BAHASA YANG HEMAT KATA jujur

BAHASA YANG HEMAT KATA
Drs. Helmi Hidayat, MA

Disusun oleh :
Salsabila 11150510000245
Muhammad Zaky Muhtarom 11150510000215
KPI 4B

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017

Daftar Isi
BAB I.........................................................................................................................................2
PENDAHULUAN......................................................................................................................2
A. Latar Belakang................................................................................................................2
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................3
C. Tujuan..............................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................4
PEMBAHASAN........................................................................................................................4

Pengantar................................................................................................................................4
Penanggalan kata mubazir......................................................................................................4
1.

Hari,Tanggal, Bulan, dan Tahun..................................................................................4

2.

Konjungsi Bahwa........................................................................................................5

3.

Konjungsi Adalah, Ialah, Yaitu, Yakni, dan Merupakan..............................................5

4.

Konjungsi Untuk, Guna, dan Bagi .............................................................................6

5.


Kata Telah, Sedang, dan Akan.....................................................................................7

6.

Kata Dari dan Daripada...............................................................................................7

7.

Kata Bantu Bilangan....................................................................................................8

8.

Kata-kata Di Mana, Dari Mana, Yang Mana, Hal Mna, Apa, dan Kepada Siapa........9

9.

Kata Penanda Jamak dan Bentuk Ulang....................................................................10

10. Kata Mengenai, Tentang dan Perihal.........................................................................10
11. Kata-kata Hipernimi dan Hiponimi...........................................................................11

BAB III.....................................................................................................................................13
PENUTUP................................................................................................................................13
Kesimpulan...........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................14

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang.
Bahasa Jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh wartawan atau jurnalis dalam
menulis karya-karya jurnalistik, seperti surat kabar, majalah, atau tabloid. Bahasa jurnalistik
harus jelas dan mudah dipahami oleh pembaca dengan ukuran intelektual minimal, sehingga
mudah dipahami isinya. Namun demikian, bahasa jurnalistik juga harus mengikuti kaidah-kaidah
kebahasaan.
Bahasa jurnalistik memiliki ciri-ciri yang khas: singkat, padat, sederhana, lugas, menarik
dan jelas. Oleh karena itu, bahasa jurnalistik sangat mengutamakan kemampuan untuk bisa
menampilkan semua informasi yang dibawanya kepada pembaca secepatnya atau bahasa yang
lebih mengutamakan daya komunikasinya.
Bahasa jurnalistik diperlukan terutama dalam profesi sebagai wartawan karena kebutuhan

akan kecepatan waktu dan keterbatasan ruang halaman. Dalam buku Pengetahuan Dasar Bagi
Wartawan Indonesia terdapat tulisan Goenawan Mohammad tentang bahasa jurnalistik, yaitu
“Meski pers nasional yang menggunakan bahasa Indonesia sudah
cukup lama usianya, sejak sebelum tahun 1928 (tahun Sumpah
Pemuda), tapi sekarang bahasa jurnalistik perlu menuju bahasa
jurnalistik Indonesia yang lebih efisien. Artinya lebih hemat dan
lebih jelas. Asas hemat dan jelas ini penting untuk reporter dan
editor.”
Dari ungkapan tersebut telah terdapat gambaran umum yang selanjutnya diuraikan
menjadi ciri-ciri bahasa jurnalistik dan membawanya pada istilah Hemat kata. Hemat kata dalam
bahasa jurnalistik menganjurkan agar teks itu singkat tanpa harus merusak dan mereduksi pesan.
Teks yang singkat dengan mengandung pesan yang utuh akan menghemat waktu dan tenaga
dalam memahaminya. Hemat kata dalam bahasa jurnalistik juga harus menghindari kata-kata
yang mubazir
2
B. Rumusan Masalah

