Pengaruh Motivasi Dan Kemampuan Terhadap Kinerja Perawat Di Rumah Sakit Umum Tanjung Pura Langkat Sumatera Utara Tahun 2012

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Motivasi

2.1.1. Pengertian Motivasi
Menurut Hasibuan (1996) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang
menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mau bekerja sama, bekerja efektif dan
terintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai kepuasaan kerja. Sedangkan
Manulang (1980) mengatakan bahwa motivasi merupakan suatu faktor yang
mendorong karyawan untuk melakukan tindakan tertentu yang mengarah pada suatu
tujuan tertentu.
Motivasi adalah suatu kekuatan potensial yang ada di dalam diri seorang
manusia, yang dapat dikembangkan sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah
kekuatan luar yang pada intinya berkisar sekitar imbalan moneter dan imbalan
nonmoneter yang dapat memengaruhi hasil kinerja secara positif atau secara negatif,
hal mana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan
(Winardi, 2007). Motivasi dapat memengaruhi dalam melakukan sesuatu yang
diinginkan atau melaksanakan tugas sesuai aturannya (Martoyo, 2004).

As'ad (1987) mendefinisikan motivasi sebagai keinginan seseorang yang
mendorong untuk beraktivitas karena berharap akan membawa pada keadaan yang
lebih memuaskan daripada keadaan sekarang. Dengan motivasi orang akan terdorong
untuk bekerja keras demi tercapainya tujuan yang diinginkan serta menggunakan

Universitas Sumatera Utara

keahlian dan kemampuan yang dimiliki untuk mencapainya (Mc. Clelland dalam
Gibson, dkk 1990).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi
merupakan alat penggerak bagi seseorang untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Dalam konteks pekerja atau karyawan motivasi berguna untuk menggerakkan
seseorang agar sukarela melakukan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi
secara optimal.
Proses timbulnya motivasi sendiri merupakan suatu keadaan dimana orang
berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannnya yang tidak terpenuhi sehingga
menyebabkan orang akan mencari jalan untuk mengurangi ketegangan yang
disebabkan oleh kekurangan-kekurangannya. (Suwarto, 1991). Seseorang termotivasi
dalam pekerjaan apabila ada kerelaan untuk berusahan seoptimal mungkin dalam
pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk

memuaskan beberapa kebutuhan individu (Robbins, dalam Hasibuan 1996).
2.1.2. Usaha-usaha untuk Membangkitkan Motif
Gibson (1997) menyatakan bahwa agar sesuatu usaha memberikan hasil yang
efektif maka diperlukan adanya motif yang kuat. Beberapa usaha untuk
membangkitkan dan memperkuat motivasi:
a.

Kompetisi atau persaingan, kompetisi sebenarnya memperbandingkan prestasi
dan berusaha mengatasi sesuatu. Self Competition adalah kompetisi dengan
prestasi sendiri, berusaha memperbaiki prestasi yang telah dicapai sebelumnya
dengan prestasi orang lain.

Universitas Sumatera Utara

b.

Pace maker, goal atau tujuan dari sesuatu perbuatan bermotif sering kali sangat
jauh. Untuk mencapai tujuan yang jauh itu sering kali individu merasa malas atau
kurang motivasi. Maka untuk membangkitkan motivasi, tujuan yang jauh
tersebut perlu didekatkan dengan memperincinya menjadi tujuan sementara yang

dekat. Tujuan-tujuan sementara ini merupakan “Pace Maker”.

c.

Tujuan yang jelas, motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin
jelas suatu tujuan makin besar motifnya.

d.

Minat yang besar, motif akan timbul bila individu mencapai minat yang besar.
Makin besar minat makin kuat motif untuk mencapai tujuan.

e.

Kesempatan untuk sukses, sukses dapat menimbulkan rasa puas, rasa senang dan
kepercayaan kepada diri sendiri. Kegagalan dapat memberikan efek sebaliknya.
Agar motif seseorang besar maka ia harus diberi kesempatan untuk sukses atau
mengetahui sukses yang diperolehnya.

2.1.3. Model Motivasi

Model motivasi dibagi menjadi tiga yaitu:
1) Model Tradisional
Menurut Fredyck Taylor, bahwa para manajer mendorong atau memotivasi
para pekerja agar lebih banyak berproduksi dengan cara memberikan imbalan berupa
upah atau gaji yang semakin meningkat.
2) Model Hubungan Manusia
Elton Mayo dan peneliti hubungan manusia lainnya bahwa kontrak-kontrak
sosial atau hubungan kemanusiaan dengan karyawan.

