MENSTIMULASI KEMAMPUAN KOGNITIF ATENSI F

MENSTIMULASI KEMAMPUAN KOGNITIF (ATENSI, FOKUS-PEMAHAMAN,
KONSENTRASI DAN MEMORI JANGKA PENDEK) ANAK AUTIS MELALUI
TERAPI SENAM OTAK

Case Quasi Eksperimental Study pada Siswa Autis SLB Negeri Semarang

Dinie Ratri Desiningrum
Ika Febrian Kristiana
Universitas Diponegoro

ABSTRAK
Penelitian dengan tujuan untuk menstimulasi kemampuan kognitif (atensi, fokus
pemahaman, konsentrasi dan ingatan jangka pendek) anak autis melalui terapi senam
otak, dilakukan dengan menggunakan metode Case Quasi Experimental Study, terhadap
anak-anak autis di SLB Negeri Semarang. Penelitian menggunakan modul lengkap senam
otak secara audio-visual, dengan lembar evaluasi yaitu Cognitive-Evaluation Test dari
Tracy Vail dan Denise Freeman (2006).
Dari hasil asesmen awal dan uji coba gerakan-gerakan senam otak, ditetapkan 12
gerakan senam otak dan 5 anak dengan low spectrum autism sebagai subyek penelitian.
Penelitian terdiri dari pre-test, program treatment senam otak sebanyak 10 kali dalam
waktu 5 minggu, yang diberikan dengan metode IEP (Individualized Education

Programme), dan terakhir adalah post-test, serta analisis data dengan menggunakan
Wilcoxon Test untuk uji beda pre-test dan post-test dua sampel dependen.
Hasilnya adalah meningkat secara signifikan, dengan skor Z = -2,023 dan taraf
signifikansi 0,043 > 0,05. Hal ini berarti, senam otak yang dilakukan secara rutin 10 kali
oleh anak-anak autis sebanyak 5 subyek, memiliki pengaruh dalam meningkatkan
kemampuan kognitif, dengan rincian yaitu kemampuan atensi, fokus pemahaman, dan
konsentrasi untuk aspek general dengan nilai Z = -2,060 dan taraf signifikansi 0,039 >
0,05, kemampuan atensi, fokus pemahaman, dan konsentrasi untuk aspek object use
dengan nilai Z = -2,032 dan taraf signifikansi 0,042 > 0,05, kemampuan atensi, fokus
pemahaman, dan konsentrasi untuk puzzle dengan nilai Z = -2,203 dan taraf signifikansi
0,043 > 0,05, dan memori jangka pendek Z = -2,060 dan taraf signifikansi 0,039 > 0,05.
Hal ini berarti bahwa senam otak ini juga berpengaruh terhadap semua aspek dari
kemampuan kognitif subyek penelitian.
Keywords: autisme, treatment senam otak, kemampuan kognitif

1

PENDAHULUAN
Polusi yang melanda kota-kota besar di Indonesia telah banyak menimbulkan
berbagai dampak negatif. Ragam penyakit mulai dari penyakit saluran pernapasan, kulit dan

juga stres adalah dampak negatif dari polusi. Polusi juga dianggap sebagai penyebab
menurunnya kecerdasan anak, selain itu polusi juga diduga menimbulkan gangguan
pertumbuhan pervasif yaitu autism (Budhiman, dkk, 2002).
Secara umum autisme adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan
perkembangan gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku. Autisme menimpa
satu dari sekitar 100 anak dan mempengaruhi kehidupan baik anak itu sendiri maupun
keluarga mereka. Di Indonesia menurut data yang ada terdapat kecenderungan autisme ini
meningkat, merujuk pada prevalensi di dunia, saat ini terdapat 15-20 kasus per 10.000 anak
atau 0,15%-0,20%. Jika kelahiran di Indonesia enam juta per tahun maka jumlah penyandang
autis di Indonesia bertambah 0,15% atau sekitar 6900 anak pertahun dengan perbandingan
anak laki-laki tiga sampai empat lebih banyak dari anak perempuan. Semakin lama semakin
banyak kasus gangguan autis. Pada tahun 1966, ditemukan 4,5 per 10.000 anak berumur
sampai 8-10 tahun. Tahun 2002, mencapai 1 per 10.000 anak, bahkan laporan dari beberapa
tempat menunjukkan angka 1 per 150 anak. Anak laki-laki 4-5 kali lebih sering dibandingkan
perempuan. Setiap tahun, angka kejadian autisme meningkat pesat. Data terbaru dari Centre
for Disease Control and Prevention (2010) Amerika Serikat menyebutkan, kini 1 dari 110

anak di sana menderita autis. Angka ini naik 57 persen dari data tahun 2002 yang
memperkirakan


angkanya

1

dibanding

150

anak

(data

autis

di

Indonesia,

http://autismindonesia.org/).
Schechter dan Grether (1995-2007) menganalisis data kasus-kasus autis anak pada

California Departement od Developmental Service. Untuk setiap tahun yang berumur 3-12
tahun, estimasi prevalensi autis anak meningkat selama periode studi. Untuk anak lahir
sebelum 1993, prevalensi autis pada umur 3 tahun adalah 0,3/1.000 anak. Tahun 2003,
prevalensi autis anak umur 3 tahun adalah 1,3/1.000 anak. Estimasi prevalensi tertinggi
terjadi tahun 2006, yaitu 4,5/1.000 anak lahir tahun 2.000 diperkirakan menderita autis.
Walaupun terlalu dini untuk menghitung prevalensi untuk umur 6 tahun atau lebih anak-anak
yang dilahirkan setelah tahun 2.000, prevalensi pada umur 3-5 tahun telah meningkat setiap
tahun sejak tahun 1.999. Berdasarkan gambaran kuartal, angka kasus autis pada umur 3-5

