T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor Penyebab MDR (Multi Drugs Resistance) pada Pasien TB di Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga T1 BAB II

BAB II
TINJAUAN TEORETIS
2.1. Tuberkulosis
2.1.1 Pengertian Tuberkulosis
Pada

tahun

1882

Robert

Koch

menemukan

Mcyobacterium Tuberculosis. Mycobacterium Tuberculosis
merupakan bakteri yang berbentuk batang lurus dan sedikit
melengkung serta tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri
ini berukuran lebar 0,3 - 0,6 mm dengan panjang 1-4 mm.
Bakteri ini akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37° C

dengan tingkat Ph optimal pada 6,4 sampai 7,0. Pembelahan
diri yang dilakukan bakteri ini dari satu menjadi dua
membutuhkan waktu 14-20 jam, karena Mcyobacterium
Tuberculosis yang kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup
tinggi (60%). Penyusun utama dinding selnya yaitu asam
mikolat, lilin komplkes (complex-waxes) trehalosa dimikolat
yang disebut cord factor dan mycobacterial sulfolipds yang
berperan dalam virulensi. Dilapisan luar dinding sel ditemukan
suatu lipid yang terbentuk dari asam mikolat berantai panjang.
Asam mikolat ini mengalami esterifikasi sehingga terdapat tiga
elemen dinding basil TB, yaitu Lipid, arabinogalaktan, serta
muranil depeptida (Djojodibroto, 2009)
10

11

Tuberkulosis paru merupakan penyakit radang parenkim
paru karena infeksi kuman Mycobacterium Tuberculosis
dengan gejala klinik sangat bervariasi dan menyerang pada
bagian organ tubuh tertentu misalnya paru-paru, kelenjar

getah

bening,

selaput

otak,

tulang

ginjal,

dan

kulit

(Djojodibroto,2009)
Infeksi

diawali


apabila

seseorang

menghirup

basil

Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini menyebar melalui
jalan nafas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat
menumpuk. Perkembangan Mycobacterium Tuberculosis juga
dapat menjangkau sampai ke area paru-paru (lobus atas)
serta menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks serebri) dan area
lain. Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memberikan respon
dengan melakukan reaksi inflamasi.Neutrophil dan Makrofag
melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri) sementara
limfosist tuberculosis menghancurkan basil dan jaringan
normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya

eksudat

dalam

alveoli

yang

menyebabka

terjadinya

bronkopneumonia. Infeksi biasanya timbul dalam waktu 2
sampai 10 minggu setelah terpapar bakteri Mycobacterium
Tuberculosis. Sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi
membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut

12

granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan

mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding, granuloma
selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa
(Djojodibroto,2009)
2.1.2 Pengobatan TB Paru
Pengobatan

TB

paru

bertujuan

yaitu

untuk

menyembuhkan pasien, mencegah terjadinya kematian,
mencegah kekambuhan, mumutuskan rantai penularan serta
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat
Anti Tuberculosis). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap

yaitu tahap intensif dan lanjutan (Maesaroh,2009).
1. Tahap Awal (Intensif)
Pasien mendapat obat setiap hari serta perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resitense
terhadap OAT. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat maka pasien menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu dua minggu. sebagian besar
pasien TB

paru (Basil Tahan Asam) BTA (+) menjadi BTA

negative dalam jangka waktu 2 bulan (konversi).

13
2. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap
lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
2.1.3 Penatalaksanaan Tb Paru

Menurut PPPI (2006) salah satu strategi pelaksanaan
penderita

Tuberkulosis

Paru

(TB

paru)

yakni

dengan

menggunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pengobatannya
harus adekuat dan minimal lama proses pengobatanya 6 bulan
sampai 9 bulan. Setiap Negara harus mempunyai pedoman
dalam pengobatan TB paru yang disebut dengan National
Tuberculosis


Programme

Tuberkulosis).

Prinsip

(Program

pengobatan

TB

Pemberantasan
paru

adalah

menggunakan Multi Drugs Regimen. Hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya resistensi basil TB terhadap obat, OAT

dibagi menjadi dua golongan besar yaitu obat lini pertama dan
obat lini kedua. Obat pertama adalah isoniazid (H), etambutol
(E), pirazinamid (Z), rifampisin (R), sedangkan obat lini kedua
adalah

etionamide,

sikloresin,

amikasin,

kamamisin

kepreomisin, klofazimin dan lain-lain yang hanya dipakai pada
pasien HIV yang mengalami Multi Drug Resistan (MDR).

14

Tabel 2.1 Dosis Obat Tuberkulosis
Nama


Dosis yang direkomendasikan

obat

Dosis pemberian setiap hari

Dosis pemberian
intermittren

Mg/kgBB

Maksimum

Mg/kg

(mg)

BB


Maksimum (mg)

Isoniazid

5 mg

300 mg

15 mg

750 mg (1minggu 2x)

Rafampisi

10 mg

600 mg

15 mg

750 mg (1 minggu 2x)

35 mg

2500 mg

50 mg

600 mg (1 minggu 2x)

15-20 mg

750-1000 mg

15-20

750-1000

n
Pirazinami
d
Streptomis
in

mg

Etambutol

15-25

1800 mg

Sumber Depkes RI, 2008

2.2Efek Samping ringan Obat Anti Tuberculosis
Efek samping

Penyebab

Tatalaksana

Tidak ada nafsu makan,

Ramficin

Semua OAT diminum malam

mual, sakit perut

sebelum tidur

Nyeri sendi

PIRAZINAMID

Beri aspirin

Kesemutan sampai rasa

INH

Beri vitamin b6 (pirydxn) 100

terbakar dikaki
Warna kemerahan pada
air seni

mg per hari
Rafampicin

Tidak perlu diberi apa-apa,
tapi perlu penjelasan kepada

15

pasien

Sumber Depkes RI, 2008

2.3Efek samping berat Obat Anti Tuberkulosis
Efek samping

Penyebab

Penatalaksanaan

Tuli

Semua jenis obat

Ikuti petunjuk
penatalaksanaan

Gangguan keseimbangan

Streptomycin

Streptomycin dihentikan
ganti dengan atambututol

Icterus tanpa penyebab

Hampir

semua

Hentikan semua OAT

lain

OAT

sampai ikterus Menghilang

Bingung dan muntah-

Hampir semua

Hentikan semua OAT,

muntah

OAT

segera lakukan tes fungsi
hati

Gangguan penglihatan

etambutol

Hentikan etambutol

Purpura dan renjatan

rafampicin

Hentikan rifampicin

Sumber Depkes RI, 2008

PPDI

(2006)

mengatakan

bahwa

pengembangan

pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting
untuk menyembuhkan pasien dan menghindari TB Multi drug
Resistence (MDR). International Union Against Tuberculosis
and lung Disease (IULTD) dan WHO menyarankan untuk
mengganti panduan obat tunggal dengan kombinasi dosis

16

tetap yang terdiri dari fase intensif dan fase lanjutan.
Keuntungan dari kombinasi fase tetap antara lain: 1).
Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan
resep dapat berkurang 2). Meningkatkan kepatuhan dan
penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan
yang tidak disengaja 3). Peningkatan kepatuhan tenaga
kesehatan terhadap penatalaksanaan obat anti tuberkulosis
yang benar dan standar 4). Perbaikan manajemen obat karena
jenis obat lebih sedikit 5). Menurunkan resiko penyalahgunaan
obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan
monoterapi.
2.2 Konsep Perilaku
Menurut Notoatmojo (dalam Maesaroh 2009)mengatakan
bahwa perilaku itu merupakan respon dan

reaksi orang

terhadap rangsangan atau stimulus dari luar. Perilaku
kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus
atau objek yang berkaitan dengan sakit, sistem pelayanan
kesehatan, makan, minum, dan lingkungan.
Kepatuhan

merupakan

mempengaruhi

kesembuhan

salah

satu

disamping

faktor
faktor

yang

individu,

komunitas, strategi pengobatan, infeksi HIV, merokok dan
alkohol (Maesaroh, 2009). HIV dan Tuberkulosis terutama TB

17

paru, saat ini merupakan masalah kesehatan global. TB paru
merupakan penyakit infeksi oportunistik yang sering terjadi
pada penderita TB HIV. Penularan yang muncul akibat
reaktivitas infeksi laten pada pasien imunokompromais atau
infeksi primer. Peningkatan resiko munculnya TB paru dalam
waktu singkat setelah terinfeksi HIV dapat dijelaskan dengan
adanya serokonversi penyakit atau sedang bersamaan
terinfeksi HIV dan TB (Permatasari, 2012). Ketidakpatuhan
berobat penderita TB dapat kambuh dengan kuman yang
resisten terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis), Sehingga
menjadi sumber penularan kuman resisten dan gagal
pengobatan. Hal itu mengakibatkan pengobatan ulang TB
paru lebih sulit dikarenakan waktu pengobatan lebih lama dan
dana yang dikeluarkan untuk berobat besar.

Menurut

Notoatmojo (dalam Measaroh 2009), ketidakpatuhan dalam
berobat merupakan masalah perilaku dan dibagi menjadi tiga
faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu :
1. Faktor Predisposisi
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi
setelah orang melakuan penginderaan terjadi terhadap
suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni : indra penglihatan,

18

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga serta daya serap seseorang dalam
menerima

informasi

Menurut

Notoatmojo

(dalam

Measaroh 2009)
Selain itu menurut Notoatmojo (dalam Wahyudi
2010),

mengatakan

pengetahuan

yakni

faktor
tingkat

yang

mempengaruhi

pendidikan.

Tingkat

pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di
dalam

pendidikan

terjadi

proses

pertumbuhan,

perkembangan, atau perubahan kearah yang lebih baik,
dan

lebih

matang.

Pendidikan

kesehatan

pada

hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk
menyampikan pesan kesehatan kepada masyarakat,
kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa
dengan adanya pesan tersebut masyarakat, kelompok
atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang
kesehatan yang lebih baik serta pengetahuan tersebut
diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya.
Dengan kata lain, dengan adanya pendidikan tersebut
dapat membawa perubahan perilaku (Agung,2009)
Menurut Daut (2001) dalam Maesaroh (2009)
Pendidikan merupakan faktor yang berhubungan erat

19

dengan kepatuhan seseorang menjalani pengobatan
secara teratur. Makin tinggi tingkat pendidikanya
semakin dia menyadari pentingnya hidup sehat. Oleh
karena itu, seseorang yang berpendidikan rendah tidak
menyadari dampak dari penyakit yang dialami sehingga
cenderung

untuk

mengabaikan

kepatuhan

dalam

berobat.
b. Sikap
Sikap

yang

terdapat

pada

diri

individu

akan

memberikan warna atau corak tingkah laku dalam
perbuatan

individu

yang

bersangkutan,

dengan

memahami dan mengetahui sikap individu, merupakan
respon ataupun perilaku yang diambil oleh individu
yang bersangkutan (Sunaryo,2010)
Menurut Walgito (dalam Sunaryo, 2010), sikap
merupakan

organisasi

pendapat

dan

keyakinan

seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif dan
disertai adanya perasaan tertentu serta memberikan
dasar pada orang tersebut untuk membuat respon atau
berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya.
Menurut

Alport

(dalam

merupakan

suatu

mental

Astuti
dan

2008),

sikap

kesiapan

untuk

menanggapi yang diorganisasi melalui pengalaman dan

20

memiliki pengaruh yang mengarahkan terhadap suatu
objek baik yang disenangi ataupun tidak disenangi.
Sikap yang terbentuk dari adanya interaksi sosial
mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak
sosial dan hubungan antara individu sebagai anggota
kelompok

sosial.

Dalam

interaksi

sosial

terjadi

hubungan saling mempengaruhi antara individu yang
satu dengan yang lain agar terjadi hubungan timbal
balik. Sehingga dapat mempengaruhi pola perilaku
masing-masing individu atau anggota masyarakat
dalam pembentukan sikap dan kebudayaan orang lain
yang dianggap penting seperti media massa, institusi
atau lembaga pendidikan, lembaga agama, dan faktor
emosi dalam diri individu.
Menurut Alport (dalam Sanaryo 2002), Sikap dibagai
menjadi 2 komponen yaitu: 1) kepercayaan atau
keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya,
bagaimana

keyakinan,

pendapat

atau

pemikiran

seseorang terhadap objek ; 2) kehidupan emosianal
atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana
penilaian yang terkandung didalam faktor emosi orang
tersebut terhadap suatu objek

dan kecenderungan

21

untuk bertindak. Sikap merupakan komponen yang
mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
2. Faktor Pemungkin
a. Akses Pelayanan Kesehatan
Faktor pemungkin merupakan kondisi yang mampu
membuat seseorang melakukan tindakan pelayanan
kesehatan termasuk dalam komponen ini adalah sumber
daya yang dimiliki keluarga maupun masyarakat,
misalnya tingkat pendapatan (status ekonomi), ikut serta
dalam

program

Ketersediaan

asurasi

petugas

kesehatan

yang

dapat

yang

ada.

memberikan

pelayanan. Pelayanan kesehatan merupakan faktor
yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Hal
itu disebabkan karena keberadaan fasilitas kesehatan
sangat

menentukan

dalam

pelayanan

pemulihan

kesehatan terhadap pencegahan terhadap penyakit,
pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan
masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan.
Ketersedian fasilitas sangat dipengaruhi oleh lokasi
apakah dapat dijangkau oleh masyarakat atau tidak.
Tenaga

kesehatan

yang

memberikan

pelayanan,

informasi dan motivasi masyarakat untuk mendatangi
fasilitas dalam memperoleh kesehatan, serta program

22

pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan
kebutuhan masyarakat yang memerlukanya (Asuti,
2008).
Masyarakat

miskin

biasanya

rentan

terhadap

penyakit dan mudah terjadi penularan penyakit karena
berbagai

kondisi

seperti

kurangnya

pengetahuan

terhadap kesehatan dan pendidikan yang umumnya
rendah. Derajat kesehatan masyarakat miskin yang
masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses
terhadap

pelayanan

kesehatan.

Kesulitan

dalam

mengakses pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secara
ekonomi dikarenakan biaya kesehatan yang mahal, pola
pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran

out of

pocked , kondisi georafis yang sulit untuk menjangkau
sarana kesehatan (Astuti, 2008)
b. Peran PMO
PMO

adalah

berhubungan

orang

dengan

pertama

pasien

yang

selalu

sehubungan

dengan

pengobatanya. PMO yang mengingatkan untuk minum
obat, mengawasi sewaktu menelan obat, membawa
pasien ke dokter untuk kontrol secara berkala, dan
menolong pada saat ada efek samping. Sesuai dengan

23

strategi DOTS (Directly Observed Treatment ShortCourse), setiap pasien yang baru ditemukan dan
mendapatkan pengobatan harus diawasi dalam menelan
obat. Sebelum pengobatan pertama kali dimulai pasien
dan PMO harus memberikan penyuluhan secara singkat
tentang

pengawasan

menelan

obat

setiap

hari

(WHO,1998 dalam Maesaroh 2009)
3. Faktor Penguat
a. Keluarga
Menurut

Niven

(2000)

dalam

Maesaroh(2009)

mengatakan bahwa keluarga dapat menjadi faktor yang
sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan serta
kesehatan

individu

dalam

menentukan

program

pengobatan yang dapat mereka terima.
Menurut Iriyanto (2001) dalam Maesaroh (2009)
penilaian sikap keluarga oleh penderita merupakan faktor
penguat

untuk

menjalankan

tetap

pengobatan

berperilaku
dimana

patuh
sikap

dalam
keluarga

merupakan motivasi untuk mendorong penderita dalam
melakukan pengobatan sangat mendukung perilaku
kepatuhan
penyakitnya.

berobat

penderita

demi

kesembuhan

24
2.3 Perspektif Teoretis
Pasien TB MDR yang sedang
melakukan pengobatan

Faktor penyebab MDR (Multi Drugs Resistance)

Faktor predisposisi

Faktor pemungkin

1. Pengetahuan

1. Akses pelayanan kesehatan

2. Sikap

2. Peran PMO (Pengawasan

Faktor penguat
1. Keluarga

menelan obat)

Keterangan :
= yang akan diteliti
= kaitan antara pasien TB MDR dengan aspek yang
akan diteliti
Dalam hal ini peneliti ingin melakukan penelitian pada
pasien TB MDR yang sedang melakukan pengobatan, namun peneliti
lebih fokus untuk melihat faktor penyebab MDR (Multi Drugs
Resistance). Ada beberapa pokok permasalahan yang akan jadi fokus
peniliti, yaitu : 1). Faktor predisposisi : pengetahuan, sikap 2). Faktor
pemungkin : akses pelayanan kesehatan, peran PMO 3). Keluarga.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24