Hubungan subtipe stroke dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

HUBUNGAN SUBTIPE STROKE DENGAN KEJADIAN DEMENSIA PADA PASIEN PO ST STROKE DI RSUD DR. MO EWARDI SURAKARTA SKRIPSI

Untuk Mem enuhi Persyaratan Memperoleh Ge lar Sarjana Kedokte ran

ARDH ANARI W ULANSIH

G 0003055

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERS ITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PENG ESAH AN SKRIPSI

Skri psi dengan judul: H ubungan Subti pe Stroke Dengan Kejadian Demensia

Pada Pasien Post S troke Di RSUD dr. Moewardi Surakarta

Ardhanari Wulansih, NIM/ Sem ester : G0003055/ XIV, T ahun : 2010 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Kamis, Tanggal 14 Januari 2010

Pembimbing Utama

Nam a : Prof. DR. OS. Hart anto., dr., Sp. S (K) NIP

Pembimbing Pedamping

Nam a : Suparman., dr., M. Kes., M S NIP

Penguji Utam a

Nam a : Agus Soedomo., dr., Sp. S (K) NIP

Anggota Penguji

Nam a : Bagus Wicaksono., drs., M. Si NIP

Surakart a,

Ketua T im Skripsi Dekan FK UNS

Sri Wah jon o, dr., M.Kes. Prof. Dr. AA Subijanto, dr., MS.

NIP : 19450824 197310 1001 NIP : 10481107 197310 1003

PERNYATAAN

Dengan ini m enyatakan dalam sripsi ini tidak terdapat karya yang pernah disajikan untuk m em peroleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dalam naskah dan disebutkan dalam daft ar pustaka.

Surakart a, …………….…….

Nam a Ardhanari Wulansih NIM . G 0003055

ABSTRACT

Ardhan ari Wulan sih , G 0003055, 2010, Stroke Subtypes in Relation to Dementia Occurrence on Post-Stroke Patient at dr. Moewardi Public Hospital.

Stroke is a serious healthy issue for people. Nowadays, mort ality rat e for stroke in dr. Moewardi public hospital is quite increasing. For those who survive, m ost likely that experiencing physical disability with various stages. One of functional defect which due to stroke is dem ent ia. Aim for this study was to understand the relationship between stroke subtypes and dem ent ia occurrence on post-stroke patient in dr. Moewardi Public Hospit al.

This study was observational analytic with Cross Sectional approaches. T his study was held in ward and polyclinic of Departm ent Neurology in dr. Moewardi Public Hospital on April to May 2009. Sampling was done by random technique using interview instrum ent that is MMSE questionnaire and Hechinsky's Ischemic Score. Tot al sample was 60 patient s consist of 30 post-stroke ischemic patient s and 30 post-stroke hemorrhagic patient s. All data was analyzed with Chi-Square test.

Aft er the study on 30 samples of post-stroke ischemic patient s we found that 11 patients (18.33 %) with dementia and 19 patient s (31.67 %) which not experiencing dem ent ia. W hereas am ong those 30 samples post-stroke hem orrhagic patients, we found 21 patients (35 %) with dementia and 9 patient s (15 %) did not have dementia.

Result calculation with Chi-Square method (X 2 ) count = 6.696. W hereas Chi-

2 Square (X 2 ) table (0.05:1) = 3.841. T herefore, Chi-Square (X ) count > Chi- Square (X 2 ) table and p: 0.05<p<0.01. The data showed there are statistically

significant relationship between stroke subtypes and dem ent ia occurrence on post- stroke patients in dr. Moewardi Public Hospit al.

Keywords : stroke subtypes - dem ent ia

ABSTRAK

Ardhan ari W ulansih, G0003055, 2010, Hubungan Subtipe Stroke dengan Kejadian Demensia pada Pasien Post Stroke di RSUD dr. Moewardi.

Stroke merupakan m asalah kesehatan masyarakat yang serius. S aat ini tingkat kem atian akibat stroke di RSUD Moewardi cukup tinggi. Untuk yang selamat, ham pir dapat dipastikan akan m engalam i kecacatan fisik dengan berbagai tingkatan. Salah satu gangguan fungsional yang diakibatkan oleh stroke adalah dem ensia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan subtipe stroke dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan m enggunakan pendekatan Cross Sectional. Penelitian dilakukan di bangsal dan poliklinik Unit Penyakit Saraf RSUD dr. Moewardi Surakarta, pada bulan April sampai Mei 2009. Pengam bilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik random sam pling menggunakan instrum en wawancara berupa kuesioner MMSE dan Hechinsky Iskemik Skor. Jum lah sampel yang diambil sebanyak 60 pasien yang terdiri dari 30 pasien post stroke iskemik dan 30 sampel pasien post stroke hem oragik. Data yang didapat kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Chi- Square.

