APLIKASI AUGMENTED REALITY BATIK 3DDENGAN RAGAM HIAS GEOMETRIS.

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya kebudayaan. Beberapa kekayaan budaya Indonesia seperti: ragam suku, ragam bahasa, dan ragam pakaian adat yang salah satunya berbahan kain batik. Seiring dengan perkembangan arus globalisasi, banyak kebudayaan makin memudar. Dibutuhkan upaya yang besar untuk melestarikan setiap kebudayaan yang ada. Salah satu kebudayaan Indonesia yang tergerus oleh arus globalisasi adalah batik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, batik memiliki arti kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain tersebut, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu. Setiap motif memiliki makna filosofis, keunikan, simbol tradisi, dan cerita kehidupan masyarakat sekitar. Terdapat pula berbagai motif yang dapat memberi informasi tentang status sosial dan jenis kelamin orang yang memakainya. Namun, tidak banyak masyarakat yang mengetahui tentang makna filosofis, keunikan, simbol tradisi dari motif batik.

Gambar 1. Parang Rusak Barong Sumber : http://batik-tulis.com/


(2)

E.A. Pamungkas (2010: 30) berpendapat bahwa di Yogyakarta, terdapat motif Parang Rusak Barong yang memiliki arti pemakai merupakan orang berkuasa dan memiliki kewibawaan seorang raja. Motif seperti pada Gambar 1 hanya boleh dipakai oleh raja dan kerabatnya. Kata barong memiliki arti sesuatu yang besar. Ini sebabnya motif Parang Rusak Barong berukuran besar. Ukuran tinggi 1 unit motif parang yang digunakan raja berkisar 24 cm, pangeran menggunakan motif berukuran 10 cm, dan bupati menggunakan motif berukuran 4 cm. Arah parang dari kiri atas menuju kanan bawah dikenakan oleh kaum perempuan, sedangkan arah parang dari kanan atas menuju kiri bawah dikenakan oleh kaum laki-laki.

Asti M. dan Ambar B. Arini (2011: 56) meyebutkan bahwa di daerah Cirebon terdapat motif Paksi Naga Liman yang memiliki simbol pesan keagamaan. Pada Gambar 2 terlihat motif Paksi Naga Liman yang berbeda dengan motif Parang yang kaku. Motif ini digambarkan dengan bentuk yang lebih fleksibel. Paksi menggambarkan rajawali, naga menggambarkan ular naga, dan liman menggambarkan gajah. Motif tersebut bermakna peperangan kebaikan melawan keburukan dalam mencapai kesempurnaan. Pada motif ini terdapat percampuran kebudayaan islam, cina, dan india.

Gambar 2. Motif Batik Paksi Naga Liman Sumber : http://batik-tulis.com/


(3)

Berbagai bentuk motif batik yang ada menyebabkan sebagian besar orang kesulitan mengenali motif batik. Untuk memudahkan pengenalan, beberapa seniman batik mengelompokkan motif-motif tersebut berdasarkan bentuk geometrisnya, yaitu: kelompok dengan ragam hias geometris dan kelompok dengan ragam hias non geometris. Menurut Sri Soedewi Samsi (2007: 3) batik dengan ragam hias geometris adalah batik dengan dasar berbentuk bangun geometri seperti persegi, persegi panjang, lingkaran, segitiga, dan lainnya. Contoh dari batik geometris yaitu: bentuk motif Kawung, Parang, Nitik, Ceplok, dan lain sebagainya. Batik dengan ragam hias non geometris adalah batik dengan unsur dasar bukan bangun geometris. Ragam hias ini cenderung fleksibel dan lebih menceritakan keadaan alam atau masyarakat sekitar dengan bentuk bunga, daun, hewan, dan lainnya. Contoh dari batik non geometris yaitu: batik motif Paksi Naga Liman, motif Jawa Hokokai.

Pembuatan batik membutuhkan kesabaran dan ketelitian karena dibuat secara manual dengan menerakan lilin sedikit demi sedikit. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 3 sampai 4 bulan. Karena pembuatan yang masih sederhana dan cukup rumit saat itu, batik tidak dilindungi oleh hak paten. Hal ini menimbulkan kekhawatiran ketika beberapa tahun yang lalu batik pernah diklaim menjadi milik negara lain. Penyebabnya adalah kurangnya perhatian masyarakat terhadap warisan budaya batik dan hak patennya. Banyak masyarakat yang tidak mengetahui makna yang terkandung dalam motif batik tersebut.

Keindahan motif batik merupakan salah satu daya tarik wisatawan nusantara maupun mancanegara. Banyak wisatawan yang membeli batik sebagai cinderamata


(4)

ketika berkunjung ke suatu daerah. Pesatnya wisatawan yang datang ke Indonesia dapat menjadi peluang untuk mengenalkan batik tidak hanya sebatas cinderamata, tetapi dapat sekaligus mengedukasi wisatawan tentang makna motif batik tersebut. Dengan demikian, kepariwisataan dapat dimanfaatkan untuk mengenalkan keindahan batik yang ada.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga sangat berpotensi sebagai alat bantu dalam mengenalkan, melestarikan, dan mengembangkan motif batik yang ada. Salah satu teknologi yang sedang berkembang dan dapat digunakan untuk mengenalkan motif batik adalah Augmented Reality. Azuma dalam karya ilmiahnya berjudul A Survey of Augmented Reality (2007) menjelaskan bahwa Augmented Reality adalah teknologi yang menggabungkan obyek-obyek maya yang ada dan dihasilkan (generated) oleh komputer dengan benda-benda yang ada di dunia nyata sekitar kita, dan dalam waktu yang nyata. Tidak seperti realitas maya yang sepenuhnya menggantikan kenyataan, Augmented Reality hanya melengkapi kenyataan.

Augmented Reality merupakan teknologi yang dapat menggabungkan objek 3D ke lingkungan dunia nyata melalui webcam atau kamera yang ada pada piranti gadget. Webcam atau kamera berguna untuk mengidentifikasi gambar penanda atau marker. Setelah proses identifikasi, piranti akan menampilkan gambar ataupun mengeluarkan suara penjelasan sesuai yang diinginkan. Penggunaan Augmented Reality di Indonesia sendiri masih tergolong sedikit karena masih merupakan hal baru. Kondisi ini dapat menjadi peluang mengenalkan dan memvisualisasikan motif


(5)

batik. Selain penggunaan yang mudah, aplikasi ini dapat menampilkan batik dalam bentuk 3D.

Berdasarkan beberapa permasalahan yang telah dipaparkan tentang motif batik, maka penelitian ini difokuskan pada motif batik geometris. Salah satu cara untuk mengenalkan keunikan motif batik tersebut menggunakan teknologi Augmented Reality melalui media smartphone dengan sistem operasi Android. Kumpulan marker yang digunakan dibuat dalam bentuk buku saku panduan wisata. Penggunaan teknologi ini, diharapkan dapat membantu pengenalan jenis batik dan penemuan ide baru membuat motif batik. Dengan demikian, penelitian mengenai pengenalan motif batik melalui teknologi Augmented Reality sangat menarik untuk dikaji. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, judul yang diambil dalam penelitian ini yaitu “Aplikasi Augmented Reality Batik 3D dengan Ragam Hias Geometris”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi permasalahan yang muncul sebagai berikut.

1. Batik merupakan salah satu kebudayaan Indonesia yang tergerus oleh arus globalisasi.

2. Belum banyak masyarakat atau wisatawan yang mengetahui makna filosofis, keunikan, simbol tradisi dan status sosial orang yang memakainya.

3. Keanekaragaman bentuk motif batik membuat sebagian orang kesulitan mengenalinya.


(6)

4. Keindahan motif batik merupakan salah satu daya tarik wisatawan, tetapi belum banyak pengenalan motif batik melalui bidang pariwisata.

5. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya Augmented Reality kurang dimanfaatkan untuk mengenalkan batik secara lebih menarik.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi ruang lingkupnya sebagai berikut.

1. Aplikasi yang dikembangkan sebatas prototype dengan beberapa batasan motif batik.

2. Motif dikhususkan pada jenis batik dengan ragam hias geometris, yaitu: Ceplok, Kawung, Nitik, Parang.

3. Aplikasi Augmented Reality dibuat untuk versi android dengan Unity sebagai komponen pembangunnya.

4. Marker berupa potongan motif batik dalam bentuk buku saku.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, ditentukan rumusan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana perancangan aplikasi Augmented Reality batik 3D dengan ragam hias geometris?


(7)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui cara membuat aplikasi Augmented Reality batik 3D dengan ragam hias geometris.

2. Mengetahui visualisasi motif batik dilihat dari sudut pandang 3D.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

a. Mengembangkan teknologi dalam melestarikan kebudayaan khususnya batik.

b. Menarik minat wisatawan terutama terhadap batik. c. Mengedukasi wisatawan nusantara tentang batik. 2. Dinas Pendidikan

a. Mengedukasi pelajar tentang batik dengan cara yang menarik.

b. Mengembangkan teknologi dalam mempelajari kebudayaan khususnya batik.

3. Penggiat Seni

a. Membantu menciptakan inovasi batik baru. b. Menjadi sarana promosi hasil karya seni. 4. Pelaku Usaha Batik

a. Membantu mengiklankan atau mempromosikan batik dengan lebih menarik. b. Mengedukasi konsumen tentang makna motif batik.


(8)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Batik

1. Pengertian Batik

Batik merupakan hal yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia saat ini. Batik merupakan salah satu warisan nusantara yang unik. Keunikannya ditunjukkan dengan barbagai macam motif yang memiliki makna tersendiri. Menurut Asti M. dan Ambar B. Arini (2011: 1) berdasarkan etimologi dan terminologinya, batik merupakan rangkaian kata mbat dan tik. Mbat dalam bahasa Jawa dapat diartikan sebagai ngembat atau melempar berkali-kali, sedangkan tik berasal dari kata titik. Jadi, membatik artinya melempar titik berkali-kali pada kain. Adapula yang mengatakan bahwa kata batik berasal dari kata amba yang berarti kain yang lebar dan kata titik. Artinya batik merupakan titik-titik yang digambar pada media kain yang lebar sedemikian sehingga menghasilkan pola-pola yang indah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, batik memiliki arti kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu.

Batik sudah ada sejak jaman Majapahit dan sangat populer sampai saat ini. Tidak ada yang dapat memastikan kapan batik tercipta. Namun, motif batik dapat terlihat pada artefak seperti pada candi dan patung. Menurut Asti M. dan Ambar B. Arini (2011: 1) kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia. Memang pada awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam keraton, untuk pakaian raja dan


(9)

keluarga, serta para pengikutnya. Batik yang masuk kalangan istana diklaim sebagai milik dalam benteng, orang lain tidak boleh mempergunakannya. Hal inilah yang menyebabkan kekuasaan raja serta pola tata laku masyarakat dipakai sebagai landasan penciptaan batik. Akhirnya, didapat konsepsi pengertian adanya batik klasik dan tradisional. Penentuan tingkatan klasik adalah hak prerogatif raja.

Banyaknya pengikut raja yang tinggal di luar keraton, menjadikan keterampilan membuat batik meluas dan ditiru oleh masyarakat sekitar. Bahkan membatik menjadi pekerjaan wanita untuk mengisi waktu luangnya. Akibatnya batik yang semula hanya dipakai oleh keluarga keraton, menjadi pakaian rakyat. Pada awal keberadaannya, motif batik terbentuk dari simbol-simbol bermakna, yang bernuansa tradisional Jawa, Islami, Hinduisme, dan Budhisme. Dalam perkembangannya, batik diperkaya oleh nuansa budaya lain seperti Cina dan Eropa modern.

Herry Lisbijanto (2013: 10-12) memaparkan bahwa ada 3 jenis batik menurut teknik pembuatannya, yaitu:

a. Batik Tulis

Gambar 3. Menerakan Malam pada Batik Tulis


(10)

Batik tulis dibuat secara manual menggunakan tangan dengan alat bantu canting untuk menerakan malam pada corak batik (Gambar 3). Pembuatan batik tulis membutuhkan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi karena setiap titik dalam motif berpengaruh pada hasil akhirnya. Motif yang dihasilkan dengan cara ini tidak akan sama persis. Kerumitan ini yang menyebabkan harga batik tulis sangat mahal. Jenis batik ini dipakai raja, pembesar keraton, dan bangsawan sebagai simbol kemewahan.

b. Batik Cap

Gambar 4. Membuat Pola Batik Menggunakan Cap

Batik cap dibuat dengan menggunakan cap atau semacam stempel motif batik yang terbuat dari tembaga seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Cap digunakan untuk menggantikan fungsi canting sehingga dapat mempersingkat waktu pembuatan. Motif batik cap dianggap kurang memiliki nilai seni karena semua motifnya sama persis. Harga batik cap cukup murah karena dapat dibuat secara masal.


(11)

c. Batik Lukis

Gambar 5. Membuat Batik Lukis

Batik lukis dibuat dengan melukiskan motif menggunakan malam pada kain putih. Pembuatan motif batik lukis tidak terpaku pada pakem motif batik yang ada. Motifnya dibuat sesuai dengan keinginan pelukis tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Batik lukis ini mempunyai harga yang mahal karena tergolong batik yang eksklusif dan jumlahnya terbatas.

2. Alat, Bahan dan Proses Membatik

Alat dan bahan yang digunakan untuk membuat batik tulis menurut Asti M. dan Ambar B. Arini (2011:27) ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Gambar Alat dan Bahan Membatik

Gambar Keterangan

Alat

Bandul

Bandul dapat terbuat dari kayu, logam, atau batu. Fungsinya untuk menahan kain mori yang baru dibatik agar tidak mudah terbang tertiup angin atau tertarik pembatik secara tidak sengaja.


(12)

Dingklik

Dingklik adalah tempat duduk pendek yang digunakan oleh pembatik.

Gawangan

Gawangan digunakan sebagai tempat untuk menggantung kain mori yang akan dibatik. Biasanya gawangan terbuat dari kayu atau bambu sehingga ringan dan mudah dipindah.

Taplak

Taplak yang digunakan terbuat dari kain yang berfungsi untuk menutup dan melindungi paha pembatik dari tetesan lilin dari canting.

Kemplongan

Kemplongan merupakan meja kayu yang digunakan untuk meratakan kain mori yang kusut sebelum diberi pola batik dan dibatik.

Canting

Canting merupakan alat untuk melukis atau menerakan lilin pada kain mori. Canting digunakan untuk membuat motif kecil, sedangkan kuas digunakan untuk membuat motif besar. Menurut banyaknya cucuk, canting dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu : canting cecekan (1 cucuk), canting loron (2 cucuk), canting telon (3 cucuk), canting prapatan (4 cucuk), canting liman(5 cucuk), canting byok(7 cucuk atau lebih dengan jumlah ganjil) dan canting renteng (4 cucuk atau berjumlah genap, maksimal 6 cucuk disusun berjajar).


(13)

Kain Mori

Kain mori adalah kain yang digunakan untuk membuat batik. Ada berbagai macam dan kualitas kain mori yang akan berpengaruh terhadap baik buruknya kain batik yang dihasilkan. Kain diukur dengan satuan ‘kacu’ atau saputangan yang berbentuk persegi. Ukuran sisi kacu diambil dari lebar kain mori. Kain yang dipakai dapat memiliki lebar yang berbeda, sehingga ukuran setiap kain yang digunakan berbeda.

Wajan

Wajan adalah alat yang dipakai untuk menampung lilin yang dipanaskan. Wajan yang digunakan untuk membatik berukuran kecil.

Kompor

Kompor berfungsi untuk memanaskan lilin. Dahulu kompor yang digunakan berupa anglo atau kompor minyak. Namun, sekarang banyak dijumpai kompor listrik yang lebih praktis.

Bahan

Lilin

Lilin atau malam digunakan untuk menutup kain dari proses pewarnaan sehingga kain yang tertutupi alam tidak terkena warna tersebut. Jenis lilin yang dapat digunakan, antara lain: lilin tawon, lilin lancing, lilin pabrikan (lilin timur, lilin songkal, lilin geplak, lilin gandarukem, lilin kuning)

Pewarna

Pewarna berfungsi untuk memberi warna pada kain. Pewarna yang digunakan berasal dari bahan alami (indigo, soga, mengkudu, daun mangga, kunyit) dan sintetis.


(14)

Tahapan awal dalam membuat batik tulis dilakukan dengan membuat pola motif batik. Desain dibuat dengan menggunakan pensil. Langkah selanjutnya adalah menerakan lilin menggunakan canting mengikuti pola yang ada. Tutup dengan lilin bagian-bagian yang akan tetap berwarna putih (tidak berwarna). Gunakan canting untuk pola kecil dan kuas untuk pola berukuran besar. Tujuannya, supaya saat pencelupan bahan ke dalam larutan pewarna, bagian yang diberi lilin tidak terkena. Api kompor harus manyala dengan api kecil.

Berikutnya proses pewarnaan pertama pada bagian yang tidak tertutup oleh lilin dengan mencelupkan kain tersebut pada warna tertentu. Setelah dicelup, kain tersebut dijemur sampai kering. Kemudian dilanjutkan dengan proses pencelupan warna yang kedua. Proses berikutnya, menghilangkan lilin dari kain dengan mencelupkan kain tersebut dengan air panas di atas tungku. Setelah kain bersih dari lilin dan kering, dapat dilakukan kembali proses pembatikan dengan penutupan lilin untuk menahan warna pertama dan kedua. Proses menghilangkan dan menorehkan lilin dapat dilakukan berulang kali sesuai dengan banyaknya warna dan kompleksitas motif yang diinginkan.

Proses selanjutnya adalah nglorot, kain yang telah berubah warna direbus air panas. Tujuannya adalah untuk menghilangkan lapisan lilin, sehingga motif yang telah digambar sebelumnya terlihat jelas. Pencelupan ini tidak akan membuat motif yang telah digambar terkena warna lain, karena bagian atas kain tersebut masih diselumuti lapisan tipis yang tidak sepenuhnya luntur. Setelah selesai, kain dicuci dan dikeringkan.


(15)

3. Motif Batik

UNESCO mengukuhkan batik menjadi milik Indonesia sebagai warisan budaya pada tanggal 2 Oktober 2009. Sehingga tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik di Indonesia. Sejak pengukuhan ini, batik mulai berkembang pesat di seluruh Indonesia.

Gambar 6. Penyebaran Batik di Indonesia

Gambar 6 memperlihatkan penyebaran batik di Indonesia pada tahun 2009 yang dipaparkan oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia. Batik tersebar pada 20 Provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra Barat, Bengkulu, Jambi, Lampung, kepulauan Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur/Madura, DIY, Bali,


(16)

Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Papua, dan Irian Jaya Barat. Terdapat 40.000 unit usaha dan 800.000 tenaga kerja yang tersebar di 20 privinsi tersebut.

Keanekaragaman motif batik dari seluruh Indonesia membuat beberapa orang kesulitan untuk mengenalinya. Untuk memudahkan pengenalan, beberapa seniman batik mengelompokkan motif-motif tersebut berdasarkan bentuk geometris setiap motif, yaitu: kelompok dengan ragam hias geometris dan ragam hias non geometris. Menurut Sri Soedewi Samsi (2007: 3) batik dengan ragam hias geometris adalah batik dengan dasar berbentuk bangun geometri seperti persegi, persegi panjang, lingkaran, segitiga, dan lainnya. Contoh dari batik geometris yaitu bentuk motif kawung, parang, nitik, ceplok, dan lain sebagainya. Sedangkan, batik dengan ragam hias nongeometris adalah batik dengan unsur dasar bukan bangun geometris. Ragam hias ini cenderung fleksibel dan lebih menceritakan keadaan alam atau masyarakat sekitar dengan bentuk bunga, daun, hewan, dan lainnya. Contoh dari batik nongeometris yaitu batik motif mega mendung.

Perkembangan batik di Indonesia cukup pesat. Tidak hanya secara produksi saja namun juga dengan perkembangan motifnya. Banyak motif-motif baru dan dengan warna-warna yang lebih menarik. Di Jawa terdapat beberapa kelompok motif batik dengan ragam hias geometris, yaitu Ceplok, Kawung, Nitik, dan Parang yang dijabarkan sebagai berikut.


(17)

a. Ceplok

Gambar 7. Batik Ceplok

Ragam hias motif batik kelompok Ceplok selalu memiliki unsur simetris pada motif. Gambar 6 menggambarkan motif Ceplok dengan tatanan belah ketupat yang disusun sedemikian rupa. Ceplok ada yang terbentuk atas garis-garis silang yang membentuk lingkaran, bintang, persegi, persegi panjang, jajaran genjang, bentuk segitiga (tumpal) dan bentuk lain yang disusun dalam tatanan garis.

Ada banyak bentuk yang dapat disebut Ceplok, contohnya yaitu gambar bunga dalam satu belah ketupat. Gambar diatur berjajar secara diagonal dan memenuhi satu kain. Motif Ceplok sering dipadupadankan dengan berbagai motif lainnya untuk mendapatkan motif yang lebih indah. Misalnya gambar garuda pada motif batik parang rusak, motif ini dapat disebut kain motif Parang Rusak Ceplok Garuda. Nama motif batik Ceplok tidak mempunyai susunan baku. Ada yang menyebutkan nama Ceplok di depan, tetapi ada pula yang tidak menyebutkan nama Ceplok di depan.

Sumber : thebatik.co.id

1 unit motif ceplok


(18)

b. Parang

Gambar 8. Batik Parang

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa Parang terdiri dari 2 bidang yang bergantian. Bidang miring diantara bidang Parang disebut Lereng. Garis menyerupai huruf S yang terjalin melambangkan kesinambungan. Bentuk ini diambil dari ombak yang bergulung-gulung dan menghantam karang, artinya usaha keras dan semangat yang tidak pernah padam.

Pola Lereng atau Parang dibuat dengan menggambar persegi-persegi yang diletakkan berjajar dengan kemiringan lebih kurang 45 derajat ke arah kiri maupun kanan. Besar setiap kotak disesuaikan dengan keperluan gambar motif. Mlinjon pada gambar parang terletak pada garis batas pola dua persegi. Pada bidang Parang dapat dibuat macam-macam garis Parang yang menimbulkan macam-macam nama Parang dan maknanya. Misalnya Parang Klitik memiliki garis parang yang kecil bermakna pemakai memiliki perilaku lemah lembut dan bijaksana.

Sumber : intimate-indonesia.blogspot.com

Mlinjon Bidang Parang Bidang


(19)

c. Kawung

Gambar 9. Batik Kawung

Motif Kawung merupakan ornamen geometris lingkaran yang dijajarkan dan ditumpuk sehingga berbentuk potongan elips yang ditunjukkan pada Gambar 9. Pola Kawung terinspirasi oleh bentuk buah aren yang dibelah empat. Keempat bagian buah bersama intinya itu melambangkan empat arah (penjuru) utama dalam agama Budha. Jaman dahulu, diceritakan bahwa pola Kawung diperuntukkan bagi para bangsawan dan keluarga raja. Ada berbagai bentuk pola Kawung dengan nama berbeda-beda, misalnya Kawung Beton, Kawung Picis, Kawung Prabu, Kawung Brendi, dll. Pembuatan pola pada kain dengan cara menggambar garis kotak-kotak sama sisi dengan posisi horisontal atau diagonal. Setiap kotak itu diisi dengan bentuk Kawung.

Sumber : batikdan.blogspot.com

1 unit motif Kawung


(20)

d.Nitik

Gambar 10. Batik Nitik

Nitik terdiri dari garis-garis yang silang–silang dan disusun sebagai tatanan persegi. Pada Gambar 10 terdapat pola batik yang menyerupai gambar tenun dan anyaman. Pola batik Nitik berwujud titik dan garis pendek berbentuk segi empat. Nitik yang selalu tergambar simetris sederhana mungkin dahulu merupakan gambar yang terbaik. Adanya perkembangan jaman, Nitik merupakan motif yang menyenangkan dan dapat berkembang karena memiliki nilai tambah yang baik. Dipandang dari sudut teknis, Nitik dianggap termasuk seni batik tertua. Cara membuat pola Nitik yaitu dengan cara menggambar garis kotak-kotak sama sisi dengan posisi horisontal atau diagonal 45 derajat. Setelah menggambar pola dasar, motif dibatik dengan menggunakan canting khusus. Canting khusus Nitik mempunyai ujung paruh berbentuk persegi empat.

Canting khusus dapat dibuat dari canting klowong dengan memotong ujung canting menggunakan silet atau pisau pencukur rambut yang baru. Silet digoreskan tegak lurus pada ujung canting sedalam 1mm. Ujung yang telah dipotong

Sumber : batikidku.blogspot.com

1 unit motif Nitik


(21)

dibengkokkan ke luar, sehingga membentuk lubang segi empat. Apabila ujung paruh canting dibatikkan seperti membuat titik, bentuk lilin yang keluar adalah segi empat. Apabila titik ditarik maka akan menjadi garis tebal.

B. Augmented Reality

1. Pengertian Augmented Reality

Augmented Reality berasal dari dua kata yaitu augmented yang berarti menambah dan reality berarti realitas atau kenyataan. Dari 2 kata tersebut Augmented Reality berarti realitas yang tertambah atau menambahkan sesuatu ke dunia nyata. Azuma dalam karya ilmiahnya berjudul A survey of augmented reality (2007) menjelaskan bahwa Augmented Reality adalah teknologi yang menggabungkan obyek-obyek maya yang ada dan dihasilkan (generated) oleh komputer dengan benda-benda yang ada di dunia nyata sekitar kita, dan dalam waktu yang nyata. Tidak seperti realitas maya yang sepenuhnya menggantikan kenyataan, realitas tertambah sekedar menambahkan atau melengkapi kenyataan. Jadi Augmented Reality adalah teknologi yang menggabungkan obyek maya dengan benda-benda nyata yang diproyeksikan pada layar komputer atau gadget tanpa menggantikan kenyataan dalam waktu yang nyata.

Augmeted Reality dapat ditemui pada saat menonton sepak bola. Pada layar TV akan nampak skor pertandingan di lapangan. Walaupun pada saat yang bersamaan skor tersebut tidak nampak pada lapangan di dunia nyata. Contoh lainnya, pada siaran berita. Saat pembawa berita itu membacakan berita nampak background


(22)

video yang tertayang. Padahal saat yang bersamaan background yang digunakan sebenarnya merupakan layar atau kain berwarna hijau atau biru.

Semakin lama teknologi ini tidak hanya digunakan pada acara televisi, namun sudah mulai berkembang untuk fungsi lain dan dapat digunakan dalam berbagai macam gadget. Ada yang menggunakan teknologi Augmented Reality sebagai alat simulasi bedah pada dunia kesehatan dengan menggunakan kacamata khusus. Ada pula yang menggunakannya dalam katalog pada web penjualan mebel. Pelanggan dimudahkan memvisualisasikan mebel yang akan dibeli seperti ditunjukkan oleh Gambar 11.


(23)

2. Cara Kerja Augmented Reality

Ada 2 metode yang digunakan dalam aplikasi Augmented Reality, yaitu Marker Augmented Reality (Marker Based Tracking) dan Markerless Augmented Reality. Metode Marker Based Tracking berjalan dengan memindai tanda atau yang sering disebut sebagai marker. Marker biasanya merupakan ilustrasi hitam dan putih persegi dengan batas hitam tebal dan latar belakang putih, seperti ditunjukkan pada Gambar 12.

Gambar 12. Contoh Flarlogo-Marker

Kamera mendeteksi marker yang sudah dikalibrasi dan akan mencocokkan dengan pola yang ada di basis data. Jika pola tidak dikenali maka tidak akan terjadi pengolahan informasi. Jika pola dikenali maka informasi marker akan dihitung dan digunakan untuk menampilkan objek 3D atau animasi lain yang telah dibuat sebelumnya. Komputer akan mengenali posisi dan orientasi marker dan menciptakan dunia virtual 3D yaitu titik (0,0,0) dan 3 sumbu yaitu X,Y,dan Z.


(24)

Gambar 13. Marker Stone

Saat ini marker berkembang tidak hanya menggunakan ilustrasi hitam putih, namun dapat menggunakan gambar biasa, seperti pada Gambar 13.

Gambar 14. Face Tracking

Metode Markerless Augmented Reality tidak memerlukan marker untuk dapat menampilkan animasi yang dikehendaki. Dalam perkembangannya, komputer dapat mengenali wajah manusia (face) dengan mengabaikan objek-objek lain (face tracking) seperti pada Gambar 14. Tidak hanya itu, metode ini dapat mengenali wajah manusia beserta bentuk-bentuk benda yang ada disekitarnya dikenal dengan 3D tracking, atau dapat menangkap gerakan disebut dengan motion tracking.

Sumber : vuforia.com


(25)

C. Unity 3D

Gambar 15. Logo Unity

Menurut Tim Wahana Komputer (2014: 2), Unity 3D merupakan sebuah game engine, yaitu software pengolah gambar, grafik, suara, dan lain-lain yang ditujukan untuk membuat game. Unity juga mendukung pembuatan game dalam berbagai platform, misalnya Unity Web, Windows, Mac, Android, iOS, Xbox, Playstation 3 dan Wii. Untuk meningkatkan kualitas tokoh dalam game, Unity 3D mendukung penggunaan software pengolahan gambar lain, seperti: 3ds Max, Maya, Softimage, Blender, Adobe Photoshop, Adobe Fireworks, dan Allegorithmic Substance.

Pembuatan script pada Unity 3D dibangun menggunakan Mono 2.6. yang merupakan implementasi open source dari .Net Framework. Bahasa pemrograman yang didukung oleh Unity 3D, antara lain JavaScript, C#, dan Boo. Berikut beberapa penjelasan mengenai user interface dari Unity.

Gambar 16. User Interface Unity 3D

Toolbar

Inspector Hierarchy

Project Scene


(26)

Dari Gambar 16 didapati bahwa Unity 3D memiliki 5 bagian penting pada user interface, yaitu project, hierarchy, inspector, scene, dan toolbar.

1. Project

Gambar 17. Jendela Project

Jendela Project berfungsi sebagai tempat mengatur semua asset yang akan digunakan dalam membuat suatu proyek. Asset merupakan semua hal yang akan digunakan dalam pembuatan game. Komponen asset dapat dimasukkan secara manual atau dapat diunduh di Asset Store secara online. Pada Gambar 17, Jendela Project memiliki 2 bagian yaitu favorites dan folder dengan nama Assets. Bagian favorites membagi asset sesuai dengan fungsinya dan memudahkan dalam pencarian asset. Bagian folder dengan nama Assets terbagi-bagi sesuai dengan folder tempat asset disimpan.

Kumpulan asset yang dijadikan satu disebut Packages. Packages memungkinkan pengguna berbagi asset yang telah dibuat dengan pengguna lain. Bagian kecil dari packages disebut prefabs. Prefabs merupakan sebuah kontainer atau grup asset dimana dapat pula digunakan berkali-kali.

folder favorites


(27)

2. Hierarchy

Gambar 18. Jendela Hierarchy

Hierarchy berfungsi menampilkan GameObject yang digunakan dalam game. Setiap objek adalah GameObject. Namun, GameObject tidak dapat melakukan apa-apa. Game Object membutuhkan sifat khusus sebelum berubah menjadi karakter, lingkungan, atau efek khusus. Component sangat dibutuhkan untuk membuat GameObject. Component adalah grup dari suatu fungsi yang berisikan parameter-parameter yang mendefinisikan seperti apa bentuk ataupun sifat dari GameObject. Secara sederhana dapat diibaratkan Game Object sebagai panci masak kosong dan Component sebagai bahan untuk membuat masakan.

GameObject yang muncul pada Hierarchy diperoleh dengan menambahkan GameObject melalui Jendela Scene View. Pada Gambar 18 terdapat beberapa GameObject yang dapat berdiri sendiri dan ada yang dapat bergantung pada Game Object lainnya (parent-child).

GameObject yang berdiri sendiri

GameObject parent-child


(28)

3. Inspector

Gambar 19. Jendela Inspector

Pada Gambar 19, Inspector menunjukkan informasi detail sebuah GameObject, seperti menu properti pada sebuah folder atau file, termasuk semua Component dan script yang ditambahkan ke dalamnya. Script merupakan bagian untuk membuat kecerdasan buatan yang mengatur bagaimana game berjalan. Script ini berbeda dengan pemrograman. Hal ini dikarenakan script tidak dapat berdiri sendiri (stand alone) dan tidak dapat di-compile. Oleh sebab itu script pada Unity hanya dapat digunakan di lingkungan Unity saja.

4. Scene View dan Game View

Gambar 20. Scene View Component

GameObject berupa animasi, perubahan warna, script, tata letak objek, dll.

Scene Gizmo


(29)

Scene View merupakan tempat meletakkan Asset dan Game Object yang digunakan dalam game. Bagian ini memungkinkan pengguna untuk mengatur tata letak Game Object. Pada bagian kanan atas Gambar 20 terdapat tombol Scene Gizmo yang berfungsi untuk menentukan arah tampilan berdasarkan sumbu x, y, dan z. Tombol ini dapat memutar tampilan Scene View secara 3 dimensi.

Gambar 21. Game View

Game View merupakan bagian untuk menampilkan simulasi yang ada pada Scene View seperti terlihat pada Gambar 21. Game View menjadi fasilitas untuk menguji game sebelum dikompilasi.

5. Tool Bar

Gambar 22. Tool Bar

Pada Gambar 22, terdapat 5 bagian yang dapat digunakan sebagai kontrol. Bagian pertama disebut Transform Tools yang digunakan untuk transformasi dalam Scene View. Bagian kedua disebut Transform Gizmo Toggles untuk memberikan

Transform tools Transform Gizmo Toggles Play/Pause/Stop Button Layers Drop-down Layout Drop-down


(30)

efek pada Scene View Display. Bagian ketiga disebut Play/Pause/Step Buttons untuk melakukan simulasi pada Game View. Bagian keempat disebut Layers Drop-down berfungsi mengkontrol objek yang terlihat pada Scene View. Bagian kelima disebut Layout Drop-down berfungsi untuk menyusun layout view.

D. Vuforia SDK

Gambar 23. Tampilan Support Website Vuforia

Vuforia merupakan Augmented Reality Software Development Kit (SDK) untuk perangkat bergerak yang memungkinkan pembuat aplikasi Augmented Reality. Vuforia menggunakan teknologi Computer Vision untuk mengenali dan melacak marker atau image target dan objek 3D sederhana secara real-time. Vuforia dapat diakses pada alamat developer.vuforia.com dengan cara mendaftar sebagai member. Setelah melakukan verifikasi melalui email, pengguna dapat langsung log in. Pada Vuforia versi 4 diperlukan lisensi untuk setiap folder target yang dibuat. Lisensi dapat dibuat secara gratis maupun berbayar dan dapat


(31)

disesuaikan untuk perangkat lain yang akan digunakan, seperti SDK untuk Eclipse, Xcode atau Unity. Untuk memudahkan, ada baiknya nama lisensi disesuaikan dengan nama folder yang akan dibuat.

Gambar yang diunggah (image target) akan ditempatkan pada sebuah folder. Vuforia menyediakan 2 model basisdata yang dapat digunakan yaitu device database dan cloud database. Device database merupakan basisdata yang dapat diakses secara langsung karena letaknya lokal tanpa memerlukan koneksi internet. Basisdata ini dapat menyimpan sampai 100 gambar. Cloud database merupakan basisdata yang memerlukan koneksi internet untuk mengaksesnya. Basisdata ini dapat menyimpan sampai 1.000.000 gambar. Kecepatan pendeteksian pada cloud database tergantung pada kecepatan koneksi internet. Pada device database, semua gambar yang akan digunakan disimpan dalan sebuah folder. Folder yang dibuat dapat diunduh menjadi ekstensi untuk SDK maupun Unity. Jika memerlukan gambar tertentu dapat memilih gambar yang diperlukan untuk diunduh.

Vuforia juga menjelaskan bagaimana memberikan penilaian/rating untuk setiap gambar yang diunggah. Rating yang diberikan memiliki rentang antar nol sampai lima. Nol berarti gambar tidak dapat terdeteksi. Lima berarti gambar dapat terdeteksi dengan baik. Semakin tinggi rating berarti gambar semakin bagus dan rumit, semakin rendah rating berarti gambar tidak terlalu bagus dan sederhana. Gambar dapat diunggah ke website Vuforia dengan ketentuan ukuran lebar 320 piksel dan besar maksimal 2Mb.

Ada beberapa bagian gambar yang digunakan untuk membantu image target dapat terdeteksi dengan baik, yaitu :


(32)

Feature

Feature adalah ketajaman, pahatan detail dari gambar, seperti tekstur yang terdapat pada objek. Analisa gambar merepresentasikan feature dengan tanda silang kecil berwarna kuning. Keterangan representasi ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Keterangan Representasi Feature

Persegi memiliki empat feature untuk setiap sudutnya.

Lingkaran tidak memiliki feature baik sudut maupun detail tajam.

Objek ini memiliki 2 feature pada masing-masing sudutnya.

Catatan: didalam definisi feature tadi termasuk sudut yang tidak runcing dan organic edges bukan dianggap sebagai feature.

Local Contrass

Baik atau tidaknya kontras seringkali sulit dikenali langsung dengan mata. Cara untuk meningkatkan rating gambar dengan menaikkan kontras gambar atau memilih gambar dengan detail yang lebih banyak. Organic shape, round detail, blurred, atau gambar dengan kompresi tinggi seringkali tidak memberikan cukup detail untuk dideteksi dan dijejaki dengan baik. Tabel 3 merupakan contoh permasalahan local contrass.


(33)

Tabel 3. Contoh Permasalahan Local Contrass

Gambar yang Telah diunggah

Detail Analisa Gambar Asli Rating : Gambar dengan Kontras Sedang Rating: Gambar dengan Kontras Tinggi Rating:

Dari Tabel 3, gambar dengan kontras tinggi dapat menaikkan rating. Kontras gambar yang tinggi memberikan gambar cukup detail untuk dijejaki.

Feature Distribution

Feature distribution yang merata menyebabkan gambar dapat terdeteksi dengan baik. Pemeriksaan tanda silang kuning dapat menunjukkan apakah feature distribution merata atau tidak di seluruh gambar, seperti pada Tabel 4.


(34)

Tabel 4. Keterangan Features Distribution

Gambar yang diunggah Analisis Gambar Rating

Featuredistribution sangat jelek. Feature

merepresentasikan beberapa area gambar. Feature

seharusnya terdistribusi secara merata pada gambar.

 Hindari gambar berulang

Meskipun beberapa gambar memiliki cukup feature dan kontras yang baik, pola berulang mengganggu performa deteksi. Jika ingin memperoleh hasil terbaik, pilih gambar tanpa pola berulang.

Tabel 5. Keterangan Deteksi Gambar Berulang Gambar yang diunggah Analisis Gambar Rating

Rating:

Gambar ini tidak dapat dideteksi. Cara agar tetap dapat dideteksi yaitu dengan menyiapkan gambar alternatif atau memodifikasi gambar tersebut. Meskipun gambar memiliki features yang cukup, kontras yang baik, namun pola berulang menghalangi performa pendeteksian. Untuk hasil terbaik, pilihlah gambar tanpa pengulangan motif (sekalipun jika dirotasi atau diperbesar).

Tabel 5 memperlihatkan bahwa rating gambar tidak ada. Hal ini semakin menegaskan bahwa pola berulang tidak dapat dijajaki walaupun gambar memiliki feature, kontas, dan feature distribution yang cukup baik.


(35)

E. Blender

Blender merupakan salah satu alat untuk membuat objek 3D yang bersifat open source. Blender mendukung pembuatan model bentuk 3D, pergerakan makhluk hidup, animasi, simulasi, rendering, compositing dan pelacakan gerak, bahkan video editing dan penciptaan permainan. Ukuran Blender yang tidak terlalu besar membuat Blender dapat digunakan dengan ringan. Blender dapat dijalankan pada Linux, Windows dan Macintosh. Berikut beberapa penjelasan mengenai user interface dari Blender.

Gambar 24. User Interface Blender Default

Pada Gambar 24, Blender memiliki 5 bagian utama, yaitu: Main Menu, 3D View, Timeline, Outline, Properties.

1. Main Menu

Main Menu berfungsi untuk mengubah tampilan Blender dan mengatur user preferences yang dapat diatur oleh pengguna. Pada ujung kanan atas selalu ada informasi tentang Blender dan sumber daya yang digunakan seperti pada Gambar 24a. Main Menu 3D View Timeline Properties Outline


(36)

Gambar 24a. Main Menu Blender Default 2. 3D View

Jendela ini berfungsi untuk membuat objek, memanipulasi objek, mengatur pencahayaan, dan mengatur sudut pandang kamera.

Gambar 24b. 3D View Default 3. Timeline Window

Jendela ini berfungsi untuk mengatur timeline dalam pembuatan animasi.

Gambar 24c. Timeline Window Default

Informasi blender dan sumber dayanya


(37)

4. Outline Window

Outline Window memuat semua objek dalam sebuah scene. Outline Window berguna ketika bekerja dengan scene yang besar dengan banyak item. Pengguna dapat memilih tipe elemen dan elemen mana yang ditampilkan.

Gambar 24d. Outline Window Default 5. Properties Window

Properties Window berisi panel fungsi setiap objek yang ada. Pengguna juga dapat memberikan fungsi-fungsi khusus kepada objek khusus, misalnya gerakan tubuh pada objek manusia.

Gambar 24e. Properties Window Default

F. Diagram Use Case

Rosa A.S. dan M. Shalahuddin (2011:157) menyatakan bahwa diagram use case merupakan pemodelan untuk memetakan sifat dari sebuah sistem yang akan dibuat. Secara sederhana diagram use case digunakan untuk mengetahui fungsi apa


(38)

saja yang ada di dalam sebuah sistem informasi dan siapa saja yang berhak menggunakan fungsi-fungsi itu. Ada 2 hal utama pada diagram use case, yaitu: aktor dan use case. Aktor merupakan orang, proses, atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem informasi yang akan dibuat. Walaupun simbol aktor berbentuk orang tapi belum tentu aktor merupakan orang. Use case merupakan fungsionlitas yang disediakan sistem sebagai unit-unit yang saling bertukar pesan atar unit atau aktor. Berikut merupakan simbol yang digunakan pada diagram use case.

Tabel 6. Simbol Diagram Use Case

Simbol Deskripsi

Use Case

Dinyatakan menggunakan kata kerja di awal frase nama use case.

Aktor

Aktor merupakan orang, proses, atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem informasi yang akan dibuat. Walaupun simbol aktor berbentuk orang tapi belum tentu aktor merupakan orang.

Asosiasi

Interaksi antara aktor dan use case.

Ekstensi

Relasi tambahan yang dapat berdiri sendiri. Panah mengarah pada use case yang ditambahkan.

Include

Relasi tambahan sebagai syarat untuk melakukan use case lain.

G. Pengembangan Perangkat Lunak

Pada awal pengembangan perangkat lunak, para pembuat program langsung melakukan pengodean tanpa menggunakan suatu prosedur terstruktur sehingga

<<extend>>


(39)

banyak masalah yang terjadi. Sekitar tahun 1960 muncul Software Development Life Cycle (SDLC). Rosa A.S. dan M. Salahuddin (2011:23) menyatakan bahwa Software Development Life Cycle merupakan suatu proses pengembangan atau pengubahan perangkat lunak menggunakan model atau metodologi yang sudah teruji baik. Terdapat beberapa tahapan Software Development Life Cycle secara global, yaitu: inisiasi, pengembangan konsep sistem, perencanaan, analisis kebutuhan, desain, pengembangan, integrasi dan pengujian, implementasi, operasi dan pemeliharaan, disposisi.

Software Development Life Cycle memiliki beberapa model dalam penerapan prosesnya. Model yang umum digunakan antara lain:

1. Model Waterfall

Model ini disebut sebagai alur hidup klasik yang dibuat secara urut dari analisis, desain, pengodean, pengujian, dan tahap pendukung, seperti ditunjukkan pada Gambar 25.

Gambar 25. Konsep SDLC-Waterfall a. Analisis Kebutuhan

Tahap analisis ini adalah tahap dimana pembuat sistem menganalisis sifat dan program yang akan dibuat. Hasil analisis diolah dan digunakan untuk menyusun sistem yang akan dibuat. Semua dilakukan untuk memudahkan pengguna.


(40)

b. Desain Sistem

Tahap ini merupakan blueprint dari tampilan sistem yang akan dibuat. Dengan menyelesaikan dua tahap sebelumnya, maka desain dapat dibuat sesuai dengan keinginan pengguna.

c. Pengkodean

Tahap ini dilakukan untuk mengubah desain menjadi bahasa pemrograman yang dimengerti melalui proses coding.

d. Pengujian

Pengujian merupakan tahapan yang cukup penting. Tahap ini menguji semua yang telah dibuat supaya tidak terjadi error dan hasilnya sesuai dengan apa yang sudah didefinisikan atau dibutuhkan pengguna.

2. Model Prototype

Prototype merupakan pendekatan dengan cara mendemonstrasikan sebuah perangkat lunak bekerja atau komponen-komponen perangkat lunak akan bekerja dalam lingkungannya sebelum tahapan konstruksi aktual dilakukan (Howard, 1997). Teknik ini memberikan peran besar kepada pengguna untuk terlibat aktif dalam pembuatan. Perubahan bisa saja terjadi sejalan dengan mulai terbentuknya prototype. Kesalahan pada prototype dapat dideteksi lebih dini.

Ada beberapa model prototype yaitu reusable prototype (protoype yang akan ditransformasikan menjadi produk final), throw a way prototype (prototype yang akan dibuang setelah produk utama jadi), input/output prototype (prototype yang terbatas pada antar muka/user interface), processing prototype (prototype yang


(41)

1. Listen to Customer 2. Build/revise mock-up 3. Customer test-drives mock-up

meliputi perawatan file dasar dan proses-proses transaksi), system prototype (prototype yang berupa model lengkap perangkat lunak).

Gambar 26. Konsep SDLC-Prototype

Bedasarkan Gambar 26, metode Prototype memiliki 3 proses yaitu listen to customer, build/revise mock-up, dan customer test-drives mock-up. Ketiga proses tersebut dilakukan berulang-ulang sampai mendapatkan hasil yang maksimal. Lebih jelasnya, setiap proses akan dijabarkan sebagai berikut.

a. Mendengarkan Konsumen (Listen to Customer)

Tahap ini pembuat sistem mencari informasi berupa tujuan umum dan kebutuhan konsumen serta mengumpulkan semua alat yang akan digunakan. b. Membangun/Memperbaiki Prototype (Build/Revise Mock-Up)

Tahap ini pembuat sistem melakukan perancangan dan implementasi sistem. Perancangan harus dilakukan secara cepat karena rancangan ini mewakili semua aspek software dan menjadi dasar pembuatan prototype.

c. Uji Coba kepada Konsumen (Customer Test-Drives Mock-Up)

Tahap ini pembuat mengujikan prototype kepada konsumen. Konsumen memberikan masukan guna memperbaiki supaya sistem lebih baik.


(42)

H. Pengujian Beta

Sistem yang dievaluasi tentunya harus diuji keberhasilannya. Salah satu pengujian yang umum digunakan adalah pengujian beta. Pengujian beta merupakan pengujian yang dilakukan oleh pengguna untuk mengetahui apakah sistem yang dibuat telah sesuai dengan kebutuhan. Pengguna juga memberikan saran untuk mengevaluasi semua aspek aplikasi. Targetnya adalah pengguna aplikasi yaitu penggiat seni, wisatawan, pedagang batik. Pengujian akan menggunakan kuisioner pertanyaan yang mengacu pada aspek jaminan kualitas perangkat lunak di atas. Perhitungan hasil jawaban pengguna di hitung dalam persentase, yaitu:

P = (J/TR)*100% Keterangan:

TR : Total Responden

J : Banyaknya jawaban tiap aspek P : Persentase jawaban

I. Jaminan Kualitas Perangkat Lunak

Dalam pembuatan perangkat lunak tentunya dibutuhkan suatu standar untuk dapat menguji kelayakan suatu perangkat lunak. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk menguji kualitas perangkat lunak. Salah satunya diungkapkan oleh McCall. Menurut McCall dalam Nastiti (2012: 36), faktor-faktor penentu kualitas perangkat lunak dipaparkan sebagai berikut.

1. Correctness, sejauh mana suatu perangkat lunak memenuhi spesifikasi dan tujuan penggunaan perangkat lunak dan user.


(43)

2. Reliability, sejauh mana keakuratan suatu perangkat lunak dalam melaksanakan fungsinya.

3. Efficiency, banyaknya sumber daya komputasi dan kode program yang dibutuhkan suatu perangkat lunak untuk melakukan fungsinya.

4. Integrity, sejauh mana akses ke perangkat lunak dan data oleh pihak yang tidak behak dapat dikendalikan.

5. Usability, usaha yang diperlukan untuk mempelajari, mengoperasikan, menyiapkan input, dan mengartikan output dari perangkat lunak.

6. Maintainability, usaha yang diperlukan untuk menetapkan dan memperbaiki kesalahan dalam program.

7. Testability, usaha yang diperlukan dalam pengujian program untuk memastikan bahwa program melaksanakan fungsi yang ditetapkan.

8. Flexibility, usaha yang diperlukan untuk memodifikasi program operasional.

9. Portability, usaha yang diperlukan untuk memindahkan program dari perangkat keras/lingkungan sistem perangkat lunak tertentu ke yang lainnya.

10. Reusability, tingkat kemampuan program/bagian dari program yang dapat dipakai ulang dalam aplikasi lainnya, berkaitan dengan paket dan lingkup dari fungsi yang dilakukan oleh program.

11. Interoperability, usaha yang diperlukan untuk menggabungkan satu sistem dengan yang lainnya.


(44)

J. Penelitian yang Relevan

1. Rancang Bangun Perangkat Lunak Pengenalan Motif Batik Berbasis

Augmented Reality

Mario Fernando Rentor (2013) telah meneliti pembuatan perangkat lunak pengenalan motif batik berbasis Augmented Reality menggunakan Vuforia SDK untuk Android (versi 2.2 Froyo sampai 4.0 Ice Cream Sandwich). Perangkat lunak ini digunakan sebagai media promosi dan edukasi bagi pembeli batik. Tujuannya mengedukasi pembeli tentang makna batik. Informasi yang ditampilkan berbentuk poin-poin mengenai zat pewarna batik yang digunakan, unsur yang terdapat pada motif, ciri khas motif, makna filosofi motif, dan kegunaan motif. Terdapat 11 motif yang digunakan, yaitu: Cuwiri, Sidomukti, Kawung, Pamiluto, Parang Kusumo, Ceplok Kasatrian, Nitik Karawitan, Truntum, Ciptoning, Tambal, dan Slobog.

Setelah dilakukan pengujian, aplikasi dapat menampilkan informasi batik tertentu bergantung marker yang telah diregistrasi dan belum mampu mendeteksi motif secara spesifik (hanya berupa referensi dari gambar). Hal ini disebabkan API Vuforia versi awal belum sempurna untuk mengenali motif batik secara spesifik.

2. Pemanfaatan Augmented Reality ke Dalam Brosur Interaktif untuk Meningkatkan Rating pada E-Supermuseumbatik Indonesia

Edo Kristanto dan kawan-kawan (2013) membuat brosur interaktif untuk mempromosikan website esupermuseumbatik.com. Brosur interaktif ini disertai dengan teknologi Augmented Reality supaya pengunjung lebih tertarik untuk mengunjungi website esupermuseumbatik.com. Aplikasi Augmented Reality dibangun menggunakan ArToolkit. Marker yang digunakan berupa marker persegi


(45)

hitam putih. Aplikasi ini memunculkan objek 3D berupa alat membatik (anglo, canting, wajan) dan silinder dengan corak batik.

3. Aplikasi Augmented Reality Sebagai Media Pengenalan Batik Nusantara Berbasis Andorid

Muh Muzammil Latif (2014) meneliti aplikasi Augmented Reality sebagai pengenal batik nusantara. Aplikasi dirancang dengan menggunakan Blender untuk membuat objek baju batik 3D yang kemudian diproses menggunakan software Unity 3D dengan tambahan Vuforia SDK. Aplikasi berisi 32 motif batik nusantara dengan objek baju batik 3D dan informasinya serta dapat berfoto menggunakan baju 3D. Aplikasi ini diuji dengan metode kuisioner kepada 3 masyarakat dan 2 pekerja batik yang menghasilkan kesimpulan aplikasi dapat dijalankan dengan mudah(68%), tampilan menarik (72%), dan aplikasi bermanfaat ( 72%).

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah ada, pembuatan aplikasi Augmented Reality Batik 3D mungkin untuk dilakukan. Terdapat beberapa alat yang dapat digunakan guna pembuatan aplikasi. Beberapa penelitian masih menggunakan marker hitam putih. Dengan berjalannya waktu, teknologi Vuforia dan versi Android semakin berkembang. Hal ini menjadi peluang untuk menginovasi aplikasi yang mengenalkan makna batik dari sisi pembaharuan Vuforia dan versi Android. Selain itu, belum ada penelitian yang mengungkap penampakan batik 3D yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Aplikasi Augmented Reality Batik 3D dibuat untuk memvisualisasikan motif batik dalam bentuk 3D khususnya batik dengan ragam hias geometris. Hal ini dapat menambah wawasan tentang berbagai motif batik yang ada.


(46)

1

DAFTAR PUSTAKA

A.S., Rosa & Shalahuddin, M. (2011). Rekayasa Perangkat Lunak. Modula. Bandung.

Arini , Asti M. & Ambar B. (2011). Batik : Warisan Adiluhung Nusantara. Andi Offset. Yogyakarta.

Azwar, Saifuddin. (2010). Metode Penelitian. Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta. Azuma, Ronald T. (1997). A Survey of Augmented reality. Journal. Presence:

Teleoperators and Virtual Environments. vol. 6, no. 4, Aug., pp.355385. Diakses dari http://www.cs.unc.edu/~azuma/ARpresence.pdf pada tanggal 4 Maret 2015 pukul 09.55 WIB.

Binus. (2012). Mengenal Augmented Reality. Diakses dari http://socs.binus.ac.id/2012/03/10/mengenal-augmented-reality/ pada tanggal 4 Maret 2015, pukul 08.51 WIB .

Deputi 5. (2009). Batik Indonesia. Diakses dari http://data.kemenkopmk.go.id/content/batik-indonesia pada tanggal 27 Agustus 2015, pukul 10.32 WIB.

KBBI. (2015). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Diakses dari http://kbbi.web.id/batik pada tanggal 4 Maret 2015, pukul 09.36 WIB. Kristanto, Edo. (3013). Pemanfaatan Augmented Reality ke Dalam Brosur

Interaktif untuk Meningkatkan Rating pada E-Supermuseumbatik Indonesia. Skripsi. Universitas Dian Nuswantoro.

Latif, Muh Muzamil. (2014). Aplikasi Augmented Reality sebagai Media Pengenalan Batik Nusantara Berbasis Android. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Lazuardy, Senja. (2012). Masa Lalu, Kini, dan Masa Depan Teknologi 'Augmented

Reality'. Diakses dari

http://tekno.kompas.com/read/2012/05/02/00265964/masa.lalu.kini.dan. masa.depan.teknologi.augmented.reality pada tanggal 11 Agustus 2015, pukul 09.59 WIB.

Lisbijanto, Herry. (2013). Batik. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Nastiti. (2012). Sistem Informasi Transaksi Di LIMUNY Lounge. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.


(47)

Pamungkas, E.A. (2010). Batik – Mengenal Batik dan Cara Mudah Membuat Batik. Gita Nagari. Yogyakarta.

Rinjani, Muhammad Angga. (2013). 4 Metodologi Pengembangan Software berbasis SDLC (Software Development Life Cycle). Diakses dari http://andgaa.web.id/4-metodologi-pengembangan-software-berbasis-sdlc-software-development-life-cycle/ pada tanggal 30 Maret 2015, pukul 14.10 WIB.

Rentor, Mario Fernando. (2013). Rancang Bangun Perangkat Lunak Pengenalan Motif Batik Berbasis Augmented Reality. Tesis. Pasca Sarjana Universitas Atmajaya Yogyakarta.

Samsi, Sri Soedewi. (2007). Teknik dan Ragam Hias Batik. Yogyakarta.

Supriyanto. (2013). Augmented Reality. Diakses dari http://www.vedcmalang.com/pppptkboemlg/index.php/menuutama/tekno logi-informasi/527-realita-tertambah pada tanggal 9 April 2015, pukul 13.24 WIB.

Vuforia Library. (2015). Natural Features and Image Ratings. Diakses dari https://developer.vuforia.com/library/articles/Solution/Natural-Features-a nd-Ratings pada tanggal 9 Juli 2015, pukul 10.42

Tim Wahana Komputer. (2014). Mudah Membuat Game 3 Dimensi Menggunakan Unity 3D. Andi Offset. Semarang.

Wikipedia. (2014). Realitas Bertambah. Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Realitas_tertambah pada tanggal 4 Maret 2015, pukul 08.51 WIB.


(48)

(49)

Lampiran 1 Main Menu.cs

using UnityEngine;

using System.Collections;

public class MainMenu : MonoBehaviour {

//public Texture Icon Apikasi;

public Texture gambarPanduan, gambarPanduan1,

gambarPanduan2;

public string Panduan,Panduan1, Panduan2;

public Texture Keluar;

public Texture IconMulai;

public Texture IconPanduan;

public Texture IconKeluar;

public bool MenuPanduan=false;

public Vector2 PosScrol = Vector2.zero;

void Start () {

}

public void OnGUI()

{

// membuat GUI button

if (GUI.Button (new Rect (Screen.width / 3,

Screen.height / 4 - 100,

Screen.width / 3, Screen.height / 8+40), IconMulai))

{

//link ke scene mulai

Application.LoadLevel ("AR Batik 3D"); }

if (GUI.Button (new Rect ( Screen.width / 3,

Screen.height / 4+40 ,

Screen.width / 3, Screen.height / 8), IconPanduan))

{

//pop up menu informasi akan aktif

MenuPanduan = true;

}

if (GUI.Button (new Rect ( Screen.width / 3,

Screen.height / 4 + 140,

Screen.width /3, Screen.height / 8), IconKeluar))

{

//link keluar scene Application.Quit(); }

if (MenuPanduan == true)


(50)

GUI.BeginGroup(new Rect(Screen.width/4, Screen.height/10,

500, 750));

GUI.Box(new Rect(0,50,600,360),"Panduan");

if(GUI.Button(new Rect(0,50,30,30), Keluar))

{

MenuPanduan=false;

}

//membuat scroll pada pop up

PosScrol=GUI.BeginScrollView(new

Rect(30,0,440,390), PosScrol,new Rect (0,0,1340,200));

//membuat box untuk gambar panduan

GUI.DrawTexture(new Rect (0,90,440,210),

gambarPanduan);//menampilkan gambar panduan

Panduan = GUI.TextArea(new Rect(0,300,440,50),

Panduan, 100); //text pada panduan

GUI.DrawTexture(new

Rect(450,90,440,210),gambarPanduan1);

Panduan1 = GUI.TextArea(new

Rect(450,300,440,50), Panduan1, 250);

GUI.DrawTexture(new

Rect(900,90,440,210),gambarPanduan2);

Panduan2 = GUI.TextArea(new

Rect(900,300,440,50), Panduan2, 250); GUI.EndScrollView(); GUI.EndGroup(); }

if (Input.GetKeyDown(KeyCode.Escape))

Application.Quit(); }

void Update () {

if (Input.GetKeyDown(KeyCode.Escape))

Application.Quit(); //

} }


(51)

Lampiran 2 Gismo.cs

using UnityEngine;

using System.Collections;

public class Gizmo : MonoBehaviour {

public float gizmoSize= 1;

public Color gizmoColor = Color.yellow;

// Use this for initialization

void OnDrawGizmos () {

Gizmos.color = gizmoColor;

Gizmos.DrawWireSphere (transform.position, gizmoSize); }

}

Scroll.cs

using UnityEngine;

using System.Collections;

public class Scroll : MonoBehaviour {

public float speed = 0.1F;

// Use this for initialization

void Start () {

}

void Update () {

if (Input.GetKeyDown(KeyCode.Escape))

Application.Quit(); //

if (Input.touchCount > 0 && Input.GetTouch(0).phase == TouchPhase.Moved) {

// Get movement of the finger since last frame Vector2 touchDeltaPosition =

Input.GetTouch(0).deltaPosition;

// Move object across XY plane

transform.Rotate(touchDeltaPosition.x * speed, touchDeltaPosition.y * speed, 0);

} }


(52)

Lampiran 3 Revisi Buku Saku

1. Perbaikan isi dan penambahan makna batik 2. Penyesuaian ornamen dengan motif marker 3. Ukuran buku saku diperkecil


(53)

(54)

(55)

(56)

(57)

(58)

(59)

(60)

Lampiran 4

 Rotasi-x 45o

� = , % � + , % � + % � + , % � + , % � + , % � +

% � + % � + % � + % � + % � + % �

� = ,

 Rotasi-y 30o

� = % � + , % � + , % � + , % � + % � + , % � +

% � + , % � + , % � + , % � + , % � + , % � + , % �

� = ,

 Rotasi-z 45o

� = % � + % � + % � + % � + % � + , % � + , % � +

, % � + , % � + , % �

� = ,

 Rotasi-x 45o, y 30o

� = , % � + , % � + , % � + % � + % � + % � +

, % � + , % � + , % � + , % � + % � + % � + , �

� =

 Rotasi-y 30o, z 45o

� = , % � + % � + , % � + % � + , % � + % � + , % � +

% � + , % � + , % � + , % � + % � + , % � + , �


(61)

 Rotasi-x 45o, z 45o

� = , % � + , % � + % � + % � + % � + , %� + , % � +

% � + , % � + , % � + , % � + , % � + , % � + , % �


(62)

Lampiran 5


(63)

(64)

(65)

(66)

(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

(73)

(74)

(75)

(76)

(77)

(78)

(79)

(80)

(81)

(82)

(83)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)