Universitas Sumatera Utara

3) Model Sumber Daya Manusia
Bahwa para pekerja termotivasi oleh banyak faktor, tidak hanya uang atau
keinginan untuk berprestasi dan mendapat pekerjaan yang berarti.
2.1.4. Teori-teori Motivasi
Teori-teori motivasi antara lain:
1) Teori Kepuasan
Teori ini berdasarkan pendekatan pada faktor-faktor kebutuhan dan kepuasaan
individu yang mendorong seseorang dalam bertingkah laku. Mereka mencoba untuk
menentukan kebutuhan-kebutuhan spesifik yang memotivasi orang. Teori ini

memusatkan diri pada kebutuhan individu didalam menjelaskan kepuasan kerja,
perilaku kerja dan sistem imbalan. Teori ini menyatakan, bahwa defisiensi kebutuhan
di dalam diri individu memacu suatu respon perilaku.
Beberapa teori kepuasaan (content theory) yang terkenal antara lain :
a. Teori motivasi klasik oleh F.W. Taylor
Teori motivasi klasik atau teori kebutuhan tunggal yang dikemukakan oleh
F.W Taylor beranggapan bahwa seorang pekerja termotivasi hanya untuk memenuhi
kebutuhan biologis saja. Kebutuhan biologis disini diartikan sebagai kebutuhan yang
diperlukan untuk keberlangsungan hidup seseorang.
b. Teori hirarki Maslow
Maslow (1943) berpendapat bahwa seseorang termotivasi bukan hanya untuk
memenuhi kebutuhan biologis saja tetapi juga psikologis baik materil dan
nonmaterial. Ada lima kebutuhan dasar yang harus dipenuhi seseorang agar tercapai

Universitas Sumatera Utara

suatu kepuasaan. Kebutuhan tersebut antara lain, kebutuhan fisiologis, keamanan dan
keselamatan, afiliasi dan penerimaan, harga diri, dan yang terakhir kebutuhan
aktualisasi diri.
c. Teori motivasi dua faktor Herzberg

Hezberg mengemukakan ada dua faktor yang memengaruhi seseorang dalam
melaksanakan pekerjaan yaitu, hygienes factors dan motivation factors. Hygienes
faktor adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia
yang ingin memperoleh kepuasaan jasmani. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan
yang berlangsung terus menerus. Faktor-faktor pemeliharaan kesehatan ini meliputi
gaji, kondisi kerja, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, dan lain
sebagainya.

Hilangnya

faktor-faktor

ini

dapat

menyebabkan

timbulnya


ketidakpuasaan dan absennya karyawan bahkan berhenti bekerja.
Sedangkan motivator factors adalah faktor motivator yang menyangkut
kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan
pekerjaan. Faktor ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi secara
langsung yang berkaitan dengan pekerjaan.
Antara faktor pemuas (motivation factors) yang disebut dengan satisfier atau
intrinsic motivation yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing
orang dengan faktor pemeliharaan kesehatan (hygienes factors) yang disebut juga
dissatisfiers atau ekstrinsic motivation yaitu daya dorong yang datang dari luar diri
individu saling terkait satu dengan yang lainnya. Kedua faktor ini harus dapat
dipenuhi.

Universitas Sumatera Utara

Seorang pekerja yang terdorong secara intrinsic akan menyenangi
pekerjaannya dan memaksimalkan penggunaan kreativitas dan inovasinya, bekerja
dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Sebaliknya,
pekerja yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada
apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada
perolehan hal-hal yang diinginkannya dalam organisasi (Siagian, 2003).

Menurut Herzberg faktor ekstrinsik atau dissatisfiers tidak berkaitan dengan
minat pekerja dalam performa kerja tetapi dapat menjadi sumber ketidakpuasan
potensial. Sedangkan faktor intrinsik atau satisfiers merupakan faktor yang
mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi (Hasibuan, 1996).
d. Teori kebutuhan Mc Cleland
Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan yang memotivasi seseorang. Ketiga hal
tersebut adalah kebutuhan akan prestasi (need for achievement), kebutuhan akan
kekuasaan (need for power), dan kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation).
Kebutuhan akan prestasi diartikan sebagai daya penggerak yang memotivasi
semangat kerja seseorang dalam mengembangkan kreativitas dan mengarahkan
semua kemampuan serta energy yang dimiliki guna mencapai prestasi kerja yang
maksimal. Dengan prestasi yang tinggi maka seseorang dapat menghasilkan
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Kebutuhan akan kekuasaan merupakan daya penggerak seseorang untuk
mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang
terbaik. Dengan kekuasaan seseorang dapat mengendalikan orang lain. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

