ANALISIS TENTANG TANTANGAN DAN PENGARUH

|165

ANALISIS TENTANG TANTANGAN DAN PENGARUH DUNIA
KEPENULISAN TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT

Iwan Jazadi
Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP Paracendekia NW Sumbawa
iwanjazadi@gmail.com

Abstrak: Tulisan ini membahas literatur dan pengalaman atau pengamatan penulis tentang tantangan dan pengaruh dunia kepenulisan dalam tatanan sosial masyarakat Indonesia. Tantangan dunia kepenulisan ditelaah dari tiga perspektif: kontekstual-ekstrinsik, personal-intrinsik, dan teknis-kreatif. Pembahasan selanjutnya adalah tentang pengaruh dunia
kepenulisan terhadap tatanan sosial yang meliputi pengaruh kognitif, psikologis, sosial dan
ekonomi, serta perubahan pada individu pembaca dan masyarakat. Akhirnya, disimpulkan
bahwa menulis memiliki tantangan yang kompleks, namun membawa ganjaran yang luar
biasa bagi para penulis, pembaca dan masyarakat.
Kata kunci: dunia kepenulisan, tantangan, pengaruh, tatanan sosial
Abstract: This article discusses literature and experiences or observations of the writer
about the challenges and impacts of writing towards Indonesian social order. Writing challenges are analysed in three perspectives: contextual-extrinsic, personal-intrinsic, and technical-creative. The impacts of writing discussed cover cognitive, psychological, social and
economic impacts on individuals and society at large. Finally, it is concluded that writing
faces complex challenges, but brings extraordinary rewards to writers, readers and general
public.
Key words: writing, challenges, impacts, social order


PENDAHULUAN
Memberikan pemahaman dan
melatih keterampilan menulis akademik
atau ilmiah kepada siswa, mahasiswa
atau peserta pelatihan bukanlah perkara
yang dapat diabaikan dewasa ini
(Furneaux, 1995; Leki, 2007; Irvin,
2010). Berdasarkan pengamatan di beberapa
perguruan
tinggi,
penulis
menemukan
kejanggalan-kejanggalan
dalam praktek pengajaran dan pembimbingan kepenulisan akademik. Padahal,
keterampilan menulis akademik adalah
kebutuhan dasar kaum terdidik di
berbagai tingkatan, yang digunakan untuk
mengabstraksi berbagai fenomena alam
dan sosial yang terjadi di sekitar alam dan

dalam
kehidupan
sosial
manusia
(University of Essex, 2008). Namun, teru-

tama dengan kemajuan teknologi informatika seperti internet, berbagai ragam
teks dalam jumlah yang seolah-seolah
tidak terbatas tersedia di dunia maya. Para peserta belajar dan pegiat teks lainnya
(termasuk para dosen) mengambil jalan
pintas dengan mengambil teks-teks dari
dunia maya atau sumber lainnya, mengubah seperlunya, dan menggunakannya
untuk keperluan formalitas seperti
penyelesaian tugas studi dan kenaikan
pangkat. Dengan kata lain, plagiasi telah
mencapai tahapan kritis dalam dunia kepenulisan di berbagai level pendidikan
dan pekerjaan khususnya di negara kita
sehingga berbagai langkah dan kebijakan
harus diambil untuk mengatasinya
(Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010;

Zulkarnain, 2012). Menurut hemat penulis, konsekuensi logis dari fenomena ini,

166 | Jurnal Ilmu Pendidikan
Volume 21 No. 2. Juni 2014

yang terasa hingga saat ini, adalah bahwa
keahlian menulis akademik pada sebagian
besar masyarakat terdidik Indonesia belum mengakar (grounded) dan masih
menjadi praktek formal-administratif. Hal
ini kemudian menyebabkan rendahnya
penghargaan publik dan minimnya dampak praktis yang diberikan oleh sebuah
karya akademik di negeri ini.
Dengan latar belakang dunia kepenulisan
akademik
sebagaimana
dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk melakukan suatu kajian awal tentang
kompleksitas dunia kepenulisan ilmiah.
Dua pertanyaan pokok diajukan dalam
tulisan ini: (1) Bagaimanakah kompleksitas tantangan dunia kepenulisan? (2)
Bagaimana pengaruh dunia kepenulisan

bagi tatanan sosial masyarakat, bangsa
dan negara? Untuk menjawab kedua pertanyaan ini, penulis melakukan analisis
dan menyusun teori dengan menyandarkan pada rujukan pustaka ilmiah, pustaka
ilmiah populer (artikel-artikel online
blogs), dan pengamatan/pengalaman
penulis dalam dunia kepenulisan akademik selama lebih dari sepuluh tahun terakhir. Dengan demikian, tulisan ini bertujuan untuk membangun kesadaran para
calon penulis tentang berbagai kendala
dan tahapan yang harus dimiliki dan dilalui sebagai penulis, serta bernilainya
sumbangan yang diberikan dalam
mewujukan tatanan masyarakat yang kuat
dan bernilai lintas geografis, masa dan
peradaban.
TANTANGAN DUNIA
KEPENULISAN
Tantangan adalah suatu kondisi di
mana seseorang dihadapkan, diuji dan
dipersepsikan memiliki keberanian untuk
mengatasi atau menuntaskan suatu
masalah tertentu. Jadi, secara psikologis,
kata ‘tantangan’ mengandung muatan

positif, optimisme dan orientasi futuris
dari suatu masalah yang dianggap pelik.
Mcmillan Dictionary (2013) mendefinisikan ‘tantangan’ sebagai something that

needs a lot of skill, energy, and determination to deal with or achieve, especially
something you have never done before
and will enjoy doing (‘sesuatu yang membutuhkan banyak keterampilan, tenaga,
dan kesungguhan untuk dihadapi atau
dicapai, khususnya sesuatu yang anda
tidak pernah lakukan sebelumnya dan
akan suka melakukannya’).
Dunia kepenulisan adalah sebuah
medan yang dipilih oleh seseorang untuk
mengembangkan
kiprah
dengan
mengubah atau mengkonversi pikiran,
informasi dan data yang dimilikinya
menjadi rangkaian kata-kata yang
membentuk wacana dan diabadikan di

atas lembaran-lembaran kertas atau dalam
file-file elektronik. Bisa dikatakan bahwa
setiap orang, yang sangat produktif
menulis sekalipun, tidak menganggap
pekerjaan menulis sebagai perkara
mudah, tetapi merupakan tantangan terusmenerus atau setiap saat. Untuk itu,
tantangan dunia kepenulisan perlu
dibedah dan dibahas secara memadai.
Dari
kombinasi
pengalaman
dan
pengamatan, penulis berpendapat bahwa
tantangan dunia kepenulisan dapat
dipahami dari tiga perspektif, yaitu
perspektif
kontekstual-ekstrinsik,
perspektif
personal-intrinsik,
dan

perspektif teknikal-kreatif.

