SINERGITAS WAKAF DENGAN ASURANSI JIWA SY

SINERGITAS WAKAF DENGAN ASURANSI JIWA SYARIAH
DALAM FATWA DSN-MUI NO 106 TAHUN 2016 TENTANG
WAKAF MANFAAT ASURANSI DAN MANFAAT INVESTASI
PADA ASURANSI JIWA SYARIAH
Romadhon Nugroho
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
romadhon.nugroho@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengkaji sinergi wakaf dengan asuransi jiwa syariah pada fatwa
DSN-MUI no 106 tahun 2016 tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada
asuransi jiwa syariah. Penelitian ini merupakan hasil penelitian kepustakaan dengan
pendekatan perundang-undangan dengan bahan hukum fatwa DSN-MUI no 106 tahun 2016
tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa faktor yang melatarbelakangi hadirnya fatwa DSN-MUI ini
dipengaruhi oleh pertama, DSN-MUI belum mengatur ketentuan hukum mewakafkan manfaat
asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah. Kedua, fatwa DSN-MUI terkait
asuransi syariah belum mengakomodir pengembangan usaha produk asuransi syariah. Ketiga,
pengembangan wakaf produktif dengan mensinergikan wakaf dengan asuransi syariah. Sesuai
dengan prinsip syariah dalam Peraturan Bank Indonesia No.11/15/PBI/2009 maka lembaga
asuransi syariah yang menjalankan produk wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat lnvestasi
harus sesuai dengan fatwa DSN-MUI. Istinbat hukum yang digunakan DSN-MUI dalam

menetapkan fatwa didasarkan pada Al-Qur’an, Hadist, dan kaidah fiqqiyah. Penetapan fatwa
ini, menggunakan metode istislahi, dengan memperhatikan kemaslahatan umum dan
maqashid asy-syari’ah.
Kata Kunci: Fatwa; DSN-MUI; Wakaf; Asuransi Syariah.
Abstract
The main purpose of this research is to examine the synergy of waqf with sharia life insurance
on the fatwa of DSN-MUI number 106 years 2016 about Waqf insurance benefits and
investment benefits on sharia life insurance. The method used in this research is literature
research with the legislation approach by a legal material of DSN-MUI fatwa number 106
years 2016 about waqf of insurance benefit and investment benefit in sharia life insurance.
The results of this research reveal that the factors behind the presence of the DSN-MUI fatwa
are influenced by, first DSN-MUI has not set the provisions of the insurance benefit law and
sharia life insurance investment. Secondly, the fatwa of DSN-MUI related to sharia insurance
has not accommodated business development, especially the development of sharia insurance
product. Third, the development of productive waqf by synergizing waqf with Takaful
instrument. Then, appropriate with the principles of sharia in Bank Indonesia Regulation
No.11/15/PBI/2009, the Takaful institution that runs waqf products Insurance Benefits and
Investment Benefits must comply with the stipulation that has been filed DSN-MUI. The legal
instances used by DSN-MUI in establishing fatwas are based on the Qur'an, Hadith, and
fiqqiyah rules. Using the istislahi method that is the consideration of the benefit based on

general nash, viewing to the mashalih 'ammah and maqashid asy-syari'ah.
Keywords: Fatwa; DSN-MUI; Wakaf; Sharia Insurance.

Pendahuluan
Wakaf merupakan salah satu pilihan utama bagi seorang muslim apabila ingin hartanya
menjadi abadi. Wakaf sendiri bagi seorang muslim merupakan realisasi ibadah kepada Allah
melalui harta benda yang dimilikinya, yaitu dengan melepas benda yang dimilikinya untuk
kepentingan umum. Sepanjang sejarah Islam, wakaf telah memerankan peran yang sangat
penting dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan
masyarakat Islam. Dalam sejarah Islam, wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW. Wakaf
disyariatkan setelah Nabi SAW berhijrah ke Madinah pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua
pendapat yang berkembang dikalangan fuqaha’ tentang siapa yang pertama kali
melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat pertama (kaum anshar), mengatakan
bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah saw. Beliau Rasulullah saw
mewakafkan tanahnya untuk dibangun sebuah masjid. Sedangkan menurut pendapat yang
kedua (kaum muhajirin), mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf
adalah Umar bin Khatab.1
Wakaf dalam islam setidaknya ada dua bentuk yakni wakaf ahli dan wakaf khairi. Wakaf
ahli ialah pemanfaatannya hanya sebatas keluarga wakif. Yakni, anak-anak mereka pada
tingkatan pertama dan seluruh keturunannya secara turun temurun sampai seluruh anggota

keluarga itu meninggal dunia. Baru setelah itu hasil wakaf dapat dimanfaatkan orang lain,
seperti anak yatim piatu, fakir miskin dan pihak lain yang memerlukan.2 Sedangkan yang
dimaksud wakaf khairi ialah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk kepentingan umum.3
Wakaf jenis ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber investasi untuk pembangunan
ekonomi umat, baik di bidang sosial, ekonomi, pendidikan dan lainnya.
Maka dari itulah tidaklah berlebihan ketika wakaf dikatakan sebagai ibadah yang
berdimensi ganda. Selain untuk menggapai keridhaan dan pahala dari allah, wakaf merupakan
ibadah yang juga berorientasi pada hablum min nas, hubungan manusia dengan
lingkungannya, atau bisa juga disebut sebagai kesalehan sosial. Dilihat dari segi manfaat
pengelolaannya, sejak dahulu, wakaf sangat berjasa besar dalam membangun berbagai sarana
sebagai bentuk jaminan sosial untuk kepentingan umum demi kesejahteraan umat manusia.
Sistem manajemen pengolahan wakaf merupakan salah satu aspek penting dalam
pengembangan wakaf di Indonesia hari ini. Kalau dalam paradigma lama wakaf selama ini
lebih menekankan pentingnya pelestarian dan keabadian benda wakaf, maka dalam
pengembangan paradigma baru wakaf lebih menitikberatkan pada aspek pemanfaatan yang
lebih nyata tanpa kehilangan eksistensi benda wakaf itu sendiri. Dalam manajemen kekinian,
wakaf telah terintegrasikan dengan berbagai sistem modern yang telah ada, terutama yang
menyangkut wakaf uang yang belakangan ini semakin gencar dikembangkan di Indonesia.
Berdasarkan UU no. 41 tahun 2004 pasal 28 tentang wakaf, penerimaan dan pengelolaan
wakaf uang dapat diintegrasikan dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

Demi mengembangkan produk wakaf produktif ini, asuransi syariah pun ikut andil
mengambil peran dalam menggali dan mengembangkan wakaf produktif di Indonesia.
Asuransi syariah hadir dengan produk baru wakaf yakni wakaf manfaat asuransi dan manfaat
investasi pada asuransi jiwa syariah. Konsep wakaf di asuransi syariah ini sendiri terbagi
dalam tiga jenis. Pertama adalah wakaf fund yang merupakan asuransi dengan model wakaf,
dimana tabarru’fund di asuransi syariah disebut dana wakaf karena mekanismenya
1

Departemen Agama RI, Fiqh Wakaf, (Jakarta: direktorat jendaral bimbingan masyarakat islam direktorat
pemberdayaan wakaf,2006) 4
2
Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam wa adlillatuhu, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 277
3
Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam wa adlillatuhu, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 277

perusahaan akan membentuk dana wakaf sebelum kemudian orang ber-tabarru’ yang dananya
akan mengalir ke rekening wakaf fund. Kedua adalah wakaf polis yang sudah jadi dan berada
di tangan pemegang polis untuk kemudian diwakafkan kepada badan atau lembaga wakaf.
Ketiga adalah fitur produk asuransi syariah yakni produk perusahaan asuransi syariah yang
peruntukkan manfaat asuransi dan manfaat investasi adalah untuk diwakafkan.4

Wakaf tunai khususnya wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa
syariah bagi umat Islam Indonesia memang masih relatif baru. Ini bisa dilihat dari masih
kurangnya peraturan yang melandasinya. Maka dari itu Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum wakaf manfaat asuransi
dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah untuk dijadikan pedoman oleh masyarakat.
Dengan melihat bahwa wakaf tunai itu memiliki kemaslahatan yang besar yang tidak dimiliki
oleh benda lain. Keputusan penetapan fatwa yang dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia ini merupakan suatu bentuk respon terhadap fenomena terkini yang
muncul pada era saat ini. Penelitian ini bertujuan mengkaji sinergi wakaf dengan asuransi
jiwa syariah pada fatwa DSN-MUI no 106 tahun 2016 tentang wakaf manfaat asuransi dan
manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah.
Selain itu peneliti menampilkan penelitian terdahulu, dengan tujuan untuk menghindari
kesamaan objek penelitian atau yang disebut dengan plagiasi, sebagai berikut :
Penelitian yang oleh Mohammad Shodli “Analisis Terhadap Fatwa MUI Tentang Wakaf
Uang”. Penelitian ini menjelaskan tentang istinbath hukum Majelis Ulama Indonesia tentang
kebolehan wakaf uang (cash waqf), sebagai sebuah upaya (alternatif) atas wakaf-wakaf yang
sudah ada di Indonesia. Menerangkan kedudukan hukum terkait wakaf uang di Indonesia,
serta menjelaskan istinbath yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia sebelum pengambilan
keputusan fatwa.5
Penelitian yang oleh Latif Ali Romadhoni “Studi analisis fatwa Majelis Ulama Indonesia

tahun 2002 tentang wakaf uang”. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan
menguraikan istinbat hukum yang digunakan oleh Majelis Ulama Indonesia dalam
menetapkan fatwa tentang wakaf uang.6
Penelitian yang oleh Rima Melati “Wakaf uang (studi komparasi antara hukum islam
dengan undang undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf)”. Penelitian ini meneliti tentang
wakaf uang dalam prespektif hukum islam dan undang-undang no 41 tahun 2004 tentang
wakaf. Skripsi ini memaparkan persamaan dan perbedaan wakaf uang dari dua sudut pandang
yakni sudut pandang hukum islam dan dari sudut pandang undang-undang no 41 tahun 2004.7
Apabila dijabarkan dibentuk dalam tabel maka dapat disimpulkan antara letak perbedaan
dan persamaan antara beberapa skripsi diatas.

4

Badan Wakaf Indonesia, “Sinergi Wakaf dengan Instrumen Asuransi Syariah”,
https://bwi.or.id/index.php/in/publikasi/artikel/715-sinergi-wakaf-dengan-instrumen-asuransi-syariah.html,
Diakses pada tanggal 13 Agustus 2017
5
Mohammad Shodli, Analisis Terhadap Fatwa MUI Tentang Wakaf Uang, (Semarang: Skripsi Mahasiswa
Fakultas Syariah Institute Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2004).
6

Latif Ali Romadhoni, Studi Analisis Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun 2002 Tentang Wakaf Uang,
(Yogyakart: Skripsi Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2015)
7
Rima Melati, Wakaf Uang (Studi Komparasi Antara Hukum Islam Dengan Undang Undang Nomor 41 Tahun
2004 Tentang Wakaf), (Yogyakarta: Skripsi Mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2007)

Tabel 1 : Persamaan Dan Perbedaan Penelitian Terdahulu
No
Peneliti/Tahun
Judul
Hasil
1.
Mohammad Shodli/
Analisis Terhadap Fatwa
Perbedaan : Dalam
Institut Agama Islam Negeri MUI Tentang Wakaf Uang
penelitian ini fokus
Walisongo Semarang /2004

membahas analisis terkait
fatwa Majelis Ulama
Indonesia tentang wakaf
uang. Wakaf uang
sebagai alternative baru
wakaf, kedudukan serta
istinbat hukum fatwa
majelis ulama tersebut.
Persamaan : Membahas
terkait fatwa tentang
wakaf tunai.
Studi Analisis Fatwa Majelis Perbedaan : Dalam
2.
Latif Ali Romadhoni/
Universitas Islam Negeri
Ulama Indonesia Tahun
penelitian ini fokus
Sunan Kalijaga Yogyakarta
2002 Tentang Wakaf Uang
membahas istinbat hukum

/2015
yang digunakan Majelis
Ulama Indonesia dalam
menetapkan fatwa tentang
wakaf uang.
Persamaan : Membahas
terkait fatwa tentang
wakaf tunai.
3.
Rima Melati/ Universitas
Perbedaan : Dalam
Wakaf Uang (Studi
Islam Negeri Sunan Kalijaga Komparasi Antara Hukum
penelitian ini fokus
Yogyakarta/2007.
Islam Dengan Undang
membahas wakaf uang
Undang Nomor 41 Tahun
dalam prespektif hukum
2004 Tentang Wakaf)

islam dan undang undang
nomor 41 tahun 2004
tentang wakaf.
Memaparkan persamaan
dan perbedaan wakaf
uang dari dua sudut
pandang yakni sudut
pandang hukum islam
dan dari sudut pandang
undang-undang no 41
tahun 2004.
Persamaan : Membahas
terkait wakaf tunai.
Dari beberapa judul penelitian yang telah dipaparkan oleh penulis di atas, terdapat
perbedaan penelitian yang dilakukan oleh penulis dan belum ada yang membahas tentang
sinergitas wakaf dengan asuransi jiwa syariah pada fatwa DSN-MUI No. 106 tahun 2016
tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah belum
pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini memfokuskan pada pembahasan sinergitas antara

wakaf dengan instrumen atau produk asuransi jiwa syariah dalam fatwa DSN-MUI No. 106

tahun 2016 tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah.
Adapun penulis meneliti dan membahas masalah ini dengan tujuan (1), Mendeskripsikan
faktor-faktor yang melatarbelakangi lahirnya fatwa dan status hukum fatwa DSN-MUI
tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah. (2),
Mendeskripsikan metode penetapan hukum fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah.
Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan (library research),8
sebagaimana dalam penelitian ini peneliti berupaya untuk mengkaji faktor-faktor yang
melatarbelakangi hadirnya fatwa dan status hukumnya serta metode istinbat hukum yang
digunakan dalam penentuan fatwa wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada
asuransi jiwa syariah.
Berdasarkan pada objek penelitian yang dilakukan, pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Pendekatan Perundang-undangan (statute approach),9 Pada metode
pendekatan perundang-undangan peneliti memahami serta menelaah isu hukum dalam
peraturan perundang-undangan atau regulasi berdasarkan topik penelitian yaitu fatwa wakaf
manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua bahan hukum yakni bahan hukum primer
adalah bahan-bahan hukum yang mengikat.10 Dalam penelitian ini adalah Fatwa DSN-MUI
No. 106 tahun 2016 tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa
syariah. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer.11 Dalam penelitian ini adalah (1), Majelis Ulama Indonesia, Himpunan
Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah Nasional MUI, (2), Departemen Agama RI, Fiqih
waqaf, (3), Wahbah Zuhaili, Fiqih islam wa adillatuhu.
Metode pengumpulan bahan hukum merupakan metode untuk mengumpulkan beberapa
bahan hukum yang telah ditentukan. Penelitian ini termasuk penelitian pustaka. Bahan hukum
berupa bahan hukum primer dan sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan, yaitu
mencari, mengumpulkan serta mengkaji Al-Qur’an dan Hadis. Serta fatwa-fatwa terkait
wakaf, buku-buku, hasil penelitian, jurnal, dan artikel terkait dengan wakaf.
Setelah semua bahan hukum terkumpul, maka untuk menganalisisnya mengunakan
Analisis isi yang dimaksudkan ialah metodologi penelitian yang tujuannya mengarah pada
upaya membatasi temuan-temuan informasi kepustakaan sehingga menjadi data teratur dan
tersusun serta lebih berarti. Dari hasil temuan kepustakaan itu dicoba hubungkan dengan
landasan teori yang ada. Dalam hal ini adalah data yang berkaitan dengan asuransi jiwa
syariah yang dijadikan sebagai objek wakaf. Metode deskriptif adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan
rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.12 Data yang
diteliti dalam hal ini ialah tentang fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah.

8

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2011), 137
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2011), 96
10
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta: UI-Press, 1986), 52
11
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta: UI-Press, 1986), 52
12
Zainudddin Ali, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta: sinar grafika, 2011), 107
9

Hasil dan Pembahasan
Faktor-faktor Yang Melatarbelakangi Sinergitas Wakaf dengan Asuransi Syariah
Dalam Fatwa Dan Status Hukum Fatwa DSN-MUI No 106 Tentang Wakaf Manfaat
Asuransi Dan Manfaat Investasi Pada Asuransi Jiwa Syariah.
Pembahasan sinergi antara wakaf dan asuransi syariah dalam fatwa tentang Wakaf Manfaat
Asuransi dan Manfaat Investasi pada Asuransi Jiwa Syariah berangkat dari beberapa faktor
yang melatarbelakangi. Pembentukan keputusan fatwa DSN-MUI Nomor 106 Tahun 2016
tentang Wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat Investasi pada Asuransi Jiwa Syariah
setidaknya dipengaruhi oleh beberapa hal yakni (1), DSN-MUI merupakan lembaga yang
diberi amanat oleh undang-undang untuk menetapkan fatwa tentang ekonomi dan keuangan
syariah belum mengatur ketentuan hukum terkait mewakafkan manfaat asuransi dan manfaat
investasi pada asuransi jiwa syariah. Lembaga keuangan yang berlandaskan syariah, lembaga
keuangan syariah tentunya harus memiliki pijakan atau landasan hukum dalam melaksanakan
kegiatannya, landasan hukum tersebut hendaklah berprinsip syariah. Dalam hal ini, DSN-MUI
sebagai lembaga Negara yang memiliki wewenang dalam mengeluarkan fatwa-fatwa yang
berkaitan dengan berbagai bentuk produk Lembaga Keuangan Syariah (LKS) tidak terkecuali
produk-produk baru dalam asuransi syariah, ditunut untuk selalu cermat dan cepat dalam
memberikan jawaban atas permasalahan yang ada, utamanya terkait pengembagan usaha pada
lembaga keuangan syariah. (2), Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia terkait asuransi syariah belum mengakomodasi pengembangan usaha terutama
pengembangan produk-produk asuransi syariah. Fatwa-fatwa DSN-MUI terkait asuransi
syariah yang ada masih berkutat pada hukum dan mekanisme asuransi syariah secara sempit,
belum bisa mengakomodir kepentingan lembaga keuangan syariah terutam asuransi syariah
untuk bisa mengembangankan usahanya. Hal ini tentu akan membawa dilema tersendiri bagi
pihak-pihak yang menginginkan usahanya maju dan berkembang. (3), Pengembangan produk
wakaf produktif dengan mensinergikan wakaf dengan instrumen asuransi syariah.
Sebagaimana diketahui bahwa pada saat ini telah ada sedikit pergeseran definisi wakaf kearah
yang lebih fleksibel dan menguntungkan yakni Menahan harta yang dapat dimanfaatkan
dan/atau diistitsmar-kan tanpa lenyap bendanya, dengan tidak menjual, menghibahkan,
dan/atau mewariskannya, dan hasilnya disalurkan pada sesuatu yang mubah kepada penerima
manfaat wakaf yang ada. Lahirnya undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
menjadi momentum tersendiri untuk pemberdayaan wakaf secara produktif sebab di dalamnya
terkandung pemahaman yang komprehensif dan pola manajemen pemberdayaan potensi
wakaf secara modern. Dengan adanya momentum tersebut dan didorong dengan gencarnya
pengembangan wakaf dewasa ini diberbagai sektor, tak terkecuali pada lini perasuransian
syariah yang turut ikut andil dalam pengembangan wakaf produktif tersebut. Asuransi syariah
hadir dengan produk wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah
dengan tujuan ikut serta dalam pengembangan wakaf produktif.
Fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI bukanlah hukum positif,13 sama seperti fatwa
yang dikeluarkan MUI dalam bidang-bidang lainnya. Agar fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh
DSN-MUI dapat berlaku dan mengikat sebagai mana hukum positif yang berlaku di
Indonesia, maka pada UU No.21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa
fatwa-fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI dapat ditindak lanjuti sebagai Peraturan Bank
Indonesia. ada kekuatan hukum yang mengikat antara fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI
dengan hukum positif berupa Peraturan Bank Indonesia yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia. Hubungan ini menunjukkan betapa peran dari lembaga fatwa di Indonesia sangat
13

Zubairi Hasan, Undang-undang Perbankan Syariah: Titik Temu Hukum Islam dan Hukum Nasional, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), 25

signifikan dan strtegis dalam membangun dan memajukan Lembaga Keuangan Syariah
dengan tetap memperhatikan hukum-hukum syariah yang harus dipatuhi oleh Lembaga
Keuangan Syariah. Pentingnya peran DSN-MUI untuk tetap menjaga kepatuhan Lembaga
Keuangan Syariah terhadap ketentuan syariah, karena pada Undang-Undang No. 21 tahun
2008 tentang Perbankan Syariah menegaskan bahwa setiap kegiatan usaha tidak boleh
bertantangan dengan syariah, yang dirujuk pada fatwa yang telah dikeluarkan DSN-MUI dan
telah dikonfersi kedalam Peraturan Bank Indonesia. Dengan demikian Fatwa yang telah
dirujuk dan dijadikan Peraturan Bank Indonesia yang mengikat setiap Lembaga Keuangan
Syariah atau mengikat publik. Berkaitan dengan ketentuan Undang-undang No. 21 tahun 2008
tentang Perbankan Syariah berkenaan dengan berlakunya prinsip syariah, maka Peraturan
Bank Indonesia No.11/15/PBI/2009 telah memberikan pengertian mengenai apa yang
dimaksud dengan prinsip syariah. Menurut Peraturan Bank Indonesia tersebut “Prinsip
Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia”. Berdasarkan Peraturan
Bank Indonesia tersebut sepanjang Prinsip Syariah tersebut telah difatwakan oleh Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, maka Prinsip Syariah demi hukum telah berlaku
sebagai hukum positif sekalipun belum atau tidak dituangkan dalam Perturan Bank
Indonesia.14
Dengan peraturan yang di tetapkan oleh Bank Indonesia di atas memperkuat posisi fatwa
dari DSN-MUI menjadi salah satu sumber penting dalam melakukan innovasi produk pada
Lembaga Keuangan Syariah. Walaupun fatwa tersebut belum di aplikasikan dalam Peraturan
Bank Indonesia, tetap fatwa tersebut memiliki kekuatan hukum sehingga harus ditaati oleh
setiap Lembaga Keuangan yang menggunakan sistem syariah. Berkaitan dengan ketentuan
Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah berkenaan dengan berlakunya
prinsip syariah yang telah dibahas diatas dan dengan telah keluarnya fatwa DSN-MUI no 106
tentang kebolehan Mewakafkan Manfaat Asuransi dan Manfaat lnvestasi pada asuransi jiwa
syariah dengan mengikuti ketentuan yang terdapat dalam Fatwa tersebut, maka lembaga
asuransi syariah yang akan menerapkan atau menjalankan produk wakaf Manfaat Asuransi
dan Manfaat lnvestasi harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI.
Metode Istinbath Hukum DSN-MUI Menetapkan Hukum Sinergitas Wakaf Dengan
Asuransi Syariah Dalam Fatwa Wakaf Manfaat Asuransi Dan Manfaat Investasi Pada
Asuransi Jiwa Syariah.
DSN-MUI dalam menentukan hukum wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada
asuransi jiwa syariah digunakan prinsip-prinsip umum yang ditarik dari ayat-ayat Al Qur’an,
Al Hadis, dan Qaidah Fiqhiyah seperti yang telah dipaparkan diatas. Berkaitan dengan
metode yang digunakan oleh DSN-MUI dalam penetapan fatwa wakaf manfaat asuransi dan
manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah menggunkan pola istislahi yakni pertimbangan
kemaslahatan berdasarkan nash umum. Dalam pola ini, ayat-ayat umum dikumpulkan guna
menciptakan beberapa prinsip (umum), yang digunakan untuk melindungi atau mendatangkan
kemaslahtan tertentu. Prinsip-prinsip tersebut disusun menjadi tiga tingkatan (daruruiyat,
yakni kebutuhan esensial, hajiyat yakni kebutuhan sekunder dan, tahsiniyat yakni kebutuhan
kemewahan).15 Prinsip umum ini kemudian dideduksikan kepada persoalan yang ingin
diselesaikan yang digunakan untuk melindungi atau mendatangkan kemaslahatan. Pada hal ini

14

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek Hukumnya, (Jakarta: PT Jakarta Agung
Offset, 2010), 137
15
Amir syarifuddin, Ushul fiqh jilid 2, (Jakarta: kencana prenada media group, 2014), 240

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang
bersifat umum yakni Qs. Al-Maidah (5): 1
ÏŠθà)ãèø9$$Î/ (#θèù÷ρr& (#þθãΨtΒ#u šÏ%©!$# $y㕃r'¯≈tƒ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu16
Yang mana pada ayat tersebut menerangkan tentang seruan untuk orang-orang yang beriman
menunaikan akad-akad perjanjian yang telah dibuatnya. Qs. Al-Isra’ (17): 34
Zωθä↔ó¡tΒ šχ%x. y‰ôγyèø9$# ¨βÎ) ( ωôγyèø9$$Î/ (#θèù÷ρr&uρ
Artinya: dan penuhilah janji sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung
jawabannya17
Yang mana pada ayat tersebut menerangkan perintah untuk memelihara setiap janji yang
dibuat. Qs. Ali Imran (3): 92
ÒΟŠÎ=tæ ϵÎ/ ©!$# ¨βÎ*sù &óx« ÏΒ (#θà)Ï Ζè? $tΒuρ 4 šχθ™6ÏtéB $£ϑÏΒ (#θà)Ï Ζè? 4®Lym §ŽÉ9ø9$# (#θä9$oΨs? s9
Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai, dan apa yang
kamu nafkahkan dari sesuatu, maka sesungguhnya Allah mengetahui-Nya18
Yang mana pada ayat tersebut menerangkan tentang menganjurkan agar melakukan sedekah,
baik sedekah wajib maupun sunnah. Qs. Al-Baqarah (2): 267

zÏiΒ Νä3s9 $oΨô_t÷zr& !$£ϑÏΒuρ óΟçFö;|¡Ÿ2 $tΒ ÏM≈t6ÍhŠsÛ ÏΒ (#θà)Ï Ρr& (#þθãΖtΒ#u tÏ%©!$# $y㕃r'¯≈tƒ
ÇÚö‘F{$#
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami
keluarkan dari bumi untuk kamu.19
Yang mana pada ayat tersebut menerangkan tentang orang-orang beriman yang diperintahkan
atau dianjurkan untuk berinfak dari hasil yang baik-baik. Qs. Al-Maidah (5): 2

¨βÎ) ( ©!$# (#θà)¨?$#uρ 4 Èβ≡uρô‰ãèø9$#uρ ÉΟøOM}$# ’n?tã (#θçΡuρ$yès? Ÿωuρ ( 3“uθø)−G9$#uρ ÎhŽÉ9ø9$# ’n?tã #θçΡuρ$yès?uρ
É>$s)Ïèø9$# ߉ƒÏ‰x© ©!$#
Artinya: dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.20
Yang mana pada ayat tersebut menerangkan tentang perintah tolong menolong dalam
kebaikan dan taqwa dan larangan membuat kejahatan. Kemudian dalam Al-Hadist yakni
riwayat Al-Nasa’I dan Hadits Nabi riwayat Imam Al-Bukhari

16

Qs. Al-Maidah (5): 1
Qs. Al-Isra’ (17): 34
18
Qs. Ali Imran (3): 92
19
Qs. Al-Baqarah (2): 267
20
Qs. Al-Maidah (5): 2
17

‫ﺎل َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﺳ ْﻔﻴَﺎ ُن ﺑْ ُﻦ ُﻋﻴَـ ْﻴـﻨَﺔَ َﻋ ْﻦ ُﻋﺒَـ ْﻴ ِﺪ ا ﱠِ ﺑْ ِﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ َﻋ ْﻦ َ ﻓِ ٍﻊ َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ‬
َ َ‫أَ ْﺧﺒَـ َﺮَ َﺳ ِﻌﻴ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟ ﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ ﻗ‬
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
‫ﱡ‬
‫ﱄ ِﻣ ْﻨـ َﻬﺎ‬
َ َ‫ﺎل ﻗ‬
َ َ‫ﻗ‬
‫ﺐ إِ َﱠ‬
َ ‫ﱠﱯ‬
ْ ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ إِ ﱠن اﻟْﻤﺎﺋَﺔَ َﺳ ْﻬ ٍﻢ اﻟﱠِﱵ ِﱄ ﲞَْﻴـﺒَـ َﺮ َﱂْ أُﺻ‬
َ ‫ﺐ َﻣ ًﺎﻻ ﻗَﻂ أَ ْﻋ َﺠ‬
ِّ ِ‫ﺎل ُﻋ َﻤ ُﺮ ﻟﻠﻨ‬
ِ
ِ ْ ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ و َﺳﻠﱠﻢ‬
‫ََﺮﺗَـ َﻬﺎ‬
َ ‫ﺼ ﱠﺪ َق ِ=َﺎ ﻓَـ َﻘ‬
ُ ‫ﻗَ ْﺪ أ ََر ْد‬
‫ﺎل اﻟﻨِ ﱡ‬
ْ ‫ﺲأ‬
َ َ‫ت أَ ْن أَﺗ‬
َ ‫ﱠﱯ‬
َ ‫َﺻﻠَ َﻬﺎ َو َﺳﺒّ ْﻞ ﲦ‬
َ َ
ْ ‫اﺣﺒ‬

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Sa'id bin 'Abdurrahman berkata;
telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah dari 'Ubaidullah bin
Umar dari Nafi' dari Ibnu Umar berkata, "Umar berkata kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, 'Sungguh, aku belum pernah mendapatkan harta
yang lebih aku cintai dari seratus bagian (tanah/kebun) yang aku dapat di
Khaibar. Dan aku berkeinginan untuk bersedekah dengannya." Maka Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tahanlah pokoknya dan jadikan
buahnya di jalan Allah." (HR. Nasa'i: 3546).

ِ ِ
ٍِ
‫ﺎل أَﻧْـﺒَﺄَِﱐ َ ِﻓ ٌﻊ َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ‬
َ َ‫ي َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ اﺑْ ُﻦ َﻋ ْﻮ ٍن ﻗ‬
‫ﺼﺎ ِر ﱡ‬
َ ْ‫َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ﻗُـﺘَـ ْﻴـﺒَﺔُ ﺑْ ُﻦ َﺳﻌﻴﺪ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺒﺪ ا ﱠ ْاﻷَﻧ‬
ِ‫ر‬
ِ ‫اﳋَﻄﱠ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳَ ْﺴﺘَﺄ ِْﻣ ُﺮﻩُ ِﻓﻴ َﻬﺎ‬
ْ ‫ﺿ َﻲ ا ﱠُ َﻋ ْﻨـ ُﻬ َﻤﺎأَ ْن ُﻋ َﻤ َﺮ ﺑْ َﻦ‬
ً ‫ﺎب أ َْر‬
‫ﺿﺎ ِﲞَْﻴـﺒَـ َﺮ ﻓَﺄَﺗَﻰ اﻟﻨِ ﱠ‬
َ ‫ﺎب أ‬
َ ‫ﱠﱯ‬
َ ‫َﺻ‬
َ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
‫ﱡ‬
ِ
ِ
‫ﺖ‬
َ َ‫ ُْﻣ ُﺮ ﺑﻪ ﻗ‬Wَ ‫ﺲ ﻋ ْﻨﺪي ﻣ ْﻨﻪُ ﻓَ َﻤﺎ‬
َ ‫ َر ُﺳ‬Yَ ‫ﺎل‬
َ ‫ﻓَـ َﻘ‬
َ ‫ﺎل إ ْن ﺷ ْﺌ‬
ً ‫ﺖ أ َْر‬
ُ ‫َﺻ ْﺒ‬
َ ‫ﻮل ا ﱠ إ ّﱐ أ‬
ْ ‫ﺿﺎ ﲞَْﻴـﺒَـ َﺮ َﱂْ أُﺻ‬
َ ‫ﺐ َﻣ ًﺎﻻ ﻗَﻂ أَﻧْـ َﻔ‬
‫ﺼ ﱠﺪ َق ِ=َﺎ ِﰲ‬
َ َ‫ْﺖ ِ=َﺎ ﻗ‬
ُ ‫ﻮر‬
َ ‫ﺼ ﱠﺪﻗ‬
َ ‫َﺣﺒَ ْﺴ‬
َ ُ‫ﺼ ﱠﺪ َق ِ=َﺎ ُﻋ َﻤ ُﺮ أَﻧﱠﻪُ َﻻ ﻳُـﺒَﺎعُ َوَﻻ ﻳ‬
ْ‫ﺖأ‬
َ َ‫ث َوﺗ‬
َ َ‫ﺎل ﻓَـﺘ‬
َ َ‫َﺻﻠَ َﻬﺎ َوﺗ‬
َ ُ‫ﺐ َوَﻻ ﻳ‬
ُ ‫ﻮﻫ‬
ِ
ِ َ‫اﻟﺮﻗ‬
ِّ ‫اﻟْ ُﻔ َﻘ َﺮ ِاء َوِﰲ اﻟْ ُﻘ ْﺮَﰉ َوِﰲ‬
ِ ِ‫ﺎب َوِﰲ َﺳﺒ‬
ِ ِ‫ﺴﺒ‬
‫ْ ُﻛ َﻞ‬cَ ‫ﺎح َﻋﻠَﻰ َﻣ ْﻦ َوﻟِﻴَـ َﻬﺎ أَ ْن‬
‫ﻴﻞ ا ﱠِ َواﺑْ ِﻦ اﻟ ﱠ‬
َ َ‫ﻴﻞ َواﻟﻀ ْﱠﻴﻒ َﻻ ُﺟﻨ‬
ِ
ِ ِ ِ ُ ْ‫ﺎل ﻓَﺤ ﱠﺪﺛ‬
ِ ِ
‫ﺎل ﻏَْﻴـ َﺮ ُﻣﺘَﺄَﺛِّ ٍﻞ َﻣ ًﺎﻻ‬
َ ‫ﻳﻦ ﻓَـ َﻘ‬
َ َ َ‫ﻟ َْﻤ ْﻌ ُﺮوف َوﻳُﻄْﻌ َﻢ ﻏَْﻴـ َﺮ ُﻣﺘَ َﻤ ِّﻮ ٍل ﻗ‬lِ ‫ﻣ ْﻨـ َﻬﺎ‬
َ ‫ﺖ ﺑﻪ اﺑْ َﻦ ﺳ ِﲑ‬

Artinya: Telah bercerita kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah bercerita
kepada kami Muhammad bin 'Abdullah Al Anshariy telah bercerita kepada
kami Ibnu 'Aun berkata Nafi' memberitakan kepadaku dari Ibnu 'Umar
radliallahu 'anhuma bahwa 'Umar bin Al Khaththab radliallahu 'anhu
mendapat bagian lahan di Khaibar lalu dia menemui Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam untuk meminta pendapat Beliau tentang tanah lahan tersebut dengan
berkata: "Wahai Rasulullah, aku mendapatkan lahan di Khaibar dimana aku
tidak pernah mendapatkan harta yang lebih bernilai selain itu. Maka apa yang
Tuan perintahkan tentang tanah tersebut?" Maka Beliau berkata: "Jika kamu
mau, kamu tahan (pelihara) pepohonannya lalu kamu dapat bershadaqah
dengan (hasil buah) nya". Ibnu 'Umar radliallahu 'anhu berkata: "Maka
'Umar menshadaqahkannya dimana tidak dijualnya, tidak dihibahkan dan juga
tidak diwariskan namun dia menshadaqahkannya untuk para faqir, kerabat,
untuk membebaskan budak, fii sabilillah, ibnu sabil dan untuk menjamu tamu.
Dan tidak dosa bagi orang yang mengurusnya untuk memakan darinya dengan
cara yang ma'ruf (benar) dan untuk memberi makan orang lain bukan
bermaksud menumpuk hartanya. (HR. Bukhari: 2532).
Yang mana kedua hadis tersebut menerangkan tentang wakaf yang mana nabi saw
menekankan untuk menahan asal harta dan menyalurkan manfaatnya. Hadits Nabi riwayat
Imam Muslim

ٍِ
ِ ِ
‫ﻴﻞ ُﻫ َﻮ اﺑْ ُﻦ َﺟ ْﻌ َﻔ ٍﺮ َﻋ ْﻦ اﻟ َْﻌ َﻼ ِء َﻋ ْﻦ‬
َ ‫َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ َْﳛ َﲕ ﺑْ ُﻦ أَﻳﱡ‬
ُ ‫ﻮب َوﻗُـﺘَـ ْﻴـﺒَﺔُ ﻳَـ ْﻌ ِﲏ اﺑْ َﻦ َﺳﻌﻴﺪ َواﺑْ ُﻦ ُﺣ ْﺠ ٍﺮ ﻗَﺎﻟُﻮا َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ إ ْﲰَﻌ‬
ِ َ ‫أَﺑِ ِﻴﻪ ﻋﻦ أَِﰊ ﻫﺮﻳـﺮةَ أَ ﱠن رﺳ‬
ِْ ‫ﺎت‬
‫ﺴﺎ ُن اﻧْـ َﻘﻄَ َﻊ َﻋ ْﻨﻪُ َﻋ َﻤﻠُﻪُ إِﱠﻻ ِﻣ ْﻦ‬
َ َ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗ‬
َ ‫ﺎل إِذَا َﻣ‬
َ ‫ﻮل ا ﱠ‬
َْ
َُ
ََْ ُ
َ ْ‫اﻹﻧ‬
ِ ٍ ٍ
ِ ٍ
ِ ‫َﺪ‬
ٍ
ِ
ُ‫ﺻﺎﻟ ٍﺢ ﻳَ ْﺪ ُﻋﻮ ﻟَﻪ‬
َ ‫ﺻ َﺪﻗَﺔ َﺟﺎ ِرﻳَﺔ أ َْو ﻋﻠ ٍْﻢ ﻳُـ ْﻨـﺘَـ َﻔ ُﻊ ﺑِﻪ أ َْو َوﻟ‬
َ ‫ﺛََﻼﺛَﺔ إِﱠﻻ ﻣ ْﻦ‬

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah yaitu Ibnu Sa'id- dan Ibnu Hujr mereka berkata; telah menceritakan kepada

kami Isma'il -yaitu Ibnu Ja'far- dari Al 'Ala' dari Ayahnya dari Abu Hurairah,
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah
seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya
kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfa'at baginya dan
anak shalih yang selalu mendoakannya." (HR. Muslim: 3084).
Yang mana hadis riwayat muslim tersebut menerangkan tentang amalan yang tidak pernah
terputus pahalanya. Hadits Nabi riwayat Imam Al-Tirmidzi

