TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP BAGI HASIL SISTEM BOWON DI DESA KREMBANGAN KECAMATAN TAMAN KABUPATEN SIDOARJO.

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP BAGI
HASIL SISTEM BAWON DI DESA KREMBANGAN KECAMATAN
TAMAN KABUPATEN SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh:
Lilis Syafarotin
NIM. C02212022

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
JURUSAN HUKUM PERDATA ISLAM
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)
SURABAYA

2016

ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif
Terhadap Bagi Hasil Sistem Bawon Di Desa Krembangan Kecamatan Taman

Kabupaten Sidoarjo adalah hasil penelitian lapangan (field research) untuk
menjawab pertanyaan tentang Bagaimana praktik bagi hasil sistem bawon
pada perbandingan hasil panen persawahan di Desa Krembangan Kecamatan
Taman Kabupaten Sidoarjo?, dan bagaimana tinjauan hukum positif terhadap
bagi hasil sistem bawon di Desa Krembangan Kecamatan Taman Kabupaten
Sidoarjo? serta bagaimana tinjauan hukum islam terhadap bagi hasil sistem
bawon di Desa Krembangan Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo?.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik
wawancara (interview) dan observasi. Setelah data terkumpul, data diolah
dan dianalisis dengan metode deskriptif verifikatif dengan pola pikir
deduktif yaitu penyimpulan data yang bertitik tolak dari segi hukum Islam
kemudian ditarik menuju fakta-fakta di lapangan yang sifatnya khusus yaitu
mengenai pemanfaatan tanah pertanian sebagai barang gadai oleh pemberi
utang.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, praktik bagi hasil sistem
bawon pada perbandingan hasil panen persawahan di Desa Krembangan
Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo, dengan studi kasus pihak I sebagai
pemilik tanah, pihak II sebagai pengelola (pembiaya) dan bagi hasil yg
diperoleh ½:½. Ditinjau dari hukum Islam kejadian tersebut termasuk akad
mukha>barah. Sedangkan antara pihak II (pengelola) dan pihak III sebagai

buruh panen, dalam tinjauan hukum islam termasuk akad ujrah (upah), dengan
bagi hasil sistem bawon itu sah, karena rukun dan syaratnya terpenuhi, dalam
praktik pengupahannya tidak ada unsur-unsur dalam transaksi tersebut yang
bertolak belakang dengan kaidah hukum Islam. Sedangkan ditinjau dari
hukum positif Undang-Undang No. 2 tahun 1960 menyimpulkan bahwa sudah
sejalan dengan undang-undang tersebut terutama pada konsep bagi hasil dan
tujuannya, hanya saja dalam sistem bawon akadnya tak tertulis sedangkan
dalam undang-undang akadnya harus tertulis.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, agar pemilik tanah, petani dan buruh
tani agar lebih memahami akad mukha>barah dan ujrah yang sudah menurut
hukum islam dan untuk kepastian hukum haruslah akad-akad tersebut
dilakukan secara tertulis sebagaimana dalam Undang-Undang No. 2 Tahun
1960.

vii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI


Halaman
SAMPUL DALAM ...............................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN ..............................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................

iii

PENGESAHAN ...............................................................................................

vi

MOTTO

........................................................................................................


v

PERSEMBAHAN ............................................................................................

vi

ABSTRAK..................... .......................................................................................

vii

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

viii

DAFTAR ISI .........................................................................................................

xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................


xiv

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................

xv

DAFTAR TRANSLITERASI ..............................................................................

xvi

BAB I

PENDAHULUAN…………………………………………… .......

1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................

1


B. Identifikasi Masalah ...................................................................

6

C. Batasan Masalah .........................................................................

7

D. Rumusan Masalah .......................................................................

8

E. Kajian Pustaka ............................................................................

8

F. Tujuan Penelitian ........................................................................

11


G. Kegunaan Hasil Penelitian..........................................................

12

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

H. Definisi Operasional ...................................................................

12

I. Metode Penelitian .......................................................................

13

J. Sistematika Pembahasan ............................................................

17


BAB II KONSEP SISTEM BAWON DALAM TINJAUAN HUKUM
ISLAM DAN HUKUK POSITIF .........................................................

19

A. Tinjauan Hukum Islam (mukha>barah dan ujrah).............................

19

1. Definisi dan Hukum mukha>barah................................................

19

2. Rukun dan syarat mukha>barah ....................................................

23

3. Bentuk-bentuk mukha>barah ........................................................


24

4. Akibat akad mukha>barah.............................................................

27

5. Berakhirnya akad mukha>barah ....................................................

28

6. Zakat muza>ra’ah dan mukho>barah .............................................

29

7. Hikmah muza>ra’ah dan mukha>barah...........................................

31

8. Rekayasa legalitas ......................................................................


31

9. Pengertian dan hukum ujrah........................................................

32

10. Rukun dan syarat ujrah .............................................................

34

11. Upah yang dihalalkan dan yang diharamkan ............................

36

B. Tinjauan bagi hasil dalam hukum positif .......................................

38

BABIII


PRAKTIK BAGI HASIL SISTEM BAWON DI DESA
KREMBANGAN KECAMATAN TAMAN KABUPATEN SIDOARJO
A. Deskripsi Tentang Lokasi Penelitian ..................... ........................

47

1. Keadaan Geografis..................... .............................................

47

2. Kependudukan dan Sosial Ekonomi.............. ........................

48

3. Sarana Pendidikan dan Peribadatan .......................................

50

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4. Struktur Pemerintahan ............................................................

54

B. Peraktik bagi hasil sistem bawon di Desa Krembangan ................

55

1. Pelaksanaan bagi hasil sistem bawon ......................................

55

2. Biaya operasional persawahan .................................................

64

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP
BAGI

HASIL

SISTEM

BAWON

DI

DSA

KREMBANGAN

KECAMATAN TAMAN KABUPATEN SIDOARJO
A. Tinjauan Hukum Islam ..................... .............................................

66

B. Tinjauan Hukum Positif .................................................................

77

BABV PENUTUP………………………………………………………………

83

A. Kesimpulan ..................................................................................

83

B. Saran ..............................................................................................

85

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………

86

LAMPIRAN…………………………………………………………………….

88

xiii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT menciptakan bumi dan seisinya merupakan salah satu
kekuasaan manusia yang dianugerahkan sebagai makhluk sosial, dimana
mereka hidup saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya.
Allah SWT juga mengatur hubungan antara manusia dengan Allah SWT
dalam rangka menegakkan hablunminAlla>h dan hubungan antara sesama
manusia dalam rangka menegakkan hablumminan-na>s yang keduanya
merupakan misi kehidupan manusia yang diciptakan sebagai kholifah di atas
bumi. Hubungan antara sesama manusia itu bernilai ibadah bila dilaksanakan
sesuai dengan petunjuk Allah SWT sebagaimana telah diuraikan dalam kajian

fiqih.1
Dalam kajian fiqih hubungan antara sesama manusia diantaranya
meliputi jual beli, hutang piutang, jasa penitipan, sewa menyewa, gadai,
kerjasama dan lain sebagainya. Tak ada seorangpun yang bisa memenuhi
kebutuhannya tanpa bantuan orang lain dan untuk bisa memenuhi kebutuhan
itulah mereka bekerja sama dengan cara bermuamalah.2 Muamalah pada
awalnya mencakup segala macam aktifitas manusia, sehingga ruang

1

Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar fiqih, (Jakarta: Prenada Media, 2005), 175.
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995),
71.

2

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

lingkupnya sangat luas. Meskipun aktifitas manusia terus berkembang, Islam
tidak mendapatkan kesulitan membimbing umatnya bidang muamalah.3
Jenis dan bentuk muamalah yang dilaksanakan oleh manusia sejak
dahulu sampai sekarang berkembang sesuai dengan kebutuhan dan
pengetahuan manusia itu sendiri. Atas dasar itu dijumpai dalam berbagai
suku bangsa jenis dan bentuk muamalah yang beragam, yang esensinya
adalah saling melakukan interaksi sosial dalam upaya memenuhi kebutuhan
masing-masing sesuaia dengan firman Allah SWT dalam surat Al- Isra>’ ayat
84:

ِِ ِ
- ٤٨ - ًُ‫ىُسبِيل‬
َ ‫قُ ْلُ ُك لٌُيَ ْع َم ُل‬
َ ‫ُع لَىُ َشاك لَت ُفَُ َرب ُك ْمُأَ ْع لَ ُمُبِ َم ْنُ ُ َوُأَ ْ َد‬
Artinya: Katakanlah (Muhammad), ‚Setiap orang berbuat sesuai dengan
pembawaannya masing-masing.‛ Maka Tuhan-mu lebih
Mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.(QS. Al-Isra>’).4
Salah satu bentuk hukum muamalah yang sering terjadi adalah
kerjasama antara manusia, di satu pihak sebagai penyedia jasa manfaat atau
tenaga yang lazim disebut sebagai buruh atau pekerja dengan orang lain
yang menyediakan pekerjaan yang lazim pula disebut sebagai majikan. Dalam
rangka saling memenuhi kebutuhannya pihak buruh mendapatkan kompensasi
berupa upah. Dalam hal ini kerjasama dalam kehidupan sehari-hari
mempunyai banyak macam, namun lebih rincinya dalam hal ini akan dibahas
mengenai kerjasama di persawahan suatu desa. Dalam literatur fiqih sering
disebut dengan istilah muza>ra’ah atau mukha>barah, yakni pemilik sawah
3
4

Qurais Shihab, Fatwa-atwa Qurais Shihab, (Bandung: Mizan, 1990), xvii.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2006), 232.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

menyerahkan tanahnya untuk dikelola atau untuk ditanami sehingga bisa
menghasilkan sesuatu.
Dasar hukum yang digunakan para ulama’ mengenai transaksi

muza>ra’ah dan mukha>barah yakni sebuah hadist yang diriwayatkan oleh
Bukhori dan Muslim dari Ibnu Abbas r.a :

ِ ِ ٍ ‫ضهمُبِب ع‬
ِ ُ‫إِنُال بِىُصُمُلَمُيح ِرِمُالْم زار َعة‬
ُُ َ‫تُل‬
ْ َ‫ُم ْنُكاَن‬
ْ َ ْ ُ ُ ‫ُولَك ْنُ اََم َراَ ْنُيَ ْرفُ َقُبَ ُْع‬
َ ‫ضُبَِق ْول‬
َ َ َُ َ ُ ْ
ُ َ‫ض ُُُروا ُالبخارى‬
ُْ ‫أ َْرضُفَ لْيَ ْزَر ْع َهاُأ َْولِيَ ْمَ ْح َهاُ اَ َخا ُُ فَِا ْنُأَبَىُفَ لْيُ ْم ِس‬
َ ‫كُ اَ ْر‬
Artinya: Sesungguhnya Nabi SAW. Menyatakan, tidak mengharamkan
bermuza>ra’ah, bahkan beliau menyuruhnya, supaya yang sebgaian
menyayangi sebagian yang lain, dengan katanya, berang siapa yan
memiliki tanah, maka hendaklah ditanaminya atau diberikan
faedahnya kepada saudaranya, jika ia tidak mau, maka boleh
ditahan saja tanah itu.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Al-Nasa’I dari Rafi’ r.a. dari Nabi
SAW., beliau bersabda:

ُ‫اُوَر ُج لُاِ ْستَ ْك َرى‬
ً ‫ُمِ َحُ اَ ْر‬
ُ ‫اُوَر ُج ل‬
َ ‫إِن َماُيَ ْزَرعُُثَلَثَة‬
َ ‫ضاُفَ ُه َوُيَ ْزَرعُ َه‬
َ ‫ُر ُج لُلَ ُُأ َْرضُفَ ُه َوُيَ ْزَر ُعُ َه‬
ٍ ِ‫بُ اَوف‬
َ‫ضةُُروا ُأبوداودوُال سائى‬
ً ‫أ َْر‬
ْ ٍ َ ‫ضأُبِ َذ‬
Artinya: Yang boleh bercocok tanam hanya tiga macam orang: laki-laki yang
ada tanah, maka dialah yang berhak menanamnya dan laki-laki
yang diserahi manfaat tanah, maka dialah yang menanaminya dan
laki-laki yang menyewa tanah dengan mas atau perak. 5
Kerjasama mengenai pengelolaan sawah dalam beberapa literature
fiqih sering dibahasakan dengan muza>ra’ah atau mukha>barah yaitu
ketentuannya telah ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi
keadilan dan tidak merugikan salah satu pihak baik pemilik tanah maupun
5

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), 156.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

buruh itu sendiri. Konsekuensi dari adanya ketentuan ini adalah bahwa sistem
kerjasama bagi pekerja dan pemilik tanah harus sesuai dengan ketentuan
norma yang telah ditetapkan. Menurut pengertian syara’, muza>ra’ah atau

mukha>barah berarti akad kerjasama dalam pemindahan hak guna dari barang
atau jasa yang diikuti dengan pembayaran upah atau biaya sewa tanpa
disertai dengan perpindahan hak milik.6 Adapun perbedaan antara muza>ra’ah
dan mukha>barah tersebut yakni

Muza>ra’ah

Mukha>barah

Kerjasama antara pemilik tanah Kerjasama antara pemilik tanah
dan pekerja dengan benih dari dan pekerja dengan benih dari
pemilik tanah.

pekerja.

Akad syirka>h

Akad Ij>arah

Adapun bagi hasil atau kerjasama dalam persawahan ditinjau dari segi
hukum positif yang terdapat dalam Undang – Undang No. 2 Tahun 1960 yang
terdapat 17 pasal. Setiap pasal tersebut menjelaskan mengenai beberapa hal
diantaranya persyaratan menjadi penggarap yang tidak melebihi dari 3 hektar
tanah, macam-macam tanag garapan, bentuk perjanjian antara pemilik tanah
dan penggarap dalam bentuk tertulis dan diketahui oleh kepala desa dan
camat setempat. Adapun jangka waktu yang diatur dalam Undang - Undang
ini yakni selama 5 tahun dengan berbagai ketentuan, serta syarat pembatalan
dalam perjanjian ini. Mengenai bagi hasil persawahan akan dibagi kedua
6

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2003), 227.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

belah pihak sesuai dengan kesepakatan tetapi mengenai pembagian hasil
tanah akan dibagi sesuai dengan Undang-Undang ini akan ditentukan oleh
Bupati setempat.
Perbedaan yang terjadi di dalam kebiasaan lokal Desa Krembangan
Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo, pada waktu panen padi seolah-olah
sudah menjadi suatu kebenaran dalam sistem bagi hasil buruh tani ketika
panen padi. Wilayah Desa Krembangan Kecamatan Taman Kabupaten
Sidoarjo adalah sebuah Desa yang sebagian wilayahnya merupakan lahan
pertanian yang berupa sawah yang dialiri dengan air irigasi teknis dan sawah
tadah hujan, yang terkadang bisa mengalami gagal panen, terutama pada
musim kering. Dengan demikian hampir mayoritas masyarakatnya selain
sebagai karyawan pabrik yakni sebagai petani dan buruh tani yang masih
minim dalam mencukupi kebutuhan hidupnya.7
Pelaksanaan bagi hasil kerjasama terhadap buruh tani ketika panen
padi di wilayah Desa Krembangan ini dari masa ke masa masih tetap
menggunakan cara yang sama yakni dengan sistem bagi hasil yang disebut
dengan bawon. Sistem bawon ini merupakan sistem bagi hasil dari buruh tani
(buruh panen) sebagai pekerja dengan pemilik sawah atau tanah yang sudah
dikelola pekerja. Bagi hasil tersebut apabila sudah panen maka berupa padi
dengan perbandingan lima banding satu (5 : 1) maksut dari perbandingan bagi
hasil ini yakni apabila pekerja atau buruh tani dalam mengelola sawah
pemiliknya bisa menghasilkan panen 5 kwintal maka pekerja atau buruh tani
7

Hariyadi, Wawancara, Sidoarjo, 24 Maret 2016.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

akan mendapatkan 1 kwintal berupa padi (gabah), sedangkan antara pemilik
sawah dengan pengelola (penggarap dan pembiaya bibit) maka bagi hasil
perbandingannya ½ : ½. Dalam sistem bagi hasil buruh tani tersebut
merupakan sebuah tradisi masyarakat desa setempat yang sudah menjadi
acuan dalam pengupahan ketika masa tanam padi.
Sebenarnya di Desa Krembangan Kecamatan Taman Kabupaten
Sidoarjo ini memiliki dua macam sistem bawon yang pertama perbandingan 1
: 5 seperti yang dijelaskan diatas (perbandingan tersebut jika pemilik sawah
yang memberikan bibitnya). Sistem bawon yang kedua yakni ada 3 pihak
yang saling berhubungan dalam sistem ini yaitu pihak yang pertama adalah
pemilik tanah, pihak yang kedua adalah pengelola tanah yang bersedia
memberikan bibit dan ikut serta mengelola sawah dan pihak yang ketiga
yakni pekerja yang membantu pihak kedua dalam mengelola sawah. Bagi
hasil sistem bawon yang kedua memiliki kesamaan seperti sistem bawon
yang pertama tapi untuk bagian pemilik tanah juga mendapatkan ½ : ½
antara pemilik tanah dengan pihak kedua.
Jadi dalam hal sistem bawon ini penulis ingin meneliti mengenai
kerjasama bagi hasil persawahan dalam tinjauan hukum islam dan hukum
positif pada undang-undang No. 2 Tahun 1960 mengenai perjanjian bagi hasil
persawahan.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan kemungkinankemungkinan cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian dengan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

melakukan identifikasi, maka masalah yang dapat di identifikasi dari latarbelakang diatas adalah:
1. Latar belakang terjadinya sistem bawon pada bagi hasi kerjasama dalam
persawahan
2. Praktik sistem bawon pada bagi hasil kerjasama dalam persawahan
3. Terjadinya akad bagi hasil
4. Pelaksanaan pejanjian sistem bawon pada bagi hasil kerjasama dalam
persawahan
5. Tinjauan hukum islam terhadap sistem bawon pada bagi hasil kerjasama
dalam persawahan
6. Tinjauan hukum positif terhadap sistem bawon pada bagi hasil kerjasama
dalam persawahan
7. Persamaan dan perbedaan pada sistem bawon dalam tinjauan hokum islam
dan dalam tinjauan hokum positif
C. Batasan Masalah
Agar dalam pembahasan karya ilmiah ini sesuai dengan sasaran yang
diinginkan, maka peneliti memberi batasan masalah, adapun batasan masalah
dalam penelitian ini, mencakup beberapa materi yang akan disajikan,
meliputi:
1. Masalah pelaksanaan sistem bawon pada bagi hasil kerjasama dalam
persawahan
2. Tinjauan dari segi hukum positif mengenai pelaksanaan sistem bawon
3. Tinjauan dari segi hukum islam tentang pelaksanaan sistem bawon

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana praktik bagi hasil sistem bawon pada perbandingan hasil
panen persawahan di Desa Krembangan Kecamatan Taman Kabupaten
Sidoarjo?
2. Bagaimana tinjauan hukum positif terhadap bagi hasil sistem bawon di
Desa Krembangan Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo?
3. Bagaimana tinjauan hukum islam terhadap bagi hasil sistem bawon di
Desa Krembangan Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo?
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan deskripsi ringkas tentang kajian atau
penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti
sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.8
Sejauh pengamatan penulis, kajian tentang sistem bawon pada upah
persawahan belum ada yang meneliti. Dalam konteks muamalah Islam, kajian
mengenai system kerjasama ini penyusun belum menemukan pembahasan
yang secara eksplisit menjelaskan tentang pelaksanaan sistem ini, namun
secara teoritis pelaksanaan bawon ini sama dengan kerjasama antara pemilik
sawah dengan pekerjanya (petani) atau dalam istilah hukum Islam disebut
dengan Musaqah, mukha>barah atau Muza>ra’ah dan ujro>h.

8

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk
Teknis Penulisan Skripsi (Surabaya: Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2014), 8.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Setelah penulis menelusuri kajian sebelumnya, penulis menemukan
skripsi dan penelitian lain yang membahas kajian yang berkaitan dengan
pemberian upah yakni:
1. Soni, Fakultas Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya Jurusan Muamalah,
lulusan tahun 2014. Judul skripsi ‛Analisis Hukum Islam Terhadap
Tradisi Upah Bebasan Dan Borongan Buruh Tani Di Desa Brudu
Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang‛ dan skripsi ini ditulis untuk
menjawab pertanyaan pertama. Bagaimana praktik radisi pemberian upah
bebasan dan borongan buruh tani di Desa Brudu Kecamatan Sumobito
Kabupaten Jombang. Kedua. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap
praktik tradisi peberian upah bebasan dan borongan buruh tani di Desa
Brudu Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa, praktik terhadap tradisi upah bebasan dan
borongan buruh tani di Desa Brudu Kecamatan Sumobito Kabupaten
Jombang. Ditinjau dari hukum Islam, bahwa ujrah dengan sistem bebasan
dan borongan itu sah, karena rukun dan syaratnya terpenuhi, dalam
praktik pengupahannya tidak ada unsur-unsur dalam transaksi tersebut
yang bertolak belakang dengan kaidah hukum Islam. Sejalan dengan
kesimpulan di atas, maka pemilik sawah dan buruh tani agar lebih
memahami hukum ujrah yang sah menurut hukum Islam, agar dalam

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

sistem pengupahan yang selanjutnya bisa memberikan keseimbangan
antara buruh tani dengan hasil kerjanya.9
2. Hofiyah, Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya Jurusan
Muamalah, lulusan tahun 2000. Judul Skripsi ‚Pelaksanaan bagi hasil
tanaman padi di Desa Banjar Kecamatan Kedundung Sampang Madura‛
dengan permasalahan bagaimana praktik bagi hasil tanaman padi. Dengan
permasalahan bagaimana diskripsi pelaksanaan bagi hasil tanaman padi
yang dilakukan oleh masyarakat yang beragama islam di Desa Banjar
Kecamatan Kedundung Kabupaten Sampang pada tahun 1999 dan
bagaimana hokum islam dalam undang – undang Nomor 2 tahun 1960
terhadap pelaksanaan bagi hasil padi tersebut. Hasil dari skripsi ini dapat
disimpulkan bahwa bagi hasil tanaman di Desa Banjar Kecamatan
Kedundung Kabupaten Sampang ini sudah dilaksanakan secara turun
temurun dan silakukan secara lisan oleh petani penggarap dan pemilik
tanah. Dalam kerjasama bagi hasil tersebut penggarap menanggung segala
biaya yang diperlukan dan hasilnya dibagi sama rata dengan perbandingan
½ : ½. Dengan perbandingan tersebut sehingga bagi hasil tanaman padi
ini tidak bertentangan dengan hukum islam meskipun belum sepenuhnya
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960.10

9

Soni, ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Tradisi Upah Bebasan Dan Borongan Buruh Tani Di
Desa Brudu Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang‛ (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya,
2014), v.
10
Hofiyah, ‚Pelaksanaan bagi hasil tanaman padi di Desa Banjar Kecamatan Kedundung
Sampang Madura‛ (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2000), 85.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh Soni dan Hofiyah
berbeda dengan penelitian yang saya lakukan. Sedangkan dalam penelitian ini
penulis membahas tentang sistem bagi hasil kerjasama yang menggunakan
sistem bawon tanpa menggunakan bagi hasil dengan uang ataupun upah
pekerja dengan uang namun bagi hasil dalam sistem ini hanya menggunakan
padi (gabah) menurut tradisi kebiasaan di Desa Krembangan Kecamatan
Taman Kabupaten Sidoarjo seperti yang terangkum dalam judul ‚Tinjauan
Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap bagi hasil sistem bawon di Desa
Krembangan Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo‛ di mana letak
permasalahannya adalah bagaimana sistem pelaksanaan bagi hasil kerjasama
ini tanpa menggunakan upah dalam pembagiannya dan bagaimana analisa
hukum Islamnya.
F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendiskripsikan sistem bawon pada bagi hasil kerjasama
persawahan di Desa Krembangan Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo.
2. Untuk menjelaskan pandangan hukum Islam terhadap pelaksanaan system

bawon pada bagi hasil kerjasama persawahan bagi petani.
3. Untuk menjelaskan pandangan dari segi hukum positif terhadap
pelaksanaan sistem bawon pada bagi hasil kerjasama dalam persawahan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

G. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian di atas semoga dapat bermanfaat dan berguna
untuk:
1. Secara teoritis, untuk menambah khazanah pengetahuan yang berkaitan
dengan hukum Islam dan hukum positif di Indonesia, sehingga dapat
dijadikan informasi atau input bagi para pembaca dalam menambah
pengetahuan tentang hukum Islam dan hukum positif yang dipakai di
Indonesia. Serta untuk memberikan informasi tentang bagaimana tinjauan
hukum Islam terhadap ketentuan sistem bawon pada bagi hasil kerjasama
dalam hukum positif, sehingga dapat dijadikan landasan hukum oleh para
pihak yang memerlukannya.
2. Secara praktis, diharapkan hasil dari skripsi ini sebagai bahan masukan
sekaligus sumbangsih kepada para pemikir Islam, untuk dijadikan sebagai
salah satu metode ijtihad terhadap peristiwa yang muncul ke permukaan
yang belum ada status hukumnya.
H. Definisi Operasional
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang pengertian
dalam judul skipsi ini, maka penulis tegaskan beberapa istilah-istilah sebagai
berikut:
1. Hukum Islam : Hukum yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist yang
berkaitan berkaitan dengan bagi hasil kerjasama dalam hal persawahan.
Bagi hasil tersebut dalam hukum Islam disebut muza>ra’ah dan

mukha>barah. Muza>ra’ah merupakan kontrak kerjasama antara pemilik

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

tanah dengan pekerja untuk bercocok tanam dengan benih berasal dari
pihak pemilik tanah, sedangkan mukha>barah merupakan kontrak
kerjasama sebagaimana muza>ra’ah, hanya saja benih berasal dari pihak
pekerja.
2. Hukum Positif : suatu hukum tertulis yang berlaku pada suatu masyarakat
saat ini dalam suatu daerah atau Negara tertentu. Dalam pembahasan di
skripsi ini hukum positif yang dibahas adalah Undang-Undang No. 2
Tahuin 1960 yang menjelaskan mengenai bagi hasil dalam kerjasama
persawahan dan mengenai batasan-batasan kerjasama maupun persyaratan
kerjasama serta persyaratan bagi hasil panen tersebut.
3. Bagi Hasil: pembagian laba atau keuntungan yang diperoleh dari hasil
panen padi setelah diketahui hasil kotor padi saat panen

dalam

persawahan.
4. Sistem Bawon : suatu sistem pelaksanaan bagi hasil antara pemilik tanah
atau sawah dengan pengelola atau pekerja mendapatkan bagi hasil 5 : 1
(lima banding satu) dengan bibit dari pemilik tanah dan jika bibit sawah
dari pengelola atau pekerja maka bagi hasilnya ½ : ½ (setengah banding
setengah) jika panen. Sistem ini hanyalah sistem bagi hasil dengan padi
(gabah) tanpa mendapatkan uang atau upah sepeserpun.
I. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang menggunakan metode
deskriptif analisis.
1. Jenis Penelitian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

Berdasarkan kajian yang dibahas mengenai tinjauan hukum
islam dan hukum positif terhadap sistem bawon pada bagi hasil
kerjasama dalam persawahan, maka jenis penelitian ini adalah
kualitatif dengan pendekatan deduktif.
2. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini di Desa Krembangan Kecamatan Taman
Kabupaten Sidoarjo.
3. Data yang akan dikumpulkan
Berdasarkan rumusan seperti yang telah dikemukakan di atas,
maka data yang akan dikumpulkan adalah sebagai berikut :
a. Latar belakang terjadinya bagi hasil sistem bawon
b. Pelaksanaan perjanjian bagi hasil sistem bawon
c. Praktik Bagi hasil sistem bawon pada saat panen persawahan.
4. Sumber data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber pada:
a. Pemilik sawah
b. Penggarap (pengelola dan pembiaya sawah)
c. Pemilik sawah dan pengelola sawah (pembiaya)
d. Penggarap (buruh panen)
e. Al-Quran atau kitab-kitab tafsir yang menjelaskan tentang bagi
hasil dalam persawahan.
f. Hadits yang menjelaskan tentang bagi hasil persawahan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

5. Teknik pengumpulan data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
a. Observasi
Observasi dilakukan terhadap obyek dan lapangan yang akan
diteliti, yaitu praktik bagi hasil dalam system bawon buruh tani
menurut kebiasaan kerjasama persawahan di Desa Krembangan
Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo. 11
b. Wawancara
Metode wawancara atau interview yaitu metode ilmiah yang
dalam pengumpulan datanya dengan jalan berbicara atau berdialog
langsung dengan sumber obyek penelitian. Wawancara sebagai alat
pengumpul data dengan cara tanya jawab sepihak yang dikerjakan
dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian.12 Teknik
pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mengadakan wawancara
atau tanya jawab dengan pihak yang bersangkutan tentang masalah
yang diteliti. Wawancara ini diambil 10 orang yang bersangkutan
sebagai pelaksana bagi hasil sistem bawon diantaranya yaitu Bapak
Hariyadi dan Bapak Suparman sebagai pemilik sawah di Desa
Krembangan Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo. Selain

dari

bapak Hariyadi ada beberapa orang diantranya yang melaksanakan
bagi hasil yaitu Bapak Sukadi, Bapak Suud, Bapak Mandar, Bapak
11
12

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, Petunjuk Teknis..., 9.
Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 135.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

Soleh, Bapak Supardi, Bapak Ngatari, Bapak Kirom, Bapak Paedi,
Bapak Saderi, dan Bapak Sai’un dan lain-lain.
c. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data secara
tertulis, berupa catatan, transkip, arsip, dokumen, buku tentang
pendapat (doktrin), teori, dalil, atau hukum, dan lain-lain yang
berhubungan dengan masalah penelitian.13
d. Studi pustaka, yaitu data yang dikumpulkan bersumber pada bukubuku, artikel, jurnal.
6. Tehnik pengolahan data
Tahapan pengolahan data dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Editing, yaitu data yang telah terkumpul diedit dan diklarifikasi untuk
mendapatkan data halus. Dalam proses ini dilakukan konfirmasi data
kepada narasumber bila mana diperlukan. Dalam reduksi data,
dilakukan pula klarifikasi data. Hasil reduksi data dimasukkan ke
dalam kelas dan sub kelas dengan merujuk kepada pertanyaan
penelitian.14
b. Organizing, adalah menyusun dan mensistematiskan data yang
diperoleh dalam rangka uraian yang telah dirumuskan untuk
13
14

Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 191.
Wahyu Purhantara, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif untuk Bisnis, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2010), 99.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

memperoleh bukti-bukti dan gambaran secara jelas tentang bagi hasil
kerjasama persawahan dengan menggunakan system bawon.15
7. Tehnik analisis data
Setelah penulis mengumpulkan data yang dihimpun, kemudian
menganalisisnya dengan menggunakan metode deskriptif komparasi yaitu
menggambarkan status sekelompok manusia, kondisi sosial, suatu sistem
pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang, terutama
yang berkaitan dengan objek penelitian.16 Penulis menggunakan metode
ini karena ingin memaparkan, menjelaskan dan menguraikan data yang
terkumpul kemudian disusun dan dianalisa untuk diambil kesimpulan.
Pola pikir yang digunakan adalah menjelaskan dan mendeskripsikan
fakta-fakta atau kenyataan dari hasil observasi, kemudian ditinjau secara
umum menurut hukum Islam dan dituinjau dari segi hukum positif.
J. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan penulis, maka skripsi ini nanti akan dibagi dalam
beberapa bab, tiap-tiap bab dibagi dalam beberapa sub bab. Adapun susunan
sistematikanya adalah sebagai berikut :
Bab pertama merupakan pendahuluan yang meliputi : latar belakang
masalah, perumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan
hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian yang meliputi : jenis
penelitian, data yang dikumpulkan, sumber data, teknik pengumpulan data,
15
16

M. Iqbal Hasan, Metodologi Penelitian dan Aplikasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), 87/
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), 6.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

tehnik pengelolaan data, tehnik analisis data lalu dirangkai dengan
sistematika pembahasan.
Bab kedua merupakan kajian pustaka yakni mendiskripsikan
mengenai teori bagi hasil kerjasama persawahan dengan menggunakan sistem

bawon dan teori dalam islam dalam akad muza>ra’ah dan mukha>barah
mengenai bagi hasil persawahan tersebut serta mendekripsikan dari tinjauan
hukum positif yakni pada Undang – Undang No. 2 Tahun 1960.
Bab ketiga mengemukakan hasil penelitian tentang pelaksanaan bagi
hasil sistem bawon di Desa Krembangan Kecamatan Taman Kabupaten
Sidoarjo meliputi: profil Desa Krembangan Kecamatan Taman Kabupaten
sidoarjo dan aplikasi bagi hasil sistem bawon meliputi latar belakang bagi
hasil sistem bawon, akad yang digunakan pada bagi hasil serta aplikasi akad
yang digunakan.
Bab keempat mengemukakan hasil analisis penelitian yaitu : pertama
Analisis hukum islam meliputi akad mukha>barah dan ujrah, kedua Analisis
Undang – Undang No. 2 Tahun 1960 mengenai persayaratan bagi hasil dan
pelaksanaan bagi hasil dalam persawahan, serta yang ketiga menganalisis
persamaan dan perbedaan bagi hasil sistem bawon dari segi tinjauan hukum
isam dan hokum positif.
Bab kelima ini akan diakhiri dengan penutup yang berisi kesimpulan
dan saran. Hal ini dimaksudkan untuk menjawab rumusan masalah dan untuk
mengetahui sejauh mana penelitian telah dilakukan serta saran apa yang bisa
diberikan untuk penelitian selanjutnya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
KONSEP SISTEM BAWON
DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN DALAM HUKUM POSITIF

A. TINJAUAN HUKUM ISLAM (Mukha>barah dan Ujra>h)
1. Definisi dan Hukum Mukha>barah

Mukha>barah adalah bentuk kerja sama antara pemilik sawah
atau tanah dan penggarap dengan perjanjian bahwa hasilnya akan
dibagi antara pemilik tanah dan penggarap menurut kesepakatan
bersama, sedangkan biaya, dan benihnya dari penggarap tanah.
Perbedaan antara pemilik muzara>’ah dan mukha>barah hanya terletak
dari benih tanamannya. Dalam muzara>’ah, benih tanaman berasal
dari pihak penggarap.
Pada umumnya, kerjasama mukha>barah ini dilakukan pada
perkebunan yang benihnya relatif murah, seperti jagung, padi, dan
kacang. Namun, tidak menutupi kemungkinan pada tanaman yang
benihnya relatif murahpun dilakukan kerjasama muzara>’ah. Hukum

mukha>barah sama dengan muzara>’ah, yaitu mubah (boleh).
Landasan hukum mukha>barah adalah sabda Nabi SAW.:

‫ قال ع ْمر ف ْ له يا با عبْد الرحْ من‬,‫عنْ طا س نه كان يخابر‬
‫ل ْ تر ْك هذه ْالمخابرة ف ن ْ ي ْزعم ْ ن ن النبى ص ى ه ع يه س‬
‫ ْخبرْ نى عْ م ْ بذال يعْ نى ابْن‬: ‫ن ى عن ْالمخابرة ف ال ىْ ع ْمر‬
‫عباس ن النبي ص ى ه ع يه س ل ْ ي ْنه ع ْن ا إنما قال يمْنح‬
( ‫حدك ْ خاه خيْر له منْ نْ ي ْخذ ع ْي ا خرْ جا معْ ْ ما (ر اه مس‬

Artinya: ‚Dari Thawus r.a. bahwa ia suka bermukha>barah. Amru
berkata: ‚lalu aku katakana kepadanya: ya Abu Abdurrahman, kalau
engkau tinggalkan mukha>barah ini, nanti mereka mengatakan

19

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

bahwa Nabi Saw. telah melarang mukha>barah. Lantas Thawus
berkata: Hai Amr, telah menceritakan kepadaku orang yang
sungguh-sungguh mengetahui akan hal itu, yaitu Ibnu Abbas bahwa
Nabi Saw. Tidak melarang mukha>barah itu, hanya beliau berkata:
Seseorang memberi manfaat kepada saudaranya lebih baik dari pada
ia mengambil manfaat dari saudaranya itu dengan upah tertentu.‛
(HR. Muslim).
Ulama’ Malikiyah mendefinisikannya dengan persekutuan
atau kerjasama dalam mengolah dan menanam lahan.24

‫لشرْ ك فى الزرْ ع‬
Artinya : ‚Perserikatan dalam pertanian.‛
Ulama’ Hanabilah mendefinisikannya sebagai berikut yakni
penyerahan suatu lahan kepada orang (buruh tani) yang mengolah
dan menanaminya, sedangkan hasil tanamannya dibagi antara
mereka berdua (pemilik lahan dan pengolah)25

‫د ْفع ْاأرْ ض الى منْ ي ْزرع ا ْ يعْ مل ع ْي ا الزرْ ع بيْن ما‬
Artinya: ‚Penyerahan tanah pertanian kepada seorang petani untuk
digarap dan hasilnya dibagi berdua.‛

Kedua definisi ini dalam kebiasaan Indonesia disebut
sebagai ‚paruhan sawah‛. Penduduk Irak menyebutnya ‚al-

mukhaba>rah‛, tetapi dalam al-mukhaba>rah, bibit yang akan ditanam
berasal dari pemilik tanah.
Sementara itu, Imam Syafi’I mendefinisikan:26

‫عمل ْاأرْ ض ببعْ ض ما ي ْخرخ م ْن ا ْالب ْذر من ْالعامل‬
24

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 275.
Ibid., 275.
26
Ibid., 275.
25

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Artinya: ‚Pengolahan tanah oleh petani dengan imbalan hasil
pertanian, sedangkan bibit pertanian disediakan oleh penggarap.‛
Dalam mukhaba>rah, bibit yang akan ditanam disediakan oleh
penggarap tanah, sedangkan dalam al-muzara>’ah, bibit yang akan
ditanam boleh dari pemilik. Jadi muzara>’ah itu yaitu kerjasama
antara pemilik tanah dan penggarap tanah dengan perjanjian bagi
hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama, sedangkan
benih (bibit) tanaman berasal dari pemilik tanah. Bila dalam
kerjasama ini bibit disediakan oleh pekerja, maka secara khusus
kerjasama ini disebut al-mukhaba>rah.
Alasan Imam Abu Hanifah dan Zufair Ibn Huzail adalah
sebuah hadis berikut:

‫ (ر اه مس‬.‫ن رس ل ه ص ى ه ع يه س ن ى عن ْالمخابرة‬
)‫عن جابر بن عبد ه‬
Artinya: ‚Rasulullah SAW yang melarang melakukan mukha>bara>h.
(HR. Muslim dari Jabir Ibn Abdillah)

Al-Mukhabara>h dalam sabda Rasulullah itu adalah almuzara>’ah, sekalipun dalam al-mukhabara>h bibit yang akan ditanam
berasal dari pemilik tanah.
Menurut mereka, obyek akad dalam muza>ra’ah belum ada
dan tidak jelas kadarnya, karena yang dijadikan imbalan untuk
petani adalah hasil pertanian yang belum ada dan tidak jelas
ukurannya, sehingga keuntungan yang akan dibagi, sejak semula
tidak jelas. Boleh saja pertanian itu tidak menghasilkan, sehingga
petani tidak mendapatkan apa-apa dari hasil kerjanya. Obyek akad

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

yang bersifat belum ada dan belum jelas ukurannya inilah yang
membuat akad ini tidak sah. Adapun perbuatan Rasulullah dengan
penduduk Khaibar dalam hadis yang diriwayatkan al-jama’ah,
menurut mereka bukan merupakan akad al-muza>ra’ah, adalah
berbentuk al-kharaj al-muqasamah yaitu, ketentuan pajak yang
harus dibayarkan petani kepada Rasulullah setiap kali panen dalam
prosentase tertentu.
Kerjasama dalam bentuk muzara>’ah menurut kebanyakan
ulama fiqih hukumnya mubah (boleh). Dasar kebolehannya itu,
disamping dapat dipa hami dari keumuman firman Allah SWT yang
menyuruh saling menolong, juga secara khusus hadis Nabi dari Ibnu
Abbas menurut riwayat al-Bukhari yang mengatakan:

‫ن رس ْ ل ه ص ى ه ع يه س عامل هْ ل خيْبر بش ْطر ما ي ْخرج‬
.) ‫ (ر اه البخارى مس ب دا د النس‬.‫م ْن ا منْ زرْ ع ْ ثمر‬
Artinya: ‚Bahwasannya Rasulullah SAW memperkerjakan
penduduk Khaibar (dalam pertanian) dengan imbalan bagian dari
apa yang dihasilkannya, dalam bentuk tanaman atau buah-buahan.‛
(HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa’I, Ibnu Majah, atTarmizi, dan Imam ahmas ibn Hanbal dari Abdullah ibn Umar)
2. Rukun dan Syarat Mukha>barah
Jumhur ulama yang membolehkan akad mukha>barah
mengemukakan rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga
akad dianggap sah.
Rukun mukha>barah menurut mereka sebagai berikut:
a. Pemilik tanah
b. Petani penggarap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

c. Objek mukha>barah, yaitu antara manfaat tanag dan hasil kerja
petani
d. Ijab dan kabul. Contoh: ‚saya serahkan tanah pertanian saya ini
kepada engkau untuk digarap dan hasilnya nanti kita bagi
berdua.‛ Petani penggarap menjawab: ‚Saya terima tanah
pertanian ini untuk digarap dengan imbalan hasil dibagi dua.‛
Jika hal ini telah terlaksana, maka akad ini telah sah dan
mengikat. Namun, ulama Hanabilah mengatakan bahwa
penerimaan (Kabul) akad muzara>’ah tidak perlu dengan
ungkapan, tetapi boleh juga dengan tindakan, yaitu petani
langsung menggarap tanah itu.27
Adapun syarat-syarat mukha>barah, menurut jumhur
ulama sebagai berikut:
a. Syarat yang menyangkut orang yang berakad: keduanya harus
sudah baligh dan berakal.
b. Syarat yang menyangkut benih yang akan ditanam harus jelas,
sehingga benih yang akan ditanam itu jelas dan akan
menghasilkan.
c. Syarat alat pertanian yang digunakan, syarat yang digunakan
dalam mengolah lahan seperti binatang untuk membajak
tanah, dan berbagai peralatan yang biasa digunakan dalam
menggarap lahan pertanian, statusnya adalah sudah ikut
masuk kedalam akad dengan sendirinya, bukan merupakan
27

Ibid. Nasrun Haroen, 278.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

suatu yang dimaksudkan dan dikehendaki dalam akad. Jika
tidak, maka akad mukha>barah tidak sah.
d. Syarat yang menyangkut tanah pertanian sebagai berikut:
1) Menurut adat dikalangan para petani, tanah itu boleh
digarap dan menghasilkan. Jika tanah itu tanah tandus dan
kering sehingga tidak memungkinkan untuk dijadikan
tanah pertanian, maka akad mukha>barah tidak sah.
2) Batas-batas tanah itu jelas
3) Tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada petani untuk
digarap.28
3. Bentuk – Bentuk Al-Mukha>barah
Menurut Muhammad dan Abu Yusuf, al-mukha>barah
memiliki empat bentuk, tiga diantaranya adalah sah, sedangkan
yang satunya lagi tidak sah. Bentuk-bentuk al-mukha>barah yang
dimaksud sebagai berikut:29
a. Modal lahan dan benih dari salah satu pihak, sedangkan
pekerjaan penggarapan lahan dan binatang untuk mengolah
lahan dari pihak yang lain. Bentuk al-mukha>barah ini adalah
boleh, sehingga disini pemilik lahan dan benih statusnya berarti
mempekerjakan pihak penggarap, sedangkan binatang yang
digunakan untuk membajak lahan itu memang menjadi
tanggungan

pihka penggarap sebagai

konsekuensidirinya

28

Ibid., 278-279.
Wahbah az-Zuhaili, “Fiqih Islam Wa Adillatuhu 6”, (Depok: Gema Insani, 2011), 571572.
29

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

dipekerjakan untuk menggarap lahan, sebab binatang tersebut
adalah alat untuk melakukan pekerjaannya.
b. Modal lahan dari salah satu pihak, sedangkan binatang, benih
dan penggarap lahan dari pihak lain. Bentuk al-mukha>barah ini
juga boleh, dan status pihak penggarapdisini berarti adalah
menyewa lahan dengan biaya sewa sebagian dari hasil panen
lahan yang digarap.
c. Modal lahan, binatang dan benih dari salah satu pihak,
sedangkan penggarapan dan pengolahan lahan dari pihak yang
lain. bentul al-mukha>barah ini juga boleh, dan status pemilik
lahan disini berarti adalah mempekerjakan pihak penggarap
dengan upah sebagian dari hasil panen lahan yang digarap.
d. Modal lahan dan binatang dari salah satu pihak, sedangkan
modal benih dan penggarap lahan dari pihak yang lain. Ini
adalah bentuk al-mukha>barah yang tidak sah menurut zhahir
riwayat. Karena seandainya diasumsikan bahwa akad tersebut
adalah penyewaan lahan, maka persyaratan binatang yang
dibutuhkan untuk membajak dan mengolah lahan menjadi
tanggungan pihak pemilik lahan, adalah merupakan akad sewa
tersebutdan menjadikannya tidak sah. Karena tidak mungkin
menjadikan posisi binatang tersebut mengikuti lahan, atau
dengan kata lain tidak mungkin menjadikan penyediaan
fasilitas berupa binatang pembajak sebagai konsekuensi atau
prasyarat didalam menyewakan suatu lahan, karena perbedaan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

fungsi dan kemanfaatan (kegunaan) antara lahan dan binatang
yakni fungsi dan kegunaan lahan adalah untuk menumbuhkan,
sementara binatang fungsi dan kegunaannya adalah bekerja dan
membajak lahan, dan seandainya diasumsikan bahwa akad
tersebut adalah akad yang mempekerjakan pihak penggarap,
maka adanya ketentuan modal benih menjadi tanggungannya
adalah merusak akad tersebut, karena tidak dimungkinkannya
menjadikan penyediaan benih oleh pihak yang dipekerjakan
untuk menggarap lahan sebagai konsekuensi atau prasyarat
dirinya dipekerjakan. Berdasarkan hal ini, maka suatu akad almuza>ra’ah tidak sah jika ada ketentuan fasilitas peralatan untuk
menggarap

lahan,

atau

binatang

pembajak,

atau

pekerjaanmenggarap lahan menjadi tanggungjawab pihak
pemilik lahan. Begitu juga, akad akad al-mukha>barah tidak sah
jika ada ketentuan bahwa semua hasil panennya adalah untuk
salah satu pihak saja, atau ada ketentuan bahwa pemanenan dan
penebahan, atau mengangkut, merawat dan menjaga hasil panen
adalah menjadi tanggungjawab pihak penggarap karena semua
itu tidak memiliki kaitan dengan kepentingan tanaman atau
dengan kata lain tidak termasuk hal-hal yang dibutuhkan dalam
pengolahan dan penggarapan lahan.
4. Akibat Akad Al-Mukha>barah

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

Menurut jumhur ulama yang membolehkan akad al-

mukha>barah, apabila akad ini telah memenuhi rukun dan syaratnya,
maka akibat hukumnya sebagai berikut:30
a. Petani bertanggungjawab mengeluarkan niaya benih dan niaya
pemeliharaan pertanian itu
b. Biaya pertanian, seperti pupuk, biaya penuaian, serta biaya
pembersihan tanaman, ditanggung oleh petani dan pemilik tanah
sesuai dengan prosentase bagian masing-masing.
c. Hasil panen dibagi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
d. Pengairan dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan kedua belah
pihak. Apabila tidak ada kesepakatan, berlaku kebiasaan
ditempat masing-masing. Apabila kebiasaan tanah itu diairi
dengan air hujan, maka masing-masing tidak boleh dipaksa untuk
mengairi tanah itu dengan irigasi. Apabila tanah pertanian itu
biasanya diairi melalui irigasi, sedangkan dalam akad disepakati
menjadi tanggungjawab petani, maka petani bertanggungjawab
mengairi pertanian itu dengan irigasi.
e. Apabila salah seorang meninggal dunia sebelum panen, akad
tetap berlaku sampai panen, dan yang meninggal d

Dokumen yang terkait

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK BAGI HASIL TANGKAPAN IKAN NELAYAN DI DESA KEDUNGREJO KECAMATAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Bagi Hasil Tangkapan Ikan Nelayan di Desa Kedungrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi.

0 3 17

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK BAGI HASIL TANGKAPAN IKAN NELAYAN DI DESA KEDUNGREJO KECAMATAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Bagi Hasil Tangkapan Ikan Nelayan di Desa Kedungrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi.

0 4 16

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BAGI HASIL PENGGARAPAN TANAH SAWAH DI DESA PALUR KECAMATAN MOJOLABAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Tanah Sawah Di Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 13 30

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BAGI HASIL PENGGARAPAN TANAH SAWAH DI DESA PALUR KECAMATAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Tanah Sawah Di Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 2 18

PENDAHULUAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Tanah Sawah Di Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 3 4

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD BAGI HASIL MUZARA’AH Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Bagi Hasil Muzara’ah (Studi Kasus di Desa Dalangan, Kabupaten Klaten).

0 0 17

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD BAGI HASIL MUZARA’AH Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Bagi Hasil Muzara’ah (Studi Kasus di Desa Dalangan, Kabupaten Klaten).

0 0 14

Studi komparasi antara hukum positif dan hukum islam tentang manipulasi akta nikah dalam perkawinan: studi kasus KUA Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo.

0 0 102

Tinjauan hukum Islam terhadap praktik bagi hasil hibah Sapi di Desa Mojomalang Kecamatan Parengan Kabupaten Tuban.

0 2 93

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP DAMPAK PEMEKARAN DESA BAGI MASYARAKAT (Studi di Desa Sidomekar Kecamatan Gedung Aji Baru Kabupaten Tulang Bawang) - Raden Intan Repository

0 1 96