Perspektif Kontekstual-Ekstrinsik
Perspektif kontekstual-ekstrinsik
berkaitan dengan faktor-faktor di luar diri
seseorang sebagai penulis, tetapi faktorfaktor
ini
mempengaruhi
secara
signifikan komitmen, kesiapan dan
keterlibatan seseorang untuk berkiprah
sebagai penulis. Gupta dan Woldemariam
(2011: 63-64) memahami perspektif ini
sebagai encouragement atau pemberian
semangat dari luar diri penulis, yaitu dari
orang tua, anggota keluarga, guru, dan
orang-orang lain yang berpengaruh
(significant others). Lebih dari itu,
perspektif ini berkaitan dengan faktor
166


Iwan Jazadi

Analisis Tentang Tantangan Dan Pengaruh Dunia Kepenulisan Terhadap Kehidupan Masyarakat | 167

budaya, ketersediaan jaringan, dan
pilihan okupasional. Suatu masyarakat
memiliki kecenderungan berbudaya lisan
(oral tradition) tinggi, sementara suatu
masyarakat
yang
lain
memiliki
kecenderungan berbudaya tulisan atau
literasi tinggi (Goucher, LeGuin, &
Walton, 1998). Dengan kecenderungan
budaya lisan tinggi, anggota suatu
masyarakat umumnya tidak terbiasa
membaca dan menulis di luar kewajiban
seperti sekolah, kuliah atau tuntutan

pekerjaan. Walaupun misalnya berijazah
sarjana, karena bekerja pada lapangan
pekerjaan yang tidak mengharuskan baca
tulis – seperti pertanian tradisional –
anggota suatu masyarakat berbudaya oral
secara umum tidak lagi membaca dan
menulis. Dalam konteks ini, peluang bagi
tumbuh kembang para penulis terbilang
rendah. Sulit dibantah bahwa sebagian
besar masyarakat di pedesaan, kota-kota
kecil kecamatan dan bahkan kota-kota
kabupaten dan masyarakat Indonesia
pada umumnya masih didominasi tradisi
oral (Czermak, Delanghe & Weng, 2003;
Jazadi, 2008: 1-6). Hal ini berdampak
pada rendahnya jumlah penulis dan karya
-karya kepenulisan dari masyarakat
Indonesia dibandingkan dengan negaranegara Barat atau sebagian besar
masyarakat negara maju lainnya yang
memiliki budaya tulisan atau literasi

tinggi
(literacy
culture).
Dalam
masyarakat berbudaya literasi tinggi,
membaca setara dengan makanan pokok
sehari-hari, sementara menulis setidaktidaknya
merupakan
bagian
dari
keterampilan hidup yang diperlukan
dalam memecahkan banyak masalah
dalam interaksi mereka bermasyarakat
sehari-hari.
Faktor kontekstual yang lain
adalah ketersediaan jaringan, komunitas
penulis dan penerbit, serta strategi
penggunaan
fasilitas
tersebut.

Bayangkanlah seorang sarjana yang
tinggal di sebuah desa terpencil di atas
gunung atau di pulau kecil. Ia tidak
memiliki akses terhadap buku-buku dan

bacaan-bacaan baru. Ia bergaul dengan
masyarakat tani atau nelayan tradisional.
Ia mempunyai banyak teman penulis,
dulu waktu kuliah; sekarang tidak lagi
karena ia bahkan sudah lupa sebagian
nama mereka. Bisa dibayangkan betapa
beratnya sang sarjana mengembangkan
diri sebagai penulis produktif yang
sebenarnya ia dambakan sejak duduk di
bangku sekolah. Mungkin saat ini,
baginya menulis itu tersimpan di dalam
relung jiwanya sebagai cita-cita terindah
di masa lalu, dan diharapkan suatu hari
anak cucunya akan mewujudkannya.
Sangat berbeda, misalnya, dengan
seorang sarjana yang lain – walau indeks
prestasinya sebenarnya agak rendah –
yang hidup di sebuah kota pelajar seperti
Yogyakarta atau Solo. Di sana sini ada
penerbit dan dapat dengan mudah
ditemukan penulis produktif, yang karyakaryanya ditemukan di toko-toko buku di
seantero negeri. Walau dengan variasi
plagiat, saduran, terjemahan atau kualitas
ilmiah yang masih rendah, sang sarjana
tersebut dapat menjalankan pekerjaan
sambilan menulis, seperti menulis buku
pelajaran sekolah atau kuliah, cerita anak
dan lain-lain. Bahkan dengan bantuan tim
editor atau bagian dari tim, karyakaryanya bisa juga tampil kompetitif,
apalagi bila penulisan tersebut adalah
bagian dari proyek pengadaan, seperti
buku sekolah, yang acapkali tidak
menempatkan
mutu
isi
sebagai
pertimbangan nomor satu.
Paparan dalam paragraf di atas
adalah bayangan dari kenyataan di negeri
kita dewasa ini yang mewakili dua
ekstrem.
Namun,
sebenarnya
perkembangan mutakhir dalam bidang
teknologi informatika, yaitu dengan
tersedianya jaringan dan fasilitas internet
yang murah dan menyebar ke berbagai
pelosok negeri, di mana di seluruh jalan
negara terpasang jaringan fibre optic
telekomunikasi oleh perusahaan negara
PT Telkom dan jaringan komunikasi
seluler Telkomsel dan XL menjangkau
sebagian besar daerah terpencil, dua

168 | Jurnal Ilmu Pendidikan
Volume 21 No. 2. Juni 2014

ekstrem yang dipaparkan di atas semakin
mengalami kekaburan. Artinya, ditinjau
dari ketersediaan jaringan teknologi
informatika, era ini adalah era
kebangkitan
setiap
warga
negara
berkemauan untuk unjuk diri termasuk
dalam dunia kepenulisan karena ia jauh
lebih mudah mengakses perkembangan
daerah, negara dan dunia, serta dapat
berkomunikasi dengan sangat murah
dengan banyak pihak di daerah atau
negara
lain
sesuai
dengan
kepentingannya. Namun, pertanyaan yang
pantas muncul adalah sejauhmana
kesanggupan kita untuk memanfaatkan
fasilitas tersebut untuk kepentingan
produktif. Yang masih menjadi tren
sekarang ini, sayangnya, adalah sebatas
pemanfaatan
teknologi
informatika
sebagai jaringan sosial (social network)
yang tidak produktif dan semata-mata
berorientasi interpersonal atau penjalinan
hubungan pribadi satu sama lain dan
minim transaksi ilmiah atau produktif
lainnya. Dengan kata lain, teknologi
informatika diperlakukan setara atau tak
lebih dari pos ronda di pojok kampung
tempat anggota masyarakat berbudaya
lisan tinggi menghabiskan sebagian besar
waktu luangnya sambil bermain kartu
remi, misalnya. Dalam setting berbeda
tetapi dengan kecenderungan serupa, bagi
para mahasiswa dan pekerja teks lainnya
di Indonesia, fasilitas internet menjadi
tempat untuk menemukan bahan-bahan
tugas kuliah dengan mudah. Namun,
sayangnya
bahan-bahan
tersebut
digunakan untuk dijiplak atau di-copy
and paste sehingga dunia kepenulisan
mahasiswa tidak berkembang sesuai
harapan. Hal ini mengisyaratkan betapa
tingginya tantangan dunia kepenulisan di
negeri ini, terutama di daerah-daerah.
Faktor kontekstual yang ketiga
berkaitan dengan pekerjaan. Ada orang
yang memilih dunia kepenulisan sebagai
pekerjaan utama mekera, seperti para
jurnalis, penulis naskah film, dan penulis
atau peneliti sebagai pekerjaan penuh
waktu dalam suatu lembaga seperti
168

