Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan T (1)

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
1

Analisis Model Propagasi Kraken pada Pengiriman Sinyal Akustik Bawah Air
Destianti Dwi Pravitasari – 2206100164
Jurusan Teknik Elektro – FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS, Surabaya – 60111
Abstrak – Pengiriman informasi melalui media air
sudah mulai dikembangkan saat ini terutama untuk kebutuhan
militer ataupun transportasi maritim. Sinyal informasi yang
dikirimkan melalui media air menggunakan sinyal akustik. Hal
ini disebabkan karena gelombang elektromagnetik dan radio
tidak dapat mencapai jarak yang jauh pada medium air karena
akan menghasilkan redaman yang sangat besar, sementara
sinyal akustik dapat mencapai jarak yang jauh walaupun
dengan kecepatan dan bandwidth yang terbatas. Oleh karena
itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengoptimalkan
kinerja sinyal akustik dalam penggunaannya di bawah air.
Salah satunya adalah dengan menggunakan model propagasi
dengan kode KRAKEN. Tujuan dari tugas akhir ini untuk
mengetahui karakterisitk model propagasi sinyal akustik, ray

path yang dihasilkan serta transmission loss yang terjadi
dengan menggunakan model propagasi KRAKEN. Model
propagasi KRAKEN dikembangkan dari normal-mode model
dan bersifat range independent, yaitu tidak bergantung pada
jarak. Dalam pembuatan modelnya diperlukan parameter
seperti kecepatan suara, densitas maupun temperatur pada
medium air. Dan analisa sinyal akustik tersebut akan dilakukan
dengan program Acoustic Toolbox AcTUP v2.2l pada
MATLAB 9.0.1. Dari hasil analisis diketahui bahwa model
propagasi Kraken sangat dipengaruhi oleh banyaknya mode
yang digunakan dan dapat menempuh lintasan propagasi yang
panjang.

I. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki potensi yang besar di bidang
perairan. Dua per tiga wilayah Indonesia terdiri dari laut
dengan luas kira-kira 5.800.000 km2. Potensi yang cukup
besar ini dapat dioptimalkan dengan baik bila ada sarana
penunjang yang memadai. Salah satunya yaitu sistem
komunikasi sebagai penunjang. Leonardo Da Vinci menjadi

orang pertama yang berhasil membuktikan adanya propagasi
suara dalam air. Leonardo dapat mendengar bunyi kapal laut
dengan menggunakan pipa yang salah satu ujungnya berada
di dalam laut. Pengiriman informasi melalui media air pun
sudah mulai dikembangkan saat ini. Terutama untuk
kebutuhan militer ataupun transportasi maritim. Sistem
komunikasi bawah air menggunakan sinyal akustik. Hal ini
dikarenakan di bawah air, karakteristik sinyal akustik lebih
baik darpadai gelombang radio dan elektromagnetik.
Gelombang radio dan elektromagnetik yang biasa digunakan
untuk sistem komunikasi wireless di udara tidak cocok
digunakan sebagai komunikasi bawah air. Ini dikarenakan
gelombang elektromagnetik dan radio tidak dapat mencapai
jarak yang jauh pada medium air, sementara sinyal akustik
dapat mencapai jarak yang jauh walaupun dengan kecepatan
dan bandwidth yang terbatas. Laut akan menjadi media
perantara yang sangat kompleks karena pengaruh
karakteristik alamnya yang tidak homogen. Oleh karena itu
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengoptimalkan
kinerja sinyal akustik dalam penggunaannya di bawah air.

