PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AKHLAK DAN UPAYA MENGATASINYA DI SMP PROGRESIF BUMI SHALAWAT LEBO SIDOARJO.

(1)

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AKHLAK DAN

UPAYA MENGATASINYA

(Studi kasus di

SMP Progresif Bumi Shalawat Lebo-Sidoarjo)

SKRIPSI

Oleh

:

CHOFIDHOTUL MACHBUBAH

NIM: D31211078

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SURABAYA


(2)

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AKHLAK DAN

UPAYA MENGATASINYA

(Studi kasus di

SMP Progresif Bumi Shalawat Lebo-Sidoarjo)

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Oleh:

CHOFIDHOTUL MACHBUBAH

NIM: D31211078

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SURABAYA


(3)

(4)

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi oleh :

Nama : CHOFIDHOTUL MACHBUBAH

Nim : D31211078

Judul : PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AKHLAK DAN UPAYA MENGATASINYA DI SMP PROGRESIF BUMI SHALAWAT LEBO SIDOARJO

Ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Surabaya, 12 Januari 2015

Pembimbing

Al-QUDUS NES, Lc. MH. I Nip. 197311162007101001


(5)

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi oleh Chofidhotul Machbubah ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi. Surabaya, 27 Januari 2015

Prof. Dr. H. Ali Mudlofir, M.Ag.

NIP. 196311161989031003

Ketua,

Al-Qudus NES, Lc. MH. I

NIP. 197311162007101001

Sekretaris,

Agus Prasetyo Kurniawan

NIP. 198308212011011009

Penguji I,

Prof. Dr. H. Ali Mudlofir, M.Ag.

NIP. 196311161989031003

Penguji II,

Dr. H. Achmad Muhibbin Zuhri M. Ag


(6)

ABSTRAK

Chofidhotul Machbubah (Nim: D31211078), 2015, Problematika Pendidikan Akhlak dan Upaya Mengatasinya di SMP Progresif Bumi Shalawat Lebo Sidoarjo.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Problematika dalam pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat, (2) Tindakan yang ditempuh sekolah (guru) untuk mengatasi probleatika pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat, (3) Peran guru bidang studi EKN (Etika Karekter Nabi) dalam pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat, (4) Faktor yang mendukung dan menghambat dalam pelaksanaan pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, sehingga dalam menganalisis data penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Adapun metode pengumpulan data penulis menggunakan pengamatan berperan serta (observasi), metode wawancara, metode dokumentasi dan metode angket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat telah diupayakan secara optimal, namun dalam proses hasil pendidikan akhlak belum tercapai secara maksimal. Hal ini terlihat dengan munculnya berbagai problematika diantaranya adalah problematika yang dihadapi oleh guru meliputi: kurangnya sopan santun pada diri peserta didik, masih adanya peserta didik yang kurang disiplin atau kurang mematuhi peraturan sekolah baik di dalam kelas maupun di kuar kelas, adanya kecenderungan orang tua peserta didik yang menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak-anaknya kepada sekolah (guru). Problematika yang dihadapi oleh peserta didik meliputi: metode Pendidikan Akhlak kurang menyenangkan, kegiatan asrama atau pondok dan sekolah yang sangat padat dan kurangnya waktu istirahat, pengaruh teman yang kurang baik akhlaknya.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi problematika-problematika tersebut adalah upaya guru yang dapat dilakukan oleh sekolah (guru) yaitu: berusaha semaksimal mungkin dengan memperbaiki proses pembelajaran akhlak dengan memberikan pengertian terhadap peserta didik baik dari sisi materi pendidikan maupun sisi keteladanan, mensosialisasikan arti disiplin dan pentingnya mematuhi peraturan sekolah baik di dalam kelas maupun di luar kelas form akhlak sangsi berupa point sesuai jenis pelanggaran bagi peserta didik yang melanggar, menjalin kekompakan di antara para guru yaitu dengan diadakannya rapat koordinasi dengan orang tua peserta didik atau pengasuh pondok pesantren, melakukan koordinasi dan menyamakan visi dalam pendidikan akhlak antara sekolah dan keluarga dan masyarakat. Adapun upaya yang dilakukan oleh siswa SMP Progresif Bumi Shalawat yaitu: siswa masih bersikap pasif.

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi para mahasiswa, para tenaga pengajar, para peneliti dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Ampel Surabaya.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Kegunaan Hasil Penelitian ... 6

E. Penelitian Terdahulu ... 6

F. Definisi Operasional ... 7

G. Batasan Masalah ... 9

H. Sistematika Pembahasan ... 9

BAB II : PENDIDIKAN AKHLAK DAN PROBLEMATIKANYA A. Pendidikan Akhlak dan Ruang Lingkungan ... 12

1. Pengertian Pendidikan Akhlak ... 12

2. Manfaat dan Tujuan Pendidikan Akhlak ... 19

3. Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan Akhlak ... 26

4. Materi Pendidikan Akhlak ... 28

5. Metode Pendidikan Akhlak ... 30

B. Problematika Pendidikan Akhlak ... 39

C. Peran Guru dan Lingkungan dalam Pendidikan Akhlak ... 42

1. Peran Guru dalam pendidikan Akhlak ... 42


(8)

BAB III : METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 53

B. Lokasi Penelitian ... 55

C. Jenis dan Sumber Data ... 55

D. Metode Pengumpulan Data ... 56

E. Teknik Pengumpulan Data ... 57

F. Teknik Analisis Data ... 60

BAB IV : PENDIDIKAN AKHLAK DI SMP PROGRESIF BUMI SHALAWAT A. Gambaran Umum SMP Progresif Bumi Shalawat ... 62

1. Sejarah SMP Progresif Bumi Shalawat ... 62

2. Stuktur Organisasi SMP Progresif Bumi Shalawat ... 62

3. Keadaan Guru, Karyawan, dan Peserta didik SMP Progresif Bumi Shalawat ... 84

4. Sarana Prasarana SMP Progresif Bumi Shalawat ... 94

B. Pendidikan Akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat ... 95

1. Pelaksanaan Pendidikan Akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat ... 95

2. Peran Guru EKN (Etika Karakter Nabi) dan Kesiswaan di SMP Progresif Bumi Shalawat ... 98

3. Problematika Pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat ... 99

C. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Pelaksanaan Pendidikan Akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat ... 102

1. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Pelaksanaan yang dihadapi oleh guru ... 102

2. Faktor Pendukung dalam Pelaksanaan Pendidikan Akhlak SMP Progresif Bumi Shalawat ... 104


(9)

D. Cara Mengatasi Problematika Pendidikan Akhlak di SMP

Progresif Bumi Shalawat ... 105 1. Upayah yang telah dilakukan oleh sekolah (guru) ... 105 2. Upaya yang dilakukan peserta didik SMP

Progresif Bumi Shalawat ... 107 E. Analisis terhadap problematika Pendidikan akhlak

dan cara mengatasinya... 109 1. Analisis terhadap Problematika dalam Pendidikan Akhlak,

Faktor Pendukung, Penghambat, dan Cara Mengatasinya ... 109 2. Analisis terhadap Guru Bidang Studi Etika Karakter Nabi ... 123 3. Profesional Pendidik dalam Pendidikan Akhlak ... 127

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 131 B. Saran-saran ... 132

DAFTAR PUSTAKA HALAMAN LAMPIRAN


(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang memberikan arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Islam memiliki dasar pokok yang menjadi pedoman bagi kehidupan manusia yakni Al-qur’an dan al-Hadist yang di dalamnya menguraikan dengan jelas tentang moral atau akhlak dalam kegiatan manusia. Akhlak dalam Islam merupakan salah satu aspek yang sangat penting.

Inti dari ajaran Islam ialah mengadakan bimbingan bagi kehidupan mental dan jiwa manusia, sebab dalam bidang inilah terletak hakikat manusia.1 Hal ini dapat dilihat dari posisi akhlak yang boleh Nabi Muhammad Saw dijadikan sebagai dasar untuk membangun suatu bangsa dengan negara. Akhlak adalah misi utama diutusnya Nabi Muhammad Saw sebagaimana disebutkan dalam hadist:

ﺴ ْ

ُﺪ

ﺶﷲﺒ

ﺴﺪ

ﺴ ﺶﲎ

ﺴأ

ﺶﰊ

ﺴﺪ

ﺴـ ﺴ

ﺴ ﺎ

ﺶ ْ

ُﺪ

ْ

ْ

ُ

ْﻮ

ُﺜ

ﺴلﺎ

ﺴ:

ﺴﺪ

ﺴـ ﺴ

ﺴ ﺎ

ْ

ُﺪ

ﺴﺒ ﷲﺒ

ﺶﺰ

ْ

ﺶ ﺰ

ْ

ﺴُﳏ

ﺲﺪ

ْ

ﺴأ

ﺶﰊ

ُ

ﺮ ْـ

ﺴﺮ ﺴة

ﺴلﺎ

ﺴ :

ﺴلﺎ

ﺜ ُ

ْﻮ

ُل

ﺶﷲﺒ

ُﷲﺒ ﻰ

ﺴ ْ

ﺴو

ﺶإ

ﺴﳕ

ُ ﺎ

ﺶ ْ

ُ

ُﺶ

ﺶﺴﲤ

ﺶﺎ

ُﺧ ﺒ

ﺶق

ﱠ ﺪﲪﺒ ﺒوﺜﱡ .

2

Abdullah telah menceritakan kepada kita, telah menceritakan kepada Abi, telah menceritakan kepada kita Said bin Manshur, berkata: telah menceritakan kepada kita Abdul Aziz bin Muhammad dari Abi Hurairah berkata Rasulullah

1

Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1973), h. 45

2

Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad Abu Hambal, Juz II, (Beirut: Darul Kutub, 1413H), h. 504


(11)

2

bersabda: Sesungguhnya saya diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang baik. (HR. Imam Ahmad bin Hambal)

Dalam hal ini Mikdad Yaljin dalam ulasannya terhadap hadits ini: “kita tahu bahwa kata rangkai “innama” (sesungguhnya) dalam ilmu balaghah dianggap sebagai kata rangkai pembatas, jadi Rasulullah Saw membatasi tujuan risalahnya pada akhlak, kemudian kata “liutammima”

(untuk menyempurnakan) adalah kata yang penting juga sebab Rasulullah Saw menyebutkan dalam hadits yang lain bahwa beliau datang untuk menyempurnakan risalah samawiyah yang terdahulu.3

Akan tetapi apabila kita melihat perkembangan dunia yang begitu cepat dan semakin kompleks dan canggih, prinsip-prinsip pendidikan untuk membangun etika, nilai dan karakter peserta didik tetap harus dipegang. Dimana perlu dilakukan cara yang berbeda atau kreatif sehingga mampu mengimbangi perubahan kehidupan.

Menurut Slamet Imam Santoso sebagaimana dikutip Hidayatullah mengemukakan bahwa tujuan tiap pendidikan yang murni adalah menyusun harga diri yang kukuh-kuat dalam jiwa peserta didik, supaya mereka kelak dapat bertahan dalam masyarakat. Di bagian lain ia juga mengemukakan bahwa pendidikan bertugas mengembangkan potensi individu semaksimal mungkin dalam batas-batas kemampuan, sehingga terbentuk manusia yang pandai, terampil, jujur, tahu kemampuan dan batas kemampuannya, serta

3

Omar Mohammad Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 317


(12)

3

mempunyai kehormatan diri. Dengan demikian, pembinaan watak merupakan tugas utama pendidikan.4

Pemberian pendidikan, khusus pendidikan akhlak dalam islam yang bertujuan untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas dan jujur.5 Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nasirudin Razak: “Pendidikan Akhlak Karimah (akhlak mulia) adalah faktor penting dalam membina suatu umat untuk membangun suatu bangsa.”6

Dalam kaitannya dengan persoalan pemberian pendidikan akhlak kepada anak di sekolah, orang tua atau keluarga tidak boleh lepas tangan begitu saja sebab masalah yang dihadapi tidaklah mudah disebabkan keterbatasan waktu yang tersedia. Dimana keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan. Juga dikatakan lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga.7 Oleh sebab itu diperlukan kerjasama antara guru dan orang tua di samping diperlukan adanya guru yang profesional yang dapat memberikan

4

M. Furqon Hidayatullah, Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat & Cerdas, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2009), h. 13

5

Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: bulan Bintang, 1993), h. 104

6

Nasruddin Razak, Dienul Islam,ibid., h. 47

7


(13)

4

pengetahuan dan pendidikan akhlak yang baik. Dalam hal ini yang paling berperan adalah guru Etika Karakter Nabi (EKN), sehingga dengan keprofesionalannya ia dapat memecahkan dan mengatasi problematika pendidikan akhlak pada anak.

Dalam proses pemberian pendidikan akhlak di sekolah, seringkali ditemukan problem. Problem ini tidak hanya bersumber pada anak didik saja akan tetapi beberapa faktor lain ikut mempengaruhinya, misalnya faktor lingkungan, guru, orang tua, temen sepermainan, media elektronik dan sebagainya.

Diantara contohnya adalah apabila orang tua anak ketika di rumah mempunyai kebiasaan berkata kasar atau tidak sopan, sedang di sekolah anak dibiasakan berkata halus dan sopan, maka akan terjadi kontraksi yang mempengaruhi perkembangan anak.

Disekolah sering melanggar peraturan kedisiplinan sekolah, tapi di sekolah anak di biasakan disiplin. Demikian juga bergaul dengan teman yang suka merokok dan akhirnya ikut merokok. Gambaran-gambaran seperti itu yang sangat berpengaruh dalam kehidupan dan perilaku anak sehari-hari. Kenyataan di atas dapat dijadikan salah satu faktor terjadinya problem dalam pembentukan akhlak anak.

Persoalannya sekarang adalah bagaimana seorang guru dapat memberikan pendidikan akhlak di sekolah dengan baik dalam waktu yang terbatas tersebut sementara tantangan dan faktor-faktor yang dapat merusak


(14)

5

akhlak cukup banyak. Berdasarkan alasan itulah penulis terdorong untuk meneliti: “Problematika Pendidikan Akhlak dan Upaya Mengatasinya di SMP Progresif Bumi Shalawat Lebo Sidoarjo”.

B. Rumusan Masalah

Pada rumusan masalah ini akan dikemukakan dalam bentuk pertanyaan mendasar yang akan dicari jawabannya dalam penelitian nanti. Adapun rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Apa saja problematika pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat?

2. Apa tindakan yang ditempuh oleh sekolah (guru) untuk mengatasi problematika pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat?

3. Apa peran guru bidang studi EKN (Etika Karekter Nabi) dalam pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat?

4. Apa faktor yang mendukung dan menghambat dalam pelaksanaan pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Untuk mengetahui problematika pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat.


(15)

6

2. Untuk mengetahui tindakan yang ditempuh sekolah (guru) untuk mengatasi probleatika pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat.

3. Untuk mengetahui peran guru bidang studi EKN (Etika Karekter Nabi) dalam pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat.

4. Untuk mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat dalam pelaksanaan pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat

D. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dari segi teoritis, sebagai sumbangan terhadap pengembangan penelitian dalam bidang pendidikan khususnya yang ada hubungan dengan pendidikan akhlak siswa.

2. Dari segi empiris, sebagai sarana melatih diri bagi penulis dalam mencari dan menganalisa permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan. 3. Dari segi praktis, dapat menjadi masukan dan dapat menjadi wahana

untuk menambah pengetahuan khususnya tentang pendidikan akhlak.

E. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian terdahulu kali ini penulis akan mendeskripsikan karya skripsi sebelumnya yang ada kaitanya tentang Problematika Pendidikan dan Upaya Mengatasinya, di antaranya:

Nur Afifah ( D51206165), tahun:2010, alumni Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Menulis skripsinya berjudul “Problematika


(16)

7

Masa Pubertas Dalam Kegiatn Belajar Siswa Dan Upaya Mengatasinya Di Mts Negri Umbulsari Jember”. Dalam skripsi tersebut menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa pada masa pubertas problem kegiatan belajar yang di hadapi siswa semakin besar dan pihak sekolah harus mempunyai upaya untuk mengatasi problematika yang sedang di hadapi siswa

Dari penelitian diatas berbeda dengan penelitian yang akan penulis laksanakan pada skripsi ini. Karena penelitian di atas dilihat obyek pembahasanya membahas problematika masa-masa pubertas dalam kegiatan belajar siswa.

Jadi, dalam kajian pustaka di atas penulis belum menemukan penelitian yang memfokuskan pada problematika pendidikan Akhlak. Oleh karena itu, pada skripsi kali ini penulis akan mencoba mengangkat sebuah penelitian dengan judul “Problematika Pendidikan Akhlak Dan Upaya

Mengatasinya Di SMP Progresif Bumi Shalawat Lebo Sidoarjo”

F. Definisi Operasional

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengertian dalam judul penelitian ini, maka penulis tegaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul penelitian ini, yaitu sebagai berikut:


(17)

8

1. Problematika dari kata dasar problem yang berarti masalah, persoalan. Sedangkan problematika berarti hal yang menimbulkan masalah, hal yang belum terpecahkan permasalahannya.8

2. Pendidikan: (ﻰّﺑﺮﯾ-ﻰّﺑر) yang artinya mendidik.9

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan: dari kata dasar didik, mendidik, memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan berarti: proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan: proses, cara, perbuatan mendidik.10

3. Akhlak: budi pekerti,watak, kesusilaan (berdasarkan etika dan moral), yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.11

4. Upaya: usaha; ikhtiar mempunyai beberapa pengertian yaitu untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar dan sebagainya. Dalam hal ini penulis menggunakan pengertian mencari jalan keluar.

5. Mengatasinya: menanggulangi, menyelesaikan menguasai keadaan.12

8

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 896

9

Adib Bisri dan Munawir A. Fatah, Kamus Al-Bisri Indonesia-Arab Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresi, 1999), h. 62

10

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibid., h. 45

11

Soegarda Poerbakawatja dan H.A.H. Harap, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta:Gunung Agung, 1982), h. 12


(18)

9

G. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam ruang lingkup penelitian ini digunakan untuk menghindari terjadinya persepsi lain mengenai masalah yang akan dibahas oleh peneliti. Oleh karena itu peneliti membatasi permasalahan pada problematika pendidikan akhlak peserta didik laki-laki dan upaya mengataksinya, sehingga upaya mengatasi problematika akhlak lebih memberikan hasil lebih baik terhadap problematika pendidikan akhlak peserta didik laki-laki. Mulai dari, problematika pendidikan akhlak, tindakan mengatasi problematika pendidikan akhlak, peran guru bidang studi EKN (Etika Karekter Nabi), faktor pendukung dan penghambat, terhadap problematika pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat.

H. Sistematika Pembahasan

Agar pembahasan dalam penelitian ini mengarah kepada maksud yang sesuai dengan judul, maka pembahasan ini penulis susun menjadi lima bab dengan rincian sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi langkah-langkah penelitian yang berkaitan dengan rancangan pelaksanaan penelitian secara umum. Terdiri dari sub-sub bab tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, definisi oprasional, batasan masalah, dan sistematika

12


(19)

10

pembahasan.

BAB II : KAJIAN TEORI

Pendidikan akhlak dan problematikanya pada bab ini memuat landasan teori yang terdiri dari tiga sub bab yaitu: sub bab pertama: Pendidikan Akhlak dan Ruang Lingkupnya, yaitu pengertian pendidikan akhlak, manfaat dan tujuan pendidikan akhlak, dasar-dasar pelaksanaan pendidikan akhlak, materi pendidikan akhlak dan metode pendidikan akhlak. Sub bab kedua: Problematika Pendidikan Akhlak. Sub bab ketiga: Peran Guru dan Lingkungan dalam Pendidikan Akhlak. BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ini terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, metode pengumpulan data dan tahap-tahap penelitian.

BAB IV : LAPORAN PENELITIAN

Pada bab ini terdiri dari tiga sub bab, yaitu: Sub bab pertama: Gambaran Umum tentang SMP Progresif Bumi Shalawat, meliputi: sejarah singkat SMP Progresif Bumi Shalawat, struktur organisasi dan tata kerja SMP Progresif Bumi Shalawat, keberadaan guru, karyawan, peserta didik, dan keadaan orang tua, sarana dan prasarana. Sub bab kedua: Pendidikan Akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat,


(20)

11

meliputi pelaksanaan pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat, peran guru bidang studi EKN (Etika Karekter Nabi) di SMP Progresif Bumi Shalawat, problematika pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat. Sub bab ketiga: Cara Mengatasi Problematika Pendidikan Akhlak SMP Progresif Bumi Shalawat, meliputi: upaya yang dilakukan guru dan peserta didik SMP Progresif Bumi Shalawat.

Analisis, terhadap Problematika Pendidikan Akhlak dan Cara Mengatasinya, terdiri dari tiga sub bab, yaitu: Sub bab pertama: Telaah terhadap Problematika Pendidikan Akhlak dan Upaya Mengatasinya. Sub bab kedua: Telaah terhadap Guru Bidang Studi Etika Karakter Nabi (EKN). Sub bab ketiga: Profesesionalisasi pendidikan dalam akhlak.

BAB V : PENUTUP

Pada bab terakhir berisi kesimpulan dan saran-saran yang diikuti dengan daftar pustaka serta lampiran-lampirannya.


(21)

12

BAB II

PENDIDIKAN AKHLAK DAN PROBLEMATIKANYA

A. Pendidikan Akhlak dan Ruang lingkupnya

1. Pengertian Pendidikan Akhlak

Sebelum membahas tentang pengertian pendidikan akhlak terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai pengertian pendidikan. Istilah pendidikan berasal dari bahasa yunani, paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantara seorang pelayan. Sedang pelayan yang mengantar dan menjemput dinamakan

paedagogos. Dalam bahasa Romawi pendidikan diistilahkan dengan

edecate, yang berarti mengeluarkan sesuatu yang di dalam. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan meneliti intelektual.13

Sedang menurut beberapa ahli pendidikan antara lain: a. Menurut Hasbullah:

Pendidikan diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadian sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.14

b. Menurut Suparlan Suhartono:

13

Wiji Suwarno, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2006), Cet.I, h. 19

14


(22)

13

Pendidikan adalah merupakan sistem proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan, dan pengamatan diri. Dewasa dalam hal perkembangan badan, cerdas dalam hal perkembangan jiwa dan matang dalam hal berperilaku.15

c. Menurut Marimba

Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.16 Dalam pendidikan yang dijelaskan di atas bahwa dalam pendidikan terdapat beberapa unsur,diantaranya :

1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan dilakukan secara sadar. 2) Ada pendidik, pemimpin atau penolong.

3) Ada peserta didik, anak didik.

4) Bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan.

5) Dalam usaha itu terdapat alat-alat yang dipergunakan.

Pemaknaan pendidikan menurut Marimba ini dikatakan terbatas karena pemahaman arti tersebut hanya bersifat kelembagaan saja, baik dikeluarga, sekolah maupun masyarakat. Kenyataanya bahwa dalam proses menuju perkembangan yang sempurna itu seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh orang lain, tetapi ia juga menerima pengaruh

15

Suparlan Suharsona, Filsafat Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2006), Cet.II, h. 80

16


(23)

14

(entah itu bimbingan atau bukan, tidak menjadi soal) dari selain manusia

d. Sementara itu, Al Syaibany memaknai pendidikan adalah suatu proses pertumbuhan pembentukan pengalaman dan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laku individu dan kelompok hanya akan berhasil melalui interaksi seseorang dengan perwujudan dan benda sekitar serta dengan alam sekelilingnya, tempat ia hidup, benda dan persekitaran adalah sebagian alam luas tempat insan itu sendiri dianggap sebagai bagian dari padanya.17

Dari pengertian tersebut dinyatakan bahwa al Syaibany memahami bahwa pendidikan tidak hanya dipengaruhi dari individu lain, akan tetapi adanya interaksi dengan alam sekelilingnya dimana ia berada dan ia menjadi bagian di dalamnya.

e. Azyumardi Azra menyatakan bahwa:

Pendidikan lebih dari pada sekedar pengajaran, yang dapat dikatakan sebagai suatu prosestransfer ilmu belaka, bukan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakup.18

17

Omar Muhammad al Toumy al Syaibany, Falsafah Tarbiyah Islamiyah terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 5

18

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 3


(24)

15

f. Sedangkan menurut Ali Ashraf, bahwa pendidikan adalah sebuah aktivitas tertentu yang memiliki maksud tertentu yang diarahkan untuk mengembangkan individu sepenuhnya.19

Berbeda pula dengan apa yang di ungkapkan oleh Ali Ashraf, bahwa dalam memaknai pendidikan bisa memerlukan suatu pengaruh, bimbingan ataupun panduan, namun bisa juga tidak, yang terpenting jelas adanya aktifitas tertentu dalam rangka mengembangkan individu secara penuh.

g. Menurut Soegarda Poerbakawatja dalam ensiklopedi pendidikan: Pendidikan dalam arti yang luas meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta ketrampilannya (orang menamakan ini juga “mengalihkan” kebudayaan) kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah”20

h. Didalam UU No. 20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potenssi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

19

Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), h. 1

20

Soegarda Poerbakawatja dan H.A.H Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), h. 257


(25)

16

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha secara sadar untuk mengarahkan dan membimbing anak dalam mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya baik jasmani maupun rohani sehingga mencapai kedewasaan yang akan menimbulkan perilaku utama dan kepribadian yang baik.

Adapun pengertian akhlak dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan.21 Kata akhlak walaupun diambil dari bahasa Arab (yang bisa diartikan tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama) namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal kata tersebut yaitu

Khuluq yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4, ayat tersebut sebagai konsiderans pengangkatan Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul.22

ﺴو

ﺶإ

ﺳ ﺶﻈﺴ ﺳُ ُﺧ ﻰﺴ ﺴﺴ

: ﺒﱡ

٤

(

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung”. (QS. Al-Qalam: 4)23

21

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibid., h. 20

22

Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 2003), h. 253

23


(26)

17

Sedangkan pengertian akhlak secara terminologi disamping oleh beberapa ahli yaitu sebagai berikut:

a. Menurut Zuhairini

“Akhlak adalah ilmu yang mempelajari di dalamnya tingkah laku manusia the human conduct dalam pergaulan hidup”.24

b. Prof.Dr. Ahmad Amin

Akhlak ialah kebiasaan kehendak. Ini berarti bahwa kehendak itu bila dibiasakan akan sesuatu maka kebiasaannya itu di sebut akhlak. Contohnya bila kehendak itu dibiasakan memberi, maka kebiasaan itu ialah akhlak dermawan.25

c. Abdul Karim Zaidan

Akhlak adalah “nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan pertimbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih untuk melakukan atau meninggalkannya.26

d. Menurut Abu Bakr Jabir Al-Jazairi dalam kitabnya Ensiklopedi Muslim, Akhlaq diartikan sebagai institusi yang bersemayam di hati tempat munculnya tindakan-tindakan sukarela, tindakan yang benar atau salah. Menurut tabiatnya, institusi tersebut siap

24

Zuhairi, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), Cet.III, h. 51

25

Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), h. 1-2

26

Musthafa Kamal Pasha dan Chusnan Yusuf, Akhlak Sunnah, (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003, h. 5


(27)

18

menerima pengaruh pembinaan yang baik, atau pembinaan yang salah kepadanya.27

e. Menurut Muhammad bin Ali Asy Syarif al-Jurjani dalam bukunya al-Ta’rifat, sebagaimana dikutip oleh Ali Abdul Halim Mahmud “Akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berpikir dan merenung”. Adapun menurut Muhammad bin Ali al-Faruqi at-Tahanawi sebagaimana dikutip oleh Ali Abdul Halim Mahmud “Akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami, agama dan harga diri”.28

Meskipun terdapat beberapa perbedaan dalam mendefinisikan akhlak dapat dipahami bahwa akhlak adalah suatau kondosi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian yang memunculkan suatu yang dengan spontan dan mudah yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan.

Dari beberapa definisi tentang pendidikan dan akhlak tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan akhlak adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sadar untuk menanamkan keyakinan dalam lubuk hati seseorang, guna mencapai tingkah laku yang baik dan terarah serta menjadikan sebagai suatu kebiasaan baik menurut akal maupun syara’.

27

Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim, (Jakarta: Darul Falah, 2008), h. 217

28

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter ‘Konsep dan Implementasi’, (Bandung : Alfabeta, 2012), h. 5


(28)

19

2. Manfaat dan Tujuan Pendidikan Akhlak

Akhlak merupakan mutiara hidup yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk lainnya,29 sebab seandainya manusia tanpa akhlak, maka akan hilang derajat kemanusiaannya.

Dr. Hamzah Ya’cub, menyatakan bahwa manfaat mempelajari akhlak adalah sebagai berikut:30

a. Memperoleh kemajuan rohani

Tujuan ilmu pengetahuan ialah meningkatkan kemajuan manusia di bidang rohaniah atau bidang mental spiritual. Orang yang berilmu, praktis memiliki keutamaan dengan derajat yang lebih tinggi.

Firman Allah:

ﺴـ ْﺮ

ﺴ ﺶ

ُﷲﺒ

ﺴﺒ

ﺶﺬ

ْ ﺴ

ْﻮُـﺴﺴأ

ﺶ ْ

ُ ْ

ﺴو

ﺶﺬ

ْ ﺴ

ُأ ْو

ُ

ْﺒ ﺒﻮ

ﺶ ْ

ﺴد

ﺴﺜ ﺴ

ﺳتﺎ

ﺴو

ُﷲﺒ

ﺴﺶﲟ

ﺴـ ﺎ

ْ

ُ ْﻮ

ﺴن

ﺴﺧ

ﺶ ْـ

ﺲﺮ

“Allah meninggikan derajat oarang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan pada derajat yang tinggi. Dan Allah tahu betul apa-apa yang kamu kerjakan”(QS. Al-Mujadalah:11).

Dengan ilmu akhlak yang dimilikinya itu dia selalu berusaha memelihara diri supaya senantiasa berada pada garis akhlak yang mulia dan menjahui segala bentuk akhlak yang tercela.

29

Mustofa, Akhlak Tasawuf , (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 30

30


(29)

20

b. Sebagai penuntun kebaikan

Rasulullah saw. sebagai teladan utama, karena beliau mengetahui akhlak mulia yang menjadi penuntun kebaikan manusia. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:

ﺴو

ﺶإ

ﺴ ﺴ

ُﺧ ﻰ

ُ

ﺶﻈ ْ

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) berbudi pekerti yang luhur” (QS. Al-Qalam: 4)

Shahabat Anas r.a. menyatakan:

ﺴنﺎ

ﺜ ُ

ْﻮ

ُل

ﺶﷲﺒ

ﺴ ﷲﺒ ﻰ

ﺴ ْ

ﺴو

ﺴأ

ْ

ﺶسﺎ

ُﺧ

ُ ً

ﺎًُ ُﺧﺴو

.

“Adalah rasulullah saw. manusia yang paling baik perangainya”. c. Memperoleh kesempurnaan iman

Iman yang sempurna akan melahirkan kesempurnaan akhlak. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

ﺴأ

ْ ﺴ

ُ

ْﺒ

ُ ْﺆ

ﺶ ﺴْﲔ

ﺶإ

ﺴْﳝ

ً ﺎ

ﺴأ ﺎ

ْ

ُـ

ُﻬ

ْ

ُﺧ

ُ ً

و ﺎ ﺶ

ُﺜﺎ ُ

ْ

ﺶ ﱢ

ﺶ ﺎ

ﺶﻬ

ْ

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya dan sebaik-baik di antara kamu ialah yang terbaik kepada istrinya” (HR. At Turmudzi).

d. Memperoleh keutamaan di hari akhir

Orang-orang yang berakhlak luhur, akan menempuh kedudukan yang terhormat di hari kiamat. Dari Abu Hurairah RA. Nabi saw bersabda:


(30)

21

ﺶﺎ

ْ

ﺴأ ْـ

ُ

ﺶﰱ

ْﺒ

ﺶ ْـ

ﺰ ﺶنﺒ

ﺴﺒ ﺪ ﺒ

ْ ُ

ْﺆ

ُ

ﺴـ ْﻮ

ﺴم

ْﺒ

ﺴ ﺴﺎ

ﺶﺔ

ْ

ُ

ْ

ْﺒ

ُ ُ

ﺴو

ﺶإ ن

ﺴﷲﺒ

ﺴـ

ْـ

ُﺾ

ﺴﺒ ْ

ً

ﺴ ﺎ

ْﺒ

ﺴ ﺶﺬ

ى

“Tiada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seseorang mukmin di hari kiamat dari pada keindahan akhlak. Dan Allah benci kepada orang yang keji mulut dan kelakuan” (HR.At Turmudzi).

e. Memperoleh keharmonisan rumah tanggah

Akhlak merupakan faktor mutlak dalam menegakkan keluarga sejahtera. Keluarga yang tidak dibina dengan tonggak akhlak yang baik, tidak akan bahagia, sekalipun kekayaan materinya melimpah ruah. Akhlak yang luhur akan mengharmoniskan rumah tanggan, menjalin cinta dan kasih sayang semua pihak.31

Tujuan utama dari pendidikan Islam ialah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang yang bermoral, laki-laki maupun wanita, jiwa yang bersih, kemauan keras, cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi, tahu arti kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati hak-hak manusia, tahu membedakan buruk dengan baik, memilih suatu fadhilah karena cinta pada fadhilah, menghindari suatu perbuatan yang tercela, dan mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan.32

Adapun tujuan pendidikan akhlak secara umum yang dikemukakan oleh pakar pendidikan Islam adalah sebagai berikut:

31

Mustofa, Akhlak Tasawuf, ibid., h. 37

32

M. Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami A. Gani dan Djohar Bahry, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), h. 103


(31)

22

a. Menurut Barnawi Umary bahwa tujuan pendidikan akhlak secara umum meliputi:

1) Supaya dapat terbiasa melakukan yang terbaik, indah, mulia, terpuji serta menghindari yang buruk, jelek, hina, tercela.

2) Supaya perhubungan kita dengan Allah SWT dan sesama makhluk selalu terpelihara dengan baik dan harmonis.33

b. Menurut Prof. Dr. Hamka mengungkapkan bahwa yang menjadi tujuan dalam pengajaran akhlak adalah ingin mencapai setinggi-tinggi budi pekerti atau akhlak.34

c. Tujuan pendidikan akhlak menurut Omar Muhammad Al Thoumy Al-Syaibani “Tujuan tertinggi agama dan akhlak ialah menciptakan kebahagiaan dua kampung (dunia dan akherat), kesempurnaan jiwa bagi individu, dan menciptakan kebahagiaan, kemajuan, kekuatan dan keteguhan bagi masyarakat”.35 Pada dasarnya apa yang akan dicapai dalam pendidikan akhlak tidak berbeda dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri.

d. Tujuan pendidikan akhlak menurut Mahmud Yunus “Tujuan pendidikan akhlak adalah membentuk putra-putri yang berakhlak mulia, berbudi luhur, bercita-cita tinggi, berkemauan keras, beradab,

33

Barnawi Umary, Materi Akhlak, (Semarang: Ramadhani,1984), h. 2

34

Hamka, Tafsir al-azhar, juz XX, (Surabaya: Pustaka Islam, 1976), h. 158

35


(32)

23

sopan santun, baik tingkah lakunya, manis tutur bahasanya, jujur dalam segala perbuatannya, suci murni hatinya”.36

e. Menurut Ali Hasan bahwa tujuan pokok akhlak adalah agar setiap orang bekrbudi (berakhlak), bertingkah laku(tabiat), berperangai atau beradat istiadat yang baik atau yang sesuai dengan ajaran islam.37 Adapun secara spesifik (khusus) pendidikan akhlak bertujuan38:

a. Memantapkan rasa keagamaan pada siswa, membiasakan diri berpegang pada akhlak mulia dan membenci akhlak yang rendah. b. Membisakan siswa bersikap rela, optimis, percaya diri, menguasai

emosi, tahan menderita dan sabar.

c. Membimbing siswa kearah sikap yang sehat yang dapat membantu mereka berinteraksi sosial yang baik, mencintai kebaikan untuk orang lain, suka menolong, sayang kepada yang lemah dan menghargai orang lain.

d. Membiasakan siswa bersopan santun dalam berbicara dan bergaul baik di sekolah maupun di luar sekolah

e. Selalu tekun beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah dan bermuamalah yang baik

36

Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1978), Cet. II, h. 22

37

Ali Hasan, Tuntunan Akhlak, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), h. 11

38

Chabib Thoha dkk, Metodelogi Pengajaran Agama, (Semarang: FT IAIN, 1999), Cet.I, h. 135-136


(33)

24

Dari beberapa rumusan tentang tujuan pembentukan akhlak di atas, dapat dipahami bahwa inti dari tujuan pendidikan akhlak adalah untuk menciptakan manusia sebagai makhluk yang tertinggi dan sempurna memiliki amal dan tingkah laku yang baik, baik terhadap sesama manusia, sesama makhluk maupun terhadap Tuhannya agar mendapat kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Tujuan di atas selaras dengan tujuan pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/Th. 2003, bab II, pasal 3 dinyatakan bahwa: “Pendidikan Nasioanal berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi perserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.39

Undang-undang No.20 Tahun 2003 tersebut mengisyaratkan bahwa manfaat dan tujuan pendidikan adalah sebagai usaha mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu pendidikan dan martabat manusia baik secara jasmani maupun rohaniyah.

39

Undang-undang RI, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), Cet. VII, h. 7.


(34)

25

3. Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan Akhlak

Adapun dasar-dasar pelaksanaan pendidikan akhlak adalah sebagai berikut:

a. Dasar yuridis

Dasar dari sisi ini berasal dari peraturan perundang-undangan yang baik secara langsung dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan akhlak.

Dasar yang bersifat operasional, dasar yang secara langsung mengatur tentang pendidikan terutama pendidikan aqidah akhlak adalah Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, pada bab II pasal 3. yaitu yang tercantum dalam rumusan pendidikan nasioal.40

b. Dasar religius

Kita telah mengetahui bahwa akhlak adalah merupakan sistem moral atau akhlak berdasarkan Islam, yakni bertitik tolak dari akidah yang diwahyukan Allah pada Nabi dan Rasul-Nya yang kemudian agar disampaikan kepada umatnya. Dengan demikian, dasar atau sumber

40

Rumusan Tujuan Pendidikan Nasional yaitu: untuk berkembangnya potensi perserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung40Rumusan Tujuan Pendidikan Nasional yaitu: untuk berkembangnya potensi perserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. ibid., h.7


(35)

26

pokok dari pada akhlak Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits yang merupakan sumber utama dari ajaran agama Islam itu sendiri.41

Dinyatakan dalam sebuah hadist Nabi:

ْ

ﺴأ ْ

ﺴأ

ْ ﺶ

ﺶﺎ

ﺴلﺎ

ﺶﱯ

ُﷲﺒ ﻰ

ﺴ ْ

ﺴو

ﺴـ:

ﺴﺮ ْ

ُ

ﺶ ْ

ُ ْ

ﺴأ ْ

ﺮ ْ ﺶ

ﺴ ْ

ﺶﻀ

ُ

ﺴ ﺒﻮ

ْﺴﲤﺎ

ْ ُ

ْ

ﺶﺶ ﺴ

ﺶ ﺎ

ﺴبﺎ

ﺶﷲﺒ

ﺴو

ُ

ﺴﺔ

ﺜ ُ

ْﻮ

ﺶ ﺶ

.

Dari anas bin Malik berkata:”Bersabda Nabi saw: Telah aku tinggalkan atas kamu sekalian dua perkara yang apabila kamu berpegang keduanya, maka tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunah Rasul-Nya.”(Al-Hadits)

Berdasarkan hadits tersebut di atas, maka menjadi jelas bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadist merupakan pedoman hidup yang menjadi pegangan hidup setiap muslim, oleh karena itu pula keduannya merupakan dasar pendidikan akhlak.

c. Dasar psikologis

Sebagai manusia normal akan merasakan peranan pada dirinya rasa percaya dan mengakui adanya kekuatan dari luar dirinya ia adalah Yang Maha Kuasa, tempat berlindung dan mohon pertolongan. Dilihat dari cara berfikir, bersikap, dan berkreasi serta tingkah laku seseorang tidak dapat dipisahkan dari keyakinan yang dimiliki, disinilah letaknya keberadaan moral bahwasannya” kehidupan moral tidak dapat dipisahkan dari keyakinan beragama”42

41

Chabib Thoha dkk, Metodelogi Pengajaran Agama, ibid., h. 121

42


(36)

27

Rousseau menyatakan bahwa segala sesuatu yang datang dari Tuhan adalah baik akan tetapi dapat menjadi rusak dalam tangan manusia yang telah dipengaruhi kebudayaan. Ia menganjurkan agar anak diberi kesempatan untuk berkembang menurut kodrat alam masing-masing.43

Melihat dasar psikologi yang ada maka pendidikan akhlak sangatlah perlu baik itu terhadap Allah, pendidikan akhlak terhadap sesama manusia, pendidikan akhlak terhadap alam sekitar (sesama makhluk). Karena anak terlahir dalam keadaan suci belum tahu apa-apa maka perlu baginya dibekali pendidikan khususnya pendidikan anak.

d. Dasar sosiologis

Akhlak dalam agama islam ialah suatu ilmu yang dipelajari di dalamnya tingkah laku manusia, atau sikap hidup manusia (the human conduct) dalam pergaulan hidup. Adapun perlunya di perlajari ”sikap hidup” manusia, tersebut karena manusia termasuk makhluk sosial atau “ zoon politicon” yakni makhluk politik. Manusia tidak bisa hidup menyendiri tanpa bantuan manusia yang lain.

Oleh karena itu tingkah laku atau sikap hidup manusia dalam pergaulan hidup menimbulkan suatu norma dan akibat yang dapat menguntungkan dan merugikan. Norma-norma di dalam akhlak

43


(37)

28

disebut hukum budi yang bertugas menjelaskan mana yang benar dan mana yang salah. Disinilah pentingya pendidikan akhlak. Karena akhlak di dalam ajaran islam ialah suatu ilmu yang dipelajari di dalamnya tingkah laku manusia atau sikap hidup manusia dalam pergaulan hidup.44

4. Materi pendidikan Akhlak

Bidang studi akidah akhlak yang diajarkan di Madrasah Sanawiyah berisi materi pokok,45 sebagai berikut:

a. Materi kelas VII semester ganjil

Memahami pengertian, contoh dan dampak positif sifat ikhlas, taat, khauf, dan taubat, memahami adab shalat dan dzikir, menganalisis kisah keteladanan nabi sulaiman dan umatnya, menceritakan kisah-kisah yang berkaitan dengan dampak positif dari perilaku ikhlas, taat, khauf, dan taubat dalam fenomena kehidupan, mensimulasikan adab shalat dan dzikir, menceritakan kisah keteladan nabi sulaiman dan umatnya.

b. Materi kelas VII semester genap

Memahami akhlak tercela riya’ dan infaq, memahami adab membaca al-qur’an dan adab berdoa, menganalisis kisah keteladanan ashabul kahfi, mensimulasikan contoh perilaku riya’ dan infaq serta

44

Zuhairini, Filsafat Pendidikan, ibid., h. 51

45

Depag RI. Kurikulum Nasional; Kompetensi dasar MI, MTs dan MA, Mata Pelajaran PAI, (Jakarta: Puslitbang-Pendidikan Agama dan Keagamaan, 20013), h. 9


(38)

29

dampaknya dalam kehidupan sehari-hari, menceritakan kisah keteladanan ashabul kahfi

c. Materi kelas VIII semester ganjil

Memahami pengertian, contoh dan dampak negative sifat ananiah, putus asa, ghadab, tamak dan takabur, memahami adab dan kepada orang tua dan guru, mensimulasikan akibat buruk akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari, mensimulasikan adab kepada ornag tua dan guru, menceritakan kisah keteladanan nabi yunus dan dan nabi ayyub. d. Materi kelas VIII semester genap

Memahami pengertian contoh dan dampak positif sifat husnuzzhan, tawaadhu’, tassamuh, dan ta’aawun, memahami pengertian contoh dan dampak negative sifat hasad, dendam, ghibah, fitnah, dan namiimah, memahami adab kepada saudara dan teman, menganalisis kisah keteladanan sahabat abu bakar ra. mensimulasikan dampak positif dari akhlak terpuji ( husnuzzhan, tawaadhu’, tassamuh, dan ta’aawun), mensimulasikan dampak negative dari akhlak tecela (hasad, dendam, ghibah, fitnah, dan namiimah), mensimulasikan adab kepada saudara dan teman, menceritakan kisah keteladanan sahabat abu bakar ra.

e. Materi kelas IX semester ganjil

Memahami pengertian, contoh dan dampak berilmu, kerja keras, kreatif, dan produktif dalam fenomena kehidupan, Memahami adab


(39)

30

Islami kepada tetangga, Menganalisis kisah sahabat Umar bin Khattab ra, Menyajikan contoh perilaku berilmu, kerja keras, kreatif, dan produktif, Menyajikan kisah-kisah dari fenomena kehidupan tentang dampak positif dari berilmu, kerja keras, kreatif, dan produktif, Mensimulasikan adab Islami kepada tetangga, Mencerirakan kisah keteladanan sahabat Umar bin Khattab ra.

f. Materi kelas IX semester genap

Memahami pentingnya akhlak terpuji dalam pergaulan remaja yang tidak sesuai dengan akhlak Islam, Memahami adab terhadap lingkungan, yaitu: kepada binatang dan tumbuhan, ditempat umum, dan dijalan, Menganalisis kisah keteladanan sahabat Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, Menyajikan data dari berbagai sumber tentang dampak negative pergaulan remaja yang salah dalam fenomena kehidupan, Mensimulasikan contoh perilaku terpuji dalam pergaulan remaja, Mensimulasikan adab terhadap lingkungan, yaitu: kepada binatang dan tumbuhan, ditempat umum, dan dijalan.

5. Metode mengajar akhlak

Pengajaran akhlak atau etika berarti pengajaran tentang bentuk batin seseorang yang kelihatan tindak tanduknya (tingkah lakunya). Dalam pelaksanaannya, pengajaran ini berarti proses kegiatan belajar mengajar


(40)

31

dalam mencapai tujuan supaya yang diajar berakhlak baik.46 Pengajaran akhlak salah satu bagian dari pengajaran agama, karena itu patokan penilaiannya adalah ajaran agama, yang menjadi sasaran pembicaraan akhlak ialah perbuatan pada diri sendiri dan perbuatan yang berhubungan dengan orang lain. Di samping itu juga membahas sifat-sifat terpuji dan tercela menurut ajaran agama. Sehingga pengajaran materi ini harus menggunakan metode yang tepat agar ruang lingkup dan tujuannya dapat tercapai secara maksimal.

Adapun metode-metode mengajar akhlak menurut Prof. Dr. Hamka,47 sebagai berikut:

a. Metode Alami

Metode Alami ini adalah suatu metode dimana akhlak yang baik diperoleh bukan melalui didikan, pengalaman atau latihan, tetapi diperoleh melalui insting atau naluri yang dimilikinya secara alami.

ْﻄ

ﺴﺮ ﺴت

ﺶﷲﺒ

ﺶﱴ

ﺴﻄ

ﺴﺮ

ﺴسﺎ

ﺴ ﺴ

ْـ

ﺴﻬ

“(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitro itu. (QS. Ar Rum: 30).

Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk berbuat baik, seperti halnya berakhlak yang baik. Sebab bila dia berbuat jahat, sebenarnya sangat bertentangan dan tidak dikehendaki oleh jiwa (hati) yang mengandung fitro tadi. Metode ini cukup efektif untuk

46

Zakiah Daradjat, MKPAI, (Bandung: Proyek Bimbaga Islam), 1984, h. 55

47


(41)

32

menanamkan kebaikan pada anak, karena pada dasarnya manusia mempunyai potensi untuk berbuat kebaikan tinggal bagaimana memelihara dan menjaganya.

b. Metode mujahadah dan Riadhoh

Orang yang ingin dirinya menjadi penyantun, maka jalannya dengan membiasakan bersedekah, sehingga tabiat yang mudah mengajarkannya dan tidak merasa berat lagi.48 Metode ini sangat tepat untuk mengajarkan tingkah laku dan berbuat baik lainnya, agar anak didik mempunyai kebiasaan berbuat baik sehingga menjadi akhlak baginya, walaupun dengan usaha yang keras dan melalui perjuangan yang sungguh-sungguh. Oleh karena itu guru harus memberikan bimbingan yang berkelanjutan kepada anak didiknya, agar tujuan pengajaran akhlak ini dapat tercapai secara optimal dengan melaksanakan program-program pengajaran yang telah ditetapkan. c. Metode Teladan

Metode teladan yaitu mengambil contoh atau meniru orang yang dekat dengannya. Oleh karena itu dianjurkan untuk bergaul dengan orang-orang yang berbudi tinggi. Metode ini sangat efektif untuk pengajaran akhlak, maka seyogianya guru menjadi panutan utama bagi anak didiknya dalam segala hal. Jadi metode ini harus diterapkan

48


(42)

33

seorang guru jika tujuan pengajaran hendak dicapai. Tanpa guru memberi contoh, tujuan pengajaran sulit dicapai.

d. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah cara menyampaikan sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengertian metode ceramah, dapat kita lihat beberapa defenisi yang dikemukakan oleh para ahli yaitu:

1) Menurut Suryono

Metode ceramah adalah Penuturan atau penjelasan guru secara lisan, di mana dalam pelaksanaanya guru dapat menggunakan alat bantu mengajar untuk memperjelas uraian yang disampaikan kepada murid-muridnya.49

2) Menurut Roestiyah N.K

Metode ceramah adalah Suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan.50

3) Menurut Team Didaktik Metodik

“Metode ceramah adalah Penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas”.51

49

Suryono,Teknik Belajar Mengajar Dalam CBSA, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), Cet. I, h. 99

50


(43)

34

4) Menurut Zakiyah Daradjat metode ceramah ini murid duduk, melihat dan mendengarkan serta percaya bahwa apa yang diceramahkan guru itu adalah benar, murid mengutip iktisar ceramah semampu murid itu sendiri dan menghafalnya tanpa ada penyelidikan lebih lanjut oleh guru yang bersangkutan.52

Dari beberapa pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksuddengan metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran kepada siswa secara lisan. Metode ini sangat efektif untuk pengajaran akhlak, dimana guru bisa menanamkan akhlak yang baik bagi siswa, karena guru memberikan ceramah menunjukan akhlak yang baik dan buruk. Sehingga siswa akan menjadi manusia yang berakhlak mulia.

e. Metode Demonstrasi

Beberapa ahli mendefinisikan, pengertian metode demonstrasi:

1) Tayar Yusuf, demonstrasi berasal dari kata demonstration (to slow) yang berarti memperagakan atau memperlihatkan proses kelangsungan sesuatu.53

51

Team Didaktik Metodik, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, (Cet. V; Jakarta: PT. Grafindo persada, 1995), h. 39

52

Zakiyah Daradjat, Metodik khusus Pengajaran Agama islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 75

53

Tayar Yusuf , Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: Raja Grafindo, 1999), h. 45.


(44)

35

2) Pius A. Partanto, demonstrasi berarti unjuk rasa, tindakan bersama-sama untuk menyatakan proses pertunjukan mengenai cara penggunaan suatu hal.54

3) Metode demonstrasi adalah suatu metode mengajar dimana seorang guru atau orang lain yang sengaja diminta murid sendiri memperlihatkan pada seluruh kelas tentang sesuatu proses suatu kaifah melakukan sesuatu.55

Metode demonstrasi adalah metode mengajar yang sangat efektif, karena dapat membantu peserta didik untuk melihat secara langsung proses terjadinya sesuatu. Metode demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada peserta didik suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik sebenarnya atau tiruan yang sering disertai penjelasan lisan.56

Metode demonstrasi adalah metode mengajar di mana seorang guru atau orang lain yang sengaja diminta peserta didik sendiri memperlihatkan kepada seluruh anak di dalam kelas, suatu kaifiyah

melakukan sesuatu.57

54

Pius. A. Partanto, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1990), h. 100

55

Muhammad Zein, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: AK Group dan Indra Buana), h. 177.

56

Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 90

57


(45)

36

Dari beberapa pengertian di atas disimpulkan bahwa metode demonstrasi adalah suatu metode mengajar dimana seorang guru atau orang lain bahkan murid sendiri memperlihatkan kepada seluruh kelas tentang suatu proses melakukan atau jalannya suatu proses perbuatan tertentu. Dengan metode ini guru lebih mudah mengajak peserta didik memiliki kemampuan yang baik dan lebih giat pada peserta didik dalam melakukan perbuatan-perbuatan yang positif yang telah dilakukannya, termasuk di dalamnya adalah pembentukan akhlak yang terpuji pada peserta didik.

f. Metode Ganjaran dan Hukuman

Ganjaran adalah perlakuan menyenangkan yang diterima seseorang sebagai konsekuensi logis dari perbuatan baik (‘amal al-shalih) atau prestasi terbaik yang berhasil ditampilkan atau diraihnya.58 Maksud ganjaran dalam konteks ini adalah memberikan sesuatu yang menyenangkan (penghargaan) dan dijadikan sebagai hadiah bagi peserta didik yang berprestasi, baik dalam belajar maupun sikap perilaku. Melalui ganjaran hasil yang dicapai peserta didik dapat dipertahankan dan meningkat, serta dapat menjadi motivasi bagi

58


(46)

37

peserta didik lainnya untuk mencapai target pendidikan secara maksimal.59

Hukuman pada dasarnya perbuatan tidak menyenangkan yang ditimpakan pada seseorang sebagai konsekuensi logis dari suatu kesalahan atau perbuatan tidak baik (‘amal al-syai’ah) yang telah dilakukannya.60

Ganjaran dan hukuman merupakan salah satu alat pendidikan yang berfungsi untuk memotivasi siswa dalam proses belajar. Dengan demikian maksud dan tujuan dalam pemberian ganjaran dan hukuman, yaitu lebih meningkatkan kemauan yang lebih baik dan lebih giat pada peserta didik dalam melakukan perbuatan-perbuatan yang positif yang telah dilakukannya, termasuk di dalamnya adalah pembentukan akhlak yang terpuji pada peserta didik.

Seorang pendidik diharapkan dalam memberi ganjaran dan hukuman, sesuai dengan peraturan yang ada, sehingga peserta didik bisa menerima dengan besar hati. Dan diharapkan selama ganjaran dan hukuman diterapkan tidak ada kesalah pahaman antara pendidik dan peserta didik. Sehingga metode ganjaran dan hukuman dapat membawa dampak positif yang dapat menjadikan peserta didik untuk menjadi lebih baik terutama dalam hal berakhlak.

59

Ramayulis, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Telaah sistem pendidikan dan pemikiran para tokohnya, (Jakarta : Kalam Mulia, 2009), h. 254

60


(47)

38

4) Metode Diskusi

Diskusi adalah suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk mengambil kesimpulan. Diskusi tidak sama dengan berdebat, diskusi selalu diarahkan kepada pemecahan masalah yang menimbulkan berbagai macam pendapat dan akhirnya diambil suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh anggota dalam kelompoknya.61

Menurut J.J Hasibun dan Moedjiono mengatakan bahwa diskusi ialah suatu penglihatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal atau sasaran yang sudah ditentukan melalui cara tukar menukar informasi mempertahankan pendapat, atau pemecahan masalah.62

Metode diskusi ialah metode yang di dalamnya mempelajari bahan atau penyampaian bahan pelajaran dengan jalan mendiskusikannya sehingga menimbulkan pengertian, pemahaman, serta perubahan tingkah laku murid seperti yang telah dirumuskan dalam tujuan instruksionalnya.63 Dengan metode diskusi ini guru bisa merubah tingkah laku murid menjadi lebih baik.

Selain metode diatas masih banyak metode-metode lain yang cocok untuk pengajaran akhlak. Ini semua tergantung guru dalam

61

Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetyo, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung : Pustaka Setia, 1997), h. 57

62

J.J Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, ( Bandung : Remaja Rosda Karya, 1995), h. 20.

63


(48)

39

mengemas materi pengajaran akhlak dan menerapkan metode-metode yang ada baik.

B. Problematika Pendidikan Akhlak

Pendidikan tidak hanya dibebani tugas mencerdaskan anak didik dari segi kognitif saja, akan tetapi kecerdasan dari segi afektif dan psikomotorik juga harus diperhatikan. Kawasan kognitif merupakan kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek intelektual atau berpikir atau nalar. Di dalamnya mencakup pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analyze), pemaduan (synthesis), dan penilaian (evaluation). Dalam aspek kognitif, sejauh mana peserta didik mampu memahami materi yang telah diajarkan oleh pendidik, dan pada level yang lebih atas seorang peserta didik mampu menguraikan kembali kemudian memadukannya dengan pemahaman yang sudah ia peroleh untuk kemudian diberi penilaian atau pertimbangan.

Sedangkan kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Di dalamnya mencakup penerimaan (receiving/attending), sambutan (responding), tata nilai (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization). Dalam aspek ini peserta didik dinilai sejauh mana ia mampu menginternalisasikan nilai-nilai pembelajaran ke dalam dirinya. Aspek afektif ini erat kaitannya dengan tata nilai dan konsep diri. Dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, aqidah akhlak


(49)

40

merupakan salah satu pelajaran yang tidak terpisahkan dari domain/aspek afektif.

Kawasan psikomotorik yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan berfungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari kesiapan (set), peniruan (imitation), membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation), dan menciptakan (origination).64

Dalam hal ini beban pendidikan yang berkaitan dengan kecerdasan afektif siswa adalah upaya membina moral (akhlak) peserta didik. Moral yang diharapkan adalah moral yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang disandarkan pada keyakinan beragama. Akan tetapi untuk mewujudkan hal tersebut dewasa ini tampaknya banyak kendala yang harus dihadapi. Munculnya isu kemerosotan martabat manusia (dehumanisasi) yang muncul akhir-akhir ini. Dapat diduga akibat krisis moral. Krisis moral terjadi antara lain akibat ketidak berimbangnya antatra kemajuan “IPTEK“ dan “IMTAQ“.

Di lingkungan sekolah pendidikan pada kenyataannya dipraktekkan sebagai pengajaran yang sifatnya verbalistik. Pendidikan yang terjadi di sekolah formal adalah dikte, diktat, hafalan, tanya jawab, dan sejenisnya yang ujung-ujungnya hafalan anak di tagih melalui evaluasi tes tertulis. Kalau kenyataannya seperti itu berarti anak didik baru mampu menjadi penerima

64

Mohammad Muchlis Solichin, Psikologi Belajar: Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Proses Pembelajaran, (Yogyakarta: Suka Press, 2012), h. 86-87


(50)

41

informasi belum menunjukkan bukti telah menghayati nilai-nilai Islam yang diajarkan. Pendidikan akhlak seharusnya bukan sekedar untuk menghafal, namun merupakan upaya atau proses, dalam mendidik peserta didik untuk memahami, mengetahui sekaligus menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Islam dengan cara membiasakan anak mempraktekkan ajaran Islam dalam kesehariannya. Ajaran Islam sejatinya untuk diamalkan bukan sekedar di hafal, bahkan lebih dari itu mestinya sampai pada kepekaan akan amaliah Islam itu sendiri sehingga mereka mampu berbuat baik dan menghindari berbuat jahat.65

C. Peran Guru dan Lingkungan dalam Pendidikan Akhlak 1. Peran Guru dalam pendidikan Akhlak

Masih ada sementara orang yang berpandangan, bahwa peran guru hanya mendidik dan mengajar saja. Mereka itu tidak mengerti, bahwa mengajar itu adalah mendidik juga. Dan mereka sudah mengalami kekeliruan besar dengan mengatakan bahwa tugas itu hanya satu-satu setiap guru. Bahkan dalam arti lebih luas, dimana sekolah merupakan atau berfungsi juga sebagai penghubung antara ilmu dan teknologi dengan masyarakat, dimana sekolah merupakan lembaga yang turut mengemban tugas memodernisasi masyarakat dan dimana sekolah turut serta secara aktif dalam pembangunan. Maka dengan demikian peran guru menjadi

65

Azizy, Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etika Sosial, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), Cet. II, h. 64-65


(51)

42

lebih luas, akan tetapi dengan keterbatasannya kemampuan penulis, maka peran guru dalam pendidikan akhlak akan ditinjau dari tiga hal:

a. Kedudukan guru

Salah satu hal yang menarik dalam ajaran Islam adalah penghargaan yang sangat tinggi terhadap guru. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan nabi dan rasul.66 Hal tersebut dikarenakan guru selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan), sedangkan Islam sangat menghargai pengetahuan.

Begitu besar peranan seorang guru dalam pendidikan oleh karena itu, Islam dengan menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan termasuk guru agma, sehingga hanya mereka sajalah yang pantas mencapai taraf ketinggian dan keutuhan hidup. Sesuai dengan Firman Allah dalam Surat al-Mujadalah: 11

ﺴن ْﻮُ ﺴْﺴـ ﺎﺴ ﺶﲟ ﷲﺒ ﺴوﻻ ﺳ ﺴﺜﺴد ﺴْﺶ ْﺒﺒﻮُ ْوُﺒ ﺴْ ﺶﺬ ﺒ ﺴو ُْ ْﺶ ﺒ ْﻮُـﺴﺒ ﺴْ ﺶﺬ ﺒ ﷲﺒ ﺶﺴ ْﺮﺴـ

. ﺲﺮْـﺶ ﺴﺧ

“Artinya: …niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajad. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”(QS.al-Mujadilah: 11)67

ُ ﺴ ﺴﺴو ﺴنﺴأ ْﺮُْﺒ ﺴ ﺴﺴـ ْﺴ ُُْﺮْـﺴﺧ

66

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Rosdakarya, 1992), 76.

67

Depag RI., Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1996), h. 72


(52)

43

“Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya”.

Firman Allah dan sabda Rasul tersebut menggambarkan tingginya kedudukan orang yang mempunyai ilmu pengetahuan (pendidik).68 Hal ini beralasan bahwa dengan pengetahuan dapat mengantarkan manusia untuk selalu berpikir dan menganalisa hakikat semua fenomena yang ada pada alam. sehingga mampu membawa manusia semakin dekat dengan Allah.

b. Tugas dan Fungsi Guru

Seorang guru dituntut mampu melaksanakan peranan dan fungsinya dalam menjalankan tugas keguruannya. Seorang guru harus mampu mendekatkan dirinya sebagai pendidik, anggota masyarakat, warga negara dan sebagai diri pribadi yang utuh. Antara tugas pribadi dengan tugas keguruannya harus dapat menempatkannya secara profesional.

Dalam proses belajar mengajar guru harus bisa memposisikan sesuai dengan status serta dengan profesinya. Hal ini dapat disesuaikan dan menerapkan dirinya sebagai seorang pendidik, seseorang dikatakan sebagai seorang guru tidak cukup tahu sesuatu materi yang akan diajarkan, tetapi pertama kali ia harus merupakan seseorang yang memang memiliki kepribadian guru dengan segala

68


(53)

44

ciri tingkat kedewasaannya. Dengan kata lain bahwa untuk menjadi pendidik atau guru, seseorang harus berpribadi, mendidik berarti mentrasfer nilai-nilai pada siswanya. Nilai-nilai tersebut harus diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu pribadi guru itu sendiri merupakan perwujudan dan nilai-nilai yang akan di transfer, maka guru harus bisa memfungsikan sebagai seorang pendidik ( tranfer of values ) ia bukan saja pembawa ilmu pengetahuan akan tetapi juga menjadi contoh seorang pribadi manusia.69

Adapun tugas guru menurut Moh. Uzer Rahman, sebagai berikut:

1) Mendidik yaitu meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup.

2) Mengajar yaitu meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3) Melatih yaitu mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.70

Menurut Nur Uhbayati mengemukakan tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh pendidik (guru) antara lain:

69

Sardiman , Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, ( Jakarta: Raja Grafindo persada, 2000), Cet 7, h. 135

70


(54)

45

1) Membimbing anak didik kepada jalan yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

2) Menciptakan situasi pendidikan keagamaan yaitu suatu keadaan di mana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan hasil yang memuaskan sesuai dengan tuntutan ajaran Islam.71

Sedang menurut Al-Nahlawi, tugas guru agama adalah sebagai berikut:

1) Tugas pensucian dimana guru hendaknya mengembangkan dan membersihkan jiwa pesera didik agar dapat mendekatkan diri kepada Allah, menjauhkannya dari keburukan, dan mengajanya agar tetap berada pada fitrahnya.

2) Tugas pengajaran dimana guru hendaknya menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman kepada peserta didik untuk diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya.72

Berdasarkan pendapat diatas dapat diambil suatu interpretasi bahwa pada dasarnya guru agama bertugas mengajar dan mendidik anak didiknya agar menjadi manusia susila, berkepribadian muslim, bertanggung jawab serta setia menjalankan syariat agamanya.

Jadi setiap guru utamanya guru pendidikan agama Islam hendaknya menyadari bahwa pendidikan agama bukanlah sekedar

71

Nur Uhbayati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka setia, 1997), h. 72

72


(55)

46

mentransfer pengetahuan agama dan melatih keterampilan anak-anak dalam melaksanakan ibadah atau hanya membangun intelektual dan menyuburkan perasaan keagamaan saja, akan tetapi pendidikan agama lebih luas dari pada itu.

Pendidikan agama Islam berusaha melahirkan siswa yang beriman, berilmu, dan beramal saleh. Sebagai suatu pendidikan moral, PAI tidak menghendaki pencapaian ilmu itu semata tetapi harus didasari oleh adanya semangat moral yang tinggi akhlak yang baik.73 Untuk itu seorang guru sebagai pengemban amanah pembelajaran PAI haruslah orang yang memiliki pribadi yang saleh.

2. Peran Lingkungan dalam Pendidikan Akhlak

Lingkungan dalam pengertian umum, berarti situasi disekitar kita. Dalam lapangan pendidikan, arti lingkungan itu luas sekali, yaitu segala sesuatu yang berada diluar diri anak, dalam alam semesta ini. Lingkungan tempat anak mendapatkan pendidikan disebut dengan lingkungan pendidikan.74

Lingkungan pendidikan terpenting sampai anak mulai masuk taman kanak-kanak ataupun sekolah adalah lingkungan keluarga. Oleh karena itu, keluarga sering dipandang sebagai lingkungan pendidikan pertama dan utama. Makin bertambah usia manusia, peranan sekolah dan

73

Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama islam, (Jakarta: Misaka Galiza, 2003), h. 92

74


(56)

47

masyarakat luas makin penting, namun peran keluarga tidak terputus.75 Di dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas, peran ketiga tripusat pendidikan itu menjiwai berbagai ketentuan di dalamnya. Pasal 1ayat 3 menetapkan bahwa Sisdiknas adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan yang lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional.76

Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain.77 Keluarga juga merupakan wadah bagi anak dalam konteks proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dalam fungsi sosialnya. Disamping itu keluarga merupakan tempat belajar bagi anak dalam segala sikap untuk berbakti kepada Tuhan sebagai perwujudan nilai hidup yang tinggi. Hal itu memberikan pengertian bahwa orang tua bertanggung jawab pada pendidikan anak karena seorang anak dilahirkan dalam kedaan tidak berbahaya, dalam keadaan penuh ketergantungan dengan orang lain, tidak mampu menolong dirinya sendiri. Ia lahir dalam keadaan suci bagaikan

75

Umar Tirtarahadja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), Cet. I, h. 162

76

Undang-undang RI, Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pelaksanaannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 1989), h. 2

77


(57)

48

meja lilin berwarna putih. 78Di dalam islam secara jelas Nabi Muhammad Saw. mengisyaratkan lewat sabdanya yang berbunyi:

ْﻮﺴ ُ

ﺶﺶ ﺎ ﺴﱢ ﺴُﳝ ْوﺴأ ﺶﺶ ﺒ ﺴﺮﺶ ُْـ ْوﺴأ ﺶﺶ ﺒ ﺴدﱢﻮﺴﻬُـ ُ ﺒ ﺴﻮﺴـ ﺴﺄﺴ ﺶة ﺴﺮْﻄﺶْﺒ ﻰﺴ ﺴ ُﺪﺴ ْﻮُـ ﺳدْﻮُ

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tuanyalah yang dapat menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi”

Dengan demikian jelas bahwa orang tua yang pertama dan utama bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dan pendidikan anak adalah orang tua. Pendidikan anak, terutama pendidikan akhlak bagi anak-anak menjadi sangat penting karena mereka akan menghadapi suatu yang sama sekali berbeda dengan yang kita hadapi sekarang. Pembekalan akhlak pada anak-anak menjadi dominan supaya mereka mampu bertahan hidup dengan terhindar dari semua yang akan menjerumuskan mereka kedalam hal-hal yang dilarang agama.

Mengingat begitu pentingnya pendidikan akhlak yang dilakukan dari sebuah lingkungan yang paling kecil yaitu keluarga, maka banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang menekankan pentingnya pendidikan akhlak, yang salah satunya terdapat dalam surat At-Tahrim: 6

ـﺂﺴ

ﺎ ﺴﻬْـﺴ ﺴ ُةﺜﺎ ﺴﺶ ﺒ ﺴو ُسﺎ ﺒ ﺎ ﺴُدْﻮُـو ﺒ ًﺜﺎﺴ ُْ ْﺶ ْﺴﺒ ﺴو ُْ ﺴُْـﺴﺒآ ْﻮُـ ﺒ ْﻮُـﺴﺒ ﺴْ ﺶﺬ ﺒﺎ ﺴﻬ

.ﺴن ْوُﺮﺴْﺆُـ ﺎ ﺴ ﺴن ْﻮُ ﺴْﺴـ ﺴو ُْﺴﺮﺴﺴﺒﺂ ﺴ ﷲﺒ ﺴن ْﻮُ ْﺴـ ﺲدﺒ ﺴﺪ ﺶ ﺲﺣﺴ ﺶ ﺲﺔﺴ ﺶ ﺴ

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak

78


(1)

127

Oleh karena itu hendaknya, guru SMP Progresif Bumi Shalawat mampu memberikan, mengupayakan, pencapaian hasil pendidikan yang maksimal dengan lebih memahami dan meneladani tugas dan fungsi sebagai seorang pendidik.

3. Profesional Pendidik dalam Pendidikan Akhlak

Peran guru dalam sebuah proses pembelajarn diantaranya adalah a. Peran pendidik sebagai pembimbing. Hal ini berkaitan dengan kemantapan jati diri dan pribadi dari segi-segi perilaku umum. b. Peran pendidik sebagai model pembelajaran sangat penting dalam rangka membentuk akhlak yang mulia bagi siswa yang diajar, karena karakteristik pendidikan selalu diterpong oleh siswa-siswanya dan akan selalu direkam dan dalam batas waktu tertentu akan diikuti oleh mereka. c. Peran pendidik sebagai penasehat, seorang pendidik memiliki jalinan emosional dengan peserta didik sehingga dalam hubungan ini pendidik berperan aktif sebagai penasehat. Hubungan batin emosional antara peserta didik dapat terjalin efektif, bila sasaran utamanya adalah penyampaian nilai-nilai moral, maka peran pendidik dalam menyampaikan nasehat menjadi

sesuatu yang pokok.117

Dalam pandangan peneliti para guru SMP Progresif Bumi Shalawat sudah berperan aktif sebagai pembimbing, sebagai model serta sebagai penasehat. Namun peran tersebut hendaknya dikembangkan sehingga hasil

117


(2)

128

proses pendidikan lebih baik dari pada proses-proses pendidikan sebelumnya. Menurut peneliti sebagai upaya untuk meningkatkan peran aktif guru baik sebagai pembimbing, sebagai suri tauladan serta sebagai penasehat dapat dilakukan melalui peningkatan profesionalitas guru. Mengiblat pandangan Surya yang dikutip Kunandar bahwa: guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Selain itu, juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru yang profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral, dan spiritual. Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola dirinya, mengendalikan dirinya, dan menghargai serta mengembangkan dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan interaktif dan efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagi


(3)

129

makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari

morma-norma agama dan moral.118

Menjadi guru profesional dimana sebagai orang yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya Sidi berpendapat yang dikutip Kunandar bahwa: guru yang profesional dituntut dengan sejumlah persyaratan minimal, antara lain; memiliki kualitas pendidikan profesi yang memadahi, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekininya, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya, dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus-menerus melalui organisasi profasi, internet, buku, seminar, dan

semacamnya.119

Jadi, untuk menjadi seorang guru yang profesional harus dirintis melalui beberapa rana. Seiring dengan itu, apa yang dipelajarinya harus dapat diaplikasikan secara trampil atau dia digunakan di tengah komunitasnya. Dengan kata lain, kalau sebuah sekolah memberikan pembelajaran pendidikan agama atau akhlak, maka perilaku harus islami atau berakhlak mulia.

118

Kunandar, Guru Profesional, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2010), Cet. 6, h. 47 119


(4)

130

Selanjutnya menurut peneliti keseimbangan antara komponen pendidikan (guru, materi, siswa, waktu, dan tujuan) juga harus diperhatikan. Guru efektif adalah guru profesional yang dapat memilih materi dan dapat menyampaikan kepada peserta didik. Materi yang efektif adalah materi yang sesuai dengan keberadaan peserta didik, yang dapat menggugah semangat peserta didik dan tertanam dalam keperibadian peserta didik sehingga tercermin dalam perilaku peserta didik. Tujuan yang efektif adalah tujuan yang sesuai dengan tujuan yang dicapai. Kemudian tetap memperhatiaka kondisi dan aspek-aspek yang terkait dalam pendidikan. Serta merencanakan langkah-langkah pendidikan, juga perlu adanya evaluasi untuk mengetahui hasil pendidikan. Faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan sebagai upaya untuk memperbaiki dan

mengupayakan mutu pendidikan bagi peserta didik. Dengan

memperhatikan keseimbangan antara komponen-komponen pendidikan, memperhatikan profesionalisasi pendidikan serta keaktifan pendidikan dapat menghantar kepada pencapaian tujuan pendidikan akhlak yang maksimal dan sempurna di SMP Progresif Bumi Shalawat.


(5)

131

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitihan ini dapat ditarik beberapa hal sebagai kesimpulan sebagai hasil kesimpulan, antar lain:

1. Problematika pendidikan: a) metode pendidikan akhlak kurang berfariasi,

b) keteladanan dari para guru dan warga masyarakat sekolah dalam pemberian pendidikan akhlak masih kurang maksimal, dan pengaruh teman yang kurang baik akhlaknya.

2. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi problematika-problematika

tersebut adalah a) memperbaiki proses pembelajaran dengan memberikan pengertian serta nasehat terhadap peserta didik baik dari sisi materi pendidikan maupun sisi keteladanan, b) melakukan koordinasi antar sekolah, keluarga, dan masyarkat dengan menyamakan visi serta misi dalam mencapai tujuan pendidikan yang di inginkan, terutama dalam penidikan akhlak.

3. Peran guru bidang studi (EKN) Etika Karakter Nabi dalam pendidikan

akhlak adalah a) sebagai teladan, b) sebagai pihak yang menanamkan kebiasaan-kebiasaan peserta didik untuk melakukan hal-hal yang positif, dan sebagai penanggung jawab dalam pembinaan akhlak.

4. Faktor penghambat dan pendukung problematika pendidikan akhlak


(6)

132

aktifitas, c) kurangnya sopan santun peserta didik terhadap guru dan peserta didik lainya, d) kurangnya kerja orang tua dalam pendidikan akhlak.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang penulis peroleh, bahwa dalam pendidikan akhlak di SMP Progresif Bumi Shalawat terdapat beberapa problematika yang perlu untuk dicari solusi pemecahannya. Maka saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut:

1. Para guru dan warga masyarakat SMP Progresif Bumi Shalawat tetap

berupaya untuk meningkatkan dan mengembangkan upaya pendidikan akhlak terhadap peserta didik.

2. Sebagai peserta didik hendaknya memahami dan menyadari pentingnya

akhlak bagi kehidupan dan secara dasar melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.

3. Para orang tua hendaknya ikut membantu menyukseskan program

pendidikan akhlak disekolah dan menyadari bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Karena orang tua adalah orang pertama yang dikenal oleh anak yang memberikan pendidikan pertama dan utama.