TIDAK SAH BERZAKAT TANPA MELALUI AMIL ZAKAT KECUALI DARURAT

TIDAK SAH BERZAKAT TANPA MELALUI AMIL ZAKAT
KECUALI DARURAT

BY : Drs. HAMZAH JOHAN AL-BATAHANY

DESKRIPSI:

Zakat merupakan Rukun Islam yang ketiga yang wajib ditunaikan
dan wajib dikelola dengan serius oleh Amil Zakat. Amil Zakat adalah: Orang yang
mendapat mandat dari Ulil Amri untuk mengelola zakat ( merencanakan,
mengumpulkan, mendistribusikan dan memberdayakan zakat). Dalam bahasa Arab
terkadang petugas zakat ini dinamakan dengan “mushaddiq” atau “jabi”.
Kedudukan Amil Zakat dalam hukum Islam dapat ditinjau dari hukum
taklifi dan hukum wadh’i. Pada hukum taklifi, Amil Zakat termasuk pada katagori
wajib adanya, sedangkan pada hukum wadh’i sebagian ulama (seperti Wahbah
Al-Zuhayly) menetapkannya sebagai bagian dari rukun zakat. Maka dari
perspektif Ushul Fiqih; menunaian zakat tersebut SAH apabila memenuhi rukun
dan syaratnya. Dan penunaian zakat tersebut TIDAK SAH apabila tidak memenuhi
rukun dan syaratnya.
MENGINGAT:


1. Firman Allah SWT:

َّ َٔ ۗ ‫ص ََلجَكَ َس َك ٌٍ نَُٓ ْى‬
‫ّللاُ َس ًِي ٌل َعهِي ٌى‬
َ ٌَّ ِ‫صمِّ َعهَ ْي ِٓ ْى ۖ إ‬
َ َٔ ‫ص َدقَةً جُطَِّٓ ُسُْ ْى َٔجُصَ ِّكي ِٓ ْى بَِٓا‬
َ ‫ُخ ْر ِي ٍْ أَ ْي َٕانِ ِٓ ْى‬
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.“ (QS. Al- Taubah : 103).

َّ ‫يم‬
ُ َ‫ص َدق‬
َّ ‫إََِّ ًَا ان‬
ِ‫ّللا‬
ِ ‫يٍ َٔ ْان َعا ِيهِيٍَ َعهَ ْيَٓا َٔ ْان ًُؤَ نَّفَ ِة قُهُٕبُُٓ ْى َٔفِي انسِّ قَا‬
ِ ِِ‫َاز ِييٍَ َٔفِي َس‬
ِ ‫ات نِ ْهفُقَ َسا ِء َٔ ْان ًَ َسا ِك‬
ِ َ‫ب َٔ ْان‬

َّ
َّ
ً
‫ضة ِيٍَ ّللاِ ۗ َّٔللاُ َعهِي ٌى َح ِكي ٌى‬
َ ‫يم ۖ فَ ِسي‬
ِ ِِ‫َٔاب ٍِْ ان َّس‬
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana” (QS. Al-Taubah : 60).
َّ ‫ُٕل َٔأُٔنِي ْاْلَ ْي ِس ِي ُْ ُك ْى ۖ فَئ ِ ٌْ جََُا َش ْعحُ ْى فِي َش ْي ٍء فَ ُس ُّدُِٔ إِنَى‬
َّ ‫يَا أَيَُّٓا انَّ ِريٍَ آ َيُُٕا أَ ِطيعُٕا‬
َ ‫ّللاَ َٔأَ ِطيعُٕا ان َّسس‬
ِ‫ّللا‬
َّ ِ‫ُٕل إِ ٌْ ُك ُْحُ ْى جُ ْؤ ِيٌَُُٕ ب‬
ً ِٔ ْ‫اَّللِ َٔ ْانيَْٕ ِو ْاْل ِخ ِس ۚ َٰ َذنِكَ خَ ْي ٌس َٔأَحْ َس ٍُ جَأ‬
‫يَل‬
ِ ‫َٔان َّسس‬

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(QS.An-Nisa’: 59)
2. Hadis Rasulullah SAW, antara lain:

“Nabi Muhammad SAW ketika mengutus Muadz ke Yaman bersabda : … Maka
beritahukan kepada mereka bahwa
Allah SWT mewajibkan zakat yang diambil dari harta orang
kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada para orang-orang
fakir di antara mereka “. (HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas)