2

tahun meningkat setiap kuartal dari Januari 1995 (0,6 per 1.000 kelahiran hidup) sampai
dengan maret 2007 (4,1 per 1.000 kelahiran hidup) (Schecter & Grether, 2008).
Autisme tidak dapat disembuhkan (not curable) namun dapat diterapi (treatable).
Maksudnya adalah kelainan yang ada di dalam otak tidak dapat diperbaiki, namun gejalagejala yang ada dapat dikurangi semaksimal mungkin misalnya dengan terapi, sehingga anak
tersebut bisa berbaur dengan anak lain secara normal (Widyawati, 2001).
Untuk mengaktifkan sensasi dalam tubuh seseorang termasuk anak autis perlu
keadaan yang rileks dan suasana yang menyenangkan, karena dalam keadaan tegang
seseorang tidak akan dapat menggunakan otaknya dengan maksimal karena pikiran menjadi
kosong (Denisson, 2006). Suasana menyenangkan dalam hal ini berarti anak berada dalam

keadaan yang sangat rileks, tidak ada sama sekali ketegangan yang mengancam dirinya baik
fisik maupun non fisik (Papalia, 2008). Keadaan tersebut akan memberikan kenyamanan
tersendiri bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan membuka jalan bagi
siswa dalam mendayagunakan seluruh potensi yang dimilikinya. Pengembangan kognitif
yang dimaksudkan yaitu individu mampu mengembangkan kemampuan persepsi, atensi,
ingatan (memory), berpikir, konsentrasi, fokus-pemahaman terhadap simbol, melakukan
penalaran dan memecahkan masalah (Santrock, 2006). Dalam studi ini yang akan diteliti
adalah atensi, fokus pemahaman, ingatan jangka pendek, dan konsentrasi yang juga menjadi
bagian dari kemampuan kognitif individu, dan biasanya terdapat hambatan pada anak autis
(Santrock, 2006). Kemampuan kognitif berpusat pada organ otak individu, sehingga untuk
meningkatkan kemampuan kognitif seseorang bisa dengan mengaktifkan fungsi otak.
Salah satu upaya untuk mengaktifkan semua dimensi otak bisa dilakukan dengan
senam otak atau brain gym (Dennison & Dennison, 2005). Gerakan senam otak sangat
sederhana, karena tidak seperti senam badan yang menekankan pada otot dan kebugaran.
Senam otak bisa dilakukan dalam waktu singkat (kurang dari lima menit), tidak memerlukan
bahan atau tempat khusus, memungkinkan belajar tanpa stress, meningkatkan kepercayaan
diri, memandirikan seseorang dalam hal belajar, mengaktifkan potensi dan ketrampilan,
menyenangkan dan menyehatkan, serta hasilnya bisa segera dirasakan (Demuth, 2008).
Senam otak lebih menitikberatkan pada gerakan yang dapat merangsang dan
memadukan semua bagian otak, baik otak kiri maupun otak kanan (dimensi lateralisasi), otak

tengah (limbik), otak depan (dimensi pemfokusan) maupun otak besar (dimensi pemusatan).
(Merangsang Otak Anak Dengan Brain Gym, 2007). Diharapkan melalui rangkaian gerakan
tubuh, dapat menarik keluar kemampuan kognitif anak. Senam otak juga dikenal sebagai
3

jalan keluar bagi bagian-bagian otak yang “terhambat” agar dapat berfungsi maksimal. Selain
itu senam otak juga dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dan daya ingat. Orang
menjadi lebih bersemangat, lebih konsentrasi, lebih kreatif dan efisien. Siapapun akan merasa
lebih sehat karena stres berkurang (Tammasse, 2009).
Menurut riset yang dilakukan oleh Ayinosa, (2009) senam otak dapat memberikan
pengaruh positif pada peningkatan konsentrasi, atensi, kewaspadaan dan kemampuan fungsi
otak untuk melakukan perencanaan, respon dan membuat keputusan. Gerakan-gerakan dalam
senam otak digunakan oleh para murid di Educational Kinesiology Foundation, California,
USA untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan menggunakan keseluruhan
otak (Lestarin, 2009).

TINJAUAN PUSTAKA
A. Anak Autis
1. Pengertian Autisme
Autisme berasal dari kata Yunani “autos” yang berarti self (diri). Kata autisme ini

digunakan didalam bidang psikiatri untuk menunjukkan gejala menarik diri (Budhiman,
2002). Kata autism dalam arti kata seorang anak dengan gangguan spektrum autism sering
diibaratkan sebagai seorang anak yang hidup dalam dunianya sendiri. Pada umumnya
penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan
mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak
ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial,
seperti pandangan mata, sentuhan kasih sayang, dan bermain dengan anak lain. (The
London School of Public Relation of Jakarta , diakses 2011).

2. Gejala-gejala autisme (Widyawati, 2001)
Gejala- gejala pada autisme mencakup ganggguan pada:
1) Gangguan pada bidang komunikasi verbal dan non verbal, terlambat bicara atau tidak
dapat berbicara.
2) Gangguan pada bidang interaksi sosial
3) Gangguan pada bidang perilaku dan bermain
4) Gangguan pada bidang perasaan dan emosi
5) Gangguan dalam persepsi sensoris

4


3. Klasifikasi Autisme
Klasifikasi autisme sedang dan berat sering kali disimpulkan setelah anak didiagnosa
autisme. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale
(CARS).(Schopler dkk dalam Gamayanti, 2012).
Berikut beberapa jenis autisme:
Gangguan autistic. Gejala ini sering diartikan orang saat mendengar kata autisme.
Penderitanya memiliki masalah interaksi sosial, berkomunikasi, dan permainan
imaginasi pada anak di bawah usia tiga tahun.
Sindrom Asperger. Anak yang menderita sindrom Asperger memiliki problem bahasa.
Penderita sindrom ini cenderung memiliki intelegensi rata-rata atau lebih tinggi.
Namun seperti halnya gangguan autistik, penderita kesulitan berinteraksi dan
berkomunikasi.
Gangguan perkembangan menurun (PDD). Gejala ini disebut juga non tipikal
autisme. Penderita memiliki gejala-gejala autisme, namun berbeda dengan jenis
autistik lainnya.
Sindrom Rett. Sindrom ini terjadi hanya pada anak perempuan. Mulanya anak tumbuh
normal. Pada usia satu hingga empat tahun, terjadi perubahan pola komunikasi,
dengan pengulangan gerakan tangan dan pergantian gerakan tangan.
Gangguan Disintegrasi Anak. Pada gejala autisme ini, anak tumbuh normal hingga
tahun kedua. Selanjutnya anak akan kehilangan sebagian atau semua kemampuan

