Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Berbagai Varietas Tanaman Kopi

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kopi (Coffea sp.)

Kopi di Indonesia dapat tumbuh baik pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl). Beberapa klon tanaman kopi hasil introduksi dari luar negeri dapat tumbuh pada ketinggian 500 m dpl. Kopi jenis arabika dan robusta dapat tumbuh pada ketinggian masing-masing 700 dan 1000 m dpl (BPTP, 2008).

Pertumbuhan tanaman kopi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : (1) teknik penyediaan sarana produksi, (2) proses produksi/budidaya, (3) teknik

penanganan pasca panen dan pengolahan (agroindustri), dan (4) sistem pemasarannya. Keempat faktor tersebut merupakan kegiatan yang berkesinambungan yang harus diterapkan dengan baik dan benar (BPTP, 2008).

2.2. Fungi Mikoriza Arbuskula

Fungi mikoriza arbuskular merupakan tipe asosiasi yang tersebar sangat luas dan ada pada sebagian besar ekosistem yang menghubungkan tanaman dengan rizosfer. Simbiosis terjadi dalam akar tanaman dimana jamur mengkolonisasi apoplast dan sel korteks untuk memperoleh karbon dan hasil fotosintesis dari tanaman (Smith dan Read, 1997). Secara alami 80% dari tanaman memiliki sitem perakaran yang bersimbiosis dengan mikoriza (Wood, 1995). Populasi FMA terbesar di dalam komunitas tanaman dengan keanekaragaman tanaman yang tinggi seperti hutan hujan tropis dan padang rumput dimana FMA mempunyai banyak inang yang berpotensi menyerap nutrien dari tanaman inangnya (Moreira et al., 2007).

Fungi mikoriza arbuskula adalah salah satu tipe mikoriza dan termasuk ke dalam golongan endomikoriza. Fungi mikoriza arbuskula termasuk ke dalam kelas Zygomycetes dan termasuk ordo Glomales serta mempunyai 2 sub-ordo, yaitu Gigasporineae dan Glomineae. Gigasporineae dengan famili Gigasporaceae mempunyai 2 genus, yaitu Gigaspora dan Scutellospora. Glomaceae mempunyai 4


(2)

famili, yaitu famili Glomaceae dengan genus Glomus, famili Acaulosporaceae dengan genus Acaulospora dan Entrophospora, Paraglomaceae dengan genus Paraglomus, dan Achaeosporaceae dengan genus Archaeospora (INVAM, 2013).

Jamur endomikoriza membentuk struktur khusus yang berbentuk bulat yang disebut vesikula dan sistem percabangan yang dikotomus yang disebut arbuskula. Vesikula mengandung cairan lemak dan berdinding tipis, yang berfungsi sebagai organ penyimpan makanan atau berkembang menjadi klamidospora, yang berfungsi sebagai organ reproduksi. Arbuskula berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi antara tanaman inang dan jamur (Pritchett, 1979).

2.2.1. Morfologi Mikoriza Dalam Akar

Kolonisasi FMA diawali dari perkecambahan (pertumbuhan hifa) dari spora jamur. Kemudian menembus permukaan akar dan berkolinisasi pada ruang antar sel dari korteks akar sehingga terbentuk apresoria. Hifa kemudian menembus sel epidermis atau diantara lapisan-lapisan sel dan menembus sel kortikal luar (Strack et al., 2003).

Percabangan dikotomus hifa dalam sel inang akan membentuk arbuskula. Diantara plasmolema dari sel inang dan dinding hifa terdapat matriks yang berisi polisakarida. Vesikula memiliki diameter 50-70 µm, pada bagian intraseluler dan pada sepanjang hifa terdapat pembengkakan yang berisi lipid dan glikogen. Organ ini digunakan sebagai tempat penyimpanan makanan sementara. Struktur internal FMA dapat diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya (Wood, 1995).

Fungi mikoriza arbuskula dapat menginfeksi tanaman inang dengan membentuk jalinan hifa sehingga tanaman bermikoriza dapat meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air. Kemampuan FMA dalam memperbaiki status nutrisi tanaman tersebut pada saat ini dapat digunakan sebagai pupuk hayati yang diperlukan tanaman pada tanah yang miskin unsur hara (Sieverding, 1991). Proses infeksi akar oleh FMA dapat dilihat pada Gambar 1.


(3)

Gambar 1. Proses Infeksi Akar oleh Fungi Mikoriza Arbuskula (Sumber : Brundett, et al., 1994)

Akar terinfeksi oleh hifa yang ada di dalam tanah yang berasal dari propagul seperti spora. Spora istirahat memiliki diameter 80-150 µm yang diproduksi oleh hifa eksternal kasar, dan hidup di tanah atau berkumpul dalam sporocarp (Wood, 1995). Spora FMA bersifat khusus dan diameternya berkisar antara 10-1000µm. Warna sporanya beraneka ragam mulai dari hialin sampai hitam dan permukaannya mulai dari halus sampai kasar (INVAM, 2013).

2.2.2. Manfaat FMA Bagi Tanaman

Simbiosis mutualisme perakaran tanaman dengan mikoriza sangat diperlukan oleh tanaman untuk mengatasi berbagai tekanan lingkungan. Manfaat yang diperoleh tanaman inang dengan adanya asosiasi dengan mikoriza yaitu:


(4)

1. Meningkatkan penyerapan unsur hara

Antara tanaman inang dengan mikoriza terjadi interaksi simbiosis mutualisme. Sumber nutrisi yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dengan menyerap nutrisi dari tanah. Penyerapan nutrisi oleh mikoriza dapat memperluas bidang penyerapan akar dibandingkan dengan penyerapan oleh rambut akar biasa. Unsur utama yang diserap adalah fosfor (P), nitrogen (N), kalium (K), serta unsur mikro lain seperti Zn, Cu, dan B (Smith dan Read, 1997).

Kemampuan mikoriza dalam bersimbiosis dengan berbagai jenis tanaman dapat membantu tanaman dalam meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara. Apabila ketersediaan P rendah dalam tanah, maka hifa FMA dapat membantu menyerap hara dari dalam tanah sehingga pengaruh FMA terhadap serapan hara tinggi (Cardoso dan Kuyper, 2006).

2.

FMA dapat meningkatkan hasil tanaman dengan cara memperluas bidang serapan akar melalui hifa eksternalnya sehingga tanaman mendapatkan pasokan hara yang cukup untuk pertumbuhan dan peningkatan hasil. Hasil penelitian Musfal (2010) menunjukkan bahwa mikoriza dapat mengefisiensikan penggunaan pupuk pada tanaman jagung.

Berperan dalam pembuatan pupuk hayati

Mikoriza dapat memacu pertumbuhan dan produktivitas tanaman oleh karena itu mikoriza dapat diisolasi dan dikemas dalam bentuk inokulum yang dapat digunakan sebagai pupuk hayati. Inokulasi FMA dapat mengurangi dosis pupuk (Widiastuti et al., 2002). Wachjar et al (1998) menyatakan bahwa Gigaspora rosea

berpengaruh pada pertumbuhan bibit kopi. Pemberian dosis inokulum cendawan

Gigaspora rosea dapat meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, serta berat kering tajuk.

3. Bersinergis dengan mikroorganisme yang lain

Mikoriza dapat saling berinteraksi dengan mikroba tanah yang lain seperti bakteri pengikat nitrogen. Rhizobium merupakan bakteri di dalam tanah yang membentuk bintil akar pada tanaman Leguminoceae (Rao, 1994).


(5)

Nurhidayati et al. (2011) menyatakan peningkatan pertumbuhan tanaman dengan adanya aplikasi mikrobia eksogen berupa mikoriza indigenousdan Rhizobium

disebabkan oleh struktur yang terbentuk akibat kerjasama yang saling menguntungkan antara mikroorganisme tanah dengan akar tanaman dalam meningkatkan masukan air dan hara dari tanah ke dalam jaringan tanaman serta adanya perlindungan akar tanaman dari serangan patogen yang menyebabkan penyakit yang berasal dari tanah.

