Laporan Praktikum Operasi Sistem Energi

MAKALAH OPERASI SISTEM ENERGI II
“ SOLAR WATER HEATHER “
Di susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Operasi Sistem Energi II

Oleh :
Angga Kurniawan

131711034

Ari Teresa

131711036

Asep Barkah Muhadi

131711038

Ferly Asri

131711042


Ilham Nursyaban S.

131711044

Indrabayu

131711045
Kelas : 3A

Dosen Pebimbing : Maridjo
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI
PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KONVERSI ENERG
POLTEKNIK NEGERI BANDUNG
2016

Abstrak
Pada saat ini, kebutuhan energi semakn mendesak sedangkan persediaan energi fosil semakin
menipis karena energi fosil merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui. Belakangan ini terus
dilakukan beberapa usaha penghematan energi fosil dengan pengembangan energi alternatif yang
ramah lingkungan. Salah satunya yaitu dengan pemanfaatan energi surya (energi matahari). Energi

surya adalah salah satu energi alternatif yang dirasakan sangat sesuai dengan kondisi saat ini karena
disamping murah juga bersifat renewable (terbarukan) dan tersedia sangat melimpah didaerah tropis.
Upaya pemanfaatan energi surya salah satu nya adalah dengan menerapkan teknologi sederhan yaitu
kolektor surya. Kolektor surya merupakan salah satu contoh alat konversi

photothermal yang

memanfaatkan energi matahari untuk dirubah menjadi energi kalaor yang bisa dimanfaatkan sebagai
pemanas air. Dengan kolektor surya dapat di serap energi matahari untuk memanaskan air, sehingga
energi pans matahari dapat dimanfaatkan dengan baik.
Kata kunci: krisis dan kebutuhan energi alternatif, teknologi sederhana, kolektor surya

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sebagai negara yang terletak di katulistiwa, Indonesia memperoleh radiasi surya yang cukup
melimpah dengan rata-rata 4,5 kWh/m2/hari. Radiasi surya ini dapat dikonversikan menjadi energi
termal yang berguna, misal untuk pemanasan air dan udara (pengeringan), pompa air, desalinasi air
laut/payau, dan pengkondisian udara. Metoda untuk pengkonversian tersebut dibahas secara rinci

pada Teknologi Termal Surya (Solar Thermal Technology).
Salah satu teknologi termal surya yang secara komersial telah tersebar luas adalah sistem Pemanas
Air Tenaga Surya (Solar Water Heater) disingkat PATS. Pemanfaatan solar water eater di indonesia
saat ini masih terbilang sangat rendah, sementara itu untuk kebutuhan pemanas air masih banyak
digunakan energi listrik. Sejatinya apabila energi surya yang melimpah di indonesia dapat
dimanfaatkan dapat mengurangi konsumsi energi listrik yang selama ini digunakan untuk solar water
heater.
Oleh karena itu pada kesempan kali ini kami akan merancang sebuah solar water heater (pemanas air
yang memanfaatkan energi surya) yang digunakan untuk kebutuhan air panas sehari-hari. Dalam hal
ini solar water heater yang dirancang adalah untuk kebutuhan air pans yang di gunakan oleh 5 orang
dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Tujuan
- Untuk memanfaatkan energi surya sebagai sumber energi solar water heater
- Mendesain solar water heater untuk kebutuhan 5 orang
- Untuk mengetahui dan mempelajari proses perpindahan panas pada solar water heater

1.3

Batasan Masalah

Laporan ini membahas mengenai desain solar water heater untuk kebutuhan 5 orang.

1.4

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa metode diantaranya :

1. Metode Observasi
Cara memperoleh data dengan metode ini dilakukan dengan melakukan
observasi langsung ke lokasi pengolahan air ketel di laboratorium bawah teknik
energy.
2. Metode Studi Pustaka
Data diperoleh dengan mencari referensi dari berbagai buku yang
bersangkutan dengan sistim pengolahan air ketel.

3. Metode Browsing Internet
Metode ini mudah untuk dilakukan, data yang kita butuhkan cukup diambil
dari internet dengan cara browsing dan data yang diinginkan dapat disesuaikan
dengan kebutuhan kita.

1.4

Sistematika Penulisan Laporan
Laporan ini terdiri dari 4 Bab yaitu Bab I pendahuluan membahas mengenai

air dan sistem pengolahan air secara umum, Bab II dasar teori membahas mengenai
bagaimana sistem pengolahan air ketel di laboratorium bawah teknik konversi energi, Bab III
data, analisis dan pembahsan berisi mengenai data hasil pengamatan beserta analisi
perhitungannya dan terakhir Bab IV kesimpulan dan saran.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1

Energi Matahari.
Radiasi matahari dapat digunakan untuk menghasilkan energi termal untuk air, bisa juga

digunakan sebagai sumber pemanas pada siklus pemanas mesin sebagai tenaga gerak. Kegunaan

yang lain dari energi matahari adalah menghasilkan listrik dari melalui penggunaan sel
photovolyalic.
Kata photovoltaic berasal dari bahasa Yunani photos yang berarti cahaya dan volta yang
merupakan nama ahli fisika dari Italia yang menemukan tegangan listrik. Secara sederhana dapat
diartikan sebagai listrik dari cahaya. Photovoltaic merupakan sebuah proses untuk mengubah energi
cahaya menjadi energi listrik.
Efek photovoltaic pertama kali berhasil diidentifikasi oleh seorang ahli Fisik berkebangsaan
Prancis Alexandre Edmond Becquerel pada tahun 1839. Baru pada tahun 1876, William Grylls
Adams bersama muridnya, Richard Evans Day menemukan bahwa material padat selenium dapat
menghasilkan listrik ketika terkena paparan sinar.
Meskipun selenium gagal mengkonversi cukup listrik dari cahaya untuk menjalankan suatu
peralatan, mereka berhasil membuktikan bahwa material padat dapat menghasilkan listrik tanpa
panas ataupun bagian yang bergerak. Pada perkembangan berikutnya seorang peneliti bernama
Russel Ohl berhasil mengembangkan teknologi sel surya dan dikenal sebagai orang pertama yang
membuat paten peranti solar cell modern.
Pada tengah hari yang cerah radiasi sinar matahari mampu mencapai 1000 watt permeter
persegi. Jika sebuah piranti semikonduktor seluas satu meter persegi memiliki efisiensi 10 persen,
maka modul sel surya ini mampu memberikan tenaga listrik sebesar 100 watt. Saat ini modul sel
surya komersial memiliki efisiensi berkisar antara 5 hingga 15 persen tergantung material
penyusunnya. Tipe silikon kristal merupakan jenis piranti sel surya yang memiliki efisiensi tinggi

meskipun biaya pembuatannya relatif lebih mahal dibandingkan jenis sel surya lainnya.

Masalah yang paling penting untuk merealisasikan sel surya sebagai sumber energi
alternatif adalah efisiensi peranti sel surya dan harga pembuatannya. Efisiensi didefinisikan sebagai
perbandingan antara tenaga listrik yang dihasilkan oleh peranti sel surya dibandingkan dengan
jumlah energi cahaya yang diterima dari pancaran sinar matahari.
2.2

Pemanas air surya (solar water heather)

Salah satu teknologi termal surya yang secara komersial telah tersebar luas adalah sistem
Pemanas Air Tenaga Surya (Solar Water Heater) disingkat PATS. Radiasi surya memiliki intensitas
yang relatif rendah sehingga untuk memperbesar proses penyerapannya diperlukan kolektor dengan
luas permukaan yang besar dan kolektor ini menjadi komponen utama PATS. Kolektor ini
selanjutnya mengkonversikan radiasi surya menjadi energi panas yang terkandung di dalam fluida
kerja.
KOMPONEN KOLEKTOR SURYA
Sebagian besar para pembuat PATS di Indonesia memilih kolektor dengan luas permukaan 1 m × 2
m sebagai ukuran standar kolektor jenis pelat datar. Demikian pula mereka lebih memilih pipapemanas dengan konfigurasi paralel yang dihubungkan oleh header seperti terlihat pada Gambar 1
o

(Ted J. Jansen, 1995). Kolektor buatan lokal ini mampu memanaskan air hingga sekitar 65 C.

Gambar 1. Komponen kolektor datar pemanas air

Kolektor surya pemanas cairan memiliki komponen utama yang terbuat dari selembar bahan
konduktif termal yang disebut pelat-penyerap (absorber) yang kepadanya menempel atau
menjadi satu pipa-pipa pembawa cairan (biasanya air) atau lazim disebut pipa-pemanas (riser pipe).
Absorber dibuat dari lembaran metal tipis dengan tebal sekitar 1 mm dan permukaannya berwarna
hitam karena benda hitam adalah penyerap radiasi surya sempurna. Penghitaman bisa dilakukan
dengan pengecatan warna hitam sebagai cara yang paling mudah, atau dengan metoda yang lebih
canggih dengan proses pelapisan seperti electroplating, anodizing, dan lain-lain. Cara pelapisan
canggih tersebut, misal dengan black chrome atau black nickel, dimaksudkan selain untuk
mempertinggi absorptansinya terhadap radiasi surya juga untuk memperendah emitansinya terhadap
gelombang sinar infra merah. Umumnya dengan memakai cat hitam mutu tinggi (sebaiknya dipilih
cat warna hitam doff yang mengandung unsur chrome atau nickel konsentrasi tinggi), sudah cukup
handal untuk mendapatkan kolektor yang berunjuk kerja cukup tinggi, karena cat hitam
memiliki absorptansi radiasi surya sekitar 0,90 (Anonim, 1995). Agar terjadi pindah panas yang baik
dari absorber ke pipa-pipa pemanas, bahan dasar absorber harus mempunyai konduktivitas termal
yang baik. Beberapa bahan dasar yang dapat dipakai sebagai absorber diberikan seperti Tabel 1
(Sayigh, 1987).


Tabel 1. Konduktivitas termal bahan dasar absorber

o
Konduktivitas termal pada 100 C
Tembaga
Aluminium
Brass (60/40)
Baja

393,56
217,71
121,42
66,99

Lembaran kaca transparan dengan tebal 5 mm dipakai sebagai penutup permukaan kolektor,
berfungsi bukan sekedar sebagai alat pelindung kolektor dari perusakan oleh faktor luar (misal
hujan), tetapi juga karena sifatnya sebagai penjebak panas atau gelombang infra merah. Seperti
diketahui bahwa kaca memiliki sifat transparan terhadap gelombang ultraviolet dan cahaya
tampak (kedua jenis gelombang cahaya ini mendominasi intensitas radiasi surya), tetapi tidak

transparan terhadap gelombang sinar infra merah sebagaimana yang terjadi pada efek rumah
kaca, sehingga rugi-rugi panas karena radiasi dari permukaan absorber keluar kolektor dapat
diminimumkan. Meskipun demikian masih terdapat rugi-rugi panas ke permukaan karena
konveksi oleh udara yang bergerak di dalam ruang antara absorber dan kaca. Rugi-rugi panas
konveksi ini pada kenyataannya justru mengambil porsi yang terbesar sekitar 70-80% dari total
rugi-rugi panas ke permukaan, menyebabkan efisiensi termal kolektor rendah sekitar 20-40%.

Cairan penerima panas dari absorber mengalir di dalam susunan pipa-pemanas sejajar, header
atas dan header bawah yang umumnya dibuat dari tembaga. Pipa-pemanas, header dan absorber
dirancang sedemikian rupa sehingga merupakan satu kesatuan, adapun metoda penyatuan yang
sederhana adalah dengan cara brasing atau cara klem dengan rivet. Diameter pipa-pemanas ½
inci, diameter header atas dan bawah bisa ¾ atau 1 inci.
Untuk memperkecil rugi-rugi panas ke samping dan ke bawah kolektor, dipilih bahan isolator
panas seperti styrofoam, polyurethane, glass wool, dan lain-lain. Tebal isolator sisi samping
biasanya 20 mm dan sisi bawah sekitar 40-50 mm.

Persamaan

dasar


energi

untuk

kolektor datar pemanas

cairan

dikembangkan

dengan

menggunakan konsep keseimbangan energi pada setiap komponen penyusun sistem kolektor.

Perubahan temperatur udara yang terjadi di dalam kolektor dihitung berdasarkan pindah panas
dan keseimbangan energi dari panas yang masuk (energi surya datang), panas yang hilang
melalui sisi atas, samping dan bawah kolektor, dan panas yang ditransfer dari absorber ke cairan di
dalam pipa-pipa-pemanas cairan.
3.1 Persamaan Energi pada Kolektor
Skema kolektor surya yang dibahas diberikan seperti Gambar 2.

Energi berguna Qu (satuan kJ) yang dihasilkan oleh kolektor saat menaikkan temperatur massa air
m (satuan kg/det) sebesar T (satuan Kelvin) dinyatakan sebagai

Qu  m C p  T

1.

2.2 Jenis-jenis kolektor
Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang

menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai sumber
energi utama. Ketika cahaya matahari menimpa absorber pada kolektor surya, sebagian
cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan sebagian besarnya akan
diserap dan dikonversi menjadi energi panas, lalu panas tersebut dipindahkan kepada
fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya untuk kemudian dimanfaatkan guna
berbagai aplikasi.
Kolektor surya yang pada umumnya memiliki komponen-komponen utama,
yaitu:
1. Cover berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju
lingkungan.
2. Absorber berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari.
3. Kanal berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja .
4. Isolator berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari
absorber menuju lingkungan.
5. Frame berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor.

1.

2.2.1 Kolektor Surya Prismatik
Kolektor surya tipe prismatik adalah kolektor surya yang dapat menerima energi

radiasi dari segala posisi matahari kolektor jenis ini juga dapat digolongkan dalam
kolektor plat datar dengan permukaan kolektor berbentuk prisma yang tersusun dari
empat bidang yang berbentuk prisma, dua bidang berbentuk segitiga sama kaki dan dua
bidang berbentuk segi empat siku – siku.sehingga dapat lebih optimal proses penyerapan
tipe kolektor jenis prismatik ini dapat dilihat seperti Gambar (2-1) berikut.

Gambar 2-1. Skema sistim kolektor surya prismatic
Sumber : lit 9

2.

2.2.2 Kolektor Surya plat Datar

Kolektor surya type plat datar adalah type kolektor surya yang dapat menyerap energi
matahari dari sudut kemiringan tertentu sehingga pada proses penggunaannya dapat lebih
mudah dan lebih sederhana. Dengan bentuk persegi panjang seperti pada Gambar (2-2)
dibawah ini.

Gambar 2-2. kolektor surya plat datar
Sumber : lit 8

Kolektor surya merupakan sebuah alat yang digunakan untuk memanaskan fluida
kerja yang mengalir kedalamnya dengan mengkonversikan energi radiasi matahari
menjadi panas. Fluida yang dipanaskan berupa cairan minyak , oli, dan udara kolektor
surya plat datar mempunyai temperatur keluaran dibawah 95°C.
dalam aplikasinya kolektor plat datar digunakan untuk memanaskan udara dan air.
Keuntungan utama dari sebuah kolektor surya plat datar adalah bahwa
memanfaatkan kedua komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan langsung dan
sebaran, tidak memerlukan tracking matahari dan juga karena desainnya yang sederhana,
hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang
murah.

Gambar 2-3. Penampang melintang kolektor surya pelat datar sederhana
Sumber: lit 12

Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada
temperatur di bawah 100°C. Spesifikasi tipe ini dapat dilihat dari absorber-nya yang
berupa plat datar yang terbuat dari material dengan konduktivitas termal tinggi, dan
dilapisi dengan cat berwarna hitam. Kolektor pelat datar memanfaatkan radiasi matahari
langsung dan terpencar ( beam dan diffuse ), tidak membutuhkan pelacak matahari, dan
hanya membutuhkan sedikit perawatan.

3.

2.2.3. Concentrating Collectors
Jenis ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada

temperature antara 100° – 400°C. Kolektor surya jenis ini mampu memfokuskan energi

radiasi cahaya matahari pada suatu receiver, sehingga dapat meningkatkan kuantitas
energi panas yang diserap oleh absorber. Spesifikasi jenis ini dapat dikenali dari adanya
komponen konsentrator yang terbuat dari material dengan transmisivitas tinggi.
Berdasarkan komponen absorber-nya jenis ini dikelompokan menjadi dua jenis yaitu
Line Focus dan Point Focus.

Gambar 2-4. Konsentrator
Sumber: Lit 12

Agar cahaya matahari selalu dapat difokuskan terhadap tabung absorber,
concentrator harus dirotasi. Pergerakan ini disebut dengan tracking. Temperatur fluida
melebihi 4000C dapat dicapai pada sistem kolektor ini seperti terlihat pada Gambar (2-4)
diatas.

4.

2.2.4. Evacuated Tube Collectors
Jenis ini dirancang untuk menghasilkan energi panas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan dua jenis kolektor surya sebelumnya. Keistimewaannya terletak

pada efisiensi transfer panasnya yang tinggi tetapi faktor kehilangan panasnya yang
relatif rendah. Hal ini dikarenakan fluida yang terjebak diantara absorber dan cover-nya
dikondisikan dalam keadaan vakum, sehingga mampu meminimalisasi kehilangan panas
yang terjadi secara konveksi dari permukaan luar absorber menuju lingkungan.

Gambar 2-5. Evacuated Receiver
Sumber: lit 12

2.

2.3 Aplikasi Energi Matahari
Ada bermacam-macam aplikasi teknologi yang telah dikembangkan untuk

mengambil manfaat energi surya. Teknologi tersebut dapat dibaca lebih jauh berikut ini.

1.

2.3.1 Pemanasan Air
Penyediaan air panas sangat diperlukan oleh masyarakat, baik untuk mandi

maupun untuk alat antiseptik pada rumah sakit dan klinik kesehatan. Penyediaan air
panas ini memerlukan biaya yang besar karena harus tersedia sewaktu-waktu dan
biasanya untuk memanaskan digunakan energi fosil ataupun energi listrik. Namun

dengan menggunakan pemanas air tenaga surya maka hal ini bukan merupakan masalah
karena pemanasan air dilakukan dengan menyerap panas matahari dengan menggunakan
kolektor sehingga tidak memerlukan biaya bahan bakar.

Gambar 2-6. Sistem Pemanas Air
Sumber : lit 11

Prinsip kerjanya adalah panas dari matahari diterima oleh kolektor yang terdapat
di dalam terdapat pipa-pipa berisi air. Panas yang diterima kolektor akan diserap oleh air
yang berada di dalam pipa sehingga suhu air meningkat. Air dingin dialirkan dari bawah
sedangkan air panasnya dialirkan lewat atas karena massa jenis air panas lebih kecil
daripada massa jenis air dingin (prinsip thermosipon). Air ini lalu masuk ke dalam
penyimpan panas. Pada penyimpan panas, panas dari air ini dipindahkan ke pipa berisi
air yang lain yang merupakan persediaan air untuk mandi/antiseptik. Sedangkan air yang

berasal dari kolektor akan diputar kembali ke kolektor dengan menggunakan pompa atau
hanya menggunakan prinsip thermosipon. Persediaan air panas akan disimpan di dalam
tangki penyimpanan yang terbuat dari bahan isolator thermal. Pada sistem ini terdapat
pengontrol suhu jika suhu air panas yang dihasilkan kurang dari yang diinginkan maka
air akan dimasukkan kembali ke tangki penyimpan panas untuk dipanaskan kembali.
Kolektor yang digunakan pada pemanas air tenaga panas matahari ini adalah
kolektor surya plat datar yang bagian atasnya terbuat dari kaca yang berwarna hitam
redup sedangkan bagian bawahnya terbuat dari bahan isolator yang baik sehingga panas
yang terserap kolektor tidak terlepas ke lingkungan. Air panas di dalam kolektor bisa
mencapai 82 C sedangkan air panas yang dihasilkan tergantung keinginan karena sistem
dilengkapi pengontrol suhu.

2.

2.3.2 Distilasi Air
Salah satu manfaat dari sinar matahari adalah menguapkan air (distilasi). Skema

sistem distilasi dapat dilihat pada Gambar (2-7) dibawah ini.

Gambar 2-7. Sistem Distilasi Air
Sumber : lit 10

Cara kerjanya adalah sebuah kolam yang dangkal, dengan kedalaman 25mm
hingga 50 mm, ditututup oleh kaca. Air yang dipanaskan oleh radiasi matahari, sebagian
menguap, sebagian uap itu mengembun pada bagian bawah dari permukaan kaca yang
lebih dingin. Kaca tersebut dimiringkan sedikit 10 derajat untuk memungkinkan
embunan mengalir karena gaya berat menuju ke saluran penampungan yang selanjutnya
dialirkan ke tangki penyimpanan.

3.

2.3.3 Penerangan Ruangan
Adalah teknik pemanfaatan energi matahari yang banyak dipakai saat ini. Dengan

teknik ini pada siang hari lampu pada bangunan tidak perlu dinyalakan sehingga
menghemat penggunaan listrik untuk penerangan. Teknik ini dilaksanakan dengan
mendesain bangunan yang memungkinkan cahaya matahari bisa masuk dan menerangi
ruangan dalam bangunan.
4.

2.3.4

Kompor Matahari

Prinsip kerja dari kompor matahari adalah dengan memfokuskan panas yang
diterima dari matahari pada suatu titik menggunakan sebuah cermin cekung besar
sehingga didapatkan panas yang besar yang dapat digunakan untuk menggantikan panas
dari kompor minyak atau kayu bakar.

Gambar 2-8. Kompor Matahari

Sumber :

lit 13
Untuk diameter cermin sebesar1,3 meter kompor ini memberikan daya thermal sebesar
800 watt pada panci. Dengan menggunakan kompor ini maka kebutuhan akan energi
fosil dan energi listrik untuk memasak dapat dikurangi.

5.

2.3.5 Pengeringan Hasil Pertanian
Hal ini biasanya dilakukan petani di desa-desa daerah tropis dengan menjemur

hasil panennya dibawah terik sinar matahari. Cara ini sangat menguntungkan bagi para
petani karena mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mengeringkan hasil
panennya. Berbeda dengan petani di negara-negara empat musim yang harus
mengeluarkan biaya untuk mengeringkan hasil panennya dengan menggunakan oven
yang menggunakan bahan bakar fosil maupun menggunakan listrik.

6.

2.3.6

Sistem Fotovoltaik

Sel surya bekerja dengan mengubah secara langsung sinar matahari menjadi
listrik. Elektron-elektron di dalam bahan semikonduktor, bahan yang digunakan untuk
menangkap sinar matahari, akan bergerak ketika energi matahari dalam bentuk foton
menabraknya. Energi matahari yang memaksa elektron berpindah, terjadi secara terus
menerus, dan akibatnya terjadi pula produksi listrik yang kontinyu. Proses tersebut, yang
mengubah sinar matahari (foton) menjadi listrik (tegangan), disebut dengan efek
fotovoltaik.
7.

2.3.7 Sel Surya Film Tipis
Sel surya film tipis menggunakan beberapa lapis bahan semikonduktor dengan

ketebalan dalam skala mikrometer. Teknologi tersebut memungkinkan untuk membuat
sel surya yang diintegrasikan dengan atap rumah hingga skylight. Bahkan sel surya untuk
aplikasi tersebut didesain mempunyai kekuatan yang sama dengan atap rumah
sebenarnya.

Gambar 2-9. Sel surya film tipis
Sumber: lit 14

8.

2.3.8 Sel Surya Terkonsentrasi
Beberapa sel surya juga didesain untuk bekerja dengan sinar matahari yang

difokuskan (concentrated sunlight). Sel-sel surya tersebut diintegrasikan ke dalam
kolektor sinar matahari yang biasanya menggunakan lensa untuk memfokuskannya ke
atas sel surya. Ada beberapa keuntungan dan kerugian dengan menggunakan teknik ini
jika dibandingkan dengan panel surya pelat datar. Tujuan utamanya adalah menggunakan
sesedikit mungkin bahan semikonduktor yang mahal sembari meningkatkan efisiensinya
dengan lebih banyak melipatgandakan energi matahari yang mengenai permukaan sel.
Tetapi karena lensa harus diarahkan ke matahari, penggunaan kolektor menjadi dibatasi
oleh lokasi atau wilayah yang paling banyak mendapatkan sinar matahari. Hampir sama
dengan panel surya pelat datar, teknologi ini juga bisa dipasang di atas perangkat
penjejak matahari yang sederhana, tetapi sebagian besar menggunakan perangkat yang
canggih. Akibatnya, pemakaian teknologi sel surya ini masih terbatas pada perusahaan
listrik, industri dan bangunan-bangunan besar.

3.

2.4. Jenis-Jenis Perpindahan Panas
Perpindahan panas dapat didefenisikan sebagai berpindahnya energi dari suatu

daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari beda suhu antara daerah – daerah tersebut.
Kepustakaan perpindahan panas pada umumnya mengenal tiga cara perpindahan panas
yang berbeda: radiasi (radiation), konduksi (conduction ; juga dikenal dengan istilah
hantaran), dan konveksi (convection; juga dikenal dengan istilah ilian).

1.

2.4.1 Radiasi
Jika suatu benda ditempatkan di dalam sebuah ruangan, dan suhu dinding –

dinding ruangan lebih rendah dari pada suhu benda maka suhu benda tersebut akan turun
sekalipun ruangan tersebut ruang hampa. Proses dengan perpindahan panas dari suatu
benda terjadi berdasarkan suhunya tanpa bantuan dari suatu zat antara (medium) disebut
radiasi termal. Defenisi lain dari radiasi termal ialah radiasi elektromagnetik yang
dipancarkan oleh suatu benda karena suhunya.
Ada beberapa jenis radiasi elektromagnetik, radiasi termal hanyalah salah satu
diantaranya. Apa pun jenis radiasi itu, ia akan selalu merambat dengan kecepatan cahaya,
cm/s. Kecepatan ini sama dengan hasil perkalian panjang gelombang dengan
frekuensi radiasi,
.................................................................... 2-1 (lit 3 hal 341)
Dimana:
c = kecepatan cahaya (cm/s) =
panjang gelombang (cm)
= frekuensi (Hz)
Satuan boleh centimeter, angstrom (

cm), atau mikrometer (1µm =

. Radiasi termal terletak dalam rentang antara 0,1 – 100 µm, sedangkan
bahagian cahaya tampak dalam spektrum itu sangat sempit, yaitu terletak antara kira –
kira 0,35 – 0,75 µm.

1.

2.4.1.1 Sifat – Sifat Radiasi

Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu bahan, maka sebagian radiasi itu
dipantulkan (refleksi), sebagian diserap (absorpsi), dan sebagian lagi diteruskan
(transmisi).

Radisi datang

Refleksi
Absorpsi
Transmisi

Gambar 2-11. Bagan menunjukkan pengaruh radiasi datang.

Jika

disebut refleksifitas,

disebut absorptivitas, disebut transmitivitas, maka

hubungan ketiganya adalah

Karena benda padat tidak meneruskan radiasi termal, maka transmisivitas dianggap nol.
Sehingga,

Ada dua fenomena refleksi yang dapat diamati bila radiasi menimpa suatu
permukaan. Jika sudut jatuhnya sama dengan sudut refleksi, maka dapat dikatakan
refleksi itu spekular (specular). Di lain pihak, apabila berkas yang jatuh itu tersebar
merata ke segala arah sesudah refleksi maka refleksi itu disebut baur (diffuse).

(a)

(b)
Gambar 2-12. Refleksi cahaya (a) Spekular, (b) Baur

Releksi spekular memberikan bayangan cermin dari sumber itu kepada pengamat.
Tetapi tidak ada permukaan yang sebenarnya yang hanya spekular atau baur. Sebuah
cermin biasa tentu bersifat spekular untuk cahaya tampak tetapi belum tentu bersifat
spekular untuk keseluruhan rentang panjang gelombang radisi termal. Biasanya,
permukaan kasar lebih menunjukkan sifat baur dari pada permukaan yang mengkilap.

2.

2.4.1.2 Daya Emisi dan Emisivitas Benda
Daya emisi (emissive power) E suatu benda ialah energi yang dipancarkan benda

itu persatuan luas per satuan waktu. Dalam suatu ruangan tertutup terbuat dari benda
hitam sempurna yaitu yang menyerap seluruh radisi yang menimpanya, ruang itu juga
akan memancarkan radiasi. Besarnya fluks radiasi yang diterima ruangan itu ialah
W/m2. Jika suatu benda ditempatkan di ruangan tersebut dan dibiarkan mencapai

kesetimbangan, maka energi yang diserap benda itu mesti sama dengan energi yang
dipancarkan; sebab, jika tidak, tentu ada energi yang mengalir masuk atau keluar benda
itu dan menyebabkan suhunya naik atau turun atau yang disebut dengan hukum
kesetimbangan energi. Pada kesetimbangan dapat ditulis
............................................................... 2-2 (lit 3 hal 344)
Dimana:
E = Daya emisi (W/m2)
A = Luas permukaan (m2)
=

Fluks radiasi (W/m2)

=

Emisivitas

Jika dalam ruangan itu diganti dengan benda hitam sempurna

yang

bentuk dan ukurannya sama, dan benda hitam itu di biarkan mencapai
kesetimbangan dengan ruang itu pada suhu yang sama, maka
......................................................... 2-3 (lit 3 hal 344)

Dimana:
= Daya emisi benda hitam (W/m2)

Jika persamaan (2-2) dibagi dengan persamaan (2-3), diperoleh

Perbandingan daya emisi suatu benda dengan benda hitam pada suhu yang sama
ialah sama dengan absorptivitas benda itu. Perbandingan ini yang disebut dengan
emisivitas benda. Maka,
....................................................................... 2-4 (lit 3 hal 345)

Sehingga:

........................................................................ 2-5 (lit 3

hal 345)
Dimana:
= Emisivitas benda

3.

2.4.1.3 Stefan-Boltzmann Law

Bilangan Stefan-Boltzmann diperoleh dari pengembangan hukum Planck, dimana daya
emisi total yang diberikan benda hitam merupakan integrasi dari emisi monokromatik
benda hitam pada perubahan panjang gelombang.

............................. 2-6 (lit 8 hal 530)

Dimana:
= Panjang gelombang (µm)
C1 = 3,743 x 108 (W µm4/m2)`
C2 = 1,4387 x 104 (µm.K)
2
= daya emisi monokromatik (W/m
)
2
= daya emisi monokromatik benda hitam (W/m
)

Jika
saat = ∞, maka
saat = 0, maka

, maka

, atau

dx

Karena

maka

Daya emisi benda hitam per satuan luas:
= konstanta stefan-Boltzmann (W/m2K4)

Dimana:

W/m2K4

Benda hitam (black body) memancarkan energi dengan laju yang sebanding
dengan pangkat empat suhu absolut benda itu dan berbanding lurus dengan luas
permukaan.
...................................................... 2-7 (lit 3 hal 13)

Pertukaran radiasi dalam ruang kurung antara dua permukaan dengan luas A dan
emisivitas benda berbanding lurus dengan

perbedaan suhu absolut pangkat empat.
.............................. 2-8 (lit 3 hal 14)

4.

2.4.1.4 Radiasi surya
Radiasi surya (solar radiation) merupakan suatu bentuk radiasi thermal yang

mempunyai distribusi panjang gelombang khusus. Intensitasnya sangat bergantung dari
kondisi atmosfer, saat dalam tahun, dan sudut timpa (angle of incidence) sinar matahari
dipermukaan bumi. Pada batas luar atmosfer, iradiasi surya total ialah 1395 W/m2
bilamana bumi berada pada jarak rata-ratanya dari matahari. Angka ini disebut konstanta
surya (solar constant).
Tidak seluruh energi yang disebutkan dalam konstanta surya mencapai
permukaan bumi, karena terdapat absorpsi yang kuat dari karbondioksida dan uap air di
atmosfer. Radiasi surya yang menimpa permukaan bumi juga bergantung dari kadar debu
dan zat pencemar lainnya dalam atmosfer. Energi surya yang maksimum akan mencapai
permukaan bumi bilamana berkas sinar itu langsung menimpa permukaan bumi, karena
terdapat bidang pandang yang lebih luas terhadap fluks surya yang datang dan berkas

sinar surya menempuh jarak yang lebih pendek di atmosfer, sehingga mengalami
absorpsi lebih sedikit daripada jika sudut timpanya miring terhadap normal.
Matahari mempunyai diameter kira – kira 1,39 x 109 m dan massa 2 x 1030 kg dan,
berjarak 1,5 x 1011 dari bumi. Untuk menghitung suhu matahari maka dapat di gunakan
Persamaan 2-9 dibawah ini.
..................................................... 2-9 (lit 8 hal 571)
Dimana:
L

= jarak antara matahari dan bumi

Gs

= konstanta surya

r

= jari – jari matahari

sehingga:

2.

2.4.2 Konduksi
Konduksi adalah proses dengan panas mengalir dari daerah yang bersuhu lebih

tinggi kedaerah yang bersuhu lebih rendah didakam suatu medium (padat, cair atau gas)
atau antara medium – medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung.
Dalam aliran panas konduksi, perpindahan energi terjadi karena hubungan molekul
secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang cukup besar. Energi yang
dimiliki oleh suatu elemen zat yang disebabkan oleh kecepatandan posisi relatif molekul
– molekulnya disebut energi dalam. Jadi, semakin cepat molekul – molekul bergerak,
semakin tinggi suhu meupun energi dalam elemen zat. Bila molekul – molekul di satu
daerah memperoleh energi kinetik rata – rata yang lebih besar dari pada yang dimiliki
oleh molekul – molekul di suatu daerah yang berdekatan, sebagaimana diujudkan oleh
adanya beda suhu, maka molekul –molekul yang memiliki energi yang lebih besar itu

akan memindahkan sebagian energinya kepada molekul – molekul di daerah yang
bersuhu lebih rendah.
Konduksi adalah satu – satunya mekanisme dimana panas dapat mengalir dalam
zat padat yang tidak dapat tembus cahaya. Konduksi penting dalam fluida, tetapi di
dalam medium yang bukan padat biasanya tergabung dengan konveksi, dan radiasi.
Energi berpindah secara konduksi (conduction ) atau hantaran dan bahwa laju
perpindahan kalor itu berbanding dengan gradien suhu normal:

Jika dimasukkan konstanta proporsionaliltis atau tetapan kesebandingan, maka
............................................... 2-10 (lit 3 hal 2)

Dimana:
q

= Laju perpindahan panas ( W )

k

= Konduktifitas Termal yang searah dengan perpindahan
kalor ( W / m.oC)

A = Luas Penampang yang terletak pada aliran panas (m2) dT/dx = Gradien temperatur
dalam arah aliran panas ( oC/m ) Tanda minus diselipkan untuk memenuhi hukum kesua
termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ketempat yang lebih rendah dalam skala
suhu. Persamaan 2-10 disebut hukum Fourier tentang konduksi kalor.
Persamaan (2-10) merupakan persamaan dasar tentang konduktivitas termal. Berdasarkan
rumusan itu maka dapat dilaksanakan pengukuran dalam percobaan untuk menentukan
konduktivitas berbagai bahan. Nilai konduktivitas berbagai bahan dapat dilihat pada tabel
dan grafik dibawah ini.

Daftar 2-1. Konduktivitas termal berbagai bahan pada 0 oC

Sumber: lit 3 hal 7

Gambar 2-13. Konduktivitas termal beberapa gas (1 W/m.oC = 0,5779 Btu/h.ft oF)
Sumber: lit 3 hal 8

Gambar 2-14. Konduktivitas termal beberapa zat zair Sumber: lit 3
hal 9

Gambar 2-15. Konduktivitas termal beberapa zat padat Sumber: lit 3
hal 9

3.

2.4.3 Konveksi

Konveksi adalah proses transver energi dengan kerja gabungan dari konduksi panas,
penyimpanan energi dan gerakan mencampur. Konveksi sangat penting sebagai
mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat dan cairan atau gas.
Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya diatas
suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan mengalir
dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel – partikel fluida yang berbatasan.
Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam
partikel fluida ini. Kemudian partikel fluida tersebut akan bergerak ke daerah yang
bersuhu lebih rendah di dalam fluida dimana partikel tersebut akan bercamp\ur dan
memindahkan sebaian energinya pada partikel fluida lainnya. Dalam hal ini alirannya

adalah aliran fluida maupun energi. Energi disimpan didalam partikel – partikel fluida
dan diangkut sebagai akibat gerakan massa partikel tersebut.
Perpindahan panas konveksi diklasifikasikan dalam konveksi bebas ( free
convection)dan konveksi paksa (forced convection) menurut cara menggerakkan cara
alirannya. Bila gerakan mencampur berlangsung semata-mata sebagai akibat dari
perbedaaan kerapatan yang disebabkan oleh gradient suhu, maka proses ini yang disebut
dengan konveksi bebas atau alamiah (natural). Bila gerakan mencampur disebabkan oleh
suatu alat dari luar, seperti pompa atau kipas, maka prosesnya disebut konveksi paksa.

Aliran

Arus bebas
T∞

u

q
Tw
dinding

Gambar 2-16. Perpindahan kalor konveksi dari suatu plat

Pada Gambar (2-16) suhu plat ialah Tw dan suhu fluida T∞. Kecepatan aliran
seperti Gambar (2-16) yaitu nol pada permukaan plat sebagai akibat aksi kental viskos
(viscous action). Oleh karena kecepatan lapisan fluida pada dinding fluida adalah nol
maka disini kalor hanya dapat berpindah dengan cara konduksi saja. Jadi, dapat dihitung
perpindahan kalornya dengan menggunakan rumus konduksi Persamaan (2-10),dengan
menggunakan konduktivitas termal fluida dan gradien suhu pada dinding. Gradien suhu
bergantung pada laju fluida membawa kalor dari permukaan-dalam plat tersebut.
Kecepatan yang tinggi akan menyebabkan gradien suhu yang besar, demikian juga
sebaliknya. Gradien suhu pada dinding bergantung dari medan aliran.

Pengaruh konduksi secara menyeluruh pada fluida disebut dengan perpindahan kalor
secara konveksi. Rumus empiris perpindahan kalor konveksi digunakan hukum Newton
tentang pendinginan:
................................. 2-11 (lit 3 hal 11)
Dimana:
h

= Koefisien perpindahan kalor konveksi ( W / m2 oC)

A

= Luas permukaan (m2)

Tw

= Temperatur dinding (oC )

T∞

= Temperatur fluida (oC )

Q

= Laju perpindahan panas konveksi ( Watt )

Disebut pendinginan karena fluida yang dialirkan melalui plat tersebut digunakan untuk
mendinginkan plat itu juga. Laju perpindahan kalor dihubungkan dengan beda suhu
menyeluruh antara dinding dan fluida, dan luas permukaan A. Perpindahan kalor
konveksi bergantung pada viskositas fluida disamping ketergantungannya pada sifat –
sifat termal fluida ( konduktivitas termal, kalor spesifik, densitas). Hal ini dapat
dimengerti karena viskositas mempengaruhi profil kecepatan, dan karena itu
mempengaruhi laju perpindahan energi didaerah dinding.

4.

2.5 Perpindahan kalor di sepanjang pipa
Uraian perhitungan perpindahan kalor disepanjang pipa seperti Gambar (2-17)

adalah sebagai berikut.

Gambar 2-17. Volume kendali untuk analisis energi dalam tabung

Suhu dinding ialah Tw, jari – jari tabung ro, dan kecepatan pada pusat tabung uo.
Distribusi kecepatan diturunkan dengan memperhatikan unsur unsur fluida seperti
Gambar 2-18 dibawah ini.

Gambar 2-18 Neraca gaya pada unsur fluida dalam aliran tabung

Gaya tekan

:

Gaya geser viskos :
Gaya tekanan diimbangi oleh gaya geser viskos, sehingga

Atau

dan
........................................................... 2-12

Dengan kondisi batas

Kecepatan pada pusat tabung
.......................................................................... 2-13

Sehingga distribusi kecepatan dapat ditulis sebagai

........................................................................ 2-14

Dimana:
=

kecepatan aliran fluida pada jari – jari tabung = r

=

kecepatan aliran aliran fluida di pusat tabung ,r = 0

Fluks kalor pada dinding tabung konstan

Aliran kalor yang dikonduksikan kedalam unsure anulus adalah

Dan kalor yang dihantar keluar

Kalor yang dikonveksi keluar unsur

Neraca energi adalah energi neto yang dikonveksi keluar = kalor neto yang dikonduksi
kedalam atau dengan mengabaikan diferensial orde kedua, maka

Yang dapat ditulis kembali sebagai

...................................................................... 2-15

Karena fluks kalor tetap sehingga suhu fluida rata – rata bertambah secara linear dengan
x, sehingga

Hal ini berarti bahwa profil suhu pada berbagai posisi x sepanjang tabung itu akan
serupa. Kondisi batas untuk Persamaan 2-15 adalah
=0

pada r = 0

Dengan menganggap bahwa sifat – sifat fluida dalam aliran tetap maka Persamaan
2-14 disubstitusikan kedalam Persamaan 2-15

Integrasi menghasilkan

Dan integrasi kedua memberikan

Dengan menerapkan kondisi batas (r = 0), maka diperoleh temperatur pada pusat tabung
):

(

Distribusi temperatur (T) saat laju aliran fluida di r adalah
............................................................ 2-16

Dalam aliran tabung koefisien perpindahan kalor konveksi didefenisikan:
)
Dimana:
Tw

= Suhu dinding (oC)

Tb

= Suhu limbak (oC)

Suhu limbak (bulk temperature) adalah suhu fluida yang dirata – ratakan
energinya diseluruh penampang tabung yang dapat dihitung dari:
.......................................................... 2-17

Jika diketahui temperatur fluida masuk (Tb1) dan temperatur fluida keluar pipa
maka suhu limbak menjadi,
.......................................................................... 2-18

Suhu limbak digunakan dalam merumuskan koefisien perpindahan kalor dalam
aliran tabung. Dalam aliran tabung tidak dapat kondisi aliran bebas. Pada setiap posisi x,
suhu yang menunjukkan energi total yang mengalir ialah suhu rata – rata massa-energi
yang terintegrasi keseluruh bidang aliran. Pembilang pada Persamaan(2-17)
menunjukkan energi total yang mengalir melalui tabung. Penyebut adalah hasil perkalian
aliran massa dan kalor spesifik, yang diintegrasikan di seluruh bidang aliran. Jadi suhu
limbak menunjukkan keseluruhan energi yang mengalir pada suatu lokasi tertentu. Suhu
limbak sering disebut suhu ”mangkuk pencampur” (”mixing cup” temperature) karena
suhu itu yang akan dicapai fluida kalau ditempatkan di dalam ruang pencampur dan
dibiarkan mencapai kesetimbangan. Suhu limbak merupakan fungsi linear x karena flux
kalor pada dinding tabung itu konstan.

Dari Persamaan (2-17) diperoleh Suhu
limbak:
............................................................ 2-19

Suhu dinding:
.................................... 2-20 (lit 3 hal 231)

Kalor yang diterima oleh fluida secara konveksi sama dengan kalor yang dilepas
pipa secara konduksi saat laju aliran fluida nol (r = ro) sehingga hubungan perpindahan
kalor konveksi dan konduksi adalah:

................................................ 2-21

gradien suhu diberikan oleh

............................................................... 2-22

Dengan mensubstitusikan Persamaan (2-19),(2-20), (2-22) kedalam Persamaan (2-21)
maka diperoleh

atau dengan menggunakan bilangan nusselt, maka:
...................................................................... 2-23

Bilangan Nusselt untuk perpindahan kalor aliran laminar dalam tabung:
....................................... 2-24

Persamaan (2-24) berlaku jika:

Dimana:
= Bilangan Nusslet
= Bilangan Reynolds
= Bilangan Prandtl
= Viskositas dinamik suhu fluida(kg/m.s)
= Viskositas dinamik pada suhu dinding pipa (kg/m.s)
= Massa jenis fluida (kg/m3)

= diameter pipa (m)
= Panjang pipa (m)

Bilangan Nusselt untuk perpindahan kalor aliran turbulen dalam tabung:
................................................................. 2-25
Nilai eksponen n adalah:
n = 0,4 untuk pemanasan n = 0,3
untuk pendinginan
Persamaan (2-25) berlaku untuk aliran turbulen dengan angka Prandtl-nya berkisar antara
0,6 sampai 100.

5.

2.6 Efisiensi Termal
Jika ditinjau dari laju aliran massa fluida, banyaknya kalor yang dibutuhkan

untuk menaikkan temperatur fluida adalah
................................................................. 2-26

Jika ditinjau dari perpindahan kalor secara konveksi, banyaknya kalor yang
dibutuhkan untuk menaikkan temperatur fluida adalah
............................................................. 2-27

Karena nilai temperatur fluida masuk (Tb1) dan temperatur fluida keluar (Tb2)
pipa yang diperoleh dari penelitian ini maka, formula perpindahan kalor dari pipa ke
fluida menggunakan Persamaan (2-26),
Jika ditinjau sumber kalor pipa (berasal dari intensitas cahaya) maka
Fluks kalor pada dinding pipa adalah

....................................................................................... 2-28
Dimana:
I = Intensitas cahaya (W/m2)
A = luas penampang (m2)

Dengan memperhitungkan faktor – faktor atau penyebab hilangnya kalor, dimana
nilainya dimasukkan dalam suatu konstanta efisiensi ( ) maka hubungan fluks kalor
dengan perubahan temperatur fluida di dalam pipa adalah:
.................................................................................. 2-29

Sehingga efisiensi termal,
......................................................... 2-30

Fluks kalor berpindah secara konduksi di sepanjang penampang pipa maka,
.......................................................................... 2-31

Jika Persamaan(2-32) disubstitusikan ke Persamaan (2-30) diperoleh,

Dimana k, A, cp merupakan konstanta sehingga,

............................................................................ 2-32

Dari Persamaan (2-33) dapat dilihat bahwa efisiensi termal dan perubahan temperatur
disepanjang pipa ekuivalen dengan laju aliran massa dan perubahan temperatur fluida.
Karena fluks kalor konstan maka,

Apabila laju aliran massa fluida dinaikkan di ikuti dengan meningkatnya nilai
efisiensi termal dan perubahan temperatur fluida maka, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan fluida untuk menyerap kalor dari dinding pipa juga semakin besar sehingga
dapat mengurangi kalor yang hilang.

BAB III
ANALISA DATA

2.1 Data Pengamatan
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Waktu
13.25
13.30
13.35
13.40
13.45
13.50
13.55
14.00
14.05
14.10
14.15
14.20
14.25
14.30
14.35
14.40
14.45
14.50
14.55
15.00
15.05
15.10
15.15
15.20
15.25
15.30

Posisi Meter Air (m3)
48843
48843
48843
48843
48843
48843
48843
48848
48848
48848
48851
48851
48854
48857
48859
48863
48866
48867
48871
48874
48878
48879
48883
48887
48890
48891

Pengukuran pH air umpan ketel pada saat praktikum adalah pH nya 6.
3.2 Parameter Perhitungan Konsumsi Energi

P (Bar)
2

∆P (mmHg)
10

K
85,26 x 10-6

Tair ( oC)
25

3.3 Pengolahan Data
Dengan ρ = 997,1 kg/ m3
Dan Debit Air (Q) :

V
T

=

48843
300

= 162,81 m3/s

 ṁ=ρxQ
= (997,1 kg/ m3 ) x (162,81 m3/s)
= 162337,851 kg/s


Ppompa = P.Q
= 2 x 162,81 =325,62 x 10 6 kJ/s
Konsumsi Energinya :

Pponpa


= 325,62 x 10 6 kJ/s / 162337,851 kg/s

= 0,0020058 x 10 6
= 200,58 kJ/kg

3.4 Perhitungan energi yang tersimpan
Diketahui :
 Ketinggian pipa 1 = 3 m
 Ketinggian pipa 2 = 0,48 m
 Ketinggian pipa 3 = 0,14 m
 Ketinggian pipa 4 = 0,24 m
 Ketinggian pipa 5 = 0,63 m
 Ketinggian pipa 6 = 0,3 m
 Ketinggian pipa 7 = 0,49 m
 Ketinggian pipa 8 = 0,38 m
Diameter pipa 1, 2 dan 3 = 0,062 m
Diameter pipa 4
=0,035 m
Diameter pipa 5 dan 8
= 0,0286 m
Diameter pipa 6 dan 7
= 0,022 m






Menghitung kecepatan aliran air pada masing-masing pipa
v0= v1
Q = A.v0

v0=

Q
A

=

3,1 x 10−2
¿
¿
= 0,09
3,14 ¿
2,7 x 10−4
¿

m
s

Pipa 1 ke 2
½ ρ.v12 + ρ.g.h1= ½ ρ.2 + ρ.g.h2
½ (0,09)2 + 9,8 (3) = ½ v22 + 9,8 (0,48)
(4,05 x 10-3)+ 29,4 = ½ v22+ 4,704
29,4 – 4,704 = ½ v22
24,69 = ½ v22
v22 = 49,38

v2 = 7,02

m
s

Pipa 2 ke 3
½ ρ.v22 + ρ.g.h2= ½ ρ.v3+ ρ.g.h3
½ (7,02)2 + 9,8 (0,48) = ½ v32 + 9,8 (0,14)
24,64+ 4,704 = ½ v32+ 1,372
29,972 = ½ V32
v32 = 55,94
v3 = 7,47

m
s

Pipa 3 ke 4
½ ρ.v32 + ρ.g.h3= ½ ρ.v4+ ρ.g.h4
½ (7,47)2 + 9,8 (0,14) = ½ v42 + 9,8 (0,24)
27,9+ 1,372 = ½ v42+ 2,352
26,92 = ½ v42
v42 = 53,84
v4 = 7,33

m
s

Pipa 4 ke 5
½ ρ.v42 + ρ.g.h4 = ½ ρ.v5+ ρ.g.h5
½ (7,33)2 + 9,8 (0,24) = ½ v52 + 9,8 (0,03)
26,86+ 2,352 = ½ v52+ 6,17

23,04 = ½ v52
v52 = 46,08
v5 = 6,78

m
s

Pipa 5 ke 6
½ ρ.v52 + ρ.g.h5= ½ ρ.v6+ ρ.g.h6
½ (6,78)2 + 9,8 (0,63) = ½ v62 + 9,8 (0,3)
22,98+ 6,17 = ½ v62+ 2,94
26,21 = ½ v62
v62 = 52,42
v6 = 7,24

m
s

Pipa 6 ke 7
½ ρ.v62 + ρ.g.h6= ½ ρ.v7+ ρ.g.h7
½ (7,24)2 + 9,8 (0,3) = ½ v72 + 9,8 (0,49)
26,20+ 2,94 = ½ v72+ 4,802
24,33 = ½ v72
v72 = 48,67
v7 = 6,97

m
s

Pipa 7 ke 8
Ketinggian pipa 7 ke 8
h7-8= h5 + h8
= 0,63 + 0,38 = 1,01 m

½ ρ.v72 + ρ.g.h7= ½ ρ.v8+ ρ.g.h8
½ (6,97)2 + 9,8 (0,49) = ½ v82 + 9,8 (1,01)
24,29+ 4,802 = ½ v82+ 9,898
19,19 = ½ v82
v82 = 38,38
v8 = 6,195

m
s

Menghitung bilangan Reynold
 Mencari µ pada T 25 ˚C (asumsi temperature air)
30−25
30−20

=

0,7975−x
0,7975−1,002

0,7975−x
−0,2045

0,5 =

-0,10225 = 0,7975 - x
x = 0,89975 x 10-3
µ = 0,89975 x 10-3 N.s/m2

 Mencari ρ pada T 25 ˚C
30−25
30−20

=

995,7−x
995,7−998,2

995,7−x
−2,5

0,5 =

-1,25 = 995,7 – x
x = 996,95
ρ = 996,95 kg/m3
diketahui :
 Diameter pipa 8 = 2,86 cm = 0,0286 m
 Kecepatan aliran pipa 8 = 6,195 m/s


Mencari bilangan Reynold :
Re =

ρ. D . v
µ

=

996,95 x 0,0286 x 6,195
−3
0,89975 x 10

= 196317,43 (Aliran Turbulen)

Asumsi bahwa bahan pipa terbuat dari galvanized, ɛ = 1,5 x 10-4

ɛ
=
D

−4

1,5 x 10
0,0286

= 0,00524

Menggunakan diagram Moody, didapatkan f = 0,03

Mencari rugi-rugi aliran dalam pipa
2

hf = f

l C
D 2g

= 0,03

(0,38) (6,195)2
= 0,78
(0,0286) 2(9,8)

sehingga menggunakan persamaan bernoulli, neraca energi pada pipa 7 dan 8
adalah
# Headnya
z7 +

0,49 +

p7
pg

+

C 72

(6,79)
2(9,8)



2g

+ Hp = Z8 +

+ Hp =1.01 +

+

C 82


2g

(6.195)
+ 0.78
2(9,8)

0.49 + 2.47 + Hp + 1.01 +1.95 + 0.78
2.96 +Hp = 3.74
Hp = 3.74 – 2.96
Hp = 0.78

#Daya Hidrolik
Ph

P8
Pg

= ρ.g.H.V
= 996.95. (9,8) . 0,78 . 6,195

+ hf

= 47210,15 w

Tabel Hasil Perhitungan Konsumsi Energinya :

Q (debit)
m3/s

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

162,81
162,82
162,83
162,84
162,85
162,86
162,87
162,88
162,89
162,9
162,91
162,92
162,93
162,94
162,95
162,96
162,97



Ppompa

Energinya

kg/s

kJ/s

kJ/kg

162337,851
162347,82
162357,79
162367,76
162377,73
162387,70
162397,67
162407,64
162417,16
162427,59
162437,56
162447,53
162457,50
162467,47
162477,44
162487,41
162497,38

325,62 x 10 6
325,64 x 10 6
325,66 x 10 6
325,68 x 10 6
325,7 x 10 6
325,72 x 10 6
325,74 x 10 6
325,76 x 10 6
325,78 x 10 6
325,8 x 10 6
325,82 x 10 6
325,84 x 10 6
325,86 x 10 6
325,88 x 10 6
325,9 x 10 6
325,92 x 10 6
325,94 x 10 6

200,58
200,58
200,58
200,58
200,58
200,58
200,58
200,58
200,58
200,58
200,58
200,58
200,58
200,58
200,58
200,58
200,58

PEMBAHASAN
Dari hasil praktikum, diperoleh data sampel pengukuran pH air umpan pada tangki
feed water boiler di Lab. Mesin Termal Teknik Konversi Energi sebesar 6 pH-nya. Dalam
hal ini berarti kualitas keasaman air umpan boiler tersebut masih cukup tinggi. Menurut
standar NALCOH reference persyaratan air umpan boiler, pH yang dianjurkan dalam batas
pengendalian adalah antara 10,5 hingga 11,5 dan apabila pHairnya rendah akan
mengakibatkan timbulnya korosi pada permukaan logam.Menurut kami pH air umpan
boiler di Lab. Mesin Termal masih dalam kondisi yang optimal, pHnya sudah mendekati
netral yakni pH 7, yang terpenting pH air umpan yang masuk boiler tidak terlalu rendah
atau derajat keasamannya tinggi. Dari hasil perhitungan, diperoleh energi yang
diberikanpompa penyedia air utama sebesar 200,58 kJ/Kg, selain itu energi yang diberikan
selama pengoperasian boiler besarnya konstan dengan mengabaikan rugi-rugi mayor
maupun minor pada pipa-pipa saluran air utama ke sistem pengolahan air ketel. Dapat
diketahui debit aliran air yang diolah pada sistem pengolahan air keteldalam selang waktu
lima menit mengalami kenaikan sebesar 0,01 m3/s ini dapat dikatakan bahwa debit air yang
masuk konstan.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Sistem pengolahan air ketel di Lab. Mesin Termal Teknik Konversi Energi dapat
dikatakan masih berjalan dengan baik, dengan melihat parameter-parameter sebagai
berikut :
 pH air dalam tangki feed water sebesar 6, sudah mendekati pH air netral


sebagai salah satu persyaratan air umpan boiler.
Energi yang dipakai untuk mengalirkan air utama dalam sistem pengolahan air
ketel selama pengoperasian boiler konstan yakni sebesar 200,58 kJ/Kg

3.2 Saran
Agar kinerja dari sistem pengolahan air ketel berjalan optimal diperlukan
perawatan pada komponen-komponen seperti softener, tangki feed water, tangki zat
penambah serta pada pipa saluran air utama. Pembersihan tangki feed water bagian
dalam dari korosi dirasakan perlu agar air umpan yang akan masuk ke boiler tidak lagi
mengandung mineral-mineral.