penerbitan atau lembaga penelitian.
Tentulah orang-orang dalam kelompok
ini adalah kontributor utama tulisan yang
dikonsumsi publik. Bagi mereka, menulis
menyangkut hidup dan matinya diri dan
keluarga mereka. Bagi mereka tantangan
menulis harus dilalui dengan sukses, dan
pengalaman sukses demi pengalaman
sukses mereka menjadikan mereka yakin
bahwa tantangan dunia kepenulisan itu
selalu berat, tetapi senantiasa dapat
dilewati dengan berhasil. Kategori
pekerjaan yang lain adalah pekerjaan di
mana menulis adalah sebagian dari tugas
utama, seperti tugas pengajar perguruan
tinggi, guru sekolah, dan mahasiswa.
Bagi mereka, walau profesor atau doktor,
menulis juga umumnya terasa berat,
tetapi mesti ditunaikan setidak-tidaknya
pada tahap-tahap tertentu, walau harus
menghabiskan waktu agak lama. Di
negara-negara maju, umumnya para
akademisi
mendapat
cuti
khusus
(sabbatical leave) atau mendapat izin
mengikuti program fellowship (semacam
pencangkokan pada profesor senior)
selama
beberapa
bulan
untuk
menghasilkan karya-karya kepenulisan
akademik seperti buku teks atau referensi
kuliah. Sebagian besar guru besar atau
akademisi produktif umumnya menjalin
banyak kerjasama dengan penerbit untuk
publikasi buku-buku mereka dan selalu
mendapat
hibah
penelitian
dari
Pemerintah atau permintaan dari lembaga
sponsor. Sekali lagi, bagi mereka,
menulis tetap merupakan tantangan yang
tidak mudah, tetapi pengalaman sukses
sebelumnya menjadi salah satu modal
bagi mereka untuk melangkah dengan
yakin bahwa mereka akan sukses pada
akhirnya. Kategori pekerjaan yang ketiga
adalah
yang
tidak
mensyaratkan
kepenulisan dalam pengembangan karir
secara rutin. Bagi mereka dalam kategori
ini, tentu menulis tidak mudah, apalagi
tingkat kesibukan, termasuk perjalanan
mereka, sangat tinggi. Namun, ternyata
bagi mereka yang terpatri jiwa
kepenulisan dalam dirinya, tembok-

Iwan Jazadi

Analisis Tentang Tantangan Dan Pengaruh Dunia Kepenulisan Terhadap Kehidupan Masyarakat | 169

tembok penghambat menulis dapat
dirobohkan. Bagi mereka, menulis adalah
hobi yang mengisi waktu-waktu luang;
selalu ada waktu luang di tengah
kesibukan, dan di saat itulah dicicil
setahap demi setahap buah karya tulisnya.
Akhirnya, mereka dapat menghasilkan
tulisan, bukan hanya artikel pendek untuk
koran, tetapi juga buku-buku tebal.
Dari paparan di atas, dapat
disimpulkan
bahwa
faktor-faktor
kontekstual
menghasilkan
berbagai
variasi tantangan bagi dunia kepenulisan.
Dewasa ini peluang berkembangnya
dunia kepenulisan sangat kondusif
apabila faktor-faktor kontekstual ini
dipahami dan dicermati, khususnya
dengan pemanfaatan secara positif
perkembangan
teknologi
informasi
seperti internet dan fasilitas seluler
lainnya.
Perspektif Personal-Intrinsik
Perspektif
personal-intrinsik
berkaitan dengan tantangan-tantangan
bagi seseorang untuk berkomitmen
berbenah diri dan menyiapkan diri secara
terus menerus untuk menjadi penulis.
Gupta dan Woldemariam (2011: 63)
menemukan bahwa berhasil tidaknya
seseorang dalam menulis ditentukan oleh
adanya
usaha
secara
personal,
kemampuan untuk melihat manfaat dari
menulis dan kepercayaan diri untuk
menulis. Untuk mencapai hal tersebut,
seseorang ditantang untuk mampu
mengatur pengetahuan, sikap dan
perilakunya untuk terus belajar dari
segala sumber, untuk menyerap dan
mengolah informasi secara kritis dan
analitis. Kata kunci dalam proses belajar
tersebut agar berhasil adalah pada
tercapainya proses meaning making atau
kemampuan memaknai atau membuat arti
segala bentuk lambang, stimulus,
informasi atau data yang tersedia dalam
berbagai bentuk seperti teks, audio,
visual, kejadian atau fenomena pada
umumnya. Artinya, ketika mendengar
sebuah
pidato,
ceramah
agama,

penyampaian makalah, percakapan sehari
-hari, dialog dalam film atau sinetron,
pembacaan berita, atau melihat atau
membaca tulisan di koran, buku, papan
nama dan lain-lain, seorang pembelajar
tidak melewatkan ada kata, ungkapan,
kalimat, atau lambang yang tidak
dimengerti atau tanpa upaya mengetahui
artinya. Ia menganalisis pesan yang
tersirat atau tersurat, dan dapat
mengambil kesimpulan atau membuat
sintesis
yang
tepat
daripadanya.
Kemampuan untuk memahami setiap
peristiwa bahasa atau komunikasi
tersebut menjadi dasar terbentuknya
pengetahuan, sikap dan perilaku, yang
kemudian diolah dalam alam pikiran dan
sewaktu-waktu dapat diproduksi sebagai
tulisan atau lisan sesuai tuntutan
kebutuhan secara fleksibel.
Proses meaning making tersebut
dapat dielaborasi menjadi tantangan berupa tiga persyaratan menjadi penulis, sebagaimana ditulis dalam sebuah blog
online (Imisup, 2009). Ketiga tantangan
tersebut disingkat dengan ABG, singkatan dari “Aktif”, “Baca”, “Gaul”. Pertama, untuk terjun dalam dunia kepenulisan, seseorang ditantang untuk bersikap “aktif”. Seorang penulis selalu
mengaktifkan pikirannya, perasaannya,
imajinasinya dalam berbagai keadaan. Ia
harus punya kepekaan mencium masalah.
Ia harus memiliki wawasan luas dan pandangan tajam. Untuk itu, ia harus selalu
siap dan aktif membuka dirinya terhadap
berbagai hal yang berlangsung dan terjadi
dalam lingkungan (kehidupan). Ia aktif
bertanya, memperhatikan, mengamati,
merefleksi, dan seterusnya. Ia tidak
melewatkan dan menganggap sepi atau
tak berguna hal-hal yang bagi orang lain
barangkali sepele atau tidak penting. Inspirasi atau gagasan tidak dapat diperoleh
dengan sendirinya, tetapi harus dicari.
Seorang penulis harus selalu menyiapkan
diri mencari dan memburu untuk memperoleh ide dari berbagai hal.
Kedua, seseorang yang mau menjadi penulis ditantang untuk selalu

170 | Jurnal Ilmu Pendidikan
Volume 21 No. 2. Juni 2014

“membaca”. Ia harus menjadi kutu buku,
alias gemar membaca, di manapun dan
kapanpun, bahkan tidak hanya membaca
yang tertulis, tetapi utamanya adalah
membaca kehidupan. Seorang penulis
tidak dianjurkan untuk membatasi bahan
bacaan. Ia dituntut tahu segala hal atau
sebanyak mungkin hal. Walaupun
spesialis dalam suatu bidang, seorang
penulis harus berusaha memahami
sebanyak mungkin tentang bidang lain.
Memang semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin menyempit
spesialisasinya. Misalnya, seorang yang
latar belakang kesarjanaannya adalah Peternakan, pada jenjang S2 ia fokuskan
pada kajian hewan yang berkaki empat,
sementara pada jenjang S3 ia khusus
mempelajari ilmu tentang sapi. Namun,
hal ini tidaklah berarti menyempitkan
pengetahuan sang ahli. Ia harus dapat menyelami seluk-beluk berbagai bidang di
sekelilingnya. Bahwa ia ahli dalam bidang sempit tersebut memang benar, namun bidang yang sempit sebenarnya
merupakan sampel pendalaman sebagai
bagian dari suatu bidang. Model-model
kedalaman bidang yang sempit tadi dapat
dijadikan sebagai pembanding pada bidang-bidang sempit lainnya, baik yang
dikembangkan kemudian oleh ahli yang
sama atau calon baru di bawah bimbingan
ahli tersebut. Artinya, seorang yang memiliki keahlian mendalam dalam satu bidang yang sempit memiliki pisau atau
perangkat analisis untuk membedah
berbagai persoalan mulai dari yang di
sekitarnya sampai akhirnya mencapai
berbagai aspek kehidupan sesuai kesempatan yang dimilikinya. Itulah sebabnya
semua orang yang menyelesaikan studi
S3 di dunia pada umumnya menyandang
gelar Doctor of Philosohy, yaitu bahwa
kontribusi mereka walau dari latar
belakang disiplin ilmu berbeda adalah
untuk membangun daya pikir (filsafat)
bagi manusia.
Ketiga, seorang penulis ternyata
juga ditantang untuk memiliki sikap
“gaul”, suatu sikap sosial dengan menyer-