1. Apa saja penanggalan kata mubazir?
2. Apa saja contoh penanggalan kata mubazir?
C. Tujuan Masalah

1. Agar mengetahui apa saja penanggalan kata mubazir
2. Agar mengetahui apa saja contoh penanggalan kata mubazir

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengantar
Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang membuang kata mubazir, sehingga tercapailah
efisiensi bahasa yang menjadi syarat penulisan berita yang baik. Kata mubazir adalah istilah
yang pertama kali dilontarkan Rosihan Anwar dalam sidang Kongres Bahasa Indonesia III.
Maknanya adalah kata yang bila tidak dipakai tidak akan mengganggu kelancaran
komunikasi. Kata mubazir adalah kata yang sifatnya terasa berlebih-lebihan
Kata mubazir adalah kata-kata bersinonim atau kata-kata yang sama maknanya dan
digunakan bersama-sama sekaligus sehingga menjadi mubazir, yaitu menjadi berlebihan.
Penggunaan kata mubazir itu dalam tuturan atau tulisan sebaiknya dihindari karena
menimbulkan makna yang berlebihan.
B. Penanggalan kata mubazir
Menurut B.H. Haed (1997) kata-kata mubazir adalah kata-kata yang apabila tida
dipakai tida akan mengganggu kelancaran komunikasi. Dalam bahasa Indonesia ada

sejumlah kata yang dianggap mubazir, antara lain seperti yang dibicarakan berikut ini:
1. Hari, Tanggal, Bulan, dan Tahun
Kata-kata hari, tanggal, bulan, dan tahun adalah kata-kata yang menyatakan
waktu. Untuk menerapkan prinsip hemat kata, kata-kata itu bisa ditanggalkan karena
tidak akan mengganggu makna kalimat dan kelancaran komunikasi.
Contoh:
(a) Rapat akan diadakan pada hari Jumat tanggal 22 bulan Januari tahun 2010.
(b) Jaksa penuntut umum membacakan tuntutan pada hari Senin tanggal 18 Januari
tahun 2010.
(c) Sidang pansus dimulai pukul 08.30 pagi dan berakhir pukul 17.30 sore.
(d) Gempa susulan pertama terjadi pada pukul 05.45 WIB dan kedua pada pukul 05.50
WIB.
Menjadi:
(a) Rapat akan diadakan Jumat, 22 Januari 2010.
(b) Jaksa penuntut umum membacakan tuntutannya Senin, 18 Januari 2010.
4
(c) Sidang pansus dimulai 08.00 dan berakhir 17.30.
(d) Gempa susulan pertama terjadi pada 05.45 WIB dan kedua pada 05.50 WIB.

2. Konjungsi Bahwa

Kata bahwa adalah konjungsi yang bertugas menghubungkan klausa utama (induk
kalimat) dengan klausa bawahan (anak kalimat) yang menyatakan kesamaan.
Contoh:
(a) Kami sudah tahu bahwa mereka akan menikah bulan depan.
(b) Kabar bahwa gaji pejabat tinggi akan naik tidaklah benar.
(c) Bahwa anggota DPR itu terlibat kasus korupsi masyarakat umum sudah tahu.
(d) Wakil presiden itu mengatakan, bahwa ia masih tetap berkeyakinan bahwa sejumlah
negara tertentu sangat setuju dengan terpecah belahnya Pakistan, dan bahwa
menyerahnya Pakistan Timur merupakan salah satu dari tujuan-tujuan mereka
Menjadi:
(a) Kami sudah tahu, mereka akan menikah bulan depan.
(b) Kabar, gaji pejabat tinggi akan naik, tidaklah benar.
(c) Masyarakat umum sudah tahu, anggota DPR itu terlibat kasus korupsi.
(d) Wakil presiden itu mengatakan, ia masih tetap yakin sejumlah negara tertentu sangat
setuju dengan terpecah-belahnya Pakistan dan menyerahnya Pakistan Timur
merupakan salah satu dari tujuan-tujuan mereka.
Menurut M. Wonohito (dalam Rosihan Anwar 1991), “Rasanya baik penggunaan kata
bahwa itu dihemat, dan hanya dipakai kalau memang amat perlu untuk kejelasan kalimat
yang sekali-sekali harus panjang”.
3. Konjungsi Adalah, Ialah, Yaitu, Yakni, dan Merupakan

Konjungsi adalah, ialah, yaitu, yakni, dan merupakan adalah konjungsi yang secara
semantic menghubungkan menyamakan dua buah klausa, atau antara klausa dengan
bagian klausa lain dalam sebuah kalimat. Dalam bahasa bau kelima konjungsi itu
mempunyai fungsi penggunaan masing-masing.
Contoh:
(a) Dia adalah seorang guru SD di Jakarta.
(b) Sukarno, adalah presiden pertama Republik Indonesia.
(c) Sukarno, adalah presiden pertama Republik Indonesia, kini telah tiada.

