POSTPARTUM BLUES DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI INTERPERSONAL : STUDI ANALISA TEORI JOHARI WINDOW.

(1)

POSTPARTUM BLUES DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI INTERPERSONAL

(Studi Analisa Teori Johari Window)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Komunikasi (S.I.Kom.) dalam Bidang Ilmu Komunikasi

Oleh : Vonny Ariesta NIM. B76213095

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Vonny Ariesta, B76213095, 2017. Postpartum Blues dalam Perspektif Komunikasi Interpersonal (Studi Analisa Teori Johari Window)

Kata kunci : Postpartum Blues, Komunikasi Interpersonal

Penelitian ini bermula dari adanya fenomena postpartum blues pada ibu setelah melahirkan. Untuk mengetahui komunikasi interpersonal yang terjadi, maka peneliti mengadakan sebuah penelitian tentang postpartum blues dalam perspektif komunikasi interpersonal. Fokus penelitian ini, yaitu Bagaimana komunikasi interpersonal yang dilakukan ibu yang mengalami postpartum blues dengan keluarga?

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan pendekatan fenomenologi dan jenis penelitian kualitatif. Informan penelitian ini adalah ibu yang mengalami postpartum blues dengan jumlah 4 informan di Desa Panjunan, dan Desa Dungus, serta pendekatan penelitian praktek interpretif memiliki asumsi subjektivitas tentang hakikat pengalaman nyata dan tatanan sosial.

Berdasarkan hasil penelitian di dapat bahwa komunikasi interpersonal secara langsung yang dilakukan ibu yang mengalami postpartum blues dengan keluarga, ada dua karakter yaitu karakter pertama, saling terbuka dan feedback sesuai dengan hal tersebut dan karakter kedua, terbuka akan tetapi hanya sedikit feedback. Komunikasi interpersonal secara tidak langsung yang dilakukan ibu yang mengalami postpartum blues dengan keluarga, ada tiga karakter, yaitu karakter pertama, saling terbuka dan feedback sesuai dengan hal tersebut, karakter kedua, terbuka akan tetapi hanya sedikit feedback, dan karakter ketiga, sedikit terbuka, sedikit feedback. Hambatan-hambatan komunikasi interpersonal yang dilakukan ibu yang mengalami postpartum blues dengan keluarga, hambatan yang paling mendominasi dari teori Johari Window, yaitu hambatan teknis, hambatan psikologi, dan hambatan kerangka berpikir


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI………... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v

KATA PENGANTAR... vi

ABSTRAK (Bahasa Inggris)………..……… ix

ABSTRAK (Bahasa Indonesia)... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR GAMBAR... xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian... 1

B. Fokus Penelitian... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu... 9

F. Definisi Konsep Penelitian... 11

G. Kerangka Pikir Penelitian………..………….. 14


(8)

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian……… 17

2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian……….. 18

3. Jenisdan Sumber Data……….. 20

4. Tahap-Tahap Penelitian………. 21

5. Teknik Pengumpulan Data……… 24

6. Teknik Analisa Data……….. 25

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data……… 25

I. Sistematika Penelitian………. 27

BAB II : POSTPARTUM BLUES DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI INTERPERSONAL A. Kajian Pustaka... 29

1. Postpartum Blues……….….. 29

2. Komunikasi Interpersonal……….. 38

B. Kajian Teori... 47

BAB III : PAPARAN DATA PENELITIAN POSTPARTUM BLUES DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI INTERPERSONAL A. Deskripsi Data Penelitian……... 54

1. Pasangan dengan Selisih 1-3 Tahun……….. 55

2. Pasangan dengan Selisih 4-6 Tahun……….. 56

3. Pasangan dengan Selisih 7-9 Tahun……….….. 57

4. Pasangan dengan Selisih 10-12 Tahun…….……….. 58


(9)

1. Cara Komunikasi Interpersonal secara Langsung yang Dilakukan Ibu

yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga………. 66

2. Cara Komunikasi Interpersonal secara Langsung yang Dilakukan Ibu yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga……...….. 74

3. Hambatan-Hambatan Komunikasi Interpersonal yang Dilakukan Ibu yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga…...….. 80

BAB IV : INTERPRETASI HASIL PENELITIAN POSTPARTUM BLUES DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI INTERPERSONAL A. Analisis Data... 87

1. Komunikasi Interpersonal secara Langsung yang Dilakukan Ibu yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga………... 87

2. Komunikasi Interpersonal secara Tidak Langsung yang Dilakukan Ibu yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga……….. 90

3. Hambatan-Hambatan Komunikasi Interpersonal yang Dilakukan Ibu yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga………... 93

B. Konfirmasi dengan Teori... 102

BAB V : PENUTUP A. Simpulan... 113

B. Rekomendasi………...………… 114

DAFTAR PUSTAKA... 116

BIODATA PENULIS... 120


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Sebuah kehidupan yang dijalani, pasti menginginkan sebuah kebahagiaan, kesejahteraan, ketentraman, kenyamanan, keadilan dan ketenangan. Akan tetapi jika semua itu dapat dilalui tanpa adanya sebuah permasalahan atau gangguan. Saat kita menyesuaikan diri pada hal yang baru pasti akan mengalami sebuah ketidaknyamanan. Akan tetapi jika kita memahami dan mengatahui situasi dan kondisi, maka akan timbul semua keinginan dalam menjalani hidup. Berbeda lagi saat gangguan itu muncul pada ibu yang sedang melahirkan. Seorang ibu atau wanita hamil akan mengalami sebuah kekhawatiran dalam menjalani proses kehamilannya apalagi saat proses persalinan.

Bagi wanita yang baru mengalami kehamilan untuk pertama kali, kecemasan sering menyertai proses kehamilan tersebut karena banyak perubahan yang akan dihadapi. Untuk itu agar kehamilan dan melahirkan dapat berjalan lancar dan dapat dinikmati, perlu persiapan baik secara fisik maupun mental. Setiap ibu hamil yang akan melahirkan anak pertama akan merasakan kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang sudah pernah melahirkan anak pertamanya. Karena itu merupakan pengalaman pertama yang ibu hamil rasakan.


(11)

2

Wajar jika seorang ibu hamil mengalami kecemasan. Kecemasan atau ansietas ibu hamil yang akan menghadapi proses persalinan salah satu masalah gangguan emosional yang sering ditemui dan menimbulkan dampak psikologis cukup serius.1 Misalnya kekhawatiran dalam persalinan normal atau caesar, ketidakmampuan untuk memberikan yang terbaik pada bayi, atau si ibu tidak mempunyai rasa percaya diri selama mengalami kehamilan serta proses persalinan yang akan dihadapi. Hal tersebut membutuhkan adanya dukungan dari orang-orang terdekat terutama pada keluarga.

Melahirkan bayi merupakan suatu peristiwa penting yang sangat dinanti-natikan oleh sebagian besar perempuan. Menjadi seorang ibu membuat seorang perempuan merasa telah berfungsi untuk dalam menjalani kehidupannya, di samping beberapa fungsi yang lain, seperti sebagai istri, sebagai bagian dari keluarga, sebagai anak dari kedua orang tuanya, serta sebagai anggota dari keluarga besar dan masayarakat.2 Kelahiran anak pertama ini sangat dinantikan oleh keluarga dan suami. Sedangkan pada ibu yang telah melahirkan anaknya, mengatakan bahwa merawat anak memang susah dan melelahkan akan tetapi bantuan dari orang tua sangat mendukung untuk merawat bayi. Dengan adanya orang tua (terutama ibu) dapat mengajarkan cara untuk merawat bayi.

Kebahagiaan mungkin tidak akan dirasakan oleh sebagian ibu yang tidak berhasil menyesuaikan diri terhadap sejumlah faktor perubahan seperti fisik dan

1Syaifurrahman Hidayat dan Sri Sumarni, “Kecemasan Ibu Hamil dalam Menhadapi Proses

Persalinan”, Jurnal Kesehatan, Wiraraja Medika, vol III no. 2, 2013, hml 67

2

SD. Elvira, Depresi Pasca Persalinan, (Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006), hlm 5


(12)

3

emosional. Mereka bahkan dapat mengalami berbagai gangguan emosional dengan berbagai gejala, sindroma dan faktor resiko yang berbeda-beda. Gangguan emosional atau gangguan hormon pasca persalinan umumnya dibagi menjadi tiga bentuk yaitu

postpartum blues, depresi postpartum, dan psikosis postpartum. Berkaitan dengan

penelitian ini, maka peneliti akan meneliti mengenai postpartum blues atau baby blues.3

Baby blues adalah bentuk depresi yang paling ringan. Biasanya, yang timbul

antara 2 hari hingga 2 minggu setelah melahirkan. Lamanya depresi juga tidak terlalu berlarut-larut, sekitar 2 minggu saja. Yang pasti baby blues dialami hingga 80% ibu yang baru melahirkan.4 Gejala yang ditimbulkan akibat sosial dan lingkungan seperti tekanan dalam hubungan pernikahan dan hubungan keluarga, riwayat sindrom pramenstruasi, rasa cemas, rasa takut tentang persalinan dan depresi masa hamil serta penyesuaian sosial yang buruk.5 Dalam dunia kesehatan, postpartum blues merupakan gangguan hormon pada ibu pasca melahirkan. Hal itu wajar dan biasanya akan hilang dengan sendirinya tanpa ada penanganan, akan tetapi bisa juga menjadi fatal jika tidak memahami situasi dan kondisi yang dialami ibu yang mengalami

postpartum blues.

Dari beberapa hasil kasus baby Blues atau postpartum blues ditemukan, dari penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2009) menyatakan bahwa 44% sebanyak 11 orang mengalami gejala postpartum blues dan 56% sebanyak 14 orang tidak

3 Krisdiana Wijayanti, dkk, “

Gambaran Faktor-faktor Resiko Pospartum Blues di Wilayah Kerja Pukesmas Blora” Junal Kebidanan, vol II no. 5 Oktober 2013, hlm 57

4

Mirza Maulana, Penyakit Kehamilan dan Pengobatannya, (Jogjakarta : Katahati, 2012), hlm 218

5


(13)

4

mengalami gejala postpartum blues. Penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih (2010) di RSUD Saras Husada Purworejo menyatakan bahwa ibu yang mengalami

postpartum blues sebanyak 45,19%. Penelitian di Bandung, mengemukakan angka

kejadian postpartum blues pada ibu pasca persalinan meningkat sebanyak 10% dari 15% menjadi 25%.