takan diri dalam kelompok-kelompok
yang bertujuan untuk berbagi atau menyumbangkan pikiran dan pendapat kepada kolega dan belajar hal serupa dari
mereka. Menulis memang merupaan
kegiatan yang kita lakukan dalam kesendirian. Namun, untuk mendapat gagasan atau bahan tulisan, sesekali atau
secara teratur seorang penulis perlu
mengikuti forum-forum ilmiah, pertemuan
komunitas-komunitas
kepenulisan, peristiwa-peristiwa yang dapat
merangsang perasaan dan nalar, dan lainlain. Para akademisi bahkan harus pergi
sampai ke luar negeri kadang-kadang tidak untuk menyampaikan makalah, tetapi
hanya untuk menjadi peserta dalam seminar-seminar internasional, sekaligus untuk melakukan refreshing of the mind.
Para eksekutif yang memiliki kesibukan
tinggi, perjalanan ke luar daerah dan pertemuan-pertemuan kebijakan atau pendalaman dengan frekuensi tinggi menjalankan pengalaman tersebut sebagai inspirasi-inspirasi baru untuk menghasilkan
karya-karya tulis. Singkatnya, pergaulan
luas yang sengaja diciptakan atau bagian
dari tuntutan tugas perlu dilakukan
seorang penulis untuk menambah kepekaan dan memperkaya inspirasi sebagai
kebutuhan mewujudkan dunia kepenulisannya.
Perspektif Teknikal-Kreatif
Tantangan bagi dunia kepenulisan
yang ketiga bersifat teknikal-kreatif.
Sementara
perspektif
kontekstual
menyediakan
kondusifitas
atau
inkondusifitas eksternal dan perspektif
personal menyediakan kondusifitas atau
inkondusifitas
internal
bagi
perkembangan
dunia
kepenulisan
seseorang, perspektif yang terakhir ini
menyorot medan kreasi atau produksi
suatu karya tulisan. Hadir tidaknya
sebuah tulisan baru ditentukan oleh faktor
-faktor teknikal ini. Seseorang yang telah
mampu mengkondusifkan konteksnya
dan berada pada kesigapan personalnya
secara umum untuk menulis tidak serta

170

Iwan Jazadi

Analisis Tentang Tantangan Dan Pengaruh Dunia Kepenulisan Terhadap Kehidupan Masyarakat | 171

merta dapat menumpahkan ide, perasaan
atau data dan informasinya dengan
menjadikannya a piece of writing begitu
saja. Ia harus melewati tahapan-tahapan
tantangan dan komitmen yang cukup
berat, yang terdiri dari tiga bagian, yaitu
pra-penulisan, penulisan, dan pascapenulisan.
Pada tahap pra-penulisan, penulis
terlibat dalam dua kegiatan, yaitu
membaca dan menulis. Ia membaca
dengan fokus mencari pokok persoalan
yang ditulis, dengan menggunakan
referensi-referensi yang telah dimiliki
atau dibaca sebelumnya atau melalui
searching
di
internet
atau
di
perpustakaan dan toko buku. Berbeda
dengan membaca sebagai faktor
pengkondisian personal sebagaimana
dibahas pada perspektif sebelumnya,
membaca pada tahap ini merupakan
bentuk
pemutakhiran,
penyegaran,
pengayaan dan pengkondisian terakhir
sebelum melahirkan tulisan. Di samping
membaca dengan tujuan khusus seperti
ini, tahap pra-penulisan terkadang juga
mengharuskan adanya pengumpulan
data lapangan, pengamatan, wawancara,
dan lain-lain sehingga berbagai sisi yang
akan ditulis telah tersedia. Dengan kata
lain, tahap pra-penulisan setidaktidaknya merupakan tahapan mental
framing and body building of the
knowledge constituting the article to be
seen on paper. Kegiatan mental seorang
penulis dibantu dengan kegiatan
kinestetik yaitu menulis pikiran pokok,
meringkas atau memparafrase teks, dan
membuat outline tulisan, yang sebaiknya
dilakukan dengan tulisan tangan
langsung di kertas, tidak di komputer.
Pada tahap penulisan, seorang
penulis memulai dengan membuat draf
tulisan sesuai dengan outline yang telah
ada atau sesuai dengan alur baru yang
ditemukan sembari menulis. Dalam hal
ini, menulis sendiri bukanlah sematamata momentum untuk merealisasikan
pikiran atau perasaan yang telah ada
sebelumnya, tetapi sekaligus menjadi

momen penciptaan pikiran dan perasaan
baru atau momen memunculkan ide-ide
cemerlang yang sebelumnya tersimpan di
alam bawah sadar yang untuk waktu
lama tidak terangkat ke permukaan. Ada
dua sub-tahap pada tahap penulisan ini,
yaitu sub-tahap writerly writing dan subtahap readerly writing. Writerly writing
adalah tulisan untuk dibaca oleh penulis
sendiri. Tulisan jenis ini membantu
menumpahkan dan mengalirkan isi otak
penulis ke dalam tulisan dengan tanpa
hambatan.
Penulis
tidak
penting
memikirkan siapa pembaca, bagaimana
aturan tulisan, atau bahwa tulisan harus
rapi; tulisan dibiarkan tercecer dulu.
Tetapi, ia memastikan agar ide-ide yang
tersimpan di otak dapat dialirkan ke
lembar-lembar kertas, semuanya (Jazadi,
2007:
8).
Beberapa
kutipan
menjustifikasi pentingnya sub-tahap ini:
Write it and then get it right (Bill
Green dalam Jazadi, 2007: 8).
Semua harus ditulis. Apa pun.... Jangan
takut tidak dibaca atau diterima penerbit.
Yang penting tulis, tulis dan tulis. Suatu
saat pasti berguna (Pramoedya Ananta
Toer, dalam Wirajaya, 2011: 2).
Menulis buruk akan membuat anda
terhindar dari ketegangan yang tidak
perlu, membuat anda terbebas dari beban
-beban yang menyumpal di benak anda.
Beban untuk meraih kesempurnaan bisa
membuat anda tersendat-sendat dan tidak
menulis apa-apa. Rileks saja. Menulislah
seperti anda bicara. Menulislah cepat.
Menulislah secara buruk, itu akan
mengusir rasa takut salah dan membuat
anda lebih enteng menggerakkan pena
atau menekan tuts mesin tulis anda (Ibid:
4).

Sub-tahap kedua adalah readerly
writing; tulisan mulai ditulis untuk
pembaca. Penulis harus memperhatikan
siapa yang akan membaca, pemahaman
mereka tentang hal yang disajikan, dan
lain-lain. Untuk tulisan yang disusun
untuk memenuhi kriteria tertentu, seperti
tulisan sebagai tugas studi, penulisan
karya dan artikel ilmiah, maka penulis
harus mengamati sejauhmana tulisannya
mampu memenuhi berbagai kriteria yang
diminta. Sebagai contoh, Chanock (2006)

172 | Jurnal Ilmu Pendidikan
Volume 21 No. 2. Juni 2014

menjelaskan bahwa umumnya para
mahasiswa yang menempuh studi di
negara-negara maju berbahasa Inggris
seperti Australia harus mendapat bantuan
teknis untuk mengidentifikasi dan
memahami
kriteria
assignment
(umumnya berupa tugas menulis) agar
dapat memperoleh nilai yang baik. Di
samping itu, gaya dan struktur tulisan
juga sangat penting, hampir sama dengan
pentingnya ide-ide yang disampaikan.
Penulis harus berusaha menggunakan
bahasa yang terkesan sederhana dan
mudah dipahami. Lebih baik banyak titik
daripada banyak koma. Kelengkapan
subjek-predikat, gaya bahasa, pilihan
kata, penataan paragraf, tanda baca dan
ejaan harus diperhatikan. Pada sub-tahap
ini, penulis juga berusaha menulis sambil
menikmati dengan mencoba bermainmain dengan teks, bereksperimen sedikit
dengan gaya-gaya menulis yang berbeda.
Membuat variasi dalam berargumen dan
mengubah frase-frase (termasuk memulai
dan mengakhiri paragraf, menggunakan
kata-kata hubung, dan pilihan-pilihan
kata) dapat menjadi pengalaman yang
menyenangkan. Terakhir, penulis perlu
berusaha berpikir melampau kata, dengan
berusaha menggunakan tabel, grafik, foto
dan ilustrasi lain karena hal ini dapat
meringkas dan memperkuat argumen dan
penyajian dalam bentuk kata-kata dan
alinea (Jazadi, 2007: 10).
Tahap ketiga adalah pascapenulisan,
yaitu
tahapan
editing
(penyuntingan) atau revisi tambahan
pertama-tama oleh penulis sendiri untuk
memastikan tulisan dimengerti dan
diperkirakan dapat dimengerti oleh
pembaca.
Tulisan
tersebut
perlu
kemudian dibaca oleh pihak lain. Penulis
dapat meminta critical friends yang
diketahui akan jujur untuk membaca
naskah-naskah penulis. Sekali lagi,
seorang penulis tentu tidak memberikan
critical friends draf yang kira-kira masih
sulit dipahami. Kemudian penulis perlu
berterima kasih ketika nantinya ada
tanggapan yang diberikan sekalipun

mungkin
penulis
tidak
menyukai
tanggapan tersebut karena terlalu banyak
kritik. Perlu diingat yang dikritik adalah
tulisannya, bukan penulisnya; justru,
seorang penulis harus berterima kasih
karena diberi masukan berharga (ibid:
11).
Sekali
lagi,
tahapan-tahapan
teknikal-kreatif
merupakan
sebuah
tantangan tersendiri karena mengharuskan
adanya pengalokasian waktu yang cukup,
konsentrasi yang fokus atau tidak
terbelah, dan daya tahan fisik untuk
jangka waktu tertentu setidak-tidaknya
beberapa jam setiap hari. Tentu
pengalokasian waktu disesuaikan dengan
target panjang tulisan. Jika menulis buku
yang bisa mencapai lebih dari seratus
halaman, tulisan harus dipilah dalam
bagian-bagian dan sub-sub bagian. Satu
bagian atau sub-bagian dapat diselesaikan
dalam beberapa jam. Sesuai pengalaman
penulis sendiri, dalam hal menulis
makalah beberapa halaman, mungkin 515 halaman, pengalokasian waktu untuk
proses
teknikal-kreatif
berlangsung
setidak-tidaknya sekitar satu minggu,
dengan fokus pada tahap penulisan sekitar
5-10 jam. Itupun terkadang di antara
waktu itu ada masalah-masalah keluarga,
suasana tempat menulis yang belum
mendukung seperti kegaduhan, kelelahan
fisik, atau tersendatnya aliran ide,
sehingga ada jeda-jeda di antara
akumulasi waktu tersebut. Akibatnya,
penulis
kadang-kadang
harus
menggunakan waktu sepanjang malam
untuk menumpahkan isi otaknya daripada
menunggu esok hari, saat tidak ada
jaminan ingatan dan fokus masih sekuat
dan seantuas tengah malam.
Seseorang
yang
memiliki
intensitas kesibukan non-kepenulisan
sangat tinggi, seperti pejabat-pejabat
pemerintahan atau perusahaan, akan
sangat sulit melalui tahapan teknikalkreatif ini. Padahal, di sisi lain, mereka
secara kontekstual dan personal-intrinsik
sangat siap untuk menumpahkan isi
dalam otaknya di atas lembar-lembar
172

Iwan Jazadi

Analisis Tentang Tantangan Dan Pengaruh Dunia Kepenulisan Terhadap Kehidupan Masyarakat | 173

kertas karena dipikirkannya bahwa
tumpahan tersebut akan berguna bagi
orang banyak. Penulis sendiri pernah
mengalami keadaan ini yaitu ketika
menjabat sebagai anggota DPRD,
pimpinan lembaga pendidikan dan
narasumber di berbagai forum selama
masa lima tahun. Salah satu jalan
keluarnya adalah dengan mengangkat
asisten sebagai mitra kerja di saat ada
waktu luang. Pada tahap pra-penulisan, ia
berperan sebagai teman diskusi untuk
membongkar isi-isi dalam pikiran yang
masih tersembunyi atau menjadi teman
pencari
referensi
dan
kemudian
mendiskusikan isinya bersamanya. Pada
tahan penulisan bagian pertama, ia
berperan sebagai transcriber dari ucapanucapan yang sedemikian rupa telah diatur
dalam susunan tulisan. Transkripsi yang
dihasilkan setara dengan writerly writing,
yang berupa muntahan isi pikiran. Kadang
-kadang asisten mencoba merapikan
tulisan tersebut sesuai kemampuannya.
Namun, utamanya penulis sendirilah yang
mampu mengkonversi writerly writing
menjadi readerly writing karena hanya ia
yang benar-benar memahami maksudmaksud dari ungkapan pikiran tahap
pertamanya. Tahap perubahan tulisan
menjadi readerly bisa memakan waktu
cukup lama karena biasanya posisi dan
pilihan kata, kalimat dalam paragraf, dan
lain-lain harus diubah atau disesuaikan
secara menyeluruh.
Bagi seseorang yang tidak memiliki
kemampuan editorial, yang hanya
menghasilkan tulisan writerly, atau bagi
super-busy person yang harus mendapat
bantuan dalam penumpahan isi otaknya
sehingga muncul tulisan versi writerly dan
sekaligus tidak memiliki kemampuan
editorial, ia benar-benar memerlukan
seseorang yang memiliki kemampuan
penyuntingan. Sang editor atau penyunting
harus berada dalam posisi berdialog
dengan pemilik ide untuk memastikan
ketepatan makna pesan yang disampaikan.
Tergantung kesepakatan, apakah asisten
dan/atau editor tampil namanya sebagai

penulis kedua atau pendamping karena ia
tidak dibayar secara khusus, atau ia
dibayar secara profesional sehingga
namanya hanya disebut pada bagian
pengantar tulisan dengan ucapan terima
kasih sesuai kontribusi yang telah
diberikan. Yang jelas, sumber-sumber
pesan dan yang bertanggung atas
keseluruhan isi tulisan adalah nama yang
disebutkan sebagai penulis dari suatu
tulisan tertentu. Mahasiswa yang sedang
menulis karya ilmiah di bawah
bimbingan seorang dosen adalah
penanggung jawab atas karya ilmiah yang
dihasilkan, bukan dosennya walaupun
dosen tersebut memberikan ia contoh,
saran, bahan, referensi, mencoret-coret
lembaran-lembarannya, dan sehari-hari
melayaninya berkonsultasi. Kategori
pembimbingan skripsi, tesis atau disertasi
umumnya masuk dalam penulis yang
membutuhkan bantuan dalam melewati
tahapan teknikal-kreatifnya.
PENGARUH DUNIA KEPENULISAN
DALAM TATANAN MASYARAKAT
“Pengaruh” dalam tulisan ini
berkaitan dengan manfaat dan dampak
yang dimunculkan oleh kegiatan dan
produk dunia kepenulisan. Sementara itu,
“tatanan masyarakat” dipahami dalam
arti luas berkaitan dengan diri seorang
penulis sebagai bagian dari tatanan
masyarakat,
baik
yang
bersifat
psikologis, kognitif maupun sosialekonomis, dan perubahan sosial yang
berkaitan dengan pembaca secara
individual maupun masyarakat sebagai
sebuah
sistem.
Bagian
ini
mengkombinasikan
temuan-temuan
tentang pengaruh menulis dari data online
searching di internet dengan kata-kata
kunci “manfaat menulis”, “pengaruh
menulis”, “dampak menulis” dan
padanan kata-kata tersebut dalam bahasa
Inggris, dan pengalaman penulis dan
penulis lainnya. Dengan demikian,
pengaruh dunia kepenulisan dalam

174 | Jurnal Ilmu Pendidikan
Volume 21 No. 2. Juni 2014

tatanan sosial meliputi pengaruh kognitif,
pengaruh psikologis, pengaruh sosial,
ekonomis, perubahan sosial pada individu
pembaca, dan perubahan pada tataran
masyarakat sebagai suatu sistem.

Pengaruh Kognitif Menulis
Menurut
Landsune (2009),
menulis memberi manfaat sangat besar
untuk
pengembangan
kemampuan
kognitif seorang penulis. Pertama,
dengan menulis secara teratur, seorang
penulis
secara
bertahap
akan
meningkatkan kelancaran dirinya dalam
bertutur. Kelancaran tersebut mencakup
keterampilan
mengolah
kata
dan
keterampilan
psikomotorik
dalam
mengetik dan menulis tangan. Kedua,
menulis berpengaruh sangat positif dalam
pembentukan
sistematika
berpikir.
Tulisan yang disajikan dengan sistematis
akan mudah dipahami. Lambat laun
kemampuan berpikir sistematis tersebut
mempengaruhi dan terterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, termasuk dalam
memecahkan masalah-masalah yang
bersifat
pribadi,
sosial
mapun
profesional. Terakhir, menulis dapat
membangun ketajaman dan kepekaan
persuasi penulis. Setiap tulisan umumnya
memiliki elemen persuasi yang kuat,
yaitu bagaimana memberi keyakinan dan
mencoba sesuatu yang baru kepada
pembaca. Di sisi lain, dalam kehidupan
sehari-hari,
pekerjaan
mempersuasi
masyarakat kepada kebaikan adalah
pekerjaan sangat mulia. Kemampuan
persuasi seorang penulis dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari dalam upaya
membangun masyarakat yang maju dan
berkeadaban.
Pengaruh Psikologis Menulis
Menurut salah seorang penulis
dalam rubrik kesehatan Kompas Online
(10/09/2007), menulis dapat meringankan
beban seseorang secara psikologis karena
setiap tulisan adalah perwakilan tingkat

emosional seseorang. Suasana emosional
seperti menangis, tertawa, teriak,
bernyanyi, penasaran, geram dan suasana
batin lainnya dapat diekspresikan melalui
tulisan. Hal tersebut akan berdampak
secara luar biasa kepada penulisnya,
apalagi
tulisan-tulisan
tersebut
dipublikasikan, misalnya yang mudah
melalui media blog atau posting-an pada
jejaring sosial. Namun, dalam hal ini,
perlu dibedakan tulisan sebagai sebuah
artikel (sebagai fokus tulisan ini) dengan
dengan sekedar update status atau celoteh
di facebook atau twitter yang terkadang
hanya berisi satu dua kata atau sekedar
simbol like dan lain-lain. Melalui tulisantulisan yang menyingkap sisi psikologis
dan emosi, sembari mempelajari referensi
atau bacaan terkait, penulis akan menjadi
seseorang yang sangat kuat dalam
emotional quotient, yaitu kemampuan
untuk mengenal diri sendiri dan peka
terhadap kepentingan orang lain.
Secara lebih spesifik, Andoni
(2011) dalam blognya memaparkan
beberapa hasil penelitian di Amerika
Serikat tentang efektivitas menulis
sebagai terapi pengalaman traumatik dan
stres seperti
pengalaman
perang,
pelecehan seksual dan pengalaman
menyakitkan lainnya yang selalu
menghantui seseorang yang pernah
mengalaminya di masa lalu. Pengalaman
traumatik diibaratkan seperti setan atau
roh halus yang menguasai alam pikiran
seseorang.
Menulis
pengalamanpengalaman traumatik tersebut sampai
setuntas-tuntasnya di atas kertas sama
dengan menarik keluar roh-roh halus
dalam tubuh orang tersebut sehingga
setelah itu ia merasa ringan dan plong.
Sebagai contoh, dipaparkan pengalaman
seorang veteran perang Vietnam yang
bernama
Mulligan.
Enam
tahun
sebelumnya, ia seperti orang yang gila,
hanya berkeliaran tanpa tujuan di San
Fransisco. Seperti dia, banyak temantemannya sesama veteran Vietnam
melampiaskan dendam secara serabutan,
seperti menembaki hewan seperti anjing

174

Iwan Jazadi

Analisis Tentang Tantangan Dan Pengaruh Dunia Kepenulisan Terhadap Kehidupan Masyarakat | 175

di perkampungan sebagai kesenangan.
Syukurnya, Mulligan berminat mengikuti
pelatihan menulis bagi veteran yang
dipimpin oleh penulis terkenal, Maxine
Hong Kingston. Di awal pelatihan,
Mulligan menulis pengalamannya yang
mengerikan selama perang. Ia malah
pernah berkali-kali berteriak histeris
ketika
menumpahkan
pengalaman
tersebut di atas kertas. Selanjutnya ia
semakin yakin bahwa pengungkapan rasa
takut dan cemas melalui kata-kata dapat
menjernihkan pikiran dan meningkatkan
semangatnya. Mulligan meninggalkan
pelatihan dengan rasa senang, tanpa
ketakutan
yang
senantiasa
menghantuinya. Kemudian, ia menjadi
seorang novelis yang bersemangat.
Pengaruh Sosial dan Ekonomi Menulis
Secara sosial seorang penulis
yang karya-karyanya terpajang dan
terjual di toko-toko buku atau dibaca di
koran atau majalah secara teratur dan
disukai
para
pembacanya
akan
mengalami peningkatan social leverage
atau
pengaruh
di
tengah-tengah
masyarakat, apalagi dibarengi dengan
kiprah atau posisi tertentu di tengah
masyarakat. Penulis mengambil contoh
dari pengalaman sendiri. Pada sekitar
tahun 2006-2007, tulisan-tulisan opini
penulis terbit di harian Lokal Gaung NTB
sekitar tiga atau empat hari dalam
seminggu.
Tulisan-tulisan
tersebut
menyorot berbagai masalah publik di
Kabupaten Sumbawa, seperti masalah
pendidikan (termasuk masalah minat
baca, peran perpustakaan, peran bahasa
Inggris, beasiswa, hak-hak pendidikan
bermutu, peraturan daerah tentang
pendidikan, pendidikan agama, dan
pentingnya
jaringan
teknologi
informatika), masalah kebutuhan dasar
masyarakat (seperti listrik, air, dan
transportasi), dan masalah kebijakan
pemerintah daerah (seperti mutasi dan
sistem jaringan untuk pembangunan
daerah). Koran dengan cetakan ribuan