“Rasulullah SAW menugaskan seorang laki-laki dari bani AlAsdi yang bernama Ibnu Al-Lutbiyyah sebagai
Amil zakat di daerah bani Sulaim, kemudian Rasulullah SAW melakukan
evaluasi atas tugas yang telah ia laksanakan “. (HR Bukhari dan Muslim dari Abi
Humaid Al-Saa’idy)

“Umar RA telah menugaskan kepadaku untuk mengurus


harta zakat, maka tatkala telah selesai tugasku, beliau memberiku bagian dari
harta zakat tersebut, aku berkata : sesungguhnya aku melakukan ini
semua karena Allah SWT, semoga Allah
kelak membalasnya. Beliau berkata : Ambillah apa yang diberikan sebagai bagian
mu, sesungguhnya aku juga menjadi amil zakat pada masa Rasulullah SAW dan
beliau memberiku bagian (dari harta zakat), saat itu aku
mengatakan seperti apa yang kau katakan, maka Rasulullah
SAW bersabda : Apabila engkau diberi sesuatu
yang engkau tidak memintanya maka ambillah untuk kau gunakan atau
sedekahkan. (HR Muslim dari seorang Tabi’in yang bernama Ibnu Al-Sa’di)

3. Qaidah fiqhiyyah

“Sesuatu kewajiban yang hanya bisa diwujudkan dengan melakukan
sesuatu perkara, maka perkara tersebut hukumnya menjadi wajib “

“Tindakan pemimpin [ pemegang otoritas ] terhadap rakyat harus
mengikuti kemaslahatan “
ُّ َ‫اس ُد قُ ِّد َو ْاْل‬
‫خَف ِي َُْٓا‬

َ َ‫صانِ ُح قُ ِّد َو ْاْلَ ْعهَى ِي َُْٓا َٔإِ َذا جَص‬
َ ًَ ‫ث ْان‬
َ َ‫إِ َذا جَص‬
ِ َ‫ث ْان ًَف‬
ِ ًَ ‫اح‬
ِ ًَ ‫اح‬
Jika ada beberapa kemaslahatan bertabrakan, maka maslahat yang lebih besar
(lebih tinggi) harus didahulukan. Dan jika ada beberapa mafsadah (bahaya,
kerusakan) bertabrakan, maka yang dipilih adalah mafsadah yang paling ringan
ُ ‫ضسُْٔ َز‬
‫ات جُِِ ْي ُح انًحْ ظُْٕ َزات‬
َّ ‫ان‬
“Keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang.”
MEMPERHATIKAN:

1. Pendapat Ibnu Qosim dalam Kitab Fathul Qorib (Syarah Bajuri 1/543)
yang menjelaskan tentang definisi Amil sebagai berikut :

“Amil zakat adalah seseorang yang ditugaskan oleh imam (pemimpin negara)
untuk mengumpulkan dan mendistribusikan harta zakat “.

2. Pendapat Wahbah Al-Zuhayly, dalam kitab “Zakat: Kajian Berbagai
Mazhab”, Bandung: Dar Al-Fikr, Damaksus, 1997. hlm. 89. Menyebutkan tentang
rukun zakat :
a. Pelepasan atau pengeluaran hak milik pada sebagaian harta yang dikenakan
wajib zakat
b. Penyerahan sebagian harta tersebut dari orang yang mempunyai harta kepada
orang yang bertugas atau orang yang mengurusi zakat (amil zakat).
c. Penyerahan amil kepada orang yang berhak menerima zakat sebagai milik.
3. Pendapat Asy-Syaikh al-'Allamah Muhammad bin Sholeh al'Utsaimin dalam kitabnya Al-Ushul min 'Ilmil Ushul pada bab al-Ahkam, halaman
9-10:

Artinya:
“Al-Ahkam al-wadh'iyyah adalah : "Apa-apa yang diletakkan oleh pembuat
syari'at dari tanda-tanda untuk menetapkan atau menolak, melaksanakan atau
membatalkan."
Dan diantaranya adalah sah (‫ )انصحيح‬dan rusak(‫)انفساد‬/tidak sah-nya sesuatu.
1. Sah secara bahasa : “yang selamat dari penyakit”.
Secara istilah :"apa-apa yang pengaruh perbuatannya berakibat padanya, baik itu
ibadah ataupun akad."
Maka sah dalam ibadah : apa-apa yang beban terlepas dengannya (yakni

ibadah yang sah) dan tuntutan gugur dengannya.
Dan sah dalam akad : apa-apa yang pengaruh adanya akad tersebut berakibat
terhadap keberadaannya, seperti pada suatu akad jual beli berakibat kepemilikan.

Dan tidaklah sesuatu itu menjadi sah kecuali dengan menyempurnakan syaratsyaratnya dan tidak ada penghalang-penghalangnya”.
4. Pendapat Syaikh Abdul Hamid Hakim dalam kitab Mabadi
Awwaliyyah menerangkan:
.‫ الٌاجة ًالوندًب ًالوثاح ًالذزام ًالوكزًه ًالصذيخ ًالثاطل ًالزخصح ًالعشيوح‬: ‫األدكام ذسعح‬
.‫ كالصلٌاخ الخوس ًصٌم رهضاى‬. ‫ هايثاب علَ فعلو ًيعاقة علَ ذزكو‬: ‫فالٌاجة‬
.‫ كرذيح الوسجد‬. ‫ هايثاب علَ فعلو ًاليعاقة علَ ذزكو‬: ‫الوندًب‬
‫ كالزتا ًفعل الوفسدج‬. ‫ هايثاب علَ ذزكو ًيعاقة علَ فعلو‬: ‫الذزام‬
‫ كرقدين اليسزٍ علَ اليونَ فَ الٌضٌء‬. ‫ هايثاب علَ ذزكو ًاليعاقة علَ فعلو‬: ‫الوكزًه‬
.‫ كالنٌم فَ النيار‬. ‫ ها ال يثاب علَ فعلو ًاليعاقة علَ ذزكو‬: ‫الوثاح‬
‫ ها يجروع فيو الزكي ًالشزط‬: ‫الصذيخ‬
‫ ها ال يجروع فيو الزكي ًالشزط‬: ‫الثاطل‬
‫ كغسل الٌجو للٌضٌء ًذكثيزج االدزام للصالج‬.‫ ها يرٌقف عليو صذح الشيء ًكاى جشأ هنو‬: ‫الزكي‬
.‫ كواء هطلق للٌضٌء ًسرز العٌرج للصالج‬.‫ ها يرٌقف عليو صذح الشيء ًليس جشأ هنو‬: ‫الشزط‬
‫ كجٌس الفطز للوسافز‬. ‫ ىي الذكن الذٍ يرغيز هي سعٌتح الَ سيٌلح هع قيام سثة الذكن االصلي‬: ‫الزخصح‬
‫ال يجيده الصٌم ًأكل الويرح للوضطز‬
.‫ ىي الذكن كٌجٌب الصلٌاتد الخوس ًدزهح اكل الويرح لغيز الوضطز‬: ‫العشيوح‬

Artinya:
Al-Ahkam al-Syar`iy (hukum-hukum syariat) dibagi menjadi sembilan, yaitu:
wajib, mandub, mubah, haram, makruh, sahih, bathil, rukhshah dan `azimah.

Wajib, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan ketika
ditinggalkan akan disiksa. Seperti shalat lima waktu dan puasa Ramadhan.
Mandub, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan apabila
ditinggalkan tidak akan disiksa. Seperti shalat tahiyat masjid.
Haram, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan akan diberi pahala dan apabila
dikerjakan akan disiksa. Seperti riba dan melakukan kerusakan.
Makruh, yaitu sesuatu yang diberi pahala apabila ditinggalkan, tapi tidak disiksa
apabila dikerjakan. Seperti mendahulukan bagian yang kiri dalam wudhu.
Mubah, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan dan dikerjakan tidak mendapat
pahala dan siksa. Seperti tidur siang hari.
Shahih, yaitu sesuatu yang didalamnya mencakup rukun dan syarat.
Bathil, yaitu sesuatu yang didalamnya tidak mencakup rukun dan syarat.

Rukun adalah sesuatu yang menyebabakan sahnya sesuatu (pekerjaan) dan ia
merupakan bagian (juz) dari sesuatu (pekerjaan) itu. Seperti membasuh wajah
dalam berwudhu dan takbiratul ihram dalam shalat.

Syarat adalah sesuatu yang menyebabkan sahnya sesuatu (pekerjaan), namun ia
bukanlah bagian (juz) dari sesuatu (pekerjaan) tersebut.
Rukhshah, yaitu perubahan hukum dari berat menjadi ringan, sedangkan sebab
hukum asalnya masih tetap. Seperti diperbolehkannya membatalkan puasa bagi
musafir meskipun ia tidak merasa keberatan untuk melanjutkan puasanya. Dan
diperbolehkan memakan bangkai bagi orang yang terpaksa.
`Azimah, yaitu hukum seperti kewajiban shalat lima waktu dan haramnya
memakan bangkai bagi yang tidak terpaksa.

5. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 8 Tahun 2011 Tentang
AMIL ZAKAT, menetapkan, Amil zakat adalah :
a. Seseorang atau sekelompok orang yang diangkat oleh
Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat; atau
b. Seseorang atau sekelompok orang yang dibentuk oleh
masyarakat dan disahkan oleh Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah
zakat.
ANALISIS PERMASALAHAN :
Analisis permasalahan ini dimulai dengan beberapa pertanyaan, antara lain:

1. Bagaimanakah kedudukan Amil Zakat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits ?

2. Siapakah yang berhak mengangkat Amil Zakat?
3. Apakah Muzakki dapat mengangkat dirinya sendiri menjadi Amil Zakat?
4. Manakah yang lebih besar manfaat atau mudharatnya jika zakat
didistribusikan oleh muzakki langsung kepada mustahiq tanpa melalui Amil Zakat?
5. Apakah sah ibadah fardhu seperti zakat ditunaikan tanpa memenuhi rukun dan
syaratnya ?
6. Dalam keadaan bagaimanakah Muzakki boleh langsung memberikan zakat
pada mustahiq ?

JAWABAN DAN PENJELASAN :

PERTANYAAN :
1. Bagaimanakah kedudukan Amil Zakat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits?
JAWABANNYA:

Dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 begitu jelasnya Allah SWT
menyebut kata “Amil” sebagai pengelola zakat. Dapat difahami bahwa secara
langsung dan tegas pada ayat ini “Allah telah menetapkan bahwa pengelola zakat
itu adalah Amil”. Oleh karena seseorang menjabat sebagai Amil maka dia
mempunyai hak untuk memiliki sebagian dari zakat tersebut.

Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas disebutkan
secara tegas bahwa Rasulullah SAW mengutus Mu’az sebagai Amil Zakat ke
Yaman. Demikian pula disebutkan dalam
hadits: “Rasulullah SAW menugaskan seorang laki-laki dari bani AlAsdi yang bernama Ibnu Al-Lutbiyyah sebagai
Amil zakat di daerah bani Sulaim, kemudian Rasulullah SAW melakukan
evaluasi atas tugas yang telah ia laksanakan “. (HR Bukhari dan Muslim dari Abi
Humaid Al-Saa’idy).
Pada hadits riwayat Muslim, Abu Dawud, Nasa’i dan Ahmad; Ibnu AlSaa’idi bercerita bahwa Umar bin Khaththab pernah menugaskan dirinya sebagai
Amil Zakat.
Jadi jelas dalam Al-Qur’an dan hadits menyebutkan bahwa petugas yang
mengurus zakat adalah Amil Zakat.
PERTANYAAN :
2- Siapakah yang berhak mengangkat Amil Zakat?
JAWABANNYA:
Yang berhak mengangkat Amil Zakat adalah Ulil Amri (Pemerintah) sesuai
dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah semasa beliau memimpin ummat
Islam, mengangkat Mu’az menjadi Amil Zakat, begitu pula dizaman Umar bin
Khaththab mengangkat Ibnu Saa’idi menjadi Amil Zakat. Dan dipertegas oleh
firman Allah:

ِ ‫َطيعوا اللَّه وأ‬
ِ ‫يا أَيُّها الَّ ِذين آمنُوا أ‬
ِ ‫ول َوأ‬
‫األم ِر ِمْن ُك ْم‬
َ ‫الر ُس‬
َّ ‫َط ُيعوا‬
َ
ْ ‫ُوِل‬
ُ
َ َ
َ َ
َ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu.”.(QS.An-Nisa’: 59)
Demikian pula pendapat Ibnu Qosim dalam Kitab Fathul Qorib (Syarah
Bajuri 1/543) yang menjelaskan tentang definisi Amil sebagai berikut :
“Amil zakat adalah seseorang yang ditugaskan oleh imam (pemimpin negara)
untuk mengumpulkan dan mendistribusikan harta zakat”.
Dan FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 8 Tahun 2011 Tentang AMIL
ZAKAT, menetapkan, Amil zakat adalah :
a. Seseorang atau sekelompok orang yang diangkat oleh
Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat; atau
b. Seseorang atau sekelompok orang yang dibentuk oleh
masyarakat dan disahkan oleh Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat.

