbentuk dalam
buah adalah trigliserida yang mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah
mendekati masa pematangan buah terjadi pembentukan trigliserida yang
mengandung asam lemak tidak jenuh. (Naibaho P.M,1998)
2.4. Minyak Kelapa Sawit
Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan
minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit dikenal
terdiri dari empat macam tipe atau varietas,yaitu tipe Macrocarya,Dura, Tenera,
dan Pisifera. Masing-masing tipe dibedakan berdasarkan tebal tempurung.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Beda Tebal Tempurung dari Berbagai Tipe Kelapa Sawit
Tipe

Tebal Tempurung (mm)

Macrocarya

Tebal Sekali : 5


Dura

Tebal

: 3-5

Tenera

Sedang

: 2-3

Pisifera

Tipis

Warna daging buah ialah putih kuning ketika masih muda dan berwarna
jingga setelah buah menjadi matang.Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari
inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan

sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit (palm kernel meal atau
pellet).
Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang telah mengalami
proses ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet adalah bubuk yang telah
dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter lebih kurang 8
mm.Setelah itu bungkil kelapa sawit dapat digunakan sebagai makanan ternak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu adalah air dan kotoran, asam
lemak bebas, bilangan peroksida dan adanya pemucatan.Faktor-faktor lainnya
adalah titik cair, kandungan trigliserida padat, REFINED loss, plasticity dan
spreadability,

sifat

transparan,

kandungan

logam

berat


dan

bilangan

penyabunan.Semua factor ini perlu dianalisis untuk mengetahui mutu minyak
inti kelapa sawit. (Ketaren S,1986)

Universitas Sumatera Utara

7

2.5. Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80 persen pericarp dan 20 persen
buah yang dilapisi kulit yang tipis; kadar minyak dalam pericarp sekitar 34-40
persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi
yang tepat.
Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada
table 2.2. Bahan yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0,3 persen.
Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak

Inti
Kelapa Sawit
Asam lemak

Asam kaprilat
Asam kaproat
Asam Laurat
Asam miristat
Asam palmitat
Asam stearat
Asam oleat
Asam linolenat
Sumber:Eckey,S.W.(1955)

Minyak kelapa sawit
(persen)
1,1-2,5
40-46
3,6-4,7
39-45

7-11

Minyak Inti sawit
(persen)
3–4
3–7
46–52
14–17
6,5–9
1 - 2,5
13–19
0,5–2

Kandungan karotene dapat mencapai 1000ppm atau lebih, tetapi dalam
minyak dari jenis tenera lebih kurang 500-700 ppm; Kandungan tokoferol
bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi. (Ketaren S,1986).
2.6. Sifat Fisiko-Kimia
Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau, dan
flavor,kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik


Universitas Sumatera Utara

pelonakan, slipping point, shot melting point; bobot jenis, indeks bias, titik
kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik nyala dan titik api.
Tabel 2.3. Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Sifat

Bobot

jenis

pada

suhu

Minyak Sawit

Minyak inti sawit

0,900


0,900 - 0,913

1,4565 – 1,4585

1,495 – 1,415

48 – 56

14 – 20

196 – 205

244 – 254

kamar
Indeks bias D40oC
Bilangan Iod
Bilangan Penyabunan
Sumber:Krischenbauer (1960)


Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah
proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna.Warna
orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak.
Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat
adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan
bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone.
Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak
kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik
cair yang berbeda-beda.

Universitas Sumatera Utara

9

Tabel 2.4. Sifat Minyak Kelapa Sawit Sebelum dan Sesudah Dimurnikan
Sifat

Minyak sawit kasar


Minyak sawit murni

Titik cair : awal

21 – 24

29,4

Akhir

26 – 29

40,0

Bobot jenis 15oC

0,859 – 0,870

Indeks bias D 40oC

36,0 – 37,5

46 – 49

Bilangan penyabunan

224 – 249

196 – 206

Bilangan Iod

14,5 – 19,0

46 – 52

Bilangan Reichert Meissl

5,2 – 6,5

-

Bilangan Polenske

9,7 – 10,7

-

Bilangan Krichner

0,8 – 1,2

-

Bilangan Bartya

33

-

Sumber:Krischenbauer (1960)

(Ketaren S,1986)
2.7. Proses Pengolahan Kelapa Sawit
Pengolahan TBS (Tandan Buah Segar) di pabrik bertujuan untuk
memperoleh minyak yang berkualitas. Proses tersebut berlangsung cukup dan
memerlukan control yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau
brondolannya dari tempat pengumpulan hasil ke pabrik sampai dihasilkannya
minyak sawit dan hasil sampingnya (Fauzi,Y.2003).
Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama pengolahan TBS di pabrik,
yaitu :
-

Minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah

Universitas Sumatera Utara

-

Minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit

Secara ringkas, tahap-tahap proses pengolahan TBS sampai dihasilkan minyak
adalah sebagai berikut :
a.

