Resume Akuntansi Forensik Dan Audit Inve

Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif

  Toufan T.A. Nurzaman

  NIM F1312112

BAB I PENGANTAR AKUNTANSI FORENSIK

  Akuntansi Forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian warisan atau pengungkapan motive pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi dalam persoalan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Perkembangan sampai dengan saat ini pun kadar akuntansi masih kelihatan. Misalnya dalam perhitungan ganti rugi dalam pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi atau secara sederhana akuntansi forensik menangani fraud khususnya dalam pengertian corruption dan misappropriation of asset.

  Akuntansi forensik dapat diartikan penggunaan ilmu akuntansi untuk kepentingan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif.

  Banyak orang memahami profesi dokter dalam peraturan diatas dikenal dengan sebutan dokter forensik, namun “ahli lainnya” yang dalam hal ini termasuk juga akuntan belum banyak dikenal sebutannya sebagai akuntan forensik. Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation), namun juga berperran dalam bidang hukum diluar pengadilan (non litigation) misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan pelanggaran kontrak.

  Untuk menjadi seorang akuntan forensik harus memperhatikan hal-hal berikut:

   Memiliki pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat.  Pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan organization behaviour).  Pengetahuan tentang asspek yang mendorong terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes, rationalization, opportunities).  Pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar bukti keuangan dan bukti hukum).  Pengetahuan tentang kriminologi dan viktimologi (profiling).  Pemahaman terhadap pengendalian internal.  Kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).

  Perbedaaan utama akuntansi forensik maupun audit konvensional lebih terletak pada mindset (kerangka pikir. Metodologi kedua jenis akuntansi tersebut tidak jauh berbeda.

  Akuntansi forensik lebih menekankan pada keanehan (exeption, oddities, irregularities) dan pola tindakan (product of conduct) daripada kesalahan (errors) dan keteledoran (ommisions) seperti pada audit umum. Prosedur utama dalam akuntansi forensik menekankan pada analytical review dan teknik wawancara mendalam (in depth interview) walaupun seringkali masih juga menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi, konfirmasi dan lain sebagainya. Akuntansi forensik biasanya memfokuskan pada area-area tertentu (misalnya penjualan, atau pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah terjasi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya kecurangan (red flag), petunjuk lainnya. Data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan terbongkas karena tip off ata ketidaksengajaan (accident).

BAB 2 MENGAPA AKUNTANSI FORENSIK?

  Fraud sangat merugikan berbagai pihak karena dapat menghancurkan pemerintahan maupun bisnis. Fraud berupa korupsi lebih luas daya penghancurnya.

  Pada dasarnya cakupan akuntansi forensik adalah fraud dalam arti yang luas. Association of Certified Fraud Examiners mengelompokkkan fraud dalam tiga kelompok yaitu corruption (korupsi), asset misappropriation (penjarahan aset), dan fraudulent financial statement (laporan keuangan yang dengan sengaja dibuat menyesatkan). Dalam hal ini, akuntan forensik menjadi spesialis yang lebih khusus lagi daripada akutan pada umumnya yang berspesialisasi dalam auditing. Ia menjadi fraud auditor atau fraud examiner yang memiliki spesialisasi dalam bidang fraud.

  Sorotan utama mengenai fraud pada umumnya dan korupsi pada khususnya adalah pada kelemahan corporate governance atau kelemahan di sektor korporasi, tetapi prinsip umumnya adalah kelemahan di sektor governance, baik korporasi maupun pemerintahan. Di Indonesia hal ini sangat jelas terlihat dalam perkara-perkara korupsi dari para penyelenggara negara dan dari kajian mengenai integritas yang dibuat KPK.

  Salah satu dampak kelemahan governance adalah adanya fraud atau perkara korupsi yang melibatkan para penyelenggara negara. Sedangkan dampak kelemahan governance di korporasi lebih kepada pengaruh di pasar modal yaitu harga saham perusahaan akan lebih rendah dimana seharusnya mempunyai nilai yang lebih tinggi kalau mereka kalau mereka mempunyai good corporate governance (tata kelola perusahaan yang baik).

  Ada beberapa kajian global mengenai korupsi yang menilai Indonesia antara lain adalah Corruption Perceptions Index (CPI), Global Corruption Barometer (GCB), Bribe Payers Index (BPI), Political and Economic Risk Consultancy (PERC), dan Global Competitiveness Index (GCI).

  Survei Integritas oleh KPK

  Setiap tahun KPK melakukan survei integritas. Survei ini merupakan wewenang KPK dalam pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi. KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang melaksanakan pelayanan publik. Berbeda dengan indeks tentang korupsi yang dibahas sebelumnya, indeks integritas yang diterbitkan KPK tidaklah semata-mata didasarkan atas persepsi.

  Tujuan survei ini adalah sebagai berikut.

  1. Menelusuri akar permasalahan korupsi di sektor pelayanan publik.

  2. Mengubah perspektif layanan dari orientasi lembaga penyedia layanan publik atau petugasnya (sisi penawaran) ke perspektif pelanggan (sisi permintaaan).

  3. Mendorong lembaga publik mempersiapkan upaya pencegahan korupsi yang efektif di wilayah dan layanan yang rentan terjadinya korupsi.

BAB 3 LINGKUP AKUNTANSI FORENSIK

  Bologna dan Lindquist, perintis mengenai akuntansi forensik mengemukakan beberapa istilah dalam perbendaharaan akuntansi, yakni: fraud auditing, forensic accounting, investigative accounting, litigation support, dan valuation analysis. Namun, istilah tersebut tidak didefinisikan secara jelas. Mereka menambahkan bahwa dalam penggunaan sehari-hari litigation support merupakan istilah yang paling luas serta mencakup keempat istilah lainnya.

  Mereka juga menambahkan bahwa akuntan tradisional masih ingin membedakan pengertian fraud auditing dan forensic accounting. Menurut kelompok akuntan ini, fraud auditing berurusan dengan pendekatan dan metodologi yang bersifat proaktif untuk meneliti fraud. Sedangkan akuntan forensic baru dipanggil ketika bukti-bukti terkumpul atau ketika kecurigaan (suspicion) naik ke permukaan melalui tuduhan (allegation), keluhan (complaint), temuan (discovery), atau tip-off dari whistleblower.

  Jasa-jasa di bidang forensik antara lain:

   Fraud financial investigation  Analityc forensic technology  Fraud risk management  FCPA reviews and investigation  Anti money laundering service  Whistleblower hotline  Litigation support  Intellectual property protection  Client training

Fraud dan Akuntansi Forensik

  Akuntansi forensik pada dasarnya menangani fraud. Oleh karena itu para akuntan forensik di Amerika Serikat menamakan asosiasi mereka Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). ACFE ini mempublikasikan penelitiannya tentang fraud , seperti konsep Fraud Tree dan Report to the Nation.

Praktik di Sektor Pemerintahan

  Pada sektor publik praktik akuntan forensik serupa dengan apa yang digambarkan pada sektor swasta, perbedaannya adalah tahap-tahap dalam seluruh rangkaian akuntansi forensik di antara berbagai lembaga.

  Disamping itu keadaan politik dan macam-macam kondisi lain akan memepengaruhi lingkup akuntansi forensik yang diterapkan.termasuk pendekatan hukum dan non hukum.

  Perbandingan antara akuntansi forensik di sektor publik dan swasta

  Dimensi

  Sektor publik

  Sektor swasta

  Landasan penugasan

  Amanat undang-undang

  Penugasan

  tertulis secara

  spesifik

  Imbalan

  Lazimnya tanpa imbalan

  Fee dan biaya

  Hukum

  Pidana umum dan khusus, Perdata, arbitrase, administratif, hukum administrasi negara

  aturan intern perusahaan

  Ukuran keberhasilan

  Memenangkan perkara pidana Memulihkan kerugian dan memulihkan kerugian

  Pembuktian

  Dapat melibatkan instansi lain di Bukti intern, dengan bukti luar lembaga yang bersangkutan ekstern yang terbatas

  Teknik audit investigatif

  Sangat

  bervariasi

  karena Relatif

  lebih sedikit

  kewenangan relatif besar

  dibandingkan di sektor publik, kreativitas dalam pendekatan lebih menentukan

  Akuntansi

  Tekanan pada kerugian negara Penilaian bisnis dan kerugian keuangan negara

BAB 4 ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA STANDAR AUDIT INVESTIGATIF

  Atribut

  Howard R. Davia mengatakan bahwa dalam melaksanakan investigasi terhadap fraud, auditor pemula sebaiknya:

   Menghindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur.  Mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan.  Kreatif dan berpikir seperti pelaku kejahatan, jangan mudah ditebak dalam hal arah pemeriksaan, penyelidikan, atau investigasi yang dilakukan.  Tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan.  Dalam menyusun strategi, perlu mempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan di dalam pembukuan atau di luar pembukuan

  Dari nasihat tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.

   Dari awal upayakan menduga siapa pelaku fraud.  Fokus pada pengambilan bukti dan barang bukti untuk pengadilan.  Kreatif, jangan mudah ditebak.  Investigator harus memiliki intuisi yang tajam untuk merumuskan teori mengenai persekongkolan.  Kenali pola fraud.

  Karakteristik Pemeriksa Fraud Berdasarkan Association of Certified Fraud Examine:

   Memiliki kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair, tidak memihak, sahih dan akurat, serta pelaporan secara lengkap dan akurat.

   Mempunyai kepribadian yang menarik dan mampu memotivasi orang lain untuk membantunya.  Mampu berkomunikasi dalam “bahasa” mereka.  Memiliki kemampuan teknis untuk mengerti konsep-konsep keuangan dan mampu untuk menarik kesimpulan.

  Kualitas Akuntan Forensik menurut Robert J. Lindquist

   Kreatif;  Rasa ingin tahu;  Tak mudah menyerah;  Memiliki akal sehat  Business sense; dan  Percaya diri.

  Kode Etik

  Kode etik berisi nilai-nilai luhur yang amat penting bagi eksistensi profesi. Profesi bisa eksis karena ada integritas (sikap jujur walaupun tidak diketahui orang lain), rasa hormat dan kehormatan, dan nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya dari pengguna dan stakeholders lainnya.

  Standar Audit Investigatif menurut K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett:

   Seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui  Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian sehingga bukti tadi dapat diterima di pengadilan

   Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks, dan jejak audit tersedia.

   Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa menghormatinya.  Beban pembuktian ada pada yang menduga pegawainya melakukan kecurangan. dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut baik dalam kasus hukum administratif maupun hukum pidana  Mencakup seluruh substansi investigasi  Meliputi seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.

BAB 5 TATANAN KELEMBAGAAN

  Dalam UUD 45 disebutkan tentang lembaga negara atau lembaga penyelenggara negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Pada tingkat pusat terdapat beberapa kelompok kelembagaan antara lain kelompok lembaga yang mencerminkan perwakilan rakyat, presiden dan wakil presiden yang mewakili kekuasaan pemerintahan negara, dan kelompok yang mewakili kekuasaan kehakiman oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya. Ketiga kelompok tersebut adalah merupakan perwujudan konsep trias politica dalam ketatanegaraan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak termasuk dalam kekuasaan tersebut karena BPK lebih dikenal dalam sistem ketatanegaraan negara-negara demokrasi.

Lembaga Pemberantasan Korupsi

  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berdiri pada tanggal 29 Desember tahun 2003 bukanlah lembaga pemberantasan korupsi yang pertama di Indonesia. KPK didirikan karena kelemahan aparat penegak hukum di bidang penyelidikan dalam menghadapi tuntutan konvensi pemberantasan korupsi PBB. Selain KPK, dalam era pemerintahan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), dibentuk juga Tim Pemburu Koruptor dan Timtas Tipikor yang dikomandani oleh Pimpinan Kejaksaan Agung.

  Tugas dan Wewenang KPK

  1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tipikor. Dalam melaksanakan tugas koordinasi, KPK berwenang untuk:

   Mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tipikor;  Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tipikor;  Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tipikor kepada instansi yang terkait;

   Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan

  pemberantasan tipikor; dan  Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tipikor..

  2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tipikor. Dalam melaksanakan tugas supervisi, KPK berwenang untuk:

   Melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tipikor, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik..

   Mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tipikor yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.

  3. Penyelidikan, penyelidikan, dan penuntutan terhadap tipikor. KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan atas kasus tipikor yang:

   Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;  Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;  Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;  Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;

   Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;

   Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait;  Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa;  Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri;  Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

  4. Pencegahan tipikor. Dalam melaksanakan tugas pencegahan, KPK berwenang untuk:

   melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara;  menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;  menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan;  merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi;  melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;  melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

  5. Pemantauan penyelenggaraan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas monitor, KPK berwenang untuk:

   melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah;

   memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika

  berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi;  melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan

  Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.

Kewajiban KPK

  KPK berkewajiban:  memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun

  memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi;  memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan untuk

  memperoleh data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya;  menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan;  menegakkan sumpah jabatan;  menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya berdasarkan asas-asas di atas.

Anti Corruption Agencies

  Lembaga semacam KPK yang secara generik dikenal sebagai Anti-Corruption Agencies (ACA), tidak hanya ada di Indonesia. Di banyak negara Agency ini disebut Commission atau Komisi (seperti KPK). Namun ada Lembaga semacam KPK yang secara generik dikenal sebagai Anti-Corruption Agencies (ACA), tidak hanya ada di Indonesia. Di banyak negara Agency ini disebut Commission atau Komisi (seperti KPK). Namun ada

Landskap Audit Pemerintahan

  Terdapat beberapa faktor yang dapat melemahkan proses audit. Pertama, BPK menghadapi kendala- kendala sumber daya yang parah. Kedua, tidak adanya undang-undang audit negara modern yang menyebabkan banyak kerancuan dan menjadi tempat di mana organisasi-organisasi yang ingin menghindari audit bisa bersembunyi. Banyak organisasi, terutama militer, telah menolak untuk diaudit BPK. Ketiga, parlemen, Departemen Keuangan, dan departemen-departemen teknis tidak mempunyai proses yang digariskan secara jelas untuk menindaklanjuti temuan-temuan audit dan mengambil alih langkah perbaikan, dan sebagai akibatnya tidak terjadi tindak lanjut sistematis. Keempat, seperti dicatat, BPK tidak berwenang mengumumkan hasil temuannya.

  BPKP memberikan layanan kepada instansi pemerintah baik DepartemenLPND maupun Pemerintah Daerah. Cakupan layanan yang diberikan oleh BPKP adalah:

   Audit atas berbagai kegiatan unit kerja di lingkungan departemenLPND maupun pemerintah daerah.  Policy evaluation.  Optimalisasi penerimaan negara.  Asistensi penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah.

   Asistensi penerapan good corporate governance.

   Risk management based audit.  Audit investigatif atas kasus berindikasi korupsi.

  Terdapat tiga pendapat mengenai pembaruan landskap audit pemerintah, yakni

   Bubarkan BPKP dan sebarkan SDM-nya ke Inspektorat Jenderal dan Bawasda.  Manfaatkan BPKP yang melakukan fungsi Inspektorat Jenderal dan Bawasda.  BPKP sebagai think tank saja, tidak usah besar namun efektif dalam memacu Inspektorat Jenderal dan Bawasda.

Pengadilan Tipikor

  Dari beberapa butir yang diajukan dalam permohonan judicial review, hanya satu yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi, yakni pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002. Mahkamah Konstitusi memutuskan Pengadilan Tipikor harus dibentuk dengan undang-undang tersendiri sebelum akhir Desember 2009.

  Dari pantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) selama lima tahun terakhir, komitmen pengadilan umum justru dipertanyakan. Banyak terdakwa kasus korupsi yang diadili pengadilan umum, yang semuanya terdiri atas hakim karier, justru dibebaskan. Ini berbeda dari Pengadilan Tipikor, yang memadukan hakim karier dan hakim ad hoc, yang selama ini tidak pernah membebaskan terdakwa korupsi dari hukuman. Pemantauan ICW di sejumlah pengadilan umum selama lima tahun terakhir sejak 2005, menunjukkan jumlah terdakwa kasus korupsi yang bebas di pengadilan umum bukan berkurang, tetapi malah meningkat. Dan terdakwa yang dihukum, hukumannya cenderung ringan.

BAB 6 FRAUD

Fraud dalam Perundangan Kita

  Pengumpulan dan pelaporan statistik tentang kejahatan di suatu Negara dapat dilakukan sesuai dengan klasifikasi kejahatan dan pelanggaran (tindak pidana) menurut ketentuan perundang-undangan Negara tersebut. Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat enggan melaporkan kejahatan Oleh karena itu, beberapa kajian luar negeri tentang data kejahatan di Indonesia memberi peringatan “crimes may be unreported.”

Fraud dalam KUHP

  Beberapa pasal dalam KUHP yang mencakup pengertian Fraud antara lain:

   Pasal 362 tentang pencurian  Pasal 368 tentang pemerasan dan pengancaman

   Pasal 372 tentang penggelapan  Pasal 378 tentang perbuatan curang  Pasal 396 tentang merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit

  Selain KUHP, terdapat ketentuan perundang-undangan lain yang mengatur perbuatan melawan hukum yang termasuk dalam kategori fraud, seperti undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dan berbagai undang-undang perpajakan yang mengatur tindak pidana perpajakan.

Fraud Tree

  Occupational fraud tree mempunyai tiga cabang utama:

1. Corruption

  Menurut UU No. 31 tahun 1999, korupsi meliputi 3 tindak pidana korupsi dan bukan 4 bentuk dalam ranting-ranting: conflicts of interest, bribery, illegal gratuities, economics extortion.

   Conflicts of interest atau benturan kepentingan di antaranya bisnis plat merah atau bisnis pejabat dan keluarga serta kroni mereka yang menjadi pemasok di lembaga-lembaga pemerintah dan di dunia bisnis.

   Bribery atau penyuapan merupakan bagian yang akrab dalam kehidupan bisnis dan politik Indonesia.

   Kickbacks merupakan salah satu bentuk penyuapan di mana si penjual “mengikhlaskan” sebagian dari hasil penjualannya.

   Kickback berbeda dengan bribery. Dalam bribery pemberinya tidak “mengorbankan” suatu penerimaan.

   Bid Rigging merupakan permainan tender.  Illegal Gratuities adalah pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk terselubung dari penyuapan.

2. Asset Misappropriation

  Adalah pengambilan aset secara ilegal atau disebut dengan mencuri. Asset misappropriation dalam bentuk penjarahan kas dilakukan dalam 3 bentuk:

   Skimming, uang dijarah sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke perusahaan.

   Larceny, uang sudah masuk ke perusahaan dan kemudian baru dijarah.  Fraudulent disbursement, sekali uang arus sudah terekam dalam sistem atau sering disebut penggelapan uang.

  Tahap-tahap sebelum Fraudulent disbursement

   Billing schemes  Payroll schemes  Expense reimbursement schemes  Check tampering  Register disbursement  False voids

3. Fraudulent Statements

  Ranting pertama menggambarkan fraud dalam menyusun laporan keuangan. Fraud ini berupa salah saji. Cabang ranting ini ada 2: pertama, menyajikan aset lebih tinggi dari yang sebenarnya. Kedua, menyajikan aset lebih rendah dari sebenarnya. Kedua, menyajikan aset lebih rendah dari yang sebenarnya.

Akuntansi Forensik dan Jenis Fraud

  Dari ketiga cabang fraud tree di atas, yakni Corruption, Asset Misappropriation, Fraudulent Statements, akuntan forensik memusatkan perhatian pada cabang Fraudulent Statements dalam audit atas laporan keuangan. Oleh karena itu, akuntan forensik hampir tidak menyentuh fraud yang menyebabkan laporan keuangan menjadi menyesatkan, dengan dua pengecualian.

Manfaat Fraud Tree

  Fraud Tree memetakan fraud dalam lingkungan kerja. Peta ini membantu akuntan forensik mengenali dan mendiagnosis fraud yang terjadi. Ada gejala-gejala penyakit fraud dalam auditing dikenal sebagai red flags (indikasi). Dengan memahami gejala-gejala ini dan menguasai teknik-teknik audit investigatif, akuntan forensik dapat mendeteksi fraud tersebut. Akuntan forensik yang memeriksa tindak pidana korupsi perlu membuat Pohon Tindak Pidana Korupsi.

  Fraud Triangle

  1. Pressure Cressey menemukan bahwa non-shareable problems yang dihadapi orang yang diwawancarainya

  timbul dari situasi yang dapat dibagi enam kelompok, yaitu: Violation of Ascribed Obligation; Problems Resulting from Personal Failure; Business Reversals; Physical Isolation; Status Gaining; dan Employer- employee Relations.

  2. Perceived Opportunity Adanya non-shareable financial problem saja, tidaklah akan menyebabkan orang melakukan fraud.

  Persepsi ini, perceived opportunity, merupakan sudut kedua dari fraud triangle. Ada dua komponen persepsi tentang peluang ini yaitu general information dan technical skill atau keahlian.

  3. Rationalization Sudut ketiga fraud triangle adalah rationalization atau mencari pembenaran sebelum melakukan

  kejahatan, bukan sesudahnya. Rationalization diperlukan agar si pelaku dapat mencerna perilakunya yang melawan hukum untuk tetap mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya.

Kejahatan Kerah Putih atau White Collar Crime

  Kejahatan kerah putih terbatas pada kejahatan yang dilakukan dalam lingkup jabatan mereka dan karenanya tidak termasuk kejahatan pembunuhan, perzinaan, perkosaan, dan yang lainnya tidak dalam lingkup kegiatan para penjahat berkerah putih. Padahal ada banyak kejahatan berupa pembunuhan dan pemerasan yang dilakukan secara terorganisasi yang berdasarkan motifnya adalah kejahatan ekonomi yang dilakukan penjahat berkerah putih.

BAB 8 MENCEGAH FRAUD

  Seperti mengangani penyakit, lebih baik mencegahnya daripada “mengobati”nya. Para ahli memperkirakan bahwa fraud yang terungkap merupakan bagian kecil dari seluruh fraud yang terjadi. Oleh karena itu, upaya utama seharusnya adalah pada pencegahannya. Ada ungkapan yang secara mudah ingin menjelaskan penyebab atau akar permasalahan dari fraud. Ungkapan itu adalah: fraud by need, fraud by greed, and fraud by opportunity. Kata fraud dalam ungkapan tersebut bisa diganti dengan corruption, financial crime, dan lain-lain.

  Menghilangkan atau menekan need dan greed yang mengawali terjadinya fraud dilakukan sejak menerima seseorang (recruitment process), meskipun kita tahu bahwa proses itu bukan jaminan penuh. Ini terus ditanamkan melalui fraud awareness dan contoh-contoh yang diberikan pemimpin perusahaan atau lembaga. Contoh yang diberikan atasan telah terbukti merupakan unsur pencegah yang penting. Unsur by opportunity dalam ungkapan di atas biasanya ditekan oleh pengendalian intern.

  Di samping pengendalian interal, dua konsep penting lainnya dalam pencegahan fraud, yakni menanamkan kesadaran tentang adanya fraud (fraud awareness) dan upaya menilai risiko terjadinya fraud (fraud risk assessment).

Gejala Gunung Es

  Meskipun belum ada penelitian mengenai besarnya fraud (termasuk korupsi) di Indonesia, sulit untuk menyebutkan suatu angka yang andal. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan di luar negeri (dengan sampling) mengindikasikan bahwa fraud yang terungkap, sekalipun secara absolut besar, namun dibandingkan dengan seluruh fraud yang sebenarnya terjadi, relatif kecil. Inilah gejala gunung es.

  Davia et al. mengelompokkan fraud dalam tiga kelompok sebagai berikut.

   Fraud yang sudah ada tuntutan hukumnya (prosecution), tanpa memperhatikan keputusan pengadilan.  Fraud yang ditemukan, tetapi belum ada tuntutan hukum.  Fraud yang belum ditemukan.

  Davia et al. memperkirakan bahwa dari fraud universe, Kelompok I hanyalah 20, sedangkan kelompok II dan III, masing-masing 40. Kesimpulannya, Lebih banyak yang tidak kita ketahui daripada yang kita ketahui tentang fraud. Hal yang lebih gawat lagi, fraud ditemukan secara kebetulan.

Pengendalian Internal

  Pengendalian intern atau internal control mengalami perkembangan dalam pemikiran dan praktiknya. Oleh karena itu, Davia et al. Mengingatkan kita untuk meyakinkan apa yang dimaksud dengan pengendalian intern, ketika orang menggunakannya dalam percakapan sehari-hari. Mereka mencatat sedikitnya empat definisi pengendalian intern sebagai berikut.

   Definisi 1 (sebelum September 1992) yaitu Kondisi yang diinginkan, atau merupakan hasil, dari berbagai proses yang dilaksanakan suatu entitas untuk mencegah (prevent) dan menimbulkan efek jera (deter) terhadap fraud.

   Definisi 2 (sesudah September 1992), yaitu suatu proses yang dirancang untuk dan direncanakan oleh dewan, manajemen, dan pegawai untuk memberikan kepastian yang memadai dalam mencapai  Definisi 2 (sesudah September 1992), yaitu suatu proses yang dirancang untuk dan direncanakan oleh dewan, manajemen, dan pegawai untuk memberikan kepastian yang memadai dalam mencapai

Fraud-Specific Internal Control

  Perusahaan besar berkebutuhan yang berbeda dari yang kecil. Perusahaan go public berbeda dari yang tertutup. Terlepas dari perbedaan antar-perusahaan, dasar-dasar utama dari desain pengendalian intern untuk mengangani fraud banyak kesamaannya. Dasar-dasar utama inilah yang akan dibahas.

  Semua pengendalian dapat digolongkan dalam pengendalian intern aktif dan pengendalian intern pasif. Kata kunci untuk pengendalian intern aktif adalah to prevent, mencegah. Kata kunci untuk pengendalian pasif adalah to deter, mencegah karena konsekuensinya terlalu besar, membuat jera.

Pengendalian Intern Aktif

  Pengendalian yang membatasi, menghalangi, atau menutup akses si calon pelaku fraud. Sarana-sarana yang digunakan antara lain: tanda tangan; tanda tangan kaunter (caountersigning);

  password atau PIN; pemisahan tugas; pengendalian aset secara fisik; pengendalian persediaan secara real time; pagar, gembok,tembok dan semua bangunan pengahalang fisik; pencocokan dokumen; dan formulir yang sudah dicetak nomornya.

  Kelemahan Pengendalian Intern Aktif

   Kelemahan manusia merupakan musuh utama pengendalian internal aktif

   Sangat rawan invasi (ditembus) pelaku fraud  Biayanya mahal  Banyak unsur pengendalian intern aktif yang menghambat pelayanan

Pengendalian Intern Pasif

  Pengendalian yang tidak menampakkan adanya pengamanan, namun ada peredaman yang membuat pelanggar atau pelaku fraud akan jera.

  Sarana-sarana yang digunakan: pengendalian yang khas untuk masalah yang dihadapi (customized control); jejak audit (audit trails); audit yang fokus (focused audits); pengintaian atas kegiatan utama (survillance of key activities); pemindahan tugas (rotation of key personel).

Kesimpulan Pengendalian Intern Pasif

   Tidak mahal.  Tidak tergantung pada manusia, tidak people dependent.  Tidak memengaruhi produktifitas, tidak menghambat pelayanan.  Tidak rawan untuk ditembus atau disusupi pelaku fraud.

BAB 9 MENDETEKSI FRAUD

  Sejak permulaan, profesi audit yang dijalankan akuntan publik menolak mengambil tanggungjawab dalam menemukan fraud. Namun dalam dasawarsa terakhir perubahan lebih banyak dalam retorika daripada substansi.

  Orang awam mengharapkan suatu audit umum dapat mendeteksi segala macam fraud, baik yang melekat pada laporan keuangan maupun yang berupa pencurian asset. Namun akuntan publik berupaya memasang pagar-pagar yang membatasi tanggung jawabnya, khususnya mengenai penemuan atau pengungkapan fraud. Hal tersebut dikuatkan dalam SA seksi 110 tentang tanggungjawab dan fungsi audiror indepenen sebagai berikut.

  “Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit dan karakterisitik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.”

Fraudulent Financial Reporting

  Fraudulent Financial Reporting adalah kesengajaan atau kecerobohan dalam melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan, yang menyebabkan laporan keuangan menjadi menyesatkan secara material. Penyebab Fraudulent Financial Reporting yaitu keserakahan dan adanya tekanan yang dirasakan manajemen untuk menunjukkan prestasi.

Standar Audit Untuk Menemukan Fraud

  Auditor dalam melaukan audit harus berdasarkan standar, apabila tidak posisi auditor menjadi lemah. Davia et al. menganjurkan adanya standar yang secara spesifik ditujukan untuk menemukan fraud yang disebut dengan fraud-specific examination.

  Pemahaman minimal yang harus diketahuidisadari oleh praktisiauditor:

   Mereka tidak bisa, karenanya tidak boleh, memberikan jaminan bahwa mereka bias menemukan fraud. Fraud dapat atau tidak dideteksi tergantung dari keahlian dan jangka waktu pelaksanaan audit. Hal ini tentu saja berpengaruh kepada fee yang dibayarkan pula.

   Seluruh pekerjaan didasarkan pada standar audit. Di Indonesia standar yang digunakan adalah SPAP atau SPKN untuk keuangan Negara.

   Jumlah fee bergantung pada luasnya upaya pemeriksaan yang ditetapkan klien.  Praktisi bersedia memperluas jasanya dari tahap proactive review ke tahap pendalamaninvestigative apabila ada indikasi terjadinya fraud.

  Audit Umum Dan Pemeriksaan Fraud

  Issue

  Audit Umum

  Fraud Examination

  Audit dilakukan secara teratur, berkala,

  Pemeriksaan fraud tidak berulang kembali,

  dan berulang kembali (recurring).

  dan dilakukan setelah ada cukup indikasi.

  Lingkup audit adalah pemeriksaan atas

  Pemeriksaan diarahkan pada dugaan,

  laporan keuangan secara umum.

  tuduhan, atau sangkaan yang spesifik.

  Objective

  Opinion

  Affix Blame

  Yaitu memberikan pendapat atas

  Untuk memastikan fraud memang terjadi,

  kewajaran penyajian laporan keuangan.

  mengapa terjadi, dan siapa yang bertanggungjawab.

  Relationship Non-adversarial

  Adversarial

  Sifat audit tidak bermusuhan

  Karena pada akhirnya pemeriksa harus menentukan siapa yang bersalah.

  Methodology Audit Techniques

  Fraud Examination Techniques

  Audit terutama dengan data-data

  Pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa

  keuangan

  dokumen, telaah data ekstern, dan wawancara.

  Presumption Proffesional Skepticism

  Proof

  Auditor melakukan tugasnya dengan

  Berupaya untuk mengumpulkan bukti untuk

  skeptisme professional

  mendukung atau membantah dugaan, tuduhan atau sangkaan terjadinya fraud.

Teknik Pemeriksaan Fraud

  Ada bermacam-macam teknik audit investigative untuk mengungkap fraud, antara lain:

   Penggunaan teknik-teknik audit yang dilakukan oleh internal maupun eksternal auditor dalam mengaudit laporan keuangan.

   Pemanfaatan teknik audit investigative dalam kejahatan terorganisir dan penyelundupan pajak penghasilan, yang juga dapat diterapkan terhadap data kekayaan pejabat Negara

   Penelusuran jejak-jejak uang  Penerapan analisis dalam bidang hukum  Penggunaan teknik audit investigative untuk mengungkap fraud pengadaan barang

   Penggunaan computer forensic

   Penggunaan teknik interogasi  Penggunaan teknik penyamaran  Pemanfaatan whistleblower

BAB 10 PROFIL PERILAKU, KORBAN, DAN PERBUATAN FRAUD

  Dalam upaya menemukan dan memberantas kecurangan, kita perlu mengetahui profil pelaku. Profil berbeda dengan foto yang menggambarkan fisik seseorang. Profil memberi gambaran mengenai berbagai ciri dari suatu kelompok orang, seperti : umur, jenjang pendidikan, kelompok sosial (kelas atas, menengah, bawah), bahkan kelompok etnis, dan seterusnya.

Profiling

  Upaya untuk mengidentifikasi profil, dalam bahasa Inggris disebut profiling. Profiling dalam memberantas kejahatan bukanlah upaya yang baru. Dalam kriminologi Cesare Lombroso dan rekan-rekannya penganut criminal anthropology percaya bahwa faktor keturunan merupakan penyebab tingkah laku kriminal. Profiling juga berkembang sampai kepada ciri psikologis dan psikiatris.

  Profiling yang dilakukan di Indonesia menemukan bahwa penerima suap adalah pejabat, pegawai negeri sipil dan militer, di pemerintah pusat atau daerah. Profil pemberi suap adalah pengusaha.

  Profiling bersifat penting dan bermanfaat, hanya kita perlu memahami makna dari profil yang dihasilkan. Di pasar uang dan pasar modal profil pelaku fraud sering kali mengagumkan. Mereka cerdas, mempunyai track record yang luar biasa, pekerja keras, dan cenderung menjadi informal leader dengan karisma yang melampaui wewenang yang diberikan jabatan.

Profiling dalam Kejahatan Terorganisasi

  Dalam masyarakat dengan beraneka ragam etnis seperti di Amerika Serikat, profiling dilakukan dari segi budaya atau kebiasaan etnis yang bersangkutan. Setelah membahas latar belakang berbagai kejahatan terorganisasi, Manning kemudian membahas beberapa ciri penjahat dari etnis Asia. Menurut Manning :

   Mereka menyepelekan dan tidak menganggap penegak hukum sebagai abdi masyarakat. Di Asia, penegak hukum diadakan untuk melindungi yang berkuasa dan partai mereka, bukan untuk melindungi masyarakat.

   Mereka menciptakan "mata uang bawah tanah" (underground currency) dengan mempertukarkan komoditas. Mereka menanamkan uang mereka dalam emas, permata, dan intan berlian. Mereka lebih suka menyimpan barang berharga di rumah atau tempat usaha, daripada menggunakan jasa perbankan.