Salah satunya adalah dengan menggunakan model propagasi
dengan kode KRAKEN. Model propagasi KRAKEN

dikembangkan dari normal-mode model dan bersifat range
independent, yaitu tidak bergantung pada jarak.
II. TEORI PENUNJANG
2.1 Propagasi Sinyal Akustik
Propagasi akustik merupakan proses perambatan
atau transmisi sinyal akustik melalui media air. Laut beserta
materi-materi dan batas-batasnya, menjadi suatu media yang
kompleks untuk propagasi suara. Bentuk fisik dari lautan
seperti permukaan dan dasar laut memberikan pengaruh pada
propagasi dari energi akustik dibawah laut. Hal ini
dikarenakan permukaan dan dasar laut dapat memantulkan,
menyebarkan, dan menyerap energi dari sinyal akustik yang
melaluinya. Yang pada akhirnya dapat menimbulkan rugi
transmisi (transmisiion loss).
Permukaan air laut memberikan pengaruh pada
sinyal akustik melalui beberapa proses. Yaitu penyebaran
maju (forward scattering) dan rugi pantulan (reflection

loss), image interference dan efek frekuensi, attenuasi oleh
lapisan gelembung air, pembangkitan noise pada frekuensi
tinggi akibat suhu permukaan dan penyebaran balik (back
scattering) dan gema permukaan [1]. Sementara itu,
pengaruh yang dapat diberikan oleh dasar air laut yaitu
forward scattering dan reflection loss dengan
mempertimbangkan efek refraksi dari dasar laut, image
interference dan efek frekuensi, attenuasi oleh lapisan
sedimen, pembangkitan noise pada frekuensi rendah akibat
aktivitas seismic serta back scattering dan gema pada dasar
laut [1]. Besaran yang banyak digunakan dalam penggunaan
sinyal akustik bawah air adalah intensitas akustik (I) yang
merupakan daya tekanan suara tiap satuan luas.
_ __
_
___
_

(2.1)


Dimana I merupakan intensitas suara (dB), _ merupakan
amplitudo tekanan dari gelombang suara (N/m2), _
merupakan densitas air laut (kg/m3), dan c adalah
kecepatan suara di air laut (m/s). Hasil perkalian dari ___
biasa disebut dengan istilah impedansi akustik ( kg/m2s).
Ketika gelombang suara melewati medium, intensitas
menurun seiring dengan bertambahnya jarak dari sumber
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
2

suara. Fenomena ini dikenal sebagai atenuasi atau rugi
propagasi. Efek atenuasi ini bisa digambarkan dengan
menggunakan transmission loss (dB), yang didefinisikan
sebagai :
_
_ ______ _
____
_
(2.2)
Selain bentuk fisiknya, materi-materi yang ada di

dalam laut juga mempengaruhi propagasi sinyal akustik.
Seperti salinitas, temperatur, dan kedalaman (tekanan) yang
berpengaruh terhadap densitas di dalam air serta kecepatan
suara di dalam air. Perubahan kecepatan suara berbanding
lurus dengan perubahan ketiga parameter tersebut. Kecepatan
suara di air akan bertambah seiring dengan meningkatnya

nilai dari ketiga parameter tersebut.
2.2. Persamaan Dasar Gelombang Akustik
Persamaan gelombang yang diulas di sini
menggambarkan pergerakan dari gelombang akustik di
bawah air. Gelombang yang digunakan dalam propagasi
sinyal akustik bawah air berasal dari fungsi potensial (_).
Fungsi potensial __ _ _______ merupakan suatu fungsi dari
cairan atau fluida dimana fluida tersebut tidak akan berubah
bentuk ataupun dimensi, sehingga fluida tersebut berbentuk
ideal (incompressible) [2].
Persamaan gelombang : ___ __ _
__ _


_!

_ ___ (2.3)

Operator Laplace turunan kedua ____ digunakan agar fungsi
potensial yang awalnya bersifat time-dependent menjadi
bersifat time-independent. Dimana " _ #$% dan > adalah
fungsi potensial yang time independent. Dengan
mensubtitusikan persamaan (_) ke persamaan (2.3), maka
didapatkan :
____ & '__ _ _ (2.4)
Persamaan (2.5) disebut juga persamaan Helmholtz.
Persamaan Helmholtz adalah persamaan gelombang yang
time-independent.
2.3. Normal Mode
Ada tiga teori yang biasa digunakan untuk
menyelesaikan persamaan gelombang, yaitu normal-mode
theory dan ray theory dan persamaan hiperbolik. Normalmode
theory, menggambarkan propagasi sinyal sebagai
fungsi karakteristik yang biasa disebut normal mode, yang