Setelah dilakukan penelitian pada 30 sampel pasien post stroke iskemik didapatkan 11 pasien (18,33 %) dengan gangguan demensia dan 19 pasien (31,67 %) yang tidak mengalami demensia. Sedangkan dari 30 sam pel pasien post stroke hem oragik, didapatkan 21 pasien (35 %) dengan gangguan dem ensia dan 9 pasien (15 %) yang tidak mengalami dem ensia.

Hasil perhitungan dengan metode Kai Kuadrat (X 2 ) hitung = 6,696. Sedangkan

Kai Kuadrat (X 2 ) tabel (0,05:1) = 3,841. Jadi Kai Kuadrat (X ) hitung > Kai Kuadrat (X 2 ) tabel dengan nilai p: 0,05<p<0,01. Dari data tersebut m enunjukkan

terdapat hubungan yang berm akna secara statistik ant ara subtipe stroke dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi.

Kata kunci : subtipe stroke – dem ensia

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SW T atas segala karunia- Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Subtipe Stroke Dengan Kejadian Demensia Pada Pasien Post Stroke di RSUD dr. Moewardi Surakart a”.

Penulis m engucapkan banyak terim a kasih atas dukungan baik m oril maupun m ateriil yang telah diberikan selam a pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian ini kepada :

1. Prof. Dr. A. A. Subijant o., dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokt eran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakart a yang telah banyak membantu bagi kelancaran penyusunan skripsi ini.

3. Prof. DR. OS. Hartanto., dr., Sp.S(K) selaku pembimbing utama yang telah berkenan m eluangkan wakt u untuk m engarahkan sert a mem berikan masukan kepada penulis.

4. Suparman., dr., M.Kes., MS selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan arahan, kritik dan saran demi sem purnanya penulisan skripsi ini.

5. Agus Soedomo., dr., Sp.S(K) selaku penguji utama yang telah berkenan menguji dan m em berikan masukan kepada penulis.

6. Bagus Wicaksono., drs., M.Si selaku anggot a penguji yang telah berkenan menguji dan m em beri masukan kepada penulis.

7. Staf Poliklinik dan Bangsal Unit Penyakit Saraf RSUD dr. Moewardi Surakart a yang telah banyak m em bant u dalam proses pengambilan data.

8. Orang tua penulis Bapak Ir. Soekotjo., M.Eng dan Ibu Hariyani Ristantina yang senantiasa m endoakan dan m em beri dukungan sert a kasih sayang kepada penulis.

9. Adik penulis Muhamm ad Daffa R. Ariobimo yang penulis sayangi.

10. Sahabat-sahabat penulis Ajeng, Astri, Astria, Havina, Int an, Sari, m bak Martha, m as Adit, m bak Jenny, mbak Indras, m bak Salma sert a Pupu yang senantiasa memberi sem angat sert a dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

11. Sem ua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sert a menjadi sumbangan bagi pengembangan teori dan penelitian dalam ilmu kedokteran selanjutnya

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk penyem purnaan skripsi ini di masa m endatang.

Ardhanari Wulansih

BAB I PENDAH ULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Stroke m erupakan masalah kesehatan m asyarakat yang serius di seluruh dunia karena m ort alitas dan morbiditasnya sangat tinggi. Stroke merupakan penyakit neurologik yang paling sering dijumpai dan menjadi salah satu penyakit yang masuk ke dalam kelompok kegawatan medis. Oleh karena itu perlu penanganan dalam suatu sistem perawatan int ensif (Unit Stroke) atau Instalasi Perawatan Intensif Stroke dalam suatu rum ah sakit (Hadi, 2004).

Di Indonesia angka kejadian stroke meningkat dengan tajam. Bahkan, saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia (Syamsuddin, 2007). Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kem bali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sam pai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat (Misbach, 2007).

Sem ent ara itu, m enurut Kepala Bagian Saraf RSUD Moewardi, Prof. Dr. dr. Suroto., Sp.S(K), saat ini tingkat kem atian akibat stroke di RSUD Moewardi cukup tinggi. “Mencapai 20% akibat pendarahan dan 7% akibat penyum batan pem buluh darah,” katanya. Untuk yang selamat, hampir dapat Sem ent ara itu, m enurut Kepala Bagian Saraf RSUD Moewardi, Prof. Dr. dr. Suroto., Sp.S(K), saat ini tingkat kem atian akibat stroke di RSUD Moewardi cukup tinggi. “Mencapai 20% akibat pendarahan dan 7% akibat penyum batan pem buluh darah,” katanya. Untuk yang selamat, hampir dapat

Gangguan fungsional yang diakibatkan oleh stroke sangat beragam . Salah satunya adalah demensia yang dalam istilah awam disebut pikun/

pelupa. Dalam aspek m edis, demensia merupakan m asalah yang tak kalah rum itnya dengan m asalah yang terdapat pada penyakit kronis lainnya. Seseorang yang mengalami demensia pasti akan mengalami penurunan kualitas hidup (Harsono, 2007).

