Analisis Perbandingan Efisiensi Balok Beton Prategang Penuh Dan Prategang Parsial

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum

Beton adalah suatu material yang secara harfiah merupakan campuran yang homogen antara air, semen dan agregat. Karakteristik beton adalah mempunyai kuat tekan yang besar namun kuat tarik yang lemah. Beton adalah interaksi mekanis dan kimia sejumlah material pembentuknya (Nawy, 1985).

Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik seperti abu pozzolan sebagai pembentuknya telah dimulai sejak zaman Yunani dan Romawi bahkan mungkin sebelumnya. Dengan campuran kapur, pozzolan, dan batu apung, bangsa Romawi banyak membangun infrastruktur seperti akuaduk, bangunan, drainase dan lain-lain. Di Indonesia penggunaan yang serupa bisa dilihat pada beberapa bangunan kuno yang tersisa. Benteng Indrapatra di Aceh yang dibangun pada abad ke-7 oleh kerajaan Lamuri, bahan bangunannya berupa kapur, tanah liat, dan batu gunung. Orang Mesir telah menemukan sebelumnya bahwa dengan memakai aditif debu vulkanik mampu meningkatkan kuat tekan beton. Penggunaan beton secara masif diawali pada permulaan abad 19 dan merupakan awal era beton bertulang. Pada tahun 1801, F.Coignet menerbitkan tulisannya mengenai prinsip-prinsip konstruksi dengan meninjau kelembaban bahan beton terhadap taruknya. Pada tahun 1850, J.L. Lambot untuk pertama kalinya membuat kapal kecil dari bahan semen untuk dipamerkan dalam Expo tahun 1855 di Paris. J.Moiner, seorang ahli taman dari Prancis mematenkanrangka metal sebagai tulangan beton untuk mengatasi taruknya yang digunakanuntuk tanamannya. Pada tahun 1886, Koenen menerbitkan tulisan


(2)

mengenai teori dan perancangan struktur beton. C.A.P Turner mengembangkan pelat slab tanpa balok tahun 1906.

Perkembangan teknologi yang pesat menunjang perkembangan yang besar dalam dunia konstruksi, salah satunya yakni beton. Kebutuhan infrastruktur yang dapat memenuhi pertumbuhan kegiatan ekonomi, mendesak kemajuan dunia konstruksi untuk skala dan kapasitas yang lebih besar. Bentang panjang pada konstruksi menjadi salah satu masalah dalam dunia konstruksi. Beton bertulang memiliki kemampuan terbatas dalam memikul beban untuk bentang panjang. Beton prategang menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini. Beton prategang mampu memikul beban dengan bentang yang jauh lebih besar dibanding beton bertulang.

Jenis konstruksi bangunan di Indonesia memiliki jenis yang beragam. Ada bangunan gedung untuk rumah tinggal,gedung sekolah,rumah sakit, hotel,toko, perkantoran,gedung olah raga dan gedung untuk bangunan industri atau pabrik. Pada dasarnya,seluruh bangunan ini memiliki komponen struktur balok. Oleh karena itu,perencanaan struktur merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan.

Bangunan industri baik itu industri ringan/rumahan ataupun pabrik memiliki komponen struktur balok. Yang mana pada perencanaannya menggunakan material beton bertulang ataupun baja untuk balok,terutama,pada saat sekarang ini,pabrik-pabrik atau bangunan industri menggunakan baja untuk komponen strukturnya. Balok yang digunakan dapat berupa balok tunggal ataupun rangka batang. Jarang terlihat bangunan industri di Indonesia menggunakan material beton prategang untuk mendesain suatu bangunan industri. Sebagian besar sekarang ini menggunakan


(3)

material baja tetapi juga menggunakan baja komposit ataupun beton bertulang. Padahal,jika dilihat dari perkembangan sekarang ini,material beton prategang bukanlah suatu hal yang baru lagi. Perkembangan penggunaan sistem beton prategang sebenarnya sudah pesat. Sebagian besar beton prategang dipakai untuk perencanaan jembatan,terutama untuk bentang yang panjang.

Pemakaian beton prategang sangat efektif digunakan pada konstruksi dengan bentang yang panjang seperti jembatan. Jembatan dengan besar yang besar seperti segmental atau jembatan cable-stayed hanya dapat dilaksanakan dengan menggunakan beton prategang. Demikian juga halnya untuk bangunan yang memiliki bentang yang panjang dan relatif tinggi adalah efektif untuk memakai prategang untuk perencanaan.

Penguasaan teknologi beton prategang baik dari aspek peralatan, material maupun analisis sangat penting. Pembangunan infrastruktur dengan bentang panjang menuntut diperlukannya peralatan dan metode konstruksi serta material yang baik disamping teknologinya. Penguasaan teknologi beton prategang ini sudah seharusnya dikuasai oleh bangsa Indonesia, sehingga peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang teknik konstruksi beton prategang penting untuk dilakukan.

2.2 Sejarah Perkembangan Beton Prategang

Pada tahun 1872, P.H. Jackson seorang insinyur dari California mendapatkan paten untuk sistem struktural yang menggunakan tie road untuk membuat balok atau pelengkung dari blok-blok. Pada tahun 1888, C. W. Doering dari Jerman memperoleh paten untuk pemberian prategang pada slab dengan kawat-kawat metal. Akan tetapi, upaya awal untuk pemberian prategang itu tidak benar-benar sukses karena hilangnya prategang seiring berjalannya waktu. J. Lud dari Norwegia dan G.


(4)

R. Steiner dari Amerika Serikat telah berupaya memecahkan masalah ini pada abad kedua puluh, namun tidak berhasil.

Sesudah selang waktu yang sangat panjang, kemajuan dalam dunia prategang tidak terlalu pesat karena sulitnya mendapatkan baja dengan kekuatan tinggi untuk mengatasi kehilangan energi pada beton prategang. R. E. Dill dari Alexandria, Nebraska mengetahui bahwa susut dan rangkak pada beton memiliki pengaruh pada kehilangan prategang. Selanjutnya ia mengembangkan ide bahwa pemberian pascatarik batang berpenampang bulat tanpa lekatan secara berurutan dapat mengganti kehilangan tegangan yang bergantung pada waktu pada batang tersebut akibat berkurangnya panjangkomponen struktur yang ditimbulkan oleh rangkak dan susut. Pada awal tahun 1920-an, W. H. Hewett dari Minneapolis mengembangkan prinsip-prinsip pemberian prategang melingkar. Ia memberikan tegangan melingkar horizontal di sekeliling tangki beton dengan menggunakan trekstang untuk mencegah retak akibat tekanan cairan internal. Setelah itu, pemberian prategang pada tangki dan pipa berkembang pesat di Amerika Serikat.

Pemberian prategang linier terus berkembang di Eropa dan Perancis, khususnya dikembangkan oleh Eugene Freyssinet, yang pada tahun 1926 sampai 1928 mengusulkan metode-metode untuk mengatasi kehilangan prategang dengan cara menggunakan baja berkekuatan tinggi dan berdaktilitas tinggi. Pada tahun 1940, ia memperkenalkan system Freyssinet yang sangat terkenal yang menggunakan jangkar konus untuk tendon 12 kwat.

P. W. Abeles dari Inggris memperkenalkan dan mengembangkan konsep pemberian prategang parsial di antara tahun 1930-an dan 1960-an. F. Leonhardt dari Jerman, V. Mikhailov dari Rusia, dan T. Y. Lin dari Amerika Serikat juga


(5)

memberikan kontribusi banyak pada seni dan ilmu pengetahuan tentang desain beton prategang. Metode pemberian keseimbangan beban dari Lin sangat dihargai. Perkembangan pada abad kedua puluh ini telah menjadikan banyak penggunaan beton prategang di seluruh dunia, dan khususnya Amerika Serikat.

Dewasa ini, beton prategang digunakan pada gedung, struktur bawah tanah, menara TV, struktur lepas pantai dan gudang apung, stasiun-stasiun pembangkit, cerobong reactor nuklir, dan berbagai jenis jembatan termasuk segmental dan

cable-stayed. Penggunaan beton prategang banyak digunakan pada beberapa konstrulsi

besar di dunia.

Beberapa konstruksi besar yang terkenal dan menggunakan beton prategang antara lain :

1. Bay Area Rapid Transit, San Fransisco dan Oakland, California. Jalan penuntun terdiri atas girder box pracetak prategang yang ditumpu sederhana dengan panjang 70 ft dan lebar 11 ft.

2. Jembatan Chaoco-Corientes, Argentina, jembatan girder box cable-stayed beton prategang pracetak.

3. Gedung parkir, Tulsa, Oklahoma. 4. Pusat Eksekutif, Honolulu, Hawaii.

5. Anjungan pengeboran lepas pantai Stratford “B”, Norwegia. 6. Jembatan Suramadu, Surabaya, Indonesia.

Suksesnya perkembangan dan pelaksanaan semua struktur terkenal tersebut adalah karena banyaknya kemajuan dalam teknologi bahan, khususnya beton prategang, dan bertambahnya pengetahuan untuk mengestimasi kehilangan jangka pendek dan panjang pada gaya prategang.


(6)

Namun demikian perkembangan teknologi beton prategang di Indonesia juga mengalami peningkatan. Dari tahun ke tahun penggunaan beton prategang juga mengalami peningkatan baik untuk struktur balok pada gedung, jembatan, pondasi dan struktur lainnya. Penguasaan teknologi ini sudah sewajarnya dikuasai oleh bangsa Indonesia, sehingga peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang teknik beton prategang harus tetap dilakukan.

2.3 Beton Prategang

Beton prategang merupakan struktur komposit dengan gabungan dua bahan yaitu beton dan baja, tetapi dengan mutu bahan yang tinggi. Baja yang digunakan disebut tendon yang dikelompokkan dan membentuk kabel. Dimana menurut PBI 1971 beton prategang adalah beton bertulang dimana telah ditimbulkan tegangan intern dengan nilai dan pembagian yang sedemikian rupa hingga tegangan-tegangan akibat beban pada beton dapat dinetralkan sampai suatu taraf yang diinginkan. Sedangkan menurut ACI, beton prategang adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal.

Beton prategang dalam arti seluas-luasnya dapat juga dianalogikan dalam keadaan dimana tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh regangan-regangan internal diimbangi sampai batas tertentu,

Beton memiliki kekuatan yang kecil dalam menahan tarik. Suatu perkiraan kasar dapat dipakai bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara 9%-15% dari kuat tekannya (Istimawan Dipohusodo,1996). Tidak dapat dihindari bahwa tegangan tarik yang besar terjadi pada struktur dengan bentang yang besar, atau beban yang berat. Pertimbangan akan kondisi tersebut melahirkan analisa untuk


(7)

memperkirakan tegangan tarik yang akan terjadi, kemudian mengimbangi tegangan tersebut dengan menggunakan tendon yang diberikan tegangan awal pada daerah tarik tersebut. Tegangan awal dalam hal ini adalah tegangan tarik.

Adapun beberapa keuntungan menggunakan beton prategang antara lain:

a. Terhindarnya retak terhadap tarik dan meningkatkan resistansi beton terhadap korosi.

b. Beton prategang memiliki perlawanan yang meningkat terhadap geser.

c. Dalam bentang yang panjang umumnya beton prategang lebih ekonomis disbanding beton bertulang.

d. Penampang struktur lebih kecil/langsing, sebab seluruh penampang dipakai secara efektif.

e. Jumlah baja prategang lebih kecil daripada jumlah berat besi beton biasa. f. Memiliki nilai estetika.

Sedangkan kekurangan dalam penggunaan beton prategang antara lain :

a. Konstruksi memerlukan pengawasan dan pelaksanaan dengan ketelitian yang tinggi.

b. Untuk bentang > 40 m mengalami kesulitan pada saat ereksi karena bobot dan bahaya patah getaran.

c. Menggunakan teknologi tinggi yang canggih. d. Biaya awal tinggi.


(8)

2.4 Sistem Beton Prategang

Beton prategang dapat dibagi atas beberapa kriteria. Adapun beberapa macam prategang adalah berdasarkan :

a. Cara penarikan baja prategang

Berdasarkan cara penarikan, sistem beton prategang terbagi atas :

1. Pre-Tensioning, yaitu penekanan dilakukan pada awal/sebelum beton

mengeras. Pada metode penegangan pratarik, kabel/strands prategang diberi gaya dan ditarik terlebih dahulu sebelum dilakukan pengecoran beton pada peralatan cetak yang telah disiapkan. Setelah beton cukup keras, penjangkaran dilepas dan terjadi pelimpahan gaya tarik baja menjadi gaya tekan pada beton. Transfer tegangan tekan dari tendon pada beton melalui lekatan (bond) antara tendon dengan beton, dimana tendon terikat konstruksi angker. Pada metode ini lay out tendon dibuat lurus.

2. Post-Tensioning, yaitu penekanan dilakukan pada akhir setelah beton

mengeras. Pada metode ini beton dicetak terlebih dahulu, dimana disiapkan lubang (duct) atau alur penempatan kabel/strands dalam beton. Apabila beton sudah cukup kuat, kemudian kabel/strands ditarik, ujung-ujungnya diangkurkan,selanjutnya lubang di-grouting. Transfer tegangan tekan dari tendon pada beton melalui penjangkaran. Lay out tendon dapat dibuat lurus atau melengkung.

b. Posisi penempatan kabel

Berdasarkan posisi penempatan kabel dapat dibagi atas :

1. Internal Prestressing

Kabel prategang diletakkan di dalam tampang beton.


(9)

σ σΑ=(+

σ

σ σΒ=(−

σ

σΑ=(− /Α)+(

σ =(− /Α)+(− 2. Exsternal Prestressing

Kabel prategang ditempatkan di luar tampang beton.

c. Ikatan tendon

Berdasarkan ikatan tendon dengan beton dapat dibagi atas :

1. Bonded Tendon

Setelah penarikan kabel, dilakukan grouting atau injeksi pasta semen ke dalam selubung kabel. Setelah bahan grouting mengeras terjadilah lekatan antara tendon dan beton disekelilingnya.

2. Unbounded Tendon

Setelah gaya prategang diaplikasikan pada beton, ruang kosong antara lubang dan tendon dibiarkan begitu saja. Adapun perlindungan tendon dari korosi biasanya dilakukan dengan sistem pelapisan yang tahan air (waterproof). Kabel prategang hanya dibungkus agar tidak terjadi lekatan dengan beton.

2.5 Prinsip Dasar Beton Prategang

Beton prategang pada dasarnya adalah beton dimana tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu tingkat yang diinginkan. Teknologi beton prategang yang dikembangkan dari beton konvensional berdasarkan bahwa beton sangat kuat menahan gaya tekan dan memiliki tegangan tekan hancur sangat tinggi namun sangat lemah dalam menahan gaya tarik. Rendahnya kapasitas kuat tarik tersebut diatasi dengan mengkombinasikan beton bermutu tinggi dengan baja mutu tinggi yang secara aktif dengan cara menarik baja tersebut dan menahannya ke beton sehingga membuat


(10)

σ σΑ=(+ σ σ σΒ=(− σ σΑ=(− /Α)+(

σ =(− /Α)+(−

b h

h/6 GARIS NETRAL

akibat beban eksternal σA=(-M/w) akibat eksentrisitas kabel σΑ=(+P.e/w) akibat gaya prategang σA=-P/A akibat beban eksternal σB=(+M/w) akibat eksentrisitas kabel σΒ=(−P.e/w) akibat gaya prategang σB=-P/A tegangan akhir akibat semua gaya

σΑ=(−P/Α)+(P.e/w)+(-M/w)

tegangan akhir akibat semua gaya

σB=(−P/Α)+(−P.e/w)+(M/w)=0

PRATEGANG PENUH

(a) (b) (c) (d)

beton dalam keadaan tertekan. Penarikan baja tersebut dilakukan sebelum beban mati dan bebean hidup bekerja pada beton sehingga pada awalnya beton dalam keadaan tertekan bertujuan untuk mengimbangi tegangan tarik yang ditimbulkan oleh beban-beban tersebut supaya dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali, oleh karena itu disebut prategang (prestressed). Berikut ini adalah diagram prategang penuh. Dimana pada prategang tipe ini, hanya digunakan kabel prategang pada daerah tariknya, gambar diagram tegangannya adalah sebagai berikut :

Beton bertulang dan beton prategang memiliki prinsip utama yang sama yaitu bahwa tulangan ditempatkan di daerah yang nantinya akan mengalami tegangan tarik akibat beban. Hanya saja pada beton konvensional tulangan berfungsi mengambil alih tegangan tarik yang sudah tidak dapat dipikul lagi oleh beton, sedangkan pada beton prategang tulangan (tendon) berfungsi menciptakan tegangan awal yang nantinya harus mengimbangi tegangan tarik akibat beban. Perbandingan akan beton prategang dan beton bertulang memunculkan satu pemikiran baru yakni prategang

Gambar 2.1 Tegangan-tegangan pada balok prategang. (a) Tegangan akibat gaya prategang. (b) Tegangan akibat momen eksentrisitas prategang. (c) Tegangan akibat beban eksternal. (d) Tegangan akhir pada prategang.


(11)

b h

h/6 GARIS NETRAL

akibat beban eksternal σA=(-M/w) akibat eksentrisitas kabel σΑ=(+P.e/w) akibat gaya prategang σA=-P/A akibat beban eksternal σB=(+M/w) akibat eksentrisitas kabel σΒ=(−P.e/w) akibat gaya prategang σB=-P/A tegangan akhir akibat semua gaya

σΑ=(−P/Α)+(P.e/w)+(-M/w)

tegangan akhir akibat semua gaya

σB=(−P/Α)+(−P.e/w)+(M/w) PRATEGANG PARSIAL

(a) (b) (c) (d)

parsial, dimana diijinkan adanya tarik lebih pada beton prategang yang dikontrol dengan menggunakan baja non-prategang. Berikut diagram tegangan pada prategang parsial

Besar gaya prategang yang diberikan mempengaruhi seberapa besar tegangan internal yang akan melawan tegangan akibat beban-beban luar pada beton prategang. Dalam memahami desain beton prategang, perlu dipelajari perilaku balok tersebut dalam berbagai keadaan.

Parameter yang digunakan untuk perbandingan baja prategang dan baja non prategang pada beton prategang disebut rasio prategang parsial(Partial Prestressing

Ratio). Rasio prategang parsial didefenisikan sebagai perbandingan antara momen

batas kabel prategang terhadap momen batas kabel prategang + tulangan baja, yang dapat dituliskan sebagai

��� =����

�� (Naaman, 1982 ) (2.1) Gambar 2.2 Tegangan-tegangan pada balok prategang. (a) Tegangan akibat gaya prategang. (b) Tegangan akibat momen eksentrisitas prategang. (c) Tegangan akibat beban eksternal. (d) Tegangan akhir pada prategang.


(12)

Dimana :

Mups = Momen batas kabel prategang

Mu = Momen batas kabel prategang + tulangan baja

Harga PPR = 0, untuk beton bertulang

Harga PPR = 1, untuk beton prategang penuh

Sehingga dalam hal ini, nilai PPR dari beton prategang parsial adalah antara 0 s/d 1. Secara teoritis PPR akan memberikan manfaat bagi suatu struktur beton prategang (meningkatkan beban retak,), dimana semakin kecil nilai PPR suatu struktur juga akan lebih ekonomis. Namun demikian, jika nilai PPR terlalu kecil, struktur akan memiliki sifat-sifat mendekati strukutur beton bertulang yang membahayakan struktur tersebut. Dibutuhkan analisis yang mendasar untuk mengetahui batas PPR minimum yang aman bagi beton prategang. Tentunya besar PPR yang digunakan semua tergantung pada kondisi dari beton prategang yang digunakan.

2.6 Tahapan Pembebanan

Beton prategang berbeda dengan beton bertulang pada tahap pembebanan. Pada beton prategang baik prategang penuh maupun prategang parsial mengalami beberapa tahap pembebanan. Pengecekan wajib dilakukan pada setiap tahap pembebanan, baik pada bagian yang tertarik dan pada bagian tertekan. Pada tahap tersebut berlaku tegangn ijin yang yang berbeda sesuai dengan kondisi beton dan tendon. Ada dua tahap pembebanan pada beton prategang, yaitu initial (transfer) dan

service (layan).


(13)

1. Initial (transfer)

Tahap initial adalah tahap dimana beton sudah mulai mengering dan dilakukan penarikan kabel prategang. Pada tahap ini yang bekerja hanya beban mati struktur. Pada tahap ini, beban hidup belum bekerja sehingga momen yang bekerja minimum, sementara gaya yang bekerja adalah maksimum karena belum ada kehilangan gaya prategang.

2. Service (layan)

Kondisi service (layan) adalah kondisi dimana beton prategang digunakan sebagai komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah semua kehilangan gaya prategang dipertimbangkan. Pada tahap ini, beban luar mengalami kondisi yang maksimum sedangkan gaya pratekan mendekati nilai minimum.

2.7 Material Beton Prategang

Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan beton prategang yang memiliki ketergantungan akan material dari beton prategang adalah sebagai berikut :

2.7.1 Beton

Beton merupakan campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI 03-2847-2002, pasal 3.12). Pemberian gaya prategang yang memberikan tekanan pada beton menuntut suatu beton dengan daya kekuatan tekan yang tinggi. Kekuatan dan daya tahan lama yang dicapai melalui kontrol


(14)

kualitas dan jaminan kualiatas pada tahap produksi adalah dua faktor penting dalam mendesain struktur beton prategang.

Besaran-besaran mekanis beton yang telah keras dapat dikelompokkan menjadi dua kategori besaran yaitu besaran sesaat atau jangka pendek dan besaran jangka panjang. Besaran jangka pendek meliputi kuat tekan, tarik dan kuat geser sebagaimana diukur dengan modulus elastisitas. Sedangkan besaran jangka panjang meliputi rangkak dan susut beton.

a. Kuat Tekan

Kuat tekan beton bergantung pada jenis campuran, campuran agregat, waktu dan kualitas perawatan. Beton dengan kekuatan tinggi jelas lebih menguntungkan. Kuat tekan beton f’c didasarkan pada pengujian benda uji silinder standard dengan diameter 6 in dan tinggi 12 in, yang diolah pada kondisi laboratorium standard dan diuji pada laju pembebanan tertentu selama 28 hari. Spesifikasi standar yang digunakan di Indonesia adalah SNI.

Mutu beton yang biasa digunakan dalam perhitungan beton bertulang adalah mutu beton normal sampai mutu tinggi. Adapun kekuatan beton untuk struktur beton prategang, SNI mensyaratkan f’c tidak boleh kurang dari 30 Mpa (RSNI T-12-2004,4.4.1.1.1).

Kuat tekan yang tinggi dibutuhkan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya retakan, memiliki modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami rangkak yang kecil.


(15)

Dengan mengetahui mutu dan penampang balok maka kuat tekan beton dapat dihitung dengan :

- Untuk beton prategang penuh

• Saat awal : �′� = 0,83�σ�� (2.2)

Saat initial : f’ci= 85%f’c (2.3)

• Tegangan ijin pada saat initial : Tegangan ijin tekan pada kondisi beban sementara atau kondisi transfer gaya prategang.

Tegangan tekan = 0,6 f’ci (2.4)

• Tegangan ijin pada saat service : Tegangan ijin tekan pada kondisi layan (untuk semua kombinasi beban)

Tegangan tekan = 0,45 f’c (2.5) - Untuk beton prategang parsial

Saat awal : f’c= 0,83

σ

bk (2.6)

• Saat service : �′�� = �′�

��� (2.7)

• Tegangan ijin pada saat initial : Tegangan ijin tekan pada kondisi beban sementara atau kondisi transfer gaya prategang.

Tegangan tekan = 0,6 f’ci (2.8)

• Tegangan ijin pada saat service : Tegangan ijin tekan pada kondisi layan (untuk semua kombinasi beban)

Tegangan tekan = 0,45 f’c (2.9)

Dimana :

σbk = tegangan pada benda uji kubus


(16)

f’ci = kuat tekan beton initial pada saat transfer gaya prategang

b. Kuat Tarik

Kuat tarik beton relatif kecil, dimana besarnya kuat tarik beton berkisar antara 9%-15% dari kuat tekan . Untuk komponen yang mengalami lentur, nilai modulus raptur (modulus of rupture) fr digunakan dalam desain. Modulus ruptur diukur dengan menguji balok beton polos berpenampang bujur sangkar 6 in hingga gagal dengan bentang 18 m, dan dibebani di titik-titik sepertiga bentang (ASTM C-78). Nilai modulus raptur lebih tinggi dibanding kuat tarik belah beton.

Berdasarkan Pedoman Beton 1988, chapter 3, besarnya modulus raptur adalah : �� = 0,7��′ (2.10)

Sedangkan untuk menghitung tegangan ijin pada beton, digunakan peraturan SNI 03-2847-2002 baik pada beton prategang penuh, yaitu :

• Tegangan ijin pada saat initial :

Tegangan tarik = 0,5 ��′�� (2.11)

c. Kuat Geser

Balok yang terlentur pada saat yang bersamaan juga menahan geser akibat lenturan. Kondisi kritis geser akibat lentur ditunjukkan dengan timbulnya tegangan-regangan tarik tambahan di tempat tertentu pada komponen struktur terlentur. Apabila gaya geser yang bekerja pada struktur beton bertulang cukup besar hingga di luar kemampuan beton, maka perlu dipasang baja tulangan tambahan untuk memikul geser tersebut. Kuat geser lebih sulit ditentukan dengan cara eksperimental


(17)

dibandingkan dengan pengujian lainnya, dikarenakan sulitnya mengisolasi tegangaan geser dari tegangan lainnya.

d. Modulus Elastisitas

Nilai modulus elastisitas beton (Ec) tergantung pada mutu beton, terutama dipengaruhi oleh material dan proporsi campuran beton. Namun untuk analisis perencanaan struktur beton yang menggunakan beton normal dengan kuat tekan yang tidak melampaui 60 Mpa, atau beton ringan dengan berat jenis tidak kurang dari 2000 kg/m3 dan kuat tekan yang tidak melampaui 40 Mpa. Sesuai dengan SNI T-12-2004, nilai Ec diambil sebagai berikut :

- Ec=1,5� 0,043 ��′ (2.12)

- Ec=1,5� 0,043 ��′�� (2.13)

Dalam kenyataan nilainya dapat bervariasi kurang lebih 20%, wc menyatakan

berat jenis beton dalam satuan kg/m3, f’c menyatakan kuat tekan beton dalam satuan Mpa. Untuk beton normal dengan massa jenis sekitar 2400 kg/m3 maka Ec dapat diambil sebesar 4700��′� dan dinyatakan dalam Mpa.

e. Rangkak

Rangkak, atau aliran material lateral adalah peningkatan regangan terhadap waktu akibat beban yang terus menerus bekerja. Deformasi awal akibat beban adalah regangan elastis, sementara regangan tambahan akibat beban yang terus menerus bekerja adalah regangan rangkak.

Berbagai faktor yang mempengaruhi rangkak beton adalah kelembaban relatif, tingkat tegangan, kekuatan beton, umur beton pada pembebanan, lamanya tegangan, perbandingan air/semen, dan tipe semen serta agregat pada beton.


(18)

Rangkak mengakibatkan meningkatnya defleksi balok dan slab, dan mengakibatkan hilangnya gaya prategang. Untuk jangka waktu yang lebih lama lagi, rangkak dapat mengakibatkan meningkatnya tegangan pada beton yang mengakibatkan kehancuran pada beton.

Rangkak tidak dapat diamati secara langsung, namun dapat ditentukan dengan mengurangkan regangan elastis dengan regangan susut dan deformasi total. Meskipun rangkak dan susut merupakan fenomena yang tidak independent, dapat disumsikan bahwa superposisi tegangan berlaku sehingga :

Regangan total (εtot)= Reg. Elastis (εe) + Reg. Rangkak (εc) + susut (εsh)

f. Susut

Pada dasarnya ada dua jenis susut, susut plastis dan susut pengeringan. Susut plastis terjadi selama beberapa jam pertama sesudah pengecoran beton segar di cetakan. Permukaan yang di ekspos seperti slab lantai akan lebih dipengaruhi oleh udara kering karena besarnya permukaan kontak.

Susut pengeringan adalah berkurangnya volume elemen beton apabila terjadi kehilangan kandungan air akibat penguapan. Penyusutan sedikit berbeda dengan rangkak, jika pada rangkak beton dapat kembali semula jika beban dilepaskan maka pada susut beton tidak akan kembali ke volume awal jika beton tersebut sudah direndam.

Beberapa faktor yang mempengaruhi susut pengeringan adalah : a. Agregat

Agregat beraksi menahan susut pasta semen, jadi beton dengan lebih banyak kandungan agregat akan lebih sedikit mengalami susut. Selain itu, derajat


(19)

pengekangan suatu beton ditentukan oleh besaran agregat. Beton dengan modulus elastisitas tinggi atau dengan permukaan kasar lebih dapat menahan proses susut. b. Rasio air/semen

Semakin tinggi rasio air/semen, semakin tinggi pula efek susut. c. Ukuran Elemen Beton

Baik laju maupun besar total susut berkurang apabila volume elemen beton semakin besar. Namun, durasi susut akan lebih lama untuk komponen struktur yang lebih besar karena lebih banyak waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan mencapai ke daerah terdalam.

d. Kondisi Kelembaban Sekitar

Kelembaban relatif pada lingkungan sekitar sangat mempengaruhi besarnya susut, laju penyusutan lebih kecil pada kelembaban relatif yang tinggi. Temperatur lingkungan juga merupakan salah satu faktor. Itulah sebabnya susut menjadi stabil pada temperatur rendah.

e. Banyaknya Penulangan

Penyusutan pada beton bertulang lebih sedikit dibandingkan dengan beton polos. f. Beban Tambahan

Efek ini bervariasi tergantung pada jenis beban tambahan yang diberikan pada beton. Akselerator seperti kalsium klorida, yang digunakan untuk mempercepat pengerasan beton, memperbesar susut. Pozzolan juga dapat memperbesar susut pengeringan, sdangkan bahan-bahan pemerangkap udara hanya mempunyai sedikit pengaruh.


(20)

g. Jenis Semen

Semen yang cepat mongering akan susut lebih banyak dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya, sedangkan semen pengkompensasi susut akan mengurangi atau mengeliminasi retak susut apabila digunakan bersama tulangan pengekang.

h. Karbonasi

Susut karbonasi diakibatkan oleh reaksi antara karbondioksida (CO2) yang ada di

atmosfer dan yang ada di pasta semen. Banyaknya susut gabungan bergantung pada urutan proses karbonasi dan pegeringan. Jika keduanya terjadi secara simultan, maka susut yang akan terjadi lebih sedikit.

2.7.2 Baja

a. Baja Prategang

Baja mutu tinggi merupakan bahan yang umum untuk menghasilkan gaya prategang dan memberikan gaya tarik pada beton prategang. Baja mutu tinggi untuk sistem prategang biasanya merupakan salah satu dari ketiga bentuk kawat (wire), untaian kawat (strand wire), batang (bar). Strand dibuat di pabrik degan memuntir beberapa kawat bersama-sama, jadi mengurangi jumlah satuan yang harus dikerjakan pada operasi penarikan.

Kehilangan tegangan akibat rangkak (creep) dan susut (shrinkage). Pada beton cukup besar, sehingga pemberian tegangan tekan pada beton akan lebih efektif bila menggunakan baja mutu tinggi dengan kisaran lebih dari 1860 Mpa.

1. Tendon untuk tulangan prategang harus memenuhi salah satu spesifikasi sebagai berikut :


(21)

a. Kawat yang memenuhi “ Spesifikasi untuk baja stress-relieved tanpa lapisan untuk beton prategang”(ASTM A 421).

b. Kawat dengan relaksasi rendah, yang memenuhi “Spesifikasi untuk kawat baja

stress-relieved tanpa lapisan untuk beton prategang” termasuk suplemen “

Kawat dengan relaksasi rendah” (ASTM A 421).

c. Strand yang sesuai dengan “ Spesifikasi untuk strand baja, tujuh kawat tanpa lapisan untuk beton prategang”(ASTM A416M).

d. Tulangan, yang sesuai :Spesifikasi untuk baja tulangan mutu tinggi tanpa lapisan untuk beton prategang” (ASTM A 722).

2. Kawat, strand dan batang tulangan yang tidak secara khusus tercakup dalam ASTM A 421, ASTM A 416M, atau ASTM A 722, diperkenankan untuk digunakan bila tulangan tersebut memenuhi persyratan minimum spesifikasi tersebut di atas dan tidak mempunyai sifat yang membuatnya kurang baik dibandingkan dengan sifat-sifat seperti terdapat pada ASTM A 421, ASTM A 416M, atau ASTM A 722.

Strand dengan tujuh kawat mempunyai sebuah kawat di tengah yang sedikit lebih besar dari keenam kawat di sebelah luarnya yang membungkusnya dengan erat dalam bentuk spiral dengan jarak merata antara 12 dan 16 kali diameter nominal

strand. Pelepasan tegangan dilakukan setelah kawat-kawat dijalin menjadi strand.

a b

Gambar 2.3 Penampang strand. (a) Penampang strand standar. (b) Penampang strand yang dipadatkan.


(22)

Baja pada konstruksi beton prategang merupakan penyebab terjadinya pemendekan pada beton yang disebabkan oleh pengaruh rangkak dan susut. Kehilangan gaya prategang pada baja sesaat setelah penegangan pada baja akibat gesekan disepanjang tendon atau saat pengangkuran ujung (draw in) atau mempengaruhi gaya prategang pada beton dengan angka yang cukup signifikan.

Untuk tujuan keefektifan desain, total kehilangan gaya prategang harus relatif kecil dibandingkan dengan gaya prategang yang bekerja. Kondisi ini dipengaruhi oleh jenis baja prategang yang digunakan dalam konstruksi. Pada tugas akhir ini, direncanakan penggunaan paja strand sebagai tulangan prategang. Baja yang digunakan sebagai tulangan prategang merupakan jenis Uncoated Stress Relieve

Seven Wires Strands Low Relaxation.

b. Baja Non-Prategang

Pada beton prategang parsial diijinkan adanya tarik yang dibatasi sesuai nilai PPR yang digunakan. Sama halnya dengan tulangan pada beton bertulang, tulangan baja akan bekerja secara efisien dalam tarikan hanya setelah beton mengalami retak. Sebelum beton retak, tegangan tarik masih terbatas, itupun jika masih ada.

Karena semua balok prategang didesain untuk tanpa retak dalam batas beban kerja, maka tulangan baja kelihatannya sia-sia saja dipasang. Satu hal yang menarik disini ialah meskipun tidak berfungsi dalam bats beban kerja, tulangan baja umumnya sama efektifnya dengan kabel prategang disekitar beban batas.

Agar dapat berlangsung lekatan erat antara baja tulangan dengan beton, selain batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan batang deformasian (BJTD) yaitu batang tulangan yang yang permukaanya dikasarkan secara khusus,


(23)

diberi sirip teratur dengan pola tertentu atau baja tulangan yang dipilin pada proses produksinya. Pada tugas akhir ini digunakan baja non prategang dengan permukaan kasar dan dengan mutu 390 Mpa.

c. Relaksasi Baja

Relaksasi baja adalah kehilangan prategang apabila kawat-kawat atau strand mengalami regangan yang pada dasarnya konstan. Relaksasi baja tergantung pada tingkat tegangan pada baja dan bertambah secara konsisten ketika tegangan pada baja bertambah. Pada suatu sistem prategang sering kali terjadi kehilangan prategang akibat relaksasi baja. Jika baja prategang ditarik hingga mencapai perpanjangan yang konstan dan dijaga tetap pada selang waktu tertentu maka terlihat gaya prategang pada baja tersebut akan berkurang perlahan, besarnya kehilangan tergantung suhu dan waktu.

Baja terbagi menjadi dua jenis, berdasarkan nilai relaksasinya, yaitu baja prategang relaksasi normal dan baja prategang relaksasi rendah. Baja prategang relaksasi rendah umumnya sering digunakan untuk pemakaian jangka panjang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi relaksasi baja adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh Suhu

Suhu juga berpengaruh terhadap relaksasi baja. Perubahan temperatur yang besar dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanis baja, tetapi perubahan yang tidak signifikan (kurang dari 10oC) tidak banyak berpengaruh pada sifat-sifat tersebut. Penambahan temperatur biasanya dapat mengurangi kekuatan, modulus elastisitas dan relaksasi baja. Pengurangan temperatur akan berakibat kebalikannya serta mengakibatkan berkurangnya daktilitas baja.


(24)

2. Kelelahan

Kelelahan adalah ketahanan material baja terhadap perubahan dan pengulangan tegangan. Tegangan yang berulang ini terjadi akibat bekerjanyua beban hidup pada struktur. Ketahanan baja terhadap kelelahan dinyatakan dengan kurva yang menghubungkan batasan tegangan dan jumlah pengulangan hingga keruntuhan.

3. Korosi

Pengaruh korosi pada baja prategang lebih berbahaya daripada baja nonprategang. Hal ini disebabkan karena korosi dapat mengurangi luas penampang baja. Pada baja prategang pengurangan penampang lebih berbahaya, karena tegangan yang bekerja lebih tinggi daripada baja nonprategang.


(1)

pengekangan suatu beton ditentukan oleh besaran agregat. Beton dengan modulus elastisitas tinggi atau dengan permukaan kasar lebih dapat menahan proses susut. b. Rasio air/semen

Semakin tinggi rasio air/semen, semakin tinggi pula efek susut. c. Ukuran Elemen Beton

Baik laju maupun besar total susut berkurang apabila volume elemen beton semakin besar. Namun, durasi susut akan lebih lama untuk komponen struktur yang lebih besar karena lebih banyak waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan mencapai ke daerah terdalam.

d. Kondisi Kelembaban Sekitar

Kelembaban relatif pada lingkungan sekitar sangat mempengaruhi besarnya susut, laju penyusutan lebih kecil pada kelembaban relatif yang tinggi. Temperatur lingkungan juga merupakan salah satu faktor. Itulah sebabnya susut menjadi stabil pada temperatur rendah.

e. Banyaknya Penulangan

Penyusutan pada beton bertulang lebih sedikit dibandingkan dengan beton polos. f. Beban Tambahan

Efek ini bervariasi tergantung pada jenis beban tambahan yang diberikan pada beton. Akselerator seperti kalsium klorida, yang digunakan untuk mempercepat pengerasan beton, memperbesar susut. Pozzolan juga dapat memperbesar susut pengeringan, sdangkan bahan-bahan pemerangkap udara hanya mempunyai sedikit pengaruh.


(2)

g. Jenis Semen

Semen yang cepat mongering akan susut lebih banyak dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya, sedangkan semen pengkompensasi susut akan mengurangi atau mengeliminasi retak susut apabila digunakan bersama tulangan pengekang.

h. Karbonasi

Susut karbonasi diakibatkan oleh reaksi antara karbondioksida (CO2) yang ada di atmosfer dan yang ada di pasta semen. Banyaknya susut gabungan bergantung pada urutan proses karbonasi dan pegeringan. Jika keduanya terjadi secara simultan, maka susut yang akan terjadi lebih sedikit.

2.7.2 Baja

a. Baja Prategang

Baja mutu tinggi merupakan bahan yang umum untuk menghasilkan gaya prategang dan memberikan gaya tarik pada beton prategang. Baja mutu tinggi untuk sistem prategang biasanya merupakan salah satu dari ketiga bentuk kawat (wire), untaian kawat (strand wire), batang (bar). Strand dibuat di pabrik degan memuntir beberapa kawat bersama-sama, jadi mengurangi jumlah satuan yang harus dikerjakan pada operasi penarikan.

Kehilangan tegangan akibat rangkak (creep) dan susut (shrinkage). Pada beton cukup besar, sehingga pemberian tegangan tekan pada beton akan lebih efektif bila menggunakan baja mutu tinggi dengan kisaran lebih dari 1860 Mpa.

1. Tendon untuk tulangan prategang harus memenuhi salah satu spesifikasi sebagai berikut :


(3)

a. Kawat yang memenuhi “ Spesifikasi untuk baja stress-relieved tanpa lapisan untuk beton prategang”(ASTM A 421).

b. Kawat dengan relaksasi rendah, yang memenuhi “Spesifikasi untuk kawat baja

stress-relieved tanpa lapisan untuk beton prategang” termasuk suplemen “

Kawat dengan relaksasi rendah” (ASTM A 421).

c. Strand yang sesuai dengan “ Spesifikasi untuk strand baja, tujuh kawat tanpa lapisan untuk beton prategang”(ASTM A416M).

d. Tulangan, yang sesuai :Spesifikasi untuk baja tulangan mutu tinggi tanpa lapisan untuk beton prategang” (ASTM A 722).

2. Kawat, strand dan batang tulangan yang tidak secara khusus tercakup dalam ASTM A 421, ASTM A 416M, atau ASTM A 722, diperkenankan untuk digunakan bila tulangan tersebut memenuhi persyratan minimum spesifikasi tersebut di atas dan tidak mempunyai sifat yang membuatnya kurang baik dibandingkan dengan sifat-sifat seperti terdapat pada ASTM A 421, ASTM A 416M, atau ASTM A 722.

Strand dengan tujuh kawat mempunyai sebuah kawat di tengah yang sedikit lebih besar dari keenam kawat di sebelah luarnya yang membungkusnya dengan erat dalam bentuk spiral dengan jarak merata antara 12 dan 16 kali diameter nominal

strand. Pelepasan tegangan dilakukan setelah kawat-kawat dijalin menjadi strand.


(4)

Baja pada konstruksi beton prategang merupakan penyebab terjadinya pemendekan pada beton yang disebabkan oleh pengaruh rangkak dan susut. Kehilangan gaya prategang pada baja sesaat setelah penegangan pada baja akibat gesekan disepanjang tendon atau saat pengangkuran ujung (draw in) atau mempengaruhi gaya prategang pada beton dengan angka yang cukup signifikan.

Untuk tujuan keefektifan desain, total kehilangan gaya prategang harus relatif kecil dibandingkan dengan gaya prategang yang bekerja. Kondisi ini dipengaruhi oleh jenis baja prategang yang digunakan dalam konstruksi. Pada tugas akhir ini, direncanakan penggunaan paja strand sebagai tulangan prategang. Baja yang digunakan sebagai tulangan prategang merupakan jenis Uncoated Stress Relieve

Seven Wires Strands Low Relaxation.

b. Baja Non-Prategang

Pada beton prategang parsial diijinkan adanya tarik yang dibatasi sesuai nilai PPR yang digunakan. Sama halnya dengan tulangan pada beton bertulang, tulangan baja akan bekerja secara efisien dalam tarikan hanya setelah beton mengalami retak. Sebelum beton retak, tegangan tarik masih terbatas, itupun jika masih ada.

Karena semua balok prategang didesain untuk tanpa retak dalam batas beban kerja, maka tulangan baja kelihatannya sia-sia saja dipasang. Satu hal yang menarik disini ialah meskipun tidak berfungsi dalam bats beban kerja, tulangan baja umumnya sama efektifnya dengan kabel prategang disekitar beban batas.

Agar dapat berlangsung lekatan erat antara baja tulangan dengan beton, selain batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan batang deformasian (BJTD) yaitu batang tulangan yang yang permukaanya dikasarkan secara khusus,


(5)

diberi sirip teratur dengan pola tertentu atau baja tulangan yang dipilin pada proses produksinya. Pada tugas akhir ini digunakan baja non prategang dengan permukaan kasar dan dengan mutu 390 Mpa.

c. Relaksasi Baja

Relaksasi baja adalah kehilangan prategang apabila kawat-kawat atau strand mengalami regangan yang pada dasarnya konstan. Relaksasi baja tergantung pada tingkat tegangan pada baja dan bertambah secara konsisten ketika tegangan pada baja bertambah. Pada suatu sistem prategang sering kali terjadi kehilangan prategang akibat relaksasi baja. Jika baja prategang ditarik hingga mencapai perpanjangan yang konstan dan dijaga tetap pada selang waktu tertentu maka terlihat gaya prategang pada baja tersebut akan berkurang perlahan, besarnya kehilangan tergantung suhu dan waktu.

Baja terbagi menjadi dua jenis, berdasarkan nilai relaksasinya, yaitu baja prategang relaksasi normal dan baja prategang relaksasi rendah. Baja prategang relaksasi rendah umumnya sering digunakan untuk pemakaian jangka panjang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi relaksasi baja adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh Suhu

Suhu juga berpengaruh terhadap relaksasi baja. Perubahan temperatur yang besar dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanis baja, tetapi perubahan yang tidak signifikan (kurang dari 10oC) tidak banyak berpengaruh pada sifat-sifat tersebut. Penambahan temperatur biasanya dapat mengurangi kekuatan, modulus elastisitas dan relaksasi baja. Pengurangan temperatur akan berakibat kebalikannya serta mengakibatkan berkurangnya daktilitas baja.


(6)

2. Kelelahan

Kelelahan adalah ketahanan material baja terhadap perubahan dan pengulangan tegangan. Tegangan yang berulang ini terjadi akibat bekerjanyua beban hidup pada struktur. Ketahanan baja terhadap kelelahan dinyatakan dengan kurva yang menghubungkan batasan tegangan dan jumlah pengulangan hingga keruntuhan.

3. Korosi

Pengaruh korosi pada baja prategang lebih berbahaya daripada baja nonprategang. Hal ini disebabkan karena korosi dapat mengurangi luas penampang baja. Pada baja prategang pengurangan penampang lebih berbahaya, karena tegangan yang bekerja lebih tinggi daripada baja nonprategang.