menjadi nilai daya gerak yang sangat besar. Yang terakhir adalah kebutuhan akan

afiliasi yaitu daya gerak yang mendorong seseorang untuk diakui atau diterima oleh
orang lain serta perasaan dihormati.
2) Teori Motivasi Proses
Teori ini mengacu kepada bagaimana pimpinan dapat memotivasi pekerjanya
agar mau melakukan pekerjaan sesuai dengan tujuan organisasi. Beberapa teori
motivasi proses antara lain:
a. Teori Harapan (expectancy theory)
Dikemukan pertama sekali oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa
kekuatan yang memotivasi manusia untuk bekerja giat dalam pekerjaannya
tergantung hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari
hasil pekerjaan. Motivasi terbentuk karena adanya harapan, nilai dan instrument.
b. Teori Keadilan (equity theory)
Keadilan merupakan daya penggerak seseorang karena semua individu
mendambakan keadilan. Dalam hal pekerjaan, karyawan menuntut adanya keadilan di
segala bidang. Misalnya gaji yang diterima dengan beban pekerjaan. Apabila
karyawan telah mendapatkan keadilan dalam bekerja maka mereka akan
meningkatkan produktivitas kerjanya.
Manusia sebagai karyawan yang menjadi sumber daya manajemen yang
sangat penting harus dapat dimanfaatkan secara cermat, efektif dan utuh. Oleh karena
itu, perusahaan mengupayakan agar tenaga kerja yang ada dapat bekerja sesuai

dengan bidang dan keahliannya. Suatu perusahaan akan berjalan lancar apabila para

Universitas Sumatera Utara

karyawan ikut serta dalam meningkatkan perusahaan dan tentunya perusahaan akan
berusaha memberikan atau memenuhi kebutuhan para karyawan yang ikut serta
memajukan perusahaan.
Berdasarkan pemaparan tentang berbagai teori motivasi maka diketahui
bahwa motivasi merupakan daya penggerak seseorang dalam mencapai suatu tujuan.
Dalam penelitian ini mengacu kepada teori dua faktor yang dikemukakan oleh
Herzberg. Adapun alasan dipilihnya teori Herzberg berdasarkan dari beberapa
penelitian terdahulu yang menghubungkan motivasi dengan kinerja karyawan. Selain
itu teori ini berlaku mikro untuk seluruh pekerja yang berhubungan dengan kebutuhan
dengan performa pekerjaan.
2.1.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi
Ada dua faktor yang memengaruhi motivasi yaitu faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Faktor intrinsik disebut juga motivasi subjektif yang berasal dari dalam
diri individu itu sendiri dengan pekerjaannya. Faktor ini sering juga disebut job
content factor meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh
pengakuan, memperoleh tanggung jawab yang lebih besar, dan memperoleh

kedudukan melalui promosi jabatan. Sejauh mana hal tersebut dapat dipenuhi secara
positif maka sejauh itu pula motivasi yang timbul dari diri individu.
Dalam teori Herzberg faktor intrinsik disebut juga sebagai satisfiers. Faktor
ini meliputi:

Universitas Sumatera Utara

1. Tanggung jawab (responsibility)
Yaitu perasaan seseorang untuk diakui sebagai orang yang berpotensi.
Pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul
tanggung jawab yang lebih besar
2. Prestasi yang diraih (achievement)
Setiap individu menginginkan keberhasilan dalam setiap aktivitas yang
dijalani. Pencapaian keberhasilan dalam pekerjaan akan menggerakkan setiap
orang untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya.
3. Pengakuan orang lain (recognition)
Pengakuan terhadap prestasi merupakan daya dorong yang cukup ampuh,
bahkan melebihi kepuasaan yang didapat dari kompensasi.
4. Pekerjaan itu sendiri (the work it self)
Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pekerja untuk performa
tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai
sesuatu, menarik, menantang akan memberikan motivasi yang tinggi bagi
pekerja untuk berforma baik.
5. Kemungkinan pengembangan (the possibility of growth)
Karyawan yang diberikan kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya
akan menimbulkan motivasi yang tinggi dan mendorongnya untuk bekerja
lebih giat.

Universitas Sumatera Utara

6. Kemajuan (advancement)
Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pegawai
dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya
promosi ke jenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk
meningkatkan pengalaman dalam bekerja. Pengembangan potensi diri akan
menjadi motivasi kuat bagi pekerja untuk bekerja lebih baik.
Sedangkan faktor ekstrinsik atau disebut juga faktor objektif. Faktor ini
memengaruhi motivasi karena adanya harapan-harapan dari luar diri individu. Dalam
teori Herzberg faktor ekstrinsik ini berhubungan dengan dissatisfiers antara lain:
1. Gaji
Kompensasi atau gaji merupakan suatu kekuatan bagi pekerja untuk
meningkatkan produktivitas. Kompensasi yang realistis akan memotivasi
pegawai dengan baik.
2. Keamanan dan keselamatan kerja
Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja.
3. Kondisi kerja
Kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh peralatan
yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam bekerja.

