POLITISI PEREMPUAN.doc 35KB Jun 13 2011 06:28:04 AM

POLITISI PEREMPUAN
Dr Chusnul Mar’iyah dalam orasinya mengatakan bahwa meski saat ini banyak caleg perempuan muncul,
tapi yang tercantum dalam nomer jadi amat sedikit. Di beberapa daerah jumlah caleg perempuan tidak
mencapai quota 30 %. Angka tertinggi diraih di propinsi Sumsel, yakni 12%. Sebenarnya angka 12%
tertinggi ini cukupmemprihatinkan. Berarti isu kesetaraan jender tidak disambut sebagaimana mestinya.
Meski sosialisasi isu jender cukup gencar tapi kenyataan yang ada tidak menampakkan hasil yang
signifikan. Hal ini bisa disimpulkan bahwa kaum laki-laki masih belum mau dominasinya terimbangi oleh
perempuan, namun juga bisa sebagai bukti bahwa kaum perempuan kurang ngotot untuk tampil.
Sementara itu Dr Din Syamsudin mengatakan bahwa pemilu 2004 ini hendaknya dijadikan awal dari
munculnya kesadaran perempuan untuk berpolitik.Meski angka 30% belum tercapai, namun hendaknya
hal ini tidak menurunkan semangat para perempuan untuk tampilk berpolitik. Memang harus diakui bahwa
kaum laki-laki masih sangat dominan dalam dunia politik. Tapi hal ini jangan hendaknya menjadikan
perempuan mundur total dari gelanggang politik.
Adapun Pimpinan NA sendiri menggariskan kepada anggotanya di seluruh Indonesia agar berperan serta
dengan aktif melalui anggotanya.Untuk itu keseluruhan tahapan penyelenggaraan pemilu harus dapat
dipahami secara baik dan benar agar peran NA dapat optimal.
Dr.Chusnul Mar’iyah dalam semiloka ini juga memaparkan bagaimana kerja KPU selama ini. Dr Chusnul
Mar’iyah saat ini menjadi ketua divisi logistik KPU. Dia menceritakan bagaimana tender-tender yang
dilakukan KPU dijalankan sebersih mungkin.. Memang godaan untuk berKKN sangat besar. Banyak
pengusaha , untuk memenangkan lelang, baik kertas suara maupun kotak suara, menempuh cara-cara yang
tidak elegan. Namun demikian tidak mengurangi tekad KPU untuk main bersih. Dan hasilnya tender-tender

yang dilakukan memang bersih adanya.
Dr Chusnul juga menceritakan bagaimana sistem informasi yang akan digunakan KPU dalam pemilu
mendatang. Akan ada komputer yang sangat canggih yang akan menampung seluruh data suara dari seluruh
Indonesia. Saat ini komputer seperti itu belum ada yang punya di Indonesia.Komputer seharga ratusan
milyar ini akan menjadi ujung tombak KPU, dan seluruh operatornya diusahakan dari bangsa Indonesia
sendiri. Berbeda dengan pemilu 1999 yang lalu dimana operatornya banyak dilalukan oleh orang asing.
Dr Chusnul juga memberi suntikan kepada NA agar kader-kadernya bisa menduduki posisi penting di
legislatif. Kalau banyak perempuan yang duduk di legislatif, nanti Undang-Undang yang lahir dari
DPR/DPRD Insya Allah tidak bias jender. Perempuan harus gigih memperjuangkan kepentingannya. Dan
angka 30 % ini muncul juga bukan sembarangan. Angka ini merupakan rumusan dari PBB yang kalau
dihitung benar-benar akan dapat menyuarakan kepentingan perempuan. Tapi jika hasilnya seperti ini
(maksimal hanya 12%, ya apa boleh buat. Yang penting perempuan harus tetap optimis dan yakin bahwa
kepentingannya akan terwakili dan tersuarakan di dewan, dengan berapapun julah perempuan yang ada di
dewan.
Harap diketahui bahwa jumlah pemilih perempuan lebih banyak dibandingkan dengan pemilih laki-laki.
NA sebagai ormas perempuan akan berpartisipasi aktif dalam pemilu.Agar pemilu lebih berkualitas harus
ada kompetisi yang sehat, yang menghasilkan keterwakilan perempuan yang lebih tinggi sehingga DPR
dan DPD aspiratif terhadap isu perempuan. Adapun peran NA yang akan diambil dalam pemilu adalah
sebagai pemilih, pengawas independen atau pemantau, panitia pengawas propinsi maupun kabupaten/kota,
panitian pemungutan suara, peanitia pemilihan kecamatan dan anggota KPU baik kota maupun propinsi.

Saat ini salah seorang kader NA, yakni dra Nordjanah Johantini, duduk di KPU pusat. Hal ini cukup
menggembirakan karena merupakan bukti bahwa kader NA bisa dipercaya untuk duduk di lembaga politik
tingkat nasional.
Selanjutnya NA juga menggariskan kepada anggotanya di daerah agar dapat memberikan penjelasan
tentang pemilu dengan lengkap dan jelas, memberikan penjelasan tentang kriteria calon yang dipilih sesuai
dengan kriteria NA, memberikan penjelasan tentang manfaat pemilu bagi perempuan, serta melakukan
pendidikan politik bagi pemilih perempuan.
Menurut NA pemerintahan yang baik adalah bila adanya partisipasi publik dalam penyelenggaraan negara
dan pemerintahan.Kemudian semua unsur masyarakat memiliki komitmen untuk menegakkan keadilan.
Adanya transparansi dan akuntabilitas (pertanggungjawawaban) dalam penyelenggaraan kehidupan
bernegara serta adanya kepekaan dan kepedulian dalam merespon tantangan dan problem masyarakat.
NA selaku lembaga memiliki kriteria bagaimana pemimpin yang baik yang harus dipilih oleh anggota NA.
Kriteria pemimpin versi NA adalah mereka yang memiliki integritas terhadap nilai-nilai Islam, amanah dan

teguh terhadap janji, senantiasa memberi manfaat kepada orang di sekitarnya, komitmen kesetaraan
terhadap jender, bisa dijadikan teladan atau panutan, merakyat, siap menerima pencerahan dan perubahan
ke arah yang lebih baik, cerdas intelektual dan punya kepekaan emosi, serta mempunyai visi strategis. NA
juga bisa bercita cita untuk bertindak sebagai “pressure group” agar kepemimpinan senantiasa dalam
relnya. Singkatnya, lewat para politisi perempuannya NA ingin melakukan kontrol terhadap jalannya
eksekutif maupun legislatif. (Nafi’)

Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 04 2004