T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keterbukaan Diri Terapis Perempuan Kepada Publik: Studi Kasus Manajemen Privasi Komunikasi Terapis Perempuan di Odyseus SPA Semarang T1 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Dalam abad ke 21 ini, kita sudah tidak asing lagi mengenai hal-hal berbau

kecantikan, seperti perawatan tubuh, perawatan rambut serta perawatan wajah.
Seiring dengan perkembangan zaman, perubahan gaya hidup dan kebutuhan untuk
tampil sehat dan menarik semakin tinggi. Industri kecantikan juga sudah
mengalami perkembangan, bukan hanya pada bidang kosmetika akan tetapi juga
mulai beragam, seperti perawatan tubuh dimana kecantikan bukan hanya diukur
dari wajah saja tetapi dari keindahan kulit serta kondisi tubuh yang baik. Salah
satu perawatan tubuh ialah terapi SPA, sebuah terapi yang ditujukan agar
konsumen setelah melakukan SPA dapat merasakan kembali kebugaran tubuhnya.
SPA merupakan suatu singkatan kata dari bahasa latin yang berasal dari kata
Solus Per Aqua (Solus = Pengobatan atau Perawatan, Per = Dengan dan Aqua =

Air). Berdasarkan artitersebut maka dapat dikatakan bahwa SPA adalah suatu
sistem pengobatan atau perawatan denganair atau dalam bahasa Inggris dikenal

sebagai

Hydrotherapy.

Dalam

sejarah

Romawi

Spa

berfungsi

untuk

mengembalikan kesegaran tubuh dari ketegangn otot setelah berperang,
sedangkan untuk para putri bermanfaat untuk merawat kecantikan kulit
(Anastasia,2009:14).
Di Indonesia sendiri SPA sudah berkembang sejak zaman kerajaan Hindu

dan Budha dan telah menjadi tradisi pada ritual-ritual yang ada di Indonesia. Hal
ini dapat kita amati melalui relief-relief pada beberapa candi di Indonesia salah
satunya ialah candi Borobudur(Bunga Naen,2014:18). Hal ini juga terjadi dalam
kehidupan kerajaan-kerajaan, dimana pada zaman itu Therapi dilakukan oleh
dayang-dayang, akan tetapi seirig bergantinya waktu dan sudah dibukanya pusatpusat kecantikan, terapi sudah tida dilakukan oleh dayang-dayang melainkan oleh

1

threapist SPA. Akan tetapi, menjadi seorang terapis bukanlah sebuah pekerjaan
yang mudah, begitu banyak isu yang terjadi di lingkungan masyarakat terkadang
membuat pekerja terapis menjadi resah, seperti beberapa hal yang diberitakan :

No
1.

Sumber Berita
http://bangka.tribunn
ews.com/2016/04/15
/tetangga-lihat-spaesek-esek-banyakjemur-sprai


Tanggal
Jumat,
15 April
2016
14:58

Judul Berita
Tetangga Lihat
Spa Esek-esek
Banyak Jemur
Sprai

2.

http://kupang.tribun
news.com/2016/09/1
6/sumarni-kagetterapisnya-berilayanan-begituanbertarif-rp-250ribu?page=3

Jumat,
1

16
Septemb
er 2016
22:07

3.

https://www.merdek
a.com/peristiwa/jadi
-tempat-prostitusi-6panti-pijat-dan-spadi-alam-suterasegel.html

Selasa,
23
Februari
2016
18:11

2

Isi Berita

Aktivitas tempat Spa &
Therapy di Jalan Duren Tiga
Raya,
Kompleks
Rukan,
Pancoran, Jakarta Selatan,
cukup tertutup. Meski ada
kesan negatif, namun pengelola
tempat yang disebut polisi
lokasi esek-esek itu begitu
tertutup. Di dalam berita juga
meminta pendapat dari pemilik
bangunan di samping ruko
yang
sama
sama
tidak
mengetahui kegiatan spa di
sana, ia hanya mendpat
informasi jika terdapat 8

pekerja perempuan dan 6
pekerja pria. Lalu narasumber
berikutnya
ialah
Petugas
keamanan kompleks tersebut
juga menuturkan jika beliau
pernah mencoba bertnaya bisa
untuk “ esek-esek” atau tidak,
akan
tetapi
pihak SPA
mengatakan jika ada yang
ketahuan melakukan maka
akan dipecat.
Sumarni
Sumarni, pemilik SPA tidak
Kaget
mengetahui jika terapis yang
Terapisnya bekerja di usaha miliknya turut

Beri
mengkomersilkan dirinya. Hal
Layanan
ini tidak dibayarkan langsung
'Begituan'
dikasir melainkan kepada
Bertarif Rp terapisnya langsung. Hal ini
250 Ribu
ditawarkan oleh terapis jika
sang ttau sudah beberapa kali
datang ke tempat mereka.
Jadi tempat Enam tempat spa dan panti
prostitusi,
pijat di Kompleks Ruko De
6 panti
Mansion
Alam
Sutera,
pijat dan
Kecamatan

