Uji Potensi Pelarutan Fosfat Oleh Mikroba Yang Diisolasi Dari Tanah Bekas Kebakaran Hutan

TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Bekas Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan dan lahan dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan
pada sifat tanah. Sebagai suatu sistem dinamis tanah akan selalu mengalami
perubahan-perubahan yaitu pada sifat fisik, kimia, ataupun biologinya.
Perubahan-perubahan ini terutama karena pengaruh berbagai unsur iklim, tetapi
tidak sedikit pula yang dipercepat oleh tindakan atau perlakuan manusia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa struktur tanah juga akan mengalami kerusakan
karena kebakaran hutan. Terjadinya kebakaran hutan akan menghilangkan
vegetasi di atas tanah, apabila terjadi hujan maka hujan akan langsung mengenai
permukaan atas tanah, mendapatkan energi pukulan hujan lebih besar, karena
tidak lagi tertahan oleh vegetasi penutup tanah. Kondisi ini akan menyebabkan
rusaknya struktur tanah (Purbowaseso, 2004).
Kebakaran hutan merupakan perubahan keadaan bentuk suatu ekosistem
yang disebabkan karena adanya api. Secara sitematis kebakaran hutan
mempengaruhi keadaan tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Dampak
kebakaran hutan terhadap sifat fisik dan kimia tanah tergantung dari tipe tanah,
kandungan air tanah, intensitas dan durasi waktu kebakaran serta intensitas
timbulnya api (Murphy et al., 2006).
Bagi lahan hutan, abu hasil proses pembakaran terbukti dapat
meningkatkan pH tanah hutan yang umumnya bersifat masam. Di samping itu,

kandungan mineral yang tinggi dapat menjadi sumber nutrisi bagi tanaman yang
akan tumbuh diatasnya. Namun demikian, sumbangan nutrisi ini tidak

Universitas Sumatera Utara

berlangsung lama. Terlebih jika terjadi hujan yang membuat proses pencucian
mudah terjadi (Syaufina,2008).
Unsur Fosfor (P)
Setiap

tanaman

sedikitnya

membutuhkan

16

unsur


hara

agar

pertumbuhannya normal. Hara tersebut dapat berasal dari tanah maupun udara.
Salah satu hara yang berperan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan adalah fosfor karena termasuk hara makro esensial. Konsentrasi P
dalam tanaman umumnya antara 0,1% sampai 0,4%. Unsur P terdapat di seluruh
sel hidup tanaman yang menyusun jaringan tanaman seperti asam nukleat,
fosfolipida dan fitin (Tisdale et al., 1990).
Fosfor merupakan bagian integral tanaman di bagian penyimpanan
(storage) dan pemindahan (transfer) energi. Fosfor terlibat pada penangkapan
cahaya dari sebuah molekul klorofil. Begitu energi tersebut sudah tersimpan
dalam ADP (Adenosine Diphosphate) atau ATP (Adenosine Triphosphate), maka
akan digunakan untuk menjalankan reaksi-reaksi yang memerlukan energi, seperti
pembentukan sukrosa, tepung dan protein. Fosfor selalu diserap oleh tanaman
sebagai H2PO4-, HPO42-, dan PO43- yang terutama berada di dalam larutan tanah
(Indranuda, 2004).
Fosfat di dalam tanah terdapat dalam bentuk-bentuk fosfat anorganik dan
fosfat organik. Bentuk anorganiknya berupa senyawa-senyawa


Ca-fosfat,

Fe-fosfat dan Al-fosfat. Fosfor organik mengandung senyawa-senyawa yang
berasal dari tanaman dan mikroba dan tersusun dari asam nukleat, fosfolipid, dan
fitin. Materi organik yang berasal dari sampah tanaman mati dan membusuk kaya
akan sumber-sumber fosfor organik (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Ada hubungan yang erat antara konsentrasi fosfor di dalam larutan tanah
dengan pertumbuhan tanaman yang baik. Defisiensi fosfor selalu timbul akibat
dari terlalu rendahnya konsentrasi H2PO4- dan HPO42- di dalam larutan tanah.
Senyawa fosfor dalam bentuk larut yang dimasukkan ke dalam tanah untuk
mengatasi defisiensi fosfor cepat sekali mengendap dan terikat oleh matriks tanah.
Elemen fosfor di dalam tanah kebanyakan ada dalam keadaan tidak larut,
sehingga tidak mungkin masuk ke dalam sel-sel akar. Tetapi sebagai anion fosfat
ia mudah bertukar dengan OH- (Suprihadi, 2007).
Tanah asam dengan pH6,0 sistem tanah didominasi oleh kation Ca2+ dan
Mg2+ yang juga mampu mengikat H2PO4- dari tanah maupun pupuk fosfat

sehingga menjadi dalam bentuk tidak tersedia. Senyawa-senyawa Al-fosfat dan
Fe-fosfat semakin tersedia jika keasaman meningkat hingga pH≤ 5,5 dan pada
pH>5,5 kelarutannya berkurang sehingga menyusutkan pengaruh meracuni dan
kemampuannya dalam mengendapkan fosfat dari larutan tanah (Mas’ud, 1993).
Ketersediaan Fosfat Dalam Tanah
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi serapan P dalam tanah
menurut Tisdale et al., (1990) ialah sebagai berikut: 1) sifat dan jumlah
komponen-komponen tanah yang terdiri atas hidrus oksida logam dari besi dan
aluminium, tipe liat, kadar liat, koloid-koloid amorf, dan kalsium karbonat, 2) pH,
3) kation, 4) anion, 5) kejenuhan kompleks jerapan, 6) bahan organik, 7) suhu,
dan 8) waktu reaksi.

Universitas Sumatera Utara

Kelarutan senyawa fosfor anorganik secara langsung mempengaruhi
ketersediaan P untuk pertumbuhan tanaman. Kelarutan P dipengaruhi oleh pH
tanah, yaitu pada pH 6-7 untuk tanaman. Jika pH dibawah 6, maka fosfor akan
terikat oleh Fe dan Al. Ketersediaan fosfor umumnya rendah pada tanah asam dan
basa. Pada tanah dengan pH diatas 7, maka fosfor akan diikat oleh Mg dan Ca
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Ketersediaan fosfor tanah untuk tanaman sangat dipengaruhi oleh sifat dan
ciri tanah itu sendiri. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi ketersediaan
P tanah, yaitu tipe liat, pH tanah, waktu reaksi, temperatur, dan bahan organik
tanah (Foth, 1994).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan fosfat alam antara lain
konsentrasi H, Ca dan P di dalam larutan, komposisi fosfat alamnya khususnya
adanya substitusi karbonat terhadap P pada apatit, derajat percampuran antara
fosfat alam dan tanah serta tingkat penggunaan fosfat alam pada tanah. Kelarutan
fosfat alam dalam larutan tanah akan lebih baik bila pH tanah, Ca dapat
dipertukarkan dan konsentrasi P di dalam larutan tanah rendah. Pada tanah masam
yang banyak memerlukan P penggunaan fosfat alam dinilai lebih efektif dan lebih
murah dibandingkan bentuk P yang lain, karena pada tanah masam fosfat alam
lebih

reaktif

dan

lebih


murah

dibanding

penggunaan

superfosfat

(Chien, 1990 dalam Kasno et al., 2009).
Bentuk senyawa fosfat yang ada dalam tanah akan mempengaruhi
ketersediaan fosfat. Faktor yang mempengaruhi ketersediaan fosfat bagi tanaman
yang terpenting adalah pH tanah, adanya besi dan aluminium dapat larut dalam
kondisi sangat masam atau adanya kalsium pada nilai pH tinggi, berpengaruh

Universitas Sumatera Utara

nyata terhadap ketersediaan fosfat. Fosfat paling mudah diserap tanaman pada pH
sekitar netral (pH 6-7). Ion fosfor baik yang berasal dari tanah itu sendiri maupun
dari pupuk terikat oleh unsur Al dan Fe sehingga tidak dapat digunakan oleh
tanaman (Hardjowigeno, 1992).

Mikroba Pelarut Fosfat
Keberadaan mikroorganisma di alam, khususnya Bakteri Pelarut Fosfat
(BPF), Bakteri Penambat Nitrogen Simbiotik (BPNS), Bakteri Penambat Nitrogen
non Simbiotik (BPNnS), dan Actinomycetes yang mampu melarutkan P terikat
sangat penting, karena mempunyai peranan dalam meningkatkan dan menjaga
kesuburan tanah. Mikroorganisma juga mempunyai peranan mendaur ulang hara,
menyimpan hara sementara, dan melepaskan hara untuk dimanfaatkan tanaman.
Mikroorganisma tersebut melepaskan asam yang mampu melarutkan mineral,
sehingga unsur hara yang terlarut dapat dimanfaatkan tanaman (Widawati, 2010).
Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan
maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Mikroba tanah yang berperan di
dalam penyediaan unsur hara P pada tanaman adalah mikroba pelarut fosfat
(MPF). Hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral
liat tanah yang sukar larut. Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan
melepaskan ikatan P dari mineral liat tanah dan menyediakannya bagi tanaman
dalam bentuk yang dapat diserap oleh tanaman (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Mikroba pelarut fosfat mensekresikan sejumlah asam organik seperti asamasam format, asetat, propionat, laktonat, glikolat, fumarat, dan suksinat yang
mampu membentuk khelat dengan kation-kation seperti Al dan Fe pada Ultisol
sehingga berpengaruh terhadap pelarutan fosfat yang efektif sehingga P menjadi