4. Melindungi tanaman dari serangan patogen akar

Ketahanan tanaman terhadap patogen akar karena terjadinya peningkatan kandungan fenol dan terjadinya lignifikasi pada bagian parenkim jaringan akar (Soenartiningsih, 2011). Fungi mikoriza arbuskula mempunyai kemampuan kompetisi yang tinggi terhadap patogen akar dan memiliki daya adaptasi yang tinggi di rizosfer. Inokulasi mikoriza arbuskula pada tanaman lidah buaya efektif dalam menekan serangan penyakit busuk akar (Erwinia chrysanthemi), meningkatkan serapan hara N, P, dan Mg serta meningkatkan pertumbuhan tanaman lidah buaya di lahan gambut (Sasli et al., 2008).

Pada tanaman yang bermikoriza terjadi peningkatan kadar hara makro yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan tanaman sehingga tanaman lebih tahan terhadap serangan patogen. Fungi mikoriza arbuskula dapat meningkatkan ketahanan secara sistemik pada tanaman bawang merah terhadap penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonas axonopodis) (Suswati et al., 2011).

5. Membantu memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh

Mikoriza selain berperan untuk meningkatkan pertumbuhan, juga dapat membentuk zat pengatur tumbuh sebagai hasil metabolisme jamur mikoriza. Fungi mikoriza arbuskula juga dapat meningkatkan produksi hormon pertumbuhan tanaman seperti sitokinin dan giberelin

6. Membantu penyerapan air

(Mahmood dan Rizvi, 2010).

Bibit tanaman bermikoriza lebih tahan kekeringan dari pada bibit yang tidak bermikoriza. Kekeringan dapat mengakibatkan rusaknya jaringan korteks dan


(6)

matinya perakaran, tetapi pengaruhnya tidak akan permanen pada akar yang bermikoriza. Hifa cendawan masih mampu menyerap air pada pori-pori tanah pada saat akar sudah tidak mampu lagi untuk menyerap air. Selain itu penyebaran hifa di dalam tanah sangat luas, sehingga dapat menyerap air relatif lebih banyak (Santoso et al., 2007).

2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan FMA

Keberadaan mikoriza di sekitar rizosfer dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:

1. Suhu

Suhu berpengaruh terhadap infeksi yakni pada perkembangan spora, penetrasi hifa pada sel akar dan perkembangan pada korteks akar. Selain itu suhu juga berpengaruh pada ketahanan dan simbiosis. Semakin tinggi suhu semakin besar terbentuknya kolonisasi dan meningkatnya produksi spora. Schenk dan Schroder (1974) menyatakan bahwa suhu terbaik untuk perkembangan arbuskula yakni pada suhu 300C, pembentukan koloni miselia terbaik pada suhu 28-340C, sedangkan perkembangan bagi vesikula pada suhu 350

2. Cahaya

C.

Adanya naungan yang berlebihan terutama untuk tanaman yang senang cahaya dapat mengurangi infeksi akar dan produksi spora, selain itu respon tanaman terhadap fungi mikoriza akan berkurang. Hal ini disebabkan adanya hambatan pertumbuhan dan perkembangan internal hifa dalam akar yang berakibat terbatasnya perkembangan hifa eksternal pada rizosfer (Setiadi, 2001).

3. Derajat Kemasaman Tanah

Keberadaan mikoriza di lahan kering masam sangat beragam baik jenis maupun jumlahnya. Fungi mikoriza arbuskula memiliki potensi untuk dapat diaplikasikan di lahan kering masam. Apabila terdapat pertumbuhan akar tanaman di sekitar spora, maka spora akan berasosiasi dan berkembang di dalam akar. Komoditas tanaman dan pH tanah mempengaruhi jumlah spora yang ditemukan pada rizosfer


(7)

(Prihastuti, 2007). Hubungan antara jumlah dan jenis FMA dengan pH, P, dan C organik sangat erat. Sifat kimia tanah secara tidak langsung akan berhubungan dengan jumlah dan jenis FMA (Muzakkir, 2011).

Derajat kemasaman optimum untuk perkembangan fungi mikoriza berbeda-beda tergantung pada adaptasi fungi mikoriza terhadap lingkungan. Derajat kemasaman dapat berpengaruh langsung terhadap aktivitas enzim yang berperan dalam perkecambahan spora fungi mikoriza. Misalnya Glomus mosseae biasanya pada tanah alkali dapat berkecambah dengan baik pada air atau pada soil extract agar pada pH 5-9. Spora Gigaspora coralloidea dan Gigaspora heterogama lebih tahan masam dan dapat berkecambah dengan baik pada pH 4-6. Glomus epigeum

perkecambahannya lebih baik pada pH 6-8 (INVAM, 2013). 4. Pengaruh Logam dan Unsur Lain

Terdapat hubungan erat antara jumlah dan jenis FMA dengan Al di tanah, dimana hubungannya tidak searah, sehingga semakin tinggi Al di tanah mulai 1,23 sampai 2,85 %, maka jumlah dan jenis FMA semakin sedikit (Muzakir, 2011). Fungi mikoriza arbuskula dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif teknologi untuk membantu pertumbuhan, meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman terutama yang ditanam pada lahan-lahan marginal yang kurang subur atau bekas tambang/industri (Delvian, 2006).

Pada daerah yang tercemar minyak bumi ditemukan spora mikoriza antara lain Glomus sp., Gigaspora sp., Acaulospora sp., dan Sclerocystis sp. Keberadaan mikoriza ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi faktor biotik dan abiotik. Adanya mikoriza pada tanah yang tercemar minyak bumi mengindikasikan bahwa

tanah melakukan restorasi sendiri meskipun dalam jangka waktu yang lama (Faiza et al., 2013). Pada kondisi tertekan maka FMA akan cenderung membentuk

spora lebih banyak (She et al., 2007). 5. Bahan Organik

Bahan organik belum banyak digunakan sebagai bahan pembawa inokulan FMA. Padahal FMA diketahui berinteraksi positif dengan bahan organik di dalam


(8)

tanah, termasuk pada lahan-lahan tercemar logam berat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurbaity et al. (2009) bahwa arang sekam digunakan sebagai media inokulan FMA. Bahan organik mendukung perkembangan propagul FMA. Arang sekam memiliki porositas yang baik untuk perkembangan akar dan memiliki daya ikat air yang tinggi. Pemberian arang sekam 100% belum dapat dijadikan sebagai media inokulan FMA karena media tersebut terlalu porus sehingga perlu dilakukan pengaturan pemberian air siraman atau air nutrisi agar tidak terjadi pengendapan dan pembusukan di bagian bawah media (Prafithriasari & Nurbaity, 2010).

6. Pestisida

Pemakaian fungisida dilakukan untuk mengendalikan patogen tular tanah, namun penggunaan fungisida ini dapat mengancam keberadaan mikoriza yang ada di ekosistem. Aplikasi fungisida tidak selalu menguntungkan. Penggunaan fungisida yang tidak tepat dapat menghambat pengembangan mikoriza sebagai organisme yang menguntungkan dalam rangka pengendalian penyakit jamur tular tanah. Oleh karena itu pemakaian fungisida hendaknya dilakukan secara hati-hati (Djunaedy, 2008).

2.2.4. Keanekaragaman FMA Hasil Penelitian

Fungi mikoriza arbuskula dapat ditemukan hampir sebagian besar tanah dan pada umumnya tidak memiliki inang yang spesifik. Tingkat populasi dan komposisi jenisnya sangat beragam dan dipengaruhi oleh jenis tumbuhan dan faktor lingkungan. Penelitian mengenai keanekaragaman FMA telah banyak dilakukan pada berbagai jenis tanaman. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa genus

Glomus terdapat pada setiap tanaman yang diteliti. Tanaman inang dan faktor lingkungan akan mempengaruhi tipe spora FMA yang berada di sekitar rizosfer. Berikut beberapa penelitian mengenai keanekaragaman FMA pada berbagai tanaman (Tabel 1).


(9)

Tabel 1. Keanekaragaman FMA dari Hasil Penelitian

Peneliti Lokasi Rizosfer Tanaman Tipe Spora FMA

Delvian (2010) Hutan Pantai, Pulau

Pandang, Batubara

20 jenis tanaman 6 tipe Glomus, 1 tipe

Sclerocystis, 3 tipe

Acaulospora, 1 tipe

Gigaspora

Hartoyo et al.

(2011)

Gunung Putri Kabupaten Cianjur, Cicurug dan Sukamulya Kabupaten Sukabumi

Pegagan 10 tipe Glomus dan 3

tipe Acaulospora

Burhanudin (2003)

PT.Kalimantan Setya Kencana Kabupaten Melawi

Jabon (Anthocephalus

spp.)

14 tipe Glomus, 2 tipe

Gigaspora, dan 2 tipe

Acaulospora Warouw dan

Kainde (2010)

Desa Pinaras, Munte, dan Liwas

Jati 5 tipe Glomus, 4 tipe

Acaulospora, 2 tipe

Gigaspora, dan 1 tipe

Sclerocytis

Chanie (2006) Bonga Forest, South Western

Ethiopia

Kopi Glomus, Gigaspora,

Scutellospora, Acaulospora

Pulungan (2010) Kebun Sei Semayang

PTPN 2

Tebu 7 tipe Glomus & 1 tipe

Acaulospora Puspitasari et al.

(2011)

Hutan Pantai Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat

33 spesies tanaman inang

13 tipe Glomus, 5 tipe

Acaulospora, 1 tipe

Gigaspora, 1 tipe

Paraglomus, 2 tipe

Scutellospora

Tuheteru et al.

(2011)

- Hutan

- Savana

- 15 jenis tanaman

- 15 jenis tanaman

- 8 tipe Glomus, 3 tipe

Scutellospora, 1 tipe

Acaulospora, 1 tipe

Gigaspora

- 8 tipe Glomus, 1 tipe

Scutellospora, 1 tipe

Acaulospora Sundari et al.

(2003)

Area Persawahan Kabupaten Pamekasan, Madura

Tembakau (Nicotiana

tabacum L.)

13 tipe Glomus, 5 tipe


(1)

1. Meningkatkan penyerapan unsur hara

Antara tanaman inang dengan mikoriza terjadi interaksi simbiosis mutualisme. Sumber nutrisi yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dengan menyerap nutrisi dari tanah. Penyerapan nutrisi oleh mikoriza dapat memperluas bidang penyerapan akar dibandingkan dengan penyerapan oleh rambut akar biasa. Unsur utama yang diserap adalah fosfor (P), nitrogen (N), kalium (K), serta unsur mikro lain seperti Zn, Cu, dan B (Smith dan Read, 1997).

Kemampuan mikoriza dalam bersimbiosis dengan berbagai jenis tanaman dapat membantu tanaman dalam meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara. Apabila ketersediaan P rendah dalam tanah, maka hifa FMA dapat membantu menyerap hara dari dalam tanah sehingga pengaruh FMA terhadap serapan hara tinggi (Cardoso dan Kuyper, 2006).

2.

FMA dapat meningkatkan hasil tanaman dengan cara memperluas bidang serapan akar melalui hifa eksternalnya sehingga tanaman mendapatkan pasokan hara yang cukup untuk pertumbuhan dan peningkatan hasil. Hasil penelitian Musfal (2010) menunjukkan bahwa mikoriza dapat mengefisiensikan penggunaan pupuk pada tanaman jagung.

Berperan dalam pembuatan pupuk hayati

Mikoriza dapat memacu pertumbuhan dan produktivitas tanaman oleh karena itu mikoriza dapat diisolasi dan dikemas dalam bentuk inokulum yang dapat digunakan sebagai pupuk hayati. Inokulasi FMA dapat mengurangi dosis pupuk (Widiastuti et al., 2002). Wachjar et al (1998) menyatakan bahwa Gigaspora rosea

berpengaruh pada pertumbuhan bibit kopi. Pemberian dosis inokulum cendawan

Gigaspora rosea dapat meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, serta berat kering tajuk.

3. Bersinergis dengan mikroorganisme yang lain

Mikoriza dapat saling berinteraksi dengan mikroba tanah yang lain seperti bakteri pengikat nitrogen. Rhizobium merupakan bakteri di dalam tanah yang membentuk bintil akar pada tanaman Leguminoceae (Rao, 1994).


(2)

Nurhidayati et al. (2011) menyatakan peningkatan pertumbuhan tanaman dengan adanya aplikasi mikrobia eksogen berupa mikoriza indigenousdan Rhizobium

disebabkan oleh struktur yang terbentuk akibat kerjasama yang saling menguntungkan antara mikroorganisme tanah dengan akar tanaman dalam meningkatkan masukan air dan hara dari tanah ke dalam jaringan tanaman serta adanya perlindungan akar tanaman dari serangan patogen yang menyebabkan penyakit yang berasal dari tanah.

4. Melindungi tanaman dari serangan patogen akar

Ketahanan tanaman terhadap patogen akar karena terjadinya peningkatan kandungan fenol dan terjadinya lignifikasi pada bagian parenkim jaringan akar (Soenartiningsih, 2011). Fungi mikoriza arbuskula mempunyai kemampuan kompetisi yang tinggi terhadap patogen akar dan memiliki daya adaptasi yang tinggi di rizosfer. Inokulasi mikoriza arbuskula pada tanaman lidah buaya efektif dalam menekan serangan penyakit busuk akar (Erwinia chrysanthemi), meningkatkan serapan hara N, P, dan Mg serta meningkatkan pertumbuhan tanaman lidah buaya di lahan gambut (Sasli et al., 2008).

Pada tanaman yang bermikoriza terjadi peningkatan kadar hara makro yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan tanaman sehingga tanaman lebih tahan terhadap serangan patogen. Fungi mikoriza arbuskula dapat meningkatkan ketahanan secara sistemik pada tanaman bawang merah terhadap penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonas axonopodis) (Suswati et al., 2011).

5. Membantu memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh

Mikoriza selain berperan untuk meningkatkan pertumbuhan, juga dapat membentuk zat pengatur tumbuh sebagai hasil metabolisme jamur mikoriza. Fungi mikoriza arbuskula juga dapat meningkatkan produksi hormon pertumbuhan tanaman seperti sitokinin dan giberelin

6. Membantu penyerapan air

(Mahmood dan Rizvi, 2010).

Bibit tanaman bermikoriza lebih tahan kekeringan dari pada bibit yang tidak bermikoriza. Kekeringan dapat mengakibatkan rusaknya jaringan korteks dan


(3)

matinya perakaran, tetapi pengaruhnya tidak akan permanen pada akar yang bermikoriza. Hifa cendawan masih mampu menyerap air pada pori-pori tanah pada saat akar sudah tidak mampu lagi untuk menyerap air. Selain itu penyebaran hifa di dalam tanah sangat luas, sehingga dapat menyerap air relatif lebih banyak (Santoso et al., 2007).

2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan FMA

Keberadaan mikoriza di sekitar rizosfer dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:

1. Suhu

Suhu berpengaruh terhadap infeksi yakni pada perkembangan spora, penetrasi hifa pada sel akar dan perkembangan pada korteks akar. Selain itu suhu juga berpengaruh pada ketahanan dan simbiosis. Semakin tinggi suhu semakin besar terbentuknya kolonisasi dan meningkatnya produksi spora. Schenk dan Schroder (1974) menyatakan bahwa suhu terbaik untuk perkembangan arbuskula yakni pada suhu 300C, pembentukan koloni miselia terbaik pada suhu 28-340C, sedangkan perkembangan bagi vesikula pada suhu 350

2. Cahaya

C.

Adanya naungan yang berlebihan terutama untuk tanaman yang senang cahaya dapat mengurangi infeksi akar dan produksi spora, selain itu respon tanaman terhadap fungi mikoriza akan berkurang. Hal ini disebabkan adanya hambatan pertumbuhan dan perkembangan internal hifa dalam akar yang berakibat terbatasnya perkembangan hifa eksternal pada rizosfer (Setiadi, 2001).

3. Derajat Kemasaman Tanah

Keberadaan mikoriza di lahan kering masam sangat beragam baik jenis maupun jumlahnya. Fungi mikoriza arbuskula memiliki potensi untuk dapat diaplikasikan di lahan kering masam. Apabila terdapat pertumbuhan akar tanaman di sekitar spora, maka spora akan berasosiasi dan berkembang di dalam akar. Komoditas tanaman dan pH tanah mempengaruhi jumlah spora yang ditemukan pada rizosfer


(4)

(Prihastuti, 2007). Hubungan antara jumlah dan jenis FMA dengan pH, P, dan C organik sangat erat. Sifat kimia tanah secara tidak langsung akan berhubungan dengan jumlah dan jenis FMA (Muzakkir, 2011).

Derajat kemasaman optimum untuk perkembangan fungi mikoriza berbeda-beda tergantung pada adaptasi fungi mikoriza terhadap lingkungan. Derajat kemasaman dapat berpengaruh langsung terhadap aktivitas enzim yang berperan dalam perkecambahan spora fungi mikoriza. Misalnya Glomus mosseae biasanya pada tanah alkali dapat berkecambah dengan baik pada air atau pada soil extract agar pada pH 5-9. Spora Gigaspora coralloidea dan Gigaspora heterogama lebih tahan masam dan dapat berkecambah dengan baik pada pH 4-6. Glomus epigeum

perkecambahannya lebih baik pada pH 6-8 (INVAM, 2013). 4. Pengaruh Logam dan Unsur Lain

Terdapat hubungan erat antara jumlah dan jenis FMA dengan Al di tanah, dimana hubungannya tidak searah, sehingga semakin tinggi Al di tanah mulai 1,23 sampai 2,85 %, maka jumlah dan jenis FMA semakin sedikit (Muzakir, 2011). Fungi mikoriza arbuskula dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif teknologi untuk membantu pertumbuhan, meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman terutama yang ditanam pada lahan-lahan marginal yang kurang subur atau bekas tambang/industri (Delvian, 2006).

Pada daerah yang tercemar minyak bumi ditemukan spora mikoriza antara lain Glomus sp., Gigaspora sp., Acaulospora sp., dan Sclerocystis sp. Keberadaan mikoriza ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi faktor biotik dan abiotik. Adanya mikoriza pada tanah yang tercemar minyak bumi mengindikasikan bahwa

tanah melakukan restorasi sendiri meskipun dalam jangka waktu yang lama (Faiza et al., 2013). Pada kondisi tertekan maka FMA akan cenderung membentuk

spora lebih banyak (She et al., 2007). 5. Bahan Organik

Bahan organik belum banyak digunakan sebagai bahan pembawa inokulan FMA. Padahal FMA diketahui berinteraksi positif dengan bahan organik di dalam


(5)

tanah, termasuk pada lahan-lahan tercemar logam berat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurbaity et al. (2009) bahwa arang sekam digunakan sebagai media inokulan FMA. Bahan organik mendukung perkembangan propagul FMA. Arang sekam memiliki porositas yang baik untuk perkembangan akar dan memiliki daya ikat air yang tinggi. Pemberian arang sekam 100% belum dapat dijadikan sebagai media inokulan FMA karena media tersebut terlalu porus sehingga perlu dilakukan pengaturan pemberian air siraman atau air nutrisi agar tidak terjadi pengendapan dan pembusukan di bagian bawah media (Prafithriasari & Nurbaity, 2010).

6. Pestisida

Pemakaian fungisida dilakukan untuk mengendalikan patogen tular tanah, namun penggunaan fungisida ini dapat mengancam keberadaan mikoriza yang ada di ekosistem. Aplikasi fungisida tidak selalu menguntungkan. Penggunaan fungisida yang tidak tepat dapat menghambat pengembangan mikoriza sebagai organisme yang menguntungkan dalam rangka pengendalian penyakit jamur tular tanah. Oleh karena itu pemakaian fungisida hendaknya dilakukan secara hati-hati (Djunaedy, 2008). 2.2.4. Keanekaragaman FMA Hasil Penelitian

Fungi mikoriza arbuskula dapat ditemukan hampir sebagian besar tanah dan pada umumnya tidak memiliki inang yang spesifik. Tingkat populasi dan komposisi jenisnya sangat beragam dan dipengaruhi oleh jenis tumbuhan dan faktor lingkungan. Penelitian mengenai keanekaragaman FMA telah banyak dilakukan pada berbagai jenis tanaman. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa genus

Glomus terdapat pada setiap tanaman yang diteliti. Tanaman inang dan faktor lingkungan akan mempengaruhi tipe spora FMA yang berada di sekitar rizosfer. Berikut beberapa penelitian mengenai keanekaragaman FMA pada berbagai tanaman (Tabel 1).


(6)

Tabel 1. Keanekaragaman FMA dari Hasil Penelitian

Peneliti Lokasi Rizosfer Tanaman Tipe Spora FMA

Delvian (2010) Hutan Pantai, Pulau

Pandang, Batubara

20 jenis tanaman 6 tipe Glomus, 1 tipe

Sclerocystis, 3 tipe

Acaulospora, 1 tipe

Gigaspora

Hartoyo et al.

(2011)

Gunung Putri Kabupaten Cianjur, Cicurug dan Sukamulya Kabupaten Sukabumi

Pegagan 10 tipe Glomus dan 3

tipe Acaulospora

Burhanudin (2003)

PT.Kalimantan Setya Kencana Kabupaten Melawi

Jabon (Anthocephalus

spp.)

14 tipe Glomus, 2 tipe

Gigaspora, dan 2 tipe

Acaulospora Warouw dan

Kainde (2010)

Desa Pinaras, Munte, dan Liwas

Jati 5 tipe Glomus, 4 tipe

Acaulospora, 2 tipe

Gigaspora, dan 1 tipe

Sclerocytis

Chanie (2006) Bonga Forest, South Western

Ethiopia

Kopi Glomus, Gigaspora,

Scutellospora, Acaulospora

Pulungan (2010) Kebun Sei Semayang

PTPN 2

Tebu 7 tipe Glomus & 1 tipe

Acaulospora Puspitasari et al.

(2011)

Hutan Pantai Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat

33 spesies tanaman inang

13 tipe Glomus, 5 tipe

Acaulospora, 1 tipe

Gigaspora, 1 tipe

Paraglomus, 2 tipe

Scutellospora

Tuheteru et al.

(2011)

- Hutan

- Savana

- 15 jenis tanaman

- 15 jenis tanaman

- 8 tipe Glomus, 3 tipe

Scutellospora, 1 tipe

Acaulospora, 1 tipe

Gigaspora

- 8 tipe Glomus, 1 tipe

Scutellospora, 1 tipe

Acaulospora Sundari et al.

(2003)

Area Persawahan Kabupaten Pamekasan, Madura

Tembakau (Nicotiana

tabacum L.)

13 tipe Glomus, 5 tipe