Universitas Sumatera Utara

4. Hubungan kerja
Untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh suasana
atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun atasan
dengan bawahan.
5. Prosedur perusahaan
Keadilan dan kebijaksanaan dalam menghadapi pekerja, serta pemberian
evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh
terhadap motivasi pekerja.
6. Status
Yaitu posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan
kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain. Status pekerja
memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja ditentukan oleh
klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa yang diberikan dan lokasi kerja yang
dapat menunjukkan status sosialnya.
2.1.6. Prinsip-prinsip dalam Motivasi Kerja Pegawai
Mangkunegara (2002) berpendapat bahwa terdapat beberapa prinsip dalam
memotivasi kerja pegawai yaitu:
a.

Prinsip Partisipatif, dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan
kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh
pimpinan.

Universitas Sumatera Utara

b.

Prinsip Komunikasi, pimpinan mengkomunikasikan segala sesuatu yang
berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas,
pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

c.

Prinsip mengakui andil bawahan, pimpinan mengakui bahwa bawahan (pegawai)
mempunyai andil didalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut,
pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

d.

Prinsip pendelegasian wewenang, pemimpin akan memberikan otoritas atau
wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil
keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang
bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh
pimpinan.

e.

Prinsip memberi perhatian, pimpinan memberikan perhatian terhadap apa yang
diinginkan pegawai bawahannya, dan bawahannya akan termotivasi bekerja
sesuai dengan harapan pimpinan.

2.2. Kemampuan
2.2.1. Definisi Kemampuan
Davis (2002) mendefinisikan kemampuan sebagai karakteristik stabil yang
berkaitan dengan kemampuan maksimum fisik dan mental seseorang. Menurut Zain
dalam Yusdi (2010) mengartikan bahwa kemampuan adalah kesanggupan,
kecakapan, kekuatan seseorang berusaha dengan diri sendiri. Sedangkan Sinaga dan
Hadiati (2001) mendefenisikan kemampuan sebagai suatu dasar seseorang yang

Universitas Sumatera Utara

dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan secara efektif atau sangat
berhasil. Sementara itu, Robbin (2007) kemampuan berarti kapasitas seseorang
individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. lebih lanjut Robbin
menyatakan bahwa kemampuan (ability) adalah sebuah penilaian terkini atas apa
yang dapat dilakukan seseorang. Kemampuan kerja sendiri didefinisikan sebagai
kapasitas individu dalam menyelesaikan berbagai tugas dalam sebuah pekerjaan
(Muchlas, 2008).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
(Ability) adalah kecakapan atau potensi seseorang individu untuk menguasai keahlian
dalam melakukan atau mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan atau suatu
penilaian atas tindakan seseorang. Semakin baik kemampuan individu dalam bidang
pekerjaannya maka akan berdampak positif terhadap hasil kinerjanya.
2.2.2. Klasifikasi Kemampuan
Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua
perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Lebih lanjut
Robbins (2007), mengatakan kemampuan intelektual adalah kemampuan yang
diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Sedangkan kemampuan fisik adalah
kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas yang menuntut
stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan serupa.
Muchlas (2008) membagi kemampuan karyawan menjadi tiga yaitu
kemapuan intelektual, kemampuan emosional dan kemampuan fisik. Kemampuan
intelektual adalah kemampuan seseorang dalam menunjukkan aktivitas-aktivitas

