NATA DE CASSAVA
Nama : Muhammad Khoirul Huda
Pengampu
: Dr. Ir. Rohadi, M.P
NIM : D.131.14.0051
Makul
: Teknologi Proses Terpadu
DIAGRAM ALIR PROSES PEMBUATAN NATA DE CASSAVA
Limbah cair tapioca
(pH 3-4, ≤ 3hari)
Kotoran
Penyaringan
Row material bersih
Gula pasir 3%, ZA
(food grade) 0,2 %
Pemasakan
T: 100oC, t: 5´
Row material steril
Tampering
T: 28oC, t: 24 jam
Row material siap
inokulasi
A. Xylinum 10% (v/v)
Inokulasi
Fermentasi
t: 7-8 hari, RH: 90%, T:280C, semi anaerob, pH: 3-5
Nata siap panen
Pemanenan
ketebalan 1-2 cm
Air bersih
Pembersihan
Limbah cair
Nata bersih
Nata de cassava
Gambar 1. Diagram alir pembuatan nata de cassava menurut Ririn Setyantini, UNS
2011 yang dimodifikasi oleh M.K. Huda, USM 2017.
1. Bahan baku pada proses pembuatan nata de cassava menggunakan
limbah cair tapioka. Limbah cair tapioka merupakan bahan utama atau
bahan pokok yang diperlukan dalam pembuatan nata de cassava. Setiap
penerimaan bahan baku yang berupa limbah cair tapioka dianalisis dahulu
untuk menentukan kondisi dan mutunya. Spesifikasi mutu standar yang
telah ditetapkan yaitu warna air limbah putih agak keruh, tidak kuning,
bau tidak menyimpang, tidak ada pertumbuhan jamur dan pH 3-4. Mutu
limbah cair yang sesuai dengan persyaratan tersebut akan disimpan
paling lama tiga hari pada bak penampung. Kemudian setelah lolos
seleksi dilakukan penyaringan dengan tujuan yaitu untuk memisahkan
kotoran atau benda-benda asing yang tercampur dengan limbah cair
tapioka,
seperti
ampas
singkong.
Penyaringan
dilakukan
dengan
menggunakan kain penyaring tanpa ada pelapis.
2. Penambahan gula pasir dan ammonium sulfat (ZA) food grade, sebagai
nutrisi pertumbuhan bakteri dan pembentukan nata pada limbah cair
tapioka ditambahkan gula pasir dan ammonium sulfat. Gula pasir yang
digunakan sebanyak 300 g (3%) dan ammonium sulfat sebanyak 20 g
(0,2%) untuk limbah cair sebanyak 10 liter. Karena air limbah bersifat
asam
maka
tidak
membutuhkan
penambahan
asam
cuka.
Proses
penambahan gula dan ammonium sulfat.
a. Gula sebagai sumber karbon
Sumber karbon merupakan faktor penting dalam proses fermentasi. Bakteri untuk
menghasilkan nata membutuhkan sumber karbon bagi proses metabolismenya.
Glukosa akan masuk ke dalam sel dan digunakan bagi penyediaan energi yang
dibutuhkan dalam perkembang biakannya. Jumlah gula yang ditambahkan harus
diperhatikan sehingga mencukupi untuk metabolisme dan pembentukan pelikel
nata. Kebutuhan karbon untuk media umumnya diberikan oleh glukosa, pati, dan
laktosa (Hidayat,2006).
b. Urea sebagai sumber nitrogen
Selain gula, sumber nitrogen merupakan faktor penting pula. Nitrogen diperlukan
untuk pertumbuhan sel dan pembentukan enzim. Kekurangan nitrogen
menyebabkan sel tumbuh dengan kurang baik dan menghambat pembentukan
enzim yangdiperlukan, sehingga proses fermentasi dapat mengalami kegagalan
atau tidak sempurna (Hidayat,2006).
3. Proses perebusan dilakukan dengan menggunakan panci besar yang
terbuat dari stainless steel. Perebusan media dilakukan hingga mendidih
dengan suhu 100oC. Pendidihan media dipertahankan selama 5 menit.
Tujuan dipertahankan 5 menit setelah mendidih yaitu untuk memastikan
bahwa mikroorganisme (bakteri) telah mati dan untuk menyempurnakan
pelarutan gula pasir dan ammonium sulfat. Pengadukan dilakukan untuk
melarutkan gula pasir dan ammonium sulfat supaya tercampur secara
merata.
4. Proses pewadahan meia dan tampering pada suhu 28 oC, media yang
sudah melalui proses perebusan langsung dituangkan dalam nampan
yang bersih berukuran (21cm x 32cm x 6cm) sebanyak ±1,2 liter.
Penuangan dilakukan dengan cepat untuk menghindari kontaminan pada
media. Media yang dituangkan dalam nampan langsung ditutup dengan
koran. Koran yang digunakan bersih (tidak lapuk, tidak bekas minyak,
tidak basah, sobek dan berlubang). Pada pinggiran nampan diikat dengan
karet gelang. tampering dilakukan selama 1 malam.
5. Sebelum Pemberian starter (Acetobacter xylinum), dilakukan pemeliharaan
Kultur Murni A. Xylinum yaitu, Biakan atau kultur murni A. Xylinum, pemeliharaannya
dengan cara peremajaan dilakukan pada media agar miring. Pemeliharaan koleksi kultur
yang dimiliki dapat dilakukan dengan cara: pembuatan media Hassid Barker Agar (HBA)
dalam tabung reaksi dan peremajaan kultur setiap 2-3 bulan. Komposisi media HBA
adalah sebagai berikut: sukrosa 10%, (NH4)2SO4 0,6 g/L, K2HPO4 5,0 g/L, ekstrak
khamir 2,5 g/L 2 % asam asetat glasial, agar difco 15 g/L . Media HBA dimasukkan
kedalam tabung reaksi dan disterilkan dalam autoclave 121oC, 2 atm, selama 15 menit.
Media dalam tabung reaksi masih panas diletakkan mring hingga membeku untuk
menghasilkan
media
agar
miring.
Peremajaan
dapat
dilakukan
dengan
cara
menggoreskan 1 ose kultur kedalam media agar miring yang telah dipersiapkan. Kutur
baru diinkubasi pada suhu kamar, selama 2-3 hari. Kultur akan tumbuh pada media HBA
miring dengan bentuk sesuai alur goresan. Kultur yang terlah diremajakan siap untuk
kultur kerja, dan sebagian disimpan untuk kultur simpan atau kultur stok (Stock Culture).
Pemberian starter dilakukan apabila media dalam keadaan bersuhu 28 oC.
Nampan yang berisi media kemudian diberi starter sebanyak 120 ml atau
10% (v/v). Setiap 1 botol starter sebanyak 600 ml digunakan untuk 5-6
nampan yang berisi ±1,2 liter media. Penginokulasian dilakukan dengan
cepat dan aseptis, hanya dilakukan dengan cara membuka disalah satu
sudut nampan tanpa membuka seluruh nampan. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi kontaminasi dari udara.
6. Proses fermentasi dilakukan setelah media diberi starter kemudian
didiamkan dalam suhu kamar selama 7-8 hari, dalam keadaan semi
anaerob, RH 90%, pH 3-5, T 28 oC. Setelah 8 hari diharapkan media yang
berupa
cairan
menempatkan
fermentasi
akan
menjadi
nampan-nampan
nampan
tidak
nata.
pada
boleh
Fermentasi
rak-rak
terkena
dilakukan
dengan
fermentasi.
Selama
goncangan
atau
dipindahpindahkan karena dapat menyebabkan lembaran nata berlapis.
Suhu ruangan fermentasi dikondisikan pada suhu kamar.
Selama fermentasi bakteri Acetobacter xylinum memecah gula (sukrosa) menjadi glukosa
dan fruktosa. Glukosa melalui reaksi heksokinase diubah menjadi glukosa-6-fosfat.
Glukosa-6-fosfat diubah menjadi glukosa-1-fosfat oleh enzim fosfoglukomutase. Reaksi
selanjutnya adalah pembentukan uridin difosfat glukosa (UDP-glukosa) yang merupakan
hasil reaksi antara glukosa-1-fosfat dengan uridin trifosfat (UTP), oleh kerja enzim
glukosa-1-fosfaturidiltransferase. Reaksi ini dialihkan menuju ke kanan oleh kerja
pirofosfatase, yang menghidrolisa pirofosfat (Ppi) menjadi ortofosfat (Pi). UDP-glukosa
adalah donor langsung residu glukosa di dalam pembentukan enzimatik selulosa oleh
kerja selulosa sintetase yang mengiatkan pemindahan residu glukosil dari UDP-glukosa
ke ujung non residu molekul selulosa (Lehninger, 1994). Pembentukan nata (polisakarida
ekstraselluler) memerlukan senyawa antara lain yaitu heksosa fosfat. Heksosa fosfat
mengalami oksidasi melalui lintasan pentosa fosfat menghasilkan senyawa NADPH
(senyawa penyimpan tenaga pereduksi) dan melepas CO2. Gas CO2 yang dilepas akan
terhambat dan menempel pada mikrofibril selulosa, sehingga selulosa naik ke permukaan
cairan. Fosfat anorganik perlu ditambahkan ke dalam medium karena bahan tersebut
sangat diperlukan untuk memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (Arviyanti dan
Yulimartani, 2009). Pada proses metabolismenya, selaput selulosa ini terbentuk oleh
aktivitas Acetobacter xylinum terhadap glukosa. Karbohidrat pada medium dipecah
menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak (Guanosin trifosfat)
membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim selulosa sintetase, prekursor ini
selanjutnya dikeluarkan ke lingkungan membentuk jalinan selulosa pada permukaan
medium. Pembentukan selulosa oleh Acetobacter xylinum dipengaruhi ketersediaan
oksigen dan glukosa. Selain itu, pembentukannya juga dipengaruh pH medium, lama
fermentasi, dan sumber nitrogen (Palungkun, 1993).
7. Pemanenan nata dilakukan setelah fermentasi selama 8 hari. Nata
dipisahkan dari nampan. Selanjutnya dilakukan pemilahan nata yang
memenuhi kriteria mutu dan yang cacat (berlubang) untuk ditempatkan
dalam wadah yang berbeda. Cairan nata yang tidak jadi dan tercemar
jamur dibuang. Kriteria pemanenan nata yang baik yaitu terbentuknya
nata berwarna putih, tidak terdapat jamur dan noda, ketebalan 1-2 cm,
permukaan rata sempurna dan tidak ada cacat. Cairan yang tersisa pada
nampan fermentasi hampir tidak ada/kering.
8. Nata yang telah dipisahkan kemudian ditempatkan dalam ember untuk
selanjutnya dilakukan proses pencucian. Pencucian dilakukan dengan
menggunakan air bersih yang mengalir. Tujuan dari pencucian yaitu untuk
menghilangkan lendir yang menempel pada nata. Nata yang sudah bersih
kemudian ditempatkan pada drum-drum plastik besar untuk dijual kepada
pengepul.
Pengampu
: Dr. Ir. Rohadi, M.P
NIM : D.131.14.0051
Makul
: Teknologi Proses Terpadu
DIAGRAM ALIR PROSES PEMBUATAN NATA DE CASSAVA
Limbah cair tapioca
(pH 3-4, ≤ 3hari)
Kotoran
Penyaringan
Row material bersih
Gula pasir 3%, ZA
(food grade) 0,2 %
Pemasakan
T: 100oC, t: 5´
Row material steril
Tampering
T: 28oC, t: 24 jam
Row material siap
inokulasi
A. Xylinum 10% (v/v)
Inokulasi
Fermentasi
t: 7-8 hari, RH: 90%, T:280C, semi anaerob, pH: 3-5
Nata siap panen
Pemanenan
ketebalan 1-2 cm
Air bersih
Pembersihan
Limbah cair
Nata bersih
Nata de cassava
Gambar 1. Diagram alir pembuatan nata de cassava menurut Ririn Setyantini, UNS
2011 yang dimodifikasi oleh M.K. Huda, USM 2017.
1. Bahan baku pada proses pembuatan nata de cassava menggunakan
limbah cair tapioka. Limbah cair tapioka merupakan bahan utama atau
bahan pokok yang diperlukan dalam pembuatan nata de cassava. Setiap
penerimaan bahan baku yang berupa limbah cair tapioka dianalisis dahulu
untuk menentukan kondisi dan mutunya. Spesifikasi mutu standar yang
telah ditetapkan yaitu warna air limbah putih agak keruh, tidak kuning,
bau tidak menyimpang, tidak ada pertumbuhan jamur dan pH 3-4. Mutu
limbah cair yang sesuai dengan persyaratan tersebut akan disimpan
paling lama tiga hari pada bak penampung. Kemudian setelah lolos
seleksi dilakukan penyaringan dengan tujuan yaitu untuk memisahkan
kotoran atau benda-benda asing yang tercampur dengan limbah cair
tapioka,
seperti
ampas
singkong.
Penyaringan
dilakukan
dengan
menggunakan kain penyaring tanpa ada pelapis.
2. Penambahan gula pasir dan ammonium sulfat (ZA) food grade, sebagai
nutrisi pertumbuhan bakteri dan pembentukan nata pada limbah cair
tapioka ditambahkan gula pasir dan ammonium sulfat. Gula pasir yang
digunakan sebanyak 300 g (3%) dan ammonium sulfat sebanyak 20 g
(0,2%) untuk limbah cair sebanyak 10 liter. Karena air limbah bersifat
asam
maka
tidak
membutuhkan
penambahan
asam
cuka.
Proses
penambahan gula dan ammonium sulfat.
a. Gula sebagai sumber karbon
Sumber karbon merupakan faktor penting dalam proses fermentasi. Bakteri untuk
menghasilkan nata membutuhkan sumber karbon bagi proses metabolismenya.
Glukosa akan masuk ke dalam sel dan digunakan bagi penyediaan energi yang
dibutuhkan dalam perkembang biakannya. Jumlah gula yang ditambahkan harus
diperhatikan sehingga mencukupi untuk metabolisme dan pembentukan pelikel
nata. Kebutuhan karbon untuk media umumnya diberikan oleh glukosa, pati, dan
laktosa (Hidayat,2006).
b. Urea sebagai sumber nitrogen
Selain gula, sumber nitrogen merupakan faktor penting pula. Nitrogen diperlukan
untuk pertumbuhan sel dan pembentukan enzim. Kekurangan nitrogen
menyebabkan sel tumbuh dengan kurang baik dan menghambat pembentukan
enzim yangdiperlukan, sehingga proses fermentasi dapat mengalami kegagalan
atau tidak sempurna (Hidayat,2006).
3. Proses perebusan dilakukan dengan menggunakan panci besar yang
terbuat dari stainless steel. Perebusan media dilakukan hingga mendidih
dengan suhu 100oC. Pendidihan media dipertahankan selama 5 menit.
Tujuan dipertahankan 5 menit setelah mendidih yaitu untuk memastikan
bahwa mikroorganisme (bakteri) telah mati dan untuk menyempurnakan
pelarutan gula pasir dan ammonium sulfat. Pengadukan dilakukan untuk
melarutkan gula pasir dan ammonium sulfat supaya tercampur secara
merata.
4. Proses pewadahan meia dan tampering pada suhu 28 oC, media yang
sudah melalui proses perebusan langsung dituangkan dalam nampan
yang bersih berukuran (21cm x 32cm x 6cm) sebanyak ±1,2 liter.
Penuangan dilakukan dengan cepat untuk menghindari kontaminan pada
media. Media yang dituangkan dalam nampan langsung ditutup dengan
koran. Koran yang digunakan bersih (tidak lapuk, tidak bekas minyak,
tidak basah, sobek dan berlubang). Pada pinggiran nampan diikat dengan
karet gelang. tampering dilakukan selama 1 malam.
5. Sebelum Pemberian starter (Acetobacter xylinum), dilakukan pemeliharaan
Kultur Murni A. Xylinum yaitu, Biakan atau kultur murni A. Xylinum, pemeliharaannya
dengan cara peremajaan dilakukan pada media agar miring. Pemeliharaan koleksi kultur
yang dimiliki dapat dilakukan dengan cara: pembuatan media Hassid Barker Agar (HBA)
dalam tabung reaksi dan peremajaan kultur setiap 2-3 bulan. Komposisi media HBA
adalah sebagai berikut: sukrosa 10%, (NH4)2SO4 0,6 g/L, K2HPO4 5,0 g/L, ekstrak
khamir 2,5 g/L 2 % asam asetat glasial, agar difco 15 g/L . Media HBA dimasukkan
kedalam tabung reaksi dan disterilkan dalam autoclave 121oC, 2 atm, selama 15 menit.
Media dalam tabung reaksi masih panas diletakkan mring hingga membeku untuk
menghasilkan
media
agar
miring.
Peremajaan
dapat
dilakukan
dengan
cara
menggoreskan 1 ose kultur kedalam media agar miring yang telah dipersiapkan. Kutur
baru diinkubasi pada suhu kamar, selama 2-3 hari. Kultur akan tumbuh pada media HBA
miring dengan bentuk sesuai alur goresan. Kultur yang terlah diremajakan siap untuk
kultur kerja, dan sebagian disimpan untuk kultur simpan atau kultur stok (Stock Culture).
Pemberian starter dilakukan apabila media dalam keadaan bersuhu 28 oC.
Nampan yang berisi media kemudian diberi starter sebanyak 120 ml atau
10% (v/v). Setiap 1 botol starter sebanyak 600 ml digunakan untuk 5-6
nampan yang berisi ±1,2 liter media. Penginokulasian dilakukan dengan
cepat dan aseptis, hanya dilakukan dengan cara membuka disalah satu
sudut nampan tanpa membuka seluruh nampan. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi kontaminasi dari udara.
6. Proses fermentasi dilakukan setelah media diberi starter kemudian
didiamkan dalam suhu kamar selama 7-8 hari, dalam keadaan semi
anaerob, RH 90%, pH 3-5, T 28 oC. Setelah 8 hari diharapkan media yang
berupa
cairan
menempatkan
fermentasi
akan
menjadi
nampan-nampan
nampan
tidak
nata.
pada
boleh
Fermentasi
rak-rak
terkena
dilakukan
dengan
fermentasi.
Selama
goncangan
atau
dipindahpindahkan karena dapat menyebabkan lembaran nata berlapis.
Suhu ruangan fermentasi dikondisikan pada suhu kamar.
Selama fermentasi bakteri Acetobacter xylinum memecah gula (sukrosa) menjadi glukosa
dan fruktosa. Glukosa melalui reaksi heksokinase diubah menjadi glukosa-6-fosfat.
Glukosa-6-fosfat diubah menjadi glukosa-1-fosfat oleh enzim fosfoglukomutase. Reaksi
selanjutnya adalah pembentukan uridin difosfat glukosa (UDP-glukosa) yang merupakan
hasil reaksi antara glukosa-1-fosfat dengan uridin trifosfat (UTP), oleh kerja enzim
glukosa-1-fosfaturidiltransferase. Reaksi ini dialihkan menuju ke kanan oleh kerja
pirofosfatase, yang menghidrolisa pirofosfat (Ppi) menjadi ortofosfat (Pi). UDP-glukosa
adalah donor langsung residu glukosa di dalam pembentukan enzimatik selulosa oleh
kerja selulosa sintetase yang mengiatkan pemindahan residu glukosil dari UDP-glukosa
ke ujung non residu molekul selulosa (Lehninger, 1994). Pembentukan nata (polisakarida
ekstraselluler) memerlukan senyawa antara lain yaitu heksosa fosfat. Heksosa fosfat
mengalami oksidasi melalui lintasan pentosa fosfat menghasilkan senyawa NADPH
(senyawa penyimpan tenaga pereduksi) dan melepas CO2. Gas CO2 yang dilepas akan
terhambat dan menempel pada mikrofibril selulosa, sehingga selulosa naik ke permukaan
cairan. Fosfat anorganik perlu ditambahkan ke dalam medium karena bahan tersebut
sangat diperlukan untuk memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (Arviyanti dan
Yulimartani, 2009). Pada proses metabolismenya, selaput selulosa ini terbentuk oleh
aktivitas Acetobacter xylinum terhadap glukosa. Karbohidrat pada medium dipecah
menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak (Guanosin trifosfat)
membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim selulosa sintetase, prekursor ini
selanjutnya dikeluarkan ke lingkungan membentuk jalinan selulosa pada permukaan
medium. Pembentukan selulosa oleh Acetobacter xylinum dipengaruhi ketersediaan
oksigen dan glukosa. Selain itu, pembentukannya juga dipengaruh pH medium, lama
fermentasi, dan sumber nitrogen (Palungkun, 1993).
7. Pemanenan nata dilakukan setelah fermentasi selama 8 hari. Nata
dipisahkan dari nampan. Selanjutnya dilakukan pemilahan nata yang
memenuhi kriteria mutu dan yang cacat (berlubang) untuk ditempatkan
dalam wadah yang berbeda. Cairan nata yang tidak jadi dan tercemar
jamur dibuang. Kriteria pemanenan nata yang baik yaitu terbentuknya
nata berwarna putih, tidak terdapat jamur dan noda, ketebalan 1-2 cm,
permukaan rata sempurna dan tidak ada cacat. Cairan yang tersisa pada
nampan fermentasi hampir tidak ada/kering.
8. Nata yang telah dipisahkan kemudian ditempatkan dalam ember untuk
selanjutnya dilakukan proses pencucian. Pencucian dilakukan dengan
menggunakan air bersih yang mengalir. Tujuan dari pencucian yaitu untuk
menghilangkan lendir yang menempel pada nata. Nata yang sudah bersih
kemudian ditempatkan pada drum-drum plastik besar untuk dijual kepada
pengepul.