BIODIVERSITAS BURUNG BURUNG YANG TERANCA (1)

BIODIVERSITAS BURUNG-BURUNG YANG TERANCAM DI INDONESIA
PENDAHULUAN
Indonesia termasuk kedalam negara megabiodiversity dengan kemelimpahan
keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Distribusi kemelimpahan hayati di Indonesia
secara geografis dipilah menjadi tujuh bagian, yakni wilayah biogeogafi Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, serta Papua. Negeri kita ini tercatat memiliki
704 spesies mamalia, 1.598 spesies burung, 600-an spesies reptil dan 300-an spesies amfibi.
Namun, untuk ikan dan serangga belum selesai didata dengan lengkap. Satwaliar semakin
sedikit dan beberapa jenis bahkan sudah amat sangat jarang ditemukan. Untuk takson Aves
(burung), diperkirakan bahwa 22 spesies berpotensi punah pada abad mendatang. Sejumlah
104 spesies burung dikategorikan terancam punah, sementara 152 spesies lain digolongkan
mendekati terancam punah (Mardiastuti, 2011).
Berdasarkan data terakhir tahun 2008, sebanyak 372 spesies (23,28 persen) dari total
1958 spesies berstatus endemik hanya ada di Indonesia. Sementara itu, sebanyak 149 spesies
(9,32 persen) merupakan burung migran yang masuk kategori jenis burung yang suka
bermigrasi jarak jauh. Kategori spesies burung endemik itu tertinggi di Sulawesi, sebanyak
106 spesies burung endemik wilayah (wil) dari 416 spesies burung di pulau itu. Kemudian,
disusul Maluku 66 dari 365 spesies di kepulauan ini. Nusa Tenggara 46 (426 spesies), Papua
41 (671 spesies), Jawa 32 (507 spesies), Sumatera 26 (628 spesies), dan Kalimantan 1 (522
spesies). Sementara itu, untuk spesies burung endemik Indonesia (Id), tertinggi Sulawesi 117
spesies, Maluku (94), Nusa Tenggara (68), Jawa (56), Papua (55), Sumatera (44),dan

Kalimantan (4) (LIPI, 2008).
Para ahli satwaliar telah memberikan serangkaian daftar karakteristik satwa yang
rentan kepunahan. Karakteristik itu antara lain endemisitas tinggi, berada pada trofik level
tertinggi (contoh: hewan pemangsa), ukuran tubuh besar (sehingga memerlukan habitat yang
luas dan energi yang besar pula), memiliki nilai ekonomi atau komersial yang tinggi,
memerlukan habitat dan atau pakan khusus, hidup berkoloni, serta memiliki kemampuan
reproduksi yang rendah. Satwa Indonesia ternyata banyak yang memenuhi kriteria ini.
Banyak hal yang dapat menyebabkan suatu organisme khususnya burung tuk
mengalami kepunahan. Diistilahkan sebagai “systematic drivers” secara umum karena
perubahan seperti perubahan habitat, over eksploitasi, invasi suatu spesies, penyakit,
perubahan iklim dan peningkatan disposisi nitrogen. Dalam tulisan ini akan dijelaskan
beberapa spesies burung yang termasuk dalam spesies terancam.
DAFTAR SPESIES BURUNG YANG TERANCAM DI INDONESIA

N
o

Nama Ilmiah

Nama Daerah


Distribusi

Status

1

Tringa guttifer

Trinil Nordmann

2

Cyornis sanfordi

Sikatan Matinan

3

Ficedula bonthaina


4

Loriculus catamene

Sikatan
Lompobattang
Serindit Sangihe

5

Tyto nigrobrunnea

Serak Taliabu

6

Treron psittaceus

Punai Timor


7

Leucopsar rothschildi

Jalak Bali

8

Macrocephalon maleo

Maleo Senkawor

9

Eos histrio

Nuri Talaud

10


Madanga ruficollis

Opior Buru

11
12

Gorsachius goisagi
Gymnocrex talaudensis

Kowak Jepang
Mandar Talaud

13

Loriculus flosculus

Serindit Flores


14

Monarcha brehmii

Biak Monarch

15
16
17

Ciconia stormi
Otus beccarii
Sturnus melanopterus

18
19
20

Polyplectron
schleiermacheri

Lorius garrulus
Aethopyga duyvenbodei

21

Corvus florensis

22
23

Otus alfredi
Scolopax rochussenii

24
25
26
27

Lophura inornata
Lophura hoogerwerfi

Pitta schneideri
Chochoa beccarii

28

Pseudibis davisoni

Pantai Timur Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi,
Buton
Endemik di pegunungan
penisula, Minahasa,
Sulawesi utara
Lompobatang Sulawesi
selatan
Endemik di pulau
sangihe, Sulawesi Utara
Endemik di kepulauan
Sula, Maluku
Endemik di Timor Barat,

Pulau satelit, Semau
Pulau Roti, NTT
Endemik di Pulau Bali
Endemik di Sulawesi dan
Pulau Buton
Endemik di Pulau Talaud
dan Karalengkang
Endemik di Pulau Buru
maluku
Endemik di Kepulauan
Talaud, Sulawesi Utara
Endemik di Flores, NTT

Endemik di Biak, Papua
Barat
Storm's Stork
Sumatera dan Borneo
Biak Scops-owl
Endemik di Biak
Black-winged

Endemik di Pulau Jawa
Starling
dan Bali
Bornean Peacock- Endemik di Borneo
pheasant
Chattering Lory
Endemik di Maluku Utara
Elegant Sunbird
Kepulauan Sangihe,
Sulawesi Utara
Flores Crow
Flores dan Pulau Rinca,
NTT
Flores Scops-owl
Flores, NTT
Moluccan
Endemik di Pulau Bacan
Woodcock
dan Obi, Maluku
Sempidan Sumatera Endemik di Sumatera

Sempidan Aceh
Endemik di Sumatera
Paok Schneider
Bukit barisan, Sumatera
Ciung-mungkal
Bukit barisan, Sumatera
Sumatera
Ibis Karau
Endemik di Kalimantan

Endangered

Endangered

Endangered
Endangered
Endangered
Endangered

Critically
Endangered
Endangered
Endangered
Endangered
Endangered
Endangered
Endangered
Endangered
Endangered
Endangered
Critical
Endangered
Critical
Endangered
Vulnerable
Endangered
Endanggered
Endangered
Endangered
Vulnerable
Vulnerable
Vulnerable
Vulnerable
Critical
Endangered

29

Spilornis kinabaluensis

30

Lophura bulweri

31
32
33
34

Polyplectron
schleiermacheri
Pitta baudii
Pitta nympha
Malacocincla perspicillata

35

Ptilocichla leucogrammica

Elang-Ular
Kinabalu
Sempidan
Kalimantan
Kuau-kerdil
Kalimantan
Paok Kepala-Biru
Paok Bidadari
Pelanduk
Kalimantan
Brencet Kalimantan

Endemik di Kalimantan

Vulnerable

Endemik di Kalimantan

Vulnerable

Endemik di Kalimantan

Endangered

Endemik di Kalimantan
Endemik di Kalimantan
Endemik di Kalimantan

Vulnerable
Vulnerable
Vulnerable

Endemik di Kalimantan

Vulnerable

DESKRIPSI SPESIES BURUNG YANG TERANCAM DI INDONESIA
Trinil Nordmann (Tringa guttifer)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Charadriiformes
Scolopacidae
Tringa
Tringa guttifer (Nordmann, 1835
)

Status: pada tahun 1990 sudah masuk vulnerable dan tahun 2000-2008 statusnya Endangered
(EN - C1) (IUCN, BirdLife International dan CITES).
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuh Trinil Nordmann sekitar 23-32 cm. Jumlah
spesiesnya sangat kecil, menurunnya populasi akibat dari kerusakan pesisir pantai dari
perkembangan industri dan budidaya kelautan. Selain itu, perburuan juga berpengaruh
signifikan terhadap burung ini. Pada tahun 2001, BirdLife International memperkirakan
jumlah populasinya di dunia sekitar 250-999 individu. Data penelitian menunjukkan bahwa
populasinya berkurang sangat cepat dan perlu untuk di usaha keras untuk konservasinya. Di
Indonesia keberadaan jenis ini masih sangat sedikit diketahui. Ada beberapa catatan
perjumpaan dari Pantai Timur Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Buton dan yang terbaru dari
Jawa, hanya satu ekor saja. Tidak sebagaimana penemuan jenis-jenis hewan langka lainnya,
penemuan jenis burung ini di Jawa dilakukan oleh anak-anak muda Indonesia. Ekologi
habitatnya adalah kombinasi hutan pinus untuk bersarang, pesisir pantai dengan padang
rumput untuk mencari makannya.
Sikatan Matinan (Cyornis sanfordi)
Kingdom :
Phylum :
Class :

Animalia
Chordata
Aves

Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Passeriformes
Muscicapidae
Cyornis
Cyornis sanfordi Stresemann, 1931

Status: Pada tahun 1994 BirdLife International sudah memasukkan kedalam vulnerable (VUD2) spesies dan pada tahun 2000-2008 dikategorikan kedalam Endangered (EN- B1+2bcde)
(IUCN, BirdLife International dan CITES).
Deskripsi dan Distribusi: Spesies ini memiliki rentangan yang sangat kecil akibat dari
kerusakan dan degradasi habitat. Adanya program transmigrasi yang marak terjadinya
pembukaan lahan untuk pertanian, pembalakan liar atau ilegal logging. Memiliki ukuran
tubuh yang kecil rata-rata 14,5 cm, merupakan spesies burung yang endemik di sulawesi
utara. Ditemukan di empat lokasi pada pegunungan minahasa penisula. Distribusi
populasinya diperkirakan 10,000-19,999 individu. Secara umum ditemukan pada ketinggian
1400 meter pada hutan hujan tropis atau hutan lumut. Usaha konservasi yang telah dilakukan
yaitu pada baguan timur provinsi sulawesi utara ada taman nasional Bogani Nani Wartabone,
yang luasnya 280 km2 dengan ketinggian antara 100 m sampai 1,970 m.
Sikatan Lompobattang (Ficedula bonthaina)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Passeriformes
Muscicapidae
Ficedula
Ficedula bonthaina Hartert, 1896

Status: Birdlife international pada tahun 1996 sudah memasukkannya dalam status
Endangered (EN-B1+2c) dan pada tahun 2000-2008 sudah berubah menjadi Endangered (EN
- A1c+2c, B1+2bce) (IUCN, BirdLife International dan CITES).
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuhnya kecil 10-11 cm. Merupakan burung pemakan
serangga. Populasinya hanya ditemukan di daerah Sulawesi Selatan khususnya Lompobatang.
Jumlah populasinya diketahui sekitar 2,500-9,999 individu dewasa. Hidup pada ketinggian
1100 meter diatas permukaan laut, di hutan hujan tropis yang didominasi pandan dan palem.
Langkah konservasi yang telah dilakukan adalah dengan memproteksi habitatnya melalui
hutan lindung lompobatang.
Serindit Sangihe (Loriculus catamene)

Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Psittaciformes
Psittacidae
Loriculus
Loriculus catamene Schlegel, 1873

Status: Pada tahun 1994, BirdLife International sudah memasukkan burung ini kedalam
kelompok vulnerabble dan pada tahun 1996 menjadi kategori Endangered (EN - B1+2c,
C1+2b) selanjutnya pada tahun 2000-2008 menjadi Endangered (EN - B1+2bcde, C1+2b)
dan 2009 sudah dikategorikan Near Threatened (IUCN, BirdLife International dan CITES).
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuhnya sekitar 12-13,5 cm dengan hijau warna dominan.
Merupakan burung endemik di pulau sangihe, Sulawesi Utara. Pada tahun 1998-1999
diketahui populasinya sekitar 10,700-46,200 individu yang tersebar diberberapa pulau
disekitarnya. Diketahui bahwa burung ini mampu beradaptasi pada habitat hasil budidaya
manusia. Burung ini merupakan burung penetap menghuni hutan primer dan sekunder. Juga
dapat ditemui di kawasan hutan tebang pilih, tepi hutan, tegakan Casuarina di pesisir, hutan
mangrove yang tinggi, dan kadang juga mengunjungi perkebunan kelapa. Dari permukaan
laut sampai ketinggian sekitar 450m (Halmahera). Terlihat berpasangan atau dalam kelompok
kecil mengunjungi pohon berbunga dan pohon kelapa untuk mengambil nektar bunga.
Burung yang paling tidak mencolok dibanding jenis serindit lain.
Serak Taliabu (Tyto nigrobrunnea)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Strigiformes
Tytonidae
Tyto
Tyto nigrobrunnea Neumann, 1939

Status : pada tahun 1996 sudah masuk vulnerable (VU-C2b, D1) dan tahun 2000-2008
statusnya Endangered (EN - B1+2bce, C2b) oleh BirdLife International (IUCN, BirdLife
International dan CITES).
Deskripsi dan distribusi: Burung hantu ini dikategorikan sebagai spesies yang terancam
karena memiliki range spesies yang sangat kecil. Ukuran tubuhnya sedang, 31-32 cm dan
merupakn spesies endemik di kepulauan Sula Maluku. Distribusi populasinya diketahui

sekitar 250-999 individu dewasa. Pada penelitian yang dilakukan hanya ditemukan 1
spesimen di pulau Talibu.
Punai Timor (Treron psittaceus)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Columbiformes
Columbidae
Treron
Treron psittaceus (Temminck, 1808)

Status: Punai timor 1994 sudah dimasukkan dalam status vulnerable hingga tahun 2012
dikategorikan spesies endangered karena banyak terjadi pemburuan pada burung ini (IUCN,
BirdLife International dan CITES).
Deskripsi dan distribusi: Ukuran ttubuhnya sekitar 28 cm yang sering disebut sebagai green
pigeon. Merupakan burung endemik di timor barat, pulau satelit, semau dan pulau roti, Nusa
tenggara timur. Populasinya diperkirakan sebanyak 1,000-3,000 individu. Habitat hidupnya di
daerah yang tanahnya kering di ketinggian diatas 1000 meter di atas permukaan laut.
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Passeriformes
Sturnidae
Leucopsar
Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912

Status: Jalak bali pada tahun 1990 sudah dikategorikan sebagai burung yang endangered
kemudian pada tahun 1996 direvisi menjadi Critically Endangered (CR - B1+2e, C1+2b, D1)
dan tahun 2000-2010 menjadi Critically Endangered (CR - A1ad+2bd, B1+2e, C1+2b, D)
(IUCN, BirdLife International dan CITES).
Deskripsi dan Distribusi: Ukuran tubuhnya sekitar 25 cm, warnanya putih dengan corak
biru pada bagian matanya. Hidup endemik di pulau Bali, pupulasinya pada tahun 2008
diketahui sekitar 50 ekor di taman nasional Bali Barat dan tahun 2009 di Nusa Penida ada
sekitar 65 dewasa dan 62 masih remaja. Habitatnya di hutan basah, dengan kanopi tertutup,
palem dan savana. Kini sudah diintroduksikan di habitat baru yaitu di Nusa Penida disamping
ada tempat konservasinya di Taman Nasional Bali Barat. Permasalahan utama burung ini

disamping dari kehilangan habitatnya namun juga karena perburuan liar karena burung ini
harganya sangat mahal.
Maleo Senkawor (Macrocephalon maleo)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Galliformes
Megapodiidae
Macrocephalon
Macrocephalon maleo Müller, 1846

Status: Tahun 1990 dikategorikan dalam jenis burung yang vulnerable, setelah tahun 20002008 burung ini dikategorikan spesies yang endagered (IUCN, BirdLife International dan
CITES).
Deskripsi dan Distribusi: Ukuran tubuhnya sekitar 55-60 cm dengan warna hitam dan putih
yang dominan. Merupakan spesies endemik di sulawesi dan pulau Buton. Dari 142 sarang
yang diketahui, 48 tidak ditempati lagi, 51 sangat terancam, 32 terancam, 7 tidak diketahui
statusnya dan 4 area belum terancam. Secara global diperkirakan jumlah populasinya sekitar
12,000-21,000 individu. Hidupnya didataran rendah dan tempat yang berbukit-bukit. Daerah
pesisir biasanya menjadi daerah favorit terutama yang betina untuk meletakkan telurnya agar
bisa mendapatkan panas yang baik bagi penetasan telurnya. Usaha konservasi yang dilakukan
yaitu memproteksinya di Lore Lindu National Park, Morowali Nature Reserve, dan Bogani
Nani Wartabone National Park.
Maleo adalah jenis satwa yang peka terhadap gangguan. Gangguan di alam bebas antara lain :
terdesaknya habitat terutama yang berada di luar kawasan konservasi, pemanfaatan telurnya
oleh manusia serta predator antara lain : Biawak (Varanus sp), Babi Hutan (Sus sp). Upaya
budi daya/penangkaran relatif masih sulit dan belum ada yang berminat melakukannya.
Namun demikian justru perkembangan populasi secara alamiah pada habitat aslinya yang
diutamakan.
Tergolong satwa liar yang langka dan dilindungi Menteri Pertanian R.I. No.
42/Kpts/Um/8/1970. Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan yang terus berlanjut, tingkat
kematian anak burung yang tinggi, populasi yang terus menyusut serta daerah dimana burung
ini ditemukan sangat terbatas, Maleo Senkawor dievaluasikan sebagai terancam punah di
dalam IUCN Red List. Spesies ini didaftarkan dalam CITES Appendice.
Nuri Talaud (Eos histrio)

Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Psittaciformes
Loriidae
Eos
Eos histrio (P.
Müller, 1776)

L.

S.

Status: Sejak tahun 1994-2008 sudah dikategorikan sebagai endagered spesies (IUCN,
BirdLife International dan CITES).
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuhnya sekitar 31 cm dengan warna dominan merah dan
biru. Hidup endemik di utara sulawesi tepatnya di pulau Talaud dan Karalengkang. Jumlah
populasinya diperkirakan 5,500-14,000 individu dewasa. Habitatnya di hutan, pemakan buah
dan serangga, juga sering mengunjungi lahan pertanian untuk mencari nektar kelapa. Ukuran
distribusinya 1000 km2 dengan trend penurun populasi yang semakin menurun.
Opior Buru (Madanga ruficollis)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies:

Animalia
Chordata
Aves
Passeriformes
Zosteropidae
Madanga
Madanga ruficollis Rothschild
Hartert, 1923

&

Status: Madanga ruficollis Pada tahun 1996 sudah masuk kategori vulnerable dan pada tahun
2000-2008 dikategorikan endangered (EN – B1+2bce) (IUCN, BirdLife International dan
CITES).
Deskripsi dan distribusinya: Ciri khasnya adalah memiliki corak bulu pada matanya yang
berwarna putih. Ukuran tubuhnya sekitar 13 cm. Merupakan spesies endemik di pulau Buru
Maluku Selatan. Distribusi populasinya 1400km2 dengan trend yang menurun. Jumlah
populasinya sekitar 2500-9999 mature individu. Diketahui burung ini memiliki relung di
pohon Sitta spp. Pada hutan Montana.
Kowak Jepang (Gorsachius goisagi)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :

Animalia
Chordata
Aves
Ciconiiformes

Family :
Genus :
Spesies :

Ardeidae
Gorsachius
Gorsachius goisagi Temminck, 1835

Status : 1994 sudah dikategorikan vulnerable dan tahun 2000-2008 sudah dikelompokkan
dalam spesies Endangered (IUCN).
Deskripsi dan distribusi: Berukuran kecil, berwarna coklat pada bagian kepala dan leher.
Bagian depan leher dan dada hitam bergaris-garis. Bagian atas dada berwarna coklat muda
dan sayapnya ditutupi dengan bulu warna hitam. Yang masih muda memiliki mahkota
kehitaman, kurang berwarna pada bagian kepala, dan sayap bulu pucat. Burung ini
berkembang biak di daerah berhutan lebat, termasuk pohon berbentuk jarum, hutan berdaun
dan hutan yang terdegradasi, di bukit-bukit dan di lereng pegunungan yang lebih rendah
(sampai 1.500 m), di mana ada sungai dan tempat yang lembab.
Spesies ini memiliki populasi sangat kecil dan menurun, dan oleh karena itu memenuhi syarat
sebagai spesies terancam punah. Penurunan ini terutama akibat penggundulan hutan dan
rentang musim dingin. Ancaman utama adalah penggundulan hutan baik terhadap kisaran
perkembangbiakannya dan bukan perkembangbiakannya. Perkembangan semak belukar yang
lebat di hutan dan lahan pertanian yang ditinggalkan diyakini mengurangi kesesuaian habitat
burung ini untuk makan.
Mandar Talaud (Gymnocrex talaudensis)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Gruiformes
Rallidae
Gymnocrex
Gymnocrex
1998

Talaudensis

Lambert,

Status: Endangered dari tahun 2000-2008 (IUCN)
Deskripsi dan distribusi: Kepala, leher, dan dada nya berwarna tua. Dan dagunya berwarna
kehitaman.Perut

sampai

penutup

ekor

bawah

kehitaman,

seperti

penutup

ekor

atas.Mata merah terang, dikelilingi oleh kulit gundul merah-jambu yang lebar dan bercak
keperakan (di bagian belakang). Paruh kuning terang dengan sepertiga bagian belakangnya
kusam. Tungkai nya berwarna kuning, menjadi kemerahjambuan ke arah kaki. Burung
Talaudensis Gymnocrex hanya dapat dijumpai di Pulau Karakelang, di Kabupaten Kepulauan

Talaud, Sulawesi Utara, yang merupakan wilayah paling utara Indonesia yang langsung
berbatasan dengan negara Filippina.
Burung ini hidup di tepi hutan dataran rendah dan menyukai lahan basah. Pada tahun 1996,
Karakelang masih dipertahankan "keragaman dan kelimpahan habitat lahan basah, pada
peringkat tertentu padang rumput yang berbatasan hutan". Sementara itu, perubahan
penggunaan lahan (misalnya pembangunan transmigrasi, pertanian), perangkap untuk
makanan dan pemangsa tikus tidak dipikirkan akan menjadi masalah yang sangat nyata bagi
spesies. Karena kurangnya pengamatan, maka hal-hal di atas merupakan ancaman tak
diperhatikan.
Serindit Flores (Loriculus flosculus)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Psittaciformes
Psittacidae
Loriculus
Loriculus Flosculus Wallace, 1864

Status: tahun 1994 termasuk spesies vulnerable dan tahun 2000-2008 termasuk Endangered
Deskripsi dan distribusi: ukuran tubuh 12 cm. Hijau, tunggirnya merah; paruh merah.
Jantan: bintik-tenggorokan merah. Betina: bintik-tenggorokan kurang merah atau tidak ada.
Endemik Indonesia, populasi alaminya hanya ditemukan di daerah Nusa Tenggara, terutama
Flores. Biasanya berpasangan atau kelompok kecil hingga 10 ekor, adakalanya 20 ekor,
makan di pohon ara atau terbang di atas kanopi. Lebih menyukai makan buah di pohon ara
tapi juga makan di pohon lain yang bertangkai buah frambus atau berbunga dan berpucuk.
Bersuara terus menerus ketika terbang dan makan. Mendiami hutan pegunungan pada
ketinggian 400-1000m yang banyak ditumbuhi pohon buah-buahan. Perusakan habitat
melalui dampak gabungan dari penebangan hutan untuk koleksi kayu bakar, penebangan
komersial, pengambilan kayu untuk bahan bangunan dan pembersihan lahan pertanian
merupakan ancaman yang paling menonjol. Rusaknya hutan sudah luas di Flores. Ancaman
ini diperparah oleh ekspansi populasi manusia, dengan volume besar kayu yang diperlukan
untuk pembangunan perumahan, dan fakta bahwa hanya sedikit atau tidak ada penegakan
hukum oleh pemerintah. Hutan gugur lembab saat ini sedang dibersihkan secara ekstensif
untuk digunakan sebagai daerah pertanian, faktor-faktor tersebut sudah pasti mengurangi
jangkauan dan populasi spesies ini.

Biak Monarch (Monarcha brehmii)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Passeriformes
Monarchidae
Monarcha
Monarcha brehmii
1871

Schlegel,

Status: Sejak tahun 1988 sampai 2012, spesies ini masuk kedalam kategori Endangered pada
IUCN red list. Spesies ini memiliki teritori yang cukup kecil dan terdapat pada daerah yang
belum mengalami logging yang terpisah satu sama lainnya karena banyakanya pembukaan
hutang untuk lahan pertanian.
Deskripsi dan Distribusi: ukuran tubuh sekitar 17 cm. Warna bulu dominan kuning Hitam
Mencolok, warna bulu kepala tenggorokan, mantel, Sayap Dan bulu ekor sentral hitam atau
coklat tua dengan wing patch, dada bagian bawaha dan perut, bokong dan ekor bagian luar
berwarna putih. Putih kekuningan yang bervariasi di Kepala dan dadakemungkinan terpaut
seks atau usia. Beberapa spesies serupa. Golden Monarch dewasa, M. chrysomela , berbulu
kuning keemasan cerah dengan leher, mantel, ekor dan bulu terbang berwarna hitam.
Northern Fantail Rhipidura hyperythra memiliki leher putih dan tidak memiliki warna putih
yang meluas pada sayap, pantat dan ekor. Suara serak pendek. Monarcha brehmii endemik di
Pulau Biak-Supiori di teluk Geelvink, Papua Barat (sebelumnya Irian Jaya), Indonesia. Trend
pembenaran. daya jelajah sekitarnya sekitar 2500 km2 dengan estimasi populasi sekitar 2.5009.900 individu dewasa. Spesies ini diduga mengalami penurunan jumlah individu dengan laju
menengah terutama diakibatkan oleh hilangnya beberapa hutan di pulau Biak dan Supiori.
Sejauh ini, usaha konservasi yang telah dilakukan adalah dengan menetapkan dua daerah
perlindungan di pulau biak bagian utara (110 km 2) dan pulau Supiori (420 km2).Data jumlah
individu ini cukup langka dansejauh ini hanya terdapat 12 laporan,6 diantaranya dilaporkan
sejak tahun 2008. Akan tetapi, belakangan ini ahli ornitologi melakukan eksplorasi kecil di
pedalaman Hutan Biak-Supiori, sehingga dapat membuktikan bahwa keberadaan tidak
selangka yang diduga dan persebarannya pun merata.
Berdasarkan observasi ekologis terbaru di hutan di dataran rendah, burung ini memiliki
beberapa relung diantaranya pada batu kapur yang ditutupi liken, hutan hujan tropis pada
dataran rendah,serta hutan yang telah mengalami logging ataupun campuran antara hutan

yang tercemar maupun yang masih murni. Jarang terlihat di Warafri, cara terbaik untuk
melacak adalah melaui Perjalanan Ke bukit-bukit Hutan pedalaman
Storm's Stork (Ciconia stormi)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Ciconiiformes
Ciconiidae
Ciconia
Ciconia stormi
1896)

(W.H.

Blasius,

Status: Pada tahun 1988, spesies ini berada dalam kategori Threatened pada IUCN red list,
namun berubah menjadi Endangered mulai dari tahun 1994- 2012. Ancaman utama terhadap
spesies ini adalah hilangnya hutan karena fragmentasi akibat dari penebangan, pembuatan
bendungan serta alih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit (Hampir 25% hutan di
Kalimantan dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit selama 1985-1997 serta 30% di pulau
Sumatra pada tahun 1985). Selain itu, kebakaran besar-besaran di Sumatra dan Borneo tahun
1997-1998 diduga memberikan dampak yang signifikan terhadap populasi spesies ini.
Penggunaan daerah aliran sungai sebagai transportasi utama juga dapat menjadi ancaman
ditambah lagi dengan adanya perburuan dan perdagangan liar (relatif jarang terjadi).
Deskripsi dan distribusi: Tinggi 75-91 cm, bulu dominan berwarna hitam dan putih, paruh
berwarna merah, kulit pada bagian wajah bewarna oranye dan kuning keemasan pada area
sekitar mata. Bulu hitam pada leher depan bagian bawah. Pada individu juvenile memiliki
beberapa bagian gelap pada tubuhnya, terkadan lebih cokelat dibandingkan dengan individu
dewasa, ujung paruh berwarna gelap dan lebih tumpul dibandingkan individu dewasa.
Beberapa spesies lain yang mirip C. episcopus yang memiliki leher depan bagian bawah
berwarna putih, paruh gelap dan warna perunggu pada sayap bagian dalam. Ciconia stormi
memiliki sebaran mulai dari selatan Thailand, Peninsular Malaysia, Sumatra dan pulau
Borneo diantaranya Sabah dan Sarawak (Malaysia), Brunei dan Kalimantan. Akan tetapi
populasinya semakin lama semakin menurun menjadi beberapa populasi kecil yang tersebar
di Peninsular Malaysia, sempat diduga punah di Thailand sampai pada April 2004, seekor
burung ini tertangkap kamera di hutan Klong Saeng-Khao Sok. Beberapa populasi breeding
yang terdiri dari paliing tidak 43 individu teridentifikasi di Daerah Kinabatangan dan Sabah
tahun 1999-2000. Pusat dari beberapa populasi spesies ini yang tersisa adalah di Sumatra

(termasuk Siberut), Kalimantan dan Brunei, dimana spesies ini masih tersebar luas, namun
langka. Secara keseluruhan, estimasi populasi spesies ini sekitar 250-500 individu dewasa.
Biak Scops-owl (Otus beccarii)
Kingdom
:
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Strigiformes
Strigidae
Otus
Otus beccarii (Salvadori, 1876)

Status: Pada tahun 1988, spesies ini mendapat kategori “Near Threatened” pada IUCN red
list, namun sejak tahun 2000-2012 statusnya berubah menjadi Endangered. Terancamnya
spesies ini terutama disebabkan oleh luasnya areal hutan di wilayah biak yang telah rusak
akibat logging dan alih fungsi menjadi lahan pertanian, khususnya dibagian selatan,
sedangkan sisanya berada dibawah tekanan dan dikhawatirkan akan bernasib serupa. Sebagai
tambahan, hutan pada wilayah tebing kapur tidak mudah mengalami regenerasi, padahal
wilayah tersebut merupakan salah satu habitat Otus beccarii. Sementara itu, kebanyakan
wilayah hutang di tebing kapur pulau Supiori belum mengalami degradasi sehingga menjadi
tempat yang aman bagi spesies ini.
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuh 25 cm, burung hantu berwarna coklat – tawny
dengan lempeng telinga yang pendek dan tidak mencolok. Mata berwarna kuning. Alis putih
pucat dan wajah memblat yang mudah dibedakan. Terdapat warna coklat yang memadat pada
bagian atas tubuh dengan beberapa warna putih pada scapulars. Bagian bawah tubuh
berwarna coklat dan kaya akan rufous, kemungkianan merupakan warna morfologis namun
dapat juga berarti dimofrisme seksual. Memiliki suara kuak yang parau pada jarak dekat,
namun bersuara menyerupai lolongan rusa jika terdengar dari kejauhan. Otus beccarii bersifat
endemic di pulau Biak dan Supiori pada teluk Geelvink, Papua.
Estimasi populasi spesies ini sekitar 2500-9999 individu dewasa. Beberapa survey telah
dilakukan untuk mencatat keberadaan spesies ini. Sepasang spesies ini terdeteksi berdasarkan
survey pada tahun 1973, namun tidak ada yang terdeteksi selama tiga kali survey di Biak
tahun 1990an. Survey tahun 1995 dan 1997 juga berhasil mencatat keberadaan satu – dua
spesies ini. Belakangan ini, beberapa pengamat burung mengklaim bahwa spesies ini tersebar
dibeberapa hutan alami dan membentuk beberapa patch di bagian selatan Biak. Hutan yang
menjadi habitat spesies ini adalah hutan yang mengalami logging secara parsial pada

ketinggian 300 m namun juga dapat ditemukan pada wilayah hutan pesisir dengan tebing
kapur. Kemungkinan rentan terhadap habitat yang terdegradasi karena sangat jarang
ditemukan pada hutang yang mengalami logging dan hutan yang terdegradasi.
Black-winged Starling (Sturnus melanopterus)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Passeriformes
Sturnidae
Sturnus
Sturnus melanopterus
1800)

(Daudin,

Status: Sejak tahun 2000, spesies ini berada dalam kategori Endangered dalam IUCN red
list, namun mulai tahun 2010 sampai 2012, statusnya berubah menjadi Critical Endangered.
Penangkapan untuk kepentingan perdagangan merupakan ancaman utama yang menyebabkan
penurunan populasi spesies ini. Spesies ini merupakan salah satu burung yang diminati untuk
dipelihara dalam kandang di wilayah pulau Jawa. Penggunaan pestisida berlebih juga menjadi
ancaman serius karena spesies ini menyukai habitat di daerah persawahan terbuka. Ancaman
terakhir adalah dari segi genetis karena adanya perkawinan silang paling tidak 3 subspesies
Sturnus melanopterus untuk keperluan penjualan. Estimasi jumlah populasi saat ini adalah
1000-2499 individu dan dikhawatirkan, jika ancaman terhadap spesies ini terus berlanjut,
akan terjadi penurunan populasi 80-100% selama 13 tahun (tiga generasi spesies ini)
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuh medium, sekitar 23 cm. burung jalak yang pendek
gemuk dan belang. Seluruh bulu berwarna putih bersih memisahkan sayap dan ekor yang
berwarna hitam. Juga memiliki bokong, ujung ekor, median coverts dan primary bases
berwarna putih. Warna mantel bervariasi berdasarkan ras antara abu dan putih. Individu
dewasa memiliki jambul putih yang pendek,kulit disekitar mata berwarna kekuningan atau
pink serta paruh dan kaki berwarna kuning. Suara keras dan serat seperti peluit. Spesies lain
yang mirip: jalak bali Leucopsar rothschildi. Sturnus melanopterus endemic di pulau Jawa
dan Bali, juga ditemukan di Madura dan Nusa Penida dan Lombok. Wilayah jelajah spesies
ini telah berubah pada beberapa decade belakangan ini dan mengalami penurunan secara
meluas paling tidak sejak tahun 1960an. Awalnya umum terdapat di Jawa Timur dan beberapa
terdapat pula di Jawa Barat dan Jawa Tengah, akan tetapi saat ini langka dan distribusinya
sangat terlokalisasi. Penurunan yang sama juga terjadi di bali dan Nusa Penida dan terdapat
sangat sedikit laporan dari Madura atau Lombok. Berdasarkan survey pada 33 lokasi yang

dipilih secara historis, hanya terdapat 32 individu dari 3 lokasi. Demikian pula spesies ini
jarang ditemukan berdasarkan survey pada beberapa pasar burung di Jawa. Hanya sedikit
yang tercatat pada tahun 2009 di Pulau Dua, Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Alas
Purwo, hutan Menjangan dan uluwatu di Bali. Pada tahun 2007, terdapat laporan bahwa
spesies ini mengalami penurunan beberapa ratus individu di pulau Jawa. Akan tetapi secara
regular, beberapa kali spesies ini dijumapi di Muara Angke Jakarta Pusat. Beberapa
kelompok spesies ini hidup di daratan pada habitat yang bervariasi, khususnya areal pertanian
dan padang gembala. Umumnya mengkolonisasi dataran rendah meskipun pada beberapa
kasus dapat ditemukan diketinggian 1300 m di Jawa Barat dan 2400 m di Jawa Timur. Juga
mengkolonisasi hutan musim primer dan sekunder, termasuk hutan jati, tepi hutan, dataran
hutan terbuka, lembah bersemak bahkan wilayah berpenduduk.
Bornean Peacock-pheasant (Polyplectron schleiermacheri)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Galliformes
Phasianidae
Polyplectron
Polyplectron schleiermacheri
Brüggemann, 1877
Status: Dari tahun 1994-1996, spesies ini berada dalam kategori Critically Endangered pada
IUCN red list, kemudian berubah menjadi Endangered mulai tahun 2000-2012. Pada wilayah
Kalimantan tengah, hilangnya habitat alami, degradasi dan fragmentasi akibat aktivitas
logging, alih fungsi hutan menjadi perkebunan karet dan kelapa sawit serta penangkapan liar,
merupakan ancaman utama bagi spesies ini. Kalimantan kehilangan hampir 25% hutan
evergreen pada rentang waktu 1985-1997 dan diperparah dengan adanya kebakaran besar
antara 1997-1998. Hal ini menyebabkan terbentuknya beberapa patch terpisah yang
dikolonisasi oleh populasi spesies ini. Upaya konservasi yang telah dilakukan antara lain
menetapkan wilayah sekitar reservasi sungai Wain, taman nasional Dana Sentarum dan taman
nasional Bukit Raya sebagai wilayah konservasi perlindungan spesies ini.
Deskripsi dan distribusi: Jantan rata-rata 50 cm dan betina 35,5 cm. leher bagian bawah
berwarna putih. Jantan memiliki dada bagian tengah berwarna putih dan hijau-biru metalik
pada tepi dada, bokong berwarna coklat agak keatas terdapat tanda berbentuk ocelli berwarna
hijau. Ukuran tubuh Individu betina lebih kecil dibandingkan jantan. Baik jantan dan Betina
memiliki warna pucat kemerahan pada areal wajah. Suara secara berseri bertambah keras,

parau, tergantung pada genus. Juga bersuara “crow, kank, kank”. Polyplectron
schleiermacheri bersifat endemik di Borneo, diantaranya pada wilayah Sabah dan Sarawak
(Malaysia) dan Kalimantan (Indonesia). Berdasarkan hasil survey dan questioner terhadap
masyarakat di pulau Kalimantan, 85% responden mengatakan bahwa populasi spesies ini
mengalami penurunan. Spesies ini pernah dilaporkan terlihat pada lembah Danum, hutan
Deramakot dan Ulu tongod (Sabah), taman nasional Gungung Mulu (Sarawak), Nangatayap
(dekat taman nasional Gunung Palung, Kalimantan barat), Muarakarum/Palangkaraya,
Kalimantan tengah, Sungai Wain, bagian tenggara Kalimantan dan Sukau (Sabah).
Berdasarkan analisis menggunakan Geographical Information System (GIS) mengindikasikan
bahwa spesies ini mengkolonisasi dataran rendah dan hutan dipterocarp pada tanah dengan
fertilitas menengah, menghindari daerah rawa atau daerah aliran sungai. Berdasarkan
beberapa studi, spesies ini ditemukan pada daerah dengan topografi 0 – 1000 m dpl
Chattering Lory (Lorius garrulus)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Psittaciformes
Loriinidae
Lorius
Lorius garrulus (C. Linnaeus, 1758)

Status: Pada tahun 1994-1996, spesies ini berada dalam kategori Vulnerable pada IUCN red
list, kemudian berubah menjadi Endangered pada tahun 2000-2008 dan kembali berstatus
Vulnerable tahun 2009-2012. Banyaknya pemasangan perangkap pada pohon menjadi
ancaman terhadap spesies ini. Sepsies ini merupakan salah satu spesies burung yang paling
popular diekspor dari Indonesia timur. Untuk kepentingan ini, beberapa ribu individu secara
legal ditangkap dari habitat aslinya per tahun antara 1980an-1990an meskipun jumlahnya
mungkin saja lebih banyak dari yang tercatat. Perdagangan secaralegal mengalami penurunan
mulai tahun 1990an sampai 2003. Akan tetapi perdagangan illegal justru tetap berlangsung
antara tahun 2007-2008. Maraknya kegiata logging pada hutan teritori spesies ini merupakan
ancaman utamamengingat pohon – pohon yang umumnya ditebang adalah pohon berukuran
besar, padahal pada pohon – pohon besar inilah spesies ini banyak membuat sarang. Pada
tahun 2001, Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animals (RSPCA) dari United
Kingdom membuat laporan mengenai jumlah spesies ini yang terperangkap dalam jebakan
buatan manusia di wilayan Maluku utara. Hal ini didukung oleh ProFauna Indonesia, yayasan
KAMU dan beberapa NGO lokal dalam upaya sosialisasi konservasi spesies ini di Halmahera

Utara. Konservasi spesies ini dilakukan pada arean seluas 167.300 ha dari hutan lalobata dan
Ake Tajawe di Halmahera yang telah diresmikan menjadi taman nasional sejak 2004.
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuh 30 cm. warna bulu dominan merah, pada mantel
terkadang terdapat bintik – bintik berwarna kuning. Paruh berwarna oranya, lebih gelap pada
bagian pangkal. Paha atas dan sayap berwarna hijau pudar. Terdapat lengkungan berwarna
kuning pada sayap dan penutup dibawah sayap. Ujung ekor berwarna hijau gelap. Beberapa
spesies yang mirip dengannya: Eos squamata, Eclectus roratus. Suara umumnya keras, saat
terbang sering mengeluarkan ringkikan nasal. Mempunyai panggilan disyllabic yang
terkadang diasosiasikan dengan ketinggian terbang berbeda. Lorius garrulus endemik
diwilayah Maluku Utara dan tersebar mulai dari Morotai, Rau, Halmahera, Widi, Ternate,
Bacan dan Obi. Estimasi jumlah populasi spesies ini pada tahun 1991 – 1992 adalah antara
46.360 - 295.540. dengan laju pemindahan habitat sebesar 10% tiap tahunnya. Spesies ini
banyak mengkolonisasi daerah dengan ketinggian hingga 1.050, paling umum pada hutan
diwilayah pegunungan, relatif jarang pad ataman dan kebun kelapa. Sebagai tambahan,
meskipun spesies ini relatif toleran terhadap aktivitas logging, kepadatan populasi tertinggi
umumnya dijumpai pada hutan primer. Spesies ini termasuk spesies yang membutuhkan
canopy. Membuat sarang pada lubang diatas pohon yang tinggi, dan umumnya pergi ke
kanopi lebih rendah hanya untuk mencari makan.

Elegant Sunbird (Aethopyga duyvenbodei)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Passeriformes
Nectariniidae
Aethopyga
Aethopyga
duyvenbodei
1871)

(Schlegel,

Status : Sejak tahun 1994-2012, spesies ini berada dalam kategori endangered dalam IUCN
red list. Ancaman utama disebabkan karena hutan alami di wilayah Sangihe jumlahnya
semakin berkurang bahkan hampir habis semuanya. Meskipun spesies ini diketahui dapat
bertahan pada habitat sekunder tanpa hutan primer yang berdekatan, namun intesifikasi
pertanian telah mengurangi avaibilitas arena yang dapat dikolonisasi. Beberapa hutan primer

yang tersisa menjadi pusat keberadaan spesies ini tidak mendapat perlindungan memadai dan
semakin tersisihkan untuk digunakan sebagai lahan pertanian. Keberadaan spesies ini pada
hutan yang menutupi daerah gunung berapi pulau Siau sangat terbatas bahkan dikhawatirkan
akan punah.
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuh 12 cm,warna bulu cerah. Warna bulu pada bagian
telinga dan leher individu jantan merah keunguan, dengan corak hijau-biru metalik pada
bagian atas kepala, sayap bagian atas dan ekor bagian atas. Bagian pinggang berwarna
kuning-olive, bagian bokong dan tubuh bagian bawah berwarna kuning. Individu betina
mempunyai warna bulu lebih pudar dibandingkan individu jantan dengan bagian atas tubuh
berwarna kuning – olive serta bagian bokong dan bawah tubuh berwarna kuning. Beberapa
spesies yang mirip: Anthreptes malacensis. Aethopyga duyvenbodei merupakan spesies asli
dari Sangihe, Sulawesi Utara, meskipun beberapa catatan sejarah juga mengatakan bahwa
spesies ini juga berasal dari Siau. Pada tahun 1995, spesies ini secara regular ditemukan pada
7 lokasi dengan kelimpahan rendah. Tahun 1998 – 1999, spesies ini ditemukan pada gunung
Sahendaruman yang mengisyaratkan polupasi lokal dengan densitas tinggi. Densitas populasi
pada habitat sekunder rendah dan cukup terisolasi dari hutan primer mengindikasikan bahwa
populasinya mengalami resiliensi terhadap faktor rusaknya habitat alami. Kebanyakan jarang
ditemukan pada aeral luas dari wilayah ini mengindikasikan bahwa populasi ini terus
mengalami penurunan. Spesies ini banyak mengkolonisasi hutan primer, tepi hutan, semak
belukar dan wilayah perkebunan pada ketinggian 75-1000 m. seringditemukan berpasangan
dengan spesies lain membentuk kelompokkan tertentu.
Flores Crow (Corvus florensis)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Passeriformes
Corvidae
Corvus
Corvus florensis Büttikofer, 1894

Status: Dari tahun 1994-1996, spesies ini masuk dalam kategori Vulnerable dalam IUCN red
list. Namun berubah menjadi Endagered mulai tahun 2000-2012. Hilangnya habitat alami
serta fragmentasi habitat akibat penggunaan lahan pertanian yang muli ekstensif di Flores
merupakan ancaman utama bagi spesies ini Karena dapate mebatasi persebaran dan range
dari spesies ini. Pembukaan hutan deciduous di Golo Bilas untuk bahan kayu dan material

juga menjadi masalah tersendiri bagi spesies ini. Selain itu, terdapat ancaman minor dari
parasitisme yang dilakukan oleh tekukur. Sejauh ini, Konservasi spesies ini dilakukan di
taman reservasi Wolo Tadho dan Wae Wuul.
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuh medium, sekitar 40 cm. warna bulu dominan hitam,
irish gelap. Terdapat pemanjangan bulu hingga bagian tepi paruh. Spesies yang mirip: C.
macrorhynchos. Suara: high-pirched, secara berkala bersuara “cwaa atau cawaraa, juga
“waak” yang diulang 1-3 kali. Corvus florensis endemik di pulau Flores dan Rinca,
kepulauan Nusa Tenggara, terutama di wilayah dataran rendah di bagian timur Flores. Secara
keseluruhan, diakui bahwa spesies ini memiliki kelimpahan yang rendah dan populasinya
cenderung terus menurun. Mengkolonisasi hutan semi-evergreen, hutan lembab, dan hutan
musim deciduous, khususnya disepanjang aliran sungai mulai dari ketinggian 0-950 m.
Spesies ini umumnya mencari kanopi atau subkanopi. Pada daerah pesisir, spesies ini terdapat
pada hutan bamboo dan beberapa semak yang cenderung kering dan sedikit terdapat pohon.
Terdapat beberapa bukit bahwa spesies ini toleran terhadap degradasi hutan dan dapat hidup
pada tepi hutan berdekatan dengan kebun sayuran. Akan tetapi ukuran populasi yang kecil
pada beberapa patch habitat mengindikasikan bahwa spesies ini tidak dapat beradaptasi
dengan baik terhadap fragmentasi habitat
Flores Scops-owl (Otus alfredi)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Strigiformes
Strigidae
Otus
Otus alfredi (Hartert, 1897)

Status: Spesies ini masuk dalam kategori Endangered sejak tahun 2000-2012. Ancaman
utama terhadap spesies ini adalah hilangnya hutan dan juga fragmentasi karena allih fungsi
lahan, kebakaran hutan, maupun pembukaan hutan untuk transportasi. Spesies ini memiliki
range yang sangat sempit, kebanyakan huta primer yang masih bersih maupun yang
mengalami degradasi diluar dari taman rekreasi Ruteng. Sejauh ini, upaya konservasi yang
telah dilakukan adalah dengan melakukan perlindungan hutan pegunungan disekitar wilayah
taman rekreasi Ruteng.
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuh relatif kecil, antara 19- 21 cm. lempeng muka
bewarna cokelat-rufous gelap dengan alis putih dengan berkas telinga rufous. Terdapat tanda
putih halus pada bagian dahi dan tidak terdapat goresan pada bagian puncak kepala. Terdapat

garis putih pada scapulars, bulu pada sayap juga berwarna putih dengan ekor tidak bergaris.
Bagian bawah berwarna putih dengan bagian dada kaku berwarna cokelat namun tidak ada
tanda gelap. Iris, paruh dan kaki berwarna kuning. Spesies yang mirip: O. magicus dan O.
silvicola. Otus alfredi endemic pada pulau Flores dan kepulaun Nusa Tenggara, dan diketahui
terlokalisasi di pegunungan bagian barat. Awalnya ditemukan di Gunung Repot pada tahun
1896 di pegunungan Todo bagian barat daya dan tidak pernah terlihat lagi sampai tahun 1994
ketika individu juvenile tertangkap diketinggian 1.400 m pada bagian utara Poco Mandasawu
di pegunungan Ruteng, dan individu dewasa tertangkap di danau Ranamese pada ketinggian
1.200 m dari pegunungan Ruteng. Dilaporkan kembali terlihat didanau Ranamese pada tahun
1997, 2005 dan 2006. Memiliki range yang sempit dan kemungkinan jarangnya laporan
ditemukan spesies in diakibatkan spesies ini relaitf tidak aktif pada musim panas yang
umumnya dijadikan waktu observasi oleh peneliti. Secara Umum, spesies ini mengkolonisasi
hutan dipegunungan dengan ketinggian antara 1000-1400 meter.
Moluccan Woodcock (Scolopax rochussenii)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Charadriiformes
Scolopacidae
Scolopax
Scolopax rochussenii Schlegel, 1866

Status: Dari tahun 1994-1996, spesies ini berada dalam kategori Vulnerable pada IUCN red
list, kemudian berubah menjadi Endangered dari tahun 2000-2012. Kebanyakan hutan
dataran rendah di Obi rusak akibat logging dan penambangan emas illegal, semngara itu
dipulau ini hutan dataran tinggi relatif sedikit. Sementara pada pulau bacan, Gunung sibela,
distribusi spesies ini terbatas pada areal dataran tinggi seluas 100 km 2 , akan tetapi hutan pada
bagian dataran rendah terancam oleh alih fungsi lahan pertanian dan penambangan emas.
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuh relatif besar, kurang lebih 32-40 cm. paruh panjang
dan besar serta berwarna gelap. Bagian tubuh atas berwarna gelap dengan beberapa spot
berwarna kuning tua-kekuningan. Bagian bawah berwarna oranye kekuningan dengan
beberapa spot kehitaman yang terpisah satu sama lain. Terdapat garis berwarna hitam pada
bagian bawah leher dan diantara mata dan paruh. Spesies lain yang mirip: S. celebensis.
Scolopax rochussenii endemic pada pulau Bacan dan Obi, Maluku Utara. Spesies ini tidak
terobservasi pada survey tahun 1991 – 1992 namun berdasarkan keterangan penduduk lokal

diketahui bahwa spesies ini mengkolonisasi daerah pedalaman Obi. Merupakan burung
pegunungan tropis yang mengkolonisasi hutan pedalaman pada ketinggian diatas 500 m
selama musim panas. Sering melakukan perpindahan pada elevasi yang berbeda.
Sempidan Sumatera, Salvadori’s Pheasant (Lophura inornata)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Galliformes
Phasianidae
Lophura
Lophura inornata Salvadori, 1879

Status: Rentan (Collar dkk. 1994). Prioritas sangat tinggi (Mardiastuti dkk. 2008),
Vulnerable (Bird life Internasional). Dari tahun 1994 dimasukkan kedalam spesies vulnerable
(IUCN).
Deskripsi dan distribusi: Jantan (50 cm): bulu hitam kebiruan bersinar, sempidan tanpa
jambul, ekor pendek, kulit muka merah padam. Betina (42 cm): berbintik coklat kemerahan
dengan ekor coklat gelap dan kulit muka merah. Iris coklat, paruh putih kehijauan, kaki dan
tungkai abu-abu kehijauan, taji panjang (jantan). Endemik di pulau Sumatera, terbatas di
hutan Pegunungan bawah di Bukit Barisan tengah dan selatan (di selatan kawasan Ophir),
antara ketinggian 1.000-1.800 m, di Gunung Kerinci sampai ketinggian 2.200 m. Keberadaan
tidak umum sampai jarang. Hidup di lantai hutan pegunungan yang rapat, berpasangan atau
dalam kelompok kecil. Kebiasaan mirip sempidan lain.
Sempidan Aceh, Hoogerwerf’s Pheasant (Lophura hoogerwerfi)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Galliformes
Phasianidae
Lophura
Lophura hoogerwerfi Chasen, 1939

Status: : Rentan (Collar dkk. 1994). Prioritas sangat tinggi (Mardiastuti dkk.2008),
Vulnerable (Bird life Internasional). Vulnerable dari tahun 1994-2008 (IUCN).
.
Deskripsi dan distribusi : Berukuran besar (40-50 cm), berwarna gelap. Jantan belum
pernah dikoleksi, tetapi pernah diambil gambarnya di Lembah Mamas, Taman Nasional
Gunung Leuser. Pada gambar terlihat seperti Sempidan Sumatera, hitam kebiruan mengilap

dan tanpa jambul. Betina: mirip sekali dengan Sempidan Sumatera, tetapi punggung lebih
coklat, tubuh bagian bawah kurang coklat dan seluruhnya bercoretkan hitam. Terlihat leih
seragam tanpa pola sisik pada bulu tengah yang berwarna pucat yang terdapat pada Sempidan
Sumatera. Tubuh bagian bawah coklat kekuningan, tenggorokan keputih-putihan, ekor hitam.
Iris kuning lulur, paruh abu-abu biru, kulit muka gundul merah, kaki biru tua. Endemik di
Sumatera. Dikenal dari Sumatera Utara di hutan Pengunungan antara ketinggian 1.200-2.000
m. Ada sedikit catatan dari Daratan Tinggi Gayo (Termasuk Taman Nasional G. Leuser).
Hidup di lantai hutan, dalam kelompok kecil dengan satu jantan dan beberapa betina.
Paok Schneider, Schneider’s Pitta (Pitta schneideri)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Passeriformes
Pittidae
Pitta
Pitta schneideri Hartert, 1909

Status: Rentan (Collar dkk. 1994). Prioritas tinggi (Mardiastuti dkk. 2008), Vulnerable (Bird
life Internasional). Vulnerable sejak 1994-2008 (IUCN).
Deskripsi dan distribusi: Berukuran 22 cm, berwarna coklat dan biru, berkepala besar.
Jantan : mahkota dan tengkuk berwarna coklat berangan, tubuh bagian atas biru terang, bulu
terbang coklat kehitaman. Tubuh bagian bawah kuning-jingga, tenggorokkan keputihputihan, ada garis hitam sempit terputus melintasi dada atas. Dibandingkan dengan jantan:
betina biru gelap dan lebih suram, mahkota lebih pucat dan kurang jingga, bulu terbang lebih
coklat. Selain itu, perut lebih merah dan pita hitam pada dada lebih menonjol. Burung yang
belum dewasa: bercak-bercak coklat dengan bintik-bintik putih. Endemik di Sumatera yang
terbatas di Pegunungan Bukit Barisan (G. Sibayak, G. Kerinci, G. Kaba dan G. Dempu).
Menghuni lantai hutan pegunungan pada ketinggian antara 900-2400 m. Dulu umum terdapat
dilembah Kerinci, tetapi baru-baru ini ditemukan di tempat yang lebih tinggi di G. Kerinci.
Lebih menyukai hutan pegunungan yang tinggi. Menjelajahi hutan dengan mantap dengan
membalikkan daun kering untuk mencari serangga dan siput.
Paok Topi-Hitam, Black-crowned Pitta (Pitta venusta)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :

Animalia
Chordata
Aves
Passeriformes

Family :
Genus :
Spesies :

Pittidae
Pitta
Pitta venusta Müller, 1835

Status: Prioritas tinggi (Mardiastuti dkk. 2008), Vulnerable (Bird life Internasional). Dari
tahun 2000-2008 statusnya vulnerable (IUCN).
Deskripsi dan distribusi: Berukuran kecil (16 cm) , berwarna ungu, kepala hitam, perut
merah. Ada bercak biru pada sayap dan garis alis biru pendek dibelakang mata. Remaja :
seluruh bulu coklat gelap, garis alis biru. Endemik di Sumatera yang ditemukan di
Pegunungan Bukit Barisan, dari Ophir sampai Dempu. Jarang terdapat dihutan perbukitan
antara ketinggian 400-1.400 meter. Catatan publikasi yang terakhir adalah pada tahun 1918.
Berlompatan dilantai hutan yang gelap, basah dan sering berawa, kadang-kadang pada batang
rubuh dan onggokan belukar. Cukup jinak bila pengamat berdiam diri. Beberapa pakar
memperlakukan jenis ini sebagai bentuk dari paok delima (Pitta granatina). Pakar lain
menggabungkan dengan bentuk kalimantan bertopi hitam. Pendapat kedua ini tidak benar.
Ciung-mungkal Sumatera, Sumatran Cochoa (Chochoa beccarii)
Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :

Animalia
Chordata
Aves
Passeriformes
Turdidae
Chochoa
Chochoa beccarii Salvadori, 1879

Status: Rentan (Collar dkk. 1994), Vulnerable (Bird life Internasional).