Korupsi dan Partai Politik di Indonesia

Korupsi dan Partai Politik di Indonesia
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi

DISUSUN OLEH :
EGY BRAMANTYA

14020111130050

ISMAIL NIKO

14020111130074

YOHANES R. JUANDA

14020111130076

YUDHA BHAKTI P.

14020111130077

SHERLI M. MARPAUNG


14020111120019

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

A. Latar Belakang
Pasca reformasi di tubuh pemerintahan Indonesia yang terjadi tahun 1998,
secara gamblang kemudian negara Republik Indonesia mengarahkan roda kemudinya
menuju arah demokrasi sebagai sistem dalam menjalankan aktivitas bernegara.
Hakikatnya demokrasi sendiri mengandung pengertian; pemerintahan yang berasal dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Robert A. Dahl mengungkapkan bahwasannya
terdapat tujuh (7) prinsip dari demokrasi, diantaranya :
1. Kontrol atas kepentingan pemerintah;
2. Pemilihan yang teliti dan jujur;
3. Hak memilih dan dipilih;
4. Kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman;

5. Kebebasan mengakses informasi;
6. Kebebasan berserikat;
7. Kebebasan membentuk asosiasi.
Pasca reformasi di tahun 1998, secara perlahan prinsip-prinsip demokrasi
sebagaimana diutarakan diatas, kemudian tumbuh dan terus menerus dalam segenap
aktivitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Hal ini nampak jelas,
ditandai dengan lahirnya undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan
daerah, yang selanjutnya berkembang dan disempurnakan dengan terbitnya undangundang nomor 32 tahun 2004. Mengingat sebelumnya, dalam setiap kebijakan
pemerintah di Indonesia cenderung mengarah sentralistis, dimana pemerintah pusat
mempunyai peranan yang sangat dominan dalam menentukan arah di tiap-tiap daerah.
Selain dari hal tersebut, kebebasan pers dalam mengutarakan segala bentuk kritikan
yang

beranekaragam

terhadap

jalannya

pemerintahan,


dan

diikuti

dengan

berkembangnya opini-opini dari masyaraksat yang tumbuh subur pada berbagai wadah
serta media-media sosial, dan contoh-contoh lainnya, menegaskan bahwa komitmen
dalam berdemokrasi ditunjukkan secara serius oleh seluruh elemen-elemen masyarakat.
Tumbuhnya demokrasi yang semakin hari semakin berkembang di Indonesia
juga mewarnai kehidupan masyarakat untuk dapat turut dipilih serta memilih langsung
wakil rakyat atau pimpinan daerah masing-masing. Kondisi umum yang terjadi
ditengah-tengah aktivitas pemerintahan di Indonesia, biasanya ditunjukkan dengan
terkolaborasinya sekumpulan masyarakat yang terhimpun dalam suatu wadah untuk
menuju ke pemerintahan dengan melalui media atau peranan dari partai politik. Partai
politik sendiri sudah lahir jauh hari sejak era presiden Soekarno, dan menunjukkan

kemajemukan yang sangat luar biasa dengan dukungan dari system demokrasi yang
diberlakukan di Indonesia, sehingga tiap-tiap kumpulan individu yang mempunyai