merupakan solusi dari persamaan tersebut [3]. Normal mode
merupakan fungsi yang range-independent. Rangeindependent
berarti diasumsikan environment berupa
koordinat silinder, sebagai dengan properti di dalam laut
yang berlapis (secara horizontal) yang bervariasi hanya
tergantung pada fungsi kedalamannya.
Dimulai dengan persamaan Helmholtz dua dimensi
dengan kecepatan suara dan densitas yang hanya berubah
bergantung pada kedalaman (z). Dengan kondisinya sebagai
sumber tunggal dalam geometri silinder.
(
_
)
)(
_*(_
)+
)(
, & ___-_
)
)_*

___-__
)+
),&
"_
.__/_ _+
_ 0_
1_(_1_- 0 -2_

#$(

(2.5)
Fungsi tekanan + diasumsikan sebagai fungsi yang
berubah terhadap jarak 3_(_ dan kedalaman 4_-_.
Subtitusikan fungsi tekanan + ke persamaan (2.5). Untuk
menyelesaikan persamaan tersebut, masing-masing
komponen dianggap konstan. Dengan menotasikan
separation konstan dengan '_5
_

,didapatkan modal

equation (2.6)
__-_
6
6_78
___-__
649_:_
6;< & 7
"_
.__-_
0 '_5
_?
>/

@
/AB_

. Dimana 49_:_ dinotasikan sebagai fungsi tertentu
4_:_ yang diperoleh dengan separation konstan '_5 .
Kondisi batas yang ada menyiratkan tekanan yang berada di
permukaan laut : _ _ dan didasar laut : _ C .

Modal equation (2.6) merupakan Sturm-Liouville
eigenvalue problem dimana sifat-sifatnya sudah diketahui.
Kita asumsikan bahwa __-_ dan ._-_ adalah fungsi real.
Modal equation memiliki solusi yang tidak terbatas seperti
mode dari senar yang bergetar (vibrating string). Mode
memiliki karakteristik dari fungsi mode shape 49_:_ dan
konstanta propagasi horizontal '_5 . Konstanta propagasi
horizontal ini sama dengan frekuensi vibrasi. Fungsi 49_:_
merupakan eigenfunction dan '_5 merupakan eigenvalue.
Semua nilai eigenvalue harus lebih kecil dari "/cmin, dimana
.5_D adalah kecepatan suara minimum. Dan mode pada
Sturm-Liouville problem adalah orthogonal. Pada akhirnya,
mode set yang lengkap, yang berarti kita dapat mewakili
fungsi sembarang sebagai penjumlahan dari normal mode.
Dan fungsi tekanan dapat kita tulis sebagai :
+_(E -_ __F39_(__49_-_
G
5A_

(2.7)

Dengan subtitusi persamaan (2.7) ke persamaan (2.5),
akan didapatkan persamaan tekanan dalam silinder geometri.
Persamaan tersebut dapat disederhanakan dengan
menggunakan modal equation (2.8). Dalam kondisi m=n,
didapatkan persamaan yang merupakan persamaan umum
yang solusinya diberikan oleh Hankel function , yaitu :
3H_(_ __

I__-2_
_4H_-2__J_
_____'_D_(_
(2.8)

Dengan mensubtitusikan persamaan (2.8) ke persamaan
(2.7), maka
K_(E -_ ___
__-2_LM$(
_____N
PO F49_-_49_-2_
G
9A_

_____QRS___
T'_5_
(2.9)

Transmission Loss merupakan rugi-rugi yang terjadi
pada saat pengiriman sinyal berlangsung. Transmission
Lossdidefinisikan sebagai
_
__(E -_ __0#_ UVW X
__(E -_
___( _ _
X
(2.10)
Dimana ___(_ merupakan tekanan referensi yang diukur dari
jarak 1m dari sumber. Pada normal-mode model, 4
diasumsikan sebagai produk dari fungsi kedalaman (z) dan
persamaan Helmhotz yang ditunjukkan pada persamaan (2.4)
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
3

dengan 4_-_ __ _Y/. Sehingga dengan mensubtitusikan
persamaan 4_-_ ke persamaan Helmholtz (2.5) akan
didapatkan :
_'_&_Z__4 _ _ (2.11)
Solusi dari persamaan (2.11) adalah Z_ _ ['_ atau
Z_ _ 0['. Solusi dari persamaan tersebut dimasukkan
kembali ke persamaan fungsi potensial maka didapatkan :
4/_:_ _ \ ]^_ __`a :_ & b cV] __`a:_ (2.12)
Dimana nilai d _ _[_.__ 0 .___ dan e __ _.__ &_.___. Vertical
wavenumber `a merupakan
`a __f"_
._ 0 ` g
_