komunikasi dan keterampilan sosialnya.
4. Kondisi Otak Anak Autis
1) Kelainan pada lobus parietalis
Menurut penelitian sebanyak 43 % penyandang autis mempunyai kelainan pada lobus
parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan

pada otak kecil, terutama lobus VI dan VII menyebabkan turunnya daya ingat, berpikir,
belajar berbahasa dan proses atensi. Kurangnya jumlah sel purkinye di otak kecil
menyebabkan terjadinya gangguan serotonin dan dopamin. Akibatnya terjadi kekacauan
penghantaran impuls di otak (Handojo, 2004).
2) Kelainan pada sistem limbic
5

Sistem limbic merupakan pusat emosi yang terletak dibagian dalam otak. Dari
penelitian Bauman dan Kemper, ditemukan ada kelainan yang khas di daerah sistem
limbic yang disebut hippocampus dan amygdala. Pada kedua organ tersebut, sel-sel
tersebut berkembang dengan sangat padat dan kecil-kecil, sehingga fungsinya menjadi
kurang baik. Kelainan itu diperkirakan terjadi pada masa janin.
3) Kelainan pada cerebellum (otak kecil)
Kelainan pada cerebellum ini terutama tarjadi pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil

bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan
proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel Purkinye di otak kecil yang sangat
sedikit, akibatnya terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya
terjadi gangguan atau kekacauan lalu-lalang impuls di otak (Beatty, 2001).

B. Senam Otak
Senam otak adalah serangkaian gerak sederhana menyenangkan digunakan
untuk memadukan semua bagian otak yang berfungsi meningkatkan kemampuan
belajar, membangun harga diri dan rasa kebersamaan (Dennison, 2006). Rangkaian
kegiatan ini sesuai untuk semua orang. Berguna dalam mempersiapkan

seorang

menyesuaikan dengan kehidupan sehari-hari. Dapat menambah atau meningkatkan
ketrampilan khusus dalam hal berpikir dan koordinasi, memudahkan kegiatan belajar.
Merupakan inti dari educational-kinesiology, yang merupakan ilmu tentang gerakan
tubuh manusia. Educatioanl kinestetik adalah metode yang dikembangkan oleh paul
dennison agar individu dapat mengembangkan potensi melalui gerakan tubuh dan

sentuhan-sentuhan (Brain Gym International, 2008).

Berdasarkan Brain Gym Journal (2007), prestasi belajar dari 246 siswa
dengan Brain Gym pada tahun 2003-2004 (rata-rata nilainya 8,1) di bandingkan
dengan siswa pada sekolah yang sama tahun 2002-2003 tanpa intervensi Brain Gym
(rata-rata nila 7,7) (Demuth, 2007). Selain itu dalam Brain Gym Journal (2005) juga
disebutkan bahwa hasil tes pada anak yang mendapatkan senam otak yang dilatih oleh
senior menunjukkan penurunan yang signifikan dalam semua problem lingkungan,
termasuk gejala penurunan perhatian dan hiperaktivitas (Merangsang Otak Anak
Dengan Brain Gym. 2007). Menurut Liz Jones Twomey (2002) dalam penelitiannya

pada salah satu sekolah di Kanada, menunjukkan bahwa dari tahun 1997-2000, skor
menulis meningkat dari 31% sampai 82% setelah dilakukan senam otak.
6

a) Manfaat edu-k
-

Penggunaan seluruh otak melalui pembaharuan pola gerakan tertentu dan latihan
senam otak.

-

Dengan terbukanya bagian-bagian otak yang sebelumnya tertutup atau terhambat,
terjadi perubahan dalam perilaku belajar yang dimampukan unruk menerima
informasi dan mengekspresikannya.

-

Otak sebagai pusat aktivitas tubuh memiliki 3 dimensi :
1. lateralitas komunikasi (dimensi kiri kanan)
gerakan untuk menyeberang garis tengah, menyangkut mendengar, melihat,
menulis, bergerak dan sikap positif (mis: gerakan silang).
2. pemfokusan pemahaman (dimensi depan belakang)
latihan meregangkan oak, menyangkut konsentrasi, pengertian, dan pemahaman
(mis: burung manguni, pasang kuda-kuda)
3. pemusatan pengaturan (dimensi atas bawah)
latihan untuk meningkatkan enersi menyangkut mengorganisasi, mengatur,
berjalan, tes atau masalah-masalah (mis: pasang telinga, penguapan berenergi).

b) Otak terbagi menjadi 4 bagian
1. Cerebral kiri
logikal, faktual, kritikal, teknikal, analitical, kuantitatif
2. Cerebral kanan
visual, holistik, intuitif, inovatif, konseptual, imaginatif
3. Sistem limbik kiri
konsevatif, terstruktur,sekuensial, terorganisasi, rinci, terencana
4. Sistem limbik kanan
interpersonal, kinestetik, emosional, spiritual, sensori, perasaan.

Otak manusia seperti hologram, terdiri dari tiga dimensi dengan bagian-bagian yang
saling berhubungan sebagai satu kesatuan, akan tetapi memiliki tugas yang spesifik Sesuai
7

dengan dimensi otak, maka aplikasi gerakan senam otak dibagi menjadi (Dennison,
Dennison, 2005):

a. Dimensi Lateralitas (otak kiri dan kanan)

Lateralitas tubuh manusia dibagi dalam sisi kiri dan sisi kanan. Sifat ini
memungkinkan dominasi salah satu sisi, misalnya menulis dengan tangan kanan atau kiri,
dan juga untuk integrasi kedua sisi tubuh (bilateral integration), yaitu untuk menyebrangi
garis tengah tubuh untuk bekerja di “bidang tengah”. Garis tengah vertikal tubuh adalah
acuan

penting

yang

diperlukan

untuk

semua

kemampuan

dua

sisi

tubuh.

Ketidakmampuan untuk menyebrangi garis tengah ini mengakibatkan “ketidakmampuan
belajar” (Learning disabled) atau “disleksia”. Macam-macam gerakan yang dapat
dilakukan untuk menyebrangi garis tengah menurut Dennison antara lain:
1) Cross/Gerakan Silang
2) Hooks Up
3) Delapan Tidur (Lazzy 8)
4) Coretan Ganda
5) Abjad 8
6) Putaran Leher
7) Pernafasan Perut
8) Membayangkan Huruf X

C. Dimensi pemfokusan

Pemfokusan adalah kemampuan menyebrangi “garis tengah partisipasi” yang
memisahkan otak bagian belakang dan depan tubuh, dan juga bagian belakang (occipital)
dan depan otak (frontal lobe). Garis tengah partisipasi adalah garis bayangan vertikal
ditengah tubuh (dilihat dari samping). Seseorang yang mengalami fokus kurang
(underfocused) disebut “kurang perhatian”, ”kurang pengertian”, “terlabat bicara” atau
“hiperaktif”. Adapun gerakan yang termasuk dalam dimensi fokus (Dennison, 1994 &
Elsabeth Demuth, 2005):
1) Mengaktifkan Tangan
2) Burung Manguni
3) Lambaian Kaki
4) Pompa Betis (Calf pump)
5) Luncuran Gravitasi
8

6) Pasang kuda-kuda

c. Dimensi pemusatan

Pemusatan adalah kemampuan untuk menyebrangi garis pisah antara bagian atas
dan bawah tubuh dan mengaitkan fungsi dari bagian atas dan bawah otak. Ketidak
mampuan untuk mempertahankan pemusatan ditandai oleh ketahutan yang tidak
beralasan, cenderung bereaksi “berjuang atau melarikan diri” atau ketidakmampuan untuk
merasakan atau menyatakan emosi. Gerakan yang dapat dilakukan untuk menyebrangi
garis pisah antara bagian atas dan bawah tubuh, antara lain (Denison &Denison, 2003).

1) Air (Water)
2) Sakelar Otak
3) Tombol Bumi
4) Tombol Imbang
5) Tombol Angkasa
6) Menguap Berenergi
7) Pasang Telinga
8) Kait Relaks
9) Titik Positif

9

C. Kerangka Berpikir Penelitian

ANAK DENGAN AUTIS

Dimensi Otak
Lateralitas (Otak
Kiri dan Kanan)
Dimensi Otak
Pemfokusan Pemahaman

OPTIMALISASI
KEMAMPUAN KOGNITIF
ANAK AUTIS

Dimensi Otak
Pemusatan Pengaturan

PENINGKATAN KEMAMPUAN
KOGNITIF:
RANGKAIAN
GERAKAN
SENAM OTAK

ATENSI, FOKUS-PEMAHAMAN,
KONSENTRASI, MEMORI JANGKA
PENDEK

10

METODE PENELITIAN

1. Tempat dan Waktu Kegiatan
Penelitian dilakukan di SLB Negeri Semarang. Pelaksanaan program penelitian adalah
selama 5 bulan, dan treatment berlangsung selama 10 kali treatment (kurang lebih 5
minggu).

2. Variabel
1) Variabel Independen (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi.
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu terapi senam otak.
2) Variabel dependen (variabel tergantung) adalah variabel yang dipengaruhi oleh
variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kemampuan atensi
(perhatian), fokus-pemahaman, konsentrasi dan memori jangka pendek.

3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa autis di SLB N Semarang sebanyak 25
anak.
b. Sampel
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, jadi karakteristik
khusus dibatasi oleh peneliti hanya low spectrum autism, yaitu anak-anak Autism
Spectrum Disorder (ASD) dengan gejala autis ringan sebagai sampel, agar mampu

mengikuti instruksi sederhana gerakan senam otak. Jumlah sampel adalah 5 orang.
Penelitian dilakukan tanpa menggunakan control group mengingat keterbatasan
lokasi dan waktu. Kriteria umum sampel:
a) Umur 6 - 11 tahun
b) Mampu mengikuti kegiatan belajar di sekolah
c) Bersedia menjadi responden (diwakili orangtua)

4. Materi Penelitian dan Definisi Operasional
1) Kemampuan atensi (perhatian), fokus-pemahaman, konsentrasi dan memori jangka
pendek akan diukur dengan menggunakan form - observasi/interview kuesioner,
yang terdiri dari:
11

a. Atensi (perhatian), fokus-pemahaman dan konsentrasi – General.
b. Atensi (perhatian), fokus-pemahaman dan konsentrasi – Object Use.
c. Atensi (perhatian), fokus-pemahaman dan konsentrasi – Puzzle.
d. Memori jangka pendek – Digit Span.
2) Form terdiri dari:
a) Atensi (perhatian), fokus-pemahaman dan konsentrasi menggunakan CognitiveObservation Form yang diadaptasi dari Tracy Vail dan Denise Freeman (2006),

dalam Quantum Special Need Training Center : Pedoman Diagnosis; dan
menggunakan puzzle menurut Tedjasaputra, (2001), jumlah pecahan puzzle
disesuaikan dengan kemampuan anak autis.
b) Memori jangka pendek menggunakan Digit Span Form dari Weschler, 1993.

Instrumen Penelitian
a. Alat senam (musik, VCD, modul), gambar, air putih, alat tulis, permainan.
b. Cognitive-Observation Guidance, simple puzzle dan digit span.

5. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan case quasi experimental design, dengan pre-test, treatment
dan post-test, tanpa menggunakan kelompok kontrol.

PRE-TEST

Treatment

POST-TEST

Langkah Penelitian:
1) Kepada subjek penelitian yaitu sebanyak 5 anak autis di SLB N Semarang
diberikan pre-test, yaitu untuk mengukur kemampuan kognitifnya.
2) Kepada subjek penelitian dilakukan terapi senam otak, yaitu sebanyak 2 kali
seminggu, @ 15 menit, maka total adalah 10 kali senam otak yaitu selama 5
minggu.
3) Terakhir dilakukan post-test materi yang serupa, dan diukur perubahan skor
yang terjadi.

12

4) Metode dalam treatment dan evaluasi (pre-post test) adalah IEP (Individualized
Education Programme), karena kemampuan anak autis berbeda dengan

perbedaan yang tidak sesuai usia kronologis.

6. Analisis Data
Analisa data, merupakan suatu proses analisis yang dilakukan secara sistematik
terhadap data yang telah dikumpulkan, dalam penelitian ini analisis data
menggunakan analisis non-parametik yaitu Wilcoxon Test, merupakan uji beda
antara pre-test dan post-test untuk dua sampel dependen.

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
a. Rincian Pelaksanaan Penelitian
1) Setelah Roleplay (Uji Coba) Senam Otak maka ditetapkan gerakan senam otak yang
sesuai kemampuan anak autis yaitu sejumlah 12 gerakan.
2) Dilakukan pre-test untuk mengukur kemampuan kognitifnya yang langsung
dilanjutkan dengan treatment senam otak, yaitu sebanyak 2 kali seminggu, @ 15
menit, maka total adalah 10 kali senam otak yaitu selama 5 minggu.
3) Dilakukan Post-test dengan materi yang serupa.

b. Hasil Analisis Data
1. Hasil Analisa terhadap Uji Beda Skor Total Kemampuan Kognitif

Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N
postes total - pretes total

Mean Rank

Sum of Ranks

Negative Ranks

0

a

.00

.00

Positive Ranks

5

b

3.00

15.00

Ties

0

Total

c

5

a. postes total < pretes total
b. postes total > pretes total
c. postes total = pretes total

b

Test Statistics

postes total - pretes total
a

Z

-2.023

Asymp. Sig. (2-tailed)

.043

a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

14

Hasil Uji Wilcoxon menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretest dan post-test. Nilai perbedaan ditunjukkan dari nilai z = -2.023 dengan taraf signifikansi

0,043 ‹ 0,05 berarti bahwa ada perbedaan rerata hasil pre-test dan post-test, dengan
peningkatan pada skor post-test.

2. Hasil Analisa terhadap Uji Beda Skor Kemampuan Kognitif:
a. Atensi, Fokus-Pemahaman dan Konsentrasi – General (Komponen Sub-Test A)
b. Atensi, Fokus-Pemahaman dan Konsentrasi – Object Use (Komponen Sub-Test
B)
c. Atensi, Fokus-Pemahaman dan Konsentrasi – APE Simple Puzzle (Komponen
Sub-Test C)
d. Short Term Memory (Komponen Sub-Test D)
Terdapat pada tabel berikut:

Descriptive Statistics
N

Mean

Std. Deviation

Minimum

Maximum

pretest A

5

9.0000

1.41421

8.00

11.00

postes A

5

14.0000

1.00000

13.00

15.00

Descriptive Statistics
N

Mean

Std. Deviation

Minimum

Maximum

pretes B

5

12.2000

2.28035

10.00

16.00

Postes B

5

17.8000

2.77489

15.00

22.00

Descriptive Statistics
N

Mean

Std. Deviation

Minimum

Maximum

Pretes C

5

9.6000

1.51658

8.00

12.00

Postes C

5

17.8000

5.35724

14.00

27.00

Descriptive Statistics
N

Mean

Std. Deviation

Minimum

Maximum

Pretes D

5

6.6000

1.34164

6.00

9.00

Postes D

5

11.4000

2.50998

9.00

15.00

15

Adapun nilai Z hasil Uji Wilcoxon, adalah:

No.

ASPEK KOGNITIF

Z

Asymp. Sig.
(2-tailed)

1.

Subtest A (Aspek General)

-2,060a

0,039

2.

Subtest B (Aspek Object Use)

-2,032a

0,042

3.

Subtest C (Aspek Puzzle)

-2,023a

0,043

4.

Subtest D (Aspek Memory)

-2,061a

0,040

Masing-masing Sub-Test, yaitu Sub-Test A, B, C dan D, juga menunjukkan perbedaan hasil
antara pre-test dan post-test yang cukup signifikan, dengan post-test yang meningkat.

Pembahasan
Autisme adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan gangguan dalam
komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku. Hasil asesmen terhadap 5 anak autis dengan Low
Spectrum Autism di SLB Negeri Semarang, menunjukkan bahwa subyek memiliki

keterbatasan dalam hal: menyusun bahasa dalam komunikasi, hambatan dalam eskpresi
emosi sehingga sering menunjukkan amarah berlebihan, kemandirian, dan perilaku repetitif.
Hasil analisa data terhadap skor pre-test dan post-test dengan Wilcoxon Test
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan skor pada post-test, yaitu dengan nilai Z = -2,023
dan taraf signifikansi 0,043 > 0,05 yang berarti meningkat secara signifikan. Treatment
berupa senam otak diberikan 2 kali seminggu dengan total selama 10 kali. Peningkatan skor
post-test ini menandakan bahwa treatment yang diberikan berupa rangkaian gerakan senam

otak kepada subyek 5 anak autis, memberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan
kognitif anak.
Kemampuan kognitif anak autis memiliki beberapa keterbatasan yang bersifat
individual. Menurut Penelitian di Virginia University di Amerika Serikat diperkirakan 75 –
80 % penyandang autis mempunyai kemampuan berpikir di bawah rata-rata/retardasi mental,
sedangkan 20 % sisanya mempunyai tingkat kecerdasan normal ataupun di atas normal untuk
bidang-bidang tertentu. Kemampuan kognitif untuk anak dengan autis, diantaranya:
Sebagian kecil mempunyai daya ingat yang sangat kuat terutama yang berkaitan
dengan obyek visual (gambar), dan ingatannya cenderung membutuhkan pengulangan
lebih banyak sehingga masuk ke dalam long term memory.
16

Sebagian kecil memiliki kemampuan lebih pada bidang yang berkaitan dengan angka.

Autisme tidak dapat disembuhkan (not curable) namun dapat diterapi (treatable).
Maksudnya adalah kelainan yang ada di dalam otak tidak dapat diperbaiki, namun gejalagejala yang ada dapat dikurangi semaksimal mungkin bisa melalui terapi, sehingga anak
tersebut bisa berbaur dengan anak lain.
Untuk mengaktifkan sensasi dalam tubuh seseorang termasuk anak autis perlu
keadaan yang rileks dan suasana yang menyenangkan, karena dalam keadaan tegang
seseorang tidak akan dapat menggunakan otaknya dengan maksimal karena pikiran menjadi
kosong (Denisson, 2006). Perkembangan kognitif pada individu yaitu meliputi kemampuan
persepsi, atensi, ingatan (memory), berpikir, konsentrasi, fokus-pemahaman terhadap simbol,
melakukan penalaran dan memecahkan masalah (Santrock, 2006). Kemampuan persepsi anak
autis berkembang baik, namun pengolahan informasinya terhambat sehingga anak seperti
dalam duniannya sendiri, sementara kemampuan penalaran dan problem solving anak autis
tergantung pada kemampuan berpikirnya yang sebagian besar di bawah rata-rata/retardasi
mental, sehingga agak sukar untuk dikembangkan. Dengan beberapa alasan tersebut maka
dalam studi ini yang diteliti adalah kemampuan atensi, fokus pemahaman, ingatan jangka
pendek, dan konsentrasi yang memungkinkan untuk mengalami peningkatan, setidaknya
untuk membekali anak autis agar dapat mengikuti pembelajaran.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh treatment senam otak yang
dilakukan selama 10 kali terhadap kemampuan kognitif subyek. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth Demuth dari Faculty Brain Gym International,
Yayasan Kinesiologi Indonesia (Brain Gym International, 2008) yang menemukan bahwa
senam otak dapat membuka bagian otak yang sebelumnya tertutup atau terhambat sehingga
kegiatan belajar berlangsung baik karena seluruh bagian otak dipakai. Senam otak adalah
serangkaian latihan gerak sederhana yang memudahkan kegiatan belajar dan penyesuaian
dengan tuntutan sehari-hari.
Otak terdiri atas dua belahan, yaitu kanan dan kiri yang fungsinya berbeda namun
saling mendukung. Otak kiri sering dikaitkan dengan akademis (matematika, menulis,
membaca), fungsi verbal, temporal, logis, analitis, rasional serta kegiatan berpola.
Otak kanan lebih pada nonakademis, seperti seni, pemahaman ruang, dan bentuk kegiatan
yang memancing kreativitas. Otak anak bisa dilatih melalui aktivitas motorik seperti senam
otak ini. Dampak senam otak dapat membantu membangun kepercayaan diri serta

17

berpengaruh positif dalam menambah konsentrasi, meningkatkan fokus, daya ingat, dan
mengendalikan emosi anak (Lestarin, R.D, dkk, 2009).
Melalui hasil observasi ketika dilaksanakan treatment, anak-anak autis pada dasarnya
menyukai aktivitas fisik seperti senam otak ini. Khususnya untuk Autism Spectrum Disorder
dengan low chategory, yang tidak disertai hiperaktivitas. Peningkatan cukup baik dalam hal
atensi, fokus-pemahaman dan konsentrasi dalam general atau sesuatu yang umum yaitu
peningkatan post-test, dengan nilai Z = -2,060 dan taraf signifikansi 0,039 > 0,05 yang berarti
meningkat secara signifikan. Hasil observasi menunjukkan perubahan tersebut diantaranya
yaitu lebih mampu memberikan perhatian saat mengerjakan aktivitas tertentu seperti menulis,
menggambar dan melakukan senam otak, meskipun ada gangguan berupa suasana ramai di
luar ruangan dan suara musik.
Hasil observasi juga menunjukkan bahwa untuk atensi, fokus-pemahaman dan
konsentrasi dalam object use, pada subyek tampak meningkat yang terbukti dari peningkatan
skor post-test, dengan nilai Z = -2,032 dan taraf signifikansi 0,042 > 0,05 yang berarti
meningkat secara signifikan. Subyek lebih paham permainan seperti dokter-dokteran, balok
logo dan mobil-mobilan sesuai fungsinya, yang sebelumnya ketika pre-test, rata-rata subyek
hanya menggerak-gerakkan atau memasang stetoskop di telinga, sebagian besar subyek
memukul-mukul balok ataupun mobil-mobilan. Ada tiga subyek yang menunjukkan perilaku
ketika pre-test adalah beralih pada benda-benda di sekitar ruangan, seperti AC, dispenser dan
layar LCD, namun mengalami perubahan ketika post-test, yaitu anak mampu fokus pada
instruksi dan mau mengerjakan tugas tertentu.
Kemampuan kognitif untuk object use ini sangat khas pada anak dengan autis.
Umumnya autism ditandai dengan perilaku repetitif seperti mengikuti putaran kipas angin,
memutar-mutar atau menggerak-gerakan benda dengan gerakan yang statis, menyenangi satu
buah benda secara berlebihan dan dimainkan terus menerus, misalnya menyukai sisir untuk
digunakan secara tidak lazim seperti digerak-gerakkan atau dipukul-pukul secara terus
menerus. Melalui rangkaian senam otak yang dilakukan secara rutin dan sungguh-sungguh,
maka dapat meningkatkan kemampuan anak dalam hal atensi, fokus-pemahaman dan
konsentrasi, sehingga mengurangi perilaku repetitif, dan gerakan-gerakan yang tidak lazim.
Hasil penelitian Fajriananda, dkk, (Fajriananda dkk, 2009) menunjukkan bahwa
puzzle khususnya APE Puzzle, merupakan permainan yang dapat menarik minat anak untuk

memainkannya dan memberi pengalaman yang baik bagi kecerdasan anak bila dirangsang
dan diarahkan oleh tenaga pendidik dengan dukungan yang tepat dan sesuai tujuan. Hasil
penelitian ini menunjukkan juga peningkatan skor post-test dibandingkan dengan pre-test,
18

yaitu dengan nilai Z = -2,203 dan taraf signifikansi 0,043 > 0,05 yang berarti meningkat
secara signifikan. Permainan puzzle ini pada dasarnya dapat mengukur atensi, fokuspemahaman dan konsentrasi untuk memahami maksud permainan, dan problem solving.
Disebutkan di awal pembahasan ini bahwa sebagian kecil individu autis mempunyai
daya ingat yang sangat kuat terutama yang berkaitan dengan obyek visual (gambar), dan
ingatannya cenderung membutuhkan pengulangan lebih banyak sehingga masuk ke dalam
long term memory. Senam otak yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan memori

anak autis ini lebih ditujukan pada short term memory, ketika atensi dan konsentrasi anak
autis baik maka dapat membuat ingatan jangka pendek lebih berfungsi dengan baik. Hasil
penelitian, ketika pre-test dengan digit span, semua subyek rata-rata hanya mampu
mengingat dua digit angka, dan pada saat post-test, meningkat menjadi dapat mengulang 3-5
digit angka. Peningkatan ini ditunjukkan dengan uji beda skor pre-test dan post-test dengan
nilai Z = -2,060 dan taraf signifikansi 0,039 > 0,05 yang berarti meningkat secara signifikan.
Pada anak normal usia 6-12 tahun, ingatan jangka pendek bisa berada pada skor pengulangan
6-8 angka. Pada anak autis terdapat kendala yaitu kurang mampu menangkap informasi cepat
dari pendengaran yang tidak dibarengi visual, sehingga tidak mampu mengulang langsung
setelah mendengarkannya. Senam otak rutin ini terbukti mampu meningkatkan kemampuan
atensi dan konsentrasi yang juga meningkatkan kemampuan ingatan jangka pendek pada anak
autis.
Dari penelitian ini ditemukan juga bahwa adaptasi pada anak-anak autis
membutuhkan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan anak pada umumnya. Terbukti
dari pelaksanaan treatment, yaitu pada tiga treatment pertama, terdapat kendala perilaku
anak-anak autis yang sebagian besar menunjukkan keengganan menemui tim peneliti dan
melakukan senam otak. Pada pertemuan-pertemuan treatment selanjutnya, sebagian besar
subyek justru datang sendiri, akrab dengan tim peneliti dan mau langsung melakukan senam
otak bahkan menghafal beberapa gerakan senam otak.
Penelitian ini juga menemukan bahwa senam otak dengan gerakan-gerakan yang
sederhana, mudah dan singkat ini, tidak dirasakan demikian bagi anak-anak autis yang masih
merasa kesukaran dalam mengikutinya. Dalam pelaksanaannyapun suasana hati (mood) dan
kemampuan anak autis berbeda satu sama lain, sehingga subyek memiliki perbedaan kualitas
dalam hal mengikuti gerakan senam otak secara optimal, maka peneliti meminimalisir
kendala ini dengan metode Individualized Education Programme (IEP), yaitu treatment
dilakukan secara individu dengan dilengkapi data observasi lengkap.

19

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

a. Senam otak dapat dijadikan salah satu alternatif terapi bagi anak Autism Spectrum
Disorder (ASD) dengan low chategory tanpa gangguan hiperaktivitas. Hal ini dapat

dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor pada pretest dan post-test yang meningkat cukup signifikan. Peningkatan yang signifikan juga

tampak dari hasil analisa data seluruh komponen kemampuan kognitif, yaitu:
1. Atensi, fokus-pemahaman dan konsentrasi dalam general.
2. Atensi, fokus-pemahaman dan konsentrasi untuk object use.
3. Puzzle Test yang juga untuk mengukur atensi, fokus-pemahaman dan konsentrasi.
4. Ingatan jangka pendek melalui digit span test.
b. Dari penelitian ini ditemukan juga bahwa adaptasi pada anak-anak autis membutuhkan
waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan anak pada umumnya.
c. Penelitian menemukan model terapi senam otak yang sesuai untuk anak autis sebagai
salah satu upaya meningkatkan kemampuan kognitif pada anak dengan autis yaitu hanya
12 gerakan dari total 23 gerakan senam otak menurut Dennison (2006) yang dapat
diterapkan dalam penelitian ini.

Saran
Melihat kesimpulan hasil penelitian dan keterbatasan penelitian ini, maka dapat disarankan
bahwa:
1. Bagi Orangtua Subyek dan Masyarakat
Orangtua dapat menjadikan senam otak sebagai alternatif terapi sederhana dan praktis
yang bisa diterapkan di rumah. Manfaat senam otak dapat berpengaruh positif dalam
menambah atensi, konsentrasi, meningkatkan fokus-pemahaman, daya ingat pada anak.
Masyarakat umum dapat pula melakukan senam otak di rumah atau dimanapun untuk
diri dan putra-putrinya, karena sudah banyak penelitian yang membuktikan banyaknya
manfaat senam otak.
2. Bagi Instansi Sekolah
Bagi SLB Negeri Semarang, senam otak dapat diterapkan sebagai salah satu bentuk
terapi sederhana dan singkat, khususnya untuk anak yang mengalami gangguan autis
20

ringan, dan umumnya ditujukan untuk seluruh siswa yang dapat mengikutinya sesuai
kemampuan. Selain di SLB, senam otak ini juga bermanfaat bagi anak pada umumnya,
sehingga dapat pula diterapkan di sekolah-sekolah secara berkala demi meningkatkan
kemampuan pembelajaran. Bagi guru, senam otak dapat mengurangi stres pada guru
sehingga lebih sehat, sabar dan mengajar dalam kondisi yang senang.
3. Bagi Peneliti Lain
Peneliti lain yang tertarik pada masalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) termasuk
autis,

dan

hubungannya

dengan

senam

otak,

peneliti

menyarankan

untuk

mempertimbangkan kemampuan adaptasi anak-anak ABK sehingga dapat melakukan
pendekatan dengan waktu yang lebih lama, dan pelaksanaan senam otak atau treatment
lain dengan lebih santai, mengikuti kemampuan anak secara individu.

DAFTAR PUSTAKA

Beatty, J. (2001). The Human Brain: Essentials of Behavioral Neuroscience . Thousand
Oak. Sage Publicaion. CA
Budhiman, M. (2002). Makalah: Autistic spectrum disorder . Jakarta: Yayasan Autisma
Indonesia.
Budhiman, M., Shattock, P, & Ariani, E. (2002). Langkah Awal Menanggulangi Autisme
dengan Memperbaiki Metabolisme Tubuh. Jakarta: Nirmala.
Brain Gym International, (2008). Diakses 22 Juni 2011, dari http://braingym.org/studies
Data Autis di Indonesia , http://autismindonesia.org/, diakses 9 Maret 2012.

Demuth, E. (2005). Brain Gym, Pedoman Senam Otak Bagi Guru dan Peminat, Yayasan
Kinesiology Indonesia. Sulawesi Utara.
Dennison. (2006). Brain Gym. PT Gramedia. Jakarta
Dennison, P.E & Dennison, G.E. (2005). Brain Gym. PT Grasindo. Jakarta.
Fajriananda, Siregar Y. dan Aslamiyah S. (2009). Efektifitas Alat Permainan Edukatif
Produksi BPPLSP Regional I dalam Peningkatan Multiple Intelligence Anak Usia
Dini, Jurnal Pendidikan.
Gamayanti, (2012), Better Future with Child with Autistic, Modul: Comprehensive
Programme Training, IPK dan Kemuning Kembar.
Hadiyanto, Yanwar. (2003). Autisme. www.autism.society.org. 2002 diakses tanggal 09
Maret 2012
Handojo, Y. (2004). Autisma: Petunjuk Praktis & Pedoman Materi untuk Mengajar Anak
Normal, Autis dan Prilaku Lain. Jakarta: Gramedia

21

Kelana, A & Diah, E. (2007). Kromosom Abnormal Penyebab Autis. DiaksesJuni 2009,
dari http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/anak/autis130307.html
Kemampuan kognitif anak autis, http://sekolahautismeal-ihsan.com/artikel/sekilastentang-autisme.html diakses 7 Maret 2012.

Lestarin, R.D, dkk, (2009). Pengaruh Senam Otak (Brain Gym) Terhadap Kualitas
Komunikasi, Interaksi Sosial Dan Pemfokusan Pemahaman Pada Anak Di
Yogyakarta, Proposal Program PKMP, UMY, Yogyakarta.
McCandless, J. (2003). Children with starving brains (2nd ed) atau Anak-anak dengan
otak yang lapar, terj. Wibowo, F., dkk. Jakarta: Grasindo.
McClelland, B. (2008). Statistical analysis of study on Concentration and Behaviour for
autistic 3 to 5 yr-olds from Dustow. Di akses 22 Februari 2012, dari
http://www.oxfordbraingym.com/Dustow07.html
Merangsang Otak Anak Dengan Brain Gym. (2007). Diakses Juni 2009, dari
http://salamsehat.com/merangsang-otak-anak-dengan-brain-gym.php

Papalia, D. E., & Olds, S. W. (2008). “Human development” (9th ed). New York: Mc
Graw Hill Companies.
Penyebab Autisme, http://autis.info.com/ , diakses 9 Maret 2012.

Portalinfaq,
(2007).
Diakses
2
http://portalinfaq.org/p01_program_view.php?

Juni

2009,

dari

Santrock, J. W. (2006). Psychology (8th ed.). New York, NJ: McGraw Hill.
Schecter & Grether. (2008). Continuing Increases in Autism Reported to California’s
Developmental Services System. Arch Gen Psychiatry.
Suryana, A. (2004). Terapi autisme, anak berbakat dan anak hiperaktif. Jakarta: Progres
Jakarta.
Tammasse, J. (2009). Lakukan Senam Otak. Harian Fajar. Edisi 19 Juli 2009.
Tedjasaputra, Mayke. S. (2001). Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta: Grasindo.
The London School of Public Relation of Jakarta, cares for autism. Diakses Februari
(2012), dari http://www.lspr.edu/csr/autismawareness/index.php?option=com
_content&view
Tracy Vail dan Denise Freeman. (2006). Makalah. Verbal Behaviour Training Manual.
The Mariposa School for Autistic Children, North Carolina.
Wechsler, D. (1997). Wechsler adult intelligence scale – Third edition. San Antonio, TX
Widyawati, Ika, (2001). Permasalahan Autis di Indonesia. Seminar: An Overview of
Children Behavior and Development.
Widyawati, I., Rosadi, D., E., & Yulidar. (2003). Terapi anak autis di rumah. Jakarta:
Puspa Swara.

22

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL PISA KONTEN SHAPE AND SPACE BERDASARKAN MODEL RASCH

69 778 11

HASIL UJI KEMAMPUAN DASAR MATEMATIKA MAHASISWA BARU FMIPA TAHUN 2015 DAN ANALISA BUTIR SOAL TES DENGAN MENGGUNAKAN INDEKS POINT BISERIAL

2 67 1

PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) DAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA

34 139 204

HUBUNGAN ANTARA KELENTUKAN DAN KESEIMBANGAN DENGAN KEMAMPUAN BACK OVER DALAM SENAM PADA SISWA SMA NEGERI 05 BANDAR LAMPUNG

0 42 1

PENGEMBANGAN MULTIMEDIA ADAPTASI MODEL NOVICK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN HASIL BELAJAR SISWA

9 41 63

PENGARUH MOTIVASI DAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI SAINS DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GI (GROUP INVESTIGATION) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XI SMTI TANJUNG KARANG

2 35 49

PENGARUH KEMAMPUAN AWAL MATEMATIKADAN MOTIFBERPRESTASI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

8 74 14

ANALISIS KEMAMPUAN LABA OPERASI DALAM MEMPREDIKSI LABA OPERASI, ARUS KAS OPERASI DAN DIVIDEN KAS MASA DEPAN ( Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEI 2009-2011)

10 68 54

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI BEBAS MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII-1 SMP NEGERI 1 LABUHAN RATU LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

3 41 108

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pela

7 98 60