T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat dalam Penyelesaian Tindak Pidana: Studi Kasus di Desa Banyubiruabupaten Semarang T1 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kepolisian, seperti juga kemiliteran terdapat di setiap Negara, baik
Negara modern, seperti Inggris, Amerika Serikat ataupun Jepang, maupun
Negara kuno seperti kerajaan Roma, Cina, dan Majapahit, meskipun dalam
bentuk yang berbeda-beda dan dengan nama-nama yang belum tentu sama.1
Dalam pasal 13 UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisisan Negara Republik
Indonesia dijelaskan bahwa tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan
dan

ketertiban

masyarakat,

menegakkan

hukum,

dan


memberikan

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Kepolisian adalah suatu institusi yang memiliki ciri umum yang dapat
ditelusuri dari sejarah lahirnya polisi baik sebagai fungsi maupun organ. Pada
awalnya polisi lahir bersama masyarakat untuk menjaga sistem kepatuhan
(konformitas) anggota masyarakat terhadap kesepakatan antar warga
masyarakat itu sendiri terhadap kemungkinan adanya tabrakan kepentingan,
penyimpangan perilaku dan perilaku kriminal dari masyarakat. Ketika
masyarakat bersepakat untuk hidup di dalam suatu negara, pada saat itulah

1

Harsja W. Bachtiar, Ilmu Kepolisian Suatu Cabang Ilmu yang Baru, PT Grasindo Anggota IKAPI,
Jakarta, 1994, h. 1.

1

polisi dibentuk sebagai lembaga formal yang disepakati untuk bertindak
sebagai pelindung dan penjaga ketertiban dan keamanan masyarakat atau yang

disebut sebagai fungsi “Sicherheitspolitizei”. Kehadiran Polisi sebagai
organisasi sipil yang dipersenjatai agar dapat memberikan efek pematuhan
(enforcing effect).2
Secara umum, tugas Polisi pada hakikatnya ada dua, yaitu
menegakkan hukum dan memelihara keamanan serta ketertiban umum. Tugas
yang pertama mengandung pengertian Represif atau tugas terbatas yang
kewenangannya dibatasi oleh kitab undang-undang hukum acara pidana
(KUHAP), tugas kedua mengandung pengertian Preventif atau tugas
mengayomi adalah tugas yang luas, tanpa batas, boleh melakukan apa saja
asal keamanan terpelihara dan tidak melanggar hukum itu sendiri.3
Peran ganda sebagai aparat penegak hukum sekaligus sebagai
pengayom dan pelindung masyarakat inilah yang menempatkan polisi tidak
hanya bertanggungjawab kepada hukum, dalam arti dalam menjalankan tugas
operasionalnya terikat pada peraturan perundangan, doktrin dan asas – asas
hukum yang berlaku (khususnya hukum pidana). Pada saat yang bersamaan
polisi juga harus bertangungjawab kepada masyarakat yang mengharapkan

2

Bibit Samad Rianto, Pemikiran Menuju POLRI yang Professional, Mandiri, Berwibawa, dan

Dicintai Rakyat ,PTIK Press dan Restu AGUNG, Jakarta, 2006, h. 36.
3
Kunarto, Perilaku Organisasi Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 1997, h. 111.

2

profesionalisme

polisi

untuk

mengungkap

kejahatan

dalam

rangka


mewujudkan ketertiban masyarakat.4
Kedua tugas tersebut harus dilakasanakan polisi dengan penuh
tanggung jawab serta mendapat dukungan penuh dari masyarakat itu sendiri.
Namun, melihat fenomena saat ini justru banyak presepsi masyarakat yang
negatif tentang polisi itu sendiri. Muncul stigma ini tidak lain karena kurang
adanya keadilan dalam penindakan hukum positif. Banyak tindak pidana
ringan yang diselesaikan pada tingkat peradilan yang pada akhirnya tidak
melahirkan keadilan itu sendiri. Ketidakadilan itu muncul karena terikatnya
aparat penegak hukum pada prosedur – prosedur kaku yang ditentukan dalam
peraturan perundang – undangan.
Pandangan ini menempatkan prosedur menjadi dasar legalitas untuk
menegakkan keadilan, bahkan lebih penting dari keadilan itu sendiri.5
Penegakan hukum yang terkungkung dengan tembok– tembok prosedur
tersebut, menjadi penghalang untuk mewujudkan pencarian kebenaran
(searching for the truth) dan keadilan (searching for justice).6 Penegakan
hukum positif (undang – undang) yang dikukuhi sebagai menjunjung tinggi

4

Satjipto Rahardjo, Polisi Sipil, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2002, h. XXV.

FX.Aji Samekto, Justice Not For All, Kritik terhadap Hukum Modern Dalam Perspektif Hukum
Kritis, Genta Press,Jogjakarta, 2008, h. 33.
6
Ibid., h. 34.

5

3

rule of law hanya mampu mewujudkan keadilan formal (formal justice) tetapi

belum mampu mewujudkan keadilan substantive (substansial justice).7
Hukum dapat berfungsi efektif apabila ada keserasian antara hukum
dengan kultur masyarakatnya. Kultur masyarakat akan menjadi kultur hukum
yang bercermin pada aturan hukum.8 Dalam hal ini, salah satu strategi yang
diterapkan oleh Polri untuk menegakkan peradilan dalam masyarakat adalah
keikutsertaan masyarakat dalam peradilan yang disebut dengan lay judges,
diartikan dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit : partisipasi
masyarakat yang tidak direkrut secara khusus dan dilatih sebagai hakim, tetapi
dilibatkan dalam proses peradilan (lay participations). Dalam arti luas

diartikan sebagai semua bentuk partisipasi masyarakat dalam pengadilan
pidana baik sebagai jury maupun sebagai lay judges sendiri.9
Pergeseran dari lingkup tugas kepolisian dan penegakan hukum yang
sempit ke arah ruang lingkup yang lebih luas mencakup pemeliharaan
ketertiban dan pelayanan sosial dalam rangka politik kriminal. Hal ini
menuntut kesediaan pemolisian ke arah metode community policing.10
Community policing sebagai alternatif gaya kepolisian merupakan pilihan

strategis yang dilakukan oleh Polri baik sebagai konsep maupun aktivitasnya.
Pemolisian masyarakat (community policing) dilakukan karena keterbatasan
7

Ibid., h. 35.
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum Indonesia , Karya Agung, Semarang, 1984, h. 34.
9
Barda Nawawi Arief, Perkembangan Asas Hukum Pidana Indonesia , Penerbit Pustaka Magister,
Semarang, 2008, h. 2.
10
Satjipto Raharjo, Polisi Indonesia Baru, Gramedia, Jakarta, 2000, h. 34.
8


4

personil polisi dan institusi polri menghendaki adanya jalinan kerjasama yang
harmonis dengan masyarakat dalam kegiatan pemeliharaan kamtibmas.
Bentuk kemitraan tersebut diwujudkan dalam strategi Polmas, yakni
dengan memberdayakan masyarakat tidak hanya sebagai objek tetapi
ditempatkan sebagai subjek dalam arti memberi peluang kepada masyarakat
untuk menyelesaikan sendiri masalah – masalah sosial yang berupa gangguan
kamtibmas termasuk pertikaian antar warga baik perkara – perkara perdata
maupun perkara pidana. Dalam hal ini pengertian sengketa warga hanya
dibatasi perkara – perkara pidana khususnya tindak pidana ringan / tipiring11.
Menurut Perkap No. 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi
dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas
Polri, Polmas adalah penyelenggaraan tugas kepolisian yang mendasari
kepada pemahaman bahwa untuk menciptakan kondisi aman dan tertib tidak
mungkin dilakukan oleh Polri sepihak sebagai subyek dan masyarakat sebagai
obyek, melainkan harus dilakukan bersama oleh Polisi dan masyarakat dengan
cara memberdayakan masyarakat melalui kemitraan Polisi dan warga
masyarakat, sehingga secara bersama-sama mampu mendeteksi gejala yang

dapat menimbulkan permasalahan di masyarakat, mampu mendapatkan solusi
dan mampu memelihara keamanan serta ketertiban di lingkunganya.
Pengertian lain mengenai Polmas terdapat di Surat Keputusan Kapolri No.
Sutanto, Hermawan Sulistyo, Tjuk Sugiarso, Polmas: Falsafah Baru Pemolisian , Pensil – 324,
Jakarta, 2008, h. 4.
11

5

Pol.

Skep/558/XI/2009

tentang

Naskah

Sementara

Buku


Pedoman

Pelaksanaan Sistem Pelaporan yaitu segala kegiatan atau upaya untuk
membentuk jiwa Polisi dalam pribadi setiap warga masyarakat. Lebih jelasnya
Perpolisian Masyarakat atau Polmas menurut Skep Kapolri No. Pol. : Skep
737/X/2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian
Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, istilah Polmas bukan
merupakan singkatan dari Perpolisian Masyarakat tetapi suatu istilah yang
diharapkan akan menggantikan berbagai istilah, sebagai terjemahan istilah
community policing.

Tentunya dalam pencegahan suatu tindak kejahatan diperlukan
pengetahuan tentang kejahatan itu terjadi, keadaan lingkungan yang
dipengaruhi oleh keadaan sosial, budaya dan kultur sehingga dalam
penanggulangan dan pengungkapan suatu tindak kejahatan diperlukan
personil yang mempelajari hal itu dan selanjutnya mendapatkan cara yang
tepat dalam penanggulangannya.12

12


Romanus Ate, Fungsi Preventif Patroli BRIMOB dalam Penanggulangan Tindakan Kejahatan,
Jurnal S-1 Ilmu Sosiatri, Vol. 1 No. 1, 2012, h. 2.

6

Perpolisisan masyarakat diterapkan dalam 3 model yakni13:
i.

Modifikasi pranata sosial dan pola pemolisian masyarakat
tradisional, seperti siskamling, pecalang, pela gandong dll.
Disebut adalah (Model A)

ii.

Intensifikasi fungsi polri di bidang pembinaan masyarakat,
seperti, hotline SMS/ telepon, kotak pengaduan, penyuluhan,
intensifikasi patrol, dll. Disebut adalah (Model B)

iii.


Penyesuaian model community policing dari negara-negara
lain, diantaranya adalah Forum Kemitraan Polisi dan
Masyarakat (FKPM), seperti, neighborhood, pospol, dll.
Disebut (Model C)

Dalam penulisan skripsi ini, penulis lebih fokus membicarakan model
C yang diterapkan oleh Polmas yaitu kegiatan Forum Kemitraan Polisi dan
Masyarakat yang selanjutnya disebut FKPM.
Salah satu implementasi Polmas adalah pembentukan Forum
Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) sebagai wadah komunikasi dan
konsultasi bagi masyarakat dan polisi. FKPM berperan sebagai lembaga
pranata social yang mewakili masyarakat dalam membentuk, membangun,

Budiono, “Perpolisian Masyarakat dalam Perspektif Habernas” Masyarakat, Kebudayaan, dan
Politik, Vol. 24, No. 4, Oktober-Desember 2011, h. 318.

13

7

dan menjalankan Polmas sebagai suatu program yang diharuskan mampu
memfasilitasi kegiatan – kegiatan yang berhubungan dengan tugas Polmas.
Pada dasarnya, FKPM harus mampu mendorong peran serta
masyarakat dalam rangka mengantisipasi dan menyelesaikan setiap gejala –
gejala permasalahan dan gangguan keamanan dan ketertiban yang terjadi di
dalam lingkup masyarakat tersebut serta bisa menjadi pelopor mediasi.14
Kewenangan FKPM sebenarnya sederajat dengan Bhabinkamtibmas, sama –
sama berperan sebagai polisi hanya berbeda secara kedinasan.15
Kabupaten Semarang sebagai wilayah penelitian menjadi menarik
terkhusus di Kelurahan Banyubiru, Kecamatan Banyubiru. Hal menarik ini
adanya pusat pendidikan BINMAS. Adanya Pusdik Binmas ini tentu sangat
mempengaruhi bagaimana Polmas sendiri berkembang dan berperan dalam
masyarakat. Selain faktor tersebut, faktor geografis Banyubiru juga menjadi
menarik untuk melihat bagaimana peran Polmas. Banyak daerah pegunungan
yang bisa dikatakan sebagai daerah tertinggal yang menimbulkan efek
samping sulitnya anggota Kepolisian untuk menjangkau atau mendeteksi
adanya gejala- gejala yang menimbulkan adanya kejahatan dan tindak pidana.

14

Wawancara dengan Bapak H. Mustam selaku anggota FKPM Banyubiru selaku Tokoh Agama,
Banyubiru, 17 Juni 2017.
15
Wawancara dengan Bapak Joko Purnomo selaku Tokoh Masyarakat Dusun Kampung Rapet
Banyubiru, Banyubiru, 17 Juni 2017.

8

Salah satu contoh tindak pidana yang sering terjadi di Banyubiru
adalah perjudian. Perjudian di Banyubiru sering terjadi apabila sedang ada
acara hajatan, pada saat malam hari ketika masyarakat begadang dalam acara
hajatan tersebut, awalnya masyarakat memilih melakukan judi hanya sekedar
untuk mengisi waktu luang, namun seiring barjalanya waktu judi malah
menjadi kebiasaan yang menimbulkan dampak negatif.16 Dampak negatif
tersebut bisa berupa masalah – masalah sosial yaitu perdebatan, perkelahian,
dan keributan.
Adanya FKPM di Kecamatan Banyubiru sendiri masih sangat
dibutuhkan karena memang selain membantu peran dan fungsi polisi,
masyarakat juga terbantu dalam hal menciptakan kamtibmas yang diinginkan.
Begitu pula dengan gejala – gejala masalah yang timbul di sekitar wilayah
Banyubiru, seringkali kurang diperhatikan bahkan diabaikan.
Wilayah yang cukup luas dengan jumlah penduduk yang banyak juga
menjadi salah satu faktor pentingnya FKPM harus dilaksanakan dan
diterjunkan di setiap desa/ dusun di wilayah Kecamatan Banyubiru. Namun
salah satu kendala kepolisian Bhabinkamtibmas Polsek Banyubiru adalah

16

Wawancara dengan Bapak Muhamad Amirrudin selaku Bhabinkamtibmas Polsek Banyubiru,
Banyubiru, 16 Juni 2017.

9

kurangnya personil yang mengakibatkan tidak fokusnya personil untuk selalu
intens dan mengawasi masyarakat secara langsung.17

Sangat menarik dan perlu dikaji perihal penerapan tugas Polmas dalam
mewujudkan ketertiban dan keamanan masyarakat di Kecamatan Banyubiru
pada khususnya karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi apakah
pelaksanaan FKPM berjalan efektif dalam mencegah dan menyelesaikan
tindak pidana.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang permasalahan di atas peneliti merumusakan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana peran Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat dalam
penanganan masalah tindak pidana di Kecamatan Banyubiru?
2. Apa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tugas Forum Kemitraan
Polisi dan Masyarakat dalam menciptakan situasi keamanan
masyarakat yang kondusif?
C. Tujuan Penelitian
Peneltian ini bertujuan untuk melihat bagaiamana forum kemitraan
polisi dan masyarakat dalam penyelesaian masalah tindak pidana di tengah
17

Wawancara dengan Bapak Muhamad Amirrudin selaku Bhabinkamtibmas Polsek Banyubiru,
Banyubiru, 16 Juni 2017.

10

masyarakat. Dari sini akan terlihat kelemahan dan juga kendala yang muncul
sehingga bisa menjadi proses pembelajaran untuk pihak yang berkepentingan.
D. Manfaat Penelitian
a) Manfaat Teoritis
Secara

teoritis

hasil

penelitian

memperbanyak dan memperkaya

ini dapat

kajian

digunakan

hukum

pidana

untuk
terhadap

pelaksanaan pemolisian masyarakat dan masalah - masalah yang
berkaitan dengan masyarakat khususnya terkait dengan penyelesaian
masalah - masalah kecil atau masalah tindak pidana ringan di masyarakat
melalui Polmas dan faktor - faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
Polmas dalam menciptakan situasi

keamanan

masyarakat

yang

ini diharapkan

dapat

kondusif.
b) Manfaat Praktis
1. Bagi

masyarakat, hasil

penelitian

dijadikan sebagai masukan dan bahan pertimbangan mengenai
arti

penting

Polmas

menyelesaikan

masalah - masalah

Tindak Pidana Ringan yang timbul di masyarakat dengan
bijak dan adil oleh masyarakat itu sendiri.

11

2. Bagi Polri, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
sebagai masukan guna meningkatkan kerjasama kemitraan
dengan

masyarakat

membantu

kinerja

dalam

pembentukan

Kepolisian

sebagai

Polmas

guna

pelindung

dan

pengayom.
3. Bagi peneliti lain yang hendak meneliti topik sejenis, hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan
bahan pembanding yang dapat melengkapi hasil penelitiannya.
E. Metode Penelitian
Spesifikasi Penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini
adalah deskriptif analitis, yaitu suatu metode penelitian yang dimaksudkan
untuk menggambarkan mengenai fakta - fakta berupa data dengan bahan
hukum primer dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang terkait dan
bahan hukum sekunder.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode pendekatan yuridis sosiologis. Pengertian metode yuridis normatif
menurut Ronny Hanitijo adalah metode yang menggunakan sumber-sumber
data sekunder, yaitu peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum dan
pendapat - pendapat para sarjana, yang kemudian dianalisis serta menarik

12

kesimpulan dari masalah yang akan digunakan untuk menguji dan mengkaji
data sekunder tersebut.
Lokasi

penelitian

adalah

wilayah

hukum

Polsek

Banyubiru.

Khususnya Desa/ Kelurahan Banyubiru. Dipilihnya lokasi tersebut karena
penulis beranggapan Desa Banyubiru merupakan suatu wilayah yang cukup
unik dan menarik karena terdapat pusat pendidikan Binmas Polri. Selain itu
wilayah yang cukup luas dan letak demografis yang terdiri dari pegunungan
juga menjadi salah satu faktor menarik yang menjadikan Desa Banyubiru
sebagai lokasi penelitian. Adapun beberapa alasan lain antara lain :
1) Desa Banyubiru adalah ibu kota Kecamatan Banyubiru.
2) Polsek Kecamatan Banyubiru terletak di Desa Banyubiru.
3) Tidak terdapat FKPM di tingkat Kecamatan, hanya ada
satu FKPM di tingkat desa yaitu desa Banyubiru.
4) Menjadi

desa

percontohan

di

sektor

pendidikan,

peternakan, dan pertanian.
5) Wilayah cukup luas dan penduduk yang padat.
Penelitian ini dilakukan dengan jangka waktu kasus yang terjadi di
tahun 2017 sampai sekarang.
Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :

13

a. Studi literatur, yaitu melakukan penelitian terhadap data
sekunder untuk mendapatkan landasan teori dan memperoleh
infomasi dalam bentuk formal dan data melalui naskah resmi
yang ada.
b. Wawancara, yaitu proses tanya jawab secara lisan dimana dua
orang atau lebih berhadapan secara fisik antara penanya atau
interviewer dengan pemberi informasi atau responden. Teknik
ini dilakukan dengan proses interaksi dan komunikasi secara
lisan.
Dalam penelitian ini, sumber data yang dipakai penulis adalah sebagai
berikut :
a. Sumber data primer, yaitu dengan melakukan wawancara
kepada:
1. Bapak Muhammad Amirrudin selaku Bhabinkamtibmas
Polsek Banyubiru.
2. Bapak FX. Hartanto selaku anggota FKPM.
3. Bapak H. Mustam selaku anggota FKPM Tokoh
Agama.

14

4. Bapak Sri Anggoro Siswaji selaku Kepala Desa
Banyubiru.
5. Bapak Supri Daryono selaku Kepala Dusun Kampung
Rapet.
6. Bapak Joko Purnomo selaku Tokoh Masyarakat.
7. Bapak Agus Suryanto sekalu Tokoh Masyarakat.
b. Sumber data sekunder berupa :
1. Bahan hukum primer
i.

Undang – Undang Dasar 1945.

ii.

UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisisan
Negara Republik Indonesia.

iii.

Perkap No. 7 Tahun 2008 tentang Pedoman
Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian
Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas
Polri.

iv.

Skep Kapolri No. Pol. Skep/558/XI/2009
tentang Naskah Sementara Buku Pedoman
Pelaksanaan Sistem Pelaporan.

15

v.

Skep Kapolri No. Pol. : Skep 737/X/2005
tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan
Model

Perpolisian

Masyarakat

Dalam

Penyelenggaraan Tugas Polri.
2. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder terdiri dari buku – buku
termasuk skripsi, tesis, disertai hukum dan jurnaljurnal hukum yang dapat membantu memberikan
penjelasan, analisa, dan pemahaman dari bahan hukum
primer.

16

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25