(2.13)

Dengan menerapkan kondisi syarat batas didapatkan B=0 ,
Sustitusi nilai B pada persamaan (2.12) akan menghasilkan
nilai 4/_:_ yang berupa nilai sinus dari (`a:_. Dan
dengan menerapkan syarat batas ke-2, akan didapatkan :
`g9 __h__
i_ 0 jkl 0 _
__m_n
o

p
_

_____q __l _ E#Er
(2.14)

Nilai yang didapatkan dari persamaan (2.14) bisa bernilai
positif _`g9_ dan negatif _0`g9_. Posisi tersebut bergantung
pada frekuensi, kedalaman dan kecepatan suara. Eigenvalue
yang berada pada sumbu real memiliki nilai batas
_
i

. Apabila
kita mengurangi frekuensinya, maka eigenvalue di sumbu
real akan bergeser ke kiri.
III. PEMODELAN DAN SIMULASI
3.1. Pengumpulan Data
Data kecepatan suara, temperatur dan salinitas
didapat dari NOAA (National Oceanic and Atmospheric
Administration) World Ocean Atlas yang merupakan
lembaga yang menyediakan segala pengetahuan (data)
mengenai lautan, pantai, dan atmosfer di ekosistem global
[4]. Data kecepatan suara merupakan perhitungan dari data
temperatur, salinitas dan tekanan tahunan. Peta perairan
dunia dari NOAA mempunyai resolusi 1 derajat. Semua
profil yang ada didalamnya memiliki kedalaman berkisar
5500m, dengan menggunakan nilai yang berdekatan letak
geografisnya [5]. Data selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran B di buku tugas akhir. Data tersebut perlu
dikonfersi kembali dengan perhitungan berikut untuk
mendapatkan data yang diinginkan. Untuk mendapatkan data
kecepatan suara, data tersebut harus dibagi 100 terlebih
dahulu, lalu ditambahkan 1000. Untuk mendapatkan data
salinitas dan temperature, cukup dengan membagi data
tersebut dengan nilai 1000.
Data yang diambil merupakan data-data yang
terdapat pada perairan di Selat Madura dan Laut Sulawesi.
Dengan letak geografis Selat Madura 7,50 LS dan 1130 - 1150
BT serta Laut Sulawesi 0,50 LU dan 1240 – 1250 BT. Peta
lokasi perairan ditunjukkan pada Gambar 1 [6]. Daerah yang
diambil adalah daerah yang bergaris biru. Data batimetri
(kedalaman) perairan di lintang 7,50 LU dan 1130 - 1150 BT
ditampilkan pada tabel 3.1 pada buku tugas akhir. Data
(a)
(b)
Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Data di (a) Selat
Madura dan (b) Laut Sulawesi
tersebut di dapat dari peta yang dipublikasikan oleh Dinas
Hidro-Oseanografi Tentara Nasional Indonesia Angkatan
Laut (TNI-AL) Indonesia cetakan ke-10 tahun 2003 [7]
dengan skala peta 1:500000. Data batimetri perairan di
lintang 0,50 LU dan 1240 – 1250 BT ditampilkan pada tabel
3.2 pada buku tugas akhir. Data batimetri Laut Sulawesi
didapatkan dari NOAA World Ocean Atlas [4].
3.2. Pengolahan Data
Untuk mensimulasikan model propagasi yang
telah dijelaskan menggunakan MATLAB, dibutuhkan
toolbox AcTUP (Acoustic Toolbox User-Interface and PostProcessor). Data yang sudah didapatkan akan diolah dengan
AcTUP. AcTUP Data diolah di menu configure environment
and propagation model. Di menu ini terdapat beberapa menu
pilihan yang memungkinkan kita untuk mengolah data secara
bebas. Pada kode propagasi Kraken, untuk membuat
environment baru hanya perlu menggunakan tiga menu
pilihan, yaitu Edit Environment, Edit Code-Independent
Propagation Parameters, dan Select Active Code ~ (code).
Pada menu Edit Acoustic and Environment Array,
disini yang dilakukan adalah memasukkan data-data yang
telah didapat seperti yang ditunjukkan di lampiran A pada
buku tugas akhir. Untuk membuat satu environment, yang
perlu didefinisikan adalah Vector of Z coordinates (m),