Beberapa penelitian yang membahas baby blues atau postpartum blues yang menjadi acuan dalam penelitian ini, seperti pada penelitian Vivin (2013) yang menyimpulkan bahwa dukungan keluarga yang diberikan dapat berupa kasih sayang, perhatian, pemberian materi, membantu dalam merawat bayi, membantu untuk memecahkan sebuah masalah.6 Akan tetapi dukungan keluarga juga dipengaruhi oleh usia suami, perilaku keluargam dan status sosial ekonomi keluarga. Sedangkan pada penelitian Setyowati (2006) mengenai studi faktor kejadian postpartum blues pada ibu pasca salin didapat bahwa sekitar 31 wanita yang melahirkan antara pada tanggal

26 Juni hingga 15 Juli 2006 dengan diberikan EPDS (Edinburgh Postnatal

Depression Scale) dengan waktu sekitar 48 jam setelah melahirkan.7 Berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan EPDS, postpartum blues ditemukan pada 17 subjek (54,84%) dari 31 wanita. Faktor dari postpartum blues seperti: kehamilan dan pengalaman kerja, faktor psikososial (dukungan sosial dan kualitas bayi dan kondisi) dan faktor spiritual menunjukkan bahwa psikososial

memiliki peran dalam menyebabkan kejadian postpartum blues (38,71% pada

6

Vivin Safitri, Dukungan Keluarga pada Ibu yang Mengalami Postpartum Blues, (Surabaya : Fakultas Dakwah, Program Studi Psikologi IAIN Sanan Ampel Surabaya, 2013), hlm xi

7

Setyowati, U.R. Studi Faktor Kejadian Postpartum Blues Pada Ibu Pasca Salin. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). (Surabaya: Fakultas Kedokteran Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Airlangga, 2006), hlm xi


(14)

5

kehamilan dan pengalaman merawat bayi, 19,35% dalam dukungan sosial, 16,13% dalam kualitas bayi dan kondisi dan 9,78% dalam faktor spiritual).

Dari penelitian Vivin tersebut melalui perspektif psikologi disini peneliti akan meneliti dalam perspektif ilmu komunikasi yaitu pada komunikasi interpersonal. Ada beberapa faktor yang diperkirakan memicu terjadinya postpartum blues seperti faktor hormonal, faktor demografik, faktor pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan, latar belakang psikologis wanita yang bersangkutan, fisik, faktor budaya, dan faktor komunikasi. Seseorang yang mengalami sebuah gangguan secara emosional atau dalam kesehatan sedang mengalami gangguan pada hormonnya, ini yang dibutuhkan adalah sebuah komunikasi.

Kenapa komunikasi penting dilakukan pada ibu yanag mengalami postpartum

blues? Karena dengan komunikasi permasalahan yang sedang kita alami bisa kita

ungkapkan kepada seseorang. Jiwa yang sedang terguncang bisa diobati dengan

komunikasi. Komunikasi yang dilakukan pada ibu yang menglami postpartum blues

yaitu komunikasi hati ke hati yang merupakan komunikasi interpersenoal yang dilakukan oleh ibu dan keluarga. Ungkapan isi hati yang dilakukan ibu terhadap keluarga ini akan menimbulkan efek berupa kepedulian keluarga terhadap si ibu. Secara tidak langsung penanganan ibu yang megalami postpartum blues akan cepat teratasi dengan menggunakan komunikasi interpersonal.

Ibu yang mengalami postpartum blues membutuhkan dukungan atau perhatian

penuh dari suami ketika dia merasa kondisi yang menekan hingga dia mengalami

postpartum blues. Sebenarnya suami bisa mengatasi hal ini jika kita melihat


(15)

6

selalu berkomunikasi, entah itu membahas hal yang serius atau membahas hal yang

sepele. Kurangnya komunikasi juga akan mengakibatkan timbulkan kesalahpahaman

karena dengan berkomunikasi kita dapat mengetahui dan memahami pasangan kita atau lawan bicara kita.

Hal tersebut telah dibuktikan dengan seorang ibu yang melahirkan dengan

ceasar akibat pre-eklamsi yang mengalami baby blues atau postpartum blues berusia

24 tahun yang pada usia kandungannya 7 bulan. Dia mengatakan “komunikasi ke suami ngga ada izin, suami setuju aja pokonya yang terbaik, kendalanya juga kan

jarak jauhaku dengan suami”. Saat masakehamilan trismester terakhir dan proses

persalinan hanya orangtua yang menemani dan sering sharing mengenai merawat anak. Pada ibu yang melahirkan dengan ceasar akibat air ketuban habis yang mengalami postpartum blues pada usia 25 tahun. Dia mengatakan “rasanya seperti

hidup dan mati, setelah melahirkan suami sibuk dengan pekerjaannya”. Dalam

keluarga yang sibuk mengakibatkan dia tertutup dalam berkomunikasi.

Pada ibu yang berusia 21 tahun yang mengalami postpartum blues. Proses persalinan secara caesar akibat plasenta previa, ”Setelah melahirkan bentuk badan

berubah” komunikasi interpersonal terhadap suami terjalin hubungan erat. Ibu yang berusia 25 tahun yang mengalami postpartum blues pada kelahiran anak kedua dengan proses persalinan normal. Dia mengalami postpartum blues akibat dari jarak anak pertama dengan kedua yang dekat.

Pada penelitian ini, peneliti akan meneliti mengenai postpartum blues dalam perspektif komunikasi interpersonal pada pasangan muda atau pasagan beda usia. Selain berperan sebagai seorang istri yang harus menyelesaikan segala tugas yang


(16)

7

dibebankannya ia juga harus mengurus seorang anak. Terlebih dengan pekerjaan rumah tangga akan lebih mudah merasa lelah sehingga rasa tertekan dengan kondisi lingkungan sekitar akan terasa. Maka dari itu komunikasi yang dilakukan oleh keluarga atau orang terdekat yang anda cintai selama pasca melahirkan sangat diperlukan. Apalagi dengan menceritakan permasalahan dan perasaan yang dialami kepada pasangan atau orang tua, atau siapa saja yang bersedia menjadi pendengar yang baik akan dapat mengurangi kecemasan, stress bahkan depres yang dialami oleh ibu pasca melahirkan terutama pada kelahiran anak pertama.

B. Focus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal terhadap ibu yang mengalami postpartum blues pada pasangan muda dan beda usia. Guna mendalami fokus tersebut penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam konteks penelitian yang akan dikaji ini fokus utama dari penelitian ini adalah pengalaman keluarga dari seorang ibu yang telah melahirkan anak pertama dan kedua.

Adapun yang terkait mengenai fokus penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana komunikasi interpersonal yang dilakukan ibu yang mengalami

portpartum blues dengan keluarga?

C. Tujuan Penelitian


(17)

8

1. Untuk mengetahui dan memahami, komunikasi interpersonal secara

langsung yang dilakukan ibu yang mengalami portpartum blues

dengan keluarga.

2. Untuk mengetahui dan memahami, komunikasi interpersonal secara tidak langsung yang dilakukan ibu yang mengalami portpartum blues dengan keluarga.

3. Untuk mengetahui dan memahami, hambatan-hambatan komunikasi

interpersonal yang dilakukan ibu yang mengalami portpartum blues dengan keluarga.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis memberikan sumbangan pada ilmu komunikasi terutama

komunikasi interpersonal.

2. Secara praktis penelitian ini berguna :

a. bagi ibu yang mengalami postpartum blues dengan adanya upaya preventif agar dapat memberikan sumbangsi ilmu mengenai bentuk

komunikasi keluarga kepada ibu hamil yang mengalami postpartum

blues,

b. bagi terapis di lembaga swadaya baik formal maupun informal berkenaan dengan pendampingan ibu yang mengalami postpartum blues.


(18)

9

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian Fatimah (2009), mengenai “Hubungan Dukungan Suami dengan

Kejadian Postpartum Blues pada Ibu Primipara di Ruang Bugenvile Rsud Tugurejo

Semarang” yaitu dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara dukungan suami

terhadap kejadian postpartum blues dengan nilai kemaknaan ibu primipara. Dalam penelitian Fatimah ini, menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analitik kolerasional.

Penelitian Urbayatun (2010) mengenai “dukungan sosial dan kecenderungan

depresi postpartum pada ibu primipara di daerah gempa bantul” yaitu dapat disumpulkan bahwa dukungan sosial dapat menurunkan kecenderungan depresi

postpartum pada ibu primipara. Jika semakin tinggi tingkat dukungan sosial, maka

semakin rendah kecenderungan depresi postpartum pada ibu primipara dan semakin rendah tingkat dukungan sosial, maka semakin tinggi tingkat kecenderungan depresi

postpartum pada ibu primipara. Dalam penelitian Urbayatun ini, menggunakan

pendekatan kuantitatif dengan metode analisis kolerasi product moment.

Penelitian Herlina, Widyawati, Sedyowinarso (2009) mengenai “hubungan

tingkat dukungan sosial dengan tingkat depresi pada ibu postpartum”yaitu dapat disimpulkan bahwa sebagian besar ibu postpartum tidak mengalami depresi setelah melahirkan. Sehingga tidak ada perbedaan tingkat depresi pada ibu postpartum berdasarkan usia, tingkat pendidikan, status obstetri dan jenis persalinan. Sebagian besar ibu postpartum menerima dukungan sosial dalam kategori sosial. Dalam penelitian Herlina, Widyawati, Sedyowinarso ini, menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analitik kolerasional.


(19)

10

Penelitian Vivin Safitri (2013), mengenai “Dukungan Keluarga pada Ibu yang

Mengalami Postpartum Blues” yaitu dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga

yang diberikan dapat berupa kasih sayang, perhatian, pemberian materi, membantu dalam merawat bayi, membantu untuk memecahkan sebuah masalah. Akan tetapi dukungan keluarga juga dipengaruhi oleh usia suami, perilaku keluargam dan status sosial ekonomi keluarga. Dalam penelitian Vivin Safitri ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian fenomenologi.

Berdasarkan penelitian diatas, persamaan dari penelitian yang telah ada dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai Postpartum Blues dalam Perspektif Komunikasi Interpersonal, yaitu meneliti mengenai komunikasi interpersonal yang dilakukan terhadap ibu muda yang mengalami postpartum blues. Akan tetapi perbedaan penelitian dengan penelitian terdahulu terletak pada pendekatan yang digunakan dan subjek penelitian yang digunakan karena penelitian yang terdahulu penelitian yang dilakuakan oleh Herlin, Ubayatun, dan Fatimah menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengukur tingkat depresi yang dialami ibu pasca melahirkan dan subyeknya ibu yang mengalami postpartum blues, sedangkan penilitian yang diakukan oleh Vivin Safitri menggunakan pendekatan kualitatif dengan fenomenologi yang ada di masyarakat, dan subjek penelitiannya keluarga dari ibu yang mengalami postpartum blues.

Pada penilitian ini yang menjadi menarik dan berbeda dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan fenomenologi yang ada di masyarakat, sedangkan subyeknya keluarga dari ibu yang mengalami postpartum blues dan ibu yang mengalami postpartum blues, jika sekilas


(20)

11

melihat atau membaca penelitian ini memang hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Vivin akan tetapi pembedanya adalah penelitian yang dilakukan oleh Vivin ini perspektif psikologinya sedangakan penelitian yang peneliti lakukan ini perspektif komunikasi terutama pada komunikasi interpersonal.

F. Definisi Konsep Penelitian

1. Postpartum Blues

Baby blues adalah bentuk depresi yang paling ringan. Biasanya, yang

timbul antara 2 hari hingga 2 minggu setelah melahirkan. Lamanya depresi juga tidak terlalu berlarut-larut, sekitar 2 minggu saja. Yang pasti baby blues dialami hingga 80% ibu yang baru melahirkan.8 Gejala yang ditimbulkan akibat social dan lingkukan seperti tekanan dalam hubungan pernikahan dan hubungan keluarga, riwayat sindrom pramenstruasi, rasa cemas, rasa takut tentang persalinan dan depresi masa hamil serta penyesuaian social yang buruk.9

Kadang-kadang kegembiraan setelah melahirkan berlanjut sampai 2 atau 3 hari, tetapi hampir semua selesai setelah hari ke-4 pasca persalinan. Ibu mungkin menjadi depresi, mudah menangis, dan kurang istirahat. Penurunan kadar estrogen dan progesteron yang tiba-tiba menjadi bagian penting pada

postpartum blues, karenanya disebut depresi. Terdapat alasan lain mengapa

ibu merasakan depresi dan tidak bersemangat. Ketegangan telah belahir, bayi

8

Op. Cit., Mirza Maulana

9


(21)

12

telah lahir, dan masa-masa mengangkan telah berlalu. Ibu mengalami nyeri perineum, payudara membesar ketika menyusui dan nyeri.10

Jika ibu yang mengalami postpartum blues ini berkelanjutan maka akan berlanjut pada postpartum depression yang terjadi hingga 6 bulan

pertama pasca melahirkan. Depresi sesudah melahirkan (postpartum

depression) adalah kondisi yang muncul segera setelah wanita melahirkan.

Keadaan ini dapat sama dengan depresi yang lain. Namun datangnya karena respons perubahan fisik dan sosial (karena melahirkan dan membesarkan bayi). Tingkat keparahan depresi bisa beragam sangat ringan dan hampir tidak ada hingga sangat parah dan berlangsung lama.11

Gejala-gejala postpartum blues yaitu adanya perasaan sedih, mudah marah dan ingin marah saja, gelisah, hilangnya minat dan semangat yang nyata dalam aktivitas sehari-hari yang sebelumnya disukai, enggan dan malas untuk mengurus anaknya, sulit tidur atau terlalu banyak tidur, nafsu makan menurun atau sebaliknya semakin meningkat sehingga mengalami penurunan dan kenaikan berat badan, merasa lelah atau kehilangan energi, kemampuan berpikir dan konsentrasinya menurun, merasa bersalah, merasa tidak berguna hingga putus asa, dan mempunyai ide-ide kematian yang berulang.12

Dapat disimpulkan pospartum blues adalah suatu gangguan psikologis sementara yang ditandai dengan memuncaknya emosi pada minggu pertama

10

Persis Merry Hamilton, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. (Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 1995), hlm 63

11

Namora Lumongga Lubis, Depresi : Tinjauan Psikologis, (Jakarta : Kencana, 2009), hlm 50

12


(22)

13

pasca melahirkan, gejala-gejala yang ditimbulkan akibat sosial dan lingkungan.

2. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi antarpribadi (interpersonal) terjadi apabila seseorang mendasarkan prediksinya tentang reaksi orang lain dengan data psikologis.13 Komunikasi interpersonal proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya.14

Menurut Devito komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.15

Menurut Effendy pada hakekatnya, komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku sesorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikasi mengetahui secara pasti

13

Muhammad Budyatna, Teori Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta : Kencana, 2011), hlm 7

14

Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 1989), hlm 159

15

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2007), hlm 30


(23)

14

apakah komunikasinya postif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat

memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.16

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan, komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan yang dilakukan oleh ibu yang mengalami

postpartum blues kepada keluarganya dalam upaya mengubah sikap, pendapat

atau perilaku sesorang.

G. Kerangka Pikir Penelitian

Postpartum blues dalam perspektif komunikasi interpersonal ini merupakan

penelitian mengenai ibu yang mengalami postpartum blues. Penelitian ini

menggunakan teori Johari Windows yang dikemukakan oleh Joseph Luth dan Harry Ingram. Pandangan beliau tentang postpartum blues dalam perspektif komunikasi interpersonal menekankan pada keterbukaan diri dan tingkat kesadaran terhadap diri sendiri.17 Berikut gambar teori johari windows.

Gambar 1.1 Teori Johari Windows.

16

Sunarto, Perilaku Organisasi, (Jakarta : Amus, 2003), hlm 13

17

Jalaluddin Rakhmad, Psikologi Komunikasi. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), hlm 105

Privat Publik

Tersembunyi

Buta

Tidak Dikenal Terbuka

Tidak Kita Ketahui Kita Ketahui


(24)

15

Makin luas diri publik kita, makin terbuka kita pada orang lain, makin akrab hubungan kita dengan orang lain. Pengertian yang sama tentang lambang-lambang, presepsi yang cermat tentang petunjuk verbal dan nonverbal, pendeknya komunikasi interpersonal yang efektif, terjadi pada daerah publik. Makin baik anda mengetahui seseorang, makin akrab hubungan anda dengan dia, makin lebar daerah terbuka jendela anda.

Gambar 1.2 Kerangka Pikir Postpartum Blues dalam Perspektif Komunikasi Keluarga (Studi pada Pasangan Muda di UIN Sunan Ampel Surabaya)

Saudara Ipar

Orang tua

Anak Istri

Suami

Saudara Kandung Komunikasi Interpersonal

dengan keluaga inti

Komunikasi Interpersonal dengan keluaga Besar Mertua


(25)

16

Dalam konteks keluarga inti, menurut Soelaeman, secara psikologi, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi. Ketika sebuah keluarga terbentuk, komunitas baru karena hubungan darah pun terbentuk pula. Didalamnya ada suami, istri, dan anak sebagai penghuninya, saling berhubugan, saling berinteraksi diantara mereka melahirkan dinamika kelompok karena berbagai kepentingan, yang terkadang bisa memicu konflik dalam keluarga. Keluarga besar terdiri dari suami, istri, anak, ibu kandung, ayah kandung, ibu mertua, ayah mertua, saudara ipar dan saudara kandung.

Ketika konflik lahir, keluarga bahagia dan sejahtera sebagai suatu cita-cita bagai pasangan suami-istri sukar diwujudkan. Oleh karena itu, konflik dalam keluarga harus diminimalkann untuk mewujudkan keluarga yang seimbang. Karena seimbang adalah yang ditandai leh keharmonisan hubngan antara ayah, ibu dan anak. Dan setiap keluarga tahu tugas dan tanggung jawab masing-masing dan dapat dipercaya.18 Jika pemahaman keluarga terhadap ibu yang mengalami postpartum

blues melalui komunikasi keluarga itu efektif maka ibu yang mengalami postpartum

blues akan mendapat dukungan secara verbal dan nonverbal. Jika si ibu terbuka itu

akan membuat dirinya jauh dari rasa stress dan depresi yang dialaminya. Jadi seseorang yang mengalami postpartum blues akan sembuh dengan melakukan sebuah komunikasi. Karena dengan adanya komunikasi kita dapat memahami keadaan lingkungan sekitar kita.

18

Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua & Ana dalam Keluarga. (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), hlm 22-26


(26)

17

Keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi interpersonal adalah terbuka, dimana antara komunikator dan komunikan saling mengetahui makna pesan yang sama. Meskipun demikian kenyataan hubunganinterpersonal tidak seideal yang diharapkan, hal tersebut disebabkan karena dalam berhubungan dengan orang lain betapa sering setiap oang mempunyai peluang untuk menyembunyikan atau mengungkapkan masalah yang dihadapinya.

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, menggunakan metode penelitian dengan pendekatan fenomenologi serta dengan jenis penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian praktik interpretif memiliki asumsi subjektivitas tentang hakikat pengalaman nyata dan tatanan sosial. Dalam penelitian ini, menggunakan metode penelitian dengan pendekatan fenomenologi serta dengan jenis penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian praktik interpretif memiliki asumsi subjektivitas tentang hakikat pengalaman nyata dan kehidupan sosial.

Menurut pemikiran Husserl adalah bahwa ilmu pengetahuan selalu berpijak pada yang eksperiensial (yang bersifat pengalaman). Baginya, hubungan antara persepsi dengan obyek-obyeknya tidaklah pasif. Husserl berpendapat bahwa kesadaran manusia secara aktif mengandung obyek-obyek pengalaman. Prinsip ini kemudian menjadi pikiran bagi setiap penelitian


(27)

18

kualitatif tentang praktik dan perilaku yang membentuk realitas. Hanya saja prinsip tersebut dibelokkan kearah yang berbeda.19

Schutz menyatakan bahwa ilmu sosial semestinya memusatkan perhatian pada cara-cara dunia/kehidupan yakini dunia eksperiental yang diterima begitu saja oleh setiap orang yang diciptakan dan dialami oleh anggota-anggotanya, yakni perspektif subjektif merupakan satu-satunya jaminan yang perlu dipertahankan agar dunia fiktif yang bersifat semu yang dicipatakan oleh para peneliti ilmiah.20

Dalam pandangan ini, subjektivitas adalah satu-satunya prinsip yang tidak boleh dilupakan ketika para peneliti social memaknai obyek-obyek sosial. Sehingga yang ditekankan adalah bagaimana orang-orang yang berhubungan dengan obyek-obyek pengamalan memahami dan berinteraksi dengan obyek tersebut sebagai benda yang terpisah dari sang peneliti.

2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian

Penelitian adalah instrument utama penelitian, sehingga ia dapat melakukan penyesuaian sejala dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi di lapangan. Tidak seperti yang biasa dilakukan oleh penelitian sebelumnya, sehingga tidak mungkin untuk melakukan perubahan. Selain itu karena peneliti sebagai instrument penelitian ia bukan benda mati seperti angket, skala, tes, dan sebagainya maka ia dapat berhubungan dengan subjek penelitian dan mampu memahami ketertarikannya dengan kenyataan di

19

Norman K. Denzin, Handbook of Qualitative Research, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), hlm 47

20


(28)

19

lapangan. Selain itu, ia juga akan dapat mengantisipasi dan mengganti strategi apabila kehadirannya akan mengganggu fenomena yang sedang terjadi.21

Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti telah di ketahui statusnya sebagai peneliti oleh subyek penelitian dan subyek partisipan. Selain itu, peran peneliti disini yaitu berpartisipasi secara aktif artinya harus dapatmengamati semua aktivitas yang dilakukan subjek. Dimana dalam hal ini harus dapat mengamati di tempat kegiatan orang yang diamati serta berperan aktif dengan subjek selama satu bulan untuk mengetahui semua aktivitas dan kegiatan didalam rumah sehingga antara peneliti dan subjek terjadi komunikasi aktif dalam memberikan informasi. Dengan demikian, fenomena yang terjadi adalah asli (natural). Peneliti bertindak sebagai instrument utama penelitian dengan menggunakan instrument bantu yaitu alat tulis, pedoman wawancara, pedoman observasi, dan alat perekam.

Subyek penelitian adalah sesuatu yang diteliti baik orang, benda ataupun lembaga. Subyek penelitian pada dasarnya adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian. Di dalam subyek penelitian terdapat obyek penelitian.22 Obyek penelitian adalah sifat keadaan dari suatu benda, orang atau yang menjadi pusat perhatian dan sasaran penelitian. Sifat keadaan yang dimaksud bisa berupa sifat, kuantitas, dan kualitas yang bisa berupa perilaku, kegiatan, pendapat, pandangan penilaian, sikappro-kontra, simpati-antipati, keadaan batin, dan bisa juga berupa proses.

21

Asmadi Alsa, Pendekatan Kuantitatif, dan Kualitatif, serta Kombinasinya dalam Penelitian Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm 87

22


(29)

20

Penelitian ini menggunakan subyek ibu yang mengalami postpartum

blues, sedangkan keluarga dari ibu yang mengalami postpartum blues

merupakan subyek kedua untuk mendapatkan data sekunder, sedangkan obyeknya adalah postpartum blues. Dalam hal ini kreteria subyek yang akan diteliti yaitu, berusia 18-25 tahun, mengalami postpartum blues pada kelahiran pertama dan kedua, mempunyai anak yang berusia 0-1 tahun, yang mempunyai pekerjaan atau ibu rumah tangga dan sedang berstatus kawin dan jarak usia dengan suami 1-12 tahun.

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Sidoarjo, yang ada di Desa Dungus dan Desa Panjunan, karena daerah tersebut merupakan daerah yang lingkungan padat, terdapat ibu yang mengalami postpartum blues serta memiliki konflik yang bermacam-macam dan juga perubahan jaman yang semakin modern membuat orang menjadi berubah.

3. Jenis dan Sumber Data

Data kualitatif menurut Bungin, penelitian kualitatif diungkapkan dalam bentuk kalimat serta uraian-uraian, bahkan dapat berupa cerita pendek. Sedangkan jenis data kualitatif yang digunakan adalah data kasus. Ciri khas dari data kualitatif adalah menjelaskan kasus-kasus tertentu. Data kasus hanya berlaku untuk kasus tertentu serta tidak bertujuan untuk digeneralisasikan atau menguji hipotesis tertentu sehingga data dalam penelitian ini sifatnya tekstual dan konseptual, yaitu subjek adalah seorang ibu yang mengalami postpartum


(30)

21

pengalaman yang dimiliki ibu yang telah melahirkan pun kurang dalam merawat bayi.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan dua sumber data. Sumber data terbagi menjadi 2 jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang berupa tindakan atau perilaku subjek penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang berasal dari informan sebagai penguat data primer atau yang disebut sebagai subjek partisipan. Subjek partisipan yaitu orang yang hidup di sekitar subjek dan teori-teori yang terkait dengan focus penelitian yang digunakan.

4. Tahap-Tahap Penelitian

Adapun susunan penelitian,23 sebagai berikut :

a. Menentukan masalah

Masalah penelitian itu menjadi sebuah awal dalam melakukan penelitian. Mustahil jika kita melakukan sebuah penelitian tanpa ada masalah untuk diteliti. Jadi menentukan masalah itu penting dan tidak mudah bagi peneliti untuk menemukan dan menentukan masalah yang akan diteliti.

b. Studi pendahuluan

Studi pendahuluan merupakan studi yang dilakukan untuk mempertajam arah studi utama. Studi pendahuluan dilakukan karena kelayakan penelitian berkenaan dengan prosedur penelitian dan hal

23


(31)

22

lainnya masih belum jelas. Studi pendahuluan bisa saja mengubah arah penelitian yang telah disusun di dalam proposal.24

c. Merumuskan masalah

Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data bentuk-bentuk rumuasan masalah penelitian berdasarkan penelitian menurut tingkat eksplanasi.25 Merumuskan masalah adalah suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena.26 Intinya menjelaskan tentang fenomena yang anda teliti.

d. Memilih pendekatan

Para peneliti dalam penelitiannya itu harus memilih pendekatan apa yang akan digunakan dalam penelitiannya karena itu mempermudahkan bagi para peneliti dalam penelitiannya, bisa pendekatan kuantitatif atau kualitatif. Pendekatan kuantitatif itu memiliki sebuah hipotesis dalam penelitiannya sedangkan kualitatif tidak mempunyai hipotesis.

e. Menentukan sumber data

Sumber data dapat diperoleh dari sebuah wawancara, sumber datanya informan dan observasi.

f. Mengumpulkan data

24

http://sagiyantaruna.blogspot.com/2010/12/blog-post.html, di cuplik pada tanggal 20 Oktober 2016

25

Suharni Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hlm 56.

26

http://dunia-penelitian.blogspot.com/2011/10/definisi-rumusan-masalah-penelitian-dan.html, di cuplik pada tanggal 20 Oktober 2016


(32)

23

Menurut ahli metode pengumpulan data berupa suatu pernyataan (statement) tentang sifat, keadaan, kegiatan tertentu dan sejenisnya. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian.27

g. Menganalisis data

Analisa data adalah Kegiatan mengubah data hasil penelitian menjadi informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan dalam suatu penelitian. Adapun cara mengambil kesimpulan bisa dengan hipotesis maupun dengan estimasi hasil.28

h. Pemerikasaan keabsahan data

Pemerikasaan keabsahan data meliputi perpanjangan

keikutsertaan penelitian dalam melakukan wawancara, ketekunan pengamatan penelitian dan tragulasi data.

i. Menarik kesimpulan

Menarik kesimpulan itu berdasarkan data yang diperoleh dari hasil sebuah penelitian yang telah anda teliti.

j. Menulis laporan

Jika semua tahap telah dilakukan maka tahap terakhir dari sebuah penelitian adalah menulis laporan. Menulis laporan ini harus berdasarkan yang telah anda teliti dan tidak ada manipulasi data.

27

W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), hlm 110.

28

http://antarberita.blogspot.com/2012/12/pengertian-analisa-data.html, di cuplik pada tanggal 20 Oktober 2016


(33)

24

Sehingga laporan atau penelitian yang anda teliti itu nyata dan benar-benar asli.

5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperlukan bagi peneliti untuk memperoleh data yang diinginkan. Pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan beberapa metode sebagai berikut:

a. Wawancara mendalam

Menurut Hadi (2004) wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan jalan Tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini wawancara merupakan alat utama dalam

menggali pengalaman ibu yang mengalami postpartum blues

beserta bentuk komunikasi yang dilakukan keluarga kepada ibu yang mengalami postpartum blues.

Pada penelitian ini, tema wawancara yang digunakan yaitu sebagai berikut: profil keluarga, kedekatan keluarga, peranan dalam keluarga, kondisi saat mengandung / hamil, kondisi setelah melahirkan, gangguan yang dialami sebelum dan setelah melahirkan, dukungan yang diberikan keluarga, dampak psikologis yang timbul.

b. Observasi

Menurut Hadi (2004) mengemukakan bahwa observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematis atas


(34)

25

fenomena yang di teliti. Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati lingkungan sosial subyek penelitian. Bentuk komunikasi yang akan di observasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: kondisi rumah, keadaan sekitar rumah (lingkungan), dan keadaan saat wawancara.

6. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data penelitian ini adalah :

a. Mengumpulkan data.

b. Membaca keseluruhan data.

c. Proses pengorganisasian dan mengurutkan ke dalam kategori.

Mengategorikan data berdasarkan tujuan penelitian.

d. Menemukan tema dan hipotesa kerja yang akan diangkat menjadi teori substantif.

e. Setelah data terkumpul, melakukan uji data

f. Setelah proses tersebut, mendalami kepustakaan guna mengonfirmasikan teori.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus (case study). Oleh sebab itu memerlukan teknik keabsahan data dalam penelitian. Teknik keabsahan data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif ini adalah melalui beberapa cara yakni:

a. Perpanjangan keikutsertaan penelitian dalam melakukan


(35)

26

meningkatkan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Oleh karena itu, peneliti melakukan wawancara dengan subyek maupun sumber data penelitian secara bertahap.

b. Ketekunan pengamatan penelitian terhadap sikap dan tingkah laku

ibu postpartum blues yang relevan dengan persolan yang diteliti

serta bentuk komunikasi yang diberikan oleh keluarga. Ketekunan pengamatan ini dilakukan untk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan terhadap persoalan yang sedang diteliti kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut

secara rinci. Jika perpanjangan keikutsertaan penelitian

menyediakan lingkup, mala ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman temuan-temuan persoalan.

c. Tragulasi data dengan melakukan perbandingan data wawancara observasi subjek dengan data yang diperoleh dari luar sumber lainnya. Sehingga keabsahan data dapat dilakukan. Proses triagulasia dalah teknik di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut Patton (1994) triagulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil obervasi atau juga dengan mewawancarai lebih


(36)

27

dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.29

Pada penelitian ini, menggunakan teknik pemeriksaan triagulasi. Teknik triagulasi ini sesuai dengan metode pengumpulan data yang dilakukan.

I. Sistematika Penelitian

Untuk tercapainya tujuan pembahasan penelitian, maka penulis membuat sistematika pembahasan yang terdiri lima bab, dimana pada tiap-tiap babnya terbagi atas beberapa sub bab yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Pada bagian awal dalam penelitian ini diuraikan halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan tim penguji, halaman persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar gambar, dan daftar lampiran.

BAB I : PENDAHULUAN berisi tentang konteks penelitian (latar belakang masalah), fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, definisi konsep penelitian, kerangka piker penelitian, metode penelitian, dan sistematika pembahasan ini sendiri. Pada bab ini dimaksudkan sebagai awal terhadap seluruh isi penelitian.

BAB II, KAJIAN TEORITIS. Pada bab ini menjelaskan teori apa yang akan dipakai dalam penelitian ini dan model konseptual tentang bagaimana teori dengan berbagai faktor yang telah menindentifikasikan sebagai masalah penelitian.

29

Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia, (Jakarta : fakultas Psikologi UI, 2005), hlm 56


(37)

28

BAB III : PAPARAN DATA PENELITIAN berisi tentang profil data informan dan deskripsi hasil penelitian.

BAB IV : INTERPRETASI HASIL PENELITIAN, berisi tentang analisis data dan konfimasi dengan teori.

BAB V, PENUTUP yang terdiri dari Kesimpulan dan Rekomendasi. Pada bab ini merupakan bab terakhir dari sebuah penelitian dimana disini memuat temuan pokok atau kesimpulan, implikasi dan tindak lanjut penelitian, serta saran-saran atau rekomendasi yang diajukan.

Bagian akhir dalam penelitian ini yaitu daftar pustaka yang menjadi daftar bahan atau sumber bahan yang dapat berupa buku teks, artikel dalam jurnal, makalah atau surat kabar, skripsi, dan sebagainya.


(38)

BAB II

POSTPARTUM BLUES

DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI

INTERPERSONAL

A. Kajian Pustaka

1. Postpartum Blues

Kebahagiaan mungkin tidak akan dirasakan oleh sebagian ibu yang tidak berhasil menyesuaikan diri terhadap sejumlah faktor perubahan seperti fisik dan emosional. Mereka bahkan dapat mengalami berbagai gangguan emosional dengan berbagai gejala, sindroma dan faktor resiko yang berbeda-beda.Gangguan emosional pasca persalinan umumnya dibagi menjadi tiga bentuk yaitu postpartum blues, depresi postpartum, dan psikosis postpartum.1

Seorang istri yang setelah melahirkan tiba-tiba kondisinya mudah marah, mudah tersinggung, dan sikapnya berubah saat setelah melahirkan serta kurangnya tidur.Pasti keluarga bahkan suami menjadi bingung dan kondisi keluarga yang awalnya ceria menjadi muram. Kondisi yang dialami oleh istri merupakan suatu kondisi umum yang dialamioleh ibu pasca melahirkan dan hampir mengenai 50% ibu baru. Seringkali perasaan gembira karena hadirnya seorang anak juga disertai perasaan sedih, cemas, kaget yang silih berganti, sehingga menimbulkan kelelahan secara psikis bagi si

1

Krisdiana Wijayanti, dkk, “Gambaran Faktor-faktor Resiko Pospartum Blues di Wilayah Kerja Pukesmas Blora” Junal Kebidanan, vol II no. 5 Oktober 2013, hlm 57


(39)

30

ibu.Gejala tersebut biasa dikenal sebagai baby blues syndrome atau

postpartum blues, yaitu salah satu bentuk depresi yang sangat ringan dan

terjadi selama 2 minggu pertama setelah melahirkan dan cenderung buruk setelah 3 atau 4 hari pasca melahirkan. Adapun pengertian mengenai

postpartum blues sebagai berikut :

a. Postpartum blues yaitu perasaan sedih yang dialami oleh ibu

setelah melahirkan, hal ini berkaitan dengan bayinya.2 Menurut Cunninghum, postpartum blues adalah gangguan suasana hati yang berlangsung selama 3-6 hari pasca melahirkan. Postpartum blues sering disebut dengan maternity blues atau baby blues syndrome, yaitu kondisi yang sering terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan dan cenderung lebih buruk pada hari ketiga dan keempat.3Baby blues merupakan sekuel umur kelahiran bayi, biasanya terjadi pada 70% wanita, dan juga dimulai pada beberapa hari setelah kelahiran dan berakhir setelah 10-14 hari.4

b. Baby bluesatau postpartum bluesmerupakan gangguan mood yang

paling umum pada ibu baru (50%-80%). Hal ini memuncak pada hari kelima setelah melhirkan dan terjadi pada 10-14 hari setelah

2

Ambarwati, Asuhan Kebidanan Nifas, (Yogyakarta : Mitra Cendikia, 2009), hlm 87

3

Ade Benih Nirwana, Psikologi Kesehatan Wanita, (Yogyakarta : Nuha Medika, 2011), hlm 93

4

Ari Sulistyawati, Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas, (Yogyakarta : CV. Andi Offset, 2009), hlm 90


(40)

31

melahirkan. Gejalanya antara lain emosi yang labil,sering menangis, kecemasan, kelelahan, insomnia, marah, dan sedih.5

c. Postpartum blues atau baby blues merupakan perasaan gembira

karena hadirnya seorang anak yang disertai dengan perasaan sedih, cemas dan kaget silih berganti sehingga menimbukan kelelahan secara psikis bagi si ibu. Gejala ini merupakan salah satu bentuk depresi sangat ringan yang biasanya terjadi dalam 14 hari atau 2 minggu pertama setelah melahirkan.6

d. Postpartum blues merupakan perwujudan fenomena psikologis

yang dialami oleh wanita yang dari keluarga dan bayinya atau ketidakmampuan seorang ibu untuk mengahdapi suatu keadaan baru dimana kehadiran anggota baru dalam pola asuh bayi dan keluarga.7

e. Baby blues atau postpartum blues adalah bentuk depresi yang

paling ringan. Biasanya, yang timbul antara 2 hari hingga 2 minggu setelah melahirkan. Lamanya depresi juga tidak terlalu berlarut-larut, sekitar 2 minggu saja. Yang pasti baby blues dialami hingga 80% ibu yang baru melahirkan.8

5 Sara Thurgood, dkk. “Postpartum Depression”, American Journal of Clinical Medicine, 2009, vol VI

no. 2, hlm 17

6

Suwignyo Siswosuharjo, Tetap Cantik dan Bugar Pasca Melahirkan, (Solo : Tiga Serangkai, 2014), hlm 70

7

Siti Nunung Nurjanah, dkk., Asuhan Kebidanan Postpartum, (Bandung : PT. Rafika Aditama, 2013), hlm 77

8


(41)

32

Ciri-ciri baby blues atau postpartum blues,9 sebagai berikut :

a. Dialamai bahkan oleh sekitar 80 persen wanita yang baru

melahirkan.

b. Berlangsung paling lama enam minggu.

c. Intensitas lebih ringan.

d. Ibu masih bisa tidur nyenyak jika dijauhkan dari kewajiban mengurus bayinya.

Beberapa faktor penyebab postpartum blues,10 sebagai berikut :

a. Pengalaman dalam persalinan, kekecewaan dalam persainan bisa menjadi faktor predisposisi dimana ibu merasa gangguan.

b. Pembebasan setelah proses kelahiran.

c. Ketidakmampuan dalam menerima bayi baru lahir dan menjadi orang tua.

d. Perilaku bayi, misalnya tangisan bayi.

e. Kesulitan dalam pertahanan diri ibu setelah persalinan, misalnya aktivitas merawatbayi baru lahir.

f. Konflik dengan perawat, bidan dan kegiatan rutin rumah sakit. Penyebab postpartum blues,11yaitu :

9

Nurhaeni Arief, Buku Pintar Kehamilan dan Kelahiran Sehat, (Yogyakarta : Pyramedia Yogyakarta, 2010), hlm 212

10

Op. Cit., Siti Nunung Nurjanah, dkk., hlm 78

11


(42)

33

a. Faktor hormonal, yaitu berupa perubahan kadar estrogen,

progesterone, prolaktin, dan estriol yang terlalu rendah dan terlalu tinggi.

b. Faktor demografik, yaitu umur dan paritas. Umur yang terlalu muda untuk melahirkan, sehingga dia memikirkan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu untk mengurus anaknya. Sedangkan

postpartum blues banyak terjadi pada ibu, mengingat ia baru

memasuki perannya sebagai seorang ibu, tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi kepada ibu yang mempunyai riwayat postpartum sebelumnya.

c. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan. Kesulitan-kesulitan yang dialami ibu selama kehamilan kan turut memperburuk kondisi ibu pasca melahirkan.

d. Latar belakang psikologis wanita yang bersangkutan yaitu, semua yang berhubngan dengan latar belakang wanita tersebut seperti tingkat pendidikan, status perkawinan, dan suami yang menginginkan mempunyai anak atau tidak, keadaan kejiawaan wanita tersebut, kondisi ekonomi serta status social dan keadaan dengan keluarga sang suami.

e. Fisik, maksudnya adalah kelelahan dalam mengurus anak. Apalagi

jiak sang suami tidak membantu dalam menggantikan posisinya itu akan membuat ibu mengalami potpartum blues.


(43)

34

Dampak negatif baby blues,12yaitu :

a. Emosi negatif padaibu bisa membuat ibu mengabaikan bayi.

b. Pada akhirnya, ikatan antara ibu dan anak pada usia awal bayi sulit terbentuk

c. Penolakan ibu terhadap anak bisa menyebabkan bayi tumbuh

menjadi anak yang rewel, pemurung, mudah menangis, dan pecemas.

d. Komunikasi dengan pasangan bisa memburuk dan hasrat seks

menurun.

e. Ibu tidak bisa menjalankan perannya dengan baik.

f. Ibu mengalami stress sehingga berpengaruh padakesehatan

fisiknya.

Cara mengatasi baby blues,13 sebagai berikut :

a. Jangan ragu atau malu untuk menceritakan rasacemas yang dialami

dengan pasangan, saudara atau teman dekat. Kecemasan ini bisa terjadi pada siapa pun, jadi anda tak perlu menambah beban dengan menyimpannya sendiri.

b. Luangkan waktu untuk diri sendiri meskipun hanya 15 menit untuk

melakukan aktivitas yang menyenangkan dan merileksasikan

12

Op. Cit., Suwignyo Siswosuharjo, hlm 71

13


(44)

35

otot tubuh, seperti mendengarkan music, membaca buku, olahraga ringan atau dipijat.

c. Berkatalah jujur padadiri sendiri atau orang lain, sejauh mana kita dapat melakakukan sesuai dengan kemampuan. Minta bantuan orang lain apabila anda tak sanggup mengerjakan suatu pekerjaan. Biarka pasangan atau keluarga membantu dalam urusan rumah tangga dan mengurus anak.

d. Bergabunglah pada kelompok ibu-ibu baru dan berbagi cerita dengan mereka. Mengetahui ada banyak teman yang senasib membuat anda terhibur dan makin kuat.

e. Sesekalilah minta orang lain menjaga bayi anda, sementara anda meluangkan waktu untuk berkegiatan diluar rumah.

f. Berusahalah ikut tidut saat bayi anda tidur.

g. Jika perasaan tersebut tak berkurang, hubungi dokter anda agar bisa memperoleh bantuan untuk jiwa anda.

h. Berdoalah! Mendekatan diri kepada Yang Maha Kuasa bisa

menguatkan anda.

Untuk menghindari terjadinya baby blues yang berkepanjangan, siapkanlah mental sebelum melahirkan. Selain itu, persiapkan kesiapan

financial dari orang tua, pengetahuan dasar calon ayah dan ibu tentang

kehamilan, proses melahirkan, sampai dengan cara merawat si kecil. Jika perlu bacalah buku mengenai haltersebut serat diskusi dengan orang yang sdah mengalaminya.Bicarakan peran ayah, mulai kehamilan hingga usai


(45)

36

melahirkan, saat ayah dapat membantu mengasuh anak dan berperan serta dalam mengurus rumah tangga.Pembagian tugas ini diperluakan agar ibu mempunyai waktu yang cukup untuk beristirahat. Apabila memungkinkan, pertimbangkanlah pula untuk mempunyai asisten rumah tangga dalam membantu mengurus rumah tangga atau melibatkan orang lain yang dapat membantu anda.

Jika ibu yang mengalami postpartum blues ini berkelanjutan maka akan berlanjut pada postpartum depression yang terjadi hingga 6 bulan

pertama pasca melahirkan. Depresi sesudah melahirkan (postpartum

depression) adalah kondisi yang muncul segera setelah wanita melahirkan.

Keadaan ini dapat sama dengan depresi yang lain. Namun datangnya karena respons perubahan fisik dan sosial (karena melahirkan dan membesarkan bayi).Tingkat keparahan depresi bisa beragam sangat ringan dan hampir tidak ada hingga sangat parah dan berlangsung lama.14

Postpartum depression adalah bentuk depresi yang lebih serius.

Bedanya dengan baby blues adalah pada frekuensi, intensitas dan lama gejalamnya. Masalah tidur adalah satu cara untuk membedakan keduanya. Jika anda samapai tidak bisa tidur karena selalu merasa gelisah bisa jadi anda mengalami postpartum depression.Postpartum depression ini timbul dari 2 minggu hingg setahun setelah melahirkan.15

14

Op. Cit., Namora Lumongga Lubis

15


(46)

37

Terkadang postpartum depression hilang tanpa pengobatan.Namun

pengobatan diperlukan untuk mengatasi depresi yang sangat

mengganggu.Pengetahuan tentang depresi ini sangat diperlukan oleh pasangan suami istri serta keluarganya. Seorang ibu mengatahui benar bahwa dirinya tengah dilanda depresi akan memiliki kewaspadaan sehingga terhindar dari efek-efek yang ekstrim.16

Gejala-gejala postpartum depression yaitu adanya perasaan sedih, mudah marah dan ingin marah saja, gelisah, hilangnya minat dan semangat yang nyata dalam aktivitas sehari-hari yang sebelumnya disukai, enggan dan malas untuk mengurus anaknya, sulit tidur atau terlalu banyak tidur, nafsu makan menurun atau sebaliknya semakin meningkat sehingga mengalami penurunan dan kenaikan berat badan, merasa lelah atau kehilangan energi, kemampuan berpikir dan konsentrasinya menurun, merasa bersalah, merasa tidak berguna hingga putus asa, dan mempunyai ide-ide kematian yang berulang.17

Jika ia mempunyai ide-ide kematian berulang-ulang, maka hal tersebut dapat membahayakan dirinya sendiri. Hal ini perlu ada kesadaran dari keluarga terhadap kondisi si ibu. Terkadang seseorang yang mengalami depresi setelah melahirkan, ia terbuka dengan keadaan yang ia rasakan, ada juga yang ia tertutup dengan kondisinya. Kepekaan dari keluarga sangat dibutuhkan dalam hal ini. Seseorang yang memiliki sifat terbuka, ini

16

Op. Cit.,Nurhaeni Arief, hlm 214

17


(47)

38

memberikan keuntungan bagi lawan bicaranya karena kita dapat memahami apa yang ia rasakan, kita pun tidak kesusahan dalam memahami keadaan yang ia rasakan. Berbeda lagi dengan seseorang yang mempunyai sifat tertutup, kita kesusahan memahami apa yang ia rasakan baik secara verbal maupun nonverbal karena tidak ada pengakuanatau ungakapan rasa yang ia utarakan, maka lawan bicara atau keluarga harus benar-benar peka yang ia rasakan.

Sesesorang yang mempunyai keinginan untuk mengakhiri hidupnya, itu memerlukan penanganan yang khusus, dan dalam berkomunikasi pun harus dijaga agar tidak menimbulkan kesalahpahaman kepada ibu yang

mengalami postpartum depression.Disini membutuhkan komunikasi yang

menimbulkan sebuah motivasi, bahasanya pun harus menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Jika perlu ajaklah ke tempat-tempat yang menghibur, itu akan membuat ia tenang dan tidak merasa depresi kembali.

2. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi adalah pertukaran pesan verbal maupun nonverbal antara si pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku.18 Sebenarnya hampir semua aktivitas komunikasi yang kita lakukan dengan orang lain mengandung komunikasi antarbudaya. Kesulitan berkomunikasi dengan orang lain, terutama yang berbeda suku dan budaya, bukan hanya itu melainkan dalam hal bahasa verbal dan non verbal juga. Dengan asumsi bahwa keberhasilan komunikasi kita tergantung pada sejauh mana kita

18


(48)

39

memahami umpan-balik dari orang lain, bagaimana mungkin komunikasi kita berhasil jika kita mengabaikan umpan-balik non verbal dari orang lain tersebut.19Komunikasi yang efektif ketika komunikator memberi sebuah pesan kepada komuikan yang mempunyai timbal balik (feedback) diantar keduanya.

Dalam konteks keluarga inti, menurut Soelaeman, secara psikologi, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi.Ketika sebuah keluarga terbentuk, komunitas baru karena hubungan darah pun terbentuk pula.Didalamnya ada suami, istri, dan anak sebagai penghuninya, saling berhubugan, saling berinteraksi diantara mereka melahirkan dinamika kelompok karena berbagai kepentingan, yang terkadang bisa memicu konflik dalam keluarga.Keluarga besar terdiri dari suami, istri, anak, ibu kandung, ayah kandung, ibu mertua, ayah mertua, saudara ipar dan saudara kandung.

Ketika konflik lahir, keluarga bahagia dan sejahtera sebagai suatu cita-cita bagai pasangan suami-istri sukar diwujudkan.Oleh karena itu, konflik dalam keluarga harus diminimalkann untuk mewujudkan keluarga yang seimbang.Karena seimbang adalah yang ditandai leh keharmonisan hubngan antara ayah, ibu dan anak.Dan setiap keluarga tahu tugas dan tanggung jawab masing-masing dan dapat dipercaya.20

19

Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm 26.

20

Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua & Ana dalam Keluarga. (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), hlm 22-26


(49)

40

Komunikasi yang baik adalah tentang apa yang kita katakan, bagaimana kita mengatakannya dan kapan atau dalam konteks apa kita mengatakan.21Komunikasi adalah suatu hal yang sangat penting di dalam memelihara keharmonisan keluarga.Banyak masalah dapat muncul di dalam sebuah perkawinan karena terjadi kemacetan komunikasi terutama antar-pasangan. Komunikasi yang macet akan membuat segala tujuan di dalam keluarga tersebut gagal tercapai. Karena setiap pihak akan melakukan

tindakannya sendiri-sendiri tanpa memperdulikan kepentinagn atau

keterlibatan pasangannya. Apabila terjadi seperti ini, maka suasana di dalam keluarga menjadi tidak kondusif ke arah yang sehat. Pasangan suami istri akan cenderung mempertahankan egonya masing-masing dan membela diri pada satu sisi bahkan menyerang pasangannya di sisi yang lain.

Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Secara garis besar dapat disimpulakan bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi dan penegrtian seseorang terhadap orang lain.22Adapun pengertian mengenai komunikasi interpersonal sebagai berikut :

a. Menurut Devito komunikasi interpersonal adalah penyampaian

pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau

21

Asyahbuddin, Harmonisasi Keluarga Melalui Komunikasi Setara : Model Terapi Keluarga Virginia Satir 24-25, Jurnal Dakwah Komunikasi, volume 6. Nomor I. Januari - Juni 2012.

22

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2007), hlm 9


(50)

41

sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.23

b. Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi serta pemindahan pengertian antara dua orang atau lebih dari suatu kelompok manusia kecil dengan berbagai efek dan umpan balik (feed back).24

c. Menurut Effendy pada hakekatnya, komunikasi interpersonal

adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku sesorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikasi mengetahui secara pasti apakah komunikasinya postif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.25

Dari berbagai definisi diatas, komunikasi interpersonal merupakan kegiatan aktif bukan pasif.Komunikasi interpersonal bukan dari pengirim ke penerima melainkan komunikasi timbal balik. Komunikasi interpersonal bukan juga sekedar rangsangan atau tanggapan, tetapi serangkaian proses saling menerima penyeraan dan penyampaian tanggapan yang telah diolah

23

Ibid., hlm 30

24

W. A. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta : Bumi Aksara), hlm 8

25


(51)

42

oleh masing-masing pihak. Dan komunikasi ini sangat efektif karena dapat diketahui langsung respon dari komunikan.

Sebagaian orang mengartikan komunikasi sebagai kegiatan yang bersifat tatap muka.Komunikasi interpersonal adalah komunikasi tatap muka

(face to face) ini merupakan hal yang penting bagi orang manager atau

pimpinan.Keberhasilan dalam komunikasi ini merupakan faktor penentu bagi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan.26

R. Wayne Pace mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi atau

communication interpersonal merupakan proses komunikasi yang

berlangsung antar dua orang atau lebih secara tatap muka dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat

menerima dan menanggapi secara langsung.27

Menurut Agus M. Hardjana, komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua orang atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula.28

Dalam pengertian komunikasi interpersonal yang diartikan oleh para ahli yang lainnya, Burhan Bungin berpendapat berbeda dengan paraahli yang lainnya.Menurut Burhan Bungin, komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar perorangan yang bersifat pribadi yang baik yang terjadi secara langsung

26

Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono, Prinsip Dasar Manajemen, (Yogyakarta : BPFE, 2001), hlm 196

27

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm 32

28

Agus M. Hardjana, Komunikasi Interpersonal dan Interpersonal Berbagai Jenis Pekerjaan,


(52)

43

(tanpa medium) maupun tidak langsung (melalui medium). Contohnya kegiatan percakapan tatap muka, percakapan melalui telepon, surat menyurat pribadi. Fokus pengamatannya adalah bentuk-bentuk dan sifat hubungan, percakapan, interaksi, dan karakteristik komunikasi.29

Hal ini komunikasi antarpribadi tidak harus tatap muka.30Bagi komunikasi antara pribadi yang sudah terbentuk adanya saling pengertian antara dua individu, kehadiran fisik dalam berkomunikasi tidaklah terlalu penting.Misalkan komunikasi terjalin melalui telepon, e-mail, sosial media, dan lain sebagainya.

Komunikasi antarpribadi (interpersonal) terjadi apabila seseorang mendasarkan prediksinya tentang reaksi orang lain dengan data psikologis.31 Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya.32Sehingga informasi dan gagasan yang disampaikan tidak dapat diterima dan dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan. Menurut Hafied Cangara hambatan dibagi menjadi 7 macam,33yaitu :

a. Hambatan teknis

29

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm 32 30

Muhammad Budyatna, Teori Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta : Kencana, 2011), hlm 16

31

Ibid., hlm 7

32

Op. Cit., Arni Muhammad, hlm 159

33


(53)

44

Hambatan teknis terjadi jika salah satu alat yang digunakan dalam berkomunikasi mengalami gangguan, sehingga informasi yang ditransmisi melalui saluran mengalami kerusakan.

b. Hambatan sematik

Hambatan ini merupakan hambatan yang disebabkan karena kesalahan pada bahasa yang digunakan.

c. Hambatan psikologis

Hambatan psikologis terjadi karena adanya gangguan yang disebabkan karena kesalahanpersoalan-persoalan yang terjadi dalam diri individu.

d. Hambatan fisik

Hambatan fisik ialah hambatan yang disebabkan karena kondisi geografis.Hambatan ini bisa juga diartikan karena adanya gangguan organik yakni tidak berfungsinya salah satu panca indera pada penerima.

e. Hambatan status

Hambatan status ialah hambatan yang disebabkan karena jarak sosial diantara peserta komunikasi. Misalnya perbedaan usia suami-istri. Perbedaan ini biasanya menuntut perilaku komunikasi yang selalu mengperhitungkan kondisi dan etikayang sudah membudaya dalam masyarakat.


(54)

45

Hambatan ini disebabkan adanyanya perbedaan presepsi antara komunikator dan khalayak terhadap pesan yang digunakan dalam komunikasi, hal ini disebabkan karena latar belakang pengalaman dan pendidikan yang berbeda.

g. Hambatan budaya

Hambatan budaya ialah hambatan yang terjadi disebabkan karena adanya perbedaan norma,kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi.

Menurut Indroyo Gitosudarno dan Agus Mulyono, ada beberapa teknik guna mengurangi hambatan agar tercipta hubungan yang efektif,34 sebagai berikut :

a. Pesan atau informasi yang dibuat sejelas mungkin sehingga kita dapat dimengerti oleh penerima yang mempunyai pandangan yang berbeda.

b. Pengunaan bahasa yang biasa dipakai, sederhana sehingga mudah diterima dimengerti oleh penerima pesan.

c. Hilangkan kegaduhan atau kebisingan yang ada. Hal ini untuk

mengantisipasi kegaduhan komunikasi.

d. Buat suasana akrab dan bersahabat, hal ini bisa mengendalikan reaksi emosional seseorang.

34

Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono, Prinsip Dasar Manajemen, (Yogyakarta : BPFE, 2001), hlm 214


(55)

46

e. Menggunakan kode-kode atau simbol yang sederhana dengan komunikasi verbal yang cocok. Hal ini untuk mengatasi komunikasi verbal yang tidak konsisten.

f. Haruslah peka tehadap dunia dan pengetahuan dari penerima pesan pergunakan tatap muka / sambung rasa yang mengasyikkan sehingga ketidakpercayaan terhadap pemberi pesan dapat dihilangkan.

Untuk hal yang penting harus dijelaskan berualang kali dengan bentuk yang lain.hal ini untuk mengatasi ketidak jelasan dari penerima informasi yang bersembunyi.

B. Kajian Teori

Postpartum blues dalam perspektif komunikasi interpersonal ini merupakan

penelitian mengenai ibu yang mengalami postpartum blues. Penelitian ini

menggunakan teori Johari Windows yang dikemukakan oleh Joseph Luth dan Harry Ingram. Pandangan beliau tentang postpartum blues dalam perspektif komunikasi interpersonal menekankan pada keterbukaan diri dan tingkat kesadaran terhadap diri sendiri.35Berikut gambar teori johari windows.

35


(56)

47

Gambar 2.1 Teori Johari Windows

Gambar tersebut Jendela Johari tersebut melukiskan bahwa dalam pengembangan hubungan antara seseorang dengan yang lainnya terdapat empat kemungkinan sebagaimana terwakil melalui suasana di keempat bidang jendela tersebut.36

1. Terbuka. Bidang ini menunjukkan orang yang terbuka terhadap orang lain. Keterbukaan ini disebabkan dua pihak yang sama-sama mengetahui informasi, perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, gagasan,dan lain-lain. Individu ideal adalah individu yang selalu terbuka dengan orang lain. Maka dari itu, bidang ini merupakan bidang yang ideal dalam hubungan dan komunikasi interpersonal.

36

Alo Liliweri, Prasangka dan Konflik, (Yogyakarta : PT. LKIS Pelangi Aksara, 2005), hlm 50

Privat Publik

Tersembunyi

Buta

Tidak Dikenal Terbuka

Tidak Kita Ketahui Kita Ketahui


(57)

48

2. Buta. Bidang ini menunjukkan orang yang tidak mengetahui banyak hak tentang dirinya sendiri namun orang lain mengetahui banyak hal tetang dirinya, atau bisa ditakan individu yang terlalu menonjolkan diri namun buta terhadap dirinya sendiri.

3. Tersembunyi, bidang ini menunjukkan keadaan bahwa berbagai hal

diketahui diri sendiri namun tidak diketahui oleh orang lain. Ini merupaan ciri individu yang suka menyendiri.

4. Tidak dikenal. Bidang ini menunjukkan keadaan bahwa berbagai hal tidak

diketahui diri sendiri dan orang lain. Disini individu banyak mengetahui orang lain tetapi di menutup dirinya.

Keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi interpersonal adalah terbuka, dimana antara komunikator dan komunikan saling mengetahui makna pesan yang sama. Meskipun demikian kenyataan hubunganinterpersonal tidak seideal yang diharapkan, hal tersebut disebabkan karena dalam berhubungan dengan orang lain betapa sering setiap oang mempunyai peluang untuk menyembunyikan atau mengungkapkan masalah yang dihadapinya.

Sifat terbuka atau cenderung untuk senang berpikir, memiliki daya imajinasi, memberikan perhatian pada perasaan dan memiliki kecenderungan berpikir bebas.37

Keempat Johari Window saling bergantungan dengan penelitian ini, maka peneliti dapat mengindentifikasi proses komunikasi dalam menyelesaian komunikasi

37

J. Digman, Personality Structure : Emergence of The Five Factor Model, Annual Review of Psychology 41, 1990.


(58)

49

terhadap ibu yang mengalami postpartum blues kepada keluarganya berdasarkan teori Johari Window.

Ibu yang mengalami postpartum blues melakukan komunikasi interpersonal dengan keluarganya, memperlihatkan sebuah pengungkapan perasaan, dan menerima umpan balik. Dengan demikian, jendela terbuka dari Johari Window ini telah membesar sebagai hasil dari proses keduanya. Seseorang yang saling percaya dalam sebuah hubungan, maka hubungannya erat dan siap menerima resiko dalam mengungkapkan dan menerima umpan balik.

Terkadang seseorang tidak mau mengakui kelemahan yang dimiliki, dan akan selalu menonjolkan kemampuannya. Orang yang dikenal dapat mengetahui orang tersebut seperti apa. Inilah yang terjadisaat ibu yang mengalami postpartum blues otomatis akan mengalami sebuah ketidakstabilan emosional, karena orang yang melihat kebanyakan pernah merasakan hal tersebut akan tetapi si ibu merasa bahwa dirinya baik-baik saja setelah proses persalinan.

Ibu yang mengalami postpartum blues berkomunikasi dengan keluarga, komunikasi interpersonal yang dilakukan mengenai cara merawat bayi, akan tetapi keluarga tidak mengetahui bahwa sebelum merawat bayi, si ibu ini telah merawat bayi akan tetapi telah melakukan kesalahan. Dalam hal ini dalam teori Johari Window inilah yang disebut daerah tersembunyi.

Pada saat ibu yang mengalami postpartum blues ini menceritakan tentang tumbuh kembang si bayi kepada keluarga besarnya, akan tetapi si ibu sendiri tidak mengetahui perkembangan si bayi tersebut. Inilah yang dinamakan bidang tidak dikenal, seperti membicarakan sesuatu yang belum diketahui.


(59)

50

Maka dari itu, makin luas diri publik, makin terbuka pada orang lain, makin akrab hubungan dengan orang lain. Pengertian yang sama tentang lambang-lambang, presepsi yang cermat tentang petunjuk verbal dan nonverbal, pendeknya komunikasi interpersonal yang efektif, terjadi pada daerah publik. Makin baik dalam mengetahui seseorang, makin akrab hubungan anda dengan dia, makin lebar daerah terbuka jendela anda.

Padapengungkapan diri (self-disclosure), kedua belah pihak mampu

mengungkapkan perasaan pribadinya terhadap satu sama lain.38 Suatu hubungan tidak akan terjalin jika masing-masing pihak hanya mendiskusikan hal-hal yang abstrak saja atau membicarakan hal-hal yang yang sifatnya tidak mendalam. Melalui berbagi perasaan dan proses pengungkapan diri yang sangat pribadi orang benar-benar dapat mengetahui dan mengerti satu sama lain. Meskipun tidak realistis dan mungkin tidak diinginkan untuk berharap dapat berbagi perasaan dengan sejumlah besar orang, pencapaian mengenai tingkat berbagi perasaan mengenai komunikasi dengan sejumlah orang merupakan tujuan komunikasi yang sangat bermanfaat.Apabila seseorang mendapatkan kepuasaan karena bersama-sama dan mampu berbagi gagasan dan perasaan, maka keakraban mereka tumbuh.Seperti Mills & Calrk menjelaskan bahwa berbagi dan mengemukakan informasi pribadi merupakan karakteristik hubungan komunal secara timbal balik yang kuat dimana pengungkapan diri telah diajarkan sebagai inti dari hubungan yang erat.39

38

Op. Cit.,Muhammad Budyatna, hlm 38

39


(1)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

114

B. Rekomendasi

Setelah pengolahan data dilakukan, analisis hingga terakhir rekomendasi. Rekomendasi ini diharapkan bisa dijadikan masukkan bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam penelitian ini :

1. Bagi ibu ynag mengalami postpartum blues diharapkan agar lebih tenang menghadapi segala permasalahan yang sedang dihadapi. Lebih banyak melakukan rileksasi untuk menenangkan pikiran dari permasalahan-permasalahan yang terjadi. Selain itu, lebih sering berkomunikasi dengan orang yang lebih berpengalaman agar dapat menambah informasi mengenai postpartum blues yang terjadi setelah melahirkan.

2. Bagi keluarga diharapkan dapat membantu ibu yang mengalami postpartum blues agar dapat dengan mudah melewati masa setelah melahirkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan pendampingan sampai kondisi ibu tenang.

3. Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang berkonsentrasi pada pemberdayaan perempuan agar dapat memberikan terapi, komunikasi dan pendampingan pada ibu yang mengalami postpartum blues.

4. Untuk peneliti selanjutnya, semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah referensi penelitian mengenai komunikasi interpersonal terhadap postpartum blues. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan ini, yakni melakukan penelitian mengenai postpartum blues dalam perspektif


(2)

115

komunikasi intrapersonal dengan kajian kualitatif, bagaimana komunikasi intrapersonal yang dilakukan oleh ibu yang mengalami postpartum blues.


(3)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

116

DAFTAR PUSTAKA

Alsa, Asmadi. 2003.Pendekatan Kuantitatif, dan Kualitatif, serta Kombinasinya dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ambarwati. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Mitra Cendikia Arief, Nurhaeni. 2010. Buku Pintar Kehamilan dan Kelahiran Sehat. Yogyakarta : Pyramedia Yogyakarta

Arikunto, Suharni. 2002.Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Asyahbuddin, (2012). Harmonisasi Keluarga Melalui Komunikasi Setara : Model Terapi Keluarga Virginia Satir 24-25, Jurnal Dakwah Komunikasi, volume 6. Nomor I.

Azwar, Saifuddin. 1998.Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Benih, Ade, Nirwana. 2011. Psikologi Kesehatan Wanita. Yogyakarta : Nuha Medika

Budyatna, Muhammad. 2011.Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta : Kencana

Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Cangara, Hafied. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Digman, J. (1990). Personality Structure : Emergence of The Five Factor Model, Annual Review of Psychology 41


(4)

117

Elvira, SD. 2006. Depresi Pasca Persalinan. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Gitosudarmo, Indriyo dan Mulyono, Agus. 2001. Prinsip Dasar Manajemen, Yogyakarta : BPFE

Gulo, W. 2002.Metodologi Penelitian.Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia

Hidayat, Syaifurrahman dan Sumarni, Sri. (2013) “Kecemasan Ibu Hamil dalam Menhadapi Proses Persalinan”, Jurnal Kesehatan, Wiraraja Medika, vol III no. 2

Horwood, Janet. 1993. Penghibur Bagi Orang yang Mengalami Depresi. Jakarta : Binarupa Aksara

K., Norman, Denzin. 2009. Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Kaplan dan Sadock.1994. Sinopsis Psikiatri. New York : New York University Medical center.

Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik. Yogyakarta : PT. LKIS Pelangi Aksara

Lumongga, Namora, Lubis. 2009.Depresi : Tinjauan Psikologis. Jakarta : Kencana

M., Agus, Hardjana. 2003. Komunikasi Interpersonal dan Interpersonal Berbagai Jenis Pekerjaan. Yogyakarta : Kanisus


(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

118

Merry, Persis, Hamilton. 1995.Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Morrisan. 2013. Teori Komunikasi : Individu Hingga Massa. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Mudjiono, Yoyon. 2012. Ilmu komunikasi. Surabaya : Jaduar Press

Muhammad, Arni. 1989.Komunikasi Organisasi. Jakarta : PT. Bumi Aksara Muhammad, Arni. 2005. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bima Aksara Mulyana, Deddy. 2004. Komunikasi Efektif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Nunung, Siti, Nurjanah, dkk. 2013. Asuhan Kebidanan Postpartum. Bandung : PT. Rafika Aditama

Poerwandari, Kristi. 2005. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia.Jakarta : fakultas Psikologi UI

Rakhmad, Jalaluddin. 2012.Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya

Safitri, Vivin. (2013). Dukungan Keluarga pada Ibu yang Mengalami Postpartum Blues, Surabaya : Fakultas Dakwah, Program Studi Psikologi IAIN Sanan Ampel Surabaya

Sihabudin, Ahmad. 2011.Komunikasi Antarbudaya. Jakarta : PT. Bumi Aksara


(6)

119

Siswosuharjo, Suwignyo. 2014. Tetap Cantik dan Bugar Pasca Melahirkan. Solo : Tiga Serangkai

Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta : CV. Andi Offset

Sunarto. 2003.Perilaku Organisasi. Jakarta :Amus

Sylvia, D.E. 2006.Depresi Pasca Melahirkan. Jakarta : FK UI

Thurgood, Sara dkk. (2009). “Postpartum Depression”, American Journal of Clinical Medicine, , vol VI no. 2

Uchjana,Onong,Effendy. 2003.Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.Bandung. PT Remaja Rosdakarya

U.R., Setyowati. (2006). Studi Faktor Kejadian Postpartum Blues Pada Ibu Pasca Salin. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Surabaya: Fakultas Kedokteran Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Airlangga

Wijayanti, Krisdiana.Dkk. “Gambaran Faktor-faktor Resiko Pospartum Blues di Wilayah Kerja Pukesmas Blora” Junal Kebidanan, vol II no. 5 Oktober 2013

Widjaja, W. A. (2011). Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta : Bumi Aksara

http://antarberita.blogspot.com/2012/12/pengertian-analisa-data.html http://sagiyantaruna.blogspot.com/2010/12/blog-post.html

http://dunia-penelitian.blogspot.com/2011/10/definisi-rumusan-masalah-penelitian-dan.html