Universitas Sumatera Utara

mental. Kemampuan ini dapat diketahui dengan tes IQ. IQ (kecerdasan) yang tinggi
bukan syarat untuk semua jenis pekerjaan. Pada kenyataannya banyak jenis pekerjaan
yang tidak memerlukan persyaratan perilaku khusus, terutama untuk pekerjaanpekerjaan yang rutin. Dan IQ yang tinggi tidak berhubungan dengan prestasi kerja.
Kemampuan emosional merupakan kemampuan seorang karyawan dalam
mengelola perasaan emosinya sedemikian rupa sehingga terekspresikan secara tepat
dan efektif yang memungkinkan orang bekerja sama dengan lancer menuju tujuan
bersama. Dari hasil penelitian menunjukkan IQ menempati posisi kedua setelah
kecerdasan emosi dalam menetukan peraihan prestasi puncak (Goleman dalam
Muchlas 2008). Instrument untuk mengukur kecerdasan emosional harus memberi
perhatian pada kualitas pribadi seperti inisiatif, empati, adaptabilitas, dan kemampuan
persuasi.
Sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang berkaitan dengan
stamina tubuh, koordinasi atau keseimbangan tubuh, kekuatan, kecepatan, kelenturan
atau fleksibilitas tubuh dalam menyelesaikan aktivitas pekerjaan. Kemampuan fisik
ini terutama penting pada pekerjaan-pekerjaan rutin.
2.2.3. Kesesuaian Antara Kemampuan dan Pekerjaan
Setiap jenis pekerjaan memiliki tuntutan kemampuan terhadap pekerjanya
demikian pula setiap pekerja memiliki kemampuan kerja yang berbeda-beda. Prestasi
kerja akan meningkat dengan sendirinya apabila ada kesesuaian antara kemampuan
dengan jenis pekerjaannya.

Universitas Sumatera Utara

Oleh karena itu kebutuhan akan kemampuan karyawan baik intelektual,
emosional maupun fisik perlu diperjelas sehingga karyawan dapat menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik sehingga dapat mencapai tujuan organisasi. Ketiga faktor
tersebut perlu diperhatikan oleh setiap manajer. Kemampuan kerja yang baik dapat
meningkatkan kinerja karyawan yang berdampak positif bagi institusi.

2.3. Kinerja
2.3.1. Definisi Kinerja
Menurut Ilyas (2002) kinerja adalah penampilan karya personal baik kualitas
maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan
individu maupun kelompok kerja personal. Menurut Mangkunegoro (2002) kinerja
(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawabnya
yang diberikan kepadanya.
Kinerja perawat adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat dalam
suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungawabnya masingmasing,tidak melanggar hukum,aturan serta moral dan etika, dimana kinerja yang
baik dapat memberikan kepuasan pada pengguna jasa (Yacobales,1997).

2.4.

Model Teori Kinerja
Menurut Ilyas (2002), untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kinerja

personal dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada tiga
kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kinerja dan kerja yaitu :

Universitas Sumatera Utara

a.

Variabel individu, dikelompokkan pada sub variabel kemampuan, latar belakang
dan geografis. Sub variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor
utama yang memengaruhi perilaku dan kinerja. Sedangkan variabel geografis
mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.

b.

Variabel psikologis, terdiri dari sub variabel persepsi, sikap, kepribadian belajar
dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial,
pengalaman kerja sebelumnya dan variabel geografis. Variabel psikologis
merupakan variabel yang komplek dan sulit diukur dan sukar mencapai
kesepakatan karena seseorang individu masuk dan bergabung dalam organisasi
kerja pada usia, etnis, latar belakang dan ketrampilan berbeda satu dengan
lainnya.

c.

Varibel organisasi, berefek tidak langsung terhadap perilaku kinerja individu
yang digolongkan dalam sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan,
struktur dan desain pekerjaan. Sub variabel imbalan berpengaruh untuk
meningkatkan motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung akan
meningkatkan kinerja individu.
Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi perilaku kerja yang pada

akhirnya berpengaruh pada kerja personal. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja
adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk
mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.

Universitas Sumatera Utara

2.5.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja
Mangkunegoro (2002) menyebutkan faktor yang memengaruhi pencapaian

kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
a. Faktor kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang
memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110 -120) dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pelajaran sehari-hari, maka ia akan lebih
mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu
ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
b. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi
situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri
pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental
merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai
prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental
yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya,
seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan, dan target
kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptkan situasi kerja.
Suyanto (2008) menyatakan ada beberapa tekhnik untuk memotivasi bawahan
yaitu: 1) Bersikap baik (the be good approach) dengan cara menciptakan kondisi
kerja yang baik seperti tunjangan,gaji dan bonus yang tinggi. 2) Menggunakan

Universitas Sumatera Utara

kekerasan (the strong approach) yaitu pemimpin memberikan wewenangnya untuk
menekan bawahan. 3) Perundingan implisit (implicit bergaining) melalui perundingan
antara bawahan dan atasan terhadap hasil kerja yang dicapai sesuai dengan imbalan
yang akan diberikan. 4) Kompetisi (competition) yaitu diberikan kesempatan pada
seseorang

untuk

melakukan

pekerjaannya

sebaik

mungkin

sesuai

dengan

kemampuannya. 5) Internalisasi (internalized motivation) yaitu pertimbangan
terhadap ketrampilan, kebebasan, perhatian dan percaya diri yang dimiliki.
Menurut