sebuah array data kedalaman dimana informasi mengenai
kecepatan suara dan densitas yang dimasukkan harus sesuai
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
4

dengan kedalamannya. Vector of Compressional Sound
Speed (m/s) yang berisi array data mengenai kecepatan suara
di perairan yang bervariasi di setiap kedalamannya. Vector of
densities (kg/m3) yang berisi array data mengenai densitas di
setiap kedalaman yang telah didefinisikan pada Vector of Z
coordinate. Nilai pada Vector of shear sound speed (m/s),
Vector of compressional wave absorption, Vector of shear
wave absorption bernilai 0 sepanjang array yang telah
didefinisikan sebelumnya.
Berdasar data batimetri Selat Madura sepanjang
garis lintang 1130 - 1150 BT, ada 3 environment yang harus
dibuat. Data salinitas, kecepatan suara dan temperatur yang
didapatkan dari NOAA diambil di tiga titik. Yaitu titik
112,50 BT ; 113,50 BT dan 114,50 BT. Pada jarak 0 Km
sampai 67,5 Km digunakan data yang terdapat pada titik
112,50 BT. Pada jarak 90 Km sampai 127,5 Km digunakan
data yang terdapat pada titik 113,50 BT. Pada jarak 161 Km
sampai 128,5 Km digunakan data yang terletak pada titik
114,50 BT. Data yang lengkap diberikan pada Tabel 3.3 pada
buku tugas akhir.
Berdasar data batimetri Laut Sulawesi sepanjang
garis 1240 – 1250 BT, cukup 1 environment yang dibuat. Data
salinitas, kecepatan suara dan temperatur yang didapatkan
dari NOAA diambil di satu titik, yaitu titik 124,50 BT. Data
yang lengkap diberikan di Tabel 3.4 pada buku tugas akhir.
Selanjutnya parameter-parameter independent
didefinisikan pada menu Edit Code-Independent
Propagation Parameters. Data yang diperlukan yaitu data
frekuensi dan kedalaman sumber, kedalaman penerima yang
berupa suatu array sepanjang kedalaman perairan. Jarak
minimum dan maximum propagasi dapat dirubah sesuai
kebutuhan. Satu lagi data yang diperlukan yaitu data
batimetri. Selanjutnya dipilih kode propagasi yang
digunakan, yaitu Kraken pada menu Select Active Code ~
(code). Data environment yang sudah dimasukkan
selanjutnya disimpan dalam bentuk run definition.
IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Masukan
Asumsi yang digunakan pada program pemodelan
propagasi akustik bawah air dengan kode propagasi
KRAKEN adalah kehilangan energi akibat absorpsi dianggap
tidak ada dan gelombang akustik dipantulkan secara
sempurna. Data masukan dari program ini yaitu data
kecepatan suara dan densitas perairan, batimetri, frekuensi
sumber, kedalaman sumber dan penerima.
4.2. Hasil Pemodelan
Pemodelan dilakukan berdasarkan data yang
diambil dari dua lokasi perairan di Indonesia yang berbeda,
perairan dangkal dan perairan dalam. Yaitu di perairan Selat
Madura dengan letak geografisnya 7,50 LS dan 1130 - 1150
BT serta di perairan Laut Sulawesi dengan letak geografisnya
0,50 LU dan 1240 – 1260 BT. Listing program MATLAB
untuk menyelesaikan persamaan transmission loss dapat
dilihat pada lampiran D pada buku tugas akhir.
Pada simulasi ini, sumber akustik diletakkan pada