Demensia yang terjadi pasca serangan stroke diklasifikasikan ke dalam dem ensia vaskular. Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya pada m ereka dengan hipertensi yang telah ada sebelum nya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya. Gangguan terutama m engenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang, yang m engalam i infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah ot ak yang luas. Penyebab infark m ungkin termasuk oklusi pem buluh darah oleh plak aterioklerotik atau tromboem boli dari tempat asal yang jauh (Kaplan, 1997).

Dengan melihat latar belakang permasalahan tersebut, peneliti bermaksud m elakukan penelitian lebih lanjut unt uk m engetahui hubungan Dengan melihat latar belakang permasalahan tersebut, peneliti bermaksud m elakukan penelitian lebih lanjut unt uk m engetahui hubungan

B. Perum usan Masalah

Adakah hubungan ant ara subtipe stroke dengan kejadian dem ensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi?

C. Tujuan Pe nelitian

Penelitian ini bertujuan unt uk mengetahui hubungan subtipe stroke dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi.

D. Manfaat Pen eliti an

1. Manfaat T eoritis

a. Sebagai simpul penguat teori yang sudah ada.

b. Dapat memberikan m asukan berupa hubungan subtipe stroke dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi.

2. Manfaat Aplikatif

a. Mengantisipasi timbulnya demensia akibat terjadinya stroke.

b. Memberi masukan dan sumbangan pemikiran bagi masyarakat b. Memberi masukan dan sumbangan pemikiran bagi masyarakat

BAB II LANDASAN TEO RI

A. Tinjauan Pustaka

1. Stroke

a. Defi nisi

Stroke berasal dari kata to strike yang art inya pukulan. Dari kata ini dapat disimpulkan bahwa tim bulnya stroke bersifat mendadak. Stoke juga m erupakan gangguan peredaran darah di otak yang mengakibatkan fungsi otak terganggu dan bila berat dapat menyebabkan kem atian sebagian sel-sel otak atau biasa disebut dengan infark (Lumbantobing, 2007). Yang disebut dengan gangguan aliran darah otak ialah gangguan yang disebabkan oleh penyumbatan pem buluh darah baik oleh trombus, em boli, stenosis maupun spasme pem buluh darah dan perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah. Definisi W HO: stroke adalah m anifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun m enyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa dikemukakan penyebabnya selain gangguan vaskular (Aliah et al., 2007).

Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang m asih dapat sem buh secara sem purna asalkan ditangani dalam jangka wakt u 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalam i kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disem buhkan. Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rum ah sakit 48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pem ulihan ini pent ing untuk m engurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengem balikan keadaan penderita kem bali norm al seperti sebelum serangan stroke (M isbach, 2007).

b. Klasifikasi

Secara um um , stroke dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu :

1). Sroke He moragik (Perdarahan )

Perdarahan di otak dapat terjadi bila ada sebagian pem buluh darah ot ak yang m enjadi rapuh kemudian pecah. Darah yang keluar dari pem buluh darah yang pecah itu tidak saja merusak jaringan saraf tetapi dapat m engham bat aliran darah yang normal lalu darah m erembes ke dalam Perdarahan di otak dapat terjadi bila ada sebagian pem buluh darah ot ak yang m enjadi rapuh kemudian pecah. Darah yang keluar dari pem buluh darah yang pecah itu tidak saja merusak jaringan saraf tetapi dapat m engham bat aliran darah yang normal lalu darah m erembes ke dalam

Menurut W HO stroke hem oragik terbagi atas:

a). Stroke Hem oragik Intraserebral

Perdarahan primer dari pembuluh darah di parenkim ot ak dan bukan dari trauma.

b). Stroke Hem oragik Sub arakhnoidal

(1) Primer: spont an non trauma dan non

hipertensif.

(2) Sekunder: karena traum a di luar sub

arakhnoidal,

misalnya hem atoma, intraserebral atau tumor otak.

2). Stoke Non He moragik (Iskemik)

Stroke non hemoragik atau iskem ik didefinisikan secara patofisiologis sebagai kem atian jaringan otak karena

pasokan darah yang tidak adekuat. Definisi klinis stroke

iskemik ialah defisit neurologis fokal yang timbul akut dan berlangsung lebih lam a dari 24 jam dan tidak disebabkan oleh perdarahan (Lum bant obing, 2004). Bila terjadi sum batan pem buluh darah maka daerah sentral yang dirusak akan mengalami iskem ia berat sam pai infark, sedangkan daerah marginal sel-selnya belum mati karena adanya sirkulasi kolateral dan gejala klinisnya bersifat reversibel. Daerah ini disebut penumbra iskem ik, dim ana bila perfusi normal kembali m aka sel-selnya dapat berfungsi lagi. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pem buluh darah art eri yang m enuju ke ot ak. Darah ke otak disuplai oleh dua art eri karotis interna dan dua arteri vert ebralis. Stroke iskemik banyak diderita oleh kelom pok

usia di atas 50 tahun. Gejala utamanya adalah timbul defisit neurologis secara mendadak atau subakut, yang didahului

oleh gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak m enurun kecuali bila embolus cukup besar. Lesi terjadi karena adanya sum batan dalam arteri yang disebabkan oleh trombus atau embolus. Perdarahan atau infark seringkali terjadi di kapsula int erna (Hadi, 2004).