kesamaan pandangan dan memenuhi persyaratan dapat membentuk suatu wadah yang
dikenal sebagai partai politik sebagaimana demikian.
Ironi yang terjadi kini di tengah berjalannya demokrasi di Indonesia adalah
manakala sistem demokrasi yang diberlakukan dan dicita-citakan untuk tumbuh secara
matang agar menjadi sistem yang sehat, justru menampilkan kondisi yang berbeda dan
tidak diharapkan. Demokrasi menjadi biang dari tumbuhnya praktek-praktek korupsi
yang semakin terbuka, yang mana didalamnya melibatkan berbagai komponen, yang
salah satu komponen atau aktor yang pelibatannya cukup besar adalah partai politik. Hal
ini jauh dari harapan, dimana partai politik yang sebenarnya ditujukkan untuk
mengakomodir kepentingan seluruh masyarakat justru malah menyalahgunakan
kesempatan serta kewenangan yang dipunyai, sehingga mencederai banyak hal dan
merusak system ideal yang ingin dituju.
Oleh karena itu, pada penulisan makalah disini akan diulas terkait dengan
korupsi dan kaitannya dengan partai politik di Indonesia, agar kemudian dapat dilihat
apa saja masalah dan fenomena-fenomena yang terjadi di seputar hal tersebut. Menarik
apabila dilihat, bahwasannya partai-partai politik di Indonesia yang mendapat jatah
untuk memperjuangkan aspirasi rakyat di dalam parlemen, justru terjerat dalam pusaran
arus korupsi. Dengan kesadaran yang semakin tinggi dari masyarakat dewasa ini,
kedepan sekiaranya segala bentuk penyalahgunaan dan penyimpangan dalam bentuk
korupsi yang melibatkan partai politik ini dapat teratasi dan justru malah secara

bersama-sama menciptakan system kenegaraan yang ideal dalam menerapkan prinsip
demokrasi dan terhindar dari segala bentuk upaya-upaya yang menyimpang.

B.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana fenomena korupsi yang terjadi dalam kaitannya dengan partaipartai politik di Indonesia ?
2. Mengapa partai politik di Indonesia mempunyai tendensi yang sangat kuat
dalam praktek-praktek korupsi yang terjadi dalam aktivitas bernegara ?

C. Pembahasan
Korupsi merupakan suatu kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime) yang
mempunyai dampak yang sangat luas dalam seluruh aktivitas dan kehidupan
masyarakat. Bibit-bibit dari korupsi menjangkit pada hampir seluruh lapisan elemen
masyarakat, namun pada umumnya yang sering diangkat dan dibahas manakala tindak
pidana korupsi yang dimaksud masuk dalam ranah aktivitas negara. Menurut UndangUndang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang
termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah: “Setiap orang yang dikategorikan
melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara”.
Korupsi yang menjangkiti hampir pada setiap sektor serta komponen
kenegaraan, baik dalam lingkup eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Menarik
manakala ditelisik bahwasanya terdapat suatu peranan ataupun andil yang sangat besar
yang melibatkan komponen partai politik sebagai wadah yang mempunyai tujuan untuk
mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat dalam melakukan tindak pidana
korupsi yang menyangkut keuangan negara. Dalam undang-undang nomor 2 tahun
2011, pasal 1 ayat (1) berbunyi bahwa “Partai Politik adalah organisasi yang bersifat
nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas
dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Korupsi yang terjadi dengan melibatkan segenap partai politik di Indonesia
begitu marak terjadi mengingat kekuatan dari partai politik yang begitu kuat di
Indonesia. Partai-partai politik senantiasa mengirimkan kader-kadernya untuk masuk
dalam berbagai ranah aktivitas pemerintahan, dimana sebagian besar jelas menduduki
ranah legislatif, dan bahkan tendensi penempatan kader-kader partai politik ini juga
cukup mendominasi wilayah eksekutif, khususnya pada penempatan menteri-menteri
yang masuk dalam cabinet pemerintahan. Sejak reformasi bergulir, parpol memiliki