kedalaman 10m. Range frekuensi yang diambil 50–1000 Hz
agar dapat diketahui perbedaan hasil propagasi frekuensi
rendah dengan frekuensi tinggi. Frekuensi yang dipakai
bernilai 50Hz, 100Hz, 250Hz, 500Hz, dan 1000Hz. Nilai
frekuensi minimum yang digunakan adalah 50 Hz. Karena
apabila menggunakan frekuensi yang lebih kecil daripada 50
Hz maka sesuai dengan persamaan (2.14) nilai Kr akan
imajiner, sehingga tidak ada mode yang dihasilkan. Untuk
mewakili hasil simulasi, akan ditampilkan hasil simulasi
dengan menggunakan frekuensi sumber 100Hz dan 1000Hz.
Batimetri Selat Madura ditunjukkan pada Gambar
4.1. Dan jarak lintasan propagasinya sepanjang 218,5 Km.
Parameter yang digunakan pada persamaan ini yaitu Cmin =
1540.41 m/s2 dan kedalaman laut D = 30 m. Dengan
frekuensi sumber sebesar 100Hz, akan ada 2 mode yang
berpropagasi dengan nilai Kr sebesar 0,4 dan 0,37. Pada
gambar 4.3(a) dapat terlihat transmission loss yang dialami
saat kedalaman penerima berjarak 5m dari permukaan laut.
Besarnya transmission loss yang dialami sepanjang lintasan
propagasi tidak menunjukkan kenaikan yang besar. Semakin
dalam posisi penerima dari posisi sumber, transmission loss
yang dialami akan semakin besar. Gambar 4.4(a)
menggambarkan transmission loss yang terjadi terhadap
kedalaman. Transmission loss tersebut dialami saat jarak
penerima sebesar 1m dari jarak sumber. Pada kedalaman
40m, transmission loss semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya kedalaman. Transmission loss yang dialami
sinyal, ditunjukkan pada Gambar 4.5.
Dengan frekuensi sumber sebesar 1000Hz, akan ada
18 mode yang berpropagasi dengan nilai Kr pada mode
pertama yaitu 4,07 dan mode ke-18 bernilai 3,64. Pada
Gambar 4.3(b) dapat terlihat transmission loss yang dialami
saat kedalaman penerima berjarak 5m dari permukaan laut.
Besarnya transmission loss yang dialami sepanjang lintasan
propagasi tidak menunjukkan kenaikan yang besar. Semakin
dalam posisi penerima dari posisi sumber, transmission loss
yang dialami akan semakin besar. Gambar 4.4 (b)
menggambarkan transmission loss yang terjadi berdasar
kedalaman. Transmission loss tersebut dialami saat jarak
penerima sebesar 1m dari jarak sumber. Pada kedalaman
40m, transmission loss semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya kedalaman. Transmission loss yang dialami
sinyal, ditunjukkan pada Gambar 4.5.
Gambar 4.1 Batimetri Selat
Madura
Gambar 4.2 Batimetri Laut
Sulawesi
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
5

Laut Sulawesi merupakan contoh perairan dalam
dengan batimetri ditunjukkan pada Gambar 4.2. Dan jarak
lintasan propagasinya sepanjang 111 Km. Parameter yang
digunakan pada persamaan ini yaitu C = 1485.92 m/s2 dan D
= 14000 m. Dengan frekuensi sumber sebesar 100Hz, akan
ada 97 mode dengan nilai Kr pada mode pertama 0,422 dan
mode ke-97 0,355. Pada gambar 4.7(a) terlihat transmission
loss yang dialami saat kedalaman penerima berjarak 5m dari
permukaan laut. Besarnya transmission loss yang dialami
sepanjang lintasan propagasi tidak menunjukkan kenaikan