Handoko

(2001)

menyatakan

bahwa

faktor-faktor

yang

memengaruhi kinerja karyawan adalah motivasi, kepuasan kerja, tingkat stres,
kondisi fisik pekerjaan, sistem kompetisi, desain pekerjaan,dan aspek ekonomi. Di
tambah lagi supervisi dan kapasitas pekerjaan atau beban kerja juga dapat
memengaruhi kinerja karyawan. Menurut Suyanto (2008), Supervisi merupakan
segala bantuan dari pimpinan/penanggung jawab kepada perawat yang ditujukan
untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai tujuan asuhan
keperawatan. Selain itu,perawat pelaksana akan mendapat dorongan positif sehingga
mau belajar dan meningkatkan kemampuan profesionalnya. Dengan kemauan belajar,
secara tidak langsung akan meningkatkan kinerja perawat. sedangkan kapasitas
pekerjaaan adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing pekerjaan dalam
jangka waktu tertentu (Irwandy, 2007 dalam Wirnata, 2009).
Selain itu karakteristik perawat juga dapat memengaruhi kinerja. Karakeristik
itu antara lain:

Universitas Sumatera Utara

a. Umur
Umur adalah usia perawat yang secara garis besar menjadi indikator dalam
setiap mengambil keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya(Berg,1996),
dengan semakin banyaknya umur maka dalam menerima sebuah pekerjaan akan
semakin bertanggungjawab dan berpengalaman.
b. Pendidikan
Perawat sebagai bagian penting rumah sakit dituntut memberikan perilaku
yang baik dalam rangka membantu pasien mencapai kesembuhan. Pendidikan
seorang perawat yang tinggi akan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
Pengembangan pendidikan formal keperawatan saat ini terutama ditujukan untuk
menumbuhkan serta membina sikap dan tingkah laku professional serta
membutuhkan dan membina landasan etik keperawatan yang kokoh dan mantap
(Ma’rifin,dalam Hamid, 1995).
c. Masa kerja
Masa kerja merupakan lama kerja seorang perawat yang bekerja dirumah sakit
dari mulai awal bekerja sampai dengan seorang perawat berhenti bekerja (Ismani,
2001).

2.6.

Penilaian Kinerja
Menurut Simamora (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah

prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja
memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam

Universitas Sumatera Utara

menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya.
Sedangkan menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis
tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan
dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan
proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang,
meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.
Rivai (2005), mengemukakan pada dasarnya ada 2 (dua) model penilaian
kinerja:
1.

Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu
(a) Skala Peringkat (Rating Scale)
Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam
penilaian prestasi, dimana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian
yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu,
mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)
Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam
tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilaiaan hanya perlu kata
atau pertanyaan yang menggambarkan karakteristik dan hasil kerja
karyawan.

Keuntungan

dari

checklist

adalah

biaya

yang

murah,

pengurusannya mudah, penilaian hanya membutuhkan pelatihan yang
sederhana dan distandarisasi.

Universitas Sumatera Utara

(c) Metode dengan Pilihan Terarah
Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi
subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan
ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah
penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan
deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.
(d) Metode Peristiwa Kritis
Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait
langsung dengan pekerjaannya.
(e) Metode Catatan Prestasi
Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan
penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para professional,
misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan
aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.
(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored
Rating Scale = BARS )
Penggunaan metode ini menuntut diambilnya 3 (tiga) langkah, yaitu:
1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja
2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat
3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku
karyawan yang dinilai dengan jelas.

Universitas Sumatera Utara

(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)
Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM.
Spesialis

SDM

mendapat

informasi

dari

atasan

langsung

perihal

karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.
(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)
Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang
menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan
mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian
praktik yang langsung diamati oleh penilai.
(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)
Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan
karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.
2.

Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan
a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)
Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri
dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan
dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek
perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.
b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)
Merupakan suatu bentuk penilaian dimana karyawan dan penyelia bersamasama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja
karyawan secara individu di waktu yang akan datang.

Universitas Sumatera Utara

c. Penilaian dengan Psikolog
Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi,
diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.
Sedangkan Wether dan Davis (1996), perlu dirumuskan batasan atau faktorfaktor penilaian kinerja atau prestasi kerja sebagai berikut:
1. Performance, keberhasilan atau pencapaian tugas dalam jabatan.
2. Competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan tuntutan
jabatan.
3. Job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku atau mentalitas yang
mendukung peningkatan prestasi kerja.
4. Potency, kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan

2.7.

Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Simamora (2004), tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam

tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan.
a. Tujuan Evaluasi
Melalui pendekatan evaluative, dilakukan penilaian kinerja masa lalu seorang
karyawan. Evaluasi yang digunakan untuk menilai kinerja adalah rating
deskriptif. Hasil evaluasi digunakan sebagai data dalam mengambil
keputusan-keputusan

mengenai

promosi

dan

kompensasi

sebagai

penghargaan atas peningkatan kinerja karyawan.

Universitas Sumatera Utara

b. Tujuan Pengembangan
Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan
di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja
mendorong perbaikan karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.

2.8.

Manfaat Penilaian Kinerja
Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997), yaitu:

1.

Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian
karyawan secara maksimum.

2.

Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan.

3.

Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

4.

Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka
menilai kinerja mereka.

5.

2.9.

Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan.

Kinerja Perawat Pelaksana
Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat professional melalui

kerja sama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam
memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan
tanggung jawabnya (Nursalam, 2007). Praktik keperawatan professional mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

a. Otonomi dalam bekerja
b. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat
c. Pengambilan keputusan yang mandiri
d. Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain
e. Pemberian Pembelaan (advocacy)
f. Memfasilitasi kepentingan pasien
Terbentuknya keperawatan sebagai suatu bidang profesi dapat terus
dikembangkan dan terintegrasi sepenuhnya dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan.
Pelayanan keperawatan rawat inap merupakan kegiatan dilakukan di ruang rawat inap
dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan
serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan
utama sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan kode etik profesi
keperawataanya (Nursalam, 2007).

2.10.

Asuhan Keperawatan

2.10.1. Pengertian Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi
tentang status kesehatan klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang
dilakukan perawat. Konsorsium ilmu kesehatan kelompok kerja keperawatan (1992),
mendefinisikan asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiataan
pada praktek keperawatan yang langsung di berikan pada klien,pada bagian tatanan
pelayanan kesehatan yang terdiri dari 5 (lima) komponen.

Universitas Sumatera Utara

2.10.2. Tahap-tahap Asuhan Keperawatan
Menurut Nursam (2007) dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan
kepada pasien (klien), digunakan standart praktek keperawatan yang merupakan
pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standart praktik
keperawatan telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia yang
mengacu pada tahapan proses keperawatan,yang meliputi :
a. Pengkajian Asuhan Keperawatan
Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses
keperawatan secara keseluruhan (Gaffar,1999)Data di kumpulkan dan diorganisir
secara sistematis,serta dianalisa untuk menentukan masalah keperawatan pasien, Data
pada pengkajian diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan fisik, observasi,
pemeriksaan riwayat kesehatan, pemeriksaan laboratorium, maupun pemeriksaan
diagnostik lain.Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi (Nursalam 2007):
1). Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnese,observasi,pemeriksaan fisik,
serta dari pemeriksaan penunjang.
2). Sumber data adalah klien,keluarga,atau orang yang terkait, tim kesehatan,rekam
medik,dan catatan lain.
3). Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:
i.

Status kesehatan klien masa lalu.

ii.

Status kesehatan klien saat ini.

iii. Status biologis,psikologis,sosial,spiritual.

Universitas Sumatera Utara

iv. Respon terhadap terapi.
v. Harapan terhadap tingkat kesehatan.
vi. Risiko-risiko tinggi masalah.
4). Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (Lengkap, Akurat, Relevan
dan Baru).
b. Diagnosa Asuhan Keperawatan
Diagnosa asuhan keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau
masalah kesehatan aktual atau potensial serta penyebabnya (Gaffar 1999). Tahap
diagnosa ini adalah tahap pengambilan keputusan pada proses keperawatan yang
meliputi identifikasi apakah masalah klien dapat dihilangkan, dikurangi atau dirubah
masalahnya

melalui

tindakan

keperawatan.

Untuk

merumuskan

Diagnosa

Keperawatan maka perawat menganalisis data pengkajian (Nursalam 2007).
Kriteria Proses meliputi:
1) Proses diagnosa terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien,
dan perumusan diagnosa keperawatan.
2) Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala,
atau terdiri atas masalah dan penyebab.
3) Bekerja sama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi
diagnosis keperawatan.
4) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.

Universitas Sumatera Utara

c. Rencana Asuhan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa asuhan keperawatan maka perlu dibuat
perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilagkan, dan mencegah masalah
keperawatan klien (Gaffar 1999)
Perawat membuat rencana tindakan asuhan keperawatan untuk mengatasi
masalah dan meningkatkan kesehatan klien (Nursalam 2007) Kriteria proses meliputi:
1) Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan dan rencana
tindakan keperawatan.
2) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.
3) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.
4) Mendokumentasikan rencana keperawatan.
d.

