PERUBAHAN KONSEP SISWA TENTANG PEMANTULAN CAHAYA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN

PERUBAHAN KONSEP SISWA TENTANG PEMANTULAN CAHAYA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN

  

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

PERUBAHAN KONSEP SISWA TENTANG PEMANTULAN CAHAYA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN

  

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Jalanku masih panjang untuk tahu, jalanku masih panjang untuk mengerti

  

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,

bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka.

  

Tetapi manusia tidak menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah

dari awal sampai akhir.

  

(Pengkhotbah 3:11)

  

ABSTRAK

ELYSABET DIAN LESTARI. 2007. Perubahan Konsep Siswa Tentang

Pemantulan Cahaya Melalui Pembelajaran dengan Menggunakan Metode

Eksperimen . Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika

  dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) pemahaman awal siswa mengenai pemantulan cahaya, (2) pemahaman akhir siswa setelah pembelajaran dengan metode eksperimen pada materi yang diajarkan, (3) perubahan konsep pada siswa mengenai materi yang diajarkan, dan (4) apakah pembelajaran dengan metode eksperimen dapat membantu proses perubahan konsep siswa.

  Penelitian dilaksanakan di SMA Virgo Fidelis Bawen, Jawa Tengah. Subyek penelitian yaitu siswa kelas X-2 yang berjumlah 29 siswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam lima tahap, yaitu pretest, wawancara I, pembelajaran, posttest, dan wawancara II. Soal pretest dan posttest berupa tes esai yang disertai skala CRI (Certainty of Response Index) yang dimodifikasi untuk mengetahui tingkat keyakinan siswa dalam menjawab soal. Pembelajaran yang dilakukan menggunakan metode eksperimen. Wawancara I dan II yang dilakukan bersifat bebas dan terstruktur.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman siswa tentang pemantulan cahaya sebelum pembelajaran masih kurang. Sebagian besar siswa

  

ABSTRACT

ELYSABET DIAN LESTARI. 2007. Students’ Conceptual Change About

Reflections Of Light Through Learning Using Experiment Methods . Physics

  Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

  The goals of the research were to find out : (1) students’ pre-understanding about reflections of light, (2) students’ post-understanding after learning using experiment method in the instructed material, (3) conceptual changes on the students in the instructed material, and, (4) does learning using experiment method help the process of students’ conceptual change.

  The research was held in Virgo Fidelis Senior High School, Bawen, Central Java. Subjects of the research were students of X-2 which consisted of 29 students. Collecting data for this research was done in five steps, there are pretest, the first interview, learning, posttest, and the second interview. Questions for pretest and posttest are the form of essay accompanied by CRI (Certainty Of Response Index) which have been modified to know students certainty level of answering the questions. The learning process was done using experiment method. The characteristics of the first and second interview are free and structured.

  Result of the research indicated that students’ understanding about reflection of light before learning process is less. Many students have Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkat-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : PERUBAHAN KONSEP SISWA TENTANG PEMANTULAN CAHAYA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN.

  Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam mempersiapkan, menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, penulis

  4. Suster M. Christera OSF, S. Pd., Selaku Kepala Sekolah SMA Virgo Fidelis Bawen yang telah memberikan kesempatan, kerjasama, dan dukungan.

  5. Ibu Sri Subekti, S.Pd., selaku guru fisika di SMA Virgo Fidelis Bawen yang telah memberikan kesempatan penulis untuk penelitian, membantu dan membimbing penulis dalam penelitian, dan mendukung dari awal sampai akhir penelitian.

  6. Bapak Hubertus Joseph Mranoto dan Ibu Maria Theresia Sri Supriyati, selaku orang tua yang dengan penuh kesabaran, kasih sayang, ketulusan hati telah membimbing, mendampingi, menghibur, mendukung, mendoakan, dan menyayangi penulis hingga terselesainya skripsi ini.

  7. Kakakku Florentina Indiastuti dan adikku Marina Kartika Ningtyas yang selalu menyayangi, mendukung, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran,

  12. Purwati, Rinda, Rumi, Tika, Fajar PF’06, Tika PF’06, Gagan PF’06, Lia PF’o6, Dede PF’06, dan Ratna PF’06 yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk membantu penulis dalam ujicoba instrumen.

  13. Keluarga besar SMA Virgo Fidelis Bawen yang telah menerima peneliti dengan ramah, dan membantu berjalannya penelitian, khususnya kelas X-2 (Tri, Seli, Tutik, Diah, Pipit, Pitria) yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu dalam penelitian.

  14. Keluarga besar Green House yang menjadi keluargaku di Jogja, mendukung, menghibur, membantuku, dan mewarnai setiap hari-hariku : Luce, Joo, Endar, Eni, Prapti, Nita, Cicil, dan mba Tassa (walaupun dah jauh).

  15. Ervan “Mambu” yang menjadi ‘hacker’ komputerku dari virus, dan kerusakan-kerusakan yang ada yang menyebabkan hilangnya data skripsiku.

  Halaman HALAMAN JUDUL……………………………………………………... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………….. ii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………. iii HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………….. iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………….. v ABSTRAK………………………………………………………………... vi ABSTRACT……………………………………………………………… vii KATA PENGANTAR……………………………………………………. viii DAFTAR ISI……………………………………………………………… xi DAFTAR TABEL………………………………………………………… xiii DAFTARGAMBAR……………………………………………………... xiv DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… xv

  BAB I PENDAHULUAN………………………………………………... 1

  E. Instrumen Penelitian………………………………………………

  21 F. Metode Analisis Data……………………………………………...

  25 BAB III DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN…………….

  28 A. Deskripsi Penelitian……………………………………………….

  28 B. Data Pretest dan Wawancara I, serta Pembahasan………………...

  29 1. Pembahasan Data Pretest……………………………………...

  29 2. Pemilihan Siswa Untuk Wawancara…………………………..