Berdasarkan diagnosa klinisnya, stroke iskemik dapat dibedakan m enjadi: Berdasarkan diagnosa klinisnya, stroke iskemik dapat dibedakan m enjadi:

(TIA)

TIA adalah kelainan neurologik fokal yang tim bulnya mendadak dan kemudian m enghilang lagi dengan cepat dalam wakt u kurang dari 24 jam yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak di daerah tert entu di otak.

b). Defisit Neurologik Iskem ik Sepint as/ Reversible Ischem ik Neurologic Deficit (RIND)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam wakt u lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih

dari sem inggu.

c). Stroke Progresif (Stroke in Evolution atau Progresive

Stroke )

Terjadi defisit neurologik yang terus-menerus bert ambah berat dan belum stabil. Hal ini dapat

disebabkan oleh:

(1) Iskemia serebri yang menjadi infark karena perfusi darah ke ot ak tidak mencukupi

kebutuhan metaboliknya.

(2) Trombus yang menyumbat art eri meluas dan menyumbat cabang-caban g art eri lainnya.

(3) Infark hem oragik karena trombus di daerah kolateral sampai terjadi nekrosis.

(4) Edema pada infark serebri atau edema vasogenik akibat gangguan blood brain

barrier .

d). Stroke Komplet (Com pleted Stroke atau Permanent

Stroke )

Merupakan kelainan neurologis yang timbul selama beberapa m enit sampai beberapa jam dan tidak berubah dalam waktu 6 jam setelah serangan. Hal ini disebabkan berkurangnya atau tidak adanya aliran darah pada salah satu arteri di ot ak atau cabang-cabangnya secara mendadak. Dari awal penderita sudah terlihat lum puh tot al.

c. Eti ologi

Penyebab terjadinya stroke dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:

1). Perdarahan

Perdarahan di otak terjadi bila ada bagian pembuluh darah di ot ak yang m engalam i kerapuhan dan pecah. Darah

yang keluar akan merusak jaringan saraf atau secara langsung m erusak daerah dekat pembuluh darah yang pecah tersebut.

2). Em bolik

Bekuan darah atau embolus yang berasal dari bilik jantung atau katup jant ung m aupun plak aterosklerotik

yang menem pel pada dinding pem buluh darah yang kemudian terlepas dan terbawa hanyut ke dalan aliran

darah. Apabila bekuan darah atau plak melewati pembuluh darah halus di otak m aka aliran darah akan terhent i akibat penyumbatan tersebut.

3). Trombosis

dengan em bolus, yakni penyum batan dalam pem buluh darah halus di ot ak. Hanya saja bahan penyum batannya adalah darah beku yang disebut trombus yang disebabkan oleh kerusakan atau iritasi pada permukaan dalam pem buluh darah. Jika trom bus itu pecah dan lepas lalu menjadi em bolus, maka arteri serebri

Trombosis

mirip mirip

d. Patofisiologi

Otak m em butuhkan banyak oksigen yang diperoleh dari darah sehingga ot ak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat karena di ot ak sendiri ham pir tidak ada cadangan oksigen (Lumbantobing, 2007). Dalam keadaan fisiologis, jum lah darah yang mengalir ke ot ak atau yang disebut Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 50-55 ml per 100 gram otak per m enit. Bila sel neuron terpapar pada tingkat CBF yang kurang, maka sel neuron tersebut tidak dapat berfungsi secara normal, nam un masih m em punyai pot ensi unt uk pulih sem purna. Am bang bagi gagalnya pompa mem bran terjadi bila CBF berkurang sam pai sekitar 8 ml per 100 gram otak per menit. Pada tingkat ini kematian sel dapat terjadi. Daerah di otak dengan tingkat CBF ant ara 8-18 ml per 1oo gram otak per m enit merupakan daerah yang dapat kembali normal atau dapat melanjutkan ke kemat ian neuronal. Daerah ini dinam ai penum bra iskem ik (Lumbantobing, 2004).