peran paling strategis. Parpol adalah sumber rekrutmen utama pejabat publik dari
tingkat presiden hingga bupati. Pemilihan Panglima TNI, Kapolri, duta besar dan lainlain juga harus melalui fit and proper test di DPR. Parpol juga melahirkan kebijakankebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Ironisnya, makin krusialnya
peran parpol tidak diikuti dengan instrumen yang memadai untuk mencegah korupsi
politik yang melibatkan partai. Anehnya, sejak berlakunya UU No. 3/1071 hingga UU
No. 30/2002, korupsi politik belum secara tegas dimasukkan sebagai tindak pidana
korupsi. Ini yang mengakibatkan sulitnya menjerat parpol dan pengurusnya dengan
peraturan perundangan tipikor.
Survei Global Corruption Barometer oleh Transparency International tahun 2004
dan 2010 membuktikan parpol merupakan institusi terkorup di banyak negara. Survei
Lembaga Survei Indonesia sejak 2003-2011 juga menemukan partai sebagai institusi
paling tidak dipercaya publik. Untuk itu, reformasi sistem pendanaan partai dan desain
politik dan pemilu yang murah dan kredibel amat mendesak dilakukan untuk mencegah
maraknya korupsi yang terkait dengan parpol.
Secara umum, partai memerlukan dana besar untuk memenuhi kebutuhan
campaign finance dan party finance. Party finance adalah keuangan parpol yang
diperoleh dan digunakan untuk menjalankan kegiatan partai di luar masa kampanye,
termasuk menggerakkan infrastruktur dan jaringan partai. Adapun campaign finance
merupakan keuangan parpol yang diperoleh dan digunakan selama masa kampanye.
Besarnya dana yang dibutuhkan partai tidak sebanding dengan sumber
penerimaan yang dibolehkan menurut aturan. Menurut UU, ada tiga sumber keuangan

partai:
1. iuran anggota;
2. sumbangan yang sah menurut hukum; dan
3. bantuan negara.
Iuran anggota praktis tidak berjalan maksimal. Tingkat party identification yang
rendah, kredibilitas partai yang buruk, sistem membership yang amburadul membuat
partai sulit berharap dapat dana dari jalur ini. Pengurus partai juga malas
memaksimalkan sumbangan anggota karena lebih memilih jalur pintas yang cepat
menghasilkan dana segar untuk partai.

Sementara itu, bantuan negara untuk keuangan partai mengalami perubahan
signifikan (Mietzner 2011). Awalnya, Peraturan Pemerintah 51/2001 tentang Bantuan
Keuangan Parpol, setiap tahun peserta pemilu mendapat Rp 1.000 per-suara hasil
pemilu 1999. Studi Mietzner menunjukkan subsidi itu bisa menutupi sekitar 50 persen
dari biaya kampanye yang dikeluarkan parpol tahun 1999. Sayangnya, peraturan itu
tidak bertahan lama. Berdasar PP 29/2005, setiap tahun parpol hanya dapat Rp 21 juta
per-kursi sesuai hasil pemilu 2004. Akibatnya, bantuan kepada parpol berkurang hingga
90 persen. Akhirnya, PP 5/2009 dan surat Keputusan Menteri Dalam Negeri
memberikan bantuan tahunan ke partai politik sebesar Rp. 108 per suara yang
didapatkan pada pemilu 2009.

Seiring dengan makin meningkatnya biaya operasional partai dan kebutuhan
kampanye, partai lalu bergantung pada sumbangan pihak ketiga, baik perorangan
maupun perusahaan. Hanya sedikit yang masuk ke rekening resmi dan bisa diakses
laporannya oleh publik. Sebagian besar masuk ke rekening pribadi pengurus atau
diberikan secara tunai tanpa proses transparansi yang jelas. Anehnya, pada saat
manajemen partai masih kurang transparan, DPR meloloskan Revisi UU Partai Politik
yang menaikkan batas atas sumbangan partai dari perusahaan hingga 7,5 milyar.
Akibatnya, sistem politik digerakkan oleh uang. Kebijakan-kebijakan politik
yang dihasilkan tak lebih merupakan perselingkuhan antara elit politik dan pemilik
kapital. Sumbangan yang diberikan pada partai dianggap sebagai investasi dengan
harapan elit bisnis mendapat imbalan (return) berupa kuasa atau proyek. Parahnya lagi,
nafsu serakah elit partai juga memicu maraknya aksi-aksi perburuan rente. Biasanya
mereka memanfaatkan celah dana non-budgeter.
Selain itu, konteks keterlibatan pemerintah yang sangat tinggi dalam urusan
ekonomi membuat partai-partai ramai-ramai melakukan penetrasi melalui kekuasaan
dan pengaruh yang mereka miliki. Proyek-proyek di pos-pos kementerian menjadi ajang
“penjarahan,” tak terkecuali ratusan BUMN dengan aset trilyunan yang membuat air
liur politisi jahat terus menetes. Jika masalah ini tak juga diselesaikan, partai kita akan
berubah menjadi monster ganas yang memakan uang rakyat.


Sumber

:

(http://acch.kpk.go.id/documents/10157/27926/korupsi-partai-politik-danlingkaran-korupsi.pdf, diakses Selasa 29 Oktober 2014, pukul 12:21
WIB)

Contoh Kaitan Korupsi dan Partai Politik di Indonesia
Adapun contoh-contoh kasus yang ada di Indonesia yang melibatkan para
anggota partai politik, salah satunya yaitu kasus dari Anas Urbaningrum yang
ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 22 Februari 2012. Dalam surat
dakwaan Deddy Kusdinar, Anas disebutkan menerima Rp2,21 miliar dari proyek
Hambalang untuk membantu pencalonannya sebagai ketua umum dalam kongres Partai
Demokrat tahun 2010. Anas ditahan di rutan
Berikut putusan lengkap dari Majelis Hakim Tipikor untuk Anas:
1. Dakwaan Kesatu Subsider
- Penerimaan uang sebesar Rp 2 miliar dari PT Adhi Karya.
- Menerima uang dari PT Permai Group milik M Nazaruddin sebesar Rp 84,5
miliar dan 36 ribu dolar AS untuk persiapan pencalonan ketua umum Partai
Demokrat.

- Menerima uang dari PT Permai Group milik M Nazaruddin sebesar Rp 30
miliar dan 5 juta dolar AS untuk keperluan pelaksanaan pemilihan ketua
umum Partai Demokrat.
- Menerima satu unit Mobil Toyota Harrier seharga Rp 670 juta.
- Menerima fasilitas survei dari PT Lingkaran Survei Indonesia sebesar Rp
478 juta.
- Melakukan tindak pidana pencucian uang senilai Rp 20,8 miliar dari hasil
korupsi untuk pembelian aset berupa tanah dan bangunan.

Perjalanan kasus Anas sebagai tersangka memakan waktu dan proses yang
begitu panjang yang berawal dari kicauan Muhammad Nazaruddin (mantan Bendahara
Umum PD) setelah ia ditangkap dan disidang.
Dalam persidangan Nazaruddin Anas membeberkan keterlibatan Anas dalam
kasus yang menjeratnya. Untuk lebih jelasnya disampaikan kronolgi kicauan
Nazaruddin. Pada 22 Juli 2011, M Nazaruddin seakan sudah mengatahui bahwa dirinya
akan menajdi sasaran KPK. Kemudian dia melarikan diri ke Singapura, sehari sebelum
KPK mengumumkannya sebagai tersangka, kasus dugaan korupsi proyek wisma atlet
SEA Games Palembang. Dalam pelariannya, tiba-tiba Nazaruddin mengadakan
telekonferensi via Skype dengan seorang blogger Iwan Piliang. Rekaman video pun
beredar ke khalayak umum. Nazaruddin diduga berada di Dominika, Amerika Tengah.
Ia membeberkan data baru, terlibat mengatur proyek Hambalang. Menariknya, ia
menyeret sejumlah nama, elite Demokrat Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum.
Nazaruddin kemudian berkelana ke benua Amerika dan ditangkap di Cartagena,
Kolombia, 7 Agustus 2011.
Pada 8 Februari 2012, Nazaruddin menyatakan ada uang Rp 100 miliar yang
dibagi-bagi, hasil dari korupsi proyek Hambalang. Uang senilai 50 miliar rupiah
digunakan untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat; sisanya Rp
50 miliar dibagi-bagikan kepada anggota DPR RI, termasuk kepada Menpora Andi
Alfian Mallarangeng.
Kasus lainnya datang dari Johny Allen Marbun, Wakil Ketua Umum I Partai
Demokrat yang berkaitan dengan dugaan kasus suap dana stimulus fiskal 2009 untuk
pembangunan infrastruktur (dermaga dan pelabuhan udara) di Indonesia bagian Timur
dari Rp. 10,2 triliun menjadi Rp 12,2 triliun di Kementerian Perhubungan. Kasus ini
terjadi ketika Abdul Hadi Djamal, salah satu anggota DPR Fraksi PAN periode 20042009 ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada tanggal 2 Maret 2009
bersama dengan pegawai Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Darmawati setelah
menerima uang 90.000 dollar AS dan Rp 54,5 juta dari Komisaris PT. Kurnia Jaya Wira
Bakti Surabaya, Hontjo Kurniawan. Hadi dalam keterangannya menyebutkan, uang
yang ia terima dari Hontjo bukanlah yang pertama. Pada Ferbuari 2009 Hadi mengaku
mendapat Rp 1 miliar untuk diteruskan kepada Jhony Allen yang menjabat sebagai

Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR melalui ajudannya yang bernama Risco
Pesiwarissa. Uang itu adalah sebagian dari komitmen total penyerahan uang sebesar Rp.
3 miliar.
Kemudian kasus Andi Nurpati anggota Partai Demokrat pada Juli 2010 lalu
telah menimbulkan tanda tanya dan polemik bagi publik. Penunjukan dirinya sebagai
Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat periode 2010-2015 dibawah
kepemimpinan Anas Urbaningrum - yang juga sama-sama merupakan mantan Anggota
KPU periode 2002-2007 - semakin memperkuat dan menegaskan indikasi akan adanya
intervensi dan tidak independennya KPU. Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD
dalam satu keterangan menjelaskan bahwa MK pada bulan Februari 2010 lalu telah
melaporkan Andi Nurpati memalsukan surat keputusan MK terkait calon legislatif
Partai Hanura dari Sulawesi Selatan, Dewi Yasin Limpo. Disamping kasus pemilu 2009
tersebut, dia diduga banyak terkait dengan campur tangan dalam Pilkada Toli-toli tahun
2010 yaitu pelanggaran kode etik dalam kasus surat ganda.
Kasus lainnya yaitu dari Muhammad Nazaruddin Politisi muda yang belum
berusia 33 tahun ini seolah-olah menjadi meteor dalam politik negeri ini, karena dalam
usia semuda itu telah mampu menjadi Bendahara Umum dari Partai Demokrat yang
merupakan partai pemenang Pemilu 2009. Semua ini tak lepas dari peranannya sebagai
mesin uang pada saat pencalonan diri dan berhasil menjadikan Anas Urbaningrum
sebagai Ketua Umum PD dalam kongres di Bandung tahun 2010 lalu.
Banyaknya kasus yang melibatkan dirinya tidak serta merta membuat dia
dipecat dan terusir dari Partai Demokrat, karena para petinggi PD hanya mencopot
dirinya

sebagai

Bendahara

Umum

namun

masih

tetap

mempertahankan

keanggotaannya, baik sebagai anggota partai maupun anggota DPR dari Fraksi
Demokrat. Kemurahan hati para petinggi PD tersebut karena kekuatiran dirinya akan
bernyanyi dan menyeret elit partai lainnya, karena sebagai Bendahara Umum sudah
tentu dia mengetahui asal usul, dari mana dan kemana dana Partai Demokrat tersebut
mengalir.
Meskipun tidak terusir dari Partai Demokrat, tapi perkembangan terakhir
menyebutkan bahwa dia “mengusir” dirinya sendiri untuk “berobat” ke Singapore pada

