362101415 8 Ruang Linngkup Agama Islam Dan Ekonomi Islam

Pengertian dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam
Ekonomi islam diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang,
meninjau, meneliti dan ahirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan
cara-cara syar’i/ islami. Adapun ruang lingkup dari ekonomi islam adalah masyarakat muslim
atau komunitas negara muslim itu sendiri. Artinya, ia mempelajari perilaku ekonomi dari
masyarakat atau Negara muslim dimana nilai-nilai islam dapat di aplikasikan.
Ada beberapa karakteristik dalam kajian ekonomi Islam, salah satunya menurut Syaikh
Yusuf Qordawi yang mengatakan bahwa ada 3 karakteristik, di antaranya:
1. Ciri Berketuhanan, adalah EI meyakini bahwa manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah
dengan bekerja dan beraktivitas sesuai dengan aturan-Nya. Salah satu ayat yang menjelaskan
tentang hal ini adalah surat Al-Baqarah ayat 30.
2. Ciri Kemanusiaan, adalah pelaksanaan dengan tidak mengabaikan ajaraj-ajaran dan
memanfaatkan segala sesuatu yang sudah diberikan. Salah satu ayat yang menjelaskan tentang
hal ini adalah surat Al-Baqarah ayat 22.
3. Cirri Etika, adalah untuk menciptakan kesejahteraan manusia mempunyai cara atau aturan yang
bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits dan tidak boleh melanggarnya. Salah satu ayat yang
menjelaskan tentang hal ini adalah surat Al-A’raf ayat 85.
B. Karakteristik Ekonomi Islam
Karakteristik utama dari ekonomi Islam yaitu digunakannya konsep segitiga (triangle
consept) yang memiliki tiga elemen dasar. Adapun elemen dasar tersebut adalah Allah SWT,
manusia, dan alam.

Tujuan dalam ekonomi islam:
1. Mencari kesenangan ahirat yang di ridhoi Allah SWT
2. Memperjuangkan nasib dunia yaitu mencari rizki dan hak milik
3. Berbuat baik terhadap masyarakat
4. Tidak mencari kebinasaan di dunia
Nilai-nilai dalam ekonomi islam:
1. Tauhid
2. Keadilan, dan
3. Tanggung jawab
Prinsip dalam ekonomi islam adalah:
1. Multitype ownership (kepemilikan multi jenis), mengakui macam-macam bentuk kepemilikan
baik swasta, Negara, dan campuran
2. Freedom to act (kebebasan bertindak), akan menciptakan mekanisme pasar dalam perekonomian
3. Social justice (keadilan sosial), pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan
dasar rakyatnya dan menciptakan keseimbangan social

Basis kebijakan dalam ekonomi islam adalah :
1. Penghapusan riba
2. Implementasi Loss Profit Sharing
3. Pelembagaan zakat

4. Pelarangan israf (brlebih-lebihan)
C. Konsep Rasionalitas Ekonomi
Rasionalitas dalam banyak ekonomi literatur berarti kepentingan sendiri dan pada saat
bersamaan konsisten pada pilihan berdasarkan tujuan yang ingin di capai.
Jenis-jenis rasionalitas adalah
1. Rasionalitas kepentingan pribadi
2. Present aim rationally, manusia menyesuaikan preferensinya dengan sejumlah aksioma :
preferensi tersebut harus konsisten.
Prespektif islam tentang asumsi rasionalitas adalah
1. Perluasan konsep rasionalitas
2. Perluasan spectrum utilitas
3. Melonggarkan persyaratan konstinuitas
4. Perluasan horizon waktu
D. Teori Konsumsi dalam Islam
Perbedaan Teori Konsumsi Konvensional dengan Islam adalah dalam konvensional
pendapatan merupakan jumlah konsumsi dan tabungan, dapat dirumuskan sebagai berikut: Y= C
+ S (Y= pendapatan, C= konsumsi, S= tabungan). Namun dalam islam terdapat perbedaan yaitu
Y= (C + infak)+ S.
Untuk lebih jelasnya:
E.Islam

E. Konvensional

maslahah (sejahtera)
utilitas

Karakteristik

Need

Want

Sumber

Fitrah manusia

Nafsu

Hasil

Maslahah


Kepuasan

need
want

Ukuran

Fungsi

Selera Subjektif

Sifat

Obyektif

Subjektif

Prinsip-prinsip ekonomi antara lain:
1. Prinsip ekonomi menurut Abdul Manan yaitu prinsip keadilan, kebersihan, kesederhanaan,

kemurahan hati, dan moralitas.
2. Prinsip ekonomi menurut Yusuf Qordhawi, norma-norma menurutnya adalah membelanjakan
harta dalam kebajikan. Tidak melakukan kemubadziran, dan kesederhanaan.
E. Teori Permintaan Islami
Konsep permintaan merupakan hubungan antara jumlah barang yang diminta (Qd)
dengan harga (P) berbagai tingkat harga. Hukum permintaan (law of demand) menerangkan
bahwa dalam keadaan hal lain tetap (cateris paribus) apabila harga naik, maka permintaan
terhadap suatu barang akan berkurang, dan sebaliknya apabila harga turun, maka permintaan
terhadap suatu barang akan meningkat.
Ada tiga alasan yang menerangkan hukum permintaan yaitu: Pengaruh penghasilan
(income effect), Pengaruh substitusi (substitution effect), dan Penghargaan subjektif (Marginal
Utility),
Faktor – faktor yang mempengaruhi terhadap permintaan antara lain:
1. Tingkat pendapatan
2. Harga barang lain
3. Selera, mode, kebiasaan
4. Perkiraan harga dimasa datang
5. Jumlah Penduduk
Ibnu Taimiyyah (1263-1328 M) dalam kitab Majmu’ Fatawa menjelaskan, bahwa hal-hal
yang mempengaruhi terhadap permintaan suatu barang antara lain:

1. Jumlah para peminat (Tullab) terhadap suatu barang.
2. Keinginan atau selera masyarakat (Raghbah) terhadap berbagai jenis barang yang berbeda dan
selalu berubah-ubah.
3. Kualitas pembeli (Al-Mu’awid). Di mana tingkat pendapatan merupakan salah satu ciri kualitas
pembeli yang baik.
4. Lemah atau kuatnya kebutuhan terhadap suatu barang.
5. Besarnya biaya transaksi. Apabila biaya transaksi dari suatu barang rendah, maka besar
permintaan meningkat.
6. Cara pembayaran yang dilakukan, tunai atau angsuran.

Teori Permintaan Konvensional dengan Teori Permintaan Islam memiliki perbedaan
yaitu teori permintaan Islami membahas permintaan barang halal, barang haram, dan hubungan
antara keduanya. Sedangkan dalam permintaan konvensional, semua komoditi dinilai sama, bisa
dikonsumsi atau digunakan.
F. Teori Produksi Islami
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa
Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin(mewujudkan atau
mengadakan sesuatu).
Faktor faktor produksi diantaranya adalah tanah, tenaga kerja, modal, dan organisasi.
Teori produksi islam dan konvensional adalah terletak pada filosofi ekonomi, bukan pada

ilmu ekoniminya. Filosofi ekonomi memberikan ruh pemikiran dengan nilai-nilai Islam dan
batasan-batasan syari’ah, sedangkan ilmu ekonomi berisi alat-alat analisis ekonomi yang dapat
digunakan. Dengan kerangka pemikiran ini, faktor produksi dalam ekonomi Islam tidak berbeda
dengan faktor produksi dalam ekonomi konvensional yang secara umum dapat dinyatakan
dalam:
1. faktor produksi modal
2. faktor produksi bahan baku dan bahan penolong
3. faktor produksi tenaga kerja
G. Teori Penawaran Islam
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran antara lain:
1. Biaya produksi (C )
2. Harga (P)
3. Faktor input (Pf)
4. dan Teknologi (T)
Perbedaan Teori Penawaran Islami dengan Teori Penawaran Konvensional adalahsatu
aspek penting yang memberikan suatu perbedaan dalam pespektif ini berasal dari landasan
filosofi dan moralitas yang didasarkan pada nilai-nilai Islam.
H. Mekanisme Pasar Islami
Konsep mekanisme pasar dalam Islam dibangun atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Ar-Ridha yakni segala transaksi yang dilakukan haruslah atas dasar kerelaan antara masingmasing pihak (freedom contract).

2. Berdasarkan persaingan sehat (fair competition). Mekanisme pasar akan terhambat bekerja jika
terjadi penimbunan (ihtikar) atau monopoli.
3. keterbukaan (transparancy) serta keadilan (justice).

4. kejujuran (honesty), kejujuran merupakan pilar yang sangat penting dalam Islam, sebab
kejujuran adalah nama lain dari kebenaran itu sendiri.
Beberapa praktek bisnis yang dilarang antara lain yaitu: talaqqi rukban, tidak akan
membeli barang penjual sebelum mereka masuk kota, mengurangi timbangan, menyembunyikan
baranf cacat, ghabanfaa-hisy (besar) seperti menjual di atas harga pasar dst.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Arti,

Hakikat,

dan


Ruang

Lingkup

Ekonomi

Islam

2.1.1 Arti dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur
berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman
dan rukun Islam.
Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya
dalam surat At Taubah ayat 105:
dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu
Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabada Rasulullah Muhammad saw:
Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat
ampunan. (HR.Thabrani dan Baihaqi)

Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi islam sebagai suatu ilmu yang memepelajari perilaku manusia
dalam usaha umtuk memenuhi kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas dalam
lingkup syari’ah.
Beberapa cendekiawan muslim juga mendefinisikan ekonomi islam sebagai berikut:
1. Hasanuzzaman (1984) bahwa ekonomi islam adalah ilmu dan aplikasi petunjuk dan aturan
syari’ah yang mencegah ketidak adilan dalam memperoleh dan menggunakan sumberdaya
material agar memenuhi kebutuhan manusia dan agar dapat menjalankan kewajibannya kepada
Allah dan masyarakat.
2. Muhammad Abdul Mannan (1986) mendefinisikan bahwa ekonomi islam adalah ilmu social yang
memepelajari masalah masalah ekonomi masyarakat dalam perspektif nilai-nilai islam.
3. Khurshid Ahmad (1992) bahwa ekonomi islam adalah suatu upaya sistematik untuk memahami
masalah ekonomi dan perilaku manusia yang berkaitan dengan masalah itu dari perspektif islam.
4. Nejatuallah Siddiqi (1992) bahwa ekonomi islam adalah tanggapan pemikir pemikir muslim
terhadap tantangan ekonomi pada jamannya. Dimana dalam upaya ini mereka dibantu oleh alQur’an dan as-Sunnah disertai dengan argumentasi dan pengalaman empiric.

5. Khan (1994) bahwa ekonomi Islam adalah suatu upaya yang memusatkan perhatian pada studi
tentang kesejahteraan manusia yang dicapai dengan mengorganisir sumber daya di bumi atas
dasar kerjasama dan partisipasi.
6. Chapra (1996) bahwa ekonomi islam adalah cabang ilmu yang membantu merealisasikan
kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumberdaya yang langka yang sejalan

dengan syariah islam tanpa membatasi kreativitas individu ataupu menciptakan suatu
ketidakseimbangan ekonomi makro atau ekologis.
Beberapa ekonom memberikan penegasan bahwa ruang lingkup dari ekonomi Islam adalah masyarakat
Muslim atau negara Muslim sendiri. Artinya, ia mempelajari perilaku ekonomi dari masyarakat atau
Negara Muslim di mana nilai-nilai ajaran Islam dapat diterapkan. Ruang lingkup ekonomi islam yang
tampaknya menjadi administrasi kekurangan sumber-sumber daya manusia dipandang dari konsepsi etik
kesejahteraan dalam islam.
Namun, pendapat lain tidak memberikan pembatasan seperti ini, melainkan lebih pada umumnya.
Dengan kata lain, titik tekan ilmu ekonomi Islam adalah bagaimana Islam memberikan pandangan dan
solusi atas berbagai persoalan ekonomi yang dihadapi umat manusia secara umum.

2.1.2 Hakikat Ekonomi Islam
Pada hakikatnya ekonomi Islam adalah metamorfosa nilai-nilai Islam dalam ekonomi dan dimaksudkan
untuk menepis anggapan bahwa Islam adalah agama yang hanya mengatur persoalan ubudiyah atau
komunikasi vertikal antara manusia (makhluk) dengan Allah (khaliq) nya.
Dengan kata lain, kemunculan ekonomi Islam merupakan satu bentuk artikulasi sosiologis dan praktis
dari nilai-nilai Islam yang selama ini dipandang doktriner dan normatif. Dengan demikian, Islam adalah
suatu dien (way of life) yang praktis dan ajarannya tidak hanya merupakan aturan hidup yang
menyangkut aspek ibadah dan muamalah sekaligus, mengatur hubungan manusia dengan rabb-nya
(hablum minallah) dan hubungan antara manusia dengan manusia (hablum minannas).
Ilmu ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai suatu cabang pengetahuan yang membantu
merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang
seirama dengan maqasid syariah yaitu menjaga agama (li hifdz al din), jiwa manusia (li hifdz al nafs), akal
(li hifdz al 'akl), keturunan (li hifdz al nasl), dan menjaga kekayaan (li hifdz al mal) (Syatibi, tt. 12) tanpa
mengekang kebebasan individu (Chapra, 2001).
Salah satu definisi yang mengakomodasi unsur-unsur maqasyid asy syariah di atas adalah definisi
ekonomi Islam yang dirumuskan Yusuf al Qardhawi. Ia mengatakan ekonomi Islam memiliki karakteristik
tersendiri. Dan keunikan peradaban Islam yang membedakannya dengan sistem ekonomi lain. Ia adalah

ekonomi

rabbaniyah,

ilahiyah

(berwawasan

kemanusiaan),

ekonomi

berakhlak,

dan

ekonomi

pertengahan.
Sebagai ekonomi ilahiyah, ekonomi Islam memiliki aspek transendensi yang sangat tinggi suci (holy)
yang memadukannya dengan aspek materi, dunia (profanitas). Titik tolaknya adalah Allah dan tujuannya
untuk mencari fadl Allah melalui jalan (thariq) yang tidak bertentangan dengan apa yang telah digariskan
oleh Allah.
Ekonomi Islam seperti dikatakan oleh Shihab (1997) diikat oleh seperangkat nilai iman dan ahlak, moral
etik bagi setiap aktivitas ekonominya, baik dalam posisinya sebagai konsumen, produsen, distributor, dan
lain-lain maupun dalam melakukan usahanya dalam mengembangkan serta menciptakan hartanya.
Sebagai ekonomi kemanusiaan, ekonomi Islam melihat aspek kemanusiaan (humanity) yang tidak
bertentangan dengan aspek ilahiyah. Manusia dalam ekonomi Islam merupakan pemeran utama dalam
mengelola dan memakmurkan alam semesta disebabkan karena kemampuan manajerial yang telah
dianugerahkan Allah kepadanya. Artinya, Allah telah memuliakan anak Adam dan mendesainnya untuk
menjadi khalifah di muka bumi. Dengan desain itu pula Allah menyertakan kepada manusia orientasi
spiritual (ruh al ilahiyat) sebagai aspek yang sangat fundamental dalam diri manusia yang disebut dengan
fitrah manusia sebagai "al makhluk al hanief" atau mahluk oleh Syed Heidar Nawab Naqvi (1981) disebut
"Teomorfis".
Manusia sebagai manajer yang diberi mandat untuk memakmurkan dunia beserta isinya di dalam
perspektif ekonomi Islam telah diberi jalan terbaik untuk merealisasikan potensi dan fitrahnya sebagai
makhluk teomorfis dalam aspek ekonomi dengan selalu bersandar pada nilai moral dan spiritual.
Atas dasar maksud tersebut ekonomi Islam tidak mengizinkan adanya marginalisasi atau alienasi spiritual
lantaran aspek material.
Sebagai ekonomi pertengahan, ekonomi Islam dalam istilah Rahardjo (1993) disebut sistem ekonomi
yang mendayung antara dua karang, kapitalisme dan sosialisme. Tapi itu bukan kapitalisme yang
mengkultuskan kebebasan dan kepentingan individu secara mutlak dalam kepemilikan. Bukan pula
sosialisme yang mematikan kreativitas individual lantaran adanya prinsip sama rata dan sama rasa
(Qardhawi, 1995, 25).

2.2 Sumber-Sumber Hukum Ekonomi Islam
Sumber – sumber hukum Ekonomi Islam yang esensial ada dua, tapi para ulama’ melakukan ijtihad
kemudian menentukan manhaj yang berbeda – beda. Di bawah ini adalah sumber – sumber hukum
Ekonomi Islam.


Al-Qur’an

Al-qur’an adalah sumber pertama dan utama bagi Ekonomi Islam, di dalamnya dapat kita temui hal ihwal
yang berkaitan dengan ekonomi dan juga terhadap hukum – hukum dan undang – undang ekonomi

dalam tujuan Islam, di antaranya seperti hukum diharamkannya riba, dan diperbolehkannya jual beli yang
tertera pada surah Al-Baqorah ayat 275:
“......padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang – orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari tuhannnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba) maka baginya apa
yang telah di ambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang
yang mengulangi (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni – penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya.”



As-Sunah An-Nabawiyah

As-Sunah adalah sumber kedua dalam perundang-undangan islam. Didalamnya dapat kita jumpai
khazanah aturan perokonomian islam. Di antaranya seperti sebab hadis yang isinya memerintahkan
untuk menjaga dan melindungi harta, baik milik pribadi maupun umum serta tidak boleh mengambil harta
yang bukan miliknya.
“Sesungguhnya (menumpahkan) darah kalian, (mengambil) harta kalian, (mengganggu) kehormatan
kalian haram sebagaimana haramnya hari kalian saat ini, di bulan ini, di negeri ini.....”(H.R Bukhori)
Contoh lain misalnya As-Sunah juga menjelaskan jenis – jenis harta yang harus menjadi milik umum dan
untuk kepentingan umnum, tertera pada hadis: “Aku ikut berperang bersama Rasulullah, ada tiga hal
yang aku dengar dari Rasulullah: Orang – orang muslim bersyarikat (sama – sama memiliki) tempat
penggembala, air dan api” (HR. Abu Dawud)



Ijtihad Ulama’

Istilah ijtihad adalah mencurahkan daya kemampuan untuk menghasilkan hukum syara’ dari dalil – dalil
syara’ secara terperinci yang bersifat operasional dengan cara mengambil kesimpulan hukum (istimbat)
Iman Al-Amidi mengatakan untuk melakukan ijtihad harus sampai merasa tidak mampu untuk mencari
tambahan kemampuan. Menurut Imam Al-Ghozali batasan sampai merasa tidak mampu sebagai bagian
dari definisi ijtihad sempurna (al ijtihad attaam)
Imam Syafi’i mengatakan bahwa seorang mujtahid tidak boleh mengtakan “tidak tahu” dalam suatu
permasalahan sebelum ia berusaha dengan sungguh – sungguh untuk menelitinya dan tidak boleh
mengatakan “aku tahu” seraya menyebutkan hukum yang diketahui itu sebelum ia mencurahkan
kemampuan dan mendapatkan hukum itu.
Keberadaan ijtihad sebagai sebuah hukum dinyatakan dalam Al-Qur’an dalam surat an Nisa (4) ayat 83,
yang artinya : “dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,
mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara
mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari
mereka (Rasul dan ulil Amri). kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah
kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).



Kitab – kitab Fikih Umum dan Khusus.

Kitab – kitab ini menjelaskan tentang ibadah dan muamalah, di dalamnya terdapat pula bahasan tentang
ekonomi yang kemudian dikenal dengan istilah Al-Mu’amalah Al-Maliyah, isinya merupakan hasil – hasil
ijtihad Ulama terutama dalam mengeluarkan hum – hukum dari dalil – dalil Al-Qur’an maupun hadis yang
sahih. Adapun bahasan – bahasan yang langsung berkaitan dengan ekonomi Islam adalah: Zakat,
Sedekah sunah, fidyah, zakat fitrah, jual beli, riba dan jual beli uang, dan lain – lain.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur
berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman
dan rukun Islam.
Pada hakikatnya ekonomi Islam adalah metamorfosa nilai-nilai Islam dalam ekonomi dan dimaksudkan
untuk menepis anggapan bahwa Islam adalah agama yang hanya mengatur persoalan ubudiyah atau
komunikasi vertikal antara manusia (makhluk) dengan Allah (khaliq) nya. Beberapa ekonom memberikan
penegasan bahwa ruang lingkup dari ekonomi Islam adalah masyarakat Muslim atau negara Muslim
sendiri. Artinya, ia mempelajari perilaku ekonomi dari masyarakat atau Negara Muslim di mana nilai-nilai
ajaran Islam dapat diterapkan.
Dengan kata lain, kemunculan ekonomi Islam merupakan satu bentuk artikulasi sosiologis dan praktis
dari nilai-nilai Islam yang selama ini dipandang doktriner dan normatif. Dengan demikian, Islam adalah
suatu dien (way of life) yang praktis dan ajarannya tidak hanya merupakan aturan hidup yang
menyangkut aspek ibadah dan muamalah sekaligus, mengatur hubungan manusia dengan rabb-nya
(hablum minallah) dan hubungan antara manusia dengan manusia (hablum minannas).
Sumber – sumber hukum Ekonomi Islam yang esensial ada dua, tapi para ulama’ melakukan ijtihad
kemudian menentukan manhaj yang berbeda – beda. Di bawah ini adalah sumber – sumber hukum
Ekonomi Islam.

1. Al-Qur’an
2. As-Sunah An-Nabawiyah
3. Ijtihad Ulama’

4. Kitab – kitab Fikih Umum dan Khusus.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan arti, hakikat, ruang lingkup
serta sumber-sumber hukum dalam ekonomi Islam. Penulis menyadari di dalam penulisan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik maupun saran kepada para
pembaca, demi kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu), 2007
Naqvi, Syed Nawab Haider., 2003, “Menggagas Ilmu Ekonomi Islam” (terjemahan dari: Islam, Economics,
and Society), Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Hoetoro, Arif, 2007, “Ekonomi Islam Pengantar Analisis Kesejarahan dan Metodologi”, BPFE UNIBRAW,
Malang.
Chapra, M. Umer, 2001, “Masa Depan Ilmu Ekonomi Sebuah Tinjauan Islam” (terjemahan dari: The
Future of Economics: An Islamic Perspective), Gema Insani Press, Jakarta.

ekonomi hanyalah merupakan satu bagian dari aspek kehidupan yang diharapkan akan membawa
manusia kepada tujuan hidupnya.
B.

Sistem Ekonomi Islam
Secara definisi, ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari usaha manusia untuk
mengalokasikan dan mengelola sumber saya untuk mencapai
falah berdasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah.
Muhammad Abdul Manan (1992) berpendapat bahwa ilmu ekonomi Islam dapat dikatakan
sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang
diilhami nilai-nilai Islam. Ia mengatakan bahwa ekonomi Islam merupakan bagian dari suatu tata
kehidupan lengkap, berdasarkan empat bagian nyata dari pengetahuan, yaitu: al-Quran, asSunnah, Ijma dan Qiyas.
Menurut Suhrawardi K. Lubis (2004:14) bahwa sistem ekonomi Islam

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah ekonomi merupakan masalah yang universal, karenanya seluruh dunia menaruh
perhatian yang besar terhadap permasalahan ekonomi. Dalam realita kehidupan, manusia
berusaha
mengerahkan tenaga dan juga
pikirannya untuk memenuhi berbagai
keperluan
hidupnya, seperti
sandang,
pangan
dan
tempat
tinggal.
Pengerahan
tenaga
dan pikiran ini penting untuk menyempurnakan kehidupannya sebagai individu maupun sebagai
seorang anggota suatu masyarakat. Segala kegiatan yang bersangkutan dengan usaha yang
bertujuan untuk memenuhi keperluan ini dinamakan ekonomi.
Islam memandang masalah ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis, tidak dari sudut
pandang sosialis, dan juga tidak merupakan gabungan dari keduanya. Islam memberikan
perlindungan hak kepemilikan individu, sedangkan untuk kepentingan masyarakat didukung dan
diperkuat, dengan tetap menjaga keseimbangan kepentingan publik dan individu serta

menjaga moralitas. Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh
sendi kehidupan manusia dan alam semesta.
Islam memperbolehkan seseorang mencari kekayaan sebanyak mungkin. Islam
menghendaki adanya persamaan, tetapi tidak menghendaki penyamarataan. Kegiatan ekonomi
harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu banyak harta dikuasai pribadi. Di dalam
bermuamalah, Islam menganjurkan untuk mengatur muamalah di antara sesama manusia atas
dasar amanah, jujur, adil, dan memberikan kemerdekaan bermuamalah serta jelas-jelas bebas dari
unsur riba. Islam melarang terjadinya pengingkaran dan pelanggaran larangan-larangan dan
menganjurkan untuk memenuhi janji serta menunaikan amanat.
Berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli, menunjukkan adanya masyarakat
muslim yang dengan sadar memilih berintegrasi pada perekonomian dalam perbankan syari‘ah
sebagai implementasi ketaatan beragama, sekaligus sebagai usaha memenuhi kebutuhan
ekonomi.
1.2. Rumusan Masalah
Dari paparan di atas, maka penulis mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apa konsep dasar ekonomi Islam?
2) Apa filantrofi Islam?
3) Apa tujuan ekonomi dalam Islam?
4) Apa prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam?
1.3. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui konsep dasar ekonomi dalam Islam.
2) Untuk mengetahui tujuan ekonomi dalam Islam.
3) Untuk mengetahui prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam.
4) Untuk memberikan penjelasan tentang ekonomi Islam.
1.4. Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan adalah:
1) Deskriptif.
2) Kajian pustaka, yang dilakukan dengan mencari literatur di internet dan buku–buku
panduan.
1.5. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini sebagai berikut:

1) Dapat mengetahui konsep dasar ekonomi dalam Islam
2) Dapat mengetahui tujuan ekonomi dalam Islam
3) Dapat mengetahui prinsip-prinsip dalam Islam
4) Dapat memberikan penjelasan tentang ekonomi Islam dan menerapkannya dalam kehidupan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Dasar Ekonomi Islam
Ekonomi Islam merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari metode untuk memahami
dan memecahkan masalah ekonomi yang didasarkan atas ajaran agama Islam. Perilaku manusia
dan masyarakat yang didasarkan atas ajaran agama Islam inilah yang kemudian disebut sebagai
perilaku rasional Islam yang akan menjadi dassar pembentukan suatu perekonomian Islam.
A. Tujuan Hidup
Pada dasarnya setiap manusia selalu menginginkan kehidupannya di dunia ini dalam
keadaan bahagia, baik secara material maupun spiritual, individual maupun sosial. Namun,
dalam praktiknya kebahagiaan multi dimensi ini sangat sulit diraih karena keterbatasan
kemampuan manusia dalam memahami dan menerjemahkan keinginannya secara komprehensif,
keterbatasan dalam menyeimbangkan antar aspek kehidupan maupun keterbatasan sumber daya
yang bisa digunakan untuk meraih kebahagiaan tersebut. Masalah adalah ilmu ekonomi yan
dilaksanakan dalam praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga,
kelompok masyarakat maupun pemerintah dalam rangka pengorganisasian faktor produksi,
distribusi, dan pemanfaatan barang/jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan Islam.
Sistem ekonomi Islam adalah sebuah sistem yang tidak lahir dari hasil ciptaan akal manusia,
akan tetapi sebuah sistem yang berdasarkan wahyu Allah SWT. Dengan kata lain, sistem
ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berdasarkan ajaran Islam yang bersumber dari AlQur’an dan Hadits yang dikembangkan oleh pemikiran manusia yang memenuhi syarat dan ahli
dalam bidangnya.
Subjek ekonomi dalam Islam seringkali dikaitkan dengan kata muamalah dalam ilmu fiqih.
Kata muamalah sendiri berarti kerjasama antar sesama manusia, sehingga pengertiannya dapat
menjadi luas. Menurut Muhammad Daud (2002:50-51) bahwa dalam ruang lingkup hukum
Islam tidak membadakan (dengan tajam) antara hukum perdata dan hukum pidana, karena
menurut sistem hukum Islam pada hukum perdata terdapat segi-segi publik dan pada hukum
publik ada segi-segi perdatanya, maka hukum muamalah dalam arti luas adalah sebagai berikut:

a. Munakahat, mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian serta
akibat- akibatnya.
b. Wiratsah, segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta
pembagian waris.
c. Muamalat dalam arti khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan
manusia dalam soal jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan, dan sebagainya.
d. Jinayat, memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman
baik dalam jarimah hudud atau ta’zir.
e. Al-Ahkam as-Sulthaniyah, membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan pemerintahan,
tentara, pajak, dan lain-lain.
f. Suyar, mengatur tentang urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama lain dan
negara lain.
g. Mukhasamat, mengatur soal peradilan, kehakiman dan hukum acara.
Dari sistematika pembagian hukum islam di atas, dapat diketahui bahwa sistem ekonomi
Islam, masuk dalam ruang lingkup mu’amalah.
Ekonomi tidak dapat dipisahkan dari subjek seputar kepemilikan dan pengelolaan terhadap
harta benda. Kepemilikan ialah pemberian yang bersifat social dan diakui suatu hak kepada
seseorang atau suatu kelompok masyarakat. Pemberian ini mencerminkan hak potensial untuk
memanfaatkan barang tertentu dan pada yang sama mengesampingkan pihak yang lain dari
pemberian hak yang sama. Kepemilikan menunjukkan hubungan sosial dan yang diakui antara
individu atau kelompok dalam masyarakat dan mencerminkan hak milik sah pemilik atas barang
dan pada saat yang sama menghalangi pihak lain dari hak seperti itu (Muhammad H. Behesti,
1992:9)
Menurut Rofiq Yunus al-Masry (1993:41) kepemilikan terbagi dua, yaitu kepemilikan yang
bersifat umum dan kepemilikan yang bersifat khusus (privat). Kepemilikan khusus adalah hak
milik perorangan atau kelompok. Jenis kepemilikan seperti ini telah diakui dalam Islam,
sebagaimana terdapat di dalam Al-Qur’an ayat-ayat yang menyebutkan amwaalakum/hartahartamu, amwaalahum/harta-harta
mereka, amwaal
al-yatiim/harta
anak
yatim,
atau buyuutakum/rumah-rumah kamu. Sebagaiman pula terdapat dalam Al-Qur’an perintah untuk
membayar zakat, mengeluarkan infaq. Sedangkan kepemilikan umum adalah wakaf yang
dimiliki oleh seluruh kaum muslimin, setiap muslim boleh mengambil manfaat, namun tidak
dapat dijual, dihapus atau dihadiahkan.
C. Filsafat Ekonomi Islam
Menurut Ahmad M. Saefuddin dalam Muhammad Daud (1988:5-6) ada tiga filsafat ekonomi
Islam, yaitu:

1) Semua yang ada di alam semesta langit, bumi serta sumber-sumber alam yang ada padanya,
bahkan harta kekayaan yang dikuasai manusia adalah milik Allah SWT, karena Dialah yang
menciptakannya. Semua ciptaan Allah itu tunduk pada kehendak dan ketentuan-ketentuan-Nya.
Manusia sebagai khalifah-Nya berhak mengurus dan memanfaatkan alam semesta untuk
kelangsungan hidup dan kehidupan manusia dan lingkungannya.
2) Allah Maha Esa, Dialah pencipta segala makhluk yang yang ada di alam semesta. Salah satu
ciptaanNya adalah manusia yang diberi alat kelengkapan sempurna lebih dari makhluk-makhluk
ciptaan Allah lainnya agar ia mampu melaksanakan tugas, hak dan kewajiban sebagai khalifah
Allah di bumi ini.
3) Beriman kepada hari kiamat, keyakinan pada hari kiamat ini merupakan asas penting dalam
sistem ekonomi Islam karena dengan keyakinan itu, tingkah laku ekonomi manusia di bumi ini
akan dapat terkendali, sebab ia sadar bahwa semua perbuatannya termasuk tindakan ekonominya
akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.
Dari ketiga pokok filsafat ekonomi Islam melahirkan nilai-nilai dasar ekonomi islam, yaitu
nilai dasar kepemilikan, keseimbangan, dan keadilan.
2.2. Filantrofi Islam
Andi Agung Prihatna dalam buku Revitalisasi Filantrofi Islam Studi Kasus Lembaga
Zakat dan Wakaf Di Indonesia (2005:6) menyatakan bahwa istilah filantrofi (philanthropy)
berasal dari bahasa Yunani, philos (cinta) dan anthropos (manusia). Secara harfiah filantropi
adalah konseptualisasi dari praktik memberi (giving), pelayanan (services) dan asosiasi
(assiciation) secara sukarela untuk membantu pihak lain yang membutuhkan sebagai ekspresi
rasa cinta. Di dalam Al-Qur’an perintah berderma mengandung makna kemurahan hati, keadilan
sosial, saling berbagi dan saling memperkuat. Aktivitas berderma inilah yang disebut
sebagai filantrofi Islam.
Di dalam sistem ekonomi Islam terdapat lembaga sosial ekonomi yang dapat
menjembatani dua kelompok sosial, yaitu golongan kelas atas dan golongan kelas bawah.
Adapun lembaga-lembaga sosial ekonomi dalam Islam adalah sebagai berikut:
A. Shadaqah atau Sedekah
Shadaqah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. Orang yang suka bersedekah adalah
orang yang benar pengakuan imannya. Adapun secara terminologi syariat shadaqah makna
asalnya adalah tahqiqu syai'in bisyai'i atau menetapkan/menerapkan sesuatu pada sesuatu.
Sikapnya sukarela dan tidak terikat pada syarat-syarat tertentu dalam pengeluarannya baik
mengenai jumlah, waktu dan kadarnya.
Shadaqah memiliki makna yang sangat luas karena bersedekah tidak harus berupa materi
atau benda, tetapi juga dapat bersifat non materi, misalnya tersenyum dan bermuka cerah ketika

bertemu, menyingkirkan rintangan di jalan, menuntun orang yang buta, serta segala perbuatan
yang baik dan bermanfaat.
B. Infaq
Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan
sesuatu. Menurut terminologi syariat, infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau
pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan Islam. Dengan kata lain,
infaq merupakan sumbangan sukarela atau seikhlasnya (berupa materi). Misalnya, untuk
menolong orang orang yang kesusahan; membangun masjid, jalan, jembatan; dan sebagainya.
Infaq dikeluarkan setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun
rendah, apakah ia di saat lapang maupun sempit. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat
Ali Imron: 134

ۗ ‫كافظفميوناووفءال ن وض ن وراوو افء ل ن وس ن ور ا ففي ونوي قن لففققيون ال ن وفذ‬
‫عفن ل لوعاففيوناوو ال لوغي لوظل ل و‬
‫ل نونافسا و‬
‫ب لل ن وقهاوو‬
‫حفسفنيون اي قفح نق‬
‫ل لقم ل‬

Artinya: Yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan orang, Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.
Terkait dengan infaq ini Rasulullah SAW bersabda: ada malaikat yang senantiasa berdo'a setiap
pagi dan sore : "Ya Allah SWT berilah orang yang berinfak, gantinya. Dan berkata yang lain :
"Ya Allah jadikanlah orang yang menahan infak, kehancuran". (HR. Bukhori)
C. Hibah

Kata hibah berasal dari bahasa Arab yang secara etimologis berarti melewatkan atau
menyalurkan. Dengan demikian berarti telah disalurkan dari tangan orang yang memberi kepada
tangan orang yang diberi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hibah merupakan suatu pemberian yang
bersifat sukarela (tidak ada sebab dan musababnya) tanpa ada kontra dari pihak penerima
pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup.
Menurut Hussein Syahatah (1998:248) hibah adalah ungkapan tentang pengalihan hak
kepemilikan atas sesuatu tanpa adanya ganti atau imbalan sebagai pemberian dari seseorang
kepada orang lain dengan memenuhi rukun-rukunnya, yaitu:
1. Orang yang memberi, yaitu pemilik benda yang dihibahkan, disyaratkan harus merdeka, dewasa,
berakal sehat, tidak dipaksa, tidak berhutang, dan pengelolaan hartanya tidak dilarang.
2. Barang yang dihibahkan, yaitu suatu barang yang menjadi objek hibah.
3. Orang yang menerima hibah, yaitu orang yang menerima barang hibah dari orang yang memberi
hibah.

4. Ucapan hibah, yaitu sesuatu yang diucapkan dari orang yang memberi hibah yang menunjukkan
terjadinya hibah dengan format yang ditetapkan.
D. Qurban
Qurban berasal dari bahasa Arab, qaruba (fi’il madhi) – yaqrabu (fi’il mudhari’) –
qurban wa qurbaanan (mashdar) yang berarti mendekati atau menghampiri. Qurban atau disebut
juga Udhhiyah atau Dhahiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan.
Qurban dalam fiqih Islam yaitu hewan yang dipotong dalam rangka
taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, berkenaan dengan tibanya Idul adha atau yaumun
nahr pada tanggal 10 Dzulhijjah dan pada hari-hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah). Disebut
hari nahr (atas dada), karena pada umumnya waktu dulu hewan yang dipotong itu adalah onta
yang cara pemotongannya atau penyembelihannya dalam keadaan berdiri dengan ditusukkannya
pisau ke lehernya dekat dada onta tersebut. Kemudian di kalangan kita popular dengan sebutan
“qurban” artinya sangat dekat, karena hewan itu dipotong dalam rangka taqarrub kepada Allah.
Qurban sangat dituntut dalam Islam. Dalil yang menerangkan ibadah qurban ialah:
Sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: "Maka bersembahyanglah kamu karena Tuhanmu dan berqurbanlah karena-Nya".
Artinya: "Daging dan darah binatang qurban atau hadiah tidak sekali-kali akan sampai kepada Allah,
tetapi yang sampai kepadaNya ialah amal yang ikhlas berdasarkan taqwa dari kamu".
E. Waris
Warisan adalah segala sesuatu baik yang bersifat materi maupun maknawi, yang telah
meninggal dunia dan dibagikan kepada ahli waris berdasarkan peraturan-peraturan tertentu.
Sebagian ulama mengungkapkan warisan dengan istilah faraidh, artinya warisan itu merupakan
bagian tertentu bagi ahli waris. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:

(‫ النساء‬: ٧)

‫… وملفقروبضا ن وفصيببا ك وثقور أ ولو فمن لقه وق نول فم ن وما‬.”

Artinya: “…. baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan” (An-Nisa’ : 7)

F. Wasiat
Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan dilaksanakan setelah orang yang
berwasiat itu meninggal dunia. Jika diberikan kepada ahli waris maka wasiatnya tidak sah
kecuali semua ahli waris yang lebih berhak menerima warisan itu ridha dan rela memberikan
kepadanya setelah orang yang berwasiat itu meninggal dunia.

“Dari Abu Umamah beliau berkata: Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya
Allah telah menentukan hak tiap-tiap ahli waris maka dengan ketentuan itu tidak ada hak wasiat
bagi seorang ahli waris”.
(HR. Lima Ahli Hadits selain Nasai).

G. Zakat
Secara bahasa zakat berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Secara istilah
zakat adalah sebagian harta yang wajib diberikan kepada orang-orang tertentu dengan syaratsyarat tertentu pula (Didin Hafidhuddin, 1998:13).
Zakat merupakan dasar prinsipil untuk menegakkan struktur sosial Islam. Zakat bukanlah
derma atau sedekah biasa, ia adalah sedekah wajib. Setiap muslim yang memenuhi syarat
tertentu, berdasarkan dalil sebagai berikut:
a.

Al-Qur’an
Surat at-Taubah : 103

‫عل وي لفهلم وووص ن فل فبوها ووتقوزفنكيفهلم تقوطفنهقرقهلم ودوقبةوصأ ولمووالففهلم فملن قخلذ‬
‫وصولاتووك فإ ن ون و‬
(١٠٣ : ‫ن )التوبة‬
‫عفليمن ووالل ن وقه ل وقهلم وسك و ن‬
‫وسفمينع و‬
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
b. Hadits Riwayat Bukhori dan Muslim

‫قال رسول الله صلى الله عليه وسلم "بني ا لسلم على خمس شهدة ان لاله الالله وان محمدارسول‬
‫ وايقام الصلةوايتاءالزكاة وحخ البيت وصوم رمضان‬,‫الله‬
Hadits adalah sebagaimana diriwiyatkan oleh Bukhori dan Muslim yang artinya Islam itu
berdiri di atas lima dasar yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad
adalah utusan Allah, mendirikan sholat, membayar zakat, naik haji, dan puasa ramadhan.
Zakat bukan hanya kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan akan mendapat dosa,
tetapi lebih dari itu zakat memiliki tujuan yang jelas. dengan terlaksananya lembaga zakat secara
baik dan benar diharapkan kesulitan dan penderitaan fakir miskin dapat berkurang. Di samping
itu dengan pengelolaan zakat yang professional berbagai permasalahan yang terjadi dalam
masyarakat yang ada hubungannya dengan mustahiq zakat juga dapat dipecahkan.
Macam-macam zakat, antara lain:
1.
Zakat mal (zakat harta), yaitu bagian dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum
yang wajib dikeluarkan untuk golongan tertentu setelah dipunyai selama jangka waktu tertentu
dalam jumlah minimal tertentu pula.

2.
Zakat fitrah (zakat jiwa), yaitu zakat wajib dikeluarkan oleh setiap orang Islam baik
laki-laki maupun perempuan, besar atau kecil, setiap tahun menjelang hari raya Idul fitri.

Adapun secara lebih terperinci dapat dikemukakan hikmah zakat yang dirangkum dari
pernyataan Hussein Syahatah (1998) adalah sebagai berikut:
1. Sebagai sarana pendidikan bagi jiwa manusia untuk bersyukur kepada Allah SWT
2. Melatih manusia untuk dapat merasakan penderitaan dan kesulitan fakir dan miskin
3. Sebagai sarana untuk menanamkan dalam jiwa manusia sifat jujur, amanah, pengorbanan, ikhlas,
mencintai sesama dan persaudaraan
4. Membentuk masyarakat saling menanggung, menjamin dan saling menyayangi
5. Mewujudkan pembangunan perekonomian sebab zakat dapat menanggulangi masalah-masalah
penimbunan harta melalui anjuran mengola dan mengembangkan harta
6. Untuk menanggulangi pengangguran, karena pengeluaran harta zakat kepada fakir dan miskin
menambah kuatnya daya beli dan tuntutan untuk membeli kebutuhan-kebutuhan pokok tentunya
itu akan meningkatkan produktifitas dan kesempatan kerja
7. Harta zakat dapat mengetaskan kemiskinan, karena zakat dapat mengubah orang-orang fakir
menjadi orang-orang yang dapat memanfaatkan harta zakat.

1.
2.
3.
4.
5.

Benda yang wajib dizakati, yaitu:
Emas, perak, dan uang
Hasil bumi dan buah-buahan
Harta perniagaan
Barang tambang
Hewan ternak

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Syarat-syarat wajib zakat, yaitu:
Kemilikan yang sah dan pasti
Berkembang biak secara alami atau usaha
Mencapai nisab
Melebihi kebutuhan pokok
Bersih dari hutang
Mencapai haul yaitu perputaran satu tahun.
Orang-orang yang berhak menerima zakat disebut mustahiq. Sebagaimana firman Allah
dalam surat at-Taubah: 60

‫عل وي لوها ووال لوعافمفليون ووال لوموسافكيفن لفل لقفوقورافء ال نوصودوقاتقفإن نووما‬
‫الفنروقا ف‬
‫ب ووففي قققلوبققهلم ووال لقموؤل ن ووففة و‬
‫عفليمن ووالل ن وقه الل ن وفه فمون وففريوضبة ال ن وسفبيفل ووابلفن الل ن وفه وسفبيفل ووففي ووال لوغافرفميون‬
‫وحفكيمن و‬

Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,orang-orang miskin, penguruspengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang
yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai
suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
H. Wakaf
Wakaf berasal dari kata “waqofa” artinya menahan, dalam hal ini menahan harta untuk
diwakafkan. Secara etimologi berarti menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah
SWT. Harta yang telah diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir (untuk waktu selamanya),
kepemilikannya berpindah kepada Allah SWT. Harta tersebut bukan milik wakif dan juga bukan
milik nazhir. Sedangkan harta yang diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir agar dimanfaatkan
(untuk waktu tertentu), masih menjadi milik Wakif, sehingga harus dikembalikan kepada Wakif
setelah jangka waktu pemanfaatan harta wakaf berakhir.
Harta wakaf (baik untuk waktu selamanya maupun untuk waktu tertentu) tidak dapat
dijual, dihibahkan, diwariskan atau apapun yang dapat menghilangkan kewakafannya. Peran
Nazhir adalah hanya mengelola harta wakaf tersebut agar jangan berkurang, dan
mengupayakannya berkembang sehingga hasil (keuntungannya) dapat digunakan untuk
keperluan sosial (mauquf alaih).
Di dalam Islam wakaf adalah salah satu bentuk sedekah yang dianjurkan meskipun
perintahnya tidak disebutkan secara tegas sebagaimana halnya zakat, namun para ahli dipandang
sebagai landasan perintah untuk berwakaf, yaitu:
1. Al-Qur’an
 Surat al-Hajj : 77

‫خي لور ويااي نقوهاال ن وفذي لون وء‬
‫عبققدوا وربنوك قلم والفوعقل ال ل و‬
‫جقدوا ووا ل‬
‫آومقنوا الرك وقعو ووالس ق‬
‫حوون‬
‫ل ووعل ن وك قلم تقلفلف ق‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ruku´lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.
 Surat Al-Baqarah : 267

‫خورلجونا ووفم ن وما ك ووسبلتقلم وماوط في نوبا ف‬
‫ت فملن أ ون لففققوا آومقنوا ويااي نقوهاال ن وفذي لون‬
‫ال لأ ولرفض فمون ل وك قلم أ و ل‬
‫ث اتوي و ن ومقموا ووولا‬
‫عل وقموففيفهاتقلغفمقضو أ ولن فإ ن ولا فبآفخفذيفه وول ولستقلم تقن لففققوون فمن لقه ل ل و‬
‫خفبي و‬
‫اووا ل‬
‫غفن نيالل ن ووه أ و ن ون‬
‫وحفميند و‬

Artinya: Hai orang-orang beriman, berinfaklah dari hasil kerja kalian yang baik-baik dan hasil bumi
yang kalian dapatkan seperti pertanian, tambang dan sebagainya. Janganlah kalian sengaja
berinfak dengan yang buruk-buruk. Padahal kalian sendiri, kalau diberikan yang buruk seperti
itu, akan mengambilnya dengan memicingkan mata seakan tidak ingin memandang

keburukannya. Ketahuilah Allah tidak membutuhkan sedekah kalian. Dia berhak untuk dipuji
karena kemanfaatan dan kebaikan yang telah ditunjuki-Nya.
2. Hadits
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Umar bin Khatab mempunyai tanah (kebun) di Khaibar, lalu ia
datang kepada Nabi SAW, untuk meminta petunjuk mengenai tanah tersebut, ia berkata Wahai
Rasulullah saya memperoleh tanah di Khaibar, yang belum pernah saya peroleh harta yang lebih
baik bagiku melebihi tanah itu, apa perintah engkau (kepadaku) mengenainya? Nabi SAW
menjawab, jika mau kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan (hasilnya), Ibnu Umar berkata
maka Umar menyedekahkan tanah itu (dengan mensyaratkan) tanah itu tidak dijual, tidak
dihibahkan, dan tidak diwariskan ia menyedekahkan hasilnya kepada fuqara, kerabat, riqab
(hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak berdosa dari orang yang
mengelola untuk memakan dari (hasil) tanah itu secara ma'ruf (wajar) dan memberi makan
(kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik. Rawi berkata, saya
menceritakan hadis tersebut kepada Ibnu Sirin, lalu ia berkata ghaira mutaatstsilin malan' (tanpa
menyimpanya sebagai harta hak milik. (H.R. al-Bukhari, Muslim, al Tharmidzi, al-Nasa'i).
Tujuan wakaf:
1. Untuk kepentingan umum
2. Untuk menolong fakir miskin
3. Untuk kepentingan anggota keluarga sendiri.
2.3. Tujuan Ekonomi dalam Islam
Segala aturan yang diturunkan Allah SWT dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya
kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan dan kerugian
pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu
manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga
sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh
umat manusia, yaitu:
1. Pnyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan
lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di
bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya mashlahah (merupakan
puncaknya).
Para
ulama
menyepakati
bahwa mashlahah yang menjadi puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:
a. keselamatan keyakinan agama ( al din)
b. kesalamatan jiwa (al nafs)

c. keselamatan akal (al aql)
d. keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
e. keselamatan harta benda (al mal)
2.4. Prinsip-Prinsip Ekonomi dalam Islam
Secara garis besar, ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar, yaitu:
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT kepada manusia.
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerjasama.
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.
5. Ekonomi Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk
kepentingan banyak orang.
6. Seorang muslim harus takut kepada Allah SWT dan hari penentuan di akhirat nanti.
7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.

BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Masalah ekonomi merupakan masalah yang universal. Oleh karena itu, seluruh dunia
menaruh perhatian yang besar terhadap permasalahan ekonomi. Dalam pandangan Islam,
permasalahan ini tidak dapat diselesaikan hanya melalui perubahan yang bersifat kosmetik
belaka, diperlukan perubahan yang bersifat mendasar mulai dari tatanan filosofi yang akan
membentuk teori ekonomi Islam, yang kemudian akan membentuk prinsip-prinsip sistem
ekonomi Islam sehingga pada akhirnya akan terbentuk secara otomatis perilaku Islami dalam
ekonomi.
Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan
manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan
prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan
hanya titipan dari Allah SWT agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia
yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah SWT untuk dipertanggungjawabkan.
1.2. Saran
Ekonomi dalam Islam mengajarkan seorang muslim harus memperhatikan ketentuanketentuan syari’at, dimana Islam sebagai way of life, sebagai rahmatan lil alamin telah

memberikan petunjuk kepada kita tentang bagaimana suatu keteraturan itu dibentuk disemua lini
kehidupan baik dunia maupun akhirat, termasuk aturan dalam bermuamalah atau kita persempit
lagi, aturan berekonomi. Dalam perekenomian Islam tersebut sangat dilarang yang namanya riba
dan sejenisnya. Hal ini dilarang karena dapat merugikan baik dalam bentuk materi atau
lainnya. Oleh karna itu, hendaknya kita melakukan suatu usaha ekonomi secara jujur, terbuka
tanpa ada suatu hal yang ditutupi agar tidak ada pihak yang dirugikan.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Behesti, Muhammad H. 1992. Kepemilikan dalam Islam, Penerjemah: Luqman Hakim, dkk. Jakarta: Pustaka
Hidayah.
Imtihana, Aida, dkk. 2009. Buku Ajar Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) Pendidikan Agama
Islam untuk Perguruan Tinggi Umum. Palembang: Universitas Sriwijaya
Lubis, Suhrawardi K. 2004. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Mannan, M. Abdul. 1970. Islamic Economics: Theory and Practice. dalam Delhi. Sh. M. Ashraf.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2009. Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers
Prihatna, Andi Agung. 2005. Revitalisasi Filantrofi Isl