   Mereka menyelenggarakan "perkumpulan simpan pinjam" yang sangat informal. Perkumpulan ini terdiri dari atas 10 sampai 20 orang, umumnya wanita. Dalam setiap pertemuan, terjadi tawar- menawar untuk penggunaan uang dalam periode tertentu. Pemenangnya adalah penawar tertinggi, yakni penawar yang menjanjikan yield atau return on investment yang paling besar.

   Kebanyakan orang Asia yakin bahwa setiap pejabat mempunyai harga, setiap pejabat dapat dibeli. Suap sangat biasa di Asia. Merupakan way of life yang mereka anggap sekedar pajak tambahan.

  Peringatan dari Manning ini mengingatkan penulis pada beberapa kebijakan KPK yang merupakan kewajiban bagi pimpinan KPK, yakni:

   Memberitahukan kepada Pimpinan lain mengenai pertemuan dengan pihak lain.  Menolak dibayari makan, biaya akomodasi dan bentuk kesenangan lain oleh siapapun.  Membatasi pertemuan di ruang publik  Memberitahukan kepada Pimpinan lain mengenai keluarga, kawan dan pihak lain yang secara intensif masih berkomunikasi.

  Penulis-penulis Barat mengamati ciri-ciri unik bangsa Asia tertentu yang merupakan cerminan kelemahan good corporate governance bisnis di Asia.

Semacam Profiling Contoh Perpajakan di Zaman Penjajahan Belanda

  Di zaman Hindia Belanda, penjajah membuat semacam profil dari pembukuan pedagang Tionghoa, India, Arab, dan Jepang. Para pelepas uang, dan kemudian para banker, juga membuat profil dari pedagang- pedagang Tionghoa dari berbagai etnis. Profil ini menjelaskan bidang spesialisasi perdagangan dan industri masing-masing etnis; gejala adanya overcrowding karena kelompok etnis cenderung meniru bidang usaha sesama mereka; kondisi gagal bayar; ciri-ciri khas dalam berdagang dan pemanfaatan serta penyelesaian pinjaman.

Profil Korban Fraud

  Profiling umumnya dilakukan terhadap pelaku kejahatan tetapi dapat juga dapat dilakukan untuk korban kejahatan. Tujuannya berbeda. Kalau profiling terhadap pelaku kejahatan dimaksudkan untuk memudahkan menangkap pelaku, maka profiling terhadap korban kejahatan dimaksudkan untuk memudahkan target penyebaran informasi. Ini adalah bagian dari disiplin ilmu yang disebut viktimologi.

  Surat-surat kabar sering memberitakan orang yang "mudah" menjadi korban kejahatan tertentu, seperti ponzi scheme yang disebut juga pyramid scheme.

Profiling Terhadap Perbuatan (Kejahatan, Fraud, dan Lain-lain)

  Profiling dapat juga dilakukan dalam upaya mengenal perbuatannya atau cara melaksanakan perbuatannya (modus operandi). Profil dari fraud disebut juga tipologi fraud. Direktorat Jenderal Pajak mengkompilasi tipologi kejahatan perpajakan. Bank Indonesia melakukan hal yang sama untuk kejahatan perbankan. PPATK melakukannya untuk kasus-kasus pencurian uang. Dengan mengumpulkan tipologi fraud lembaga-lembaga ini, misalnya, dapat mengantisipasi jenis fraud yang memanfaatkan perusahaan di Negara surga pajak (tax heaven countries). Atau komisaris bank yang aktif menjalankan usahanya, atau pemegang saham tidak tercatat sebagai pemegang saham, atau pegawai rendahan yang menjadi pemegang saham boneka.

BAB 11 TUJUAN AUDIT INVESTIGASI

  Tujuan dari dilakukannya Audit Investigatif antara lain untuk:

   Memberhentikan manajemen  Memeriksa mengumpulkan dan menilai cukupnya dan relevannya bukti.  Melindungi reputasi dari karyawan yang tidak bersalah  Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi.  Menemukan asset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian yang terjadi  Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku kejahatan, mengerti kerangka acuan dari investigasi tersebut, harapannya adalah bahwa mereka bersikap kooperatif dalam investigasi itu.  Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bias lolos dari perbuatannya.  Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan  Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan.

   Menentukan bagaimana investigasi akan dilanjutkan.

   Melaksanakan investigasi sesuai standar, sesuai dengan peraturan perusahaan, sesuai dengan buku pedoman

   Menyediakan laporan kemajuan secara tertatur untuk membantu pengambilan keputusan mengenai investigasi di tahap berikutnya.

   Memastikan pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindak lanjut yang tepat dapat diambil.

   Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima pengadilan, dengan sumber daya dan terhentinya kegiatan perusahaan seminimal mungkin.

   Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan membuat keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus diambil

   Mendalami tuduhan untuk menanggapinya secara tepat.  Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik  Melindungi nama baik perusahaan atau lembaga  Mengikuti seluruh kewajiban hokum dan mematuhi semua ketentuan due diligence dan diklaim kepada pihak ketiga

   Melaksanakan investigasi dalam koridor kode etik

   Menemukan siapa pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya.  Mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam perbuatan yang tidak terpuji.  Mengidentifikasi praktek manajemen yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau perilaku yang melalaikan tanggung jawab.  Mempertahankan kerahasiaan dan memastikan bahwa perusahaan atau lembaga ini tidak terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik  Mengidentifikasi saksi yang melihat atau mengetahui terjadinya kecurangan dan memastikan bahwa mereka memberikan bukti yang mendukung tuduhan atas dakwaan terhadap si pelaku.  Memberikan rekomendasi mengenai bagaimana mengelola risiko terjadinya kecurangan ini dengan tepat.