ِ
ٍ ‫ي ﺣ ﱠﺪﺛَـﻨﺎ َﻛﺜِﲑ ﺑﻦ ﻋﺒ ِﺪ ا ﱠِ ﺑ ِﻦ ﻋﻤ ِﺮو ﺑ ِﻦ ﻋﻮ‬
ِ
ْ ‫ﺴ ُﻦ ﺑْ ُﻦ َﻋ ِﻠ ٍّﻲ‬
‫ف اﻟ ُْﻤ َﺰِﱐﱡ‬
ْ َ ُ ْ ُ َ َ ‫اﳋَﱠﻼ ُل َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ أَﺑُﻮ َﻋﺎﻣ ٍﺮ اﻟ َْﻌ َﻘﺪ ﱡ‬
َْ ْ ْ َ ْ
َ َ‫َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ا ْﳊ‬
ِ َ ‫ﻋﻦ أَﺑِ ِﻴﻪ ﻋﻦ ﺟ ِّﺪﻩِ أَ ﱠن رﺳ‬
ِ
ِ
‫ﺻ ْﻠ ًﺤﺎ َﺣ ﱠﺮَم‬
َ َ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗ‬
‫ﺎل اﻟ ﱡ‬
َ ‫ﲔ اﻟ ُْﻤ ْﺴﻠ ِﻤ‬
َْ ‫ْﺢ َﺟﺎﺋ ٌﺰ ﺑَـ‬
ُ ‫ﲔ إِﱠﻻ‬
َ ‫ﻮل ا ﱠ‬
َ َْ
َْ
َُ
ُ ‫ﺼﻠ‬
ِ
ِ
ِ
‫ﻴﺴﻰ َﻫ َﺬا‬
َ َ‫َﺣ ﱠﻞ َﺣ َﺮا ًﻣﺎ ﻗ‬
َ ‫َﺣ ﱠﻞ َﺣ َﺮ ًاﻣﺎ َواﻟ ُْﻤ ْﺴﻠ ُﻤﻮ َن َﻋﻠَﻰ ُﺷ ُﺮوﻃ ِﻬ ْﻢ إِﱠﻻ َﺷ ْﺮﻃًﺎ َﺣ ﱠﺮَم َﺣ َﻼ ًﻻ أ َْو أ‬
َ ‫َﺣ َﻼ ًﻻ أ َْو أ‬
َ ‫ﺎل أَﺑُﻮ ﻋ‬
ِ
ِ ‫ﻳﺚ ﺣﺴﻦ‬
‫ﻴﺢ‬
َ ٌ َ َ ٌ ‫َﺣﺪ‬
ٌ ‫ﺻﺤ‬

Arinya: Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ali Al Khallal, telah
menceritakan kepada kami Abu Amir Al 'Aqadi, telah menceritakan kepada kami
Katsir bin Abdullah bin Amru bin 'Auf Al Muzani dari ayahnya dari kakeknya bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perdamaian diperbolehkan di
antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram. Dan kaum muslimin boleh menentukan syarat kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram." (HR.
Tirmidzi: 1272).
Yang mana hadis riwayat Al-Tirmidzi tersebut menerangkan tentang prinsip umum dalam
muamalah yakni kebebasan membuat perjanjian atau akad. DSN-MUI juga menggunakan
qaidah fiqhiyah yang dijadikan sebagai penghantar untuk mempermudah penetapan hukum
yaitu

‫ﺣﺔ إﻻ أن ﻳﺪل دﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﲢﺮﳝﻬﺎ‬l‫اﻷﺻﻞ ﰲ اﳌﻌﺎﻣﻼ ت اﻹ‬
Artinya: Pada dasarnya segala bentuk mualamalat itu boleh dilakukan kecuali
ada dalil yang mengharamkannya.
Yang mana kaedah tersebut menerangkan tentang dasar dari pada kegiatan muamalah Pada
dasarnya segala bentuk mualamalat itu boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya. Dalam penetapan fatwa wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi
pada asuransi jiwa syariah DSN-MUI menggunakan ijtihad kolektif. Dengan memperhatikan
kemaslahatan umum (mashalih ‘ammah) dan maqashid asy-syari’ah. Hal ini dapat dilihat dari
segi maqashid-nya yakni bertujuan untuk berjaga-jaga atau menghindarkan adanya
penyelewenagan tindakan yang dilakukan oleh pemengang amanah, yang akan membawa
dampak tidak terpenuhinya tujuan akad itu sendiri.
Dalam pedoman dan prosedur penetapan fatwa MUI yang ditetapkan pada 12 April 2001
dalam BAB II Dasar Umum dan sifat Fatwa dan BAB III dijelaskan tentang Metode
Penetapan Fatwa. Pada fatwa wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi
jiwa syariah ini kesesuaian dengan pedoman dan prosedur penetapan fatwa Majelis Ulama
Indonesia yang ditetapkan pada 12 April 2001 dalam BAB II dasar umum dan sifat fatwa dan
BAB III tentang metode penetapan fatwa dapat dijelaskan. Bahwasannya dalam BAB II dasar
umum dan sifat fatwa (1), Ayat pertama dalam dasar fatwa dinyatakan fatwa harus didasarkan
pada Al-Qur’an, sunah (hadis), ijma’, dan qiyas . Ketentuan ayat ini merupakan kesepakatan
dan keyakinan umat Islam bahwa setiap fatwa harus berdasarkan pada sumber hukum yang
telah disepakati tersebut. DSN-MUI terkait dengan fatwa wakaf manfaat asuransi dan manfaat
investasi pada asuransi jiwa syariah menggunakan dasar hukum yakni pertama, ayat al-

Qura’an yaitu Qs. Al-Maidah (5): 1, Qs. Al-Isra’ (17): 34, Qs. Ali Imran (3): 92, Qs. AlBaqarah (2): 267, Qs. Al-Maidah (5): 2. Kedua berdasarkan Sunnah yakni Hadits Nabi
riwayat Al-Nasa’I, Hadits Nabi riwayat Imam Al-Bukhari, Hadits Nabi riwayat Imam
Muslim, Hadits Nabi riwayat Imam Al-Tirmidzi. (2), Penetapan fatwa wakaf manfaat asuransi
dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah dilakukan pada rapat pleno Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 1 Oktober 2016 yang dihadiri oleh Badan
Pimpinan Harian DSN-MUI dengan melibatkan para praktisi/pakar di bidang terkait dan
pengkajian terhadap dalil dari kitab-kitab fikih baik klasik maupun kontemporer. (3),
Keluarnya fatwa wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah tak
lain keluar dari permintaan lembaga keuangan syariah yakni Sun Life Financial Syariah dan
Lembaga Wakaf Al-Azhar yang meminta permohonan ketetapan aspek syariah pada manfaat
investasi asuransi jiwa untuk wakaf dan produk wakaf wasiat polis asuransi. Dengan alasan
tersebut maka fatwa MUI dapat diakatan sesuai dengan dasar umum yang fatwa bersifat
responsive, proaktif, dan antisipasif.
Dalam BAB III dijelaskan tentang Metode Penetapan Fatwa bahwasannya, (1), Pada
menetapkan fatwa wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia tidak menggunakan pendapat para imam
madzhab dan ulama yang mu’tabar. Hal ini dikarenakan imam madzhab dan ulama terdahulu
belum membahas terkait ketentuan hukum wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada
asuransi jiwa syariah. (2), Dalam masalah yang tidak ditemukan pendapat hukumnya di
kalangan mazhab, penetapan fatwa didasarkan pada hasil ijtihad jama’iy (kolektif) melalui
metode bayaniy, ta’lily (qiyasiy, istihsaniy, ilhaqiy), istihlahy, dan sad adz-dzariah. Dalam
masalah wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah yang tidak
ditemukan pendapat hukumnya di kalangan mazhab, maka Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia menggunkan pola istislahi. (3), Penetapan fatwa harus senantiasa
memperhatikan kemaslahatan umum (mashalih ‘ammah) dan maqashid asy-syari’ah. Dalam
hal ini Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia menggunkan kemaslahatan umum
(mashalih ‘ammah) dan maqashid asy-syari’ah.
Secara garis besar metode istinbat hukum Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia dalam menetapkan fatwa wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada
asuransi jiwa syariah telah sesuai seperti yang telah ditetatapkan dalam pedoman dan prosedur
penetapan fatwa MUI yang ditetapkan pada 12 April 2001 dalam BAB II Dasar Umum dan
sifat Fatwa dan BAB III dijelaskan tentang Metode Penetapan Fatwa. Namun perlu
diperhatikan dalam menetapkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
hendaklah lebih komprehensif dan dijelaskan terkait istilah-istilah yang susah dipahami oleh
masyarakat yang awam.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahaan hasil penelitian tersebut, maka ada beberapa kesimpulan yang
diuraikan sebagai berikut :
Pertama, Faktor-faktor yang melaatarbelakangi hadirnya keputusan DSN-MUI Nomor 106
Tahun 2016 tentang Wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat Investasi pada Asuransi Jiwa
Syariah setidaknya dipengaruhi oleh tiga hal yakni pertama, DSN-MUI merupakan lembaga
yang diberi amanat oleh undang-undang untuk menetapkan fatwa tentang ekonomi dan
keuangan syariah belum mengatur ketentuan hukum terkait mewakafkan manfaat asuransi dan
manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah. Kedua, Fatwa-fatwa DSN-MUI terkait asuransi
syariah belum mengakomodasi pengembangan usaha terutama pengembangan produk-produk
asuransi syariah. Ketiga, pengembangan wakaf produktif dengan mensinergikan wakaf

dengan instrumen asuransi syariah. Status hukum dari keputusan fatwa DSN-MUI Nomor 106
Tahun 2016 tentang Wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat Investasi pada Asuransi Jiwa
Syariah dapat ditinjau dari ketentuan Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah yang menyatakan berlakunya prinsip syariah, maka Peraturan Bank Indonesia
No.11/15/PBI/2009 telah memberikan pengertian “Prinsip Syariah adalah prinsip hukum
Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI”.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tersebut sepanjang Prinsip Syariah tersebut telah
difatwakan oleh DSN-MUI, maka Prinsip Syariah demi hukum telah berlaku sebagai hukum
positif sekalipun belum atau tidak dituangkan dalam Perturan Bank Indonesia. Maka lembaga
asuransi syariah yang akan menerapkan atau menjalankan produk wakaf Manfaat Asuransi
dan Manfaat lnvestasi harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI.
Kedua, Istinbat hukum yang digunakan oleh DSN-MUI dalam menetapkan fatwa wakaf
Manfaat Asuransi dan Manfaat lnvestasi pada asuransi jiwa syariah menggunakan pola
istislahi yakni pertimbangan kemaslahatan berdasarkan nash umum. Dalam pola ini, ayat-ayat
umum dikumpulkan guna menciptakan beberapa prinsip umum, yang digunakan untuk
melindungi atau mendatangkan kemaslahtan tertentu. Dalam penetapan fatwa wakaf ini DSNMUI menggunakan ijtihad kolektif. Dengan memperhatikan kemaslahatan umum (mashalih
‘ammah) dan maqashid asy-syari’ah. Hal ini dapat dilihat dari segi maqashid-nya yakni
bertujuan untuk berjaga-jaga atau menghindarkan adanya penyelewenagan tindakan yang
dilakukan oleh pemengang amanah, yang akan membawa dampak tidak terpenuhinya tujuan
akad itu sendiri. Secara garis besar metode istinbat hukum DSN-MUI a dalam menetapkan
fatwa wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah telah sesuai
seperti yang telah ditetatapkan dalam pedoman dan prosedur penetapan fatwa MUI yang
ditetapkan pada 12 April 2001 dalam BAB II Dasar Umum dan sifat Fatwa dan BAB III
dijelaskan tentang Metode Penetapan Fatwa. Namun perlu diperhatikan dalam menetapkan
fatwa DSN-MUI hendaklah lebih komprehensif dan dijelaskan terkait istilah-istilah yang
susah dipahami oleh masyarakat yang awam.
Daftar Pustaka
Al-Qur’ân al-Karîm
Departemen Agama RI. Fiqh Wakaf. Jakarta: Direktorat Jendaral Bimbingan Masyarakat Islam
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006.

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2011.
Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam wa adlillatuhu. Terj. Abdul Hayyie al-Kattani. Jakarta: Gema Insani,
2011.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2011.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press, 1986
Hasan, Zubairi. Undang-undang Perbankan Syariah: Titik Temu Hukum Islam dan Hukum
Nasional. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek Hukumnya. Jakarta: PT
Jakarta Agung Offset, 2010.
Syarifuddin, Amir. Ushul fiqh jilid 2. Jakarta: kencana prenada media group, 2014.
Shodli, Mohammad. Analisis Terhadap Fatwa MUI Tentang Wakaf Uang. Skripsi. Semarang:
Institute Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2004.
Romadhoni, Latif Ali. Studi Analisis Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun 2002 Tentang
Wakaf Uang. Skripsi. Malang: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.

Melati, Rima. Wakaf Uang (Studi Komparasi Antara Hukum Islam Dengan Undang Undang
Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf). Skripsi Yogyakarta: Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2007.
Badan Wakaf Indonesia, “Sinergi Wakaf dengan Instrumen Asuransi Syariah”,
https://bwi.or.id/index.php/in/publikasi/artikel/715-sinergi-wakaf-dengan-instrumenasuransi-syariah.html, Diakses pada tanggal 13 Agustus 2017.