Budhisme di Cina dan aliran
Budhisme di Cina dan aliran-alirannya
Tidak di ketahui secara pasti kapan agama Budha masuk ke
cina, namun pendapat yang umumnya diterima ialah pada
permulaan
dinasti
Han,
ketika
kaisar
Ming
Ti
(58-76
M)
mengirimkan utusan ke India untuk meniliti agama Buddha.
Perkembangan
awal
agama
tersebut
di
Cina
yang
telah
memperlihatkan hasil yang menggembirakan karena mendapat
perlawanan dan tantangan dari kepercayaan dan filsafat asli cina
yang telah berkembang sebelumnya, seperti yang di ajarkan oleh
konfusius, di samping ajaran dan filsafat Buddha dianggap terlalu
kaku dan metafisis sehingga dirasakan sangant bertentangan
dengan
alam
pikiran
cina
yang
praktis
dan
materialistik.
Perkembangan yang cukup pesat mulai terjadi setelah abad
kedua masehi, yang antara lain karena jatuhnya dinasta Han yang
diikuti dengan merosotnya Konfusiasme dan Taoisme sehingga
mengakibatkan Cina menghadapi kegelisahan budaya. Tradisi dan
struktur yang lemah, sementara alternatif baru belum muncu.
Dalam situasi budaya seperti itulah, Buddha Mahayana muncul
dan dipandang mampu memenuhi kebutuhan yang ada dengan
menawarkan suatu bentuk upacara keagamaan yang berbeda
dari tradisi-tradisi yang sudah ada sebelumnya di satu pihak, dan
di lain pihak kepercayaan dan tradisi asli tadi memberikan
sumbangan dalam membentuk kualitas agama Buddha yang
merakyat di Cina.[1]
Pada periode awal perkembangan agama Buddha di Cina itu
banyak didirikan wihara-wihara dan dilakukan penerjemahan
naskah-naskah Buddha ke dalam bahsa Cina. Salah seorang
penerjemah yang terkenal adalah Sarvastivadin yang telah
mengerjakan terjemahan tidak kurang dari 100 naskah Buddha ke
dalam bahasa Cina. Akan tetapi masa keemasan agama Buddha
di Cina antara abad ke 7 M. Hingga abad ke-9 M. Di bawah
kekuasaan dinasti T’ang. Pada masa ini, kontak antara cina dan
India tidak hanya terbatas pada bidang keagamaan saja, tetapi
jugamenyangkut bidang-bidang yang lain. Pada masa dinasti
T’ang, agama Buddha diadaptasikan dan dikombinasi dengan
kebudayaan setempat, seperti terlihat dalam berbagai karya seni
yang bercorak keagamaan. Masa keemasan ini juag ditandai
dengan
banyaknya
para
ilmuwan
Cina
yang
melakukan
perjalanan untuk mempelajari dan menulis sejarah agama ke
berbagai negeri yang termasuk Nusantara, menerjemahkan kitabkitab sutra dan memperkaya dengan ide-ide keagamaan yang
ganjil dan menakjubkan. Di antara para ilmuwan itu adlah Fa
Hien, Hi Nen, Tsang dan I’Tsing.
Namun kemajuan agama Buddha di Cina itu
ditandai pula dengan kebangkitan kembali Konfusiasme yang
bersifat sosial-elitis sehingga serimg berbenturan dengan ajaran
Buddaha yang menekankan pada kehidupan sejati melalui hidup
membiara sebagai bhikkhu. Pertetangan tersebut merembaet
pula pada tradisi cina yang menekankan pada kehidupan keluarga
disatu pihak, dengan ajaran Buddha untuk hidup selibat dan
membiara dilain pihak, yang secara ekonomis tidak membantu
pengembangan produktivitas keluarga dan masyarakat. Namun
sejauh itu agama Buddha tetap mampu mengakomodasikan
dirinya dengan kepercayaan tersebut sehingga memperoleh
tempat sejajar dengan konfusianisme dan taoisme. Bahkan,
ketiga-tiganya membentuk landasan filsafat dan agama di Cina
yang dikenal sebagai Sam Kauw, atau Tri Dharma, yang berarti
tiga ajaran.[2]
Aliran Dhyana
Dengan kesempurnaan ini, kita memasuki alam dari
tapabrata dan psychologi phonomena yang abnormal, Mahayan
sekarang memulai menjadi tak dapat dipahami. Dhyana, berasal
dari
dhya,
adalah
salah
satu
istilah
yang
tidak
dapat
diterjemahkan sebagai meditasi,’ kegembiraan yang luar biasa,’
perenungan, rasa gembira, dan seterusnya.
C.A.F. Rhys Davids telah menunjukan bahwa jhana dalam
pali tidak berarti meditasi, karena kata-kata bahasa inggris
menyatakan secara tidak langsung usaha intelektual.
C.A.F. Rhys Davids menjelaskan Dhyana sebagai latihan mengenai
renungan penuh atau abstraksi. Ini boleh diterima sebagai
terjemahan konvensional untuk saat sekarang.
Dhyana dijelaskan dalam Bodhisattva bhumi sebagai
konsentrasi dan stabilitas atau ketetapan dari pikiran. Lawan kata
dari dhyana adalah viksepa (perusakan pikiran) atau manahksobha (agitasi atau gangguan dari pikiran ) Dhyana adalah
demikian
mengalami
terutama
dan
dan
pada
memperoleh
pokoknya
ketentraman
usaha-usaha
dan
dari
ketenangan
(camatha) yang sudah tentu berpasangan dengan konsentrasi
mental dalam Pr.Pa.Cata.
seorang bodhisattva yang mulai
melatih dhyana harus melalui suatu tingkatan pendahuluan dari
persiapan, yang boleh di katakan mencangkup pembuangan dan
kesunyian, pengolahan dari empat yang maha mulia, atau
keadaan sempurna dan penggunaan dari krtsnayatanas.
Seorang bodhisatwa yang mulai melatih dhyana, sekarang harus
menyerahkan kehidupan keluarga dan hubungan sosial umum,
dan mengundurkan diri ke suatu tempat terpencil didalam hutan.
Dia harus hidup sebagai pertaba yang tidak kawin dan sebagai
pertapa. M. Anesaki menjelaskan pendapat itu bahwa umat
mahayana menemukan kehidupan mulia atau yang berumah
tangga
tidak
ada
jalan
lain
bertentangan
dengan
latihan
mengenai paranitas dan pencapaian bhodihi. Tetapi para penulis
terkenal sangsekerta tidak mendukung pandangan ini. Aphorisme
(aphorism=a short pithy sentence, stating a general doctrine or
truth). Pali yang terkenal, menyelahkan kehidupan yang telah
berumah tangga, ditemukan dalam beberapa halaman versi
sangsekerta. Kehidupan dalam rumah itu adalah sempit. Dan
penuh dengan halangan ( kamar, tempat tidur bayi, batasanbatasan) sementara kehidupan seseorang bhikku adalah bagaikan
udara terbuka. Adalah sulit untuk menuju murni, cermat, dan
kehidupan spiritual suci sebagai yang berumah tangga. Menurut
Pr.pa. Cata., bujangan adalah perlu untuk penerangan. Bahkan
seseorang
adalah
bhodisatva
yang
sungguh-sungguh
telah
sesuatu
menikah,
tipuan
perkawinannya
yang
soleh
demi
perubahan bagi orang lain. Dia tidak sungguh-sungguh menikmati
kesenangan berhala nafsu, dia tetap sebagai seorang bujangan.
Da. Bhu mengajarkan bahwa seseorang bhodisatva menjadi
seorang biksu tingkat pertama dari karirnya. Seorang bhodisatva
harus berkelana sendirian bagaikan badak. Pohon-pohon dan
bunga-bunga didalam hutan adalah teman-teman yang tidak
memberikan kesusahan, dan tema-teman mereka lebih baik pada
yang bodoh ini dan orang-orang dunia yang mementingkan diri
sendiri. Seorang bhodisatva yang telah kembali kehutan harus
menemukan batang kayu di pepohonan, buku-buku di dalam
sungai yang mengalir. Dia harus bebas dari ide mengenai sendiri
dan pemilikan, seperti pohon tapi harus bersedia berkorban
kehidupannya bagi mereka dalam satu semangat yang sangat
merasa kasihan jika binatang itu menyerang dia. Dia harus
mencurahkan perhatian pada meditasi dan ujian diri sendiri, dan
juga berkhutbah secara kebetulan kepada umat awam yang
mungkin
mengunjunginya
didalam
pertapaan.
Seorang
bodhisattva harus melatih 4 meditasi yang dinamakan brahma
vihara (4 yang maha mulia;) juga dikenal sebagai apramanani.
4 brahma vihara terdiri dari pengolahan yang dalam
mengenai 4 perasaan, menurut suatu metode tertentu, yaitu :
-
Maitri (cinta atau persahabatan)
Keruna (perasaan terharu)
Mudita (kesenangan simpatik)
Upeksa (ketenangan).
Konsepsi mengenai dhyanatelah diperhalus, tetapi doktrin
utama mengelilingi 9 keadaan psykologis, nyata atau iamjinasi,
yang
dinamakan
anupurva-vihara
(yaitu
keadaan-keadaan
berurutan secara teratur). Empat yang pertama dari keadaan ini
dikenbal sebagai 4 dhyana, dan 5 yang terakhir umumnya
dikatakan mengenai samapatis (pencapaian). Yang belakangan ini
adalah yang utama yakni tingkat ke-4, ke-5, ke-6, ke-7, dan ke-8
adalah
pokok-pokok
dari
suatu
daftar
dari
8
vimoksas
(pembabasan, atau tingkatan pembebasan) tingkatan tertinggi ini
biasanya dinamakan samapatis, dan bukan dhyana, di dalam
naskah
sansekerta.
Pembebasan
yang
pertama
tidaklah
berhubungan dengan pokok pembahasan kita dalam bagian ini.
Sejarah permulaannya mengenai kategori itu adalah tidak jelas.
Mereka itu barangkali sudah ada sebelum agama Buddha,
sebagaimana Brahma-jala-sutta menghubungkan mereka dengan
sekte non-Buddhist. Menurut Lal.V. Rudraka Ramaputra, sebagai
gurunya Buddha Gautama untuk beberapa waktu, melatih itu.
Berikut ini penjelasan Dhyana :
Dhayana ke-1. Dia (yakni
bodhisattva
)
bebas
dari
kesenangan hawa nafsu dan keadaan pikiran yang buruk dan
tercela, memperoleh dan tinggal dalam dhyana ke-1, yang timbul
dari pengasingan, dan berhubungan dengan kesenengan dari
kegembiraan, dan timbul dari penuh konsentrasi di dalam
ketiadaan dari refleksi dan infestigasi.
Dhyana ke-2. Dengan penghentian
dari
refleksi
dan
investigasi, dia, tenang di hati, mengkonsentrasikan pikirannya
pada satu titik, memperoleh dan tinggal dalam dhyana ke -2. Yang
berhubungan dengan kesenangan dan kegembiraan, dan timbul
dari penuh konsentrasi di dalam ketiadaan dari refleksi dan
investigasi.
Dhyana ke-3. Setelah meninggalkan kemelekatan pada
kesenangan, dia tetap hampir tidak berubah, sadar, dan memiliki
dirinya sendiri berpengalamandalam tubuhnya kesenangan yang
orang mulia menguraikan sebagai tinggal dalam ketenangan hati,
kewaspadaan, dan kebahagiaan, memperoleh dan tinggal dalam
dhyana ke-3 dimana tanpa kesenangan.
Dhyana ke-4. Karena bebas dari sakit dan kesenengan dan
hilangnya yang dulu mengenbai kegirangan hati dan kkecewaan,
dia memperoleh dan tinggal dalam dhyana ke-4, dimana tidak
sakit begitu juga senang, yang murni mutlak melalui ketenagnagn
dan kewaspadaan.
Dhyana ke-5. Dia melebihi semua persepsi mengenai bentuk
materi, melenyapkan persepsi akan daya tahan , tidak menaruh
perhatian terhadap persepsi mengenai perbedaan, menyadari
bahwa ruang adalah tidak terbatas dan memperoleh dan tinggal
dalam ruang pola yang terbatas.
Dhyana ke-6. Kesadaran yang tidak terbatas. Dia melebihi
semua ruang bola yang tak terbatas, menyadari bahwa kesadaran
ialah
tak terbatas memperoleh
dan
tinggal dalam
bidang
kesadaran yang tidak terbatas.
Dyhana ke-7.Alam dari tidak ada apa-apanya. Dia melebihi
semua bidang kesadaran yang tak terbatas, menyadari bahwa
tiada apa-apa memperoleh dan tinggal dalam ruang yang tiada
apa-apa.[3]
Formula sansekerta berbeda dengan Pali dalam beberapa hal.
Keadaan psycologi juga di anggap membawa seorang bodhisattva
menyentuh langsung dunia dan ruang yang berbeda, yang
eksistensinya diterima di kosmologi buddhism.
C.A.F. Rhys Davids mengatakan, ini adalah demikian
untuk membenamkan semua dunia mengenai perasaan, dan kerja
dari pikiran mengenai dunia perasaan, bahwa kekuatan dunia lain
naik di dalam kesadaran manusia. Dia percaya bahwa Budhist
bahkan
dapat
membuat
komunikasi
dengan
yang
telah
meninggala dengan cara dhyana.
Akan tetapi hal itu mungkin, kosmologi dari buddhist
Mahayana membagi semesta ke dalam 3 bagian atau tiga alam
(Tri Loka) : ruang lingkup atau alam mengenai kenikmatan
berhubungan dengan panca indera, alam dari bentuk atau
zat(benda), dan alam dari tiada bentuk atau bukan zat atau
benda . sebagaimana W.Kirfel telah telah menunjukan, 3 kategori
ini
adalah
yang
pertama-tama
diterapkan
pada
konsepsi
mengenai bhava, dan kemudian diperluas ke seluruh semesta.
Macrocosm dan microsm jadi dibawa kedalam keseimbangan.
Aliran cen yen
I-tsing pada abad ke-7 tiba di Nalanda, beliau
berusaha
untuk
memahammi
aliran
Tantra
Mahayana
ini.
Kemudian pusat aliran Tantra Mahayan ini pindah ke India Timur
sebagai pusatnya yakni di Universitas Vikramasiladari sekte
Vajrayana, dari sana dibawa oleh Padmasambhava ke tibet yang
kemudian
berhubungan
Vajrayana
merupakan
mahayana,
sekte
langsung
fase
sebelumnya
dengan
Lamaisma
perkembangan
adalah
terakhir
Mantrayana.
Tibet.
dari
Sekte
yogacara tinbul pada abad ke-4 yang menitikberatkan meditasi
dan disiplin, mantrayana kemudian mengembangkan lebih lanjut
dari
yogacaradengan
menggunakan
mantra
dan
doa-doa,
penggabungan simbolmistik dan gaib. Tabtra Buddhist mendapat
pengaruh dari Brahmanisme yang banyak upacara dan ungkapan
gaib di dalam petunjuk dari Atharva-veda.
Pada abad IV M., srimitra dari kucha (sinkiang)
menterjemahkan sebuah kitab Tantrayana yang berisikan mantramantra, pengobatan serta doa-doa dan ilmu gaib, hal-hal
demikian
tidaklah
mencerminkan
nilai-nilai
agung
dari
Tantrayana. Tantrayana yang murni baru dapat berkembang
setelah datangnya 3 (tiga) Guru besar dari India ke Tiongkok pada
masa dinasti T’ang (abad VI-VII) tiga guru besar tersebut adalah :
1)
Subhakarasinha/san wu wei (637-735); beliau adalah bekas ian
pergi ke kashmir dan pada tahun 716 tiba di Chang an,
Subhakarasinha dan I-tsing menterjemahkan Maha Vairocana
Sutra (Ta Re Ju Lai Cing) ke dalam bahasa Tiong hoa pada tahun
725 M.
2)
Vajrabodhi / cin kang ce (663-723 M.) beliau berasal dari India
selatan dan belajar di Nalanda, beliau mempelajari Vinaya,
Madhyamika, Yogacara, dan Varasekhara, pada tahun 720 beliau
menterjemahkan Vajrasekhara ke dalam bahasa Tiong hoa.
3)
Amoghavajra / Pu Khung (705-884); beliau berasal dari India
utara dan menjadi siswa Vajrabodhi, pada waktu muda telah
mahir
tentang
Tantrayana
Samantabhadra
mengenai
kemudian
belajar
Vajra-sekharayoga
lagi
dengan
dan
Maha
Vairocana Garbhakosa. Dia tiba di Chang An pada tahun 746 M.
Yogacara
diperkenalkan
adalah
oleh
nama
asanga
sekte
dan
dari
Mahayana
saudaranya
yang
vasubandhu.
Doktrinnya dikenal sebagai Vijnanavada dan pengikutnya disebut
Vijnanavadin. Pandangan yogacara juga berasal dari Madhyamika,
yaitu
vijnana
(kesadaran)
adalah
nyata,
sedangkan
obyek
kesadaran adalah tidak nyata, filsafat Madhyamika bahwa baik
subyek maupun obyek kedua-duanya di dalam kesadaran adalah
tidak nyata (realitas adalah sunyata bagi Madhyamika). Menurut
yogacara kejadian dari ilusi menunjukan bahwa kesadaran dapat
mempunyai isi tanpa adanya suatu hubungan obyek yang diluar
pada kesadaran itu. Ini menunjukkan “Murti” sifata dasar yang
dimiliki sendiri mengenai kesadaran, oelh akrena itu apa yang
dinamakan obyek atau isi hasil dari kesadaran adalah hasil dari
suatu perubahan kesadaran bagian dalam, salah satu karya
Asanga adalah yogacara –bhumi Sastra.
Perluasan dari ide yogacara dalam agama Buddha
permulaan termasuk dihayati oleh aliran Sautrantika yamng
mengajarkan Panca Skandha yaitu vijnana sendiri adalah telah
ada dari tumimbal lahir. Yogacara mengembangkan doktrin
mengenai alaya-vijnana atau gudang kesadaran hal di maksudkan
kesadaran murni.
Vijnanvada
Memberikan formulasi mengenai doktrin Tri kaya, namun
asanga dan para pengikutnya memberikan bentuk ide yang
sistematis
sebagaimana
ditemukan
dalam
permulaan
perkembangan agfama buddha. Doktrin Tri kaya dari karya
asanga berkaitan dengan pandangan yogacara mengenai tiga
kebenaran.
Kebenaran
yang
pertama
adalah
kebeneran
konvensioanl yaitu berdasrakan persepsi berdasarkan perasaan.
Kebenaran yang kedua adalah kebenrana yang dikaji, konsepsi
sebagaimana yang telah dikaji berhubungan dengan sebab, itu di
luar dari asalnya, dan kondisi mengenai pelapukannya. Kebenaran
yang
ketiga
panirispanna
yang
merupakan
yang
tertinggi
dinamakan
yaitu tanpa awal atau asal pelapukannya, tidak
berubah, dan ketiadaan dari mengenai subyek dan obyek.
Nirmana-kaya adalah kebenaran konvensioanl . sambogha-kaya
adalah kebenaran yang kedua (paratantra), dan Dharma-kaya
adalah kebenaran yang tertinggi tau ketiga (parinispanna).
Yogacara pada perkembangan berikutnya dikenal
dengan Vajrayana atau tantra. Dengan penggabungan mengenai
ritual,ibadah, dan yoga dalam konteksnya mengenai ide absolut,
aspek gandanya yaitu kedua-duanya agama, metafisik, dan
tujuannya. Mengenai perubahan personalitas manusia dengan
cara institusi mistik dengan yang absolut.[4]
Pada abad ke VIII, seorang bhiksu cendekiawan jepang
yang bernama Kobo Daishi (Khung Hai Ta She) menggaris bawahi
kedudukan tantra Buddhist sebagai berikut :
Pertama, orang-orang awam yang hidupnya hanay menuruti
hawa-nafsunya.
Kedua, tingkatan manusia yang berusaha untuk hidup bermoral
dan mengerti akan tatakrama kehidupan. Ini diwakili oleh kaum
konfusianisme (kong hu cu)
Ketiga, tingkatan manusia kedewaan yang berusaha untuk
mengumpulkan kesaktian-kesaktian. Ini diwakili oleh kaum Taois
dari Tao Chiau dan sementara kaum Brahmin.
Keempat, tingkatan kaum sravaka, yaitu siswa-siswa Hyang
Buddha yang mendengarkan langsung ajaran-ajaran Buddha dan
berusaha untuk mensucikan diri. Ini diwakili oleh Abhidharmakosa
Kelima,
tingkatan
menikmati
kaum
hasil-hasil
Prataya
kesucian
Buddhayana
tetapi
tidak
yang
hanya
menghiraukan
makhluk lain.
Keenam, golongan yang menganggap bahwa Ekayana adalah hal
yang nyata. Ini diwakili oleh kaum Tri sastra
Ketujuh, golongan yang mewakili kaum Dharmalaksana.
Aliran Vinaya
Sekte Vinaya ini didirikan di Tiongkok pada waktu
dinasti T’ang abad ke-6 oleh bhiksu Tao Hsuan. Sesuia dengan
namanya, sekte ini sangat menitikberatkan pada kitab-kitab
Vinaya. Sejak agama buddha masuk ke Tiongkok pada abad ke 1
M sampai dengan abad ke-4 M, belum semua kitab Vinaya ada
secara lengkap sebagai pedoman bagi para bhiksu di Tiongkok.
Bhiksu Fa Hsien pergi ke India melalui jalan darat dengan berjalan
kaki dan kembali ke Tiongkok melalui Srilanka dengan kapal laut
(399-414 M) untuk mengambil kitab-kitab viyana.
Kitab- kitab suci Vinaya dalam bahasa sansekerta dijadikan
sebagai pedoman mereka :
1.
Brahmajala Sutra (Fan Wang Ching) terjemahan Kumarajiva
tahun 406 M sebagai kitab pedoman utama.
2.
Catuh Vinaya (empat disiplin) yaitu :
Mahasanghika Vinaya (Ta Seng Che
Lu
)
terjemahan
Buddhabandra (405 M ) dalam bahasa mandarin sebanyak 40 jilid
(Chuan)
Sarvastivada Vinaya (Se Th’ung Lu) terjemahan punyatara
(404-406M) dalam bahasa mandarin sebanyak 61 jilid,
-
Dharmagupta Vinaya (She Fen Lu ) terjemahan Buddhayasa
(405 M) dalam bahasa mandarin sebanyak 60 jilid,
Mahisaka Vinaya (U Pu Lu ) terjemahan Buddhajiva (423 M )
dalam bahasa Mandarin sebanyak 30 jilid.
Pratimoksa dalam aliran Mahayana adalah berdasrakan
Dharmagupta Vinaya (She Fen Lu) berisikan 250 pasal, dan
disebut juga Vinaya empat bagian (She Fen Lu), sedangkan
peraturan
Bodhisattva
Sila
berdasarkan
Brahmajala
Sutra
berisikan 58 pasal. Sekte Vinaya ini juga berkembang sampai ke
Jepang dan korea. Tahun 754, bhiksu Ch’ien Chen datang ke Nara
– jepang mengajarkan Vinaya kepada para bhiksu jepang. Sekte
Vinaya ini adalah aliran Mahayan yang didirikan di Tiongkok.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukti H.A. Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta : IAIN Sunan
Kalijaga Press, 1998. Desa Kausalya karma sutra (Dharma Pitaka),
Bogor-Jawa Barat 2008
Kebahagiaan Dalam Dhamma, Jakarta: Majelis Buddha Mahayana
Indonesia.
Conze,Prof. Buddhist Thought in India: T.R.V.Murti, 1995
[1][1] Mukti ali, agama-agama dunia, bogor ;IAIN sunan kalijaga press, cetakan
ke-2 h.138
[2] [2][2] Mukti ali, agama-agama dunia,bogor ;IAIN sunan kalijaga press , cetakan
ke-2 h.139
[3] Budha Dharma Mahayana,jakarta; majelis agama buddha mahayana
indonesia.cetakan ke-1, h.257-258
Prof.conze, buddhist Thought in India; T.R
.V.Murti, 1995. Hal.3
KATA PENGANTAR
Puji serta rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat,
hidayah dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada rasul panutan kita yakni Nabi
Muhammad SAW, juga kepada keluarganya, para sahabatnya dan semua
pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Dengan selesainya makalah ini, mahasiswa dan para pembaca diharapkan mampu
memahami dan mengamalkan isi dari pada makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari mahasiswa dan
para pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini, semoga amal kebaikannya dilipat gandakan oleh Allah
SWT dan menjadi amal saleh yang akan menjadi saksi di hari kiamat nanti. Amiin
Penulis
A. Latar Belakang
Sejarah perkembangan agama Buddha di dunia ini merupakan hal yang sangat
penting bagi setiap manusia. Karena minat setiap manusia kurang mengenai
sejarah dalam keingin-tahuan tentang perkembangan agama Buddha di dunia.
Agama Buddha yang secara historis dan filosofis telah menjadi bagian dari
peradaban dunia yang nilai-nilai filsafati, budaya, politis dan yang berkaitan
dengan perkembangan dunia secara lokal maupun global telah mendarah daging
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perubahan dan perkembangan suatu
bangsa, khususnya di Asia. Sejarah perkembangan agama Buddha dianggap
dimulai di daerah hulu Sungai Indus sekitar 33.000 tahun yang lalu, tepatnya di
Mahenjo Daro dan Harappa. Pada mulanya penduduknya tidak seperti sekarang
tetapi memiliki perawakan yang kecil, berkulit hitam, dan berambut keriting yang
lebih dikenal sebagai bangsa Dravida. Setelah masuknya bangsa Arya yang
membawa serta kebudayaannya, membuat peradaban bangsa Dravida terdesak ke
India bagian selatan. Kedatangan bangsa Arya inilah yang menimbulkan adanya
system kasta di dalam struktur masyarakat India .
B. Tujuan
Pembuatan makalah yang bertema “Sejarah Perkembangan Agama buddha Dunia
1. Masyarakat dapat memahami sejarah Agama Buddha Di Dunia
2. Agar mahasiswa dapat mengenal sejarah perkembangan Agama Buddha di dunia
3. Menambah wawasan para pembaca.
C. Rumusan Masalah
1. Sejarah Peradaban India
2. Agama Buddha di Cina
PEMBAHASAN
1. Sejarah Peradaban India
Sejarah peradaban India dianggap dimulai di daerah hulu Sungai Indus
sekitar 33.000 tahun yang lalu, tepatnya di Mahenjo Daro dan Harappa. Pada
mulanya penduduk tidak seperti sekarang tetapi memiliki perawakan yang kecil,
berkulit hitam, dan berambut keriting yang lebih dikenal sebagai bangsa Dravida.
Setelah masuknya bangsa Arya yang membawa serta kebudayaannya membuat
peradaban bangsa Dravida terdesak ke bagian selatan. Dalam hal ini bangsa Arya
menjadi bertambah pesat. Agama Budha tumbuh di India tepatnya bagian Timur
Laut. Agama Budha muncul sebagai reaksi terhadap domonisi golongan Brahmana
atas ajaran dan ritual keagamaan dalam masyarakat India. Selain itu adanya
larangan bagi orang awam untuk mempelajari kitab suci. Bahkan sebelumnya
kaum ksatria dan raja harus tunduk kepada Brahmana. Sidharta memandang bahwa
sistem kasta dapat memecah belah masyarakat bahkan sistem kasta dianggap
membedakan derajat dan martabat manusia berdasarkan kelahiran. Oleh karena itu,
Sidharta berusaha mencari jalan lain untuk mencapai moksa yang kemudian
berhasil ia peroleh di Bodhgaya (tempat ia memperoleh penerangan agung).
Pahamnya disebut agama Budha. Menurut agama Budha kesempurnaan (Nirwana)
dapat dicapai setiap orang tanpa harus melalui bantuan pendeta/ kaum Brahmana.
Setiap orang mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk mencapai
kesempurnaan tersebut asalkan ia mampu mengendalikan dirinya sehingga
terbebas dari samsara. Berdasarkan pandang tokoh-tokoh agama Buddha, sejarah
agama Buddha tidak dimulai pada abad ke-6 dengan kelahiran Sidharta Gautama,
tapi sudah jauh sebelumnya, yaitu dengan sejarah-sejarah kehidupan dia sebagai
Buddhisattwa atau “Buddha yang akan datang” beserta ajaran Buddha yang
menyangkut kelahiran kembali (samsara).
Dalam alur sejarah agama agama di india zaman agama budha dimulai sejak tahun
500 SM Hingga tahun 300 M, secara Historis agama tersebut memepunyai kaitan
erat dengan agama hindu yang dating sebelunnya, sebagai agama ajaran budha
tidak bertitik tolak dari tuhan dan hubungannya dengan alam semesta dan seluruh
isinya termasuk manusia tetapi dari keadaan yang dihadapi manusia dalam
kehidupan sehari hari, khususnya tentang tata susila yang harus di jalankan
manusia agar terbebas dari lingkaran kesesatan yang selalu menngiringi
kehidupannya,
Telah lama kita dengar dalam cerita dan kisah yang berkembang di masyarakat
kalangan umat budha bahwa jauh sebelum zaman prasejarah pernah hidup seorang
mahluk yang bernama sumedha, ia pernah mengalami berjuta juta kali reinkarnasi
selama ia dalam tubuh seorang manusia yang mempunyai derajat ke-budha-an
yang bernama sidharta, tidak semua mahluk bias menjelma dalam tubuh yang
mempunyai derajat ke-budha-an sebab derajat ini hanya bias dicapai oleh seorang
yang benar benar telah mempersembahkan pengorbanan yang besar terhadap
sesama umat manusia,
Cerita mengenai riwayat hidup budha sendiri diliputi olej mito;ogi yang ajaib
sehingga menimbulkan penilaian yang berbeda beda terhadap kebenaran cerita
cerita tersebut, E.Senart (1875) berpendapat bahwa cerita tentang riwayat itu
hanyalah mite yang telah berkembang pada zaman sebelum Gautama lahir, dan
mite ini merupakan menggambarkan pemujaan terhadap matahari,
H. Oldemberg berpendapat bahwa Gautama memang benar benar lahir tetapi cerita
mengenai dirinya disesuaikan dengan keadaan waktu, sedangkan H.Kern
mengatakan dengan menyatukan kedua pendapat diatas dan berpendapat bahwa
budha Gautama memang benar benar lahir tetapi cerita kehidupannya memang
diliputi oleh suatu mite tentang matahari yang menerangi bumi.
C. Riwayat Sidharata Gautama
Menurut Riwayat .sidharta dilahirkan pada tahun 560 SM, didaerah
kapilawastu di kaki pegunungan Himalaya, India Utara kira kira seratus mil dari
benares, dalam buku ‘Agama agama Manusia” menyebutkan bahwa ayah dari
sidharta adalah seorang bangsawan yang kaya raya, sedang dalam buku lain
disebutkan bahwa ayahnya adalah seorang raja yang kaya raya bernama sudhodana
dan ibunya bernama maya, tempat lahirnya ditemukan dilumbini pada tahun 1895 .
Pada suuatu hari maya yang sedang hamil tua pergi dari kapaliwastu ke devadha
hendak menego saudaranya di tengah tengah perjalanan hatinya tertarik untuk
melihat hutan kecil yang penuh dengan bunga dan burung bersiulan, ketika di
dalam hutan tersebut itulah maya melahirkan sidharta dengan wajah yang bersina
bagai matahari, di ceritakan bahwa ketika sidharta lahir seketika itu pula orang
yang tuli bias mendengar, yang lumpuh dapat berjalan, yang buta dapat melihat
dan yang sakit dapat menjadi sembuh, sesudah melahirkan sidharta 7 hari
kemudian maya meninggalkan dunia yang fana ini.
Bayi yang lahir tersbut menurut ramalan seorang pendeta (bernama asita), bahwa
bayi tersebut bbetul betul sebagai utusan dewa yang kelak akan menjadi pemimpin
dan petunjuk bagi semua mahluk dan menolong segenap rohani manusia dari
samsara .
Ayahnya yang merawat dan menjaganya, menginginkan agara sidharta menjadi
seorang raja besar sebagai penerusnya, sejak lahir sidharta di pelihara baik baik
diasuh dengan segala kebesaran dan kenikmatan serta kemewahan, beliau tidak
dapat meninggalkan istana dengan sekehendak hati, jika beliau hendak pergi
bertamasya harus diiringi oelh pegawai istana.
Setelah dewasa kemudian sidharta mempunyai istri yang bernama gopa dan
mempunyai anak laki laki yang bernama rahula,
pada suatu hari sidharta berjalan jalan di kota kemudian melihat orang yang tua
bertongkat dan hampir menyentuh dadanya badannya telah bongkok, kepalanya
berat dan tidak berdaya lagi membawanya, sidharta kemudian merasa kasihan dan
sedih melihatnya,
suatu kisah lain menceritakan bahwa sidharta telah melihat seorang yang
meringkuk karena sakit sambil mengerang dan mengaduh tanda beratnya
penderitaan yang hidup yang dilalui orang tersebut,keluarga disekelilingnya tidak
berdaya menghilangkan rasa sakitnya malah dia tidak dapat menegtahui apa
penyakit yang diderita oleh saudaranya tersebut.
Cerita ketiga menceritakan bahwa sidharta telah melihat satu tubuh mayat yang
sudah lama membusuk dan menimbulkan bau yang sangat menusuk, perjumpaan
dengan orang sakit, orang tua dan seorang mati membuat sidahrta kemudian
memikirkan tentang penderitaan, kemudian dia mulai berfikir zuhud dan
meninggalkan kemewahan serta kesibukannya dan berfikir semoga dia bisa sampai
ketingkat untuk mengetahui rahasia alam .
Sejak mulai berfikir zuhud itu lah sidharta mulai sering keluar dari istana dan
bertapa dan menjadi budha yang artinya “yang disinari”, dari hasil bertapanya ini
sidharta mendapatkan ilham berupa 4 ajaran pokok dan 8 jalan kebenaran .
D. Ajaran sidharta Gautama
Setelah sidharta melakukan pertapaan selama beberapa tahun kemudian dia
mendapatkan ilham berupa 8 jalan jalan kebenaran dan 4 poin khutbah yang
kemudian dia sebarkan kepada semua orang orang, keempat poin tersebut adalah :
1. Lahir menjadi tua, dan meninggal dunia itu menderita, begitu pula itu halnya
dengan bersedih hati itu juga menderita, segala hal yang berhubungan dengan
ketidak enakkan adalah suatu pernderitaan,
2. Apakah yang menyebabkan penderitaan itu?
Penderitaan itu disebabkan oleh hati yang tidak ikhlas dan hawa nafsu,
3. Dapatkah penderitaan itu dihilangkan?
Penderitaan akan lenyap bila hawa nafsu yang berlebihan dapat dihilangkan
4. Bagaimanakah cara melenyapkan penderitaan itu?
Cara untuk melenyapkan penderitaan itu hanya dengan menjalani delapan jalan
kebenaran yang diberikan oleh budha, yaitu :
a. Percaya yang benar
b. Cita cita yang benar
c. Ucapan yang benar
d. Perbuatan yang benar
e. Hidup yang benar
f. Mempelajari hokum yang benar
g. Ingatan yang benar
h. Tafakur atau Samadhi yang benar.
Menurut Karen amstrong dalam bukunya yang berjudul “Budha” kedelapan unsur
jalan kebenaran tersebut telah ada dalam 3 aspek yaitu:
1. Moral atau pengendalian diri, yaitu berkata, bertindak, dan hidup yang benar,
pada pokoknya ketiga komponen ini merupakan bagian dari ekspresi diri.
2. Meditasi, yaitu ajaran yoga yang disempurnakan Gautama, termasuk didalamnya
konsentrasi , perhatian dan usaha yang benar.
3. Kebijaksanaan, dua nilai moral pemahaman, yaitu pemahaman yang benar dan
tindakan yang baik .
Sejarah perkembangan agama Buddha tidak lepas dari bantuan raja-raja yang
mendukung agama Buddha, di antaranya adalah :
a. Ajatasatu
Raja dari kerajaan Magadha yang memberi sokongan dana pada saat diadakannya
sangha samaya pertama di goa Satapani, Rajagaha. Dalam sangha samaya ini untuk
pertama kalinya ajaran Buddha diulang dan dikumpulkan setelah parinibbananya
Buddha Gotama.
b. Ashoka wardhana
Asoka pada awalnya beragama Hindu dan memiliki perangai yang menakutkan
dan kejam. Jika ada kerajaan lain yang tidak mau tunduk kepada Asoka maka
kerajaan tersebut akan diserang dan dijadikan daerah jajahan. Namun setelah
mengenal ajaran Buddha Asoka mulai berubah perangainya. Asoka ikut
menyebarkan agama Buddha ke luar India dengan mengirimkan banyak
Dharmaduta-dharmaduta ke tempat yang berlainan serta mendirikan banyak
prasasti yang berisi tentang ajaran-ajaran agama Buddha. Asoka juga mengirimkan
putra-putrinya yaitu bhikkhu Mahinda dan bhikkhuni Sanghamitta ke Ceylon untuk
menyebarkan agama Buddha di sana. Sanghayana ke-3 diadakan di pataliputta
waktu pemerintahan Asoka, dikarenakan adanya perselisihan diantara sekte
terhadap pemahaman akan kitab suci tipitaka .
Dari Konsili I sampai IV secara garis besar terpecahlah aliran Buddha menjadi
empat aliran besar, yaitu .
Sthavirada menjadi aliran yang sekarang bernama Theravada Buddhis, sedangkan
Mahasangika dan Sarvastivada kelak menjadi aliran Mahayana Buddhis. Sammitya
yang merupakan pecahan Sthavirada sudah punah.
Theravada Buddhis berkembang di India semasa Raja Asoka dan dibawa oleh
Putra Raja Asoka yang bernama Mahinda ke Srilanka dan kelak dari Sri Lanka
menyebarlah Buddha Theravada ke Asia Tenggara pada abad ke-11.
Mahayana Buddhis berkembang di India sebagai bukti adanya perguruan Buddhis
Nalanda sampai seribu tahun, sampai dihancurkannya oleh pendatang dari Persia.
Mahayana mendapat warna dan bentuk sebagai sistim filsafat Buddhis oleh guru
besar yang dikenal sebagai pendiri dua sekte Mahayana, yaitu Nagarjuna abad II
Masehi, yang mendirikan sistem madyamika dengan karyanya yang terkenal
Mulamadyamaka-karika dan Asanga abad IV Masehi yang mendirikan Sistem
Yogacara-vijnanavada dengan karya terkenalnya Yogacarabhumi-sastra. Dari India
menyebarlah agama Buddha Mahayana ke timur, yaitu Cina, Korea, Jepang, dan ke
Utara Tibet dan Nepal yang kelak menjadi Tantrayana Buddhis. Menjelang
pertemuan terakhir atas anjuran raja asoka maka dikirimlah utusan utusan ke
berbagai Negara untuk menyebarkan dharma, antara lain : Syiria, Mesir, Yunani,
dan Asia Tenggara
a. Mahayana di India
Sekitar awal era Kristen, terjadi suatu gejala baru pada agama Budha, yakni
bermunculan Mahayana yang secara harfiyah berarti kendaraan “kendaraan
besar” . Mahayana timbul karena lemahnya semangat lama yang menghasilkan
makin sedikit Arahat, serta tekanan-tekanan dalam doktrin selagi mereka
berkembang dan juga karena tuntutan pengikut awam mengenai hak-hak sederajat
dengan para biksu. Pengaruh asing juga banyak mempengaruhinya. Mahayana
berkembang di Barat Laut India dan India selatan, daerah dimana agama Budha
paling banyak terkena pengaruh-pengaruh non India, seperti pengaruh seni Yunani
dalam bentuk Hellenistik dan Romawi, maupu pengaruh pandangan dari
Mediterania dan Iran, penyilangan ini secara kebetulan menyebabkan agama
Budha Mahayana cocok dibawa ke luar India. Agar dapat disebarkan keluar India.
Agama Budha pertama-tama harus di modifikasi dengan pengaruh-pengaruh
agama asing, sebelum agama Budha diterima oleh agama asing, contoh seperti
agama Budha yang berkembang di daerah Cina maka dia harus menyesuaikan adat
budaya Cina, serta menjalani tahap proses de-Indianisasi. Harus menerima
pengaruh dari mereka dahulu. Bahkan secara garis besarnya, hanya gama Budha
Mahayana inikah yang mampu hidup diluar India .Penyebaran aliran Mahayana
antara abad pertama - abad ke-10 Masehi Dari saat itu dan dalam kurun waktu
beberapa abad, Mahayana berkembang danmenyebar ke arah timur. Dari India ke
Asia Tenggara, lalu juga ke utara ke AsiaTengah, Tiongkok, Korea, dan akhirnya
Jepang pada tahun 538.
b. Hinayana di India
Walaupun Mahayana berkembang, seolah-olah Hinayana yang lama tetap
berjalsan. Tentu saja perkembangan-perkembangan yang baru mempengaruhi
mereka juga. Mereka mengadopsi teori-teori Mahayana, baik dengan secara
meminjam secara langsung ataupun secara karena terpapar pengaruh yang sama
yang membentuk Mahayana. Ide tentang Bodhisattwa kini menjadi terkenala
dialam literatur Jataka yang umumnya menceritakan tentang kehidupan seorang
Buddha sebelumnya. Pada awalnya cerita-cerita ini hanyalah sebuah dongeng saja,
perumpamaan dan lain-lain. Yang diambil cerita rakyat dari bangsa India itu sendiri
yang banyak tersimpan. Maka cerita-cerita ini disusun menjadi cerita Bodhisttwa .
Kata Hinayana bukanlah berasal dari bahasa Tibet, bukan berasal dari bahasa
China, Inggris ataupun Bantu, tetapi berasal dari bahasa Pali dan Sanskerta. Oleh
karena itu, satu-satunya pendekatan yang masuk akal untuk menemukan arti dari
kata tersebut, adalah mempelajari bagaimana kata hiinayaana digunakan dalam
teks Pali dan Sanskerta. Hinayana terdiri dari Hina (kecil) dan Yana sering disebut
sebagai kendaraan kecil karena bertujuan menjadi arahat maupun paccekabuddha
yang dianggap lebih rendah (inferior). Istilah Hinayana sendiri sebenarnya
merupakan istilah yang diberikan oleh kaum Mahayana. pengikut aliran Hinayana
tersebar mulai dari Srilanka, Burma ,Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Laos.
Tradisi yang berkembang selama berabad-abad telah mengubah praktek sempit
aliran Hinayana yang pada awalnya hanya di tujukan untuk bikhu. Hinayana
menjadi aliran yang besar dengan di kenal ditenggah masyarakat. Para bikhuni
terus menekuni ajaran guna mencapai tingkat arhat. namun metode baru
berkembang untuk perumah tangga (umat awam) dalam mempraktikkan ajaran
Agama Budha,meskipun mereka tinggal bersama keluarga, memiliki harta dan
mengejar karir. Aliran hinayana mengajarkan kepada pengikutnya untuk hidup
sesuai ajaran, puas dengan apa yang diperoleh, dan hidup bahagia.
2. Agama Buddha di Cina Dengan mengetahui gambaran menyeluruh tentang
sejarah negeri China, maka sejarah perkembangan agama Buddha di China akan
dipahami dengan lebih baik. Sejak jaman perunggu di China, kerajaan-kerajaan
timbul dan tenggelam, pemerintahan juga berubah-ubah dari pangeran hingga
pegawai pemerintah.
Penduduk China berkembang dengan pesat. Pada abad pertama sebelum masehi,
penduduk negeri ini diperkirakan sudah berjumlah 50 juta. Daerah-daerah subur di
sepanjang aliran-aliran sungai menjadi tempat pemukiman yang memberikan
cukup makanan. Padi merupakan bahan pokok utama. Tanaman baru yang berasal
dari Champa (Vietnam) yang berkembang pada abad 11 seperti gandum, ubi jalar
yang dapat tumbuh pada tanah-tanah yang sempit, ikut mendorong pertumbuhan
jumlah penduduk. Pada sekitar tahun 1200, jumlah penduduk China diperkirakan
berjumlah 100 juta, jumlah tersebut menurun menjadi sekitar 65 juta pada tahun
1368 yakni pada tahun berakhirnya dinasti Mongol. Sejak itu jumlah penduduk
mengalami peningkatan. Namun, laju pertumbuhan penduduk tidak terlalu pesat
karena mengalami beberapa hambatan yang disebabkan oleh bencana alam (banjir,
penyakit), peperangan, dan kerusuhan sosial.
Penduduk China terdiri dari suku-suku bangsa dengan bahasa yang berlainan. Suku
yang utama adalah Bangsa Han, yang mengembangkan dasar-dasar kebudayaan
dan politik sejak dinasti Han (202-220 SM). Para ahli bahasa menggolongkan
bahasa China dalam keluarga Sino-Tibet. Dialek-dialek yang merupakan bagian
dari bahasa China beberapa diantaranya adalah dialek Wu atau Soochow, didapati
di sekitar sungai Yangtze dan Shanghai, dialek Min diwakili oleh Amoy (Fukien
selatan) dan Swatow (Kwantung dan pulau Hainan), dialek Hakka Yueh (Kanton),
serta suku-suku minoritas di selatan dan barat yang berdarah campuran Turki dan
Mongol. Karena pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, kesulitan
bahasa telah melahirkan bahasa Mandarin sebagai bahasa nasional pada abad ke 20
ini.
Sejarah China memberikan gambaran bahwa agama tidak memegang peranan
penting. Filsafat etika (moral) dari Kong Hu Chu atau Confusius (551-479 SM)
yang mengajarkan ”jen” sebagai azas kesatuan telah dilengkapi dengan konsep "yi"
atau kebenaran oleh Mencius (sekitar 372-289 SM). Pandangan filsafat tersebut
kemudian disempurnakan oleh Hsun Tzu (306-212 SM).
Selain pandangan pembaharuan yang berdasarkan tata laku dalam kehidupan
masyarakat yang berasal dari Kong Hu Chu, terdapat juga pandangan lain yang
berdasarkan kehidupan rohani (bertapa) dari Lao Tzu (sekitar 575-485 SM) dan
Chuang Tzu (sekitar 369-286 SM) yang disebut "Teo Te Ching". Dalam sejarah
China, kedua pandangan tersebut silih berganti berkembang sesuai dengan keadaan
kehidupan masyarakat. Bila keadaan tenang dan makmur, maka pandangan Kong
Hu Chu yang berkembang. Dan sebaliknya bila keadaan sulit, maka ajaran Tao
yang populer.
Keruntuhan dinasti Han pada awal abad ke-3 Masehi telah membuat kerajaan
China mengalami kemunduran dalam beberapa abad. Ajaran Kong Hu Chu pun
memudar dan pada masa ini agama Buddha mulai diperhatikan masyarakat China,
ajaran Tao juga mengalami kebangkitan kembali.
Sejarah filsafat China dapat dibagi menjadi lima periode, yaitu :
1. Periode kuno awal (sampai sekitar 200 SM)
2. Periode kuno kemudian (sekitar 200 SM - 400 M)
3. Periode pertengahan (sekitar 400–1000 M)
4. Periode modern awal (sekitar 1000–1800 M) dan
5. Periode kontemporer (sejak tahun 1800 M)
Ensyclopedia Americana cetakan tahun 1978 menyebutkan nama-nama dinasti dan
negara (kerajaan) di China dari zaman purba sebagai berikut :
Kerajaan T'ang (legenda)
3.000 tahun SM
Kerajaan Yu (legenda)
3.000 tahun SM
Dinasti Hsia
1994-1523 SM (perkiraan)
Dinasti Shang (Yin)
1523-1028 SM (perkiraan)
Dinasti Chou
Chou barat
Chou timur
1027-256 SM (perkiraan)
1027-770 SM (perkiraan)
770-256 SM
Dinasti Chin
256-206 SM
Dinasti Han
Han barat (awal)
Hsin
Han timur (kemudian)
202 SM – 220 M
202 SM – 9
9-23
25-220
Tiga kerajaan
Shu
Wei
Wu
220-265
221-264
220-265
222-280
Dinasti Chin (Tsin)
Chin barat
Chin timur
265-420
265-317
317-420
Dinasti-dinasti selatan
Liu Sung
Ch'i
Liang
Ch'en
420-589
420-479
479-502
502-557
557-589
Dinasti-dinasti utara
Wei (kemudian)
Wei (timur)
Wei (barat)
Ch'i (utara)
Chou (utara)
385-581
386-535
534-550
535-556
550-557
557-581
Dinasti Sui
581-618
Dinasti T'ang
618-906
5 (lima) dinasti
Liang (kemudian)
Yang (kemudian)
Chin (kemudian)
Han (kemudian)
Chou (kemudian)
907-960
907-923
923-936
936-947
947-950
951-960
10 (sepuluh) kerajaan
Wu
T'ang (selatan)
Ping (selatan)
Ch'u
Shu (awal)
Shu (kemudian)
Wu-yueh
Min
Han (selatan)
Han (utara)
902-979
902-937
937-975
907-963
927-951
907-925
934-965
907-978
909-944
907-971
951-979
Dinasti Sung
Liao
Sung (utara)
His-hsia
Chin (Kin)
Sung (selatan)
960-1279
947-1125
960-1126
990-1227
1115-1234
1127-1279
Dinasti Yuan (MONGOL)
1271-1368
Dinasti Ming
1368-1644
Dinasti Ch'ing (MANCHU)
1644-1911
Republik
sejak 1912 (Agama Buddha di China)
Agama Buddha berkembang ke China sekitar abad kedua sebelum masehi melalui
Asia Tengah dan mulai berpengaruh pada masa pemerintahan Kaisar Ming (58-75
M). Sejak dinasti Han (202-220 M), agama Buddha mulai mendapat perhatian.
Kira-kira pada masa itulah Mo Tzu menyusun bukunya Li-huo-lun (Menangkis
Kekeliruan) sebagai apologia bagi agama Buddha.
Pada tahun 147 M seorang bhikṣu dari Asia Tengah bernama Lokaraksha telah
menetap di Loyang, ibukota dinasti Han masa itu. Pada abad ke-2, ke-3, dan ke-4
banyak bhikkhu dari India pergi ke China dan menyalin berbagai Sūtra dan sastra
dalam bahasa China.
Pada tahun 399 M seorang bhikṣu China bermana Fa Hien, bersama
rombongannya yang terdiri atas 10 orang, melakukan perjalanan ke India melalui
jalan darat untuk mempelajari agama Buddha. Pada tahun 413 M, beliau pulang
melalui jalan laut dan singgah di Sriwijaya (Sumatera) dan Jawa. Beliau menyalin
berbagai sūtra. Catatan beliau mengenai negara-negara Buddhis (Record of
Buddhist countries) terkenal sampai kini.
Dalam masa dua setengah abad, setelah Bhikṣu Fa-Hien, banyak lagi peziarah
yang terdiri dari bhikṣu-bhikṣu China, berangkat ke India. Tetapi catatan
perjalanan mereka lenyap, kecuali petikan-petikan singkat yang terdapat pada
berbagai naskah kuno. Menjelang awal abad ke-7 M, seorang bhikṣu Cina bernama
Huan Tsang melakukan perjalanan lagi ke India dan catatan perjalanan beliau pada
berbagai wilayah barat itu (Record of Western Regions) merupakan salah satu
sumber sejarah sampai kini. Beliau merasa tidak puas menyaksikan agama Buddha
yang dicintainya telah kehilangan pengaruh di anak benua India.
Buddhisme atau atau dalam bahasa cina fójiào pertama kali dibawa ke Cina dari
India oleh para misionaris dan pedagang di sepanjang Jalan Sutra yang
menghubungkan Cina dengan Eropa pada akhir Dinasti Han (202 SM - 220 M) .
Pada saat itu, Buddhisme India sudah lebih dari 500 tahun, tetapi iman tidak mulai
berkembang di China sampai penurunan dari Dinasti Han dan mengakhiri
keyakinan ketat Konfusianisme.
Sebelum agama Buddha masuk di Cina, masyarakat Cina sudah memiliki
kepercayaan sendiri, yakni Kong Hu Chu yang diajarkan oleh Confusius, dan Tao
yang diajarkan oleh Lao Tzu. Confusius mengajarkan tentang “Jen” sebagai azas
kesatuan, sedangkan Lao Tzu mengajarkan tentang “Tao Te Ching”. Agama
Buddha mulai berkembang di Cina sekitar abd ke-2 S.M melalui Asia Tengah serta
mulai berpengaruh pada masa pemerintahan kaisar Ming (58-75 M) .
Dalam filsafat Buddha . Ada orang-orang yang mengikuti Buddhisme Theravada
tradisional, yang melibatkan meditasi yang ketat dan membaca lebih dekat dari
ajaran asli Sang Buddha. Buddhisme Theravada menonjol di Sri Lanka dan
sebagian besar Asia Tenggara. Ini dalah keberhasilan yang luar biasa dalam agama
Buddha yang telah mengusik para pejabat tinggi China dalam banyak hal, karena
kelihatanya tidak acuh dengan keberlangsungan keluarga, menunjukan sedikit
kesetiaan kepada negara dan sepertinya mengorbankan kepercayaan takhayul yang
tanpa dasar. Rahib Buddha. Dengan dasar pengasingan diri, menolak untuk
membuat tanda-tanda penghormatan lahiriyah yang terkenal yang secara umum
pada putra langit dan pengiringnya .
Agama Buddha yang memegang di Cina adalah Mahayana Buddhisme, yang
mencakup berbagai bentuk seperti Buddhisme Zen, Pure Tanah Buddhisme dan
Buddhisme Tibet - juga dikenal sebagai Lamaism.
Mahayana Buddhis percaya di banding yang lebih luas dengan ajaran Buddha
dibandingkan dengan pertanyaan filosofis yang lebih abstrak diajukan dalam
Buddhisme Theravada. Buddha Mahayana juga menerima Buddha kontemporer
seperti Amitabha, Buddha Theravada yang tidak.
Buddhisme mampu untuk secara langsung menjawab konsep penderitaan manusia
- yang memiliki daya tarik yang luas untuk orang Cina yang berurusan dengan
kekacauan dan perpecahan negara berperang bersaing untuk kontrol setelah
jatuhnya Han. Banyak etnis minoritas di China juga mengadopsi ajaran Buddha.
Persaingan dengan Taoisme
Ketika pertama kali diperkenalkan, Buddhisme menghadapi kompetisi dari
pengikut Sementara Taoisme (juga disebut Taoisme) sama tuanya dengan
Buddhisme, Taoisme adalah adat untuk Cina. Taois tidak memandang hidup
sebagai penderitaan. Mereka percaya dalam masyarakat dipesan dan moralitas
ketat, tetapi mereka juga memegang keyakinan mistis yang kuat seperti
transformasi utama, di mana jiwa hidup setelah kematian dan perjalanan ke dunia
yang abadi. Karena dua keyakinan sangat kompetitif, banyak guru dari kedua sisi
dipinjam dari yang lain. Hari ini banyak orang Cina percaya pada unsur-unsur dari
kedua sekolah pemikiran.
Tokoh-tokoh masyarakat mendapati para biksu lebih dapat didekati dari pada para
Taois yang sealu menggerakan pemberontakan diantara para petani dan yang biarabiaranya didukung oleh para anggota yang merupakan para pengikut mereka.
Sebaliknya kaum Budhisme bergantung pada donasi dari umat yang kaya, dan
karena itu dapat dipercaya tidak akan mengejar tujuan-tujuan politis untuk
kepentingan sendiri yang tidak diharapkan. Yang terakhir, masyarakat sungguh-
sungguh tertarik pada cita-cita Bodhisattwa yang membuka kemungkinan tertinggi
bahkan untuk lapisan masyarakat rendah, pantheon Buddhis, dengan makhluk
leluhur yang penuh kasih sayang seperti Kuan Yin dan lain-lain . Dapat
membangkitkan dorongan dan penghiburan dan berkat dukungan Buddha dan
Sangha, bahkan mereka mengharapkan kehidupan lebih baik untu berikutnya.
Popularitas Buddhisme, menyebabkan konversi cepat untuk Buddhisme kemudian
oleh penguasa Cina. Sui dan Dinasti Tang berikutnya semua diadopsi Buddha
sebagai agama mereka. Agama ini juga digunakan oleh penguasa asing dari Cina,
seperti Dinasti Yuan dan Manchu, untuk menghubungkan dengan Cina dan
membenarkan kekuasaan mereka. Para Machus diupayakan untuk menarik paralel
antara agama Buddha. agama asing, dan pemerintahan mereka sendiri sebagai
pemimpin asing. Kontemporer Buddhisme: Meskipun pergeseran China untuk
ateisme setelah Komunis menguasai Cina pada tahun 1949, Buddha terus tumbuh
di Cina, terutama setelah reformasi ekonomi pada tahun 1980an. Saat ini ada
diperkirakan pengikut agama Buddha di Cina dan lebih dari 20.000 kuil Buddha.
Ini adalah agama terbesar di Cina. Aliran-aliran agama Buddha yang berkembang
di Cina secara garis besar ada dua paham, yaitu : 1. aliran paham Atta, 2. aliran
paham Anatta.
1. Aliran Theravada di Cina
Aliran Theravada pada mulanya terbagi atas tiga aliran, antara lain : Cheng-shih
(Sautrantika), Chu-she (Vaibhashika), Lu. Ketiga aliran ini tidak berumur lama
karena kalah dari aliran-aliran baru dari mazhab Mahayana .
2. Aliran Mahayana di Cina
Ada beberapa aliran dalam mazhab Mahayana, antara lain : San-lun, We-shih,
Tien-tai, Hua-yen, Chan, Ching-tu,Chen-yen. Diantara ketujuh aliran tersebut
hanya empat yang paling berpengaruh, yaitu : Tien-tai, Hua-yen, Chan, Ching-tu.
Tokoh-tokoh agama Buddha di Cina.
1. Kumarajiva (Ci-mo-lo-shi)
Kumarajiva berasal dari kashmir. Tinggal di Cina mulai awal abad ke-5 M dan
memimpin lembaga yang bertugas menterjemah kitab suci agama Buddha ke
dalam bahasa Cina. Terjemahannya meliputi 300 jilid buku. Kumarajiva meninggal
pada tahun 413 M.
2. Paramartha (Po-lo-mo-tho)
Paramatha berasal dari Ujjain dan dikirim ke Cina oleh raja Magadha, tahun 548 M
tiba di Nanking. Paramatha meniggal dalam usia 71 tahun pada tahun 568 M.
Meninggalkan karya terjemahan sebanyak 70 judul kitab agama Buddha.
Jalur utara banyakan dari mazhab Mahayana karena mazhab Hinayana (Theravada)
kurang dapat di terima karena hidup dengan empat musim dengan tuntutan
vinaya(aturan) yang ketat dan harus meninggalkan kehidupan duniawi berat karena
masyarakat akan kehilangan banyak tenaga produktif. Meski demikian awal
perkembangannya banyak menemui kesulitan, penyebabnya antara lain anjuran
untuk menjadi Bhiksu bertentangan dengan anak laki2 harus bertanggung jawab
dan berbakti pada oragn tua dan leluhur. tapi fleksibilitas mazhab Mahayana
terhadap tradisi dan budaya tanpa menghilangkan inti ajaran Buddha membuat
masyarakat Cina secara luas dapat menerimanya. Sementara itu aliran-aliran baru
dari India terus masuk ke Cina. dan berpengaruh besar terhadap Ajaran Buddha
Sakyamuni. Kedudukan sentral Buddha Sakyamuni tergantikan dengan BuddhaBuddha lain yang dibabarkan oleh Sakyamuni sebelumnya yaitu : Buddha
Amitabha dan Buddha Mahavairocana. Padahal keberadaan Buddha2 tersebut
sebenarnya dibabarkan untuk mematahkan pandangan "hanya satu Buddha" Akibat
kekeliruan ini, Agama Buddha di Cina bercampur-aduk dengan ajaran di luar
Buddha sehingga menemui keruntuhannya. Dengan demikian Agama Buddha
berangsur-angsur mengalami sinkretisme dengan filsafat tradisional Cina yaitu
Konfucianisme dan Taoisme.
BAB
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan agama Buddha tidak bisa lepas dari usaha-usaha DharmadutaDharmaduta yang berjuang keras dalam mengembangkan agama Buddha. Raja
Asoka termasuk salah satu raja yang aktif dalam mengembangkan agama Buddha
dengan mengirimkan Dharmadutanya ke berbagai penjuru dunia. Dalam
perkembangannya agama Buddha menjumpai tidak sedikit halangan termasuk dari
berbagai agama bahkan dari aliran-aliran agama Buddha sendiri demi untuk
kepentingan mereka pribadi.
Agama Buddha mengalami kemunduran di India yang merupakan tempat lahirnya
Agama Buddha, dikarenakan mulai
Tidak di ketahui secara pasti kapan agama Budha masuk ke
cina, namun pendapat yang umumnya diterima ialah pada
permulaan
dinasti
Han,
ketika
kaisar
Ming
Ti
(58-76
M)
mengirimkan utusan ke India untuk meniliti agama Buddha.
Perkembangan
awal
agama
tersebut
di
Cina
yang
telah
memperlihatkan hasil yang menggembirakan karena mendapat
perlawanan dan tantangan dari kepercayaan dan filsafat asli cina
yang telah berkembang sebelumnya, seperti yang di ajarkan oleh
konfusius, di samping ajaran dan filsafat Buddha dianggap terlalu
kaku dan metafisis sehingga dirasakan sangant bertentangan
dengan
alam
pikiran
cina
yang
praktis
dan
materialistik.
Perkembangan yang cukup pesat mulai terjadi setelah abad
kedua masehi, yang antara lain karena jatuhnya dinasta Han yang
diikuti dengan merosotnya Konfusiasme dan Taoisme sehingga
mengakibatkan Cina menghadapi kegelisahan budaya. Tradisi dan
struktur yang lemah, sementara alternatif baru belum muncu.
Dalam situasi budaya seperti itulah, Buddha Mahayana muncul
dan dipandang mampu memenuhi kebutuhan yang ada dengan
menawarkan suatu bentuk upacara keagamaan yang berbeda
dari tradisi-tradisi yang sudah ada sebelumnya di satu pihak, dan
di lain pihak kepercayaan dan tradisi asli tadi memberikan
sumbangan dalam membentuk kualitas agama Buddha yang
merakyat di Cina.[1]
Pada periode awal perkembangan agama Buddha di Cina itu
banyak didirikan wihara-wihara dan dilakukan penerjemahan
naskah-naskah Buddha ke dalam bahsa Cina. Salah seorang
penerjemah yang terkenal adalah Sarvastivadin yang telah
mengerjakan terjemahan tidak kurang dari 100 naskah Buddha ke
dalam bahasa Cina. Akan tetapi masa keemasan agama Buddha
di Cina antara abad ke 7 M. Hingga abad ke-9 M. Di bawah
kekuasaan dinasti T’ang. Pada masa ini, kontak antara cina dan
India tidak hanya terbatas pada bidang keagamaan saja, tetapi
jugamenyangkut bidang-bidang yang lain. Pada masa dinasti
T’ang, agama Buddha diadaptasikan dan dikombinasi dengan
kebudayaan setempat, seperti terlihat dalam berbagai karya seni
yang bercorak keagamaan. Masa keemasan ini juag ditandai
dengan
banyaknya
para
ilmuwan
Cina
yang
melakukan
perjalanan untuk mempelajari dan menulis sejarah agama ke
berbagai negeri yang termasuk Nusantara, menerjemahkan kitabkitab sutra dan memperkaya dengan ide-ide keagamaan yang
ganjil dan menakjubkan. Di antara para ilmuwan itu adlah Fa
Hien, Hi Nen, Tsang dan I’Tsing.
Namun kemajuan agama Buddha di Cina itu
ditandai pula dengan kebangkitan kembali Konfusiasme yang
bersifat sosial-elitis sehingga serimg berbenturan dengan ajaran
Buddaha yang menekankan pada kehidupan sejati melalui hidup
membiara sebagai bhikkhu. Pertetangan tersebut merembaet
pula pada tradisi cina yang menekankan pada kehidupan keluarga
disatu pihak, dengan ajaran Buddha untuk hidup selibat dan
membiara dilain pihak, yang secara ekonomis tidak membantu
pengembangan produktivitas keluarga dan masyarakat. Namun
sejauh itu agama Buddha tetap mampu mengakomodasikan
dirinya dengan kepercayaan tersebut sehingga memperoleh
tempat sejajar dengan konfusianisme dan taoisme. Bahkan,
ketiga-tiganya membentuk landasan filsafat dan agama di Cina
yang dikenal sebagai Sam Kauw, atau Tri Dharma, yang berarti
tiga ajaran.[2]
Aliran Dhyana
Dengan kesempurnaan ini, kita memasuki alam dari
tapabrata dan psychologi phonomena yang abnormal, Mahayan
sekarang memulai menjadi tak dapat dipahami. Dhyana, berasal
dari
dhya,
adalah
salah
satu
istilah
yang
tidak
dapat
diterjemahkan sebagai meditasi,’ kegembiraan yang luar biasa,’
perenungan, rasa gembira, dan seterusnya.
C.A.F. Rhys Davids telah menunjukan bahwa jhana dalam
pali tidak berarti meditasi, karena kata-kata bahasa inggris
menyatakan secara tidak langsung usaha intelektual.
C.A.F. Rhys Davids menjelaskan Dhyana sebagai latihan mengenai
renungan penuh atau abstraksi. Ini boleh diterima sebagai
terjemahan konvensional untuk saat sekarang.
Dhyana dijelaskan dalam Bodhisattva bhumi sebagai
konsentrasi dan stabilitas atau ketetapan dari pikiran. Lawan kata
dari dhyana adalah viksepa (perusakan pikiran) atau manahksobha (agitasi atau gangguan dari pikiran ) Dhyana adalah
demikian
mengalami
terutama
dan
dan
pada
memperoleh
pokoknya
ketentraman
usaha-usaha
dan
dari
ketenangan
(camatha) yang sudah tentu berpasangan dengan konsentrasi
mental dalam Pr.Pa.Cata.
seorang bodhisattva yang mulai
melatih dhyana harus melalui suatu tingkatan pendahuluan dari
persiapan, yang boleh di katakan mencangkup pembuangan dan
kesunyian, pengolahan dari empat yang maha mulia, atau
keadaan sempurna dan penggunaan dari krtsnayatanas.
Seorang bodhisatwa yang mulai melatih dhyana, sekarang harus
menyerahkan kehidupan keluarga dan hubungan sosial umum,
dan mengundurkan diri ke suatu tempat terpencil didalam hutan.
Dia harus hidup sebagai pertaba yang tidak kawin dan sebagai
pertapa. M. Anesaki menjelaskan pendapat itu bahwa umat
mahayana menemukan kehidupan mulia atau yang berumah
tangga
tidak
ada
jalan
lain
bertentangan
dengan
latihan
mengenai paranitas dan pencapaian bhodihi. Tetapi para penulis
terkenal sangsekerta tidak mendukung pandangan ini. Aphorisme
(aphorism=a short pithy sentence, stating a general doctrine or
truth). Pali yang terkenal, menyelahkan kehidupan yang telah
berumah tangga, ditemukan dalam beberapa halaman versi
sangsekerta. Kehidupan dalam rumah itu adalah sempit. Dan
penuh dengan halangan ( kamar, tempat tidur bayi, batasanbatasan) sementara kehidupan seseorang bhikku adalah bagaikan
udara terbuka. Adalah sulit untuk menuju murni, cermat, dan
kehidupan spiritual suci sebagai yang berumah tangga. Menurut
Pr.pa. Cata., bujangan adalah perlu untuk penerangan. Bahkan
seseorang
adalah
bhodisatva
yang
sungguh-sungguh
telah
sesuatu
menikah,
tipuan
perkawinannya
yang
soleh
demi
perubahan bagi orang lain. Dia tidak sungguh-sungguh menikmati
kesenangan berhala nafsu, dia tetap sebagai seorang bujangan.
Da. Bhu mengajarkan bahwa seseorang bhodisatva menjadi
seorang biksu tingkat pertama dari karirnya. Seorang bhodisatva
harus berkelana sendirian bagaikan badak. Pohon-pohon dan
bunga-bunga didalam hutan adalah teman-teman yang tidak
memberikan kesusahan, dan tema-teman mereka lebih baik pada
yang bodoh ini dan orang-orang dunia yang mementingkan diri
sendiri. Seorang bhodisatva yang telah kembali kehutan harus
menemukan batang kayu di pepohonan, buku-buku di dalam
sungai yang mengalir. Dia harus bebas dari ide mengenai sendiri
dan pemilikan, seperti pohon tapi harus bersedia berkorban
kehidupannya bagi mereka dalam satu semangat yang sangat
merasa kasihan jika binatang itu menyerang dia. Dia harus
mencurahkan perhatian pada meditasi dan ujian diri sendiri, dan
juga berkhutbah secara kebetulan kepada umat awam yang
mungkin
mengunjunginya
didalam
pertapaan.
Seorang
bodhisattva harus melatih 4 meditasi yang dinamakan brahma
vihara (4 yang maha mulia;) juga dikenal sebagai apramanani.
4 brahma vihara terdiri dari pengolahan yang dalam
mengenai 4 perasaan, menurut suatu metode tertentu, yaitu :
-
Maitri (cinta atau persahabatan)
Keruna (perasaan terharu)
Mudita (kesenangan simpatik)
Upeksa (ketenangan).
Konsepsi mengenai dhyanatelah diperhalus, tetapi doktrin
utama mengelilingi 9 keadaan psykologis, nyata atau iamjinasi,
yang
dinamakan
anupurva-vihara
(yaitu
keadaan-keadaan
berurutan secara teratur). Empat yang pertama dari keadaan ini
dikenbal sebagai 4 dhyana, dan 5 yang terakhir umumnya
dikatakan mengenai samapatis (pencapaian). Yang belakangan ini
adalah yang utama yakni tingkat ke-4, ke-5, ke-6, ke-7, dan ke-8
adalah
pokok-pokok
dari
suatu
daftar
dari
8
vimoksas
(pembabasan, atau tingkatan pembebasan) tingkatan tertinggi ini
biasanya dinamakan samapatis, dan bukan dhyana, di dalam
naskah
sansekerta.
Pembebasan
yang
pertama
tidaklah
berhubungan dengan pokok pembahasan kita dalam bagian ini.
Sejarah permulaannya mengenai kategori itu adalah tidak jelas.
Mereka itu barangkali sudah ada sebelum agama Buddha,
sebagaimana Brahma-jala-sutta menghubungkan mereka dengan
sekte non-Buddhist. Menurut Lal.V. Rudraka Ramaputra, sebagai
gurunya Buddha Gautama untuk beberapa waktu, melatih itu.
Berikut ini penjelasan Dhyana :
Dhayana ke-1. Dia (yakni
bodhisattva
)
bebas
dari
kesenangan hawa nafsu dan keadaan pikiran yang buruk dan
tercela, memperoleh dan tinggal dalam dhyana ke-1, yang timbul
dari pengasingan, dan berhubungan dengan kesenengan dari
kegembiraan, dan timbul dari penuh konsentrasi di dalam
ketiadaan dari refleksi dan infestigasi.
Dhyana ke-2. Dengan penghentian
dari
refleksi
dan
investigasi, dia, tenang di hati, mengkonsentrasikan pikirannya
pada satu titik, memperoleh dan tinggal dalam dhyana ke -2. Yang
berhubungan dengan kesenangan dan kegembiraan, dan timbul
dari penuh konsentrasi di dalam ketiadaan dari refleksi dan
investigasi.
Dhyana ke-3. Setelah meninggalkan kemelekatan pada
kesenangan, dia tetap hampir tidak berubah, sadar, dan memiliki
dirinya sendiri berpengalamandalam tubuhnya kesenangan yang
orang mulia menguraikan sebagai tinggal dalam ketenangan hati,
kewaspadaan, dan kebahagiaan, memperoleh dan tinggal dalam
dhyana ke-3 dimana tanpa kesenangan.
Dhyana ke-4. Karena bebas dari sakit dan kesenengan dan
hilangnya yang dulu mengenbai kegirangan hati dan kkecewaan,
dia memperoleh dan tinggal dalam dhyana ke-4, dimana tidak
sakit begitu juga senang, yang murni mutlak melalui ketenagnagn
dan kewaspadaan.
Dhyana ke-5. Dia melebihi semua persepsi mengenai bentuk
materi, melenyapkan persepsi akan daya tahan , tidak menaruh
perhatian terhadap persepsi mengenai perbedaan, menyadari
bahwa ruang adalah tidak terbatas dan memperoleh dan tinggal
dalam ruang pola yang terbatas.
Dhyana ke-6. Kesadaran yang tidak terbatas. Dia melebihi
semua ruang bola yang tak terbatas, menyadari bahwa kesadaran
ialah
tak terbatas memperoleh
dan
tinggal dalam
bidang
kesadaran yang tidak terbatas.
Dyhana ke-7.Alam dari tidak ada apa-apanya. Dia melebihi
semua bidang kesadaran yang tak terbatas, menyadari bahwa
tiada apa-apa memperoleh dan tinggal dalam ruang yang tiada
apa-apa.[3]
Formula sansekerta berbeda dengan Pali dalam beberapa hal.
Keadaan psycologi juga di anggap membawa seorang bodhisattva
menyentuh langsung dunia dan ruang yang berbeda, yang
eksistensinya diterima di kosmologi buddhism.
C.A.F. Rhys Davids mengatakan, ini adalah demikian
untuk membenamkan semua dunia mengenai perasaan, dan kerja
dari pikiran mengenai dunia perasaan, bahwa kekuatan dunia lain
naik di dalam kesadaran manusia. Dia percaya bahwa Budhist
bahkan
dapat
membuat
komunikasi
dengan
yang
telah
meninggala dengan cara dhyana.
Akan tetapi hal itu mungkin, kosmologi dari buddhist
Mahayana membagi semesta ke dalam 3 bagian atau tiga alam
(Tri Loka) : ruang lingkup atau alam mengenai kenikmatan
berhubungan dengan panca indera, alam dari bentuk atau
zat(benda), dan alam dari tiada bentuk atau bukan zat atau
benda . sebagaimana W.Kirfel telah telah menunjukan, 3 kategori
ini
adalah
yang
pertama-tama
diterapkan
pada
konsepsi
mengenai bhava, dan kemudian diperluas ke seluruh semesta.
Macrocosm dan microsm jadi dibawa kedalam keseimbangan.
Aliran cen yen
I-tsing pada abad ke-7 tiba di Nalanda, beliau
berusaha
untuk
memahammi
aliran
Tantra
Mahayana
ini.
Kemudian pusat aliran Tantra Mahayan ini pindah ke India Timur
sebagai pusatnya yakni di Universitas Vikramasiladari sekte
Vajrayana, dari sana dibawa oleh Padmasambhava ke tibet yang
kemudian
berhubungan
Vajrayana
merupakan
mahayana,
sekte
langsung
fase
sebelumnya
dengan
Lamaisma
perkembangan
adalah
terakhir
Mantrayana.
Tibet.
dari
Sekte
yogacara tinbul pada abad ke-4 yang menitikberatkan meditasi
dan disiplin, mantrayana kemudian mengembangkan lebih lanjut
dari
yogacaradengan
menggunakan
mantra
dan
doa-doa,
penggabungan simbolmistik dan gaib. Tabtra Buddhist mendapat
pengaruh dari Brahmanisme yang banyak upacara dan ungkapan
gaib di dalam petunjuk dari Atharva-veda.
Pada abad IV M., srimitra dari kucha (sinkiang)
menterjemahkan sebuah kitab Tantrayana yang berisikan mantramantra, pengobatan serta doa-doa dan ilmu gaib, hal-hal
demikian
tidaklah
mencerminkan
nilai-nilai
agung
dari
Tantrayana. Tantrayana yang murni baru dapat berkembang
setelah datangnya 3 (tiga) Guru besar dari India ke Tiongkok pada
masa dinasti T’ang (abad VI-VII) tiga guru besar tersebut adalah :
1)
Subhakarasinha/san wu wei (637-735); beliau adalah bekas ian
pergi ke kashmir dan pada tahun 716 tiba di Chang an,
Subhakarasinha dan I-tsing menterjemahkan Maha Vairocana
Sutra (Ta Re Ju Lai Cing) ke dalam bahasa Tiong hoa pada tahun
725 M.
2)
Vajrabodhi / cin kang ce (663-723 M.) beliau berasal dari India
selatan dan belajar di Nalanda, beliau mempelajari Vinaya,
Madhyamika, Yogacara, dan Varasekhara, pada tahun 720 beliau
menterjemahkan Vajrasekhara ke dalam bahasa Tiong hoa.
3)
Amoghavajra / Pu Khung (705-884); beliau berasal dari India
utara dan menjadi siswa Vajrabodhi, pada waktu muda telah
mahir
tentang
Tantrayana
Samantabhadra
mengenai
kemudian
belajar
Vajra-sekharayoga
lagi
dengan
dan
Maha
Vairocana Garbhakosa. Dia tiba di Chang An pada tahun 746 M.
Yogacara
diperkenalkan
adalah
oleh
nama
asanga
sekte
dan
dari
Mahayana
saudaranya
yang
vasubandhu.
Doktrinnya dikenal sebagai Vijnanavada dan pengikutnya disebut
Vijnanavadin. Pandangan yogacara juga berasal dari Madhyamika,
yaitu
vijnana
(kesadaran)
adalah
nyata,
sedangkan
obyek
kesadaran adalah tidak nyata, filsafat Madhyamika bahwa baik
subyek maupun obyek kedua-duanya di dalam kesadaran adalah
tidak nyata (realitas adalah sunyata bagi Madhyamika). Menurut
yogacara kejadian dari ilusi menunjukan bahwa kesadaran dapat
mempunyai isi tanpa adanya suatu hubungan obyek yang diluar
pada kesadaran itu. Ini menunjukkan “Murti” sifata dasar yang
dimiliki sendiri mengenai kesadaran, oelh akrena itu apa yang
dinamakan obyek atau isi hasil dari kesadaran adalah hasil dari
suatu perubahan kesadaran bagian dalam, salah satu karya
Asanga adalah yogacara –bhumi Sastra.
Perluasan dari ide yogacara dalam agama Buddha
permulaan termasuk dihayati oleh aliran Sautrantika yamng
mengajarkan Panca Skandha yaitu vijnana sendiri adalah telah
ada dari tumimbal lahir. Yogacara mengembangkan doktrin
mengenai alaya-vijnana atau gudang kesadaran hal di maksudkan
kesadaran murni.
Vijnanvada
Memberikan formulasi mengenai doktrin Tri kaya, namun
asanga dan para pengikutnya memberikan bentuk ide yang
sistematis
sebagaimana
ditemukan
dalam
permulaan
perkembangan agfama buddha. Doktrin Tri kaya dari karya
asanga berkaitan dengan pandangan yogacara mengenai tiga
kebenaran.
Kebenaran
yang
pertama
adalah
kebeneran
konvensioanl yaitu berdasrakan persepsi berdasarkan perasaan.
Kebenaran yang kedua adalah kebenrana yang dikaji, konsepsi
sebagaimana yang telah dikaji berhubungan dengan sebab, itu di
luar dari asalnya, dan kondisi mengenai pelapukannya. Kebenaran
yang
ketiga
panirispanna
yang
merupakan
yang
tertinggi
dinamakan
yaitu tanpa awal atau asal pelapukannya, tidak
berubah, dan ketiadaan dari mengenai subyek dan obyek.
Nirmana-kaya adalah kebenaran konvensioanl . sambogha-kaya
adalah kebenaran yang kedua (paratantra), dan Dharma-kaya
adalah kebenaran yang tertinggi tau ketiga (parinispanna).
Yogacara pada perkembangan berikutnya dikenal
dengan Vajrayana atau tantra. Dengan penggabungan mengenai
ritual,ibadah, dan yoga dalam konteksnya mengenai ide absolut,
aspek gandanya yaitu kedua-duanya agama, metafisik, dan
tujuannya. Mengenai perubahan personalitas manusia dengan
cara institusi mistik dengan yang absolut.[4]
Pada abad ke VIII, seorang bhiksu cendekiawan jepang
yang bernama Kobo Daishi (Khung Hai Ta She) menggaris bawahi
kedudukan tantra Buddhist sebagai berikut :
Pertama, orang-orang awam yang hidupnya hanay menuruti
hawa-nafsunya.
Kedua, tingkatan manusia yang berusaha untuk hidup bermoral
dan mengerti akan tatakrama kehidupan. Ini diwakili oleh kaum
konfusianisme (kong hu cu)
Ketiga, tingkatan manusia kedewaan yang berusaha untuk
mengumpulkan kesaktian-kesaktian. Ini diwakili oleh kaum Taois
dari Tao Chiau dan sementara kaum Brahmin.
Keempat, tingkatan kaum sravaka, yaitu siswa-siswa Hyang
Buddha yang mendengarkan langsung ajaran-ajaran Buddha dan
berusaha untuk mensucikan diri. Ini diwakili oleh Abhidharmakosa
Kelima,
tingkatan
menikmati
kaum
hasil-hasil
Prataya
kesucian
Buddhayana
tetapi
tidak
yang
hanya
menghiraukan
makhluk lain.
Keenam, golongan yang menganggap bahwa Ekayana adalah hal
yang nyata. Ini diwakili oleh kaum Tri sastra
Ketujuh, golongan yang mewakili kaum Dharmalaksana.
Aliran Vinaya
Sekte Vinaya ini didirikan di Tiongkok pada waktu
dinasti T’ang abad ke-6 oleh bhiksu Tao Hsuan. Sesuia dengan
namanya, sekte ini sangat menitikberatkan pada kitab-kitab
Vinaya. Sejak agama buddha masuk ke Tiongkok pada abad ke 1
M sampai dengan abad ke-4 M, belum semua kitab Vinaya ada
secara lengkap sebagai pedoman bagi para bhiksu di Tiongkok.
Bhiksu Fa Hsien pergi ke India melalui jalan darat dengan berjalan
kaki dan kembali ke Tiongkok melalui Srilanka dengan kapal laut
(399-414 M) untuk mengambil kitab-kitab viyana.
Kitab- kitab suci Vinaya dalam bahasa sansekerta dijadikan
sebagai pedoman mereka :
1.
Brahmajala Sutra (Fan Wang Ching) terjemahan Kumarajiva
tahun 406 M sebagai kitab pedoman utama.
2.
Catuh Vinaya (empat disiplin) yaitu :
Mahasanghika Vinaya (Ta Seng Che
Lu
)
terjemahan
Buddhabandra (405 M ) dalam bahasa mandarin sebanyak 40 jilid
(Chuan)
Sarvastivada Vinaya (Se Th’ung Lu) terjemahan punyatara
(404-406M) dalam bahasa mandarin sebanyak 61 jilid,
-
Dharmagupta Vinaya (She Fen Lu ) terjemahan Buddhayasa
(405 M) dalam bahasa mandarin sebanyak 60 jilid,
Mahisaka Vinaya (U Pu Lu ) terjemahan Buddhajiva (423 M )
dalam bahasa Mandarin sebanyak 30 jilid.
Pratimoksa dalam aliran Mahayana adalah berdasrakan
Dharmagupta Vinaya (She Fen Lu) berisikan 250 pasal, dan
disebut juga Vinaya empat bagian (She Fen Lu), sedangkan
peraturan
Bodhisattva
Sila
berdasarkan
Brahmajala
Sutra
berisikan 58 pasal. Sekte Vinaya ini juga berkembang sampai ke
Jepang dan korea. Tahun 754, bhiksu Ch’ien Chen datang ke Nara
– jepang mengajarkan Vinaya kepada para bhiksu jepang. Sekte
Vinaya ini adalah aliran Mahayan yang didirikan di Tiongkok.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukti H.A. Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta : IAIN Sunan
Kalijaga Press, 1998. Desa Kausalya karma sutra (Dharma Pitaka),
Bogor-Jawa Barat 2008
Kebahagiaan Dalam Dhamma, Jakarta: Majelis Buddha Mahayana
Indonesia.
Conze,Prof. Buddhist Thought in India: T.R.V.Murti, 1995
[1][1] Mukti ali, agama-agama dunia, bogor ;IAIN sunan kalijaga press, cetakan
ke-2 h.138
[2] [2][2] Mukti ali, agama-agama dunia,bogor ;IAIN sunan kalijaga press , cetakan
ke-2 h.139
[3] Budha Dharma Mahayana,jakarta; majelis agama buddha mahayana
indonesia.cetakan ke-1, h.257-258
Prof.conze, buddhist Thought in India; T.R
.V.Murti, 1995. Hal.3
KATA PENGANTAR
Puji serta rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat,
hidayah dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada rasul panutan kita yakni Nabi
Muhammad SAW, juga kepada keluarganya, para sahabatnya dan semua
pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Dengan selesainya makalah ini, mahasiswa dan para pembaca diharapkan mampu
memahami dan mengamalkan isi dari pada makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari mahasiswa dan
para pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini, semoga amal kebaikannya dilipat gandakan oleh Allah
SWT dan menjadi amal saleh yang akan menjadi saksi di hari kiamat nanti. Amiin
Penulis
A. Latar Belakang
Sejarah perkembangan agama Buddha di dunia ini merupakan hal yang sangat
penting bagi setiap manusia. Karena minat setiap manusia kurang mengenai
sejarah dalam keingin-tahuan tentang perkembangan agama Buddha di dunia.
Agama Buddha yang secara historis dan filosofis telah menjadi bagian dari
peradaban dunia yang nilai-nilai filsafati, budaya, politis dan yang berkaitan
dengan perkembangan dunia secara lokal maupun global telah mendarah daging
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perubahan dan perkembangan suatu
bangsa, khususnya di Asia. Sejarah perkembangan agama Buddha dianggap
dimulai di daerah hulu Sungai Indus sekitar 33.000 tahun yang lalu, tepatnya di
Mahenjo Daro dan Harappa. Pada mulanya penduduknya tidak seperti sekarang
tetapi memiliki perawakan yang kecil, berkulit hitam, dan berambut keriting yang
lebih dikenal sebagai bangsa Dravida. Setelah masuknya bangsa Arya yang
membawa serta kebudayaannya, membuat peradaban bangsa Dravida terdesak ke
India bagian selatan. Kedatangan bangsa Arya inilah yang menimbulkan adanya
system kasta di dalam struktur masyarakat India .
B. Tujuan
Pembuatan makalah yang bertema “Sejarah Perkembangan Agama buddha Dunia
1. Masyarakat dapat memahami sejarah Agama Buddha Di Dunia
2. Agar mahasiswa dapat mengenal sejarah perkembangan Agama Buddha di dunia
3. Menambah wawasan para pembaca.
C. Rumusan Masalah
1. Sejarah Peradaban India
2. Agama Buddha di Cina
PEMBAHASAN
1. Sejarah Peradaban India
Sejarah peradaban India dianggap dimulai di daerah hulu Sungai Indus
sekitar 33.000 tahun yang lalu, tepatnya di Mahenjo Daro dan Harappa. Pada
mulanya penduduk tidak seperti sekarang tetapi memiliki perawakan yang kecil,
berkulit hitam, dan berambut keriting yang lebih dikenal sebagai bangsa Dravida.
Setelah masuknya bangsa Arya yang membawa serta kebudayaannya membuat
peradaban bangsa Dravida terdesak ke bagian selatan. Dalam hal ini bangsa Arya
menjadi bertambah pesat. Agama Budha tumbuh di India tepatnya bagian Timur
Laut. Agama Budha muncul sebagai reaksi terhadap domonisi golongan Brahmana
atas ajaran dan ritual keagamaan dalam masyarakat India. Selain itu adanya
larangan bagi orang awam untuk mempelajari kitab suci. Bahkan sebelumnya
kaum ksatria dan raja harus tunduk kepada Brahmana. Sidharta memandang bahwa
sistem kasta dapat memecah belah masyarakat bahkan sistem kasta dianggap
membedakan derajat dan martabat manusia berdasarkan kelahiran. Oleh karena itu,
Sidharta berusaha mencari jalan lain untuk mencapai moksa yang kemudian
berhasil ia peroleh di Bodhgaya (tempat ia memperoleh penerangan agung).
Pahamnya disebut agama Budha. Menurut agama Budha kesempurnaan (Nirwana)
dapat dicapai setiap orang tanpa harus melalui bantuan pendeta/ kaum Brahmana.
Setiap orang mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk mencapai
kesempurnaan tersebut asalkan ia mampu mengendalikan dirinya sehingga
terbebas dari samsara. Berdasarkan pandang tokoh-tokoh agama Buddha, sejarah
agama Buddha tidak dimulai pada abad ke-6 dengan kelahiran Sidharta Gautama,
tapi sudah jauh sebelumnya, yaitu dengan sejarah-sejarah kehidupan dia sebagai
Buddhisattwa atau “Buddha yang akan datang” beserta ajaran Buddha yang
menyangkut kelahiran kembali (samsara).
Dalam alur sejarah agama agama di india zaman agama budha dimulai sejak tahun
500 SM Hingga tahun 300 M, secara Historis agama tersebut memepunyai kaitan
erat dengan agama hindu yang dating sebelunnya, sebagai agama ajaran budha
tidak bertitik tolak dari tuhan dan hubungannya dengan alam semesta dan seluruh
isinya termasuk manusia tetapi dari keadaan yang dihadapi manusia dalam
kehidupan sehari hari, khususnya tentang tata susila yang harus di jalankan
manusia agar terbebas dari lingkaran kesesatan yang selalu menngiringi
kehidupannya,
Telah lama kita dengar dalam cerita dan kisah yang berkembang di masyarakat
kalangan umat budha bahwa jauh sebelum zaman prasejarah pernah hidup seorang
mahluk yang bernama sumedha, ia pernah mengalami berjuta juta kali reinkarnasi
selama ia dalam tubuh seorang manusia yang mempunyai derajat ke-budha-an
yang bernama sidharta, tidak semua mahluk bias menjelma dalam tubuh yang
mempunyai derajat ke-budha-an sebab derajat ini hanya bias dicapai oleh seorang
yang benar benar telah mempersembahkan pengorbanan yang besar terhadap
sesama umat manusia,
Cerita mengenai riwayat hidup budha sendiri diliputi olej mito;ogi yang ajaib
sehingga menimbulkan penilaian yang berbeda beda terhadap kebenaran cerita
cerita tersebut, E.Senart (1875) berpendapat bahwa cerita tentang riwayat itu
hanyalah mite yang telah berkembang pada zaman sebelum Gautama lahir, dan
mite ini merupakan menggambarkan pemujaan terhadap matahari,
H. Oldemberg berpendapat bahwa Gautama memang benar benar lahir tetapi cerita
mengenai dirinya disesuaikan dengan keadaan waktu, sedangkan H.Kern
mengatakan dengan menyatukan kedua pendapat diatas dan berpendapat bahwa
budha Gautama memang benar benar lahir tetapi cerita kehidupannya memang
diliputi oleh suatu mite tentang matahari yang menerangi bumi.
C. Riwayat Sidharata Gautama
Menurut Riwayat .sidharta dilahirkan pada tahun 560 SM, didaerah
kapilawastu di kaki pegunungan Himalaya, India Utara kira kira seratus mil dari
benares, dalam buku ‘Agama agama Manusia” menyebutkan bahwa ayah dari
sidharta adalah seorang bangsawan yang kaya raya, sedang dalam buku lain
disebutkan bahwa ayahnya adalah seorang raja yang kaya raya bernama sudhodana
dan ibunya bernama maya, tempat lahirnya ditemukan dilumbini pada tahun 1895 .
Pada suuatu hari maya yang sedang hamil tua pergi dari kapaliwastu ke devadha
hendak menego saudaranya di tengah tengah perjalanan hatinya tertarik untuk
melihat hutan kecil yang penuh dengan bunga dan burung bersiulan, ketika di
dalam hutan tersebut itulah maya melahirkan sidharta dengan wajah yang bersina
bagai matahari, di ceritakan bahwa ketika sidharta lahir seketika itu pula orang
yang tuli bias mendengar, yang lumpuh dapat berjalan, yang buta dapat melihat
dan yang sakit dapat menjadi sembuh, sesudah melahirkan sidharta 7 hari
kemudian maya meninggalkan dunia yang fana ini.
Bayi yang lahir tersbut menurut ramalan seorang pendeta (bernama asita), bahwa
bayi tersebut bbetul betul sebagai utusan dewa yang kelak akan menjadi pemimpin
dan petunjuk bagi semua mahluk dan menolong segenap rohani manusia dari
samsara .
Ayahnya yang merawat dan menjaganya, menginginkan agara sidharta menjadi
seorang raja besar sebagai penerusnya, sejak lahir sidharta di pelihara baik baik
diasuh dengan segala kebesaran dan kenikmatan serta kemewahan, beliau tidak
dapat meninggalkan istana dengan sekehendak hati, jika beliau hendak pergi
bertamasya harus diiringi oelh pegawai istana.
Setelah dewasa kemudian sidharta mempunyai istri yang bernama gopa dan
mempunyai anak laki laki yang bernama rahula,
pada suatu hari sidharta berjalan jalan di kota kemudian melihat orang yang tua
bertongkat dan hampir menyentuh dadanya badannya telah bongkok, kepalanya
berat dan tidak berdaya lagi membawanya, sidharta kemudian merasa kasihan dan
sedih melihatnya,
suatu kisah lain menceritakan bahwa sidharta telah melihat seorang yang
meringkuk karena sakit sambil mengerang dan mengaduh tanda beratnya
penderitaan yang hidup yang dilalui orang tersebut,keluarga disekelilingnya tidak
berdaya menghilangkan rasa sakitnya malah dia tidak dapat menegtahui apa
penyakit yang diderita oleh saudaranya tersebut.
Cerita ketiga menceritakan bahwa sidharta telah melihat satu tubuh mayat yang
sudah lama membusuk dan menimbulkan bau yang sangat menusuk, perjumpaan
dengan orang sakit, orang tua dan seorang mati membuat sidahrta kemudian
memikirkan tentang penderitaan, kemudian dia mulai berfikir zuhud dan
meninggalkan kemewahan serta kesibukannya dan berfikir semoga dia bisa sampai
ketingkat untuk mengetahui rahasia alam .
Sejak mulai berfikir zuhud itu lah sidharta mulai sering keluar dari istana dan
bertapa dan menjadi budha yang artinya “yang disinari”, dari hasil bertapanya ini
sidharta mendapatkan ilham berupa 4 ajaran pokok dan 8 jalan kebenaran .
D. Ajaran sidharta Gautama
Setelah sidharta melakukan pertapaan selama beberapa tahun kemudian dia
mendapatkan ilham berupa 8 jalan jalan kebenaran dan 4 poin khutbah yang
kemudian dia sebarkan kepada semua orang orang, keempat poin tersebut adalah :
1. Lahir menjadi tua, dan meninggal dunia itu menderita, begitu pula itu halnya
dengan bersedih hati itu juga menderita, segala hal yang berhubungan dengan
ketidak enakkan adalah suatu pernderitaan,
2. Apakah yang menyebabkan penderitaan itu?
Penderitaan itu disebabkan oleh hati yang tidak ikhlas dan hawa nafsu,
3. Dapatkah penderitaan itu dihilangkan?
Penderitaan akan lenyap bila hawa nafsu yang berlebihan dapat dihilangkan
4. Bagaimanakah cara melenyapkan penderitaan itu?
Cara untuk melenyapkan penderitaan itu hanya dengan menjalani delapan jalan
kebenaran yang diberikan oleh budha, yaitu :
a. Percaya yang benar
b. Cita cita yang benar
c. Ucapan yang benar
d. Perbuatan yang benar
e. Hidup yang benar
f. Mempelajari hokum yang benar
g. Ingatan yang benar
h. Tafakur atau Samadhi yang benar.
Menurut Karen amstrong dalam bukunya yang berjudul “Budha” kedelapan unsur
jalan kebenaran tersebut telah ada dalam 3 aspek yaitu:
1. Moral atau pengendalian diri, yaitu berkata, bertindak, dan hidup yang benar,
pada pokoknya ketiga komponen ini merupakan bagian dari ekspresi diri.
2. Meditasi, yaitu ajaran yoga yang disempurnakan Gautama, termasuk didalamnya
konsentrasi , perhatian dan usaha yang benar.
3. Kebijaksanaan, dua nilai moral pemahaman, yaitu pemahaman yang benar dan
tindakan yang baik .
Sejarah perkembangan agama Buddha tidak lepas dari bantuan raja-raja yang
mendukung agama Buddha, di antaranya adalah :
a. Ajatasatu
Raja dari kerajaan Magadha yang memberi sokongan dana pada saat diadakannya
sangha samaya pertama di goa Satapani, Rajagaha. Dalam sangha samaya ini untuk
pertama kalinya ajaran Buddha diulang dan dikumpulkan setelah parinibbananya
Buddha Gotama.
b. Ashoka wardhana
Asoka pada awalnya beragama Hindu dan memiliki perangai yang menakutkan
dan kejam. Jika ada kerajaan lain yang tidak mau tunduk kepada Asoka maka
kerajaan tersebut akan diserang dan dijadikan daerah jajahan. Namun setelah
mengenal ajaran Buddha Asoka mulai berubah perangainya. Asoka ikut
menyebarkan agama Buddha ke luar India dengan mengirimkan banyak
Dharmaduta-dharmaduta ke tempat yang berlainan serta mendirikan banyak
prasasti yang berisi tentang ajaran-ajaran agama Buddha. Asoka juga mengirimkan
putra-putrinya yaitu bhikkhu Mahinda dan bhikkhuni Sanghamitta ke Ceylon untuk
menyebarkan agama Buddha di sana. Sanghayana ke-3 diadakan di pataliputta
waktu pemerintahan Asoka, dikarenakan adanya perselisihan diantara sekte
terhadap pemahaman akan kitab suci tipitaka .
Dari Konsili I sampai IV secara garis besar terpecahlah aliran Buddha menjadi
empat aliran besar, yaitu .
Sthavirada menjadi aliran yang sekarang bernama Theravada Buddhis, sedangkan
Mahasangika dan Sarvastivada kelak menjadi aliran Mahayana Buddhis. Sammitya
yang merupakan pecahan Sthavirada sudah punah.
Theravada Buddhis berkembang di India semasa Raja Asoka dan dibawa oleh
Putra Raja Asoka yang bernama Mahinda ke Srilanka dan kelak dari Sri Lanka
menyebarlah Buddha Theravada ke Asia Tenggara pada abad ke-11.
Mahayana Buddhis berkembang di India sebagai bukti adanya perguruan Buddhis
Nalanda sampai seribu tahun, sampai dihancurkannya oleh pendatang dari Persia.
Mahayana mendapat warna dan bentuk sebagai sistim filsafat Buddhis oleh guru
besar yang dikenal sebagai pendiri dua sekte Mahayana, yaitu Nagarjuna abad II
Masehi, yang mendirikan sistem madyamika dengan karyanya yang terkenal
Mulamadyamaka-karika dan Asanga abad IV Masehi yang mendirikan Sistem
Yogacara-vijnanavada dengan karya terkenalnya Yogacarabhumi-sastra. Dari India
menyebarlah agama Buddha Mahayana ke timur, yaitu Cina, Korea, Jepang, dan ke
Utara Tibet dan Nepal yang kelak menjadi Tantrayana Buddhis. Menjelang
pertemuan terakhir atas anjuran raja asoka maka dikirimlah utusan utusan ke
berbagai Negara untuk menyebarkan dharma, antara lain : Syiria, Mesir, Yunani,
dan Asia Tenggara
a. Mahayana di India
Sekitar awal era Kristen, terjadi suatu gejala baru pada agama Budha, yakni
bermunculan Mahayana yang secara harfiyah berarti kendaraan “kendaraan
besar” . Mahayana timbul karena lemahnya semangat lama yang menghasilkan
makin sedikit Arahat, serta tekanan-tekanan dalam doktrin selagi mereka
berkembang dan juga karena tuntutan pengikut awam mengenai hak-hak sederajat
dengan para biksu. Pengaruh asing juga banyak mempengaruhinya. Mahayana
berkembang di Barat Laut India dan India selatan, daerah dimana agama Budha
paling banyak terkena pengaruh-pengaruh non India, seperti pengaruh seni Yunani
dalam bentuk Hellenistik dan Romawi, maupu pengaruh pandangan dari
Mediterania dan Iran, penyilangan ini secara kebetulan menyebabkan agama
Budha Mahayana cocok dibawa ke luar India. Agar dapat disebarkan keluar India.
Agama Budha pertama-tama harus di modifikasi dengan pengaruh-pengaruh
agama asing, sebelum agama Budha diterima oleh agama asing, contoh seperti
agama Budha yang berkembang di daerah Cina maka dia harus menyesuaikan adat
budaya Cina, serta menjalani tahap proses de-Indianisasi. Harus menerima
pengaruh dari mereka dahulu. Bahkan secara garis besarnya, hanya gama Budha
Mahayana inikah yang mampu hidup diluar India .Penyebaran aliran Mahayana
antara abad pertama - abad ke-10 Masehi Dari saat itu dan dalam kurun waktu
beberapa abad, Mahayana berkembang danmenyebar ke arah timur. Dari India ke
Asia Tenggara, lalu juga ke utara ke AsiaTengah, Tiongkok, Korea, dan akhirnya
Jepang pada tahun 538.
b. Hinayana di India
Walaupun Mahayana berkembang, seolah-olah Hinayana yang lama tetap
berjalsan. Tentu saja perkembangan-perkembangan yang baru mempengaruhi
mereka juga. Mereka mengadopsi teori-teori Mahayana, baik dengan secara
meminjam secara langsung ataupun secara karena terpapar pengaruh yang sama
yang membentuk Mahayana. Ide tentang Bodhisattwa kini menjadi terkenala
dialam literatur Jataka yang umumnya menceritakan tentang kehidupan seorang
Buddha sebelumnya. Pada awalnya cerita-cerita ini hanyalah sebuah dongeng saja,
perumpamaan dan lain-lain. Yang diambil cerita rakyat dari bangsa India itu sendiri
yang banyak tersimpan. Maka cerita-cerita ini disusun menjadi cerita Bodhisttwa .
Kata Hinayana bukanlah berasal dari bahasa Tibet, bukan berasal dari bahasa
China, Inggris ataupun Bantu, tetapi berasal dari bahasa Pali dan Sanskerta. Oleh
karena itu, satu-satunya pendekatan yang masuk akal untuk menemukan arti dari
kata tersebut, adalah mempelajari bagaimana kata hiinayaana digunakan dalam
teks Pali dan Sanskerta. Hinayana terdiri dari Hina (kecil) dan Yana sering disebut
sebagai kendaraan kecil karena bertujuan menjadi arahat maupun paccekabuddha
yang dianggap lebih rendah (inferior). Istilah Hinayana sendiri sebenarnya
merupakan istilah yang diberikan oleh kaum Mahayana. pengikut aliran Hinayana
tersebar mulai dari Srilanka, Burma ,Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Laos.
Tradisi yang berkembang selama berabad-abad telah mengubah praktek sempit
aliran Hinayana yang pada awalnya hanya di tujukan untuk bikhu. Hinayana
menjadi aliran yang besar dengan di kenal ditenggah masyarakat. Para bikhuni
terus menekuni ajaran guna mencapai tingkat arhat. namun metode baru
berkembang untuk perumah tangga (umat awam) dalam mempraktikkan ajaran
Agama Budha,meskipun mereka tinggal bersama keluarga, memiliki harta dan
mengejar karir. Aliran hinayana mengajarkan kepada pengikutnya untuk hidup
sesuai ajaran, puas dengan apa yang diperoleh, dan hidup bahagia.
2. Agama Buddha di Cina Dengan mengetahui gambaran menyeluruh tentang
sejarah negeri China, maka sejarah perkembangan agama Buddha di China akan
dipahami dengan lebih baik. Sejak jaman perunggu di China, kerajaan-kerajaan
timbul dan tenggelam, pemerintahan juga berubah-ubah dari pangeran hingga
pegawai pemerintah.
Penduduk China berkembang dengan pesat. Pada abad pertama sebelum masehi,
penduduk negeri ini diperkirakan sudah berjumlah 50 juta. Daerah-daerah subur di
sepanjang aliran-aliran sungai menjadi tempat pemukiman yang memberikan
cukup makanan. Padi merupakan bahan pokok utama. Tanaman baru yang berasal
dari Champa (Vietnam) yang berkembang pada abad 11 seperti gandum, ubi jalar
yang dapat tumbuh pada tanah-tanah yang sempit, ikut mendorong pertumbuhan
jumlah penduduk. Pada sekitar tahun 1200, jumlah penduduk China diperkirakan
berjumlah 100 juta, jumlah tersebut menurun menjadi sekitar 65 juta pada tahun
1368 yakni pada tahun berakhirnya dinasti Mongol. Sejak itu jumlah penduduk
mengalami peningkatan. Namun, laju pertumbuhan penduduk tidak terlalu pesat
karena mengalami beberapa hambatan yang disebabkan oleh bencana alam (banjir,
penyakit), peperangan, dan kerusuhan sosial.
Penduduk China terdiri dari suku-suku bangsa dengan bahasa yang berlainan. Suku
yang utama adalah Bangsa Han, yang mengembangkan dasar-dasar kebudayaan
dan politik sejak dinasti Han (202-220 SM). Para ahli bahasa menggolongkan
bahasa China dalam keluarga Sino-Tibet. Dialek-dialek yang merupakan bagian
dari bahasa China beberapa diantaranya adalah dialek Wu atau Soochow, didapati
di sekitar sungai Yangtze dan Shanghai, dialek Min diwakili oleh Amoy (Fukien
selatan) dan Swatow (Kwantung dan pulau Hainan), dialek Hakka Yueh (Kanton),
serta suku-suku minoritas di selatan dan barat yang berdarah campuran Turki dan
Mongol. Karena pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, kesulitan
bahasa telah melahirkan bahasa Mandarin sebagai bahasa nasional pada abad ke 20
ini.
Sejarah China memberikan gambaran bahwa agama tidak memegang peranan
penting. Filsafat etika (moral) dari Kong Hu Chu atau Confusius (551-479 SM)
yang mengajarkan ”jen” sebagai azas kesatuan telah dilengkapi dengan konsep "yi"
atau kebenaran oleh Mencius (sekitar 372-289 SM). Pandangan filsafat tersebut
kemudian disempurnakan oleh Hsun Tzu (306-212 SM).
Selain pandangan pembaharuan yang berdasarkan tata laku dalam kehidupan
masyarakat yang berasal dari Kong Hu Chu, terdapat juga pandangan lain yang
berdasarkan kehidupan rohani (bertapa) dari Lao Tzu (sekitar 575-485 SM) dan
Chuang Tzu (sekitar 369-286 SM) yang disebut "Teo Te Ching". Dalam sejarah
China, kedua pandangan tersebut silih berganti berkembang sesuai dengan keadaan
kehidupan masyarakat. Bila keadaan tenang dan makmur, maka pandangan Kong
Hu Chu yang berkembang. Dan sebaliknya bila keadaan sulit, maka ajaran Tao
yang populer.
Keruntuhan dinasti Han pada awal abad ke-3 Masehi telah membuat kerajaan
China mengalami kemunduran dalam beberapa abad. Ajaran Kong Hu Chu pun
memudar dan pada masa ini agama Buddha mulai diperhatikan masyarakat China,
ajaran Tao juga mengalami kebangkitan kembali.
Sejarah filsafat China dapat dibagi menjadi lima periode, yaitu :
1. Periode kuno awal (sampai sekitar 200 SM)
2. Periode kuno kemudian (sekitar 200 SM - 400 M)
3. Periode pertengahan (sekitar 400–1000 M)
4. Periode modern awal (sekitar 1000–1800 M) dan
5. Periode kontemporer (sejak tahun 1800 M)
Ensyclopedia Americana cetakan tahun 1978 menyebutkan nama-nama dinasti dan
negara (kerajaan) di China dari zaman purba sebagai berikut :
Kerajaan T'ang (legenda)
3.000 tahun SM
Kerajaan Yu (legenda)
3.000 tahun SM
Dinasti Hsia
1994-1523 SM (perkiraan)
Dinasti Shang (Yin)
1523-1028 SM (perkiraan)
Dinasti Chou
Chou barat
Chou timur
1027-256 SM (perkiraan)
1027-770 SM (perkiraan)
770-256 SM
Dinasti Chin
256-206 SM
Dinasti Han
Han barat (awal)
Hsin
Han timur (kemudian)
202 SM – 220 M
202 SM – 9
9-23
25-220
Tiga kerajaan
Shu
Wei
Wu
220-265
221-264
220-265
222-280
Dinasti Chin (Tsin)
Chin barat
Chin timur
265-420
265-317
317-420
Dinasti-dinasti selatan
Liu Sung
Ch'i
Liang
Ch'en
420-589
420-479
479-502
502-557
557-589
Dinasti-dinasti utara
Wei (kemudian)
Wei (timur)
Wei (barat)
Ch'i (utara)
Chou (utara)
385-581
386-535
534-550
535-556
550-557
557-581
Dinasti Sui
581-618
Dinasti T'ang
618-906
5 (lima) dinasti
Liang (kemudian)
Yang (kemudian)
Chin (kemudian)
Han (kemudian)
Chou (kemudian)
907-960
907-923
923-936
936-947
947-950
951-960
10 (sepuluh) kerajaan
Wu
T'ang (selatan)
Ping (selatan)
Ch'u
Shu (awal)
Shu (kemudian)
Wu-yueh
Min
Han (selatan)
Han (utara)
902-979
902-937
937-975
907-963
927-951
907-925
934-965
907-978
909-944
907-971
951-979
Dinasti Sung
Liao
Sung (utara)
His-hsia
Chin (Kin)
Sung (selatan)
960-1279
947-1125
960-1126
990-1227
1115-1234
1127-1279
Dinasti Yuan (MONGOL)
1271-1368
Dinasti Ming
1368-1644
Dinasti Ch'ing (MANCHU)
1644-1911
Republik
sejak 1912 (Agama Buddha di China)
Agama Buddha berkembang ke China sekitar abad kedua sebelum masehi melalui
Asia Tengah dan mulai berpengaruh pada masa pemerintahan Kaisar Ming (58-75
M). Sejak dinasti Han (202-220 M), agama Buddha mulai mendapat perhatian.
Kira-kira pada masa itulah Mo Tzu menyusun bukunya Li-huo-lun (Menangkis
Kekeliruan) sebagai apologia bagi agama Buddha.
Pada tahun 147 M seorang bhikṣu dari Asia Tengah bernama Lokaraksha telah
menetap di Loyang, ibukota dinasti Han masa itu. Pada abad ke-2, ke-3, dan ke-4
banyak bhikkhu dari India pergi ke China dan menyalin berbagai Sūtra dan sastra
dalam bahasa China.
Pada tahun 399 M seorang bhikṣu China bermana Fa Hien, bersama
rombongannya yang terdiri atas 10 orang, melakukan perjalanan ke India melalui
jalan darat untuk mempelajari agama Buddha. Pada tahun 413 M, beliau pulang
melalui jalan laut dan singgah di Sriwijaya (Sumatera) dan Jawa. Beliau menyalin
berbagai sūtra. Catatan beliau mengenai negara-negara Buddhis (Record of
Buddhist countries) terkenal sampai kini.
Dalam masa dua setengah abad, setelah Bhikṣu Fa-Hien, banyak lagi peziarah
yang terdiri dari bhikṣu-bhikṣu China, berangkat ke India. Tetapi catatan
perjalanan mereka lenyap, kecuali petikan-petikan singkat yang terdapat pada
berbagai naskah kuno. Menjelang awal abad ke-7 M, seorang bhikṣu Cina bernama
Huan Tsang melakukan perjalanan lagi ke India dan catatan perjalanan beliau pada
berbagai wilayah barat itu (Record of Western Regions) merupakan salah satu
sumber sejarah sampai kini. Beliau merasa tidak puas menyaksikan agama Buddha
yang dicintainya telah kehilangan pengaruh di anak benua India.
Buddhisme atau atau dalam bahasa cina fójiào pertama kali dibawa ke Cina dari
India oleh para misionaris dan pedagang di sepanjang Jalan Sutra yang
menghubungkan Cina dengan Eropa pada akhir Dinasti Han (202 SM - 220 M) .
Pada saat itu, Buddhisme India sudah lebih dari 500 tahun, tetapi iman tidak mulai
berkembang di China sampai penurunan dari Dinasti Han dan mengakhiri
keyakinan ketat Konfusianisme.
Sebelum agama Buddha masuk di Cina, masyarakat Cina sudah memiliki
kepercayaan sendiri, yakni Kong Hu Chu yang diajarkan oleh Confusius, dan Tao
yang diajarkan oleh Lao Tzu. Confusius mengajarkan tentang “Jen” sebagai azas
kesatuan, sedangkan Lao Tzu mengajarkan tentang “Tao Te Ching”. Agama
Buddha mulai berkembang di Cina sekitar abd ke-2 S.M melalui Asia Tengah serta
mulai berpengaruh pada masa pemerintahan kaisar Ming (58-75 M) .
Dalam filsafat Buddha . Ada orang-orang yang mengikuti Buddhisme Theravada
tradisional, yang melibatkan meditasi yang ketat dan membaca lebih dekat dari
ajaran asli Sang Buddha. Buddhisme Theravada menonjol di Sri Lanka dan
sebagian besar Asia Tenggara. Ini dalah keberhasilan yang luar biasa dalam agama
Buddha yang telah mengusik para pejabat tinggi China dalam banyak hal, karena
kelihatanya tidak acuh dengan keberlangsungan keluarga, menunjukan sedikit
kesetiaan kepada negara dan sepertinya mengorbankan kepercayaan takhayul yang
tanpa dasar. Rahib Buddha. Dengan dasar pengasingan diri, menolak untuk
membuat tanda-tanda penghormatan lahiriyah yang terkenal yang secara umum
pada putra langit dan pengiringnya .
Agama Buddha yang memegang di Cina adalah Mahayana Buddhisme, yang
mencakup berbagai bentuk seperti Buddhisme Zen, Pure Tanah Buddhisme dan
Buddhisme Tibet - juga dikenal sebagai Lamaism.
Mahayana Buddhis percaya di banding yang lebih luas dengan ajaran Buddha
dibandingkan dengan pertanyaan filosofis yang lebih abstrak diajukan dalam
Buddhisme Theravada. Buddha Mahayana juga menerima Buddha kontemporer
seperti Amitabha, Buddha Theravada yang tidak.
Buddhisme mampu untuk secara langsung menjawab konsep penderitaan manusia
- yang memiliki daya tarik yang luas untuk orang Cina yang berurusan dengan
kekacauan dan perpecahan negara berperang bersaing untuk kontrol setelah
jatuhnya Han. Banyak etnis minoritas di China juga mengadopsi ajaran Buddha.
Persaingan dengan Taoisme
Ketika pertama kali diperkenalkan, Buddhisme menghadapi kompetisi dari
pengikut Sementara Taoisme (juga disebut Taoisme) sama tuanya dengan
Buddhisme, Taoisme adalah adat untuk Cina. Taois tidak memandang hidup
sebagai penderitaan. Mereka percaya dalam masyarakat dipesan dan moralitas
ketat, tetapi mereka juga memegang keyakinan mistis yang kuat seperti
transformasi utama, di mana jiwa hidup setelah kematian dan perjalanan ke dunia
yang abadi. Karena dua keyakinan sangat kompetitif, banyak guru dari kedua sisi
dipinjam dari yang lain. Hari ini banyak orang Cina percaya pada unsur-unsur dari
kedua sekolah pemikiran.
Tokoh-tokoh masyarakat mendapati para biksu lebih dapat didekati dari pada para
Taois yang sealu menggerakan pemberontakan diantara para petani dan yang biarabiaranya didukung oleh para anggota yang merupakan para pengikut mereka.
Sebaliknya kaum Budhisme bergantung pada donasi dari umat yang kaya, dan
karena itu dapat dipercaya tidak akan mengejar tujuan-tujuan politis untuk
kepentingan sendiri yang tidak diharapkan. Yang terakhir, masyarakat sungguh-
sungguh tertarik pada cita-cita Bodhisattwa yang membuka kemungkinan tertinggi
bahkan untuk lapisan masyarakat rendah, pantheon Buddhis, dengan makhluk
leluhur yang penuh kasih sayang seperti Kuan Yin dan lain-lain . Dapat
membangkitkan dorongan dan penghiburan dan berkat dukungan Buddha dan
Sangha, bahkan mereka mengharapkan kehidupan lebih baik untu berikutnya.
Popularitas Buddhisme, menyebabkan konversi cepat untuk Buddhisme kemudian
oleh penguasa Cina. Sui dan Dinasti Tang berikutnya semua diadopsi Buddha
sebagai agama mereka. Agama ini juga digunakan oleh penguasa asing dari Cina,
seperti Dinasti Yuan dan Manchu, untuk menghubungkan dengan Cina dan
membenarkan kekuasaan mereka. Para Machus diupayakan untuk menarik paralel
antara agama Buddha. agama asing, dan pemerintahan mereka sendiri sebagai
pemimpin asing. Kontemporer Buddhisme: Meskipun pergeseran China untuk
ateisme setelah Komunis menguasai Cina pada tahun 1949, Buddha terus tumbuh
di Cina, terutama setelah reformasi ekonomi pada tahun 1980an. Saat ini ada
diperkirakan pengikut agama Buddha di Cina dan lebih dari 20.000 kuil Buddha.
Ini adalah agama terbesar di Cina. Aliran-aliran agama Buddha yang berkembang
di Cina secara garis besar ada dua paham, yaitu : 1. aliran paham Atta, 2. aliran
paham Anatta.
1. Aliran Theravada di Cina
Aliran Theravada pada mulanya terbagi atas tiga aliran, antara lain : Cheng-shih
(Sautrantika), Chu-she (Vaibhashika), Lu. Ketiga aliran ini tidak berumur lama
karena kalah dari aliran-aliran baru dari mazhab Mahayana .
2. Aliran Mahayana di Cina
Ada beberapa aliran dalam mazhab Mahayana, antara lain : San-lun, We-shih,
Tien-tai, Hua-yen, Chan, Ching-tu,Chen-yen. Diantara ketujuh aliran tersebut
hanya empat yang paling berpengaruh, yaitu : Tien-tai, Hua-yen, Chan, Ching-tu.
Tokoh-tokoh agama Buddha di Cina.
1. Kumarajiva (Ci-mo-lo-shi)
Kumarajiva berasal dari kashmir. Tinggal di Cina mulai awal abad ke-5 M dan
memimpin lembaga yang bertugas menterjemah kitab suci agama Buddha ke
dalam bahasa Cina. Terjemahannya meliputi 300 jilid buku. Kumarajiva meninggal
pada tahun 413 M.
2. Paramartha (Po-lo-mo-tho)
Paramatha berasal dari Ujjain dan dikirim ke Cina oleh raja Magadha, tahun 548 M
tiba di Nanking. Paramatha meniggal dalam usia 71 tahun pada tahun 568 M.
Meninggalkan karya terjemahan sebanyak 70 judul kitab agama Buddha.
Jalur utara banyakan dari mazhab Mahayana karena mazhab Hinayana (Theravada)
kurang dapat di terima karena hidup dengan empat musim dengan tuntutan
vinaya(aturan) yang ketat dan harus meninggalkan kehidupan duniawi berat karena
masyarakat akan kehilangan banyak tenaga produktif. Meski demikian awal
perkembangannya banyak menemui kesulitan, penyebabnya antara lain anjuran
untuk menjadi Bhiksu bertentangan dengan anak laki2 harus bertanggung jawab
dan berbakti pada oragn tua dan leluhur. tapi fleksibilitas mazhab Mahayana
terhadap tradisi dan budaya tanpa menghilangkan inti ajaran Buddha membuat
masyarakat Cina secara luas dapat menerimanya. Sementara itu aliran-aliran baru
dari India terus masuk ke Cina. dan berpengaruh besar terhadap Ajaran Buddha
Sakyamuni. Kedudukan sentral Buddha Sakyamuni tergantikan dengan BuddhaBuddha lain yang dibabarkan oleh Sakyamuni sebelumnya yaitu : Buddha
Amitabha dan Buddha Mahavairocana. Padahal keberadaan Buddha2 tersebut
sebenarnya dibabarkan untuk mematahkan pandangan "hanya satu Buddha" Akibat
kekeliruan ini, Agama Buddha di Cina bercampur-aduk dengan ajaran di luar
Buddha sehingga menemui keruntuhannya. Dengan demikian Agama Buddha
berangsur-angsur mengalami sinkretisme dengan filsafat tradisional Cina yaitu
Konfucianisme dan Taoisme.
BAB
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan agama Buddha tidak bisa lepas dari usaha-usaha DharmadutaDharmaduta yang berjuang keras dalam mengembangkan agama Buddha. Raja
Asoka termasuk salah satu raja yang aktif dalam mengembangkan agama Buddha
dengan mengirimkan Dharmadutanya ke berbagai penjuru dunia. Dalam
perkembangannya agama Buddha menjumpai tidak sedikit halangan termasuk dari
berbagai agama bahkan dari aliran-aliran agama Buddha sendiri demi untuk
kepentingan mereka pribadi.
Agama Buddha mengalami kemunduran di India yang merupakan tempat lahirnya
Agama Buddha, dikarenakan mulai