sejarah perkembangan sosiologi hukum (2)

Sejarah Perkembangan Sosiologi Secara Umum

Pemikiran terhadap masyarakat dan lambat laun mendapat bentuk sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang dinamakan sosiologi, pertama kali terjadi di Benua Eropa. Banyak usaha
dilakukan manusia baik bersifat ilmiah maupun nonilmiah yang membentuk sosiologi sebagai
ilmu pengetahuan dan berdiri sendiri.
Faktor pendorong utama munculnya sosiologi adalah meningkatnya perhatian terhadap
kesejahteraan masyarakat dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat.
sosiologi di Amerika Serikat dihubungkan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan keadaan
sosial manusia dan sebagai pendorong untuk menyelesaikan persoalan yang ditimbulkan oleh
kehahatan pelanggaran, pelacuran, pengangguran, kemiskinan, konflik, peperangan, dan masalah
sosial lainnya.
Banyak ahli sepakat bahwa faktor yang melatar belakangi kelahiran sosiologi adalah adanya
krisis yang terjadi di dalam masyarakat. Laeyendecker, misalnya mengaitkan kelahiran sosiologi
dengan serangkaian perubahan di bidang sosial politik. Perubahan berkenaan dengna adanya
reformasi Marthin Luther, meningkatnya individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan modern,
berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri, terjadinya Revolusi Industri pada abad ke-18,
serta terjadinya Revolusi Prancis.
Pada abad ke-19 seorang filsuf bangsa Prancis bernama Auguste Comte, telah menulis beberapa
buku yang berisi pendekatan-pendekatan umum untuk mempelajari masyarakat. Dia berpendapat
bahwa ilmu pengetahuan mempunyai urutan-urutan tertentu berdasarkan logika. Setiap penelitian

dilakukan melalui tahap-tahap tertentu untuk mencapai tahap akhir, yaitu Ilmiah. Oleh sebab itu,
Auguste Comte menyarankan agar semua penelitian terhadap masyarakat ditingkatkan menjadi
suatu ilmu tentang masyarakat yang berdiri sendiri. Dari kondisi tersebut, diartikan bahwa
sosiologi adalah ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil akhir dari
perkembangan ilmu pengetahuan. Sosilogi lahir pada saat-saat terakhir perkembangan ilmu

pengetahuan. Oleh karena itu, sosiologi didasarkan pada kemajuan-kemajuan yang telah dicapai
oleh ilmu pengetahuan lainnya.
Lahirnya sosiologi tercatat pada tahun 1842, tatkala Auguste Comte menerbitkan buku berjudul
Positive-philosophy. Beberapa pandangan penting yang dikemukakan oleh Auguste Comte
adalah "hukum kemajuan manusia" atau "hukum tiga jenjang", Menurut pandangan ini, sejarah
akan melewati tiga jenjang yang mendaki.
1. Jenjang Teologi
Pada jenjang ini, manusia mencoba menjelaskan gejal disekitarnya dengan mengacu pada
hal-hal yang besifat adikodrati
2. Jenjang Metafisika
Pada jenjang ini, manusia mengacu pada kekuatan-kekuatan metafisi atau abstrak.
3. Jenjang Positif
Ada jenjang ini, penjelasan gejala alam ataupun sosial dilakukan dengan mengacu pada
deskripsi ilmiah.

Setengah abad setelah Herbert Spencer mengembangkan suatu sistematika penelitian masyarakat
dalam bukunya yang berjudul Priciples of Sociology, istilah sosiologi menjadi lebih populer.
Berkat jasa Herbert Spencer pula, sosiologi akhirnya berkembang dengan pesat. Sosiologi
berkembang dengan pesat pada abad ke-20, terutama di Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat
walaupun arah perkembangannya di ketiga negara tersebut berbeda satu sama lain. Sosilogi
kemudian menyebar ke berbagai benua dan negara-negara lain termasuk Indonesia.
http://visiuniversal.blogspot.com/2014/02/sejarah-dan-perkembangansosiologi.html#sthash.Xj0BiPpb.dpuf

Jaman Keemasan Filsafat Yunani

Pada masa ini sosiologi dipandang sebagai bagian tentang kehidupan bersama secara filsafat.
Pada masa itu Plato (429-347 SM) seorang filsuf terkenal dari Yunani, dalam pencariannya
tentang makna negara dia berhasil merumuskan teori organis tentang masyarakat yang mencakup
kehidupan sosial dan ekonomi. Plato menganggap bahwa institusi-institusi dalam masyarakat
saling bergantung secara fungsional. Kalau ada satu institusi yang tidak jalan maka secara
keseluruhan kehidupan masyarakat akan terganggu. Seperti halnya Plato, maka Aristoteles (384322 SM) juga menganggap bahwa masyarakat adalah suatu organisme hidup (seperti pandangan
kaum biologiwan) dengan basis kehidupannya adalah moral (yang baik). Pada masa ini kaum
agamawan yang berkuasa sehingga kehidupan sosial lebih diwarnai oleh keputusan-keputusan
kaum agamawan yang berkuasa.
Jaman Renaissance (1200-1600)

Machiavelii adalah orang pertama yang memisahkan antara politik dan moral sehingga terjadi
suatu pendekatan yang mekanis terhadap masyarakat. Di sini muncul ajaran bahwa teori-teori
politik dan sosial memusatkan perhatian pada mekanisme pemerintahan. Sejak masa ini maka
pengaruh kaum agamawan mulai memperoleh tantangan.
Abad Pencerahan (abad ke 16 dan 17)
Pada masa ini muncul Thomas Hobbes (1588-1679) yang mengarang buku yang dikenal sebagai
The Leviathan. Inti ajarannya diilhami oleh hukum alam, fisika dan matematika. Pada masa ini
pengaruh keagamaan mulai ditinggalkan dan digantikan oleh pandangan-pandangan yang
bersifat hukum sebagai kodrat keduniawiannya. Berdasar pandangan kelompok inilah kemudian
muncul suatu kesepakatan antar manusia (kelompok) yang dikenal sebagai kontrak sosial. Pada
mulanya interaksi antar manusia berada dalam kondisi chaos karena saling mencurigai dan saling
bersaing untuk memperebutkan sumber daya alam dan manusia yang ada. Kondisi yang bersifat
kodrati (sesuai dengan hukum alam) ini kemudian dipandang akan selalu menyengsarakan
kehidupan manusia. Oleh sebab itu dibuatlah kesepakatan-kesepakatan pengaturan antar
kelompok yang dapat saling berterima dan saling menguntungkan, yang kemudian dikenal
sebagai kontrak sosial.
Abad Ke 18

Pada masa ini munculah John Locke (1632-1704) yang dianggap sebagai bapak Hak Asasi
Manusia (HAM). Dia berpandangan bahwa pada dasarnya setiap manusia mempunyai hak-hak

dasar yang sangat pribadi yang tidak dapat dirampas oleh siapapun termasuk oleh negara (seperti
hak hidup, hak berpikir dan berbicara, berserikat, dan lain-lain). Tokoh lain yang muncul adalah
J.J. Rousseau (1712-1778) yang masih berpegang pada ide kontrak sosialnya Hobbes. Dia
berpandangan bahwa kontrak antara pemerintah (negara) dengan yang diperintah (rakyat)
menyebabkan munculnya suatu kolektifitas yang mempunyai keinginan-keinginan tersendiri
yang kemudian menjadi keinginan umum. Keinginan umum inilah yang harusnya menjadi dasar
penyusunan kontrak sosial antara negara dengan rakyatnya.
Abad ke 19
Abad ke 19 dapat dianggap sebagai abad mulai berkembangnya sosiologi, terutama sesudah
Auguste Comte (1798-1857) memperkenalkan istilah sosiologi, sebagai usaha untuk menjawab
adanya perkembangan interaksi sosial dalam masa industrialisasi. Pada masa ini sosiologi
dianggap mulai dapat mandiri. Kondisi yang baru dalam taraf mulai mandiri ini disebabkan
walaupun sosiologi sudah dapat menunjukkan adanya obyek yang dijadikan fokus pembahasan
(interaksi manusia), namun di dalam pengembangan ilmunya masih menggunakan metodemetode ilmu-ilmu yang lain (ilmu ekonomi misalnya).
Abad ke 20
Baru pada abad ke 20 inilah sosiologi dapat benar-benar dianggap mandiri karena:
1. Mempunyai obyek khusus yaitu interaksi antar manusia,
2. Mampu mengembangkan teori-teori sosiologi,
3. Mampu mengembangkan metode khusus sosiologi untuk pengembangan sosiologi,
4. Sosiologi menjadi sangat relevan dengan semakin banyaknya kegagalan pembangunan

karena tidak mendasarkan dan memperhatikan masukan dari sosiologi.

Pada akhir abad ke 20 ini, maka salah satu kelemahan (masih dianggap ketinggalan) dari
sosiologi, namun yang pada saat ini juga sudah mulai dapat dipecahkan, yaitu dalam kaitannya
dengan perkembangan dan permasalahan global. Di sini interaksi antar manusia yang dapat
diamati adalah adalah interaksi tidak langsung lewat telepon, internet, dan lain-lain yang
menghubungkan manusia yang saling berjauhan letaknya.
http://www.dee-nesia.com/2012/12/sejarah-perkembangan-sosiologi.html#sthash.7JINXjSO.dpuf

SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIOLOGI DI INDONESIA
Sosiologi di Indonesia sebenarnya telah berkembang sejak zaman dahulu. Walaupun tidak
mempelajari sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, para pujangga dan tokoh bangsa Indonesia
telah banyak memasukkan unsur-unsur sosiologi dalam ajaran-ajaran mereka. Sri Paduga
Mangkunegoro IV, misalnya, telah memasukkan unsur tata hubungan manusia pada berbagai
golongan yang berbeda (intergroup relation) dalam ajaran Wulang Reh.
Selanjutnya, Ki Hajar Dewantara yang di kenal sebagai peletak dasar pendidikan nasinal
Indonesia banyak memperaktekan konsep-konsep penting sosiologi seperti kepemimpinandan
kekeluargaan dalam proses pendidikan di Taman Siswa yang didirikannya. Hal yang sama dapat
juga kita selidiki dari berbagai karya tentang Indonesia yang di tulis oleh beberapa orang
Belanda seperti Snouck Hurgronje dan Van Volenhaven sekitar abad 19. Mereka mengemukakan

unsur-unsur sosiologi sebagai kerangka berfikir untuk memahami masyarakat Indonesia. Snouck
Hurgronje, misalnya, menggunakan pendekatan sosiologi untuk memahami masyarakat Aceh
yang hasilnya di pergunakan oleh pemerintah Belanda untuk menguasai daerah tersebut.
Dari uraian tersebut terlihat bahwa sosiologi di Indonesia pada awalnya, yakni sebelum perang
dunia ke II hanya di anggap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dengan
kata lain, sosiologi belum di anggap cukup penting untuk di pelajari dan di gunakan sebagai ilmu
pengetahuan, yang terlepas dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain.
Secara formal, sekolah tinggi hukum (Rechts Shoge School) di jakarta pada waktu itu menjadi
satu-satunya lembaga perguruan tinggi yang mengajarkan mata kuliah sosiologi di indonesia
walaupun hanya sebagai pelengkap mata kuliah ilmu hukum. Namun, seiring perjalanan waktu,
mata kuliah tersebut kemudian di tiadakan dengan alasan bahwa pengetahuan tentang bentuk dan
susunan masyarakat beserta proses-proses yang terjadi di dalamnya tidak di perlukan dalam
pelajaran hukum. Dalam perdagangan mereka, yang perlu di ketahui adalah perumusan
peraturannya dan sistem-sistem untuk menafsirkannya. Sementara, penyebab terjadinya sebuah
peraturan dan tujuan sebuah peraturan dianggap tidaklah penting.
Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, sosiologi di Indonesia mengalami
perkembangan yang cukup signifikan. Adalah Soenaryo Kolopaking yang pertama kali
memberikan kuliah sosiologi dalam bahasa Indonesia pada tahun 1948 di akademi ilmu politik

Yogyakarta (sekarang menjadi Fakultas ilmu Sosial dan Politik UGM). Akibatnya, sosiologi

mulai mendapat tempat dalam insan akademi di Indonesia apalagi setelah semakin terbukanya
kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk menuntut ilmu di luar negeri sejak tahun 1950.
Banyak para pelajar Indonesia yang khusus memperdalam sosiologi di luar negeri, kemudian
mengajarkan ilmu itu di Indonesia.
Buku sosiologi dalam bahasa Indonesia pertama kali di terbitkan oleh Djody Gondokusumo
dengan judul Sosiologi Indonesia yang memuat beberapa pengertian mendasar dari sosiologi.
kehadiran buku ini mendapatkan sambutan baik dari golongan terpelajar di Indonesia mengingat
situasi revolusi yang terjadi saat itu. Buku ini seakan mengobati kehausan mereka akan ilmu
yang dapat membantu mereka dalam usaha memahami perubahan-perubahan yang terjadi
demikian cepat dalam masyarakat Indonesia saat itu. Selepas itu, muncul buku sosiologi yang di
terbitkan oleh Bardosono yang merupakan sebuah diklat kuliah sosiologi yang di tulis oleh
seorang mahasiswa.
Selanjutnya bermunculan buku-buku sosiologi baik yang tulis oleh orang Indonesia maupun
yang merupakan terjemahan dari bahasa asing. Sebagai contoh, buku Social Changes in
Yogyakarta karya Selo Soemardjan yang terbit pada tahun 1962. Tidak kurang pentingnya,
tulisan-tulisan tentang masalah-masalah sosiologi yang tersebar di berbagai majalah, koran, dan
jurnal. Selain itu, muncul pula Fakultas Ilmu Sosial dan Politik diberbagai Universitas di
Indonesia dimana sosiologi mulai di pelajari secara lebih mendalam bahkan pada beberapa
Universitas, di dirikan jurusan sosiologi yang di harapkan dapat mempercepat dan memperluas
perkembangan sosiologi di Indonesia.

http://windiaulina.blogspot.com/2012/10/sejarah-perkembangan-sosiologi-di.html