Hak Tanggungan Mata Kuliah Ekonomi Manaj

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)

Hak Tanggungan 1
Oleh: Agus S. Primasta 2

Pengantar
Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah
bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau
lembaga non keuangan. Raymond P Kent dalam bukunya “money and banking” menyatakan
kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran
pada waktu diminta atau pada waktu yang akan datang karena penyerahan barang-barang
sekarang. Secara etimologi, istilah kredit berasal dari Bahasa latin, yaitu "credere", yang berartii
kepercayaan. 3 Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kredit adalah pinjaman sampai batas
jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.
Di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pengertian kredit
diatur dalam Pasal 1 butir 11, "kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak lain untuk melunasi utangnya setelah jangka

waktu tertentu dengan pemberian bunga". Sedangkan dalam perbankan syariah, istilah kredit
dikenal dengan istilah Pembiayaan. Pengertian pembiayaan menurut UU Perbankan No.10
tahun 1998, yaitu dalam pasal 1 butir 12 UU Perbankan, merumuskan pengertian "pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syari'ah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan antara bank dengan pihak lain, yang
1

1996)

2
3

Dasar tulisan berdasarkan UU Perbankan (UU No. 10 Th 1998 dan UU Hak Tanggungan (UU No. 4 Tahun
Penulis adalah Alumnus Fakultas Hukum UII
Achiel Suyanto s, SH., MBA, Seputar Permasalahan Hukum Perkreditan, Jogja Kinasih, 2001 hlm 3

1
Hak Tanggungan
Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010
Artikel


Hal

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk melunasi uang atau tagihan tersebut, setelah jangka
waktu yang tertentu dengan imbalan atau bagi hasil". Sedangkan, Pasal 1 angka 21 UU no. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyatakan Pembiayaan adalah penyediaan dana
atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk
mudharabah dan musyarakah, transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah, transaksi sewa
beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik, transaksi jual beli, utang piutang, dst.
Dari defenisi diatas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa unsur-unsur kredit adalah:
1.

Kepercayaan;

2.


Jangka Jangka waktu;

3.

Prestasi;

4.

Resiko.
Dalam kredit atau pembiayaan biasanya tidak terlepas dari barang jaminan/agunan.

Isitilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu "zekerheid" atau "cautie",
yang secara umum merupakan cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya 4 . Dalam
peraturan perundang-undangan, kata-kata jaminan terdapat dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132
KUHPerdata, juga terdapat dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan (UU Perbankan yang lama) dan dalam Undang-Undang Perbankan yang
telah diubah yaitu UU Nomor 10 Tahun 1998. Selain istilah jaminan, dikenal juga istilah atau
kata-kata agunan. Sedangkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia, tidak membedakan
pengertian jaminan maupun agunan, yang sama-sama memilki arti yaitu "tanggungan". Namun
dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan dan UU No. 10

Tahun 1998, membedakan pengertian dua istilah tersebut. Dimana dalam UU No. 14 Tahun
1967 lebih cenderung menggunakan istilah "jaminan" dari pada agunan.

Pengertian dan Ruang lingkup Jaminan dan Agunan
Pada dasarnya, pemakaian istilah jaminan dan agunan adalah sama. Namun, dalam
praktek perbankan kedua istilah tersebut di bedakan. Istilah jaminan mengandung arti sebagai
kepercayaan/keyakinan dari bank atas kemampuan atau kesanggupan debitur untuk
4

Ibid hlm 6

2
Hak Tanggungan
Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010
Artikel

Hal

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum

Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)
melaksanakan kewajibannya. Sedangkan istilah agunan diartikan sebagai barang/benda yang
dijadikan jaminan untuk melunasi utang nasabah debitur. Dalam SK Direksi Bank Indonesia No.
23/69/KEP/DIR tanggal 28 februari 1991, pengertian jaminan yaitu: "suatu keyakinan kreditur
bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan".
Sedangkan pengertian agunan diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 10 Tahun 1998, yaitu:
"jaminan pokok yang diserahkan debitur dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia".
Dalam Penjelasan Pasal 8 UU Perbankan No.10 tahun 1998, terdapat 2 (dua) jenis
agunan, yaitu: agunan pokok dan agunan tambahan. Agunan pokok adalah barang, surat
berharga atau garansi yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang
bersangkutan, seperti barang-barang atau proyek-proyek yang dibeli dengan kredit yang
dijaminkan. Sedangkan agunan tambahan adalah barang, surat berharga atau garansi yang
tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, yang
ditambah dengan agunan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dari jaminan (menurut
Pasal 1 angka 23 UU No. 10 Tahun 1998), yaitu:
1.


merupakan jaminan tambahan.

2.

diserahkan oleh nasabah debitur kepada bank/kreditur.

3.

untuk mendapatkan fasilitas kredit/pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah.
Kegunaan dari jaminan, diantaranya adalah memberikan hak dan kekuasaan kepada

bank/kreditur untuk mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan cidera janji,
menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga
kemungkinan untuk meninggalkan usahanya/proyeknya, dengan merugikan diri sendiri, dapat
dicegah. kemudian memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, misalnya
dalam pembayaran angsuran pokok kredit tiap bulannya.
Adapun penggolongan Jaminan sebagai berikut :
1.

5


Penggolongan Jaminan berdasarkan Sifatnya, yaitu:
a.
5

Jaminan yang bersifat Umum,

www.hukum.online. “Penggolongan jaminan”

3
Hak Tanggungan
Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010
Artikel

Hal

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)

merupakan jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan
menyangkut semua harta benda milik debitur, sebagaimana yang diatur dalam Pasal
1131 KUHPerdata, yaitu "segala harta/hak kebendaan si berhutang, baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di masa
mendatang, menjadi tanggungan untuk semua perikatan perorangan".
b.

Jaminan yang bersifat Khusus.
merupakan jaminan yang diberikan dengan penunjukan atau penyerahan atas

suatu benda/barang tertentu secara khusus, sebagai jaminan untuk melunasi
utang/kewajiban debitur, baik secara kebendaan maupun perorangan, yang hanya
berlaku bagi kreditur tertentu saja.
c.

Jaminan yang bersifat Kebendaan dan Perorangan.
Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas

suatu


benda

tersebut.

Penggolongan

jaminan

berdasarkan/bersifat

kebendaan

dilembagakan dalam bentuk: hipotik (Pasal 1162 KUHPerdata), Hak Tanggungan, gadai
(pand), dan fidusia. Sedangkan jaminan yang bersifat perorangan, dapat berupa
“borgtogh” (personal guarantee) yang pemberi jaminannya adalah pihak ketiga secara
perorangan, dan jaminan perusahaan, yang pemberi jaminannya adalah suatu badan
usaha yang berbadan hukum.
2.

Penggolongan jaminan berdasarkan Objek/Bendanya:

a.

Jaminan dalam bentuk Benda Bergerak.
Dikatakan benda bergerak, karena sifatnya yang bergerak dan dapat di pindahkan

atau dalam UU dinyatakan sebagai benda bergerak, misalnya pengikatan hak terhadap
benda bergerak. Jaminan dalam bentuk benda bergerak dibedakan atas benda
bergerak yang berwujud, pengikatanya dengan gadai (pand), dan fidusia, dan benda
bergerak yang tidak berwujud, yang pengikatannya dengan gadai (pand), cessie dan
account revecieble.
b.

Jaminan dalam bentuk Benda Tidak Bergerak

4
Hak Tanggungan
Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010
Artikel

Hal


Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)
Merupakan jaminan yang berdasarkan sifatnya tidak bergerak dan tidak dapat di
pindah-pindahkan, sebagaimana yang diatur dalam KUHPerdata. Pengikatannya
dengan memasang hak tanggungan, hipotik.
3.

Penggolongan jaminan berdasarkan Terjadinya:
a.

Jaminan yang lahir karena Undang-undang.
merupakan jaminan yang ditunjuk keberadaannya oleh undang-undang, tanpa

adanya perjanjian dari para pihak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1131
KUHPerdata, seperti jaminan umum, hak privelege dan hak retensi.
b.

Jaminan yang lahir karena Perjanjian.
merupakan jaminan yang terjadi karena adanya perjanjian antara para pihak

sebelumnya, seperti gadai (pand), fidusia, hipotik, dan hak tanggungan.

Pengertian dan sifat Hak Tanggungan
Pengertian hak tanggungan menurut pasal 1 UU Hak Tanggungan (UUHT) Nomor 4
Tahun 1996, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang
dimaksudkan dalam UUPA nomor 5 Tahun 1960, berikut atau tidak berikut benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur
yang lain. Bahwa maksud dari pasal 1 diatas adalah hak milik, hak guna usaha dalam hak guna
bangunan yang dapat dibebani dengan hak tanggungan untuk pinjaman kredit pada Bank.
Sedangkan yang dimaksud dengan pelunasan diutamakan pada kreditur tertentu adalah
kreditur tersebut mempunyai hak istimewa yang diberikan oleh Undang-undang terhadap
jaminan yang dipegang kreditur tersebut. Artinya bilamana hasil penjualan jaminan tersebut
diutamakan untuk pelunasan kreditur yang mempunyai hak istimewa, kemudian bila masih ada
sisanya dibayarkan pada kreditur-kreditur yang lain atau berdasarkan presentase hutangnya.

Hak tanggungan itu sendiri adalah jaminan yang dibebankan pada hak tanah baik hak
milik, hak guna usaha, maupun hak guna bangunan. Hak-hak ini dapat dieksekusi oleh
Pengadilan Negeri untuk Bank-bank swasta, dan BUPN untuk Bank-bank pemerintah,
5
Hak Tanggungan
Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010
Artikel

Hal

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)
Sebelum berlaku UUHT Nomor 4 tahun 1996, hak tanggungan dikenal dengan istilah
hak hipotik yang dibebankan pada hak-hak tanah. Hak hipotik diatur dalam pasal 1162 s/d pasal
1232 KUHPerdata dan pasal 224 HIR atau pasal 258 RBG dan untuk Creditverbank diatur
dalam Stb. 1908 nomor 452 kemudian diubah dengan Stb. 1937 nomor 190. Tetapi
berdasarkan pasal 29 UUHT, ketentuan tersebut tidak berlaku lagi, kecuali untuk jaminan
benda-benda yang tidak bergerak seperti kapal laut masih tetap berlaku sebagian dari
peraturan tersebut.
Pasal 1 butir 1 UUHT No. 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa Hak Tanggungan atas
tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak
Tanggungan, adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria,
berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik,
untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur
tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.
Adapun sifat-sifat dari Hak Tanggungan adalah:
a.

Hak Tanggungan memberikan hak preferent (droit de preferent), atau kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya (Pasal 6).

b.

Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi kecuali diperjanjikan (Pasal 2 UUHT).

c.

Hak Tanggungan untuk menjamin utang yang sudah ada atau yang akan ada. (Pasal 4
ayat (4))

d.

Hak Tanggungan mempunyai sifat doit de suite (selalu mengikuti bendanya, ditangan
siapapun benda tersebut berada).(Pasal 7)

e.

Hak Tanggungan dibebankan kepada hak atas tanah saja.

f.

Hak Tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial.

g.

Hak Tanggungan memiliki sifat spesialitas dan publisitas.

h.

Objek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah, sebagaimana yang dimaksud dalam
UUPA/UU No. 5 Tahun 1960, yang meliputi: Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak
Guna Usaha.

6
Hak Tanggungan
Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010
Artikel

Hal

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)

Tata cara Pengikatan Agunan Benda tidak bergerak dengan Pemberian Hak Tanggungan
Mengacu Pasal 9 UUHT, Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau
badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Sehingga anggapan
masyarakat yang menyatakan Hak Tanggungan hanya dapat dilaksanakan badan hukum saja
misalnya Bank saja adalah kurang tepat. Berdasarkan pasal tersebut, perseorang pun dapat
menjadi pihak yang memegang Hak Tanggungan.
Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan
sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian
tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan suatu perjanjian lainnya yang
menimbulkan utang tersebut. Pemberian hak tanggungan tersebut diberikan pula Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Dalam UUHT, SKMHT tersebut
dengan

akta

notaris

atau

berikut:
a.

akta

PPAT,

dan

harus

memenuhi

WAJIB dibuat

persyaratan

sebagai

.

tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada membebankan
Hak Tanggungan.

b.

tidak memuat kuasa substitusi.

c.

mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta
identitas kreditornya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak
Tanggungan.
Kemudian yang menjadi pertanyaan, apakah Perjanjian utang piutangnya yang menjadi

dasar dari peletakan jaminan, wajib notariil pula? bagaimana kalau hanya dibawah tangan?
Sedangkan SKMHT-nya saja wajib dengan notariil. Dalam UUHT tidak menjelaskan secara rinci
Perjanjian yang menimbulkan hubungan utang piutang, apakah harus notariil atau tidak.
Sehingga dengan tidak adanya dasar hukum yang mewajibkan perjanjian utang piutang dengan
notariil, perjanjian yang dibuat dibawah tangan menjadi sah-sah saja. Pertanyaan lain muncul,
apakah perjanjian utang piutang dibawah tangan dapat diajukan sebagai salah satu dasar
mengajukan Hak Tanggungan, untuk menjamin terbayarnya piutang tersebut dari Debitur
(penerima Utang). Bahwa dalam prinsipnya apakah itu suatu perjanjian dibawah tangan atau
7
Hak Tanggungan
Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010
Artikel

Hal

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)
notariil adalah bisa mengajukan Pembebanan Hak Tanggungan. Bahkan tatacara Pembebanan
Hak Tanggungan untuk Perjanjian dibawah tangan pada prinsipnya tidak berbeda dengan
Tatacara Pembebanan Hak Tanggungan oleh suatu badan hukum. Hanya perbedaannya
adalah saat Pelunasan/Roya dilakukan perseorangan sendiri dengan keterangan lunas,
sedangkan Badan Hukum dikeluarkan oleh Badan Hukum secara konstitusional baik dengan
keterangan lunas maupun persetujuan mencabut roya.
Setelah perjanjian utang piutang dan SKMHT dibuat, pemberian Hak Tanggungan
tersebut dilanjutkan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT (Pasal 10
ayat (1) dan (2) Undang-undang No.4 Tahun 1996). Kemudian, pemberian Hak Tanggungan
wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, dan sebagai bukti adanya Hak Tanggungan. Setelah
itu, Kantor Pendaftaran Tanah menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah
"DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" (Pasal 13 ayat (I), Pasal
14 ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 4 Tahun 1996).
Dari uraian diatas, dapat kita buat skema tentang tata cara pemberian dan pendaftaran
Hak tanggungan, sebagai berikut:

Tatacara Pemberian, Pendaftaran HAk Tanggungan

Syarat SKMHT :
1. Tidak boleh memuat kuasa untuk
melakukan perbuatan lain selain
membebankan Hak Tanggungan;
2. Tidak memuat kuasa substitusi;
3. Cantumkan secara jelas obyek hak
tanggungan
Surat Kuasa

Pemberian Hak

Membebankan Hak

Tanggungan Berupa

Tanggungan (SKMHT)
Wajib
adaNotariil
dalam (Ps.
APHT
WAJIB
15):

Akta Pemberian Hak

Janji untuk
memberikan Hak

¾ SKMHT untuk tanah yang
terdaftar wajib diikuti Pembuatan
APHT paling lambat 1 Bulan
sesudah diberikan
¾ Sedang untuk tanah yang tidak
terdaftar max 3 bulan

Tanggungan/ APHT
(Notariil) Ps 10 8

Hak Tanggungan
Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010
Artikel

Hal

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)

1.
2.
3.
4.
5.

ISI APHT :
Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan;
Domisili Para Pihak;
Penunjukkan secara jelas utang;
Nilai tanggungan;
Uraian yang jelas mengenai Obyek Hak Tanggungan.
WAJIB DIDAFTARKAN KE KANTOR



PERTANAHAN/BPN
Selambatnya 7 hari kerja setelah
Tandatangan APHT;
Bukti adanya Hak Tanggungan adlah
Sertipikat Hak Tanggungan dengan IrahIrah
“DEMI
KEADILAN
BERDASARKAN
KETUHANAN
YANG MAHA ESA”

Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila debitur cidera janji
maka berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan tersebut,
pemegang hak tanggungan mengajukan permohonan eksekusi sertifikat hak tanggungan
kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang. Kemudian eksekusi akan dilakukan seperti
eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Namun demikian, atas kesepakatan
pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat
dilaksanakan dibawah tangan, jika dengan itu akan diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan semua pihak (Pasal 20 ayat (2) Undang-undang No.4 Tahun 1996).
Pelaksanaan penjualan dibawah tangan tersebut hanya dapat dilakukan setelah lewat 1
(satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pembeli dan/atau pemegang Hak
Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2
(dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat,

9
Hak Tanggungan
Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010
Artikel

Hal

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)
serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan (Pasal 20 ayat (3) Undang-undang No.4
Tahun 1996).
Hak Tanggungan Hapus karena hapusnya utang yang dijaminkan dengan Hak
Tanggungan, dilepaskannya Hak Tanggungan oleh Pemegang Hak Tanggungan, pemberian
Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri dan
hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan. Setelah hapusnya hak tanggungan
maka dilakukan apa yang disebut Roya Hak Tanggungan (Penghapusan Hak Tanggungan)
dengan cara pencoretan catatan dalam Buku Tanah hak atas tanah dan sertipikatnya.

Kesimpulan :
1. Bahwa Pembebanan Hak Tanggungan tidak hanya terbatas dilakukan oleh Badan
Hukum melainkan juga dapat dilakukan oleh Perseorangan.
2. Perjanjian yang menimbulkan utang atau utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak
Tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan
jumlah tertentu dapat ditentukan dengan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain
yang menimbulkan hubungan utang-piutang. Dalam hal ini bentuk tidak harus notariil,
Perjanjian dibawah tangan pun dapat diajukan untuk salah satu dasar mengajukan
Pembebanan Hak Tanggungan.
3. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) WAJIB Akta Notariil/Akta Notaris-PPAT.

10
Hak Tanggungan
Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010
Artikel

Hal