BAB 12 INVESTIGASI DAN AUDIT INVESTIGATIF

  Aksioma dalam Investigasi

  Ada tiga Aksioma dalam pemeriksaan fraud, antara lain:

   Fraud selalu tersembunyi  Fraud yang dilakukan secara timbal balik  Fraud terjadi semata-mata merupakan kewenangan pengadilan untuk memutuskannya.

  Pemeriksaan dalam Hukum Acara Pidana

  Undang-undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981) mengatur tahapan hokum acara pidana sebagai berikut:

   Penyelidikan Penyelidikan adalah serangkaian kegiatan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu perbuatan

  yang diduga merupakan tindak pidana guna menentukan dapattidaknya penyidikan dilakukan.  Penyidikan

  Penyidikan adalah serangkaian kegiatan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi untuk menemukan tersangkanya.

   Penuntutan

  Penuntutan adalah tindaan penuntut umum yang melimpahkan perkara ke Pengandilan Negeri yang berwenang, sesuai dengan cara yang diatur dalam hukum acara pidana, dengan permintaan agar diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang pengadilan.

   Pemeriksaan di sidang pengadilan Pemeriksaan di sidang pengadilan mempunyai satu tujuan yaitu mencari alat bukti yang membentuk

  keyakinan hakim tentang bersalah atau tidaknya terdakwa.  Putusan Pengadilan

  Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah.

   Upaya hukum Upaya hokum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan

  yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi, atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali, atau hak Jaksa Agung untuk mengajukan kasasi demi kepentingan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

   Pelaksanaan putusan pengadilan  Pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan.

BAB 13 AUDIT INVESTIGATIF DENGAN TEKNIK AUDIT

  Teknik Audit Investigasi

   Memeriksa Fisik Pengamatan fisik dari alat bukti atau petunjuk fraud menolong investigator untuk menemukan

  kemungkinan korupsi yang telah dilakukan.  Meminta informasi dan konfirmasi

  Meminta informasi dari auditee dalam audit investigatif harus disertai dengan informasi dari sumber lain agar dapat meminimalkan peluang auditee untuk berbohong. Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain (selain auditee) untuk menegaskan kebenaran atau ketidakbenaran suatu informasi. Meminta konfirmasi dapat diterapkan untuk berbagai informasi, baik keuangan maupun nonkeuangan. Harus diperhatikan apakah pihak ketiga yang dimintai konfirmasi punya kepentingan dalam audit investigatif. Jika ada, konfirmasi harus diperkuat dengan konfirmasi kepada pihak ketiga lainnya.

   Memeriksa dokumen Tidak ada audit investigatif tanpa pemeriksaan dokumen. Definisi dokumen menjadi lebih luas akibat

  kemajuan teknologi, meliputi informasi yang diolah, disimpan, dan dipindahkan secara elektronis. Karena itu, teknik memeriksa dokumen mencakup komputer forensik.

   Review Analitikal

  Dalam review analitikal, yang penting adalah: kuasai gambaran besarnya dulu (think analytical first!). Review analitikal adalah suatu bentuk penalaran yang membawa auditor pada gambaran mengenai wajar atau pantasnya suatu data individual disimpulkan dari gambaran yang diperoleh secara global. Kesimpulan wajar atau tidak diperoleh dari perbandingan terhadap benchmark. Kesenjangan antara apa yang dihadapi denganbenchmark: apakah ada kesalahan (error), fraud, atau salah merumuskan patokan. Kenali pola hubungan (relationship pattern) data keuangan yang satu dengan data keuangan yang lain atau data non-keuangan yang satu dengan data non-keuangan yang lain.

   Menghitung Kembali (Reperform) Reperform dalam audit investigatif harus disupervisi oleh auditor yang berpengalaman karena

  perhitungan yang dihadapi dalam audit investigatif umumnya sangat kompleks, didasarkan atas kontrak yang sangat rumit, dan kemungkinan terjadi perubahan dan renegosiasi berkali-kali.

   Net Worth Method Membuktikan adanya penghasilan yang tidak sah dan melawan hukum. Pemerikasan dapat

  dihubungkan dengan besarnya pajak yang dilaporkan dan dibayar setiap tahunnya. Laporan harta kekayaan pejabat merupakan dasar dari penyelidikan. Pembalikan beban pembukitian kepada yang bersangkutan.

   Follow The Money Berarti mengikuti jejak yang ditinggalkan dari arus uang sampai arus uang tersebut berakhir. Naluri

  penjahat selalu menutup rapat identitas pelaku, berupaya memberi kesan tidak terlihat atau tidak di tempat saat kejadian berlangsung. Dana bisa mengalir secara bertahap dan berjenjang, tapi akhirnya penjahat selalu menutup rapat identitas pelaku, berupaya memberi kesan tidak terlihat atau tidak di tempat saat kejadian berlangsung. Dana bisa mengalir secara bertahap dan berjenjang, tapi akhirnya

  Kunci Keberhasilan Investigasi Dengan Teknik Audit

   Mengerti dengan baik persoalan yang akan dipecahkan, apa yang akan diinvestigasi.  Kuasai dengan baik tehnik-tehnik investigasi  Cermat dalam menerapkan tehnik yang dipilih  Cermat dalam menarik kesimpulan dari hasil penerapan tehnik yang kita pilih.

BAB 14 Audit Investigatif Dengan Teknik Perpajakan

  Terdapat dua teknik audit investigatif yang secara luas dipraktikkan oleh IRS (Internal Revenue Services) di Amerika Serikat. Kedua teknik audit investigatif ini adalah net worth method dan expenditure method. Kedua teknik ini digunakan untuk menentukan penghasilan kena pajak (PKP) yang belum dilaporkan oleh wajib pajak dalam SPT-nya. Kedua teknik tersebut menggunakan logika pembukuan atau akuntansi yang sederhana

Net Worth Method