yang besar. Semakin dalam posisi penerima dari posisi
sumber, transmission loss yang dialami akan semakin besar.
Gambar 4.8(a) merupakan gambar transmission loss yang
dialami berdasar kedalaman. Transmission loss tersebut
dialami saat jarak penerima sebesar 1m dari jarak sumber.
Kenaikan transmission lossyang cukup besar dialami pada
kedalaman 400m. Transmission loss yang dialami sinyal,
ditunjukkan pada Gambar 4.9.
(a)
(b)
Gambar 4.3. Transmission Loss vs Range pada (a) frekuensi 100Hz
dan (b) frekuensi 1000Hz
(a) (b)
Gambar 4.4. Transmission Loss vs Depth pada (a) frekuensi
100Hz dan (b) frekuensi 1000Hz
Gambar 4.5. Transmission Los vs Range and Depth di Selat
Madura dengan frekuensi sumber 100Hz

Dengan frekuensi sumber sebesar 1000Hz, akan ada
973 mode yang berpropagasi. Dengan nilai Kr pada mode
pertama adalah 4,266 dan nilai Kr pada mode ke-2 akan lebih
kecil dari mode pertama (Kr1 > Kr2 > … > Krn) begitu
seterusnya hingga nilai Kr pada mode 973 adalah 3,619.
Transmission loss yang dialami sinyal, ditunjukkan pada
Gambar 4.10. Pada Gambar 4.7(b) dapat terlihat
transmission loss yang dialami saat kedalaman penerima
berjarak 5m dari permukaan laut. Besarnya transmission loss
yang dialami sepanjang lintasan propagasi tidak
menunjukkan kenaikan yang besar. Semakin dalam posisi
penerima dari posisi sumber, maka transmission loss yang
dialami akan semakin besar. Gambar 4.8(b) merupakan
gambar transmission loss yang dialami berdasar kedalaman.
Transmission loss tersebut dialami saat jarak penerima
sebesar 1m dari jarak sumber. Kenaikan transmission
lossyang cukup besar dialami pada kedalaman 1400m.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis simulasi model propagasi sinyal
akustik menggunakan kode propagasi Kraken, kesimpulan
yang dapat diambil dalam tugas akhir ini antara lain:
1. Perubahan frekuensi tidak mempengeruhi jarak lintasan
propagasi. Dengan frekuensi 250Hz dan 500Hz di Selat
Madura maupun Laut Sulawesi dapat menempuh
linatasan propagasi yang sama. Begitu pula dengan
frekuensi yang lainnya.
2. Model propagasi Kraken dapat menempuh lintasan
propagasi yang panjang. Pada Selat Madura, dengan
menggunakan frekuensi 50 Hz- 1000Hz, sinyal dapat
menempuh lintasan sepanjang 218,5 Km. Dan pada Laut
Sulawesi dengan frekuensi yang sama, sinyal dapat
menempuh lintasan sepanjang 111 Km.
3. Jumlah mode ditentukan oleh besarnya frekuensi dan
kedalaman perairan. Semakin besar frekuensi sumber
yang digunakan, maka mode yang dihasilkan akan
semakin banyak. Mode yang dihasilkan pada frekuensi
50Hz lebih kecil frekuensi 100Hz, dan seterusnya. Mode
yang dihasilkan di Laut Sulawesi lebih banyak
dibandingkan pada Selat Madura.
4. Pada perairan dangkal dan dalam, sinyal berpropagasi
dengan dipantulkan oleh dasar laut terendah dan

permukaan laut sepanjang lintasan propagasinya. Ini
menunjukkan bentuk batimetri tidak berpengaruh pada
kode propagasi Kraken.
5.2 Saran
Dari hasil pengamatan dan analisis yang telah
dilakukan, penulis memberikan saran untuk pengembangan
tugas akhir berikutnya, yaitu:
1. Karena sedikitnya asumsi yang digunakan dalam
model propagasi KRAKEN, penelitian selanjutnya
dapat menggunakan model porpagasi KRAKENC
untuk mendapatkan hasil yang lebih bagus.
Dikarenakan kode KRAKENC menggunakan lebih
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
6

banyak asumsi dan juga menggunakan karakteristik
absorpsi yang diakibatkan dasar laut serta
memperhatikan faktor batimetri.
2. Pada program normal-mode sebaiknya
dikembangkan agar memperhitungkan kehilangan
energi akibat absorpsi yang disebabkan oleh
pengaruh viskositas, reaksi asam boric dan relaksasi
magnesium sulfat.
3. Kehilangan energi akibat pemantulan yang tidak
sempura baik di permukaan atau dasar laut
dijadikan pertimbangan pada penelitian selanjutnya.
Gambar 4.6. Transmission Los vs Range and Depth di Selat
Madura dengan frekuensi sumber 100Hz