(d)
(e)
(f)
(g)

5
Sukarno ialah presiden pertama Republik Indonesia dimakamkan di Blitar.
Mereka yang berdebat sengit dalam sidang kasus Bank Century di DPR ialah Gayus
Lumbuun dan Ruhut Sitompul.
Program studi yang tidak ada pada fakultas itu adalah program studi Matematika
dan Biologi.

Bengawan Solo yakni sungai terpanjang di pulau Jawa bermuara di laut Jawa.

(h) Anak beliau ada dua orang yaitu Ali dan Siti.
(i) Keberhasilan ini merupakan hasil kerja keras kami.
(j) Tindakannya itu adalah merupakan suatu penyelewengan berlebihan.
Menjadi:
(a) Dia guru SD di Jakarta.
(c) Sukarno, presiden pertama Republik Indonesia, kini telah tiada.
(d) Sukarno, presiden pertama Republik Indonesia, dimakamkan di Blitar.
(f) Program studi yang tidak ada pada fakultas itu adalah Matematika dan Biologi.
(g) Bengawan Solo, sungai terpanjang di Pulau Jawa, bermuara di laut Jawa.
(h) Anak beliau ada dua orang: Ali dan Siti.
(j) Tindakannya itu adalah suatu penyelewengan berlebihan.
Tindakannya itu merupakan suatu penyelewengan berlebihan.
Perlu diperhatikan kata adalah sebaiknya digunakan kalau unsur subjek atau
unsur predikat merupakan frase yang panjang.
Contoh:
(a) Yang harus dipikirkan sekarang ini adalah bagaimana caranya menyimpan uang
dengan aman.
(b) Kakeknya adalah seorang pengkhianat bangsa pada masa revolusi dulu.

4. Konjungsi Untuk, Guna, dan Bagi
Kata untuk, guna, dan bagi adalah konjungsi untuk menghubungkan dua bagian
kalimat atau klausa yang menyatakan tujuan atau peruntukan.
Contoh:
(a) Ibu ke pasar untuk membeli beras.
(b) Sutiyoso mendeklarasikan diri untuk menjadi calon presiden 2009-2014.
(c) Untuk meningkatkan mutu pendidikan guru-guru akan disertifikasi.
(d) Jalan laying dibangun guna melancarkan arus lalu lintas.
(e) Guna mengatasi banjir pemda DKI membangun saluran banjir kanal timur.
6
(f) Bagi saya uang seribu rupiah besar artinya.
(g) Kami berdemo bagi penyelamatan keuangan negara.
Menjadi:
(a) Ibu ke pasar membeli beras.
(b) Sutiyoso mendeklarasikan diri menjadi calon presiden 2009-2014.
5. Kata Telah, Sedang, dan Akan

Kata telah (dengan padanannya sudah), sedang (dengan padanannya tengah), dan
akan adalah kata-kata yang menyatakan ‘kala’ atau tenses. Kata telah untuk menyatakan
suatu yang sudah terjadi atau berlangsung, kata sedang untuk menyatakan suatu kejadian

atau perbuatan yang tengah berlangsung, dan kata akan menyatakan sesuatu yang belum
terjadi atau akan terjadi.
Contoh:
(a) Sejumlah stasiun televisi telah menyiarkan berita itu.
(b) Kemarin presiden telah meresmikan usaha peternakan lebah itu di Bogor.
(c) Pansus angket Bank Century sedang memeriksa beberapa saksi ahli.
(d) Dewasa ini KPK sedang sibuk memeriksa Anggoro Widjoyo.
(e) Bulan depan Gubernur DKI akan meresmikan proyek Panti Anak Jalanan.
(f) Polisi akan menindak semua pengendara sepeda motor yang tidak memakai helm.
Menjadi:
(b) Kemarin presiden telah meresmikan usaha peternakan lebah itu di Bogor.
(d) Dewasa ini KPK sedang sibuk memeriksa Anggoro Widjoyo.
(e) Bulan depan Gubernur DKI akan meresmikan proyek Panti Anak Jalanan.
6. Kata Dari dan Daripada
Dewasa ini kata dari dan daripada di dalam masyarakat digunakan secara berlebihlebihan, yang tidak sesuai dengan kaidah gramatikal bahasa baku.
Contoh:
(a) Pidato dari Presiden minggu lalu tidak menyebut-nyebut masalah perubahan kabinet.
(b) Setiap pagi beliau berjalan kaki dari rumah ke kantor.
(c) Rantai arlojinya terbuat dari emas 20 karat.
(d) Pertemuan daripada para gubernur berlangsung di Istana Bogor.
(e) Ada anggota pansus angket Bank Century yang tidak mengerti arti daripada kata
sistemik.
7
(f) Daripada bermain lebih baik kita belajar.
Menjadi:
(a) Pidato dari Presiden minggu lalu tidak menyebut-nyebut masalah perubahan kabinet.
(d) Pertemuan daripada para gubernur berlangsung di Istana Bogor.
(e) Ada anggota pansus angket Bank Century yang tidak mengerti arti daripada kata
sistemik.
7. Kata Bantu Bilangan

Dalam bahasa Indonesia lama atau bahasa Melayu kita mengenal banyak sekali
kata bantu bilangan, yaitu orang, ekor, buah, pucuk, lembar, kaki, sisir, butir, biji, potong,
iris, suap, kerat, batang, bentuk, ulas, dan lain-lain.lalu, dalam perkembangannya katakata bantu bilangan itu banyak yang sudah tidak digunakan lagi. Yang masih digunakan,
antara lain, hanyalah orang, ekor, biji,dan lembar.
Contoh:
(a) Dua orang Tanzania di Tanah Abang ditangkap yang berwajib karena kedapatan
membawa sabu-sabu.
(b) Beliau orang kaya, mobilnya saja ada tiga buah.
(c) Setiap pagi beliau makan telur ayam tiga butir.
(d) Adik menulis surat dengan sebatang pensil.
(e) Saya beli 10 buah buku tulis dan 10 buah batang pensil.
(f) Barang bukti berupa satu buah cincin emas dan satu buah kalung disita dari tangan
tersangka.
Menjadi:
(a) Dua orang Tanzania di Tanah Abang ditangkap karena kedapatan membawa sabusabu.
(b) Beliau kaya, mobilnya saja ada tiga.
(c) Setiap pagi beliau makan telur ayam tiga.
(d) Adik menulis surat dengan pensil.
(e) Saya beli 10 buku tulis dan 10 batang pensil.
(f) Barang bukti satu cincin emas dan satu kalung disita dari tersangka.
Dari contoh tersebut dapat kita katakan bahwa kata bantu bilangan pada posisi
tertentu dapat ditanggalkan dalam usaha kita melaksanakan prinsip hemat kata dalam
penulisan berita.

8
Dari contoh tersebut dapat kita katakan bahwa kata bantu bilangan pada posisi
tertentu dapat ditanggalkan dalam usaha kita melaksanakan prinsip hemat kata dalam
penulisan berita.
8. Kata-kata Di Mana, Dari Mana, Yang Mana, Hal Mana, Apa, dan Kepada Siapa
Dalam bahasa sehari-hati sering kita dengar atau baca kata-kata di mana, dari
mana, yang mana, hal mana, apa, dan kepada siapa, dan sebagainya digunakan orang.
Contoh:
(a) Rumah di mana para tersangka teroris itu bersembunyi digerebek polisi.
(b) Orang dari mana sumber berita itu berasal telah menghilang.

(c) Keadaan di Timika sangat gawat yang mana mengancam keselamatan banyak orang.
(d) Tawuran pelajar di kota-kota besar sudah meresahkan masyarakat, hal mana telah
menjadi perhatian yang berwajib.
(e) Kata pejabat itu, hasil kerjanya telah sesuai dengan apa yang diharapkan rakyat
banyak.
(f) Petugas kecamatan itu kepada siapa saya minta tolong tidak mau menolong kalau
tidak diberi apa-apa.
Menjadi:
(a) Rumah tempat para tersangka teroris itu bersembunyi digerebek polisi.
(b) Orang tempat sumber berita itu berasal telah menghilang.
(c) Keadaan di Timika sangat gawat sehingga mengancam keselamatan banyak orang.
(d) Tawuran pelajar di kota-kota besar sudah meresahkan masyarakat, hal itu telah
menjadi perhatian yang berwajib.
(e) Kata pejabat itu, hasil kerjanya telah sesuai dengan yang diharapkan rakyat banyak.
(f) Petugas kecamatan yang saya minta tolong tidak mau menolong kalau tidak diberi
apa-apa.
Bila diperhatikan contoh-contoh tersebut tidak mengurangi jumlah kata pada
setiap kalimat karena kata-kata yang ditinggalkan, tetapi diganti dengan kata-kata lain.
Namun, dengan kalimat-kalimat revisi itu, menurut Rosihan Anwar(1991), kita telah
berpikir menurut kaidah bahasa Indonesia, bukan lagi menurut kaidah bahasa Belanda
atau bahasa Inggris.

9
9. Kata Penanda Jamak dan Bentuk Ulang
Dalam Bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang menyataan ‘jamak’ atau pluralis,
seperti kata-kata semua, sebagian, sejumlah, banyak, seluruh, sekalian, para, dan
sebagainya. Di samping itu, ada pula bentuk ulang yang berfungsi menyatakan ‘jamak’.
Lalu, di dalam masyarakat umum banya kita dapati kata jamak dan bentu ulang
digunakan bersama sekaligus. Dalam upaya melaksanakan hemat kata, hal ini tidak boleh
terjadi.
Contoh:
(a) Banyak guru-guru yang belum lulus sertifikasi mempertanyakan nasibnya
(b) Saudara-saudara sekalian harap menunggu dengan tenang.
(c) Hampir semua peraturan-peraturan daerah perlu dikaji ulang.
(d) Indonesia akan mengekspor berbagai barang-barang kerajinan ke Eropa.
(e) Sebagian besar dosen-dosen UNJ (Universitas Negeri Jakarta) belum disertifikasi.

(f) Dikabarkan ribuan pengungsi-pengungsi korban gempa di Haiti mulai dihinggapi
berbagai penyakit.
Menjadi:
(a) Guru-guru yang belum lulus sertifikasi mempertanyakan nasibnya.
Banyak guru yang belum lulus sertifikasi mempertanyakan nasibnya.
(b) Saudara-saudara harap menunggu dengan tenang.
Saudara sekalian harap menunggu dengan tenang.
(c) Hampir semua peraturan daerah perlu dikaji ulang.
(d) Indonesia akan mengekspor berbagai barang kerajinan ke Eropa.
Indonesia akan mengekspor barang-barang kerajinan ke Eropa.
(e) Sebagian besar dosen UNJ (Universitas Negeri Jakarta) belum disertifikasi.
(f) Dikabarkan ribuan pengungsi korban gempa di Haiti mulai dihinggapi berbagai
penyakit.
10. Kata Mengenai, Tentang dan Perihal
Menurut kaidah tata bahasa Indonesia hubungan antara kata kerja aktif transtitif
dan objek di dalam kalimat harus bersifat langsung. Artinya, antara keduanya tidak boleh
disisipi kata-kata apa pun. Namun, dalam penggunaan bahasa sehari-hari sering kita
temukan digunakannya kata-kata mengenai, tentang, atau perihal yang diletakkan di
antara kata kerja aktif transitif yang menjadi predikat sebuah kalimat dengan objeknya

10
Contoh:
(a) Tokoh politik itu membicarakan mengenai kebijakan pemerintah di bidang keuangan
dan ekonomi.
(b) Tugas pansus hak angket DPR mengenai Bank Century adalah membahas tentang
aliran dana yang berjumlah Rp 6,7 triliun itu.
(c) Para gubernur melaprkan perihal keadaan daerahnya masing-masing.
Kata mengenai pada kalimat (a), kata tentang pada kalimat (b), dan kata perihal
pada kalimat (c) dalam pelaksanaan prinsip hemat kata sudah sepatutnya ditanggalkan.
Apalagi kehadirannya dalam kalimat tersebut melanggar kaidah tata bahasa Indonesia.
11. Kata-kata Hipernimi dan Hiponimi
Di dalam kajian semantic (kajian tentang makna) dikenal adanya istilah hipernimi
(disebut juga superordinate) dan hiponimi (disebut juga subordinat).
Hipernimi adalah kata yang maknanya mencakupi makna sejumlah kata lain.
Misalnya, makna kata ikan mencakup makna kata-kata seperti tongkol, kakap, cakalang,
tenggiri, bandeng, dan lain-lain. Makna kata bunga mencakup makna kata seperti melati,

mawar, cempaka, kamboja, hebras, dan sebagainya. Makan kata burung mencakup kata
merpati, gelatik, tekukur, garuda, elang, dan sebagainya.
Hipomini adalah sebuah kata yang maknanya tercakup dalam makna kata lain
yang lebih luas. Jadi, kata kakap maknanya tercakup dalam makna kata ikan, dan kata
melati maknanya tercakup dalam makna bunga.
Dalam rangka menerapkan prinsip hemat kata dalam menyebut kata hiponimi
maka kata hiperniminya tidak perlu disebutkan. Jadi, cukup menyebut melati saja, tidak
usah bunga melati, cukup menyebut tongkol saja, tidak usah ikan tongkol, dan cukup
menyebut merpati saja, tidak usah burung merpati.
Contoh:
(a) Para demonstran datang ke depan gedung DPR naik kendaraan bus dan truk.
(b) Karena tidak ada pengawasan maka di jalur hijau itu telah bermunculan bangunan
gubuk-gubuk dan rumah-rumah liar.
(c) Bunga anggrek kini sudah banyak diperkebunkan orang.
(d) Burung gereja banyak berkumpul di masjid Istiqlal.
(e) Cuaca yang tidak menentu dan peralatan yang tidak memadai menyebabkan nelayan
kita cuma memperoleh ikan kecil-kecil saja.
(f) Indonesia terdiri dari banyak pulau, kabarnya ada 1700 pulau.

11
Menjadi:
(a) Para demonstran datang ke depan gedung DPR naik bus dan truk.
(b) Karena tidak ada pengawasan maka di jalur hijau itu telah bermunculan gubuk-gubuk
dan rumah-rumah liar.
(c) Bunga anggrek kini sudah banyak diperkebunkan orang.
(f) Indonesia terdiri dari banyak pulau, kabarnya ada 1700 buah.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hemat kata dalam bahasa jurnalistik menganjurkan agar teks itu singkat tanpa harus
merusak dan mereduksi pesan. Teks yang singkat dengan mengandung pesan yang utuh akan
menghemat waktu dan tenaga dalam memahaminya. Hemat kata dalam bahasa jurnalistik
juga harus menghindari kata-kata yang mubazir, yakni kata yang meskipun tidak dipakai
maka tidak akan mengangggu kelancaran komunikasi dan tidak merusak makna kalimat yang
dimaksud. Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang dianggap mubazir, antara lain
seperti yang dibicarakan berikut ini:
1. Hari, Tanggal, Bulan, dan Tahun
2. Konjungsi Bahwa
3. Konjungsi Adalah, Ialah, Yaitu, Yakni, dan Merupakan
4. Konjungsi Untuk, Guna, dan Bagi
5. Kata Telah, Sedang, dan Akan
6. Kata Dari dan Daripada
7. Kata Bantu Bilangan
8. Kata-kata Di Mana, Dari Mana, Yang Mana, Hal Mana, Apa, dan Kepada Siapa
9. Kata Penanda Jamak dan Bentuk Ulang
10. Kata Mengenai, Tentang dan Perihal
11. Kata-kata Hipernimi dan Hiponimi

13
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: PT.RINEKA CIPTA.

14