PERTANYAAN :
3- Apakah Muzakki dapat mengangkat dirinya sendiri menjadi Amil Zakat?
JAWABANNYA:
Muzakki tidak dapat mengangkat dirinya sendiri menjadi Amil Zakat, karena
pengangkatan itu adalah kewenangan Ulil Amri.

PERTANYAAN :
4- Manakah yang lebih besar manfaat atau mudharatnya jika zakat didistribusikan
oleh muzakki langsung kepada mustahiq tanpa melalui Amil Zakat?
JAWABANNYA:
Kemudharatannya lebih besar dari kemaslahatannya karena :
1. Mengabaikan syari’at Islam yang mengajarkan pendistribusian zakat melalui
Amil.
2. Mengangkat diri sendiri jadi Amil, padahal itu kewenangan Ulil Amri.
3. Dapat menguntungkan orang tertentu karena faktor kedekatannya, sehingga
mengabaikan hak-hak mustahiq.
4. Secara psikhis menumbuhkan sifat tunduk mustahiq pada muzakki.
5. Melanggar Undang-undang dan Peraturan Pemerintah.
PERTANYAAN :
5- Apakah sah ibadah fardhu seperti zakat ditunaikan tanpa memenuhi rukun dan
syaratnya?
JAWABANNYA:
Tidak Sah karena setiap ibadah fardhu wajib memenuhi rukun dan syaratnya
sebagaimana ditegaskan oleh Syaikh Abdul Hamid Hakim dalam kitab Mabadi
Awwaliyyah:

‫ يا يجحًل فيّ انسكٍ ٔانشسط‬: ‫انصحيح‬
‫ يا ال يجحًل فيّ انسكٍ ٔانشسط‬: ‫انِاطم‬
‫ كَسم انٕجّ نهٕضٕء‬.ُّ‫ يا يحٕقف عهيّ صحة انشيء ٔكاٌ جصأ ي‬: ٍ‫انسك‬
‫ٔجكِيسة االحساو نهصَلة‬
‫ كًاء يطهق نهٕضٕء ٔسحس‬.ُّ‫ يا يحٕقف عهيّ صحة انشيء ٔنيس جصأ ي‬: ‫انشسط‬
.‫انعٕزة نهصَلة‬
Artinya:
Shahih, yaitu sesuatu yang didalamnya mencakup rukun dan syarat.
Bathil, yaitu sesuatu yang didalamnya tidak mencakup rukun dan syarat.

Rukun adalah sesuatu yang menyebabakan sahnya sesuatu (pekerjaan) dan ia merupakan
bagian (juz) dari sesuatu (pekerjaan) itu. Seperti membasuh wajah dalam berwudhu dan
takbiratul ihram dalam shalat.
Syarat adalah sesuatu yang menyebabkan sahnya sesuatu (pekerjaan), namun ia bukanlah
bagian (juz) dari sesuatu (pekerjaan) tersebut.

Demikian juga pendapat Asy-Syaikh al-'Allamah Muhammad bin Sholeh al'Utsaimin dalam kitabnya Al-Ushul min 'Ilmil Ushul pada bab al-Ahkam, halaman
10:

“Dan tidaklah sesuatu itu menjadi sah kecuali dengan menyempurnakan syaratsyaratnya dan tidak ada penghalang-penghalangnya”.
Tidak memenuhi syarat-syaratnya menjadi tidak sah, apalagi tidak memenuhi
rukunnya.
Menurut Pendapat Wahbah Al-Zuhayly, dalam kitab “Zakat: Kajian Berbagai
Mazhab”, Bandung: Dar Al-Fikr, Damaksus, 1997. hlm. 89 menyebutkan bahwa
salah satu rukun zakat itu adanya penyerahan zakat tersebut kepada Amil untuk
kemudian didistribusikan pada mustahiq.
Jadi jika Muzakki tidak menyerahkan zakatnya kepada Amil, maka muzakki tidak
sah berzakat karena tidak memenuhi rukun zakat. Dan pemberian tersebut (yang
dimaksud zakat oleh muzakki) hanya bersifat sedekah biasa.
PERTANYAAN :
6- Dalam keadaan bagaimanakah Muzakki boleh langsung memberikan zakat pada
mustahiq?
JAWABANNYA :
Muzakki boleh langsung memberikan zakat pada mustahiq dalam keadaan darurat,
seperti di suatu wilayah atau daerah yang tidak ada petugas zakat (Amil Zakat) di
tempat tersebut . Maka keadaan tersebut dianggap darurat dan kedaruratan
membolehkan yang dilarang. Qaidah Fiqhiyyah menyebutkan:

‫الوذظُ ٌْ َراخ‬
ْ ‫ض ُز ًْ َراخُ ذُثِ ْي ُخ‬
َّ ‫ال‬

“Keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang.”
Kaidah ini didasari oleh firman Allah SWT:

ِّ ‫َٔقَ ْد فَص ََّم نَ ُك ْى َيا َح َّس َو َعهَ ْي ُك ْى إِ َّال َيا اضْ طُ ِسزْ جُ ْى إِنَ ْي‬

“Dan sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian apa yang Dia
haramkan, kecuali yang terpaksa kalian makan.”(QS. Al-An’am 119)

َّ ٌَّ ِ‫اغ َٔ َال َعا ٍد فَ ََل إِ ْث َى َعهَ ْي ِّ إ‬
‫ّللاَ َغفُٕ ٌز َز ِحي ٌى‬
ٍ َ‫فَ ًَ ٍِ اضْ طُ َّس َغي َْس ب‬

“Siapa yang dalam kondisi terpaksa (memakannya) sedangkan ia tidak
menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka ia tidak berdosa.
Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”(QS. Al-Baqarah
173)
Darurat menurut syara' ialah datangnya kondisi bahaya atau kesulitan yang amat
berat kepada diri manusia yang membuat dia khawatir akan terjadi kerusakan atau
suatu yang menyakiti jiwa, anggota tubuh, kehormatan, dan yang bertalian
dengannya. Ketika itu boleh tidak mengerjakan yang di haramkan atau
meninggalkan yang di wajib kan, atau menunda waktu pelaksanaannya guna
menghindari kemadharatan yang di perkirakannya dapat menimpa dirinya selama
tidak keluar dari syarat-syarat yang di tentukan oleh syara'. (Wahbah Zuhaili,
Ushul Fiqh Al Islami, Damaskus, Darul Fikri,1996. hal.72)
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam rahimahullah mendefinisikan makna darurat
sebagai uzur yang menyebabkan bolehnya melakukan suatu perkara yang terlarang.(
Al-Bassam, Abdullah bin Abdurrahman. 1416 H. Taudhih al-Ahkam fi Bulugh al-Maram.
Dar al-Qiblah li ats-Tsaqafah al-Islamiyah: Jeddah – KSA. Cetakan ke-1. Jilid ke-1. Halaman
80)
Dari kedua pendapat ini maka darurat tidak hanya terkait dengan makanan dan jiwa tapi
secara luas setiap uzur yang menyebabkan bolehnya melakukan suatu perkara yang terlarang,
seperti terlarangnya muzakki mendistribusikan zakat langsung pada mustahik tapi karena
amil tidak ada maka muzakki boleh mendistribusikannya.
KESIMPULAN :

Menetapkan “TIDAK SAH BERZAKAT TANPA MELALUI AMIL ZAKAT
KECUALI DARURAT” lebih besar maslahatnya/kebaikannya dari pada
kemudhoratannya. Hal itu sesuai dengan Qaidah Fiqhiyyah:

ُّ ‫اس ُد قُ ِّد َو ْاْلَ َخ‬
‫ف ِي َُْٓا‬
َ ‫صانِ ُح قُ ِّد َو ْاْلَ ْعهَى ِي َُْٓا َٔإِ َذا جَ َص‬
َ ًَ ‫ث ْان‬
َ ‫إِ َذا جَ َص‬
ِ َ‫ث ْان ًَف‬
ِ ًَ ‫اح‬
ِ ًَ ‫اح‬
"Jika ada beberapa kemaslahatan bertabrakan, maka maslahat yang lebih besar (lebih
tinggi) harus didahulukan. Dan jika ada beberapa mafsadah (bahaya, kerusakan)
bertabrakan, maka yang dipilih adalah mafsadah yang paling ringan".

==================== wallahu a’lam =====================
Batam, 8 Ramadhan 1438 H/ 3 Juni 2017M