Pinang,
Kota
spa di
Tangerang, disegel aparat
Alam
Satpol PP Kota Tangerang,
Sutera
Selasa (23/2). Penyegelan

2

disegel
3

4.

http://regional.komp
as.com/read/2016/11
/02/20300781/didug
a.rekayasa.pencabul

an.terapis.spa.kepala
.satpol.pp.dituntut.2.
tahun.bui

Rabu, 2
Novemb
er 2016 |
20:30
WIB

3.1

Diduga
Rekayasa
Pencabul
an
Terapis
Spa,
Kepala
Satpol PP

Dituntut
2 Tahun
Bui

dilakukan
karena
tempat
tersebut tidak memiliki izin dan
dijadikan tempat prostitusi
terselubung.
Ratusan
aparat
gabungan
Satpol PP, Kepolisian dan TNI,
melakukan penyegelan dengan
menggembok pintu masuk ruko
menggunakan rantai besi dan
menempel stiker segel.
Kepala Satuan Polisi Pamong
Praja Bandar Lampung, Cik

Raden, dituntut jaksa penuntut
umum pidana penjara selama
dua
tahun.

Jaksa M Syarief menilai bahwa
Cik Raden bersalah karena
menyuruh
mantan
anak
buahnya, Gusti Zaldi, untuk
memancing terapis City Spa
melepas seluruh pakaiannya.
4
Usaha ini dilakukan agar
seolah-olah terapis City Spa
menyediakan fasilitas plusplus.
Tabel 1.1 Data Terkait Kasus Prostitusi Spa

Fenomena-fenomena yang berada di lapangan menjadikan salah satu
momok bagi Terapis untuk membuka diri mereka kepada publik khususnya orangorang terdekat mereka. Terbentuk sebuah citra dalam pekerjaan yang mereka
lakukan sehingga hal ini memengaruhi kehidupan interaksi mereka terhadap
lingkungan sekitar, memengaruhi proses komunikasi interpesonal mereka. Bahkan
tak jarang mereka menyembunyikan pekerjaan mereka dari lingkungan mereka
terlebih khusus keluarga. Hal ini menjadi sebuah tanda tanya besar, seseorang
biasanya akan meberi tahu keluarga mengenai apa yang dierjakan oleh dirinya,
darimana ia mendapatkan penghasilan. Seolah-olah kedekatan Terapis atau
keterbukaan diri Terapis masih belum sepenuhnya ia membuka diri kepada pihak
keluarga.

3

Banyak masyarakat berpikir jika kita sudah mengenal seseorang bertahuntahun atau dalam kurun wkatu yang cukup lama maka kita sudah mengenal baik
akan orang tersebut, akan tetapi hal tersebut tidaklah benar. Dalam menjalin relasi
seperti yang sudah dipaparkan di atas, seorang komunikator akan memilih hal-hal
apa saja yang akan ia sampaikan kepada seseorang.(Mulyana,2010:81) Hal
tersebut dapat kita lihat melalui studi kasus yang ditemukan Peneliti pada saat
melakukan praktek kerja magang, Peneliti melakuakn praktek magang di sebuah
hotel berbintang di Semarang yang pada saat itu sedang mengikuti kegaitan
tahunan dari pusat. Dari seluruh rangkaian kegiatan selama satu minggu ada
kegiatan yaitu pijat gratis yang dilakukan oleh terapis dari SPA yang berada di
Hotel. Saat Peneliti ingin mendokumentasika kegiatan tersebut tiba tiba salah
seorang terapis mengatakan:
Terapis : “Mas, itu nanti fotonya diposting atau enggak?”
Peneliti : “Iya, Mbak. Di post di media sosial-nya HOTEL sama dikirimkan
ke pusat nanti.”

Terapis : “Jangan, Mas. Kalau semisal mau di foto tolong jangan dilihatin
mukanya. Nanti kasian bapak saya di kampung kalo lihat bisa
kena stroke mendadak.”

Peneliti : “Oh, iya, Mbak.”
Terapis : “Nanti saya lihat hasil fotonya, ya, Mas? ”
Setelah kejadian tersebut, Training Manager Hotel Tersebut mengatakan
kepada Peneliti, “Biasanya memang begitu. Mereka tidak terbuka kepada
keluarga mereka mengenai pekerjaan mereka sebagai terapis. Bahkan suami
mereka kadang juga tidak mengetahuinya. Tahunya cuma kerja di hotel. Udah.
Bagian apanya enggak tahu.”

Jika kita melihat korelasi atau hubungan antara terapis dan keluarga
seharusnya berada dalam tahap keintiman yang cukup tinggi, dimana ketika
seseorang melakukan proses komunikasi inetrpersonal maka kita bisa melihat jika
hubungan kedekatan antara terapis dengan pihak keluarga belum sepenuhnya

4

intim. Pada dasarnya manusia akan terbuka dengan orang-orang yang telah
mereka percayai. Ketidak terbukaan Terapis mengenai pekerjaannya menjadi
tanda tanya besar, apakah kedekatan suatu hubungan sudah pasti orang tersebut
akan membuka diri mereka sebegitu intim, atau tetap masih saja ada sekat atau
tembok yang dibangun dalam membuka diri kepada publik. Sehingga pada tahap
keterbukaan diri, pengungkapan informasi tentang diri masih saja dibatasi.
Terlihat jika terapis masih menyembunyikan informasi diri kepada pihak
keluarga, yang kita yakini jika setiap angota keluaarga memiliki kedekatan
hubungan yang cukup intim, akan tetapi ini di luar ekspetasi Peneliti. Melalui
peristiwa tersebut, kita bisa melihat jika para Terapis menutupi pekerjaan mereka
kepada keluarga, dimana kita beranggapan jika pada umumnya hubungan antar
keluarga khususnya orag tua dan anak memiliki hubungan yang dekat, seorang
anak akan menyampaikan apa pekerjaannya begitu pula sebaliknya. Akan tetapi
hal ini berbeda, terapis memilih untuk menyembunyikan pekerjaan diri mereka
kepada keluarga. Jika terhadap keluarga mereka menyembunyikan informasi
mengenai diri mereka, lalu seberapa jauh mereka membuka diri mereka di
lingkungan kerja mereka yaitu oran yang baru ditemui? Apakah sama seperti yang
terjadi antara terapis perempuan dan keluarga atau malah lebih terbuka?
Melalui ini, Peneliti ingin melihat bagaimana Terapis mengelola informasi
privasi diri mereka terhadap lingkungan sekitar mereka di tempat kerja..
Berdasarkan studi kasus yang ditemui di lapangan, maka Peneliti memilih
Odyseus SPA dikarenakan kasus tersbeut ditemukan di Odyseus SPA serta
seluruh Terapis yang bekerja adalah Perempuan semua.

1.2. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka
rumusan masalah yang akan menjadi fokus penelitian, adalah, “Bagaimana
Terapis Perempuan melakukan manajemen privasi terhadap orang-orang di
lingkungan kerja?”

5

1.3.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah tersebut adalah untuk

menggambarkan Terapis Perempuan dalam melakukan manajemen privasi kepada
rekan kerja.

1.4. Manfaat Penelitian
Dalam Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan atau manfaat
sebagai berikut:
1.4.1. Manfaat Praktis
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat praktis, antara lain:
Penelitian ini diharapkan memberi gambaran mengenai bagaimana
seorang Perempuan yang berprofesi sebagai Terapis membuka diri terhadap
lingkungan mereka dengan citra pekerjaan yang kurang bagus di
masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
memberikan gambaran yang berguna sebagai referensi bagi mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga.

1.4.2. Manfaat Teoritis
Manfaat secara teoritis, diharapkan

dapat memberikan alternatif

terhadap penggunaan teori Komunikasi interpersonal khususnya teori
analsisi manajemen privasi komunikasi dalam memahami berbagai
fenomena sosial yang ada di masyarakat salah satunya adalah mengenai
keterbukaan diri seorang Terapis Perempuan mengenai pekerjaan dalam
bersosialisasi.
1.5. Batasan Penelitian
Pengkajian yang dilakukan dalam penelitian ini hanya ditinjau dari aspek
komunikasi intrpesonal Terapis. Untuk menghindari penafsiran yang berbedabeda maka dalam penelitian ini dilakukan pembatasan-pembatasan sebagai
berikut:

6

Obyek penelitian ini adalah keterbukaan Terapis mengenai dirinya kepada
lingkungan sekitar di lingkungan kerja. Konsentrasi ilmu komunikasi yang
ditinjau dalam penelitian ini adalah bentuk manajemen privasi komunikasi antar
pribadi melalui dalam keterbukaan seseorang mengenai dirinya kepada
lingkungan.
1.6. Konsep-Konsep
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara
tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain
secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Dalam komunikasi
interpersonal, kita mampu melihat seberapa jauh seseorang membuka dirinya, dan
alasan alasan mengapa ia hanya sebatas itu dalam keterbukaan diri. Konsep yang
lebih jelas dikemukakan oleh DeVito, (1986), yang mengartikan self disclosure
sebagai salah satu tipe komunikasi dimana, informasi tentang diri yang biasa
dirahasiakan diberitahu kepada orang lain. Hal yang dirahasiakan pada umumnya
disebut privasi, pada tahapan membuka diri bisa diartikan juga membuka
infromasi-informsi privasi, dimana dalam proses membuka diri juga didapati
proses manajemen privasi komunikasi, dimana proses ini merupakan negosiasi
dalam diri seseorang terhadap pembukaan diri.

7