Penimbangan
TBS dari lapangan diangkut ke pabrik dengan truk langsung ditimbang
dipabrik, kemudian buah dipindahkan ke Loding ramp.

b. Bongkar buah (loding ramp)
Setelah truk buah ditimbang, kemudian dibongkar diloding ramp.Pada
kesempatan ini ± 5% dari jumlah truk buah disortasi untuk penilaian mutu.
Selanjutnya buah dipindahkan kedalam keranjang lori rebusan yang berkapasitas
± 2,5 ton.

c. Perebusan (Sterilisasi)
Lori – lori yang telah berisi TBS dimasukkan ke ketel rebusan. TBS
dipanaskan dengan uap air yang bertekanan 2,8 – 3 kg/cm2. Setiap ton TBS yang
diolah memerlukan ± 0,5 ton uap air yang dihasilkan oleh ketel uap. Tekanan uap
harus berada antara 2,8 – 3kg/cm2 dan lamanya perebusan berkisar 90 menit.
Pengawasan disini harus ketat karena jika tekanan uap tidak cukup maka
presentase buah yang tidak lepas dari tandan cukup tinggi.

d. Penebahan (Stripping)
Setelah perebusan, lori rebusan ditarik keluar, kemudian diangkut ke atas
dengan Hoasting Crane. Dengan alat pengangkut ini lori yang berisi buah rebusan

Universitas Sumatera Utara

11

ini dibalikkan diatas mesin penebah (Stripping) yang berfungsi melepaskan buah
dari tandan. Buah yang lepas (brondolan) jatuh ke bawah dan melalui conveyor
serta Elevator dibawa menuju ketel adukan (digester).

e. Pengadukan (Digestion)
Disini buah diaduk hingga daging buah terlepas dari biji.

f. Pengempaan (pressing)
Proses pengempaan ini bertujuan untuk mengeluarkan minyak dan cairan.
Minyak yang keluar ditampung dan dialirkan kedalam Crude Oil Tank (Tangki
Minyak Kasar).

g. Pemurnian (Clarification)
Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih
berupa minyak saawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa pertikelpartikel dari tempurung dan serabut serta 40 – 50% air.Agar diperoleh minyak
sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut diolah lebih lanjut yaitu
dialirkan dalam tangki minyak kasar (crude oil tank).Setelah melalui pemurnian
atau klarifikasi yang bertahap, untuk menurunkan kandungan air dalam minyak.
Minyak sawit yang telah dijernikan ditampung dalam tangki-tangki penampungan
dan siap dipasarkan atau mengalami pengolahan lebih lanjut sampai dihasilkan
minyak sawit murni (Processed Palm Oil,PPO) dan hasil olahan lainnya
(Fauzi,Y.2003).

Universitas Sumatera Utara

2.8. Pemurnian Minyak
Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan
rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang
masa simpan minyak sebelum di konsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah
dalam industri.

2.8.1. Perlakuan Pendahuluan
a.

Pemisahan Gum (De-Gumming)
Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir-

lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat,air dan resin, tanpa
mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak,
Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidratasi gum atau kotoran
lain agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul
dengan proses pemusingan (sentrifusi). Caranya ialah dengan melakukan uap air
panas kedalam minyak disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifusi
berlangsung, ditambahkan bahan kimia yang dapat menyerap air misalnya asam
mineral pekat atau garam dapur (NaCl). Suhu minyak pada waktu proses
sentrifusi berkisar antara 32-50ºC, dan pada suhu tersebut kekentalan minyak akan
berkurang sehingga gum mudah terpisah dari minyak. (Ketaren,S, 1986).

Universitas Sumatera Utara

13

2.8.2. Tahap-Tahap Pemurnian
a.

Netralisasi
Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari

minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau
pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock).Pemisahan asam lemak
bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah
de-asidifikasi.

b. Pemucatan (Bleaching)
Pemucatan ialah suatu proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat
warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan
mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap (fuller
earth), lempung aktif (activated elay), arang aktif ataupun bahan lainnya.

Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam
ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan
pada suhu sekitar 105ºC selama 1 jam. Penambahan adsorben dilakukan pada saat
minyak mencapai suhu 70-80ºC dan jumlah adsorben ± sebanyak 1,0-1,5 % dari
berat minyak. Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna
minyak tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa
jauh warna tersebut akan dihilangkan. Selanjutnya, minyak dapat dipisahkan dari
adsorben dengan cara pengepresan dengan filterpress. Minyak yang hilang karena
proses tersebut ± 0,2 – 0,5 % dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses
pemucatan. (Ketaren S,1986).

Universitas Sumatera Utara

c. Deodorisasi
Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan
untuk menghilangakan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak.
Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam
tekanan atmosfer atau keadaan vakum.
Pada tahap ini minyak dari bleaching DBPO (Degumming Bleaching Palm
Oil)akan dimurnikan dari kadar asam lemak bebas (FFA), bau (Odor), warna

(Colour). Proses deodorisasi dilakukan dalam tabung baja yang tertutup dan
vertikal.
Proses deodorisasi dilakukan dengan cara memompakan minyak tersebut
dipanaskan pada suhu 200-250ºC pada tekanan 1 atm dan selanjutnya pada
tekanan rendah (± 100 mm Hg) sambil dialiri uap panas selama 4-6 jam untuk
mengangkut senyawa yang menguap. Jika masih ada uap air yang tertinggal
dalam minyak setelah pengaliran uap selesai, maka minyak tersebut perlu
divakumkan pada tekanan yang turun lebih rendah.
Pada suhu yang tinggi, komponen yang menimbulkan bau pada minyak
akan lebih mudah menguap, sehingga komponen tersebut diangkut sari minyak
bersama-sama dengan uap panas,. Setelah proses deodorisasi sempurna, maka
minyak harus cepat didinginkan menjadi ±84ºC dan selanjutnya ketel dibuka dan
dikeluarkan dari ketel (Ketaren S, 1986).

Universitas Sumatera Utara

15

2.9. Standar Mutu
Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia.Oleh
karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangan.Istilah
mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti. Pertama, benar-benar murni
dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu munyak sawit tersebut
dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur nilai
titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium.Kedua ,pengertian mutu
minyak sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan
spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB,air,kotoran,
logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan
Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku
industri pangan dan nonpangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian,
kemurnia, kesegaran, maupun aspek higenisnya harus lebih diperhatikan.
Rendahnya mutu minyak sawit ditentukan oleh banyak factor.Faktorfaktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pascapanen,
atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkuta.Selain itu, ada beberapa
factor yang secara langsung berkaitan dengan standar mutu minyak sawit seperti
dalam table 2.5. Standar Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti sawit dan inti sawit

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.5.Standar Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawitdan Inti Sawit
Karakteristik

Minyak
sawit

Inti sawit

Minyak inti
sawit

Keterangan

Asam lemak bebas

5%

3,5%

3,5%

Maksimal

Kadar kotoran

0,5%

0,02%

0,02%

Maksimal

Kadar zat menguap

0,5%

7,5%

0,2%

Maksimal

Bilangan peroksida

6 meq

-

10,5-18,5

Maksimal

Bilangan iodine

44-58

-

mg/gr

-

Kadar

mg/gr

-

-

-

10 ppm

-

-

-

3-4 R

47%

-

Maksimal

Kadar minyak

-

6%

-

Maksimal

Kontaminasi

-

15%

-

Maksimal

Kadar pecah

-

logam(Fe,

Cu)
Lovibond

-

(Fauzi Y,2002).
Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan
minyak yang bermutu baik.Ada beberapa faktor yang menentuka standar mutu,
yaitu kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas,
warna, dan bilangan peroksida.
Faktor lain yang memengaruhi standar mutu adalah titik cair dan
kandungan gliserida, Refined loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan
kandungan logam berat dan bilangan penyabunan.

Universitas Sumatera Utara

17

Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1
persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak
bebas serendah mungkin (lebih kurang 2 persen atau kurang), bilangan peroksida
di bawah 2, bebas dari warna metrah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak
berwarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas
dari ion logam.
Standar mutu Special Prime Bleach (SPB), dibandingkan dengan mutu
ordinary dapat dilihat dalam Tabel 2.6.Standar Mutu SPB dan Ordinary.

Tabel 2.6.Standar Mutu SPB dan Ordinary
Kandungan

SPB

Ordonary

1–2

3–5

0,1

0,1

0,002

0,01

Besi p.p.m.

10

10

Tembaga p.p.m

0,5

0,5

53 ± 1,5

45 – 56

Karoten p.p.m

500

500 – 700

Tokoferol p.p.m

800

400 – 600

Asam lemak bebas (%)
Kadar air (%)
Kotoran (%)

Bilanan Iod

(Ketaren S, 1986).
2.10. Bilangan Iodin
Bilangan Iodin adalah jumlah (gram) iodin yang dapat diikat oleh 100
gram lemak. Ikatan rangkap yang trdapat pada asam lemak tidak jenuh

Universitas Sumatera Utara

akanbereaksi dengan iodin atau senyawa iodin. Gliserida dengan tingkat
ketidakjenuhan yang tinggi akan mengikat iodin dalam jumlah yang lebih besar.
Bilangan iodin di tetapkan dengan melarutkan sejumlah contoh minyak
atau lemak (0,1 sampai 0,5 gr) dalam kloroform atau karbon tetra klorida.
Kemudian ditambahkan halogen secara berlebihan.Setelah didiamkan pada tempat
yang gelap dengan periode waktu yang dikontrol, kelebihan dari iodin yang tidak
bereaksi diukur dengan jalan menitrasi larutan-larutan campuran tadi dengan
natrium tiosulfat. Reaksi dari ion yang berlebihan tersebut adalah sebagai berikut:
2 Na2S2O3 + I2

2 NaI + Na2S4O6

Titik akhir titrasi dinyatakan dengan hilangnya warna biru dengan
indikator amilum.Bilangan iodin dapat menyatakan derajat ketidakjenuhan dari
minyak atau lemak dan juga dapat digunakan menggolongkan jenis minyak
pengering dan minyak bukan pengering.Minyak mongering mempunyai bilangan
iodin yang lebih dari 130.Minyak yang mempunyai bilangan iodin 100 sampai
130 bersifat setengah mongering.
Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak dan lemak mampu menyerap
sejumlah iodin dan membentuk senyawa jenuh.Besarnya jumlah iodin yang
diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh.Bilangan
iodin dinyatakan sebagai jumlah gram iodin yang diserap oleh 100gr
lemak/minyak.
Kecepatan reaksi antara asam lemak tidak jenuh dengan halogen
tergantung pada macam halogen dan struktur dari asam lemak.Dalam urutan iod >
brom > flour > klor, menunjukkan bahwa semakin kekanan reaktivitasnya
semakin bertambah. Penentuan bilangan iodin biasanya menggunakan cara Hanus,

Universitas Sumatera Utara

19

Kaufmann, dan Wijs dan perhitungan bilangan iodin dari masing-masing cara
tersebut adalah sama. Semua cara ini berdasarkan atas prinsip titrasi dimana
pereaksi halogen berlebihan ditambahkan pada contoh yang diuji. Stelah reaksi
sempurna kelebihan reaksi ditentukan jumlahnya dengan titrasi (Ketaren S, 1986).
Bilangan

iodin

berbanding

langsung

dengan

derajat

ketidakjenuhan.Bilangan iodin yang tinggi diindikasikan ketidakjenuhan yang
tinggi pula.Ini juga berguna sebagai indikator dari bentuk lemak, bilangan iodin
lemak yang tinggi biasanya berupa cairan, sedangkan bilangan iodin yang rendah
biasanya berupa padatan .selama pemprosesan minyak dan lemak, sebagai derajat
pertambahan hydrogenasi, bilangan Iodin berkurang. (Lawson, H.W,1985)

A. Cara Hanus
Pembuatan Pereaksi Hanus

Dalam cara Hanus digunakan pereaksi iodium bromida dalam larutan asam
asetat glasial (Larutan Hanus). Untuk membuat larutan ini, 20 gram iodium
bromide dilakukan dalam 1000 ml alcohol murni yang bebas dari asam asetat.
Jumlah contoh yang ditimbang tergantung dari perkiraan besarnya bilangan iod,
yaitu sekitar 0,5 gram untuk lemak, 0,25 gram untuk minyak,dan 0,1 sampai 0,2
gram untuk minyak dengan derajat ketidakjenuhan yang tinggi. Jika ditambahkan
25 ml pereaksi harus ada kelebihan pereaksi sekitar 60 persen.
Prosedur :

Contoh minyak atau lemak dimasukkan kedalam labu erlenmeyer 200 dan
300 ml yang bertutup.Kemudian, dilarutkan dengan 10 ml Kloroform atau karbon
tetraklorida, dan ditambahkan 25 ml pereaksi. Reaksi dibiarkan selama 1 jam di