  32

  3. Pemahaman Siswa Sebelum Pembelajaran……………………

  33 a. Pemahaman Siswa Mengenai Cahaya sebagai Gelombang.

  33 b. Pemahaman Siswa Mengenai Sifat-sifat Cahaya………….

  36 c. Pemahaman Siswa Mengenai Perambatan Cahaya………..

  40 d. Pemahaman Siswa Mengenai Pemantulan Cahaya………..

  45

  e. Pemahaman Siswa Mengenai Pemantulan Cahaya pada Cermin Datar………………………………………………

  51

  f. Pemahaman Siswa Mengenai Hukum Pemantulan Cahaya

  53

  

DAFTAR TABEL

  Halaman Tabel 1. Kisi-kisi Soal Pretest…………………………………………….

  21 Tabel 2. Keyakinan Jawaban Siswa Berdasarkan CRI…………………...

  23 Tabel 3. Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan CRI………………

  24 Tabel 4. Kualifikasi Pemahaman Siswa Berdasarkan Skor………………

  26 Tabel 5. Rangkuman Pemahaman Siswa…………………………………

  77 Tabel 6. Daftar Hadir Siswa……………………………………………… 103 Tabel 7. Skor, Persentase Skor, dan Kualifikasi Pemahaman Siswa dari

  Data Pretest……………………………………………………... 115 Tabel 8. Skor, dan Persentase Skor Tertinggi, Terendah, dan Rata-rata dari Data Pretest………………………………………………… 116 Tabel 9. Distribusi Kualifikasi Pemahaman Siswa Berdasarkan Data

  Pretest…………………………………………………………… 116 Tabel 10. Pemahaman Siswa Berdasarkan Skala CRI dari Data Pretest…. 117

  

DAFTAR GAMBAR

  Halaman Gambar 1 Pemantulan Cahaya pada Cermin………………………… Gambar 2 Garis singgung Lingkaran………………………………… Gambar 3 Kegiatan Siswa 1…………………………………………..

  Gambar 4 Kegiatan Siswa 2………………………………………….. Gambar 5 Gambar Siswa Kode13…………………………………… Gambar 6 Gambar Siswa Kode 34…………………………………...

  Gambar 7 Kegiatan Siswa 3………………………………………….. Gambar 8 Rangkaian Alat pada Eksperimen Pertama……………….. Gambar 9 Rangkaian Alat pada Eksperimen Kedua………………… Gambar 10 Model Jawaban I dari Data Pretest………………………..

  Gambar 11 Model Jawaban II dari Data Pretest………………………. Gambar 12 Model Jawaban III dari Data Pretest……………………… Gambar 13 Model Jawaban IV dari Data Pretest……………………...

  12

  14

  60

  61

  62

  62

  62

  63

  65 198 198 198 199

  

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

  Lampiran 1 Daftar Hadir Siswa………………………………………... Lampiran 2 Soal Pretest………………………………………………... Lampiran 3 Data Pretest……………………………………………….. Lampiran 4 Pokok-pokok Pertanyaan Wawancara I…………………... Lampiran 5 Hasil Wawancara Setelah Pretest…………………………. Lampiran 6 Rancangan Pembelajaran…………………………………. Lampiran 7 Persentase Jawaban Siswa dalam Pretest…………………. Lampiran 8 Lembar Kerja Siswa………………………………………. Lampiran 9 Soal Posttest………………………………………………. Lampiran 10 Data Posttest………………………………………………. Lampiran 11 Pokok-pokok Pertanyaan Wawancara II………………….. Lampiran 12 Hasil Wawancara Setelah Posttest………………………... Lampiran 13 Lukisan Sinar Pantul Siswa dalam Soal Pretest…………...

  103 104 115 123 124 155 157 158 164 168 172 173 198

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Miskonsepsi banyak terjadi dalam bidang fisika. Berdasarkan artikel Wandersee, Mintzes, dan Novak (1994) dalam Suparno (2005) dari 700 studi

  mengenai konsep alternatif bidang fisika, ada 70 studi yang meneliti tentang miskonsepsi dalam panas, optika, dan sifat-sifat materi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam bidang optika juga terjadi miskonsepsi. Sebagai calon pendidik pasti memiliki keinginan untuk memajukan siswanya. Keinginan tersebut dapat ditempuh dengan mengusahakan metode-metode yang secara efisien dapat membantu siswa mengatasi miskonsepsi dengan melakukan perubahan konsep. percobaan atau pengalaman lapangan adalah cara baik untuk mengontraskan pengertian siswa dengan kenyataan. Eksperimen akan cepat menyadarkan siswa akan miskonsepsi mereka apabila memberikan hasil yang berbeda dengan yang mereka pikirkan atau konsepkan sebelumnya. Apalagi bila eksperimen tersebut dialami dan diamati siswa yang hasilnya terus-menerus berbeda, maka siswa tersebut akan tertantang untuk mengubah gagasan atau konsep mereka.

  Berdasarkan uraian di atas, penulis berminat untuk mengkaji apakah melalui pembelajaran dengan metode eksperimen dapat membantu melakukan perubahan konsep siswa dalam bidang fisika tentang Pemantulan Cahaya. Untuk itu, maka penelitian ini mencoba untuk mencari jawaban tentang permasalahan tersebut.

  B. peristiwa, kondisi-kondisi, dan ciri-ciri yang menjadi obyek dalam proses belajar- mengajar fisika, penelitian, dan penerapannya untuk berbagai kepentingan.

  Berdasarkan jenisnya, Bolton (1977 : 37) mengklasifikasikan konsep dalam tiga tipe, yaitu : (1) konsep fisis (physical concept), (2) konsep logika-matematis (logico-mathematical concept), dan (3) konsep filosofis (philosophical concepts).

  Konsep Filosofis yaitu konsep-konsep yang berkaitan dengan sifat manusia seperti : jujur, cermat, teliti, sedih, gembira, baik, buruk. Konsep Logika Matematis adalah konsep-konsep yang mengacu pada struktur operasi yang dilakukan terhadap obyek, seperti : asosiatif, komutatif, implikasi, negasi, inversi.

  Sedangkan konsep fisis yaitu konsep-konsep yang mengacu pada : (1) obyek (misal : magnet batang, prominensa, elektron, batu sediment), (2) sifat yang menyatu (inherent) pada obyek (misal : panjang, volume, kelajuan), (3) proses yang diterima para pakar dalam bidang itu. Sedangkan Fowler, 1987 (dalam Suparno, 2005) menjelaskan arti miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar.

  Menurut filsafat konstruktivisme dalam proses pembelajaran, pengetahuan merupakan bentukan siswa yang sedang menggelutinya. Siswa bertanggung jawab dalam membentuk pengetahuannya melalui segala keaktifan pikirannya. Dalam pembentukan pengetahuan mereka dapat terjadi bahwa pengetahuan yang dibentuknya berbeda dengan pengetahuan para ahli. Maka akan muncul miskonsepsi.

  Miskonsepsi ada yang mudah dibetulkan, tetapi ada yang sangat sulit, terlebih

  Dalam membantu menangani miskonsepsi yang dipunyai siswa, diperlukan cara-cara mengidentifikasi atau mendeteksi miskonsepsi tersebut. Suparno (2005 : 121) menyebutkan beberapa alat deteksi yang sering digunakan para peneliti dan guru, yaitu peta konsep, tes multiple choice dengan reasoning terbuka, tes esai tertulis, wawancara diagnosis, diskusi dalam kelas, dan praktikum dengan tanya jawab.

  B.

  Menurut Toulmin (dalam Suparno, 2005 : 85) , bagian terpenting dalam pengertian manusia adalah perkembangan konsepnya yang evolutif, terus berubah pelan-pelan; dan bukan konsep-konsep yang telah baku, prosedur yang stereotip, atau konsep yang tidak dapat diubah. Dalam perkembangan konsep terjadi

  Menurut Posner dkk, 1982 dalam Suparno 2005, dalam proses pembelajaran ada dua proses yang analog dengan dua fase perubahan konsep. Kedua proses tersebut yaitu proses yang disebut dengan asimilasi dan akomodasi. Dalam asimilasi, siswa menggunakan konsep-konsep yang telah ada untuk menghadapi gejala baru dengan suatu perubahan kecil yang berupa penyesuaian (Suparno, 2005). Sedangkan dalam akomodasi, Suparno (2005) berpendapat bahwa siswa harus mengganti atau mengubah konsep-konsep pokok mereka yang lama karena tidak cocok lagi dengan persoalan yang baru. Dalam akomodasi, siswa sungguh- sungguh mengubah konsep yang mereka punya. Siswa akan mengubahnya bila siswa mempunyai konsep yang tidak cocok dengan konsep ilmiah. Masing- masing siswa membawa struktur pengetahuan awal (skema) sebelum mereka mengikuti pembelajaran yang berperan sebagai suatu filter dan fasilitator terhadap tindakan/keaktifan seseorang terhadap lingkungannya. Ini hanya mungkin terjadi bila seseorang bertindak terhadap lingkungannya, bergerak dalam ruang, berinteraksi dengan objek, mengamati, meneliti, dan berpikir, maka ia berasimilasi dan berakomodasi dengan alam (Suparno, 2005).

  Proses pembelajaran fisika yang benar haruslah mengembangkan perubahan konsep (Suparno, 2005 : 94). Belajar menghasilkan suatu perubahan pada siswa; perubahan yang berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap. Perubahan itu merupakan hasil dari usaha belajar yang tersimpan dalam ingatan (Winkel 1987:13).

  Dalam uraian di atas dijelaskan bahwa proses pembelajaran fisika yang benar haruslah menghasilkan perubahan konsep. Dalam melakukan perubahan konsep perlu mengingat bahwa masing-masing siswa membawa pengetahuan awal berhubungan seperti bahasa dan matematika (Sarkim, 2004). Bahkan menurut Gilbert, Watts, Osborne, 1982; Browner, 1984; McClelland, 1985 dalam Suparno 2005:114, percobaan atau pengalaman lapangan adalah cara yang baik untuk mengontraskan pengertian siswa dengan kenyataan.

  Menurut Amien, 1987:105 suatu eksperimen merupakan salah satu kegiatan yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi atau data dalam memecahkan suatu masalah. Eksperimen dilaksanakan terutama untuk mempelajari dan memecahkan suatu masalah, dimana penelitinya sendiri belum mengetahui jawabannya, atau baru mengetahui jawaban sementaranya. Sukarno, dkk, 1973,50 dalam Sarkim, 2004 berpendapat bahwa eksperimen adalah suatu pekerjaan mempergunakan alat-alat sains dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu yang baru (setidak-tidaknya bagi murid, meskipun tidak baru bagi orang lain), atau Siswa harus lebih banyak berpikir sendiri, bagaimana akan merangkai rangkaian, apa yang harus diamati, diukur, dan dianalisis, serta disimpulkan (Suparno, 2007).

  Menurut bentuknya, eksperimen dapat dibagi ke dalam :

  a. Eksperimen gagasan Dalam eksperimen ini persoalannya berupa pemikiran teoritis murni untuk menjelaskan suatu masalah. Di dalam kegiatan pembelajaran, situasi khas yang mengarah kepada eksperimen gagasan adalah pertanyaan antara lain dari jenis : “Apa yang akan terjadi apabila....”. Keuntungan besar eksperimen gagasan ialah bahwa semua pengarah yang mengganggu (gesekan, bidang penyebaran, dan lain-lain) ditiadakan. Cara pengamatan yang yang diidealkan seperti itu tidak pernah “benar”, tetapi hal demikian memberikan masalah yang dapat dilihat secara menyeluruh. Contoh-contoh persiapan yang teliti. Karena eksperimen tidak selalu berhasil, maka unsur- unsur yang penting diperhatikan adalah perencanaan yang matang, pelaksanaan dengan cermat, dan diskusi secara kritis atas hasilnya (Sarkim, 2004).

  Eksperimen dalam pelajaran fisika dapat dibedakan menurut tempat dan cara melakukannya, yaitu : a. Eksperimen murid

  Eksperimen ini biasanya dilakukan oleh para murid sendiri dalam suatu kelompok. Bagi kebanyakan murid, eksperimen ini (yang sederhana) menyenangkan dan bersifat mendorong dan kadang-kadang para murid menginginkan untuk sering melakukannya. Ciri-ciri metode eksperimen murid yaitu (a) peran siswa sebagai pelaku, (b) kebutuhan alat banyak, Percobaan dan pengamatan dapat menghilangkan miskonsepsi intuitif siswa (Suparno, 2005:114). Eksperimen yang dapat dilakukan untuk menyadarkan siswa akan miskonsepsi mereka dengan lebih cepat adalah yang dapat memberikan hasil yang berbeda dengan yang mereka pikirkan dan konsepkan sebelumnya. Apabila siswa mengalami dan mengamati percobaan yang hasilnya terus-menerus berbeda, maka siswa akan tertantang untuk mengubah gagasan atau konsep mereka.

  Menurut Suparno, 2005:114, yang perlu dicatat dalam percobaan atau pengalaman lapangan adalah, percobaan yang tidak menyeluruh seringkali dapat menyebabkan miskonsepsi yang baru. Sebagai contoh siswa di India yang mempunyai miskonsepsi tentang refleksi pada cermin (Suparno, 2005). Percobaan yang tidak dilakukan secara tidak menyeluruh yaitu apabila hanya berlaku pada cermin datar. Oleh karena itu pemilihan percobaan dan pengalaman menjadi membawa energi, (5) dipancarkan dalam bentuk radiasi, (6) memiliki arah rambatan yang tegak lurus arah getarnya, (7) dapat diuraikan menjadi beberapa warna, (8) dapat mengalami pemantulan, pembiasan, interferensi, difraksi, dan polarisasi.

  Pemantulan teratur dan baur

  Cahaya merambat menurut garis lurus. Orang dapat melihat benda karena ada cahaya yang mengenai benda dipantulkan ke matanya. Pemantulan dimana berkas-berkas sinar sejajar yang mengenai permukaan halus dipantulkan sebagai berkas-berkas sinar-sinar sejajar juga disebut pemantulan teratur; jika berkas- berkas sinar sejajar yang mengenai permukaan kasar dipantulkan ke segala arah, disebut pemantulan baur.

  Hukum Pemantulan

  Pemantulan pada Cermin datar

  Empat sifat bayangan pada cermin datar : maya, perbesaran bayangan=1, tegak, dan menghadap berlawanan arah terhadap bendanya, jarak benda=jarak bayangan. Untuk melihat seluruh tinggi benda, h, dalam sebuah cermin datar diperlukan panjang cermin minimum setengah dari tinggi benda.

  Pemantulan pada Cermin Lengkung

  Cermin lengkung terdiri atas cermin cekung (jika permukaan dalamnya mengkilat), dan cermin cembung (jika permukaan luarnya yang mengkilat).

  Karena itu, jarak fokus cermin cekung adalah (+), sedangkan cermin cembung adalah (-). Sinar-sinar pada cermin cekung bersifat mengumpul (konvergen), sedang cermin cembung bersifat menyebar (divergen).

  Cermin lengkung merupakan bagian dari kulit bola. Cemin cekung adalah Titik tertentu dalam lengkungan disebut pusat lingkaran dan jarak tersebut disebut jari-jari lingkaran (Soemartojo, 1989).

  Garis singgung lingkaran

  Definisi garis singgung lingkaran : garis yang apabila diperpanjang hanya memotong lingkaran pada satu titik. Garis singgung lingkaran selalu tegak lurus dengan jari-jari atau diameter yang melalui titik singgung (Sembiring, 1985).

  Garis singgung Jari-jari Suatu titik hanya ditentukan oleh letaknya. Titik tidak mempunyai ukuran (tidak berdimensi).

  Kedudukan Titik dan Garis Dalam Ruang Melalui dua titik sembarang hanya dapat dibuat sebuah garis lurus.

  Kedudukan Titik dan Bidang Dalam Ruang

  Melalui tiga buah titik sembarang (ketiga titik segaris) hanya dapat dibuat sebuah bidang datar.

  Kedudukan Dua Buah Garis Dalam Ruang

  Melalui dua buah garis yang berpotongan hanya dapat dibuat sebuah bidang datar. (2) Melalui dua buah garis yang sejajar hanya dapat dibuat sebuah bidang datar. (3) Melalui dua buah garis yang bersilangan tidak dapat dibuat sebuah bidang datar.

  Banyak siswa juga beranggapan bahwa cahaya hanya dipantulkan dari permukaan cermin yang halus, dan tidak dipantulkan dari permukaan yang tidak halus (Suparno, 2005:21). Hal ini dapat diartikan bahwa siswa beranggapan bahwa cahaya tidak akan dipantulkan dari kertas yang tidak rata.

  Dengan kata lain, mereka berpikir bahwa hukum refleksi cahaya yang kedua hanya terjadi pada cermin datar saja. Hal ini disimpulkan oleh siswa, karena dalam percobaan selalu cermin datar yang digunakan. Sedangkan pada cermin cekung dan cembung tidak pernah dicoba.

  Selain beberapa miskonsepsi di atas, ada beberapa miskonsepsi yang pernah ditemukan oleh para peneliti, para ahli, dan pendidik fisika antara lain :

  • Bila tidak ada layar, maka tidak ada bayangan (Suparno, 2005:142).

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

  Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada apakah metode eksperimen dapat membantu melakukan perubahan konsep siswa dalam bidang fisika tentang Pemantulan Cahaya. Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka pokok perumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

  a. Bagaimanakah pemahaman awal siswa mengenai Pemantulan Cahaya?

  b. Bagaimanakah pemahaman akhir siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen pada materi yang diajarkan? c. Bagaimanakah perubahan konsep siswa mengenai materi yang diajarkan?

  d. Apakah pembelajaran dengan metode eksperimen dapat membantu proses perubahan konsep siswa ?

E. Manfaat Penelitian

  1. Untuk Siswa

  a. Siswa dapat terbantu untuk melakukan perubahan konsep pada konsep- konsep siswa yang kurang tepat mengenai Pemantulan Cahaya.

  b. Melalui eksperimen siswa dapat berlatih berpikir secara ilmiah.

  2. Untuk Guru

  a. Memberi gambaran miskonsepsi yang sering terjadi mengenai Pemantulan Cahaya sehingga guru dapat menekankan konsep dimana siswa banyak mengalami miskonsepsi ketika mengajarkan Pemantulan Cahaya.

  b. Memberi gambaran alat-alat yang bisa digunakan untuk membantu siswa melakukan perubahan konsep mengenai Pemantulan Cahaya. mengetahui apakah ada perubahan konsep siswa mengenai Pemantulan Cahaya dengan menggunakan metode eksperimen.

  Penelitian ini dilakukan di SMA Virgo Fidelis Bawen, Jawa Tengah pada bulan April - Juni 2007.

  1. Tes Tertulis Tes tertulis dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan sesudah pembelajaran dengan menggunakan eksperimen. Tes yang diberikan sebelum pembelajaran (pretes) digunakan untuk mengetahui pemahaman awal yang dimiliki oleh siswa. Sedangkan tes yang diberikan setelah pembelajaran (posttest) digunakan untuk mengetahui pemahaman siswa yang dimiliki setelah pembelajaran dengan menggunakan eksperimen. Tes tertulis diberikan dalam bentuk tes esai tertulis yang memuat beberapa konsep fisika yang sudah diajarkan. Tes ini digunakan untuk mengetahui pemahaman siswa tentang pemantulan cahaya dan mendeteksi miskonsepsi yang ada pada diri siswa.

  Dalam penelitian, tes tertulis dilengkapi dengan CRI (Certainty of bisa digali melalui tes tertulis. Wawancara dilakukan pada siswa yang memiliki banyak miskonsepsi dan pada siswa yang tidak mempunyai miskonsepsi. Wawancara dilakukan setelah pretest dan posttest. Wawancara yang dilakukan bersifat bebas dan terstruktur. Dalam wawancara bebas, peneliti bebas bertanya kepada siswa dan siswa dapat dengan bebas menjawab (Suparno, 2005 :127). Sedangkan dalam wawancara terstruktur, pertanyaan sudah disiapkan dan urutannya pun secara garis besar sudah disusun, sehingga memudahkan dalam praktik (Suparno, 2005 : 127).

  Beberapa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

  No Konsep Nomor Soal

  1 Cahaya sebagai gelombang 1a, 1b, 1c, 1d, 2

  2 Sifat cahaya 3a, 3b, 3c, 3d, 3e , 6, 7, 8

  3 Perambatan cahaya 4,5

  4 Pemantulan cahaya 9, 10a, 10b, 11a, 11b, 13a, 13b Pemantulan cahaya pada 14,15,16,17

  5 cermin datar Hukum Pemantulan 12,18, 19a, 19b, 20, 21a, 21b

  6 Cahaya Validitas pretes dicapai melalui ujicoba tes tertulis. Ujicoba pretes diberikan pada tiga siswa kelas X, satu siswa kelas XI SMA, dan lima mahasiswa semester II program studi pendidikan fisika. Ujicoba pretes dilakukan pada tanggal 18 dan 22 April 2007 pada tempat yang metode eksperimen. Posttest yang diberikan disusun berdasarkan soal pretes dan materi pembelajaran yang diberikan pada siswa.

  2. Skala CRI (Certainty of Response Index) Skala CRI digunakan untuk mengetahui tingkat keyakinan siswa dalam menjawab setiap soal, apakah siswa menggunakan pengetahuan yang mereka punyai atau hanya menerka saja untuk menjawab soal dengan ketentuan sebagai berikut : Tabel 2 Keyakinan jawaban siswa berdasarkan CRI

  Skala Keyakinan Siswa Jawaban sepenuhnya menerka Jawaban menerka dengan mempertimbangkan Tabel 3 Kriteria pengelompokkan siswa berdasarkan CRI

  Jawaban Siswa Skala CRI rendah ( ≤ 2,5) Skala CRI tinggi (> 2,5)

  Benar Kurang pemahaman Pemahaman benar Salah Kurang pemahaman Miskonsepsi

  3. Rancangan pembelajaran Rancangan pembelajaran disusun berdasarkan hasil analisis pretes dan wawancara I. Dari hasil analisis pretes dan wawancara I dapat diketahui pemahaman awal siswa dan miskonsepsi yang terjadi pada siswa mengenai pemantulan cahaya. Untuk itu disusun sebuah rancangan pembelajaran yang dimaksudkan untuk memfasilitasi siswa merubah konsep yang salah

F. Metode Analisis Data

  Hasil tes tertulis dianalisis untuk mengetahui perubahan konsep siswa pada pokok bahasan Pemantulan Cahaya. Analisis ini meliputi :

  1. Mengecek jawaban dari setiap soal pada setiap siswa Dalam mengecek jawaban siswa apabila jawaban siswa benar akan diberi skor yaitu 1 dan siswa yang menjawab salah serta tidak memberikan jawaban akan diberi skor 0.

  2. Menghitung skor total yang diperoleh setiap siswa Skor total yang diperoleh setiap siswa merupakan jumlah skor dari tiap soal yang diperolehnya.

  3. Menghitung persentase skor jawaban dari setiap siswa Berdasarkan skor total yang diperoleh setiap siswa, maka dapat dihitung cukup, dan skor sebesar 50% sebagai batas bawah untuk kualifikasi pemahaman siswa kurang. Sedangkan batas bawah untuk kualifikasi pemahaman baik dan sangat baik menggunakan skor sebesar 70% sebagai batas bawah untuk kualifikasi pemahaman siswa baik, dan skor sebesar 80% sebagai batas bawah untuk kualifikasi pemahaman siswa sangat baik (Kartika, 2002).

  Adapun interval persentase skor yang dipakai untuk menentukan kualifikasi pemahaman siswa sebagai berikut : Tabel 4 Kualifikasi Pemahaman Siswa Berdasarkan Skor

  Interval Skor (%) Kualifikasi Pemahaman Siswa 80-100 Sangat Baik Dari hasil analisis tes tertulis, dapat dipilih siswa yang perlu diwawancara. Wawancara I dilakukan untuk mendukung hasil analisis jawaban pretes dan mengetahui konsep awal siswa lebih dalam. Wawancara II dilakukan pada siswa yang sama untuk mendukung hasil analisis jawaban postes. Sehingga dari hasil jawaban postes dan wawancara II dapat diketahui perubahan konsep siswa setelah pembelajaran.

  Skala CRI digunakan untuk melihat apakah siswa mengalami miskonsepsi, kurang pemahaman, atau memiliki pemahaman yang benar. Selain itu juga digunakan untuk menghitung banyaknya siswa yang mengalami hal tersebut.

  Perubahan konsep siswa dapat diketahui dari perbandingan persentase skor jawaban soal pretes dan postest. Apabila hasil persentase skor jawaban postest lebih baik dari pretest maka terjadi perubahan konsep pada siswa. Dan sebaliknya,

BAB III DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian Penelitian dilakukan untuk mengetahui pemahaman siswa tentang pemantulan

  cahaya, dan membantu memfasilitasi siswa melakukan perubahan konsep siswa dalam hukum pemantulan cahaya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2007. Tahap awal dalam penelitian ini adalah melakukan pretest pada siswa untuk melihat pemahaman awal siswa dalam pokok bahasan pemantulan cahaya. Waktu yang disediakan adalah 90 menit. Data pretest digunakan sebagai acuan dalam pemilihan siswa dalam wawancara I dan mendeteksi miskonsepsi yang terjadi pada siswa sehingga membantu peneliti dalam pembuatan rancangan wawancara II. Postest dan wawancara II dilakukan untuk mengetahui pemahaman siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan metode eksperimen. Berdasarkan data pretest, posttest, wawancara I, dan wawancara II dapat diketahui ada atau tidaknya perubahan konsep pada siswa.

  Adapun jadwal kegiatan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

  • 11 April 2007 : Pretest • 7,9,11 Mei 2007

  : Wawancara I

  • 11 Mei 2007 : Observasi • 29, 30 Mei 2007

  : Pembelajaran

  • 30 Mei 2007 : Posttest
menggunakan pemahamannya dari materi yang diberikan waktu masih belajar di SMP.

  Sebagian besar siswa mengalami kurang pemahaman mengenai pemantulan cahaya. Hal ini terlihat dalam tabel 7 lampiran 3 yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa termasuk dalam kualifikasi pemahaman sangat kurang. Dalam tabel 9 terlihat bahwa ada 86.20% siswa termasuk dalam kualifikasi pemahaman sangat kurang sedangkan 13.79% siswa lainnya termasuk dalam kualifikasi pemahaman kurang. Hal ini juga ditunjukkan pada tabel 8 lampiran 3, bahwa persentase skor tertinggi yang diperoleh adalah 54.54%, persentase skor terendah yang diperoleh adalah 24.24%, dan rata-ratanya 41.16%. Persentase skor tertinggi termasuk dalam kualifikasi pemahaman kurang, persentase skor terendah termasuk dalam soal dimana siswa banyak mengalami miskonsepsi dari soal pretest berdasarkan tabel 11 lampiran 3 dari urutan yang paling banyak adalah 10b, 12, 4, dan 18. Soal nomor 10b berkaitan dengan pemantulan cahaya pada permukaan yang berbeda, soal nomor 12 berkaitan dengan Hukum Pemantulan Cahaya yang I, soal nomor 4 berkaitan dengan perambatan cahaya, sedangkan soal nomor 18 berkaitan dengan Hukum Pemantulan Cahaya II. Nomor soal tersebut menjadi penting bagi peneliti sebagai dasar dalam melakukan wawancara I dan dalam kegiatan pembelajaran.

  Sebagian besar siswa memiliki pemahaman yang kurang pada konsep dimana siswa banyak mengalami miskonsepsi. Dari tabel 10 lampiran 3 terlihat bahwa persentase jumlah siswa yang memiliki pemahaman benar dalam soal nomor 10b, 12, 4, dan 18 sangat rendah. Soal nomor 10b, dan 12

  Berdasarkan hasil pretes, diduga ada miskonsepsi siswa dalam pokok bahasan Pemantulan Cahaya. Untuk dapat memastikan dugaan miskonsepsi tersebut, mengenal secara mendalam letak miskonsepsi siswa, dan mengapa siswa sampai pada pemahaman seperti itu (Suparno,2005) maka diadakan wawancara. Wawancara dilakukan pada 6 siswa. Kriteria pemilihan siswa untuk wawancara adalah tiga siswa dipilih dari siswa yang yang tidak mengalami miskonsepsi dan tiga siswa yang memiliki miskonsepsi serta mengalami miskonsepsi pada nomor yang sama dari nomor soal dimana banyak siswa mengalami miskonsepsi.

  Berdasarkan hasil analisis pretest, diketahui soal-soal dimana siswa mengalami miskonsepsi. Nomor soal dimana banyak siswa mengalami

  • Siswa kode 11 : siswa ini memiliki persentase skor 24.24%, dan memiliki 14 soal yang miskonsepsi, serta mengalami miskonsepsi pada soal nomor 4, 10b, 12.
  • Siswa kode 33: siswa ini memiliki persentase skor 42.42% ,dan tidak memiliki miskonsepsi.
  • Siswa kode 27: siswa ini memiliki persentase skor 45.45% , dan tidak memiliki miskonsepsi.
  • Siswa kode 31: siswa ini memiliki persentase skor 54.54%, memiliki 10 miskonsepsi ,dan mengalami miskonsepsi pada soal nomor 4, 10b, 12.
  • Siswa kode 23: siswa ini memiliki persentase skor 42.42%, memiliki 5 miskonsepsi, dan mengalami miskonsepsi pada soal nomor 4, 10b, 12.
siswa diminta menggambarkan gelombang cahaya yang merambat dari matahari. Sedangkan pada soal nomor 2, siswa diminta melukiskan gelombang cahaya dan sinar dari cahaya matahari.

  Sebagian besar siswa sudah memahami bahwa gelombang elektromagnetik termasuk gelombang transversal namun beberapa siswa masih memiliki pemahaman yang kurang. Hal ini terlihat pada tabel 13 lampiran 3 bahwa ada 65.52% siswa menjawab benar, sedangkan 34.48% siswa menjawab salah. Sedangkan menurut tabel 10 lampiran 3, 13.79% siswa memiliki pemahaman benar, 6.89% siswa mengalami miskonsepsi, 75.86% siswa kurang pemahaman, dan 3.45% siswa tidak mengisi tingkat keyakinan jawaban. Berdasarkan jawaban siswa, sebagian besar siswa menjawab bahwa gelombang elektromagnetik termasuk gelombang siswa, sebagian besar siswa sudah dapat menggambarkan gelombang transversal dengan tepat, namun ada siswa yang menggambarkan gelombang transversal dengan menggambarkan gelombang longitudinal, dan ada beberapa siswa yang menggambarkan tanda panah atau garis horizontal.

  Sebagian besar siswa belum memahami dengan baik tentang gelombang longitudinal. Hal ini terlihat pada tabel 13 lampiran 3, bahwa pada soal nomor 1c ada 6.89% siswa dapat menggambarkan gelombang longitudinal yang merambat ke kanan dengan tepat, dan 93.10% siswa belum dapat menggambarkan gelombang longitudinal dengan tepat. Sedangkan menurut tabel 10 lampiran 3, tidak ada satu orang pun yang memiliki pemahaman benar, 13.79% siswa mengalami miskonsepsi, merambat dari matahari dengan tepat. Sedangkan menurut tabel 10 lampiran 3, pada soal nomor 1d ini, tidak ada satu orang pun yang memiliki pemahaman benar, 20.69% siswa mengalami miskonsepsi, 75.86% siswa kurang pemahaman, dan 3.45% tidak mengisi tingkat keyakinan jawabannya. Berdasarkan jawaban siswa, sebagian besar siswa menggambarkan gelombang cahaya sebagai sinar, juga ada yang menggambarkan garis-garis ke segala arah.

  Sebagian besar siswa belum memahami gelombang cahaya dan sinar dengan baik. Hal ini terlihat pada tabel 13 lampiran 3, bahwa pada nomor 2 ada 13.79% siswa melukiskan gelombang cahaya dan sinar dari cahaya matahari dengan tepat, namun 86.20% siswa belum dapat melukiskan gelombang cahaya dan sinar dari cahaya matahari dengan tepat. nomor 3a, 3b, 3c, 3d meminta siswa memilih benar atau salah dari suatu pernyataan yang berkaitan dengan sifat-sifat cahaya dan disertai alasan.

  Soal nomor 6 menanyakan pernyataan yang benar untuk sifat cahaya yang berkaitan dengan kecepatan cahaya. Soal nomor 3a, 7, dan, 8 berkaitan dengan sifat cahaya yaitu cahaya merambat lurus. Soal nomor 3b dan 3c memberikan pernyataan yang berkebalikan. Pernyataan pada nomor 3b adalah cahaya merambat tanpa membawa energi, sedangkan pernyataan nomor 3c adalah cahaya merambat membawa energi. Soal nomor 3d dan 3e ini juga memberikan pernyataan yang berkebalikan. Pada nomor 3d memberikan pernyataan untuk merambat cahaya memerlukan medium, sedangkan pada nomor 3e memberikan pernyataan untuk merambat cahaya tidak memerlukan medium. tersebut. Sebagai contoh, siswa sudah menjawab pernyataan tersebut benar namun alasannya kalau cahayanya menggak-menggok bukan cahaya matahari. Hal ini juga ditunjukkan pada soal nomor 7 dan 8. Pada tabel 13 dan 10 lampiran 3 terlihat bahwa pada soal nomor 7 ada 37.93% siswa menjawab benar, dan 27.59% siswa memiliki pemahaman yang benar. Berdasarkan jawaban siswa pada soal nomor 7, beberapa siswa sudah memahami bahwa benda yang terkena cahaya matahari memiliki bayangan yang serupa dengan bentuk aslinya karena cahaya merambat lurus. Sedangkan beberapa siswa lainnya kurang memahaminya. Siswa lainnya memahami kalau benda yang terkena cahaya matahari memiliki bayangan yang serupa dengan bentuk aslinya karena ada pembiasan terhadap benda tersebut. Di lain pihak, ada siswa yang tidak menjawab pertanyaan.

menggunakan medium karena cahaya tidak dapat merambat lurus oleh benda.

  Sebagian besar siswa sudah memahami bahwa cahaya merambat membawa energi. Hal ini terlihat pada tabel 13 lampiran 3 bahwa persentase jawaban benar pada soal nomor 3b dan 3c tinggi yaitu 96.55% dan 100%. Dari tabel 10 lampiran 3 terlihat bahwa sebagian besar siswa memiliki pemahaman benar yaitu 55.17% untuk keduanya. Berdasarkan jawaban siswa, siswa memahami bahwa cahaya merambat membawa energi karena cahaya seperti matahari membawa energi panas.

  Sebagian besar siswa belum memahami dengan benar sifat cahaya bahwa dalam perambatannya cahaya tidak memerlukan medium sehingga beberapa siswa mengalami miskonsepsi seperti terlihat dalam tabel 10

  17.24% siswa memiliki pemahaman benar, 17.24% mengalami miskonsepsi, dan 31.03% siswa dapat menjawab dengan benar. Pada umumnya siswa memahami bahwa pada malam hari cahaya merambat lebih cepat daripada siang hari. Mereka berpendapat demikian karena pada malam hari gelap sehingga akan mempermudah perambatannya. Namun ada juga siswa yang berpendapat demikian karena pada malam hari tidak ada pembiasan cahaya dan pada malam hari cahaya senter akan bercahaya terang dan lebih cepat dibandingkan siang hari. Di lain pihak ada siswa yang memahami bahwa cahaya senter sama cepat pada siang hari dan

  8 malam hari karena kecepatan cahaya itu sama yaitu 3 x 10 m/s.

  Pada umumnya siswa memahami bahwa intensitas sumber lain meminta siswa memilih pernyataan yang benar dari perambatan cahaya lilin pada malam hari.

  Sebagian besar siswa mengalami kurang pemahaman dan miskonsepsi pada perambatan cahaya pada siang hari. Hal ini terlihat pada tabel 12 lampiran 3, bahwa pada nomor 4 tidak ada satu siswa pun yang menjawab dengan tepat, atau dengan kata lain semua siswa menjawab kurang tepat.

  Menurut tabel 10 lampiran 3, tidak ada satu siswa pun yang memiliki pemahaman benar, 34.48% siswa mengalami miskonsepsi, dan 65.52% siswa kurang pemahaman. Sedangkan dari tabel 11 lampiran 3 terlihat soal nomor 4 berada di urutan ketiga dari urutan soal yang paling banyak miskonsepsi. Berdasarkan jawaban siswa, sebagian besar siswa memahami bahwa perambatan cahaya dari sebuah lilin yang dinyalakan pada siang terlihat pada tabel 13 lampiran 3, bahwa pada soal nomor 5 ada 55,17% siswa menjawab dengan benar, dan 44.82% siswa menjawab salah.

  Sedangkan menurut tabel 10 lampiran 3, ada 34.48% siswa memiliki pemahaman benar, 17.24% mengalami miskonsepsi, dan 48.28% kurang pemahaman. Pada umumnya siswa memilih pernyataan merambat dari lilin sampai cahayanya terhalang oleh dinding. Siswa menjawab demikian karena menurut mereka cahaya merambat ke segala arah, atau menyebar sampai terhalang oleh suatu benda yang tidak tembus cahaya. Namun ada juga siswa yang berpendapat bahwa cahaya lilin pada malam hari lebih terang sehingga nyala lilin tersebut sampai tempat Ucup.

  Pemahaman siswa bahwa intensitas sumber lain berpengaruh pada perambatan cahaya juga dipahami oleh beberapa siswa yang terungkap

  A : Tadi itu karena intensitas sumber lain berarti. Kalau siang itu ada sumber lain, kalau malam tidak, jadi karena intensitas sumber lain? Boleh dikatakan seperti itu? B : (menggangguk).

  (lampiran 5, siswa kode 23) Dari kutipan wawancara di atas terlihat pemahaman siswa tentang perambatan cahaya. Menurut siswa tersebut perambatan cahaya lilin dipengaruhi oleh intensitas sumber lain. Pada waktu siang hari perambatan nyala lilin tinggal pada lilin karena adanya intensitas matahari yang lebih besar dibandingkan lilin. Sedangkan kalau malam hari, karena tidak ada intensitas sumber lain yang lebih besar maka dapat merambat sampai cahayanya terhalang oleh obyek.

  Pemahaman yang sama juga dialami siswa dalam wawancara I ketika peneliti menanyakan perambatan cahaya lilin yang ditempatkan di tengah

  

A : Cahaya lilinnya nggak kelihatan banget? Berarti dia hanya

merambat di sekitar lilin? B : Ho’o. Hanya di sekitar lilin.

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN PRESTASI DAN MOTIVASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH 4 SIDAYU GRESIK DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN METODE EKSPERIMEN

0 25 1

PENGERUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA PADA KONSEP CAHAYA (KUASI EKSPERIMEN DI SDN CIRENDEU III, TANGERANG SELATAN)

1 5 177

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA MELALUI METODE EKSPERIMEN DENGAN DEMONSTRASI MENGGUNAKAN MULTIMEDIA INTERAKTIF

0 11 57

UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS PEMBELAJARAN IPA DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS VI SDN BABULANG KALIANDA TAHUN AJARAN 2012-2013

0 5 35

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN METODE EKSPERIMEN PADA MATERI CAHAYA TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII SMPN 2 GUNUNGSARI TAHUN AJARAN 20142015

0 0 6

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA PADA POKOK PEMBAHASAN TENTANG SIFAT-SIFAT CAHAYA DENGAN METODE EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS VA DI SDN 024 SAMARINDA UTARA TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

0 0 13

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI SALATIGA 06 TAHUN PELAJARAN 20162017

0 1 17

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN EKSPERIMEN UNTUK MEREMEDIASI MISKONSEPSI SISWA TENTANG GETARAN DI SMA

0 0 11

REMEDIASI MISKONSEPSI KONSEP CAHAYA PARA SISWA SMP MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN ULANG BERBASIS MNEMONIC ARTIKEL PENELITIAN

0 0 15

ENINGKATAN ANALISIS KONSEP SIFAT-SIFAT CAHAYA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE KELILING KELAS BERBASIS EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 03 SURUHKALANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014 - UNS Institutional Repository

0 0 19