eksemplar tiap hari tersebut dibaca oleh
hampir semua segmen di Kabupaten
Sumbawa, dari kota sampai desa, juga di
kabupaten lain di wilayah Provinsi Nusa
Tenggara dan juga terbit secara online.
Dengan publikasi tersebut, diimbangi
dengan
peran
parlementer
yang
dimainkan penulis, sebagian besar
masyarakat Sumbawa mengenal penulis
tidak hanya melalui nama, tetapi
pemikiran-pemikiran yang dimiliki. Hal
tersebut tersebut menjadi modal sosial
penulis bagi pembangunan masyarakat,
daerah dan bangsa yang lebih baik di
masa berikutnya (Jazadi, 2008).
Pengaruh menulis secara ekonomis juga
merupakan sesuatu yang jelas. Penulis
yang bukunya terbit, apalagi dapat
menjadi best seller, akan mendapat
royalti dari penerbit, atau jika diterbitkan
sendiri akan mendapat keuntungan dari
selisih harga jual dan biaya produksi. Ia
juga dapat memperoleh hibah dari
pemerintah atas tulisan-tulisannya, atau
dibeli atau dibayar di muka oleh penerbit.
Dengan tulisannya dalam satu tema yang
menarik,
penulis
akan
mendapat
undangan sebagai narasumber dalam
seminar-seminar
atau
mendapat
penawaran baru untuk penelitian dan
penulisan tema-tema terkait. Semua ini
tentu umumnya berimplikasi terhadap
peningkatan pendapatan penulis. Khusus
penulis buku best seller yang bukunya
terus menerus dicetak ulang, maka
bukunya tersebut seolah bekerja sendiri
untuk menghidupkan penulis dan
keluarganya, bahkan dapat dijadikan
warisan untuk anak cucunya.
Pengaruh Menulis Pada Individu
Pembaca
Buku menjadi sumber ilmu bagi para
pembaca. Buku-buku atau tulisan yang
baik akan menyebarkan kebaikan kepada
para pembacanya. Sangat banyak manfaat
atau pengaruh yang dibawa dunia
kepenulisan
bagi
masyarakat
pembacanya. Penulis menyajikan satu
contoh dari paparan seorang penulis

176 | Jurnal Ilmu Pendidikan
Volume 21 No. 2. Juni 2014

terkemuka, Brian Tracy, yang menulis 55
buku best-seller internasional yang
dibaca oleh ratusan juta orang dan
diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa
di dunia, dalam wawancara yang berjudul
How to Write a Book and Become a
Published Author yang dapat diakses
secara online pada www.briantracy.com.
Dia menyampaikan bahwa beberapa
bulan lalu ia dihubungi dan dikunjungi
oleh seorang pembaca salah satu bukunya
sekitar beberapa tahun silam. Orang
tersebut pada saat membaca buku itu
adalah seorang sopir truk yang bekerja
pada sebuah perusahaan. Dengan
inspirasi, kiat dan strategi bisnis yang
dipelajarinya dari buku Brian Tracy,
sopir truk bayaran tersebut telah secara
perlahan merintis usaha truknya sendiri.
Ia memulai dengan menabung sebagian
gajinya, kemudian pada akhirnya dapat
membeli truk untuk dioperasikannya
sendiri dalam berusaha. Kemudian,
setahap demi setahap ia menambah
jumlah armada truknya dan mengangkat
pegawai untuk membantunya. Saat sang
sopir truk menghubungi Brian Tracy
beberapa bulan lalu, ia adalah pengusaha
transportasi truk terbesar di Selandia
Baru dengan armada truk lebih dari 300
unit. Ia menjelaskan bahwa keberhasilan
yang digapai semuanya bermula dan
dipandu oleh salah buku Brian Tracy
tentang pentingnya enterpreneurship.
Contoh lain penulis ambil dari penelitian
skripsi S1 oleh Nurmawan (2010)
terhadap dua orang mahasiswa S1
Pendidikan Bahasa Inggris STKIP
Hamzanwadi Selong. Dua mahasiswa
tersebut memiliki latar belakang ekonomi
pas-pasan dan latar belakang kemampuan
dan nilai bahasa Inggris di jenjang SMA
yang terbilang rendah. Pada saat mereka
memulai kuliah tahun 2008, pada
semester satu dan dua mereka memiliki
kemampuan rata-rata seperti mahasiswa
lainnya. Banyak mahasiswa lain di kelas
yang berkemampuan jauh lebih baik.
Namun, mahasiswa tersebut berusaha
bangkit dengan mengikuti jejak dosen-

dosen mereka seperti penulis dan
beberapa dosen mereka yang lain, yang
nota bene datang dari latar belakang
ekonomi tidak mampu sebelumnya.
Lebih khusus, setelah mereka membaca
buku yang berjudul Anak Kusir Jadi
Doktor: Kisah Nyata Tentang Motivasi
dan Strategi Belajar (Jazadi, 2009), yang
memuat kompleksitas motivasi dan
strategi belajar, termasuk berbagai
strategi belajar di Prodi Pendidikan
Bahasa Inggris, kedua mahasiswa
tersebut mengalami perubahan dan
peningkatan prestasi yang luar biasa.
Indeks prestasi kumulatif mereka hingga
semester akhir mencapai lebih dari 3,5;
nilai bahasa Inggris internasional mereka
(TOEFL) di atas 500; dan mereka
diprediksi akan dengan mudah diterima
dalam program beasiswa magister dan
doktoral ke Australia atau Amerika pasca
kelulusan S1 mereka.
Kedua contoh yang penulis sampaikan di
atas mengisyaratkan bahwa buku
bermanfaat yang dapat dipahami dan
apliktif bagi pembacanya akan dapat
membawa pembaca pada perubahan ke
arah lebih baik secara menakjubkan. Ini
benar adanya tidak hanya di dunia Barat
tetapi juga di dunia Timur, seperti
Indonesia, atau di daerah seperti Nusa
Tenggara Barat, sebagaimana dipaparkan
di atas.
Pengaruh Menulis Bagi Masyarakat
Sebagai Suatu Sistem
Masyarakat sebagai suatu sistem atau
tatanan dewasa ini telah mengalami
transformasi. Peningkatan tingkat melek
huruf masyarakat yang terus digalakkan
pemerintah Indonesia telah mulai
dirasakan manfaatnya.Sebagai contoh,
daerah khususnya Nusa Tenggara Barat
masih berada pada urutan ke-32 dari 33
provinsi
dari
segi
pembangunan
manusianya; salah satu penyebabnya
adalah tingginya angka buta huruf.
Namun, dalam tiga tahun pertama
pemerintahan M. Zainul Majdi dan
Badrul Munir sebagai Gubernur dan

176

Iwan Jazadi

Analisis Tentang Tantangan Dan Pengaruh Dunia Kepenulisan Terhadap Kehidupan Masyarakat | 177

Wakil Gubernur NTB (2008-2011),
kebijakan pengentasan keaksaraan adalah
program utama mereka sehingga hampir
semua penduduk di bawah 50 tahun telah
mengalami
ketuntasan
belajar.
Kendalanya adalah pada penduduk yang
berusia 50 tahun ke atas terutama di
Lombok yang merupakan penyumbang
data buta huruf yang masih besar, yang
berdampak pada masih rendahnya derajat
IPM masyarakat NTB secara kumulatif
(Syaiful Muslim, Ketua Umum MUI
NTB, 2012, Komunikasi Personal).
Dengan kata lain, umumnya generasi
muda dan produktif Indonesia telah
mengalami
perubahan
menjadi
masyarakat yang mampu membaca dan
menulis. Dengan ketersediaan bacaan
yang sesuai dengan keadaan, kebutuhan
dan minat mereka, maka secara berangsur
-angsur masyarakat Indonesia akan
mengalami kemajuan yang signifikan.
Ahira (2012) menjelaskan bahwa para
penulis setiap saat menulis tentang
berbagai aspek kehidupan. Tulisan
tersebut kemudian dipublikasikan agar
masyarakat mengetahui apa yang sedang
terjadi. Jadi, mereka menulis untuk
membuka
tabir
informasi
bagi
masyarakat. Jika menulis dilakukan
dengan benar, maka segala hal yang
terjadi
dalam
kehidupan
dapat
disampaikan kepada masyarakat secara
transparan. Dengan keadaan demikian,
setiap orang akan merasa enggan untuk
melakukan sesuatu yang menyimpang.
Dengan kata lain, dunia kepenulisan
dapat berperan sebagai kontrol sosial
yang diharapkan dapat mencegah
kelakuan negatif dari oknum-oknum yang
tidak bertanggung jawab, termasuk
pejabat negara yang mengelola aset dan
kekayaan negara atas nama rakyat. Di
samping itu,
tulisan-tulisan
yang
mencerdaskan akan menjadi pegangan
bagi masyarakat dalam bersikap dan
bertindak sehingga kemudian muncullah
masyarakat sipil yang kuat yang dapat
menjadi kebanggaan negara karena nilai
tawar mereka dalam berbagai aspek

kehidupan, termasuk posisi tawar
ekonomi dan kontrol sosial mereka
terhadap negara dan pemerintah.
Satu hal terakhir namun paling penting
adalah bahwa pengaruh atau manfaat
dunia kepenulisan dirasakan oleh
masyarakat tidak hanya di suatu tempat
dalam
suatu
waktu.
Sementara
komunikasi lisan beroperasi dalam dunia
interaksi sekitar yang bersifat here and
now (‘sekarang dan di sini’), tulisan
melampaui waktu dan tempat dengan
sifatnya yang permanen. Kata-kata lisan
terbang dibawa angin, sementara tulisan
dapat bertahan ratusan, ribuan tahun
bahkan hingga kiamat (Harmer, 2004: 7).
Dengan demikian, tulisan memberi
manfaat
dan
menjadi
sumber
pembelajaran lintas tempat, lintas waktu,
lintas generasi, dan lintas peradaban
(Goucher et al., 1998).
KESIMPULAN
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan
bahwa menulis memiliki kerumitan,
kompleksitas atau tantangan tersendiri.
Namun, setiap orang yang memiliki
kemauan keras menjadi penulis diyakini
akan dapat melalui seluruh rangkaian
tantangan yang dihadapinya asalkan ia
bermodal semangat, berusaha dan
bersabar sebelum cita-citanya sebagai
penulis benar-benar terwujud.
Faktor lingkungan penulis mempengaruhi
secara signfikan peluang bagi seseorang
untuk menjadi penulis. Secara umum,
faktor lingkungan penulis dewasa ini
kondusif bagi lahirnya penulis-penulis
produktif karena adanya perkembangan
mutakhir dalam bidang teknologi
informatika yang memungkinkan setiap
orang untuk mengikuti kemajuan dan
perkembangan serta belajar tentang
berbagai hal dari alamat-alamat di
internet atau websites. Dari faktor
individual personal seorang penulis,
tantangan terpenting adalah kesediaan
untuk selalu belajar, yang pada intinya
merupakan kemauan dan kemampuan
untuk membuat dan mencari arti setia

178 | Jurnal Ilmu Pendidikan
Volume 21 No. 2. Juni 2014

kata, kalimat, ungkapan atau lambang
bahasa bahwa fenomena sosial ada di
sekitarnya. Dari sisi teknikal kreatif,
seseorang untuk menjadi penulis harus
bersedia
mengorbankan
waktu
berimajinasi membentuk working body
tulisan di dalam pikirannya dan tak kalah
pentingnya untuk menumpahkan ide-ide
tersebut di atas kertas atau monitor
komputer sampai tuntas dan akhirnya
siap dikonsumsi para pembaca.
Dari sisi pengaruh dunia kepenulisan,
pengaruh kognitif, psikologis, sosial,
ekonomis terhadap penulis dan terhadap
individu pembaca dan masyarakat pada
umumnya menyadarkan kita bahwa
kelelahan menulis terbayar secara
melampaui oleh manfaat dan pengaruh
positif yang ditimbulkannya bagai
pembangunan peradaban, bangsa dan
negara. Semoga tulisan ini mengilhami
lahirnya penulis-penulis terkemuka di
negeri ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahira, A. (2012). “Manfaat Menulis Bagi
Masyarakat”, www.anneahira.com/
masyarakat-penulisan.html, diakses
27 April 2012.
Andoni, S. (2011). “Kebaikan dalam
Kebiasaan
Menulis”,
http://
salmunan.blogspot.com/ 2011/04/
kebaikan-dalam-kebiasaanmenulis.html, diakses 27 April
2012.
Anonim (2011), “Pengaruh Positif Menuhttp://
lis”,
kesehatan.kompasiana.com/
kejiwaan
/2011/09/10/pengaruhpsikologi-dalam-menulis/, diakses
27 April 2012.
Chanock, K. (2006). How can we handle
the specificity of the writing challenges that face our students?
Online
publiziert:
9,
www.zeitschrift-schreiben.eu, diakses 28 November 2013.
Czermak, K., Delanghe, P. & Weng, W.
(2003). Preserving intangible cultural heritage in Indonesia: A pilot
project on oral tradition and lan-

guage preservation. A paper presented at the Conference on Language Development, Language Revitalization and Multilingual Education in Minority Communities in
Asia, 6-8 November 2003, Bangkok, Thailand.
Furneaux, C. (1995). The challenges of
teaching academic writing, BBC
English: Teachers’ Supplement,
www.uefap.com/articles/
furneaux.pdf, diakses 29 Maret
2014.
Goucher, C., LeGuin, C. & Walton, L.
(1998). In the Balance: Themes in
World History. Boston: McGrawHill.
Gupta, D. & Woldemariam, G.S. (2011).
The influence of motivation and
attitude on writing strategy use of
undergraduate
EFL
students:
Quantitative
and
qualitative
perspectives. Asian EFL Journal,
13(2), 34-89.
Harmer, J. (2004). How to Teach
Writing.
England:
PearsonLongman.
Imisup. (2009). “Kiat Efektif Menulis
http://
Kreatif”,
imisup.blogspot.com/2009/11/kiatefektif-menulis-kreatif.html,
diakses 27 April 2012.
Irvin, LL. (2010). What is academic writing? In C. Lowe & P. Zemliansky
(Eds.), Writing spaces: readings on
writing.
http://writingspaces.org/
essays, diakses 29 March 2014.
Jazadi, I. (2007). Penulisan Karya Ilmiah
Untuk Meningkatkan Kompetensi
Pendidik
dan
Tenaga
Kependidikan.
Makalah
disampaikan dalam Sosialisasi
Forum Ilmiah Guru Kabupaten
Sumbawa, 27 November.
Jazadi, I. (2008). Masyarakat Belajar
dan Berdaya Saing: Analisis
Kebijakan Publik di Kabup

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS ISI LIRIK LAGU-LAGU BIP DALAM ALBUM TURUN DARI LANGIT

22 212 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26