tanggal 23 Mei 2011, disaat para petinggi PD sedang sibuk mempersiapkan “hukuman”
buat dirinya dan 1 hari sebelum KPK melakukan pencekalan agar tidak bias terbang ke
negeri orang.
Selanjutnya kasus dari Amrun Daulay anggota Komisi II DPR dari Fraksi
Demokrat periode 2009-2014 ini pada tanggal 11 April 2011 telah ditetapkan sebagai
tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena turut terlibat dalam kasus
dugaan korupsi pengadaan sarung, mesin jahit, dan sapi di Kementerian Sosial tahun
2004-2008 yang merugikan negara sekitar Rp. 33,7 miliar. Amrun yang saat kasus itu
terjadi menjabat sebagai Direktur Jenderal Bantuan Sosial Fakir Miskin Depsos
dianggap mengetahui secara pasti proyek pengadaan sapi impor di Depsos.
Kasus terakhir yaitu dari Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Luthfi Hasan Ishaaq divonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider kurungan
1 tahun penjara. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan,
Luthfi terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Luthfi bersama rekannya, Ahmad Fathanah, terbukti menerima suap Rp 1,3
miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman, terkait
kepengurusan penambahan kuota impor daging sapi. Uang itu diterima Luthfi ketika
masih menjabat anggota Komisi I DPR RI dan Presiden PKS.
Untuk tindak pidana korupsi, Luthfi dianggap melanggar Pasal 12 huruf a
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal
55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Luthfi juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian
uang saat menjabat anggota DPR RI 2004-2009 dan setelah tahun tersebut. Luthfi
dianggap terbukti menyembunyikan harta kekayaannya, menempatkan, mentransfer,
mengalihkan, atau membayarkan.
Dalam kasus tindak pidana korupsi, jaksa menjelaskan bahwa pemberian uang
Rp 1,3 miliar tersebut dilakukan agar Luthfi memengaruhi pejabat Kementan sehingga
memberikan rekomendasi atas permintaan tambahan kuota impor daging sapi sebanyak
8.000 ton yang diajukan PT Indoguna Utama dan anak perusahaannya.

Pemberian uang dilakukan oleh Direktur PT Indoguna Utama Juard Effendi dan
Arya Abdi Effendi melalui Fathanah pada 29 Januari 2013. Uang itu disebut bagian
dari commitment fee(komisi) Rp 40 miliar yang dijanjikan kepada Luthfi melalui
Fathanah. Pemberian uang Rp 1,3 miliar itu berawal saat Fathanah mengadakan
pertemuan dengan Maria dan pengusaha Elda Devianne Adiningrat.
Dalam pertemuan tersebut, Maria menyampaikan permintaan agar dibantu
mengurus tambahan kuota impor daging sapi. Fathanah pun mempertemukan Maria
dengan Luthfi. Pada 28 Desember 2012, kedua belah pihak bertemu di Restoran Agus
Steak House Senayan. Terbukti, kemudian Luthfi mempertemukan Menteri Pertanian
Suswono dengan Maria di Medan, Sumatera Utara. Hal itu supaya Luthfi memiliki
alasan memengaruhi Suswono soal kebijakan kuota impor daging sapi.

D.

Penutup
1. Kesimpulan
Sejak Reformasi Tahun 1998, Indonesia mengarahkan roda kemudinya menuju

arah demokrasi sebagai sistem dalam menjalankan aktivitas bernegara. Secara perlahan
prinsip-prinsip demokrasi tumbuh dalam segenap aktivitas dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia. Kondisi umum yang terjadi ditengah-tengah aktivitas
pemerintahan di Indonesia, biasanya ditunjukkan dengan terkolaborasinya sekumpulan
masyarakat yang terhimpun dalam suatu wadah untuk menuju ke pemerintahan dengan
melalui media atau peranan dari partai politik. Ironi yang terjadi kini di tengah