Pelaksanaan (Implementasi) Asuhan Keperawatan.
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana

asuhan keperawatan (Nursalam 2007) kriteria proses meliputi :
1) Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan .
2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.
4) Memberikan

pendidikan

pada

klien

dan

keluarga

mengenai

konsep,

keterampilan, asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang
digunakan.
5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperwatan berdasarkan
respon klien.

Universitas Sumatera Utara

e. Evaluasi Asuhan Keperawata.
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawatan
yaitu: terhadap asuhan keperawatan yang di berikan. Hal-hal yang di evaluasi adalah
kekuatan, kelengkapan, kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien

dan

pencapaian mutu serta kecepatan intervesi keperawatan(Gaffar 1999)
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam
mencapai tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanan (Nursalam 2007).
Kriteria proses mellputi :
1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensip, tepat
waktu dan teru menerus.
2) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan
kearah pencapaian tujuan,
3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.
4) Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodivikasi rencana asuhan
keperawatan
5) Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

2.11.

Landasan Teori
Gray dalam Winardi (2007) menyatakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh

banyak faktor, namun faktor yang paling memengaruhi kinerja adalah variabel
motivasi dan kemampuan. Berdasarkan teori Gray maka salah satu variabel yang
dapat memengaruhi kinerja perawat adalah motivasi dan kemampuan.

Universitas Sumatera Utara

Herzberg dalam Gibson (1997) mengklasifikasikan motivasi terdiri atas:
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang
berfungsi tanpa rangsangan dari luar, karena timbul dalam diri individu tersebut,
sudah ada dorongan untuk melakukan tindakan, atau disebut juga dengan satisfiers
yang meliputi tanggung jawab, prestasi yang diraih, pengakuan orang lain, pekerjaan
itu sendiri, kemungkinan pengembangan dan kemajuan yang didapat dalam bekerja.
Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berfungsi karena disebabkan oleh adanya
faktor pendorong dari luar diri individu atau disebut juga dissatisfiers atau diartikan
sebagai ketidakpuasaan. Ketidakpuasan tersebut meliputi gaji, keamanan dan
keselamatan kerja, kondisi kerja, hubungan kerja prosedur perusahaan dan status. Hal
tersebut menjadi motivasi di luar diri pekerja untuk memenuhinya.
Sedangkan kemampuan adalah kapasitas individu untuk melakukan beragam
tugas dalam pekerjaannya sebagai perawat. Kemampuan perawat dilihat dari tiga
aspek yaitu kemampuan intelektual, kemampuan emosional dan kemampuan fisik
(Robbins, 2006).
Dengan demikian, apabila dalam diri setiap perawat terdapat motivasi dan
kemampuan yang baik tentunya akan memberi kekuatan bagi perawat dalam
meningkatkan kinerja. Dalam penelitian ini kinerja mengacu kepada teori Werther
dan Davis (1996) yaitu (a) performance, keberhasilan atau pencapaian tugas dalam
jabatan, (b) competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan
tuntutan jabatan, (c) job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku atau
mentalitas yang mendukung peningkatan prestasi kerja, dan (d) potency, kemampuan

Universitas Sumatera Utara

pribadi yang dapat dikembangkan. Penggunaan teori ini lebih relevan dengan kondisi
rumah sakit. Kinerja perawat dalam penelitian ini mengacu kepada asuhan
keperawatan sesuai dengan tupoksi perawat.
Adapun landasan teori dirangkum seperti berikut :
Motivasi :
1. Kepuasaan
a. Tanggung jawab
b. Prestasi yang diraih
c. Pengakuan orang lain
d. Pekerjaan itu sendiri
e. Kemungkinan
pengembangan
f. Kemajuan
2. Ketidakpuasan
a. Gaji
b. Keamanan dan
keselamatan kerja
c. Kondisi kerja
d. Hubungan kerja
e. Prosedur perusahaan
f. Status

Kinerja perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan
1. Pengkajian
2. Diagnosi
3. Rencana tindakan
4. Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan
5. Evaluasi Tindakan
Keperawatan

Kemampuan :
1. Intelektual (IQ atau
kecerdasan)
2. Emosional (inisiatif, empati,
adaptabilitas, persuasi)
Gambar 2.1. Landasan Teori
Sumber : Modifikasi Herzberg, Robbin (2007), Muchlas (2008), Nursalam (2007)

Universitas Sumatera Utara

2.12. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian maka digambarkan kerangka konsep seperti
pada gambar 2.2 berikut :
Variabel Independen (X)

Variabel Dependen (Y)

Motivasi (X1)
Kinerja Perawat (Y)
Kemampuan (X2)

Gambar. 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara