RUANG LINGKUP BERLAKUNYA HUKUM PIDANA ME (1)

RUANG LINGKUP BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
MENURUT TEMPAT DAN WAKTU

NAMA : ZAKIRUL FUAD
NIM

: 160101040

NAMA : CUT RENI MUSTIKA
NIM

:160101048

DOSEN PEMBIMBING : SITI MURNI, S.HI, M.H

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
JURUSAN HUKUM KELUARGA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR - RANIRY
DARUSSALAM – BANDA ACEH

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum pidana adalah sebuah aturan – aturan yang mempunyai sanksi
kurungan, putusan bebas, putusan pidana dan lepas dari tuntutan pidana. Tindak
pidana merupakan penderitaan baik berupa fisik maupun psikis, ialah perasaan
tidak senang, sakit hati, amarah, tidak puas, terganggunya ketentraman batin. Hal
ini bukan dirasakan oleh pelaku kejahatannya saja, akan tetapi semua masyarakat
pada umumnya. Untuk itu perlunya diberikan balasan yang setimpal (sudut
objektif) kepada pelakunya.
Penerapan hukum pidana atau suatu perundang – undangan pidana
berkaitan dengan waktu dan tempat perbuatan dilakukan. Berlakunya hukum
pidana menurut waktu mempunyai arti penting bagi penentuan saat kapan
terjadinya perbuatan pidana. Ketentuan tentang berlakunya hukum pidana
menurut waktu dapat dilihat dari pasal 1 KUHP.
Selanjutnya berlakunya undang – undang hukum pidana menurut tempat
mempunyai arti penting bagi penentuan tentang sampai dimana berlakunya
hukum pidana sesuatu negara itu berlaku apabila terjadi perbuatan pidana.
Ketentuan tentang asas berlakunya hukum pidana ini dapat dilihat dalam pasal 2
sampai dengan pasal 9 KUHP.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pokok pikiran yang tertuang dalam latar belakang di
atas, maka masalah yang dibahas disini adalah:
1). Apa pengertian Hukum Pidana ?
2). Bagaimana berlakunya Hukum Pidana menurut waktu?
3). Bagaimana berlakunya Hukum Pidana menurut tempat?

1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dalam makalah ini
antara lain adalah:
1). Untuk mengetahun pengertian Hukum Pidana.
2). Untuk mengetahui berlakunya Hukum Pidana menurut tempat dan waktu.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum pidana
Hukum pidana ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran –
pelanggaran dan kejahatan – kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan
yang di ancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
Antara pelanggaran dan kejahatan terdapat perbedaan yang berikut :
1).Pelanggaran ialah mengenai hal – hal kecil atau ringan, yang diancam dengan

hukuman denda, misalnya : Sopir mobil yang tak memiliki Surat Izin
Mengemnudi (SIM).
2).Kejahatan ialah mengenai soal – soal yang besar, seperti : pembunuhan,
penganiayaan, penghinaan, pencurian, dan sebagainya. Contoh pelanggaran
kejahatan terhadap kepentingan umum berkenaan dengan :
a).Badan/Peraturan

Perundangan

Negara,

misalnya

pemberontakan,

penghinaan, tidak membayar pajak, melawan pegawai negeri yang sedang
menjalankan tugasnya.
b). Kepentingan hukum tiap manusia :
1). Terhadap jiwa (pembunuhan)
2). Terhadap tubuh (penganiayaan)

3). Terhadap kemerdekaan (penculikan)
4). Terhadap kehormatan (penghinaan)
5). Terhadap milik (pencurian)1
Ada beberapa definisa hukum pidana yang diuraikan di bawah antara lain :
1).Hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai
perbuatan – perbuatan yang dapat di hukum dan aturan pidananya.

1 Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (jakarta : Balai Pustaka,
2002), hlm 257 - 258

2).Hukum Pidana dalam arti :
a). Objektif (Ius Poenale), meliputi :
• Perintah dan larangan yang pelanggarannya di ancam dengan sanksi
pidana oleh badan yang berhak.
• Ketentuan – ketentuan yang mengatur upaya yang dapat dipergunakan,
apabila norma itu di langgar, yang dinamakan dengan hukum penitentiaire.
• Aturan – aturan yang menentukan kapan dan dimana berlakunya norma –
norma tersebut di atas.
2.2 Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana menurut Tempat
Teori tentang ruang lingkup berlakunya hukum pidana nasional menurut

tempat terjadinya. Perbuatan ( yurisiksi hukum pidana nasional), apabila ditinjau
dari sudut negara ada 2 pendapat yaitu :
1).Perundang – undangan dimana hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan
pidana yang terjadi di wilayah negara, baik dilakukan oleh warga negaranya
sendiri maupun oleh orang lain (asas teritorial).
2).Perundang - undangan hukum pidana berlaku bagi semua pidana yang
dilakukan oleh warga negara, dimana saja, juga apabila perbuatan pidana itu
dilakukan diluar wilayah negara. Pandangan ini disebut menganut asas
personal atau prinsip nasional aktif.2
Asas berlakunya undnag – undang hukum pidana menurut tempat dapat
dibedakan menjadi empat asas, yaitu asas territorial (territorialiteitsbeginsel), asas
personal (personaliteitsbeginsel), asas perlindungan atau nasional yang pasif
(bescermingsbeginsel atau passief nationliteitsbeginsel), dan asas universal
(universaliteitsbeginsel). Menurut Pompe, yang mendasar sifat hukum pidana
adalah melindungi, maka asas perlindungan menjadi sumber dari semua asas –
asas, oleh karena itu keempat asas itu dapat dipersatukan menjadi asas – asas
perlindungan untuk kepentingan dan kewibawaan dari setiap subjek hukum yang
harus di lindungi.3

2 Prodjodikoro Wiejono, Asas – Asas Hukum Pidana, hlm 3

3 Bambang Poernomo, Asas – Asas Hukum Pidana, (Jakarta : Balai Aksara, 1993) hlm 58

Berlakunya undang – undang hukum pidana berdasarkan asas hukum
menurut tempat, telah tercantumkan dalam ketentuan dari pasal 2 – 9 KUHP,
berikut uraina asas – asas hukum pidana menurut tempat, antara lain :
1). Asas Teritorial
Asas ini diatur dalam KUHP yaitu dalam pasal 2 KUHP yang menyatakan:
“Ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia ditetapkan bagi setiap
orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia”.
Perluasan dari asas teritorial diatur dalam pasal 3 KUHP yang
menyatakan: “Ketentuna pidana perundang – undangan Indonesia berlaku bagi
setiap orang yang diluar wilayah Indonesia yang melakukan tindak pidana
didalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”.
2). Asas Personal (Nasional Aktif)
Asas personal (actief nationaliteit) yang terkandung dalam pasal 5 KUHP
dapat dibagi atas tiga golongan yaitu :
a). Pada ayat (1) ke-1 menetukan beberapa perbuatan pidana yang membahayakan
kepentingan nasional bagi Indonesia, dan perbuatan – perbuatan itu tidak dapat
diharapkan dikenai pidana ataupun sungguh – sungguh untuk dituntut oleh undang
– undang hukum pidana negara asing, oleh karena itu pembuat deliknya adalah

warga negara Indonesia, maka kepada setiap warga negara Indonesia yang diluar
wilayah Indonesia yang melakukan perbuatan pidana tertentu itu berlaku KUHP.
b). Ayat (1) ke-2 memperluas ketentuan golongan pertama, dengan syarat – syarat
bahwa 1). Perbuatan – perbuatan yang terjadi harus merupakan kejahatan menurut
ketentuan KUHP, dan 2). Juga harus merupakan perbuatan yang diancam dengan
pidana oleh undang – undang hukum pidana negara asing dimana perbuatan
terjadi. Dua syarat itu harus dipenuho, sebab apabila menurut hukum pidana
negara asing tidak diancam dengan pidana, maka KUHP tidak berlaku sekalipun
sebagai kejahatan (diluar golongan pertama).
c). Pada ayat (2) untuk menhadapi kejahatan yang dilakukan dengan perhitungan
yang masak dan agar tidak lolos dari tuntutan hukum, yaitu apabila orang asing

diluar negeri melakukan kejahatan (golongan kedua) dan sesudah itu melakukan
naturalisasi menjadi warga negara Indonesia, maka penuntutan atas kejahatan
pasal 5 ayat (1) kedua masih dapat dilaksankan.
Sekalipun rumusan pasal 5 ini memuat perkataan “Ditetapkan bagi warga
negara Indonesia yang diluar wilayah Indonesia”, sehingga seolah – olah
mengandung asas personal akan tetapi sesungguhnya pasal 5 KUHP memuat asas
melindungi kepentingan nasional (asas nasional pasif) karena ketentuan pidana
yang diberlakukannya bagi warga negara diluar wilayah teritorial wilayah

Indonesia tersebut hanya pasal – pasal tertentu saja, yang dianggap penting
sebagai pelindungan terhadap kepentingan nasional.
3). Asas Perlindungan (Nasional Pasif)
Asas perlindungan (nasional pasif) adalah asas yang menyatakan
berlakunya undang – undang hukum pidana Indonesia di luar wilayah negara bagi
setiap orang, warga negara atau orang asing yang melanggar kepentingan hukum
Indonesia atau melakukan perbuatan pidana yang membahayakan kepentingan
nasional Indonesia di luar negeri.
Pasal 4 ke-1, ke-2 bagian akhir dan ke-3 KUHP mengandung asas nasional
passif

atau

asas

perlindungan

(passief

nasionaliteitsbeginsel


atau

beschermingsbeginsel), dengan alasan menilik kejahatan – kejahatan yang
ditunjuk disitu semua kejahatan yang amat penting karena menyangkut martabak
Negara dan Kepala Negara, Pemerintah, Kaemanan Negara, maupun Keuangan
atas Perekonomian Negara.
4). Asas Universal
Asas universal adalah asas yang menyatakan setiap orang yang melakukan
perbuatan pidana dapat dituntut undang – undang hukum pidana Indonesia diluar
wilayah negara untuk kepentingan hukum bagi seluruh dunia. Namun tidak
mungkin semua kepentingan hukum didunia akan mendapat perlindungan,
melainkan hanya untuk kejahatan yang menyaangkut tentang keuangan dan
pelayaran. Pasal 4 ke-2 kalimat pertama dan keempat KUHP mengandung asas
universal yang melindungi kepentingan hukum dunia terhadap kejahatan dalam

mata uang atau uang kertas dan pembajakan laut, yang dilakukan oleh setiap
orang, dan dimana saja dilakukan.
2.2 Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana menurut Waktu
Sumber utama tentang berlakunya undang – undang hukum pidana

menurut waktu, tersimpul dalam pasal 1 ayat (1) KUHP dan pasal 1 ayat (2)
KUHP.
1). Pasal 1 ayat (1) KUHP
Sesuai yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1) KUHP yang mengatakan
bahwa “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan
ketentuan perundang – undangan pidana yang telah ada”. Maka apabila perbuatan
tersebut telah dilakukan orang setelah suatu ketentuan pidana menurut undang –
undang itu benar – benar berlaku, pelakunya itu dapat dihukum dan dituntut
berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam ketentuan pidana tersebut.
Ini berarti bahwa orang yang telah melakukan suatu tindak pidana dan
diancam dengan hukuman oleh undang – undang itu hanya dapat dihukum dan
dituntut berdasarkan undang – undang pidana atau berdasarkan ketentuan pidana
menurut undang – undang yang berlaku, pada waktu orang tersebut telah
melakukan tindakannya yang terlarang dan diancam dengan hukuman.
Didalam pasal 1 ayat (1) KUHP mengandung asas legalitas, yakni
seseorang tidak dapat dikenai hukuman atau pidana jika tidak ada undang –
undang yang dibuat sebelumnya. Contoh : pada sekitar tahun 2003 di Yogyakarta
terjadi kasus cyber crime yang berupa carding, tetapi pada saat itu undang –
undang tentang cyber crime belum disahkan oleh karena itu para pelaku tidak bisa
diadili atau dikenai hukuman. Kemudian pada bulan Maret tahun 2008, Menteri

Komunikasi dan Informasi M.NUH sebagai wakil pemerintah dalam sidang
Paripurna mengapresiasikan sikap DPR yang menyetujui RUU ITE untuk
kemudian resmi menjadi undang – undang.

2). Pasal 1 ayat (2)
Konsep KUHP lebih memperinci perubahan undang – undang pidana
tersebut. Pasal 1 ayat (2) KUHP merupakan pengecualian terhadap berlaku surut
(reokraktif) undang – undang pidana. Berdasarkan pasal 1 ayat (2) KUHP
dimungkinkan suatu peraturan pidana berlaku surut, namun demikian aturan
undang – undang tersbeut haruslah yang paling ringan atau menguntungkan bagi
terdakwa.
Dalam pasal 1 ayat (2) KUHP mempunyai 2 ketentuan pokok, yaitu :
a. Sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang – undangan.
b. Dipakai aturan yang paling menguntungkan atau meringankan.
Menurut Bambang Poernomo, 2 ketentuan dalam pasal 1 ayat (2) KUHP
itu menimbulkan pandangan dan masalah, sehingga perlu ditinjau kembali atas
kemanfaatan dari hukum peralihan yang perumusannya seperti itu akan ditiadakan
sama sekali dengan pertimbangan sebagai berikut:
Tidak ada hukum yang berdiri sendiri tanpa pengaruh dari lapangan
hukum yang lain sehingga hukum pidana akan tetap memperhatikan
perkembangan lapangan hukum yang lain.
a).Dasar perubahan undang – undang yang baru adalah karena bahan
perasaan/keyakinan/kesadaran hukum rakyat, yang melalui badan pembentuk
undang – undang membentuk undang – undang baru, untuk perbuatan pidana
yang terjadi kemudian sehingga perubahan undang – undang yang karena
sifatnya berlaku sementara tidak termasuk perubahan disini.
b).Perubahan undang – undang yang menyangkut berat atau ringannya ancaman
pidana tidak akan mempunyai arti, karena didalam prakteknya hakim tetap
memegang asas kebebasan didalam menjatuhkan pidana yang di ancam.
c).Asas lex temporis delicti yang berlaku secara tertulis maupun tidak tertulis
adalah asas yang menjamin kepastian hukum serta keadilan hukum.
Kemudian Bambang Poernomo lebih lanjut menyatakan bahwa hukum
peralihan yang tercantum dalam pasal 1 ayat (2) KUHP hanyalah mempunyai arti
historis bagi suatu negara yang untuk pertama kali mempunyai dan membentuk

kodifikasi atau udang – undang hukum pidana sebagai peralihan dari keadaan
hukum yang teratur dan sewenang – wenang menuju tata tertib hukum pidana.4

4 Http://Dzuriatu-assahar.blogspot.co.id, berlakunya hukum pidana menurut tempat dan
waktu, diaksed pada tanggal 07 Maret 2017

BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
1). Hukum pidana ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran – pelanggaran
dan kejahatan – kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang di
ancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
2).Ruang lingkup berlakunya Hukum Pidana terbagi atas 2 keadaan yaitu menurut
tempat dan waktu.
3).Ruang lingkup berlakunya hukum pidana menurut tempat terbagi atas empat
asas, yaitu (1). Asas teritorial, (2). Asas personal, (3) Asas perlindungan, (4)
Asas universal.
4). Ruang lingkup berlakunya hukum pidana menurut waktu itu sumber utamanya
tersimpul dalam pasal 1 ayat (1) KUHP dan pasal 1 ayat (2) KUHP.
3.2 Saran
Demikianlah makalah tentang ruang lingkup berlakunya hukum pidana
menurut tempat dan waktu yang dapat kelompok kami sampaikan. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak
kesalahan. Untuk itu kami mohon maaf dan kritikannya yang membangun untuk
perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA
Bambang Poernomo, Asas – Asas Hukum Pidana, (Jakarta : Balai Aksara, 1993)
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (jakarta : Balai
Pustaka, 2002)
Prodjodikoro Wiejono, Asas – Asas Hukum Pidana
Http://Dzuriatu-assahar.blogspot.co.id, berlakunya hukum pidana menurut tempat
dan waktu