Universitas Sumatera Utara

tersedia dan dapat diserap oleh tanaman (Rao, 1994).
Mikroba pelarut fosfat meliputi berbagai jenis mikroba yang dapat
mengubah senyawa fosfat tidak terlarut menjadi fosfat terlarut. Mikroba pelarut
fosfat berperan dalam perubahan fosfat menjadi bentuk terlarut dengan cara
mengubsah kelarutan senyawa fosfat anorganik, mineralisasi senyawa organik
dengan melepaskan orthophosphat, mengubah fosfat anorganik yang menyediakan
anion ke protoplasma sel (immobilisasi), dan oksidasi dan reduksi senyawa fosfat
anorganik (Lynch dan Poole, 1991).
Pelarutan senyawa fosfat oleh mikroba pelarut fosfat berlangsung secara
kimia dan biologis baik untuk bentuk fosfat organik maupun anorganik. Mikroba
pelarut fosfat membutuhkan adanya fosfat dalam bentuk tersedia dalam tanah
untuk pertumbuhannya. Mekanisme kimia pelarutan fosfat dimulai saat mikroba
pelarut fosfat mengekresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah
hasil metabolisme seperti asetat, propionat, glutamat, formiat, glikolat, fumarat,
oksalat, suksinat, tartarat, sitrat, laktat, malat, fumarat dan α-ketoglutarat.
Meningkatnya asam-asam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH.
Penurunan pH ini diduga akibat pembebasan sejumlah asam-asam organik oleh
jamur pelarut fosfat. Hal ini merupakan bentuk adaptasi jamur pelarut fosfat

terhadap media yang mengandung P terikat yang lebih tinggi dari P terlarut
(Poeponegoro, 2005).
Mekanisme pelarutan fosfat dilakukan dengan cara mikroba pelarut fosfat
menghasilkan sejumlah asam asam organik seperti oksalat, asam sitrat, suksinat
dan glutamat. Meningkatnya asam-asam organik tersebut biasanya akan diikuti
dengan penurunan pH. Selanjutnya asam-asam organik tersebut akan bereaksi

Universitas Sumatera Utara

dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+ , Fe3+ , Ca2+ dan Mg2+ yang kemudian
akan membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion
fosfat terikat. Sehingga akan dapat diserap oleh tanaman (Hanafiah, 2005).
Kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat yang terikat
dapat diketahui dengan membiakkan biakan murninya pada media agar
Pikovskaya atau media agar ekstrak tanah yang berwarna putih keruh karena
mengandung P tidak terlarut seperti kalsium fosfat (Ca3(PO4)2). Pertumbuhan
mikroba pelarut fosfat dicirikan dengan adanya zona bening di sekitar koloni
mikroba yang tumbuh, sedangkan mikroba yang lain tidak menunjukkan ciri
tersebut. Kemampuan mikoba pelarut fosfat dalam melarutkan
terlarut


juga

fosfat

tidak

dapat diuji secara kuantitatif dengan menggunakan medium

pikovskaya cair (Isroi, 2005).
Bakteri pelarut fosfat merupakan bakteri yang berperan dalam penyuburan
tanah karena bakteri tipe ini mampu melakukan mekanisme pelarutan fosfat
dengan mengekskresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah seperti
oksalat, suksinat, fumarat, malat. Asam organik ini akan bereaksi dengan bahan
pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+, atau Mg2+ membentuk khelat organik yang
stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat dan oleh karena itu dapat
diserap oleh tanaman hidupnya (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).
Bakteri pelarut fosfat (BPF) di dalam tanah mempunyai kemampuan
melepas fosfor (P) dari ikatan Fe, Al, Ca dan Mg sehingga P yang tidak tersedia
menjadi tersedia bagi tanaman. Bakteri Penghasil IAA mampu menghasilkan

fitohormon yang dapat mempercepat pertumbuhan tanaman. Hormon IAA adalah
auksin endogen yang berperan dalam pembesaran sel, menghambat pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara

tunas samping, merangsang terjadinya absisi, berperan dalam pembentukkan
jaringan xilem dan floem, dan juga berpengaruh terhadap perkembangan dan
pemanjangan akar (Silitonga et al., 2015).
Bakteri pelarut fosfat mampu mensekresikan enzim fosfatase yang
berperan dalam proses hidrolisis P organik menjadi P anorganik dan juga bakteri
pelarut fosfat dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh. Bakteri yang berperan
sebagai pelarut fosfat pada tanah telah banyak ditemukan, diantaranya berasal dari
genus Pseudomonas, Micrococcus, Bacillus, Azetobacter, Mycrobacterium,
Enterobacter, Klebsiella, dan Flovobacterium (Purwaningsih, 2003).
Ada beberapa mikroba pelarut fosfat dari jenis fungi. Fungi yang dapat
melarutkan fosfat umumnya berasal dari kelompok Ascomycetes antara lain
Aspergillus niger, A. Awamori, Penicillium digitatum, Fusarium dan Sclerotium
(Waluyo, 2007).
Jamur pelarut fosfat merupakan salah satu anggota mikroba tanah yang
dapat meningkatkan ketersediaan dan pengambilan P oleh tumbuhan. Bentuk
ikatan P yang umum ditemui pada kondisi masam adalah AlPO4 dan FePO4.
Jamur pelarut fosfat mampu melarutkan P dalam bentuk AlPO4 lebih baik
dibanding bakteri pelarut fosfat pada kondisi masam. Jamur pelarut fosfat
memiliki 3 mekanisme dalam meningkatkan penyerapan P yaitu: (1) secara fisik
dimana infeksi jamur pada akar tanaman dapat membantu pengambilan fosfor
dengan memperluas permukaan sampai akar; (2) secara kimia jamur diduga
mendorong perubahan pH perakaran. Jamur juga menghasilkan asam sitrat dan
asam oksalat yang menggantikan posisi ion fosfat yang terfikasasi; (3) secara
fisiologi, jamur menghasilkan hormon auksin, sitokinin dan giberelin yang

Universitas Sumatera Utara

mampu memperlambat proses penuaan akar sehingga memperpanjang masa
penyerapan unsur hara (Premono, 1998).
Prinsip dasar isolasi mikroba pelarut fosfat ialah menyeleksi mikroba
dalam media pertumbuhan spesifik yang mengandung sumber P terikat.
Kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat terikat dapat
diketahui dengan mengembangkan biakan murni pada media Pikovskaya yang
berwarna putih keruh, karena mengandung P tidak larut air seperti kalsium fosfat
Ca3(PO4)2. Pertumbuhan mikroba pelarut fosfat dicirikan dengan zona bening
(holozone) di sekeliling koloni mikroba. Mikroba pelarut fosfat yang potensial
dapat diseleksi dengan melihat luas zona bening paling besar pada media padat.
Pengukuran potensi pelarutan fosfat secara kualitatif ini menggunakan nilai
indeks pelarutan (dissolving index), yaitu nisbah antara diameter zona jernih
terhadap diameter koloni. Kemampuan pelarut fosfat terikat secara kuantitatif
dapat diukur dengan membiakkan mikroba pada media Pikovskaya cair.
Kandungan P terlarut dalam media cair tersebut diukur setelah masa inkubasi.
Meningkatnya asam-asam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH.
Penurunan pH dapat pula disebabkan oleh pembebasan asam sulfat dan nitrat pada
oksidasi kemoautotrofik sulfur dan amonium. Perubahan pH berperan penting
dalam peningkatan kelarutan fosfat. Asam-asam organik tersebut akan bereaksi
dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+ atau Mg2+ membentuk
khelat organik yang stabil yang mampu membebaskan ion fosfat terikat sehingga
dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan (Setiawati, 1997).
Dengan cara menumbuhkan isolat dalam media pikovskaya padat
menunjukkan bahwa adanya zona bening disekitar koloni, hal ini menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

bahwa daerah bening disekitar koloni pada isolat tersebut merupakan tanda
adanya aktivitas bakteri pelarut fosfat dalam melarutkan P terikat, hal ini terjadi
karena adanya pelarutan Ca3(PO4)2 yang ada di dalam media pikovskaya padat.
Mekanisme pelarutan fosfat tersebut diyakini melalui proses yang sangat komplek
melibatkan metabolisme sel yang menghasilkan senyawa organik seperti asam
glukonat, sitrat, laktat, dan aktivitas oksidasi reduksi sel, terutama yang
berhubungan dengan assimilasi NH4+ dan pelepasan proton oleh aktivitas respirasi
(Purwaningsih, 2012).
Apabila diameter zona bening < 1 cm, maka pelarutan P oleh bakteri
masuk dalam katagori rendah dan diameter zona bening sama dengan 1-2 cm
masuk dalam katagori medium serta > 2 cm masuk dalam katagori tinggi.
Pelarutan P hanya dengan menggunakan medium padat (indikasi holozone) belum
akurat dibandingkan dengan mengukur P terlarut secara kuantitatif pada media
cair, tetapi hasilnya akan lebih akurat jika kedua pengukuran tersebut berkorelasi.
(Baig et al., 2010).

Universitas Sumatera Utara