berjalannya demokrasi di Indonesia adalah manakala system demokrasi yang
diberlakukan dan dicita-citakan untuk tumbuh secara matang agar menjadi system yang
sehat, justru menampilkan kondisi yang berbeda dan tidak diharapkan. Demokrasi
menjadi biang dari tumbuhnya praktek-praktek korupsi yang semakin terbuka, yang
mana didalamnya melibatkan berbagai komponen, yang salah satu komponen atau aktor
yang pelibatannya cukup besar adalah partai politik.
Korupsi merupakan suatu kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime) yang
mempunyai dampak yang sangat luas dalam seluruh aktivitas dan kehidupan
masyarakat. Menarik manakala ditelisik bahwasanya terdapat suatu peranan ataupun
andil yang sangat besar yang melibatkan komponen partai politik sebagai wadah yang
mempunyai tujuan untuk mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat dalam
melakukan tindak pidana korupsi yang menyangkut keuangan negara. Survei Global
Corruption Barometer oleh Transparency International tahun 2004 dan 2010
membuktikan parpol merupakan institusi terkorup di banyak negara.
Secara umum, partai memerlukan dana besar untuk memenuhi kebutuhan
campaign finance dan party finance. Party finance adalah keuangan parpol yang
diperoleh dan digunakan untuk menjalankan kegiatan partai di luar masa kampanye,
termasuk menggerakkan infrastruktur dan jaringan partai. Adapun campaign finance
merupakan keuangan parpol yang diperoleh dan digunakan selama masa kampanye .
Seiring dengan makin meningkatnya biaya operasional partai dan kebutuhan kampanye,
partai lalu bergantung pada sumbangan pihak ketiga, baik perorangan maupun
perusahaan. Sumbangan yang diberikan pada partai dianggap sebagai investasi dengan
harapan elit bisnis mendapat imbalan (return) berupa kuasa atau proyek. Parahnya lagi,
nafsu serakah elit partai juga memicu maraknya aksi-aksi perburuan rente. Biasanya
mereka memanfaatkan celah dana non-budgeter.
Salah satu contoh kasus korupsi yang melibatkan partai politik adalah kasus
korupsi yang menimpa Anas Urbaningrum. Kasus ini melibatkan banyak pihak yang
dalam partai Demokrat.
2. Saran

Sebagai salah satu media dalam menyalurkan aspirasi masyarakat, partai poltik
seharusnya menjadi contoh sebagai organisasi yang bersih dari tindak korupsi maupun
tindak kejahatan yang lainnya. Seberapa besar penerapan demokrasi di Indonesia
apabila partai politiknya masih belum terbebas dari tindak korupsi dapat dikatakan
sebagai ketidak dewasaan demokrasi.
Selain itu, partai politik merupakan wadah dimana para calon maupun mantan
orang-orang yang terjun dalam politik. Nantinya mereka akan mengisi banyak posisi
penting di pemerintahan, baik daerah maupun pusat. Hendaknya partai politik ini
mempunyai cara-cara dalam perekrutan maupun pelatihan dan pendidikan agar
anggotanya tidak masuk dalam tindak korupsi.

Daftar Pustaka


Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana



Korupsi
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik

Link Internet :


http://acch.kpk.go.id/documents/10157/27926/korupsi-partai-politik-danlingkaran-korupsi.pdf, diakses Selasa 29 Oktober 2014, pukul 12:21 WIB



Prinsip-prinsip

Demokrasi,

Muhamad

Yogi,

dikutip

dari

link

http://www.slideshare.net/Sugiessssss/demokrasi-21031041, diakses Kamis 30


Oktober 2014, pukul 23.50
Nasional.kompas.com/read/2013/12/09/2106550/Luthfi.Hasan.Ishaaq.Divonis.1



6.Tahun.Penjara
Republika.co.id/indeks/hot_topic/anas%20urbaningrum

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24