Jika Cerebral Blood Flow (CBF) regional tersumbat secara

perfusi yang rendah, PO 2 menurun, PCO 2 m eningkat dan tertim bunnya asam lakt at (Sidhart a, 2008). Hal-hal tersebut mengakibatkan terjadinya edema serebral regional, dim ana bila tidak terdapat perubahan yang dapat meningkatkan CBF regional, maka pusat daerah yang sembab itu akan m enjadi infark. Neuron-neuron di daerah infark tidak berfungsi karena sudah m usnah, sedangkan neuron-neuron di daerah yang sem bab masih dalam keadaan hidup walaupun sedang menderita (Sidhart a, 2008). Bila jatah oksigen terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi ot ak dan bila lebih dari 6-8 menit akan terjadi lesi atau kerusakan pada sebagian jaringan ot ak yang tidak dapat pulih kem bali (Lumbant obing, 2007).

Patofisiologi daripada stroke iskemik yaitu:

Aterosklerosis pembuluh darah yang besar merupakan penyebab yang paling sering dari iskemia serebri fokal pada orang

dewasa. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya iskemia m elalui oklusi trombot ik dari art eria pada tempat terjadinya aterosklerosis atau oleh

embolus pada pem buluh darah yang lebih kecil di hilir (Lumbantobing, 2004). Iskemia inilah yang m engakibatkan terjadinya infark serebri.

Manifestasiklinik daripada aterosklerotik ialah:

1). Lum en art eri menyempit dan m engakibatkan berkurangnya aliran darah.

2). Oklusi m endadak pem buluh darah karena terjadi thrombosis atau perdarahan pada ateroma.

3). Merupakan tempat bagi terbent uknya trombus, dan kem udian dapat m elepaskan kepingan trombus (embolus).

4). Menyebabkan dinding art eri m enjadi lem ah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek dan terjadi

perdarahan.

(Lumbantobing, 2007).

Selain daripada itu iskemia ot ak juga dapat terjadi oleh karena vasospasmus yang diakibatkan oleh lonjakan tekanan darah sistemik, sebagai suatu reaksi vasokonstriksi yang berlebihan. Pada tekanan intralum en yang m embahayakan, m emang autoregulasi vaskular sewajarnya

Pada orang sehat, vasokonstriksi itu berlangsung sejenak, karena lonjakan tekanan darahnya pun tidak berlangsung lam a. T etapi pada orang hipertensif, lonjakan hipert ensi m elewati batas kritis atas dan bisa berlangsung lam a. Bahwasanya vasospasmus terjadi pada salah satu arteri, dapat

mengadakan

vasokonstriksi.

diart ikan bahwa m ekanism e autoregulasi setem pat sudah tidak sem purna lagi. Gangguan m ekanisme tersebut terdapat pada arteri

yang mengandung plak sklerotik. Bila proses sklerosis sudah menyeluruh sepert i halnya pada kebanyakan orang dengan hipert ensi yang mengandung plak sklerotik. Bila proses sklerosis sudah menyeluruh sepert i halnya pada kebanyakan orang dengan hipert ensi

Patofisiologi daripada stroke hem oragik yaitu:

Tim bulnya infark serebral regional dapat disebabkan oleh pecahnya art eri serebralyang kem udian menimbulkan perdarahan.

Daerah distal dari tempat dinding arteri pecah tidak lagi m endapat suplai darah, sehingga wilayah tersebut m enjadi iskemik dan kemudian menjadi infark yang biasanya tersiram darah ekstravasal hasil perdarahan tersebut. Daerah infark itu tidak berfungsi lagi, sehingga menim bulkan defisit neurologik yang biasanya berupa hemiparalisis. Dan darah ekstravasal yang tertimbun intra serebral merupakan hepatoma yang cepat m enimbulkan kompresi terhadap seluruh isi tengkorak berikut bagian terdepan dari batang ot ak. Apa yang

digambarkan di atas dikenal sebagai perdarahan int raserebral yang dalam klinik dikenal sebagai apopleksia atau stroke hem oragik.

Dinding art eri yang pecah selalu m enunjukkan tanda – tanda bahwa di daerah itu terdapat aneurism a kecil – kecil yang dikenal sebagai aneurisma dari Charcot-Bouchard. Aneurisma tersebut timbul pada orang dengan hipert ensi kronik, sebagai hasil proses degeneratif pada ot ot dan unsur elastik dari dinding art eri. Karena perubahan degeneratif tersebut dan bert am bahnya beban tekanan darah tinggi, maka terjadilah pengembungan - pengembungan kecil setempat yang Dinding art eri yang pecah selalu m enunjukkan tanda – tanda bahwa di daerah itu terdapat aneurism a kecil – kecil yang dikenal sebagai aneurisma dari Charcot-Bouchard. Aneurisma tersebut timbul pada orang dengan hipert ensi kronik, sebagai hasil proses degeneratif pada ot ot dan unsur elastik dari dinding art eri. Karena perubahan degeneratif tersebut dan bert am bahnya beban tekanan darah tinggi, maka terjadilah pengembungan - pengembungan kecil setempat yang

Selain daripada itu, perdarahan otak dapat juga disebabkan oleh:

1). Trauma

2). Non traum a:

a) Serebral angiopati

b) Vaskular m alformasi

c) Art eripati yang lain: moya – moya, dural sinus thrombosis

d) Neoplasma

kekurangan faktor pem bekuan darah, kelainan platelet, sikle sel

e) Diskrasia

darah:

leukem ia,

f) Pengobatan: ant ikoagulan terapi trombolitik agents

g) Penyalahgunaan obat: am phetam ine, penggunaan g) Penyalahgunaan obat: am phetam ine, penggunaan

(Suroto, 2004).

e. Fak tor Resiko

Menurut Lumbant obing faktor risiko bagi stroke ialah kelainan atau penyakit yang m em buat seseorang lebih rentan terhadap serangan stroke.

Macam faktor risiko yaitu hipert ensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dislipidem ia, hiperurisemia, obesitas, merokok, inaktivitas fisik, hiperkoagulabilitas, hemat okrit tinggi (Lum bant obing, 2007). Adapun faktor-fakt or lain yang juga m erupakan fakt or risiko tinggi adalah pert am bahan usia, riwayat keluarga dengan stroke, jenis kelamin dan kontrasepsi oral.

f. Manife stasi Klinik

Pada stroke non hem oragik (iskemik) gejala utam anya adalah tim bulnya defisit neurologis secara mendadak atau subakut didahului Pada stroke non hem oragik (iskemik) gejala utam anya adalah tim bulnya defisit neurologis secara mendadak atau subakut didahului

Menurut W HO, dalam International Stastical Classtification of Desease and Related Health Problem 10 th Revision , stroke hemoragik

dibagi atas perdarahan int raserebral (PIS) dan perdarahan subaraknoid (PSA).

Stroke akibat PIS m em punyai gejala prodrom al yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipert ensi. Serangan sering kali siang hari, saat aktivitas, atau em osi/ marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering terdapat pada permulaan serangan. Hem iparesis atau hemiplegi biasa terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya m enurun dan cepat m asuk koma (65% terjadi

kurang dari setengah jam , 23% antara ½ s.d. 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam, sam pai 19 hari).

Pada pasien dengan PSA didapat kan gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala atau tanda rangsangan m eningeal. Edem a pupil dapat terjadi bila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada art eri komunikans anterior dan art eri karotis int erna (Mansjoer, 2000).

Harsono (2007) m engatakan bahwa penderita stroke, Harsono (2007) m engatakan bahwa penderita stroke,

1). Perubahan fungsi neurologik akibat lesi serebral dan perluasan serta edema otak.

2). Gangguan fungsi berbahasa berupa afasia, disart ria, disfasia, dan disleksia.

3). Gangguan perseptif karena hemianopsia, gangguan persepsi ruangan, gangguan mengidentifikasi benda dan tidak

mampu melakukan gerakan tertentu.

4). Gangguan

berupa penyakit jant ung, pem bekuan

kardiovaskular

sampingan terapi medikament osa.

thrombus,

akibat

5). Gangguan respirasi akibat obstruksi jalan nafas, lendir atau sekresi yang sulit keluar, aspirasi, hambatan pert ukaran gas

atau udara atau kerusakan pada pusat pengatur respirasi, pneumonia atau atelekt asis aspirasi atau imm obilitas.

6). Perubahan keseim bangan cairan dan elektrolit karena ketidakmam puan makan dan minum , penurunan kesadaran,

sedangkan penurunan kemam puan mem buka mulut sert a turunnya refleks menelan akan m enimbulkan kesulitan

mengunyah dan m enelan.

7). Integritas kulit dan m ukosa terganggu oleh berbagai keadaan antara lain: imm obilitas, gangguan sensorik, hygiene mulut dan gigi yang buruk.

8). Gangguan fungsi usus dan vesica urinaria karena inkontinensia dan retensi urin sert a infeksi traktus urinarius.

9). Fungsi neuromuskular dapat terganggu karena terbatasnya gerakan sendi secara aktif dan pasif, deform itas kontraktur, kelemahan anggot a gerak yang terkena kelumpuhan maupun yang tidak terkena.

g. Ge jala Stroke

Gejala utama daripada stroke ialah timbulnya gangguan neurologi secara m endadak. Dan gangguan ini berasal dari jejas (lesi) di otak (Lum bant obing, 2007). Usaha m engenali tanda-tanda atau gejala stroke sangat pent ing unt uk memastikan penderita m endapat perawatan lebih cepat dan tepat, sekaligus menghindari kefatalan (Wiryanto, 2004).

Berikut ini beberapa gejala stroke:

1). Stroke Sem entara (sem buh dalam beberapa menit/ jam).

a) Tiba-tiba sakit kepala.

b) Pusing dan bingung.

c) Penglihatan kabur atau kehilangan ketajaman, bisa terjadi pada satu atau dua mata.

d) Kehilangan keseim bangan, lemah.

e) Rasa tebal atau kesem utan pada satu sisi tubuh.

2). Stroke Ringan (sembuh dalam beberapa minggu).

a) Beberapa atau sem ua gejala di atas.

b) Kelemahan atau kelum puhan tangan atau kaki.

c) Bicara tidak jelas.

3). Stroke Berat (sem buh dalam beberapa bulan atau tahun, tidak bisa sembuh total).

a) Sem ua atau beberapa gejala stroke sem ent ara dan ringan.

b) Koma jangka pendek (kehilangan kesadaran).

c) Kelemahan atau kelum puhan tangan atau kaki.

d) Bicara tidak jelas atau hilangnya kem am puan bicara.

e) Sukar m enelan.

f) Kehilangan kontrol terhadap pengeluaran air seni dan feses.

g) Kehilangan daya ingat dan konsentrasi, perubahan perilaku

h. Diagnosis Stroke

Diagnosis stroke berdasar atas:

1). Anamnesis:

a). Terutam a terjadinya keluhan atau gejala neurologik

yang mendadak.

b). Adanya fakt or risiko Gangguan Peredaran Darah Otak.

c). Tanpa trauma kepala.

2). Pemeriksaan Internus:

a). Nadi, tensi.

b). Pemeriksaan organ dalam.

c). Ditemukan fakt or risiko.

d). Adanya defisit neurologis fokal.

3). Pemeriksaan Neuroradiologik

a). Dim ulai dari kepala, leher, dan kaku kuduk.

b). Saraf ot ak, sistem sensorik, sistem m otorik.

c). Reflek fisiologis dan patologis.

d). Scan

m em bant u diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutam a pada fase akut.

tomografi,

e). Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gam baran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu atau bila scan tidak jelas.

f). Pemeriksaan liquor serebrospinalis, dapat membantu membedakan infark, perdarahan ot ak, baik PIS

(Perdarahan Intra Serebral) maupun PSA (Perdarahan Sub Araknoidal).

4). Pemeriksaan T am bahan

a). Pemeriksaan laboratorium .

b). Fungsi lum bal bila dicurigai perdarahan intraserebral.

c). Komponen kimia darah, gas, elekt rolit.

d). Angiografi, EKG, CT -Scan.

Pemeriksaan CT-scan dilakukan setelah 24 jam serangan, karena iskemik atau infark baru terlihat CT -

scan setelah 24 jam, juga pada stroke perdarahan. CT - scan ini merupakan Gold Standart dalam penentuan jenis stroke.

i. Prognosa

Out com e yang mengikuti stroke dipengaruhi oleh beberapa fakt or. Usia pasien, penyebab stroke, dan kelainan yang lain berkaitan dengan akibat dari stroke juga mempengaruhi prognosisnya. T idak kurang dari 80% pasien stroke bert ahan paling tidak satu bulan. Dan survival rate

10 tahun di masyarakat tercatat 35%. Pada pasien yang

1 selamat setelah serangan akut sekit ar 2 /

2 sampai dengan / 3 memperoleh kem bali fungsi normal (berdiri sendiri) dan sekit ar 15%

memerlukan perawatan lebih lanjut.

Pasien yang selam at setelah mendapat serangan stroke akut, memerlukan pengawasan dalam pengobatan, pengendalian berbagai fakt or resiko dan perawatan pada waktu selanjutnya baik oleh keluarga pasien sendiri m aupun pengobatnya supaya tidak terjadi serangan stroke ulang yang berakibat fat al.

2. Demensia

a. Defi nisi

Dem ensia adalah hilangnya fungsi int elektual yang sebelum nya telah berkembang, yang meliputi daya ingat, kem am puan berbahasa, berorientasi, berpikir abstrak, pemecahan masalah dan praktis (Laksm iasanti, 1999). Ada sejum lah definisi tentang demensia, tetapi sem uanya harus m engandung tiga hal pokok: (a) gangguan kognitif, (b) gangguan tadi harus m elibatkan berbagai aspek fungsi kognitif dan bukannya sekedar penjelasan defisit neuropsikologik, dan (c) pada penderita tidak terdapat gangguan kesadaran, demikian pula delirium , yang merupakan gambaran yang menonjol (Harsono, 2007).

Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah intelegensia um um , belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, pert imbangan dan kem am puan sosial. Jika pasien m em punyai suatu gangguan kesadaran, maka pasien kemungkinan m em enuhi kriteria diagnostik untuk

delirium . Di sam ping itu, suatu diagnosis menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keem pat (DSM-IV)

mengharuskan bahwa gejala menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berat dan m erupakan suatu penurunan dari tingkat

Pada tahun 1970 T omlinson dkk m elalui penelitian klinis patologis m endapat kan bahwa bila demensia disebabkan oleh penyakit vaskular, hal ini biasanya terjadi karena adanya infark di ot ak. Hal ini melahirkan konsep demensia multi-infark. Saat ini demensia vaskular sering diidentikkan dengan demensia m ulti-infark. Demensia vaskular adalah sindrom demensia yang disebabkan oleh disfungsi ot ak yang diakibatkan oleh penyakit serebrovaskular atau stroke. Ini merupakan penyebab kedua paling sering daripada dem ensia pada lansia, setelah penyakit Alzheimer (Lum bant obing, 2004).

b. Klasifikasi

Dari segi perjalanan penyakit dan etiologinya, dem ensia dapat dibagi dalam dimensia yang reversibel dan yang tak reversibel. Pada dem ensia yang reversibel, daya kognit if global dan fungsi luhur lainnya terganggu oleh karena m etabolisme neuron-neuron kedua belah hem isfer tert ekan atau dilumpuhkan oleh berbagai sebab. Apabila sebab ini dihilangkan, m aka m etabolisme kortikal akan berjalan sempurna kembali. Dengan dem ikian fungsi luhur dalam keseluruhannya akan pulih kembali. Apabila sebab ini sudah menim bulkan kerusakan infrastrukt ur neuron-neuron kortikal, tentu fungsi kortikal tidak akan pulih kem bali dan dem ensia menetap (Sidhart a, 2008).

Selain itu berdasarkan anatominya demensia dibedakan atas dem ensia kortikal dan dem ensia subkortikal. Dem ensia kortikal, seperti yang dijum pai pada penyakit Alzheim er dan Pick, ditandai oleh defisit memori yang dini dan biasanya penderita menunjukkan gejala defisit visiospasial, gangguan berbahasa (afasia), apraksia, dan agnosia. Pada dem ensia subkortikal didapatkan gejala proses berfikir lam bat. Di sam ping proses berfikir yang lam bat didapatkan pelupa dan gangguan kem am puan mem anipulasi pengetahuan yang diperoleh. Juga didapatkan gangguan system ektrapiramidal, misalnya tremor, diskinesia, festinasi (Lumbant obing, 2004).

c. Eti ologi

Berdasarkan penyebabnya, dem ensia dapat diklasifikasikan menjadi:

1). Dem ensia jenis Alzheimer

a). Dengan awitan dini (usia 65 tahun)

b). Dengan awitan lam bat (usia di atas 65 tahun)

c). Dengan delirium

d). Dengan waham

e). Dengan perasaan depresif e). Dengan perasaan depresif

2). Demensia vaskular

a). Dengan delirium

b). Dengan waham

c). Dengan perasaan depresif

d). Tanpa penyulit

3). Dem ensia karena kondisi medik umum lainnya

a). Dem ensia infeksi HIV

b). Dem ensia karena trauma kepala

c). Dem ensia karena penyakit Parkinson

d). Dem ent ia karena penyakit Hungtington

e). Dem ensia karena penyakit Pick

f). Dem ensia karena penyakit Creutzfeldt-Jakob

g). Dem ensia karena penyakit lainnya

4). Dem ensia karena penggunaan substansi tert entu dalam jangka lam a

5). Dem ensia karena etiologi multipleks

(Harsono, 2007).

d. Patofisiologi

Gen Apo E pada khrom osom 19 dikemukakan m ungkin ada perannya dalam pathogenesis penyakit Alzheimer. ApoE terlibat dalam transportasi kholesterol dan mempunyai tiga alele : e2, e3, dan e4. Alele e4 ApoE menunjukkan asosiasi yang kuat dengan penyakit Alzheim er pada populasi um um , term asuk kasus sporadis dan yang mulai pada usia lanjut (late onset).

Sedangkan mekanisme demensia vaskular dapat terjadi melalui berbagai m ekanisme. Lesi vaskular pada parenkim otak dapat terjadi melalui iskem ia, hem oragi atau edem a atau gabungan fakt or ini. Terjadinya demensia pada infark di ot ak bergant ung pada beberapa fakt or, misalnya:

1). Lokasi infark. Infark di lobus temporal dapat mengakibatkan defisit memori; lesi di lobus parietal dapat

mengakibatkan gangguan orientasi spasial, apraksia, agnosia serta gangguan fungsi luhur lain. Depresi lebih sering terjadi pada lesi di hem isfer kiri daripada di hem isfer kanan. Gangguan depresi lebih berat bila lesi lebih mendekati lobus frontal kiri. Lesi yang kecil di tempat yang mengakibatkan gangguan orientasi spasial, apraksia, agnosia serta gangguan fungsi luhur lain. Depresi lebih sering terjadi pada lesi di hem isfer kiri daripada di hem isfer kanan. Gangguan depresi lebih berat bila lesi lebih mendekati lobus frontal kