INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial
yang tinggi. Hutan alam tropika juga berfungsi sebagai paru-paru dunia dan sistem penyangga
kehidupan sehingga kelestariannya harus dijaga dan dipertahankan dengan pengelolaan hutan
yang tepat.
Kondisi hutan, dilihat dari penutupan lahan/vegetasi, megalami perubahan yang cepat dan
dinamis, sesuai perkembangan pembangunan dan perjalanan waktu. Banyak faktor yang
mengakibatkan perubahan tersebut antara lain pertambahan penduduk dan pembangunan di luar
sektor kehutanan yang sangat pesat memberikan pengaruh besar terhadap meningkatnya
kebutuhan akan lahan dan produk-produk dari hutan dan terjadinya kebakaran hutan yang
mengakibatkan semakin luasnya kerusakan hutan alam tropika di Indonesia.
Kerusakan hutan tersebut diperkirakan seluas 900 ribu hektar setiap tahunnya yang disebabkan
oleh kegiatan perluasan perkebunan (500 ribu ha/tahun), kegiatan proyek-proyek pembangunan
(250 ribu ha/tahun), kegiatan logging (80 ribu ha/tahun), dan kebakaran (70 ribu ha/tahun)
(Haeruman, 1989). Menurut data selama sepuluh tahun (1987-1998) angka degradasi dan
deforestasi adalah 1,6 juta ha/tahun sebagai akibat penebangan liar, pencurian kayu,
perambahan hutan, kebakaran hutan, lahan dan kebun serta sistem pengelolaan hutan

yangkurang tepat (Badan Planologi Kehutanan dan PErkebunan, 1999). Selama kurun waktu
tersebut, kebakaran hutan memberikan kontribusi terbesar terhadap tingginya tingkat deforestasi
dan degradasi, yaitu seluas + 3,2 juta ha merupakan kebakaran hutan pada tahun 1997 di
Kalimantan Timur (Badan Planologi Kehutanan & Perkebunan, 1998).
Sumber daya hutan yang telah mengalami kerusakan perlu direhabilitasi. Kegiatan Rehabilitasi
Hutan dan Lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi
hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas, dan peranan hutan sebagai ekosistem
penyangga kehidupan tetap terjaga.
Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan berdasarkan kondisi spesifik biofisik.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam identifikasi awal ini indikasi lokasi dan luas kawasan
hutan dan lahan yang perlu direhabilitasi dilakukan dengan menggunakan teknologi
penginderaan jauh dan sistem informasi geografis.
Identifikasi yang dilakukan pada tahun 2001 ini merupakan penyempurnaan dari kw\egiatan yang
sama pada tahun 2000. Identifikasi tahun 2000 hanya dilakukan pada kawasan hutan dengan
menggunakan data hasil penafsiran citra Landsat liputan tahun 1996-1998 berdasarkan 2 (dua)
kelompok kelas penutupan lahan yaitu hutan, dan non hutan.
Identifikasi tahun 2001 dilakukan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan dengan
menggunakan data hasil penafsiran citra Landsat liputan tahun 1999/2000 (kecuali Irian Jaya)
menggunakan 24 kelas penutupan lahan diantaranya hutan lahan kering primer, hutan lahan
kering sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, hutan mangrove primer, hutan

mangrove sekunder, semak/belukar, pertanian lahan kering, sawah, tanah terbuka, pemukiman,
dll.
Selanjutnya, pada identifikasi tahun 2001, kawasan hutan dan lahan yang perlu direhabilitasi
dibedakan dalam 3 (tiga) kelompok disesuaikan dengan perlakuan (treatment) yang akan
dilakukan dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Kegiatan RHL dapat berupa reboisasi,
penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman, atau penerapan teknik konservasi tanah
secara vegetatif dan sipil teknik tergantung pada kelompok penutupan lahan tersebut.
Hasil identifikasi adalah informasi luas kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan
rehabilitasi, serta informasi lokasi dan sebarannya yang disajikan dalam bentuk peta indikasi
RHL. HAsil ini telah digunakan sebagai dasar penyusunan Master Plan Rehabilitasi Hutan dan
Lahan serta diharapkan dapat menjadi acuan perencanaan kegiatan rehabilitasi di daerah.

B. Pengertian Umum
1. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap;
2. Penutupan Lahan (land cover) adalah kondisi permukaan bumi yang menggambarkan
kenampakan vegetasi;
3. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah tangkapan air mulai dari hulu sampai
dengan hilir yang merupakan satu kesatuan tata air sebagai penyangga kehidupan yang
utuh;

4. Reboisasi adalah kegiatan penanaman pohon di dalam kawasan hutan;
5. Rehabilitasi Hutan dan Lahan adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk memulihkan,
mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung,
produktifitas, dan pernanannya dalam emndukung sistem penyangga kehidupan tetap
terjaga;
6. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang telah ditetapkan peruntukannya utnuk
memproduksi hasil hutan dan hasil hutan ikutan;
7. Hutan Produksi Terbatas adalah Hutan Produksi yang hanya dieksploitasi dengan cara
tebang pilih;
8. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang karena sifat alamnya diperuntukkan guna
mengatur tata air, pencegahan bencana banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi
air laut, dan memelihara kesuburan tanah;
9. Kawasan Konservasi adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di
lautan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan dan
pelestarian pemanfaatan sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya;
10. Sistem Informasi Geografis adalah teknologi pengelolaan (input, updating, analisa, dan
penyajian) data spasial/non spasial yang modern, terintegrasi dengan menggunakan
perangkat yang terkomputerisasi.
C. Tujuan dan Sasaran
Tujuan

Melakukan identifikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi dalam rangka
penyusunan Master Plan Rehabilitasi Hutan dan LAhan (MP-RHL) serta perencanaan kegiatan
rehabilitasi.
Sasaran
Tersedianya data luas peta indikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi
berdasarkan kelompok penutupan lahan dan batas Daerah Aliran Sungai (DAS) pada unit
manajemen administrasi Propinsi dan Kabupaten.
D. Ruang Lingkup
1. Kegiatan identifikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi
diarahkan pada areal di dalam dan di luar kawasan hutan di seluruh Indnesia.
2. Hasil identifikasi berupa data luas dan sebaran lokasi indikasi areal yang perlu dilakukan
rehabilitasi yang disajikan dalam bentuk peta dalam satuan per pulau, per propinsi
disertai perhitungan luas pada unit administrasi Propinsi, Kabupaten, dan DAS.
3. Luas dan peta indikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi adalah
merupakan hasil awal yang bersifat umum, indikatif dan masih perlu didetilkan sesuai
kondisi ekosistem dan pengelolaan di daerah terkait.
4. Untuk mempermudah dalam implementasinya, indikasi kawasan hutan danlahan yang
perlu dilakukan rehabilitasi disajikan pada peta indikasi RHL 1 : 250.000 dalam bentuk
kelompok luas yang masing-masing diberi warna berbeda-beda, yaitu kawasan RHL
dengan luas :

ƒ < 10.000 Ha
ƒ 10.000 - 20.000 Ha
ƒ > 20.000 Ha
E. Kriteria
Kegiatan identifikasi ini masih bersifat umum karena bergantung pada ketersediaan data yang
sangat terbatas. Hasil identifikasi ini akan disempurnakan dengan dat ayang lebih akurat,
terkinan dan komprehensif. Memperhatikan ketersediaan data yang masih terbatas tersebut,
untuk kegiatan ini dipergunakan kriteria sebagai berikut :
1. Kawasan Hutan dan Lahan : Identifikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan
rehabilitasi dilaksanakan pada kawasan hutan yang meliputi kawasan hutan lindung,

hutan konservasi, hutan produski (HP, HPT, HPK), serta lahan di luar kawasan hutan
(APL).
2. Penutupan Lahan : identifikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan
rehabilitasi diarahkan pada hutan dan lahan kurang/tidak produktif. BErdasarkan kelas
penutupan lahan dari hasil penafsiran citra landsat 1999/2000.
3. Kepekaan Lahan : hasil identifikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan
rehabilitasi didasarkan pada kriteria lahan kritis dengan tingkat erosi dan sedimentasi
tinggi, digambarkan dan didekati dengan penggunaan data DAS dan DAS prioritas
berdasarkan SK Menhut No. 284/Kpts-II/99 tanggal 7 Mei 1999.

Ketiga kriteria tersebut di atas digunakan dengan pertimbangan bahwa RHL secara indikatif akan
dilakukan pada kawasan hutan dan lahan yang tidak produktif dan peka terhadap erosi.

BAB II
METODOLOGI
A. Data dan Sumber
1. Data KAwasan Hutan : Dipergunakan :
a. Peta Penunjukan KAwasan Hutan dan Perairan yang sudah ditetapkan dengan
SK Menteri Kehutanan (23 Propinsi)
b. Peta TGHK untuk propinsi yang belum selesai proses penunjukannya (3 propinsi
meliputi Sumatera Utara, Riau dan Kalimantan Tengah)
2. Data Penutupan Lahan : dipergunakan data penutupan lahan hasil interpretasi citra
satelit (Landsat 7 ETm+) seluruh Indonesia tahun 1999/2000. HAsil identifikasi
dibedakan ke dalam 3 (tiga) kelompok penutupan lahan yang disesuaikan dengan
perlakuan (treatment) kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Ketiga kelompok tersebut
meliputi :
ƒ Kelompok I : terdiri dari jenis penutupan tanah terbuka, semak/belukar,
pertanian, lahan keringbercampur semak. Kegiatan RHL yang dapat diarahkan
pada kelompok ini adalah kegiatan reboisasi dan penghijauan.
ƒ Kelompok II : terdiri dari jenis penutupan hutan lahankering sekunder, hutan

rawa sekunder, hutan mangrove sekunder. Kegiatan RHL yang dapat diarahkan
pada kelompok ini adalah rehabilitasi melalui kegiatan pengayaan tanaman.
ƒ Kelompok III : terdiri dari jenis penutupan savana, pertanian lahan kering,
transmigrasi, sawah, pertambangan, dan permukiman. Kegiatan RHL
diasumsikan tidak dilakukan pada seluruh areal dan dapat dilakukan melalui
kegiatan teknik konservasi tanah.
3. Data DAS : Dipergunakan data digital DAS dari Ditjen RLPS dengan pemilahan DAS
prioritas berasarkan SK Menhut No. 284/Kpts-II/1999 tanggal 7 Mei 1999.
ƒ Prioritas I : Wilayah DAS yang berdasarkan lahan, hidrologi, sosek, investasi
dankebijaksanaan pembangunan wilayah tersebut mempunyai prioritas tertinggi
untuk direhabilitasi.
ƒ Prioritas II : Wilayah DAS yang berdasarkan lahan, hidrologi, sosek, investasi
dankebijaksanaan pembangunan wilayah tersebut mempunyai prioritas kedua
untuk direhabilitasi.
ƒ Prioritas III : Wilayah DAS yang berdasarkan lahan, hidrologi, sosek, investasi
dankebijaksanaan pembangunan wilayah tersebut mempunyai prioritas ketiga
untuk direhabilitasi.
ƒ DAs bukan prioritas : Wilayah DAS yang berdasarkan lahan, hidrologi, sosek,
investasi dankebijaksanaan pembangunan wilayah tersebut tidak perlu diberikan
prioritas dalam penanganannya.

4. Data Administrasi : Dipergunakan data administrasi pemerintahan propinsi dan
Kabupaten bersumber data BPS tahun 2000.
B. Pengolahan dan Penyajian Data
Proses pengolahan data dari penyiapan dat asampai dengan tersajinya hasil luas indikasi
kawasan hutan danlahan yang perlu dilakukan rehabilitasi beserta peta indikasi adalah
sebagaimana tersaji pada Bagan Alur Proses pada Gambar 1.
Gambar 1 . Bagan Alur Proses Identifikasi Kawasan Hutan dan Lahan yang perlu dilakukan
Rehabilitasi.

BAB III
HASIL ANALISA
1. Hasil identifikasi RHL menunjukkan bahwa kawasan hutan dan lahan Indonesia (belum termasuk
Papua/Irian Jaya) yang perlu perlakuan (treatment) kegiatan RHL seluas 96,3 juta Ha (+ 50,3%
dari luas daratan Indonesia) terdiri atas
ƒ Kelompok I seluas 43,60 juta Ha
ƒ Kelompok II seluas 36,36 juta Ha
ƒ Kelompok III seluas 16,37 juta Ha (diantaranya dalam Kelompok III terdapat savana 1,07
juta Ha)
2. Hasil identifikasi RHL berdasarkan fungsi hutannya, kawasan hutan yang perlu perlakuan
kegiatan RHL seluas 54,6 juta Ha yang terdiri dari :

ƒ Hutan Lindung 9,7 juta Ha
ƒ Suaka Alam dan Pelestarian Alam 3,9 juta Ha
ƒ Hutan Produksi Tetap 17,9 juta Ha
ƒ Hutan Produksi Terbatas 12,5 juta Ha
ƒ Hutan Produksi yang dapat Dikonversi 10,6 juta Ha
3. Sedangkan areal di luar kawasan hutan yang perlu perlakuan kegiatan RHL seluas 41,7 juta Ha,
terdiri atas :
ƒ Kelompok I : 23,53 juta Ha
ƒ Kelompok II : 5,58 juta Ha
ƒ Kelompok III : 12,58 juta Ha
4. Berdasarkan DAS Prioritas, areal indikasi yang perlu perlakuan kegiatan RHL adalah sbb :
ƒ DAS Prioritas I seluas 11,3 juta Ha
ƒ DAS Prioritas II seluas 24,1 juta Ha
ƒ DAS Prioritas III seluas 20,3 juta Ha
ƒ DAS bukan prioritas seluas 40,6 juta Ha
5. Hasil Penghitungan disajikan pada :
ƒ Tabel 1. Rekapitulasi Luas Indikasi RHL per Pulau/Kelompok Pulau
ƒ Tabel 2. Rekapitulasi Luas Indikasi RHL dalam Kawasan Hutan per
Pulau/Kelompok Pulau
Hasil Perhitungan secara lebih rinci disajikan pada Lampiran 1, dan untuk peta indikasi RHL per

Propinsi disajikan pada Lampiran 2.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1. Hasil awal yang disampaikan pada laporanini perlu dditerjemahkan dengan hati-hati sesuai
dengan kondisi ekosistem dan pengelolaan kawasan pada propinsi atau daerah terkait, terutama
dalam hubungannya dengan kelompok penutupan vegetasinya.
2. Sesuai dengan kondisi penutupan lahan/vegetasinya :
a. Kelompok I seluas 43,60 juta Ha perllu menjadi prioritas dalam kegiatan RHL dengan
pola reboisasi.
b. Kelompok II seluas 36,36 juta Ha yang merupakan kelompok penutupan vegetasi yang
terdiri dari hutan sekunder dapat dimasukkan dalam kegiatan rehabilitasi denganpola
pengayaan tanaman atau permudaan alam.
c. Kelompok III seluas 16,37 juta Ha yang kebanyakan berada di luar kawasan hutan dapat
dilakukan rehabilitasi dengan pola penghijauan, dan sesuai dengan kondisi biofisik (iklim,
tanah) kelompok III yang diantaranya terdapat savana 1,07 juta Ha tidak perlu dilakukan
rehabilitasi.
SARAN
1. HAsil identifikasi awal kawasan hutan dan lahan yang perlu dialkukan rehabilitasi masih bersifat

indikatif. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian berkaitan denganhasil identifikasi ini
adalah :
ƒ Penunjukan Kawasan Hutan an PEriaran untuk 3 Propinsi belum tuntas sehingga dalam
identifikasi ini masih menggunakan Peta TGHK
ƒ Penyesuaian dengan data DAS dan batas administrasi pemerintahan yang lebih kini
ƒ Data persebaran penduduk dan sosial budaya setempat
ƒ Berbagai data, informasi dan masukan dari daerah ataupun unit kerja lain yang sesuai
dengankonidisi ekosistem danpengelolaan kawasan setempat
ƒ Perlu dilakukan ceking lapangan terhadap hasil identifikasi ini.
2. Perlu dilakukan analisa lebih lanjut untuk mendapatkan gambaran lebih detil yang bukan hanya
berupa persebaran lokasi dan luas RHL melainkan juga kondisi areal yang berkaitan dengan fisik
dan infrastruktur setempat yang tersedia.