(a)
(b)
Gambar 4.7. Transmission Loss vs Range pada (a) frekuensi 100Hz
dan (b) frekuensi 1000Hz
(a) (b)
Gambar 4.8. Transmission Loss vs Depth pada (a) frekuensi 100Hz
dan (b) frekuensi 1000H
Gambar 4.9. Transmission Los vs Range and Depth di Laut
Sulawesi dengan frekuensi sumber 100Hz
Gambar 4.10. Transmission Los vs Range and Depth di Laut
Sulawesi dengan frekuensi sumber 1000Hz

DAFTAR PUSTAKA
[1] Etter, Paul.C., 1996, “Underwater Acoustic Modeling”,
Thomson Press (India) Ltd, New Delhi.
[2] DeSanto,J.A. 1979, “Derivation of the acoustic wave
equation in the presence of gravitational and rotational
effects”, J.Acoust.Soc.Amer., 66, 827-30.
[3] Urick, R.J. 1983, “Principles of Underwater Sound, 3rd
edition”, McGraw-Hill, New York,.
[4] NOAA National Geophysical Data Center ,
Retrieved : April 2010.
[5] Dushaw’s Brian, “Worldwide Sound Speed,
Temperature, Salinity, and Buoyancy from the NOAA World
Ocean Atlas”, Retrieved : Maret 2010
[6] Mobile and Desktop maps, Retrieved : Maret 2010,

[7] Peta Batimetri cetakan ke-10, TNI Angkatan Laut (AL)
Indonesia Dinas Hidro-Oseanografi, 2003.
BIODATA PENULIS
Destianti Dwi Pravitasari dilahirkan di Jakarta, 3
Desember 1988. Merupakan putri bungsu dari dua

bersaudara pasangan Soekirman dan Suhartini.
Lulus dari SDN Siwalan Kerto I Surabaya dan
melanjutkan ke SLTPN 22 Surabaya. Lalu
melanjutkan ke SMAN 15 Surabaya di 2003 dan
lulus di tahun 2006. Penulis melanjutkan studinya ke Jurusan
Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
melalui jalur SPMB di tahun 2006. Bulan Juni 2010 penulis
mengikuti seminar dan ujian Tugas Akhir di Bidang Studi
Telekomunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
Surabaya sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik Elektro.

Dokumen yang terkait

AN ALIS IS YU RID IS PUT USAN BE B AS DAL AM P E RKAR A TIND AK P IDA NA P E NY E RTA AN M E L AK U K A N P R AK T IK K E DO K T E RA N YA NG M E N G A K IB ATK AN M ATINYA P AS IE N ( PUT USA N N O MOR: 9 0/PID.B /2011/ PN.MD O)

0 82 16

ANALISIS ELEMEN-ELEMEN BRAND EQUITY PADA PRODUK KARTU SELULER PRABAYAR SIMPATI, IM3, DAN JEMPOL (Studi Kasus Mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jember)

2 69 20

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

FAKTOR–FAKTOR YANG MENJADI DAYA TARIK PENYIAR RADIO MAKOBU FM (Studi pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2003 UMM)

0 72 2

PENGARUH PENILAIAN dan PENGETAHUAN GAYA BUSANA PRESENTER TELEVISI TERHADAP PERILAKU IMITASI BERBUSANA (Studi Tayangan Ceriwis Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Jurusan Komunikasi Angkatan 2004)

0 51 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

Tugas Ujian Akhir Semester Mekanika Tekn

3 69 11

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

Tugas Manajemen Industri Red Cliff 2

0 49 1