Universitas Sumatera Utara

tempat yang gelap. Sebagian iodium (I2) akan dibebaskan dari larutan (larutan KI
yang digunakan adalah KI 10 persen atau 10 ml larutan KI 15 persen). Iod yang
dibebaskan dititrasi dengan larutan natrium thiosulfate 0,1 N dengan indikator
larutan pati. Titrasi untuk blanko dilakukan dengan cara yang sama.
B. Cara Kaufmann dan Von Hubl

Pada cara ini digunakan pereaksi Kaufmann yangterdiri dari campuran 5,2
ml larutan brom murni didalam 1000 ml methanol dan dijenuhkan dengan natrium
bromide. Contoh yang telah ditimbang dilarutkan dalam 10 ml kloroform
kemudian ditambahkan 25 ml pereaksi. Di dalam pereaksi ini, natrium bromide
akan mengendap. Reaksi dilakukan di tempat yang gelap. Larutan ini dititrasi
dengan larutan natrium thiosulfat 0,1 N dengan indikator larutan pati. Blanko
dikerjakan dengan cara yang sama.
Pada cara Von Hubl dugunakan pereaksi yang terdiri dari larutan 25 gram
iod di dalam 500 ml etanol dan larutan 30 gram merkuri klorida di dalam 500 ml
etanol. Kedua larutan ini baru dicampurkan jika akan dipergunakan, dan tidak
boleh berumur lebih dari 48 jam. Pereaksi ini mempunyai reaktivitas yang lebih
kecil dibandingkan dengan cara-cara lainnya, sehingga membutuhkan waktu
reaksi selama 12 sampai 14 jam.
C. Cara Wijs
Pembuatan Larutan Wijs

Pereaksi Wijs yang terdiri dari larutan 16 gram iod monoklorida dalam
1000 ml asam asetat glasial. Cara lain yang lebih baik untuk membuat larutan ini
yaitu dengan melarutkan 13 gram iod dalam 1000 ml asam asetat glasial,
kemudian dialirkan gas klor sampai terlihat perubahan warna yang menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

21

bahwa jumlah gas klor yang dimasukkan sudah cukup. Pembuatan larutan ini agak
sukar, dan bersifat tidak tahan lama: Larutan ini sangat peka terhadap cahaya,
panas, dan udara, sehigga harus disimpan di tempat yang gelap, sejuk dan tertutup
rapat.
Prosedur:

Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak 0,1-0,5 gram di
dalam Erlenmeyer 500 ml yang bertutup, kemudian ditambahkan 20 ml karbon
tetraklorida sebagai pelarut. Ditambahkan 25 ml larutan wijs dengan pipet, dengan
kelebihan volume pereaksi sekitar 50-60 persen. Dengan cara yang sama dibuat
juga larutan blanko. Erlenmeyer disimpan di tempat gelap pada suhu 25º ± 5ºC
selama 30 menit.Akhirnya ditambahkan 20 ml larutan kalium iodide 15 persen
dan 100 ml air.Kemudian, botol ditutup serta dikocok dengan hati-hati. Titrasi
dilakukan dengan larutan natrium thiosulfat 0,1 N dengan menggunakan indikator
larutan pati.( Ketaren.S,1986)

a.

Titrasi Iodometri
Titrasi Iodometri dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2

yang dititrasi itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat
agak tua, menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning-muda, dan seterusnya, sampai
akhirnya lenyap. Namun lebih mudah dan lebih jelas bila ditambahkan amilum ke
dalam larutan sebagai indikator.Amilum dengan I2 membentuk suatu kompleks
berwarna biru tua yang masih sangat jelas sekalipun I2 sedikit sekali.Pada titik
akhir titrasi, iod yang terikat itu pun hilang bereaksi dengan titran sehingga warna
biru lenyap mendadak dan perubahan warnanya tampak sangat jelas. Penambahan

Universitas Sumatera Utara

amilum ini harus menunggu sampai mendekati titik akhir titrasi ( bila iod sudah
tinggal sedikit yang tampak dari warnanya yang kuning-muda). Maksudnya ialah
agar amilum tidak membungkus iod dan menyebabkannya sukar lepas kembali.
Hal itu akan berakibat warna biru sulit sekali lenyap sehingga titik akhir titrasi
tidak kelihatan tajam lagi. Bila iod masih banyak sekali bahkan dapat
menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada
titik akhir. (Harjadi,1993).

Universitas Sumatera Utara