T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemahaman Guru TIKKKPI Mengenai Permendikbud Nomor 45 Tahun 2015 dalam Menjalankan Perannya di Kurikulum 2013: Studi Kasus di SMP Negeri kota Salatiga T1 Full text

Pemahaman Guru TIK/KKPI Mengenai Permendikbud Nomor 45
Tahun 2015 dalam Menjalankan Perannya di Kurikulum 2013
(Studi Kasus di SMP Negeri kota Salatiga)

ARTIKEL ILMIAH
Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi
Untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Komputer

Disusun Oleh :

Ahmad Musa Zaidi
702012129

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN
KOMPUTER
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
2016

1.


PENDAHULUAN

Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan
langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi serta misi pendidikan
dalam mewujudkan tercapainya tujuan[1]. Beberapa kebijakan pendidikan disusun
oleh pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Salah satu kebijakan dalam
pendidikan di Indonesia adalah kebijakan mengenai peran guru TIK dalam kurikulum
2013. Kebijakan mengenai guru TIK bertujuan untuk memaksimalkan peran dan
fungsi guru TIK dalam rangka mengembangkan berbagai program pendidikan
inovatif, serta untuk membantu guru, dan tenaga kependidikan lainnya dalam
mendayagunakan teknologi untuk memberikan kemudahan belajar peserta didik[2].
Perubahan terkait guru TIK itu dituangkan dalam kebijakan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 tahun 2014. Akan tetapi, tak berselang lama
ada beberapa aturan yang ditambahkan dan direvisi dengan diterbitkannya Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2015. Perubahan ini mencakup
beberapa hal signifikan, yaitu mengenai peran guru TIK dan pelaksanaan bimbingan
TIK.
Perubahan kebijakan ini sangat penting untuk dipahami oleh sekolah,
khususnya oleh guru TIK dalam mengimplementasikan kebijakan Permendikbud

nomor 45 tahun 2015. Beberapa guru TIK belum menjalankan perannya dengan
optimal sesuai dengan standar yang terdapat pada Permendikbud Nomor 45 tahun
2015. Fakta ini terbukti dari beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan.
Salah satunya dilakukan oleh Saekoko yang menyimpulkan bahwa guru TIK di
beberapa SMP belum melaksanakan secara optimal peran yang ada dalam
Permendikbud Nomor 68 tahun 2014[3]. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Aditya yang menyatakan bahwa guru TIK di beberapa Sekolah
Menengah Atas juga belum maksimal dalam menjalankan perannya sesuai
Permendikbud Nomor 68 tahun 2014[4]. Pemahaman dan kesiapan guru dalam
mengimplementasikan perubahan pada kurikulum ini merupakan faktor suksesnya
implementasi kurikulum 2013[2]. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pemahaman guru TIK mengenai peran mereka dan bimbingan TIK sesuai
Permendikbud Nomor 45 tahun 2015. Diharapkan dengan mengetahui pemahaman
guru TIK terhadap Permendikbud itu, dapat memberikan gambaran kepada Sekolah
Menengah Pertama di Salatiga untuk mengoptimalkan peran guru TIK pada
pelaksanaan kurikulum 2013.
2.

TINJAUAN PUSTAKA


Peran Guru TIK dan KKPI dalam Permendikbud Nomor 45 tahun 2015
tidak mengalami perubahan dari kebijakan sebelumnya. Peran guru TIK diterangkan
dalam pasal 3 dengan isi : a. membimbing peserta didik pada SMP/MTs, SMA/MA,
SMK/MAK, atau yang sederajat untuk mencapai standar kompetensi lulusan
pendidikan dasar dan menengah; b. memfasilitasi sesama guru pada SMP/MTs,
SMA/MA, SMK/MAK, atau yang sederajat dalam menggunakan TIK untuk

persiapan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran pada pendidikan dasar dan
menengah; dan c. memfasilitasi tenaga kependidikan pada SMP/MTs, SMA/MA,
SMK/MAK, atau yang sederajat dalam mengembangkan sistem manajemen sekolah
berbasis TIK[5]. Kesuksesan pelaksanaan peran guru TIK yang baru sangat
bergantung pada pemahaman yang mendalam dari guru TIK dalam
mengimplementasikan perubahan tersebut[6]. Kebijakan ini menunjukkan bahwa
peran guru TIK mengalami perubahan dari yang hanya mengajar peserta didik
menjadi membimbing peserta didik, dan juga memfasilitasi sesama guru dan tenaga
kependidikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa sebenarnya keberadaan guru TIK tetap
dibutuhkan, walaupun mata pelajaran TIK digantikan dengan bimbingan TIK.
Bimbingan TIK yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 45 tahun 2015
dalam pasal 4 ayat (1) dengan isi : a. membimbing peserta didik SMP/MTs,
SMA/MA, SMK/MAK, atau yang sederajat untuk mencari, mengolah, menyimpan,

menyajikan, menyebarkan data dan informasi dalam berbagai cara untuk mendukung
kelancaran proses pembelajaran; b. memberikan layanan/fasilitasi sesama guru
SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau yang sederajat untuk mencari, mengolah,
menyimpan, menyajikan, menyebarkan data dan informasi dalam berbagai cara untuk
persiapan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran; c. memberikan layanan/fasilitasi
bagi tenaga kependidikan SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau yang sederajat
untuk mengembangkan sistem manajemen sekolah berbasis TIK[5].
Pada kebijakan pasal 4 ayat (2) menjelaskan bahwa guru TIK mempunyai
beban kerja membimbing paling sedikit 150 peserta didik per-semester pada satu atau
lebih satuan pendidikan pada jenjang yang sama dan/atau lintas jenjang[5]. Pada
kebijakaan ini juga membahas dan mengatur mengenai evaluasi hasil bimbingan
peserta didik. Evaluasi hasil bimbingan diatur dalam pasal 7 dengan isi : hasil
evaluasi proses bimbingan TIK peserta didik dilaporkan dalam bentuk laporan hasil
bimbingan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan hasil belajar (rapor)
peserta didik. Adapun menurut Arifin (2012) pelaksanaan evaluasi bertujuan untuk
guru mengetahui keefektifan sistem bimbingan dan potensi peserta didik, sehingga
dapat melaksanakan bimbingan sesuai dengan tujuan yang diharapkan[8]
Wijayanti (2011) menyatakan tentang urgensi peningkatan kemampuan TIK
oleh guru karena TIK sekarang ini digunakan untuk membantu mengemas bahan ajar
dan TIK digunakan untuk membantu proses managemen pembelajaran pada semua

mata pelajaran[7]. Mengingat bimbingan TIK diberikan oleh guru TIK baik kepada
peserta didik, sesama guru dan tenaga kependidikan, maka diperlukan kualifikasi
dengan standar tertentu yang selanjutnya diatur dalam Permendikbud Nomor 45
tahun 2015 pasal 2.
3.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian
yang dilakukan dengan maksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek peneliti, misalnya persepsi pemahaman dari subjek terhadap objek penelitian.
Penelitian ini difokuskan kepada pemahaman sekolah, terutama guru TIK mengenai

kebijakan Permendikbud nomor 45 tahun 2015 yang berkaitan dengan peran mereka
dan pelaksanaan BTIK. Penelitian dilakukan di empat SMP Negeri di Salatiga yang
telah menerapkan Kurikulum 2013. Untuk menjaga privasi sekolah maka nama
keempat sekolah pada penelitian ini disebutkan dengan inisial SMP A, SMP B, SMP
C, dan SMP D.
Wawancara kepada empat orang guru TIK di empat SMP Negeri di Salatiga
dilakukan untuk mendapatkan pemahaman guru TIK mengenai kebijakan

Permendikbud Nomor 45 tahun 2015 yang berkaitan dengan perannya dan
pelaksanaan bimbingan TIK. Observasi dilakukan untuk mengetahui secara langsung
sejauh mana implementasi Kebijakan Permendikbud Nomor 45 tahun 2015
dilaksanakan pada sekolah tersebut.
Analisis data pada penelitian ini menggunakan model interaktif dilakukan
dengan cara mengumpulkan data, mereduksi data, menyajikan data, dan menarik
kesimpulan. Adapun data disajikan dalam bentuk tabulasi atau table disertai dengan
deskripsi untuk membuatnya lebih mudah dipahami. Keabsahan data didapatkan
melalui teknik triangulasi teknik pengambilan data yaitu dengan lebih dari satu teknik
pengumpulan data[8]. Data didapatkan tidak hanya melalui wawancara namun juga
melalui observasi.
4.

HASIL PENELITIAN

Wawancara dilakukan kepada empat orang guru TIK di empat SMP Negeri
yang ada di kota Salatiga. Wawancara dilakukan untuk mengetahui pemahaman
mereka terhadap kebijakan baru yang berlaku pada Permendikbud Nomor 45 tahun
2015. Adapun hasil penelitian disajikan dalam tabel 1 berikut ini.
No


Konsep

1

Peran guru TIK

2

Bimbingan TIK
a. Bimbingan ke Peserta
didik
b. evaluasi hasil
bimbingan
c. Beban kerja
guru TIK
d. Bimbingan ke sesama
guru
e. Bimbingan ke tenaga
kependidikan


Keterangan

:

SMP A

SMP B

SMP C

SMP D

P

P

TP

P


KP

KP

KP

KP

P

P

P

P

KP

SP


KP

KP

SP

SP

SP

SP

P

KP

TP

KP


Sangat Paham (SP)

Paham (P)
Kurang Paham(KP)
Tidak Paham (TP)

: Pernyataan guru sesuai dengan isi Permendikbud Nomor 45 tahun
2015 dengan penjelasan mendalam dan/atau memberi contoh pada
pelaksanaan
: Pernyataan guru memenuhi dan sesuai dengan Permendikbud Nomor
45 tahun 2015 dengan penjelasan singkat namun tidak mendalam
: Pernyataan guru kurang lengkap atau kurang sesuai Permendikbud
Nomor 45 tahun 2015tetapi masih dalam lingkup kebijakan tersebut
: Pernyataan guru tidak sesuai dengan Permendikbud Nomor 45 tahun
2015 atau guru menyatakan tidak mengetahui perihal kebijakan

Pemahaman Guru Mengenai Perannya
Peran guru dalam Permendikbud Nomor 45 tahun 2015 adalah untuk
membimbing peserta didik, memfasilitasi sesama guru dan memfasilitasi tenaga
kependidikan. Pada hasil penelitian di empat sekolah mengenai pemahaman peran
guru TIK menunjukkan bahwa guru TIK di SMP A, SMP B dan SMP D sudah paham
akan peran guru TIK dalam Permendikbud tersebut. Guru TIK di ketiga sekolah
tersebut menyatakan dalam penjelasannya bahwa peran guru TIK adalah
membimbing peserta didik dan memfasilitasi sesama guru dan tenaga kependidikan.
Pernyataan yang dijelaskan secara singkat dan sudah sesuai dengan yang tertera
dalam kebijakan dapat dimasukkan dalam kategori paham. Akan tetapi, guru TIK di
SMP C dalam hasil wawancara menunjukkan bahwa guru tidak memahami peran
guru TIK dalam Permendikbud Nomor 45 tahun 2015. Guru tersebut dalam sesi
wawancara memberikan pernyataan yang berbunyi, “jawaban jujur saya, saya tidak
tahu peran guru TIK untuk di Permendikbud tersebut”. Jawaban tersebut
menunjukkan bahwa guru TIK di SMP C dikategorikan tidak paham karena guru
tidak bisa menjelaskan atau menyatakan tidak mengetahui mengenai peran guru TIK
dalam Permendikbud.
Pemahaman Guru Mengenai bimbingan TIK
Bimbingan TIK ke peserta didik dijelaskan dalam Permendikbud Nomor 45
tahun 2015 adalah untuk mencari, mengolah dan menyajikan data dan informasi
dalam berbagai cara untuk mendukung proses pembelajaran. Berdasarkan hasil
wawancara mengenai pemahaman guru TIK terhadap bimbingan TIK ke peserta didik
di empat SMP Negeri di Salatiga menunjukkan bahwa guru TIK masih kurang
paham. Guru TIK di SMP A dan SMP B dikatakan kurang paham karena dalam
pernyataannya, kedua guru sama-sama menjelaskan bahwa bimbingan TIK ke peserta
didik hanya dalam rangka untuk membantu kelancaran proses pembelajaran dalam
bidang TIK. Pada hasil wawancara di SMP C dan SMP D juga hampir sama,
pernyataan guru TIK di kedua sekolah itu juga kurang lengkap. Hal ini dibuktikan
dalam wawancara kepada guru TIK di SMP C yang menyatakan bahwa guru
membimbing dalam hal apa-apa saja yang dibutuhkan oleh peserta didik. Begitu juga
di SMP D, guru menyatakan bahwa bimbingan TIK ke peserta didik didasarkan dari
apa yang dibutuhkan saja. Secara keseluruhan dapat disimpulkan pemahaman guru
berada dalam kategori kurang paham karena keempat guru TIK tidak menjelaskan

secara detail atau kurang lengkap mengenai bimbingan TIK dalam hal mencari,
mengolah, dan menyajikan data ataupun infomasi dalam bidang TIK selama proses
wawancara.
Evaluasi bimbingan TIK peserta didik yang diatur dalam Permendikbud
Nomor 45 tahun 2015 adalah hasil evaluasi bimbingan dilaporkan dalam bentuk
laporan dan diberikan bersamaan dengan hasil belajar atau rapor. Hasil wawancara
mengenai pemahaman guru terhadap laporan evaluasi hasil bimbingan peserta didik
di keempat sekolah menyatakan bahwa keempat sekolah sudah paham. Kesimpulan
itu diambil dari pernyataan guru TIK di SMP A, SMP B, SMP C dan SMP D yang
sudah memenuhi dan sesuai dengan kebijakan di Permendibud. Pernyataan guru TIK
di masing-masing sekolah telah memenuhi kriteria jawaban, yaitu menjelaskan hasil
evaluasi bimbingan dalam bentuk laporan dan diberikan bersamaan dengan rapor.
Pada Permendikbud Nomor 45 tahun 2015 juga mengatur beban kerja guru
yaitu membimbing minimal 150 peserta didik dalam 1 semester pada satu atau lebih
satuan jenjang kelas. Hasil penelitian mengenai pemahaman guru TIK terhadap beban
kerja guru TIK di keempat SMP Negeri didapati hanya di SMP B yang dapat
dikategorikan sangat paham. Hal tersebut terbukti dari hasil wawancara dengan guru
TIK dalam pernyataannya yang berbunyi, “polanya di Permendikbud dikatakan
bahwa beban kerja membimbing minimal 150 siswa per-semesternya dari tingkat
kelas mana saja. Kalau disini saya sudah lebih dari 150 siswa, baik dari kelas 7, 8 dan
kelas 9”. Hal ini menunjukkan guru TIK di SMP B sudah sangat paham, karena
pernyataan sesuai dan dapat memberi contoh pelaksanaannya. Berbeda dengan SMP
B, hasil penelitian di SMP A, SMP C dan SMP D menyatakan guru TIK kurang
paham. Hal ini terlihat dari pernyataan-pernyataan mereka yang kurang lengkap dan
sesuai dengan yang ada di Permendikbud Nomor 45 tahun 2015. Ketiga sekolah
hanya menyampaikan bahwa beban kerja untuk membimbing sebanyak 150 peserta
didik. Mereka tidak menyampaikan beban kerja membimbing 150 peserta didik
dilakukan dalam kurun waktu satu semester dan dapat berasal dari satu atau lebih
satuan jenjang kelas. Hal tersebut yang menyebabkan pemahaman guru TIK di SMP
A, SMP C dan SMP D mengenai beban kerja guru TIK dikategorikan kurang paham.
Permendikbud Nomor 45 tahun 2015 menyatakan bahwa bimbingan TIK ke
sesama guru dilakukan dalam berbagai cara untuk persiapan, pelaksanaan dan
penilaian pembelajaran. Dari hasil wawancara di keempat sekolah sampel yang telah
dilakukan, ditemukan bahwa keempat guru TIK di SMP A, SMP B, SMP C dan SMP
D mengenai bimbingan TIK ke sesama guru masuk kategori sangat paham. Hasil
tersebut disimpulkan dari penjelasan-penjelasan guru TIK yang telah sesuai dengan
kebijakan Permendikbud Nomor 45 tahun 2015. Guru TIK di SMP A menjelaskan
bahwa dalam bimbingan ke sesama guru dalam hal pelaksanaan pembelajaran, baik
dari pembuatan bahan ajar sampai bantuan dalam input nilai. Guru di SMP B, SMP C
dan SMP D dalam pernyataan yang hampir sama menyimpulkan bahwa bimbingan
TIK ke sesama guru dilakukan dalam hal kegiatan belajar mengajar, dari pembuatan
power point, penggunaan proyektor, hingga memasukan nilai peserta didik dalam

komputer. Pernyataan keempat guru dapat dikategorikan sangat paham karena sudah
sesuai dengan tugas guru TIK dalam kebijakan yang menjelaskan bimbingan TIK ke
sesama guru dalam berbagai cara untuk persiapan, pelaksanaan, dan penilaian
pembelajaran. Guru-guru juga sudah dapat memberikan contoh dalam pelaksanaan
bimbingan TIK yang dilakukan kepada sesama guru.
Permendikbud Nomor 45 tahun 2015 mengatur mengenai bimbingan TIK ke
tenaga pendidikan untuk mengembangkan sistem manajemen sekolah berbasis TIK.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa hanya guru TIK di SMP A yang dinyatakan
paham. Wawancara yang dilakukan di SMP A mengenai bimbingan ke tenaga
kependidikan menyebutkan bahwa bimbingan TIK ke tenaga kependidikan adalah
dalam hal meningkatkan kemampuan tenaga kependidikan dalam manajemen sekolah
di bidang TIK. Pernyataan tersebut sudah sesuai dengan isi di Permendikbud Nomor
45 walaupun dengan penjelasan yang singkat. Berbeda dengan SMP A, guru TIK di
SMP B dan SMP D dinyatakan dalam kategori kurang paham. Kedua sekolah
tersebut hanya menjelaskan bimbingan TIK ke tenaga kependidikan dalam hal
bantuan pembuatan surat-surat dan dalam perbaikan alat teknologi. Pernyataan ini
kurang lengkap dan sesuai karena dalam wawancara guru tidak membahas mengenai
bimbingan TIK ke tenaga kependidikan dalam rangka untuk mengembangkan
manajemen sekolah dalam bidang TIK. Sedangkan di SMP C guru menyatakan tidak
mengetahui isi kebijakan mengenai bimbingan ke tenaga kependidikan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa guru di SMP C dikategorikan tidak paham mengenai bimbingan
TIK ke tenaga kependidikan karena tidak menjelaskan isi kebijakan di Permendikbud
Nomor 45 tahun 2015 dalam hal tersebut.
Pembahasan
Hasil penelitian dari keempat guru TIK di empat SMP Negeri, menyatakan
ada satu guru TIK yang tidak memahami perannya sesuai dalam kebijakan
Permendikbud Nomor 45 tahun 2015. Perubahan peran guru TIK yang sasaran
awalnya hanya kepada peserta didik, di kurikulum 2013 ini perannya bertambah
menjadi membimbing sesama guru dan tenaga kependidikan. Perubahan ini ternyata
belum dipahami oleh guru TIK di SMP C. Guru tersebut beralasan tidak memahami
peran guru TIK di kebijakan dikarenakan lebih fokus pada kegiatan pembelajaran di
sekolah. Ini sangat disayangkan, padahal menurut Mulyasa (2014) pemahaman dan
kesiapan guru dalam mengimplementasikan perubahan pada kurikulum ini
merupakan faktor suksesnya implementasi kurikulum 2013[2]. Untuk kesuksesan
pelaksanaan dan implementasi kurikulum 2013, diperlukan pemahaman yang
mendalam dari para guru dan yang berkepentingan. Pemahaman tersebut akan
menjadi bekal bagi semua pihak, khususnya guru, peserta didik, dan tenaga
kependidikan dalam menyukseskan implementasi kurikulum 2013, sehingga
mencapai hasil yang memuaskan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Marfath[2] dengan kesimpulan bahwa guru TIK di beberapa
SMP belum melaksanakan secara optimal peran yang ada dalam Permendikbud
dikarenakan kurangnya pemahaman guru TIK.

Pada point pemahaman guru mengenai bimbingan TIK dalam Permendikbud
Nomor 45 tahun 2015, bimbingan ke peserta didik kurang dipahami oleh keempat
sekolah sampel. Kurangnya pemahaman guru TIK ini disebabkan karena kurangnya
sosialisasi kebijakan mengenai BTIK di sekolah-sekolah dan keterbatasan waktu
bimbingan menuntut guru seadanya saja dalam melakukan bimbingan. Ini memberi
dampak bahwa bimbingan TIK hanya sebagai nama pengganti dari konsep TIK di
kurikulum sebelumnya. Ini sangat disayangkan mengingat TIK di kurikulum 2013
sudah diintegrasikan dalam pembelajaran di semua mata pelajaran. Integrasi TIK di
semua mata pelajaran ini sangat penting, mengingat pesatnya perkembangan
teknologi, sehingga peserta didik dapat memanfaatkan TIK dengan baik dan benar
sesuai keahliannya[8].
Pada bimbingan TIK ke sesama guru, hasil penelitian menunjukkan guru TIK
di keempat sekolah memahami dengan baik. Akan tetapi, dalam pelaksanaan
implementasi kebijakan mengenia bimbingan TIK di sekolah-sekolah belum sejalan
dengan pemahaman guru TIK. Hampir di semua sekolah belum melaksanakan
bimbingan TIK ke sesama guru sesuai Permendikbud Nomor 45 tahun 2015.
Keempat sekolah tersebut memberikan alasan bahwa kurang maksimalnya bimbingan
ke sesama guru dikarenakan tidak adanya alokasi waktu bimbingan TIK. Padahal
bimbingan TIK ke sesama guru sangat penting untuk dilakukan, mengingat TIK di
kurikulum 2013 diintegrasikan dalam semua mata pelajaran dan guru seharusnya
memahami dan memiliki kemampuan TIK. Hal ini sejalan dengan apa yang
diungkapkan Wijayanti (2011) yang menyatakan urgensi peningkatan kemampuan
TIK oleh guru karena TIK sekarang ini digunakan untuk membantu mengemas bahan
ajar dan TIK digunakan untuk membantu proses managemen pembelajaran[8]. Dasar
inilah yang seharusnya guru TIK pahami dalam bimbingan TIK ke sesama guru
dalam mengimplementasikan kurikulum 2013.
Pemahaman guru TIK mengenai bimbingan ke tenaga kependidikan
mendapatkan hasil yang beragam, 1 guru TIK dinyatakan paham, 2 guru TIK
dinyatakan kurang paham dan 1 guru dinyatakan tidak paham. Keberagaman dalam
pemahaman guru TIK ini juga terjadi pada pelaksanaan yang berbeda-beda pada
bimbingan TIK di sekolah- sekolah. SMP A, SMP B dan SMP C adalah sekolah yang
sudah mejalankan bimbingan TIK ke tenaga kependidikan meskipun dilakukan secara
individual. Sedangkan di SMP D pelaksanaan bimbingan TIK ke tenaga
kependidikan masih sangat minim, hal ini disebabkan kurangnya informasi ke tenaga
kependidikan tentang adanya bimbingan atau fasilitasi dalam bidang TIK oleh guru
TIK.
Pada hasil penelitian mengenai pemahaman guru TIK terhadap beban kerja
guru TIK di keempat sekolah sampel menyatakan 3 sekolah kurang paham dan 1
sekolah sangat paham sesuai Permendikbud Nomor 45 tahun 2015. Pemahaman guru
TIK di tiga sekolah yang kurang paham ini disebabkan hanya karena guru kurang
teliti akan isi permendikbud yang mengatur mengenai beban kerja guru TIK
membimbing peserta didik. Walaupun demikian, untuk pelaksanaan di keempat

sekolah sudah sesuai dengan pedoman kebijakan yang berlaku. Pelaksanaan beban
guru ini sudah sesuai dengan pedoman beban kerja guru yang telah diatur secara
terprogram dan disusun dengan mekanisme setiap peserta didik dapat bertatap muka
sebanyak 5 kali dalam satu semester[7]. Ini yang menjadi acuan beban kerja guru TIK
minimal membimbing sebanyak 150 peserta didik dan berasal dari satu atau lebih
satuan jenjang.
Untuk hasil penelitian mengenai pemahaman guru TIK dalam pelaksanaan
evaluasi hasil bimbingan di keempat sekolah sudah paham dan sesuai pedoman dalam
kebijakan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya ada hal yang menarik, salah satu
sekolah tidak menjalankan sesuai kebijakan padahal guru TIK sudah paham dan
pengambil kebijakan di sekolah juga sudah mengetahui. Tepatnya kejadian ini terjadi
di SMP C, guru TIK menginformasikan bahwa beliau sudah memberitahu dan
menjelaskan pada pihak sekolah bahwa evaluasi hasil bimbingan diberikan dalam
bentuk laporan dan diberikan bersamaan dengan rapor. Guru TIK juga sudah
menyodorkan salinan Permendikbud No 45 tahun 2015 yang mengatur mengenai
pelaksanaan peran guru TIK, salah satunya evaluasi hasil bimbingan TIK. Pihak
sekolah tetap saja bersikukuh menjalankan kebijakannya sendiri dengan hanya
memberikan hasil bimbingan dalam bentuk sertifikat dan diberikan pada akhir tahun
ajaran saja. Pemberian sertifikat tanpa evaluasi hasil bimbingan TIK siswa tidak
sesuai dengan tujuan evaluasi yang ada dalam Permendikbud Nomor 45 tahun 2015..
Ini berbanding terbalik dengan apa yang dijelaskan Arifin (2012) yang menjelaskan
pelaksanaan evaluasi bertujuan untuk guru mengetahui keefektifan sistem bimbingan
dan potensi peserta didik, sehingga dapat melaksanakan bimbingan sesuai dengan
tujuan yang diharapkan[8].
5.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian di beberapa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri
di Salatiga dapat disimpulkan bahwa pemahaman guru TIK terhadap Permendikbud
Nomor 45 tahun 2015 dalam menjalankan perannya di kurikulum 2013 masih kurang.
Pemahaman guru TIK yang masih kurang terutama mengenai bimbingan TIK ke
peserta didik, bimbingan TIK kepada tenaga kependidikan. Pada penelitian ini
ditemukan bahwa kurangnya pemahaman guru TIK mengenai Permendikbud Nomor
45 tahun 2015 adalah karena kurangnya pelatihan dan sosialisasi baik dari sekolah
atau dinas terkait. Oleh karena itu, pelatihan dan sosialisasi kebijakan mengenai peran
guru TIK sangat penting dilakukan guna meningkatkan pemahaman guru TIK dan
mengoptimalkan pelaksanaannya di sekolah. Adapun penelitian selanjutnya dapat
meneliti pemahaman kepala sekolah, mengingat kepala sekolah sangat berperan
untuk membuat kebijakan internal di sekolahnya. Jika pemahaman kepala sekolah
baik dan sesuai dengan kebijakan dari pemerintah maka kebijakan yang dibuat kepala
sekolah dapat mengoptimalkan peran guru TIK di dalam kurikulum 2013. Penelitian
diharapkan juga melibatkan sekolah Negeri dan juga sekolah swasta.

6. DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]

[4]

[5]
[6]
[7]

[8]
[9]

Putra, Ratna. 2016. Politik Pendidikan. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia.
(Online) Diakses pada tanggal 6 April 2017 dari https://books.google.co.id
Mulyasa. 2014. Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013 . Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Saekoko, Marfath Dalouis. 2016. Peran Guru TIK dalam Pelaksanaan
Kurikulum 2013 di SMP (Studi kasus di SMP N 5 dan SMP N 2 Salatiga).
Tugas Akhir S-1. Salatiga: FTI UKSW. Diakses tanggal 12 November 2016
dari http://repository.uksw.edu
Aditya, Andrian Robertus Vicky. 2016. Evaluasi peran guru KKPI/TIK dalam
Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada SMA di Kota Salatiga (Studi kasus di
SMA N 1 Salatiga dan SMA Kristen satya Wacana Salatiga). Artikel ilmiah S1. Salatiga: FTI UKSW. Diakses tanggal 13 Januari 2017 dari
http://repository.uksw.edu
Kemendikbud. 2015. Peraturan Menteri Nomor 45 tahun 2015. Diakses
tanggal 8 November 2016 dari http://eadm.dindik.jatimprov.go.id
Hidayat Rahmat. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT.
IMTIMA
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Pedoman Pelaksanaan Tugas
Guru TIK dan KKPI. Diakses tanggal 31 Maret 2017 dari
http://gerbangkurikulum.psma.kemdikbud.go.id
Tohirin. 2011. Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan
Konseling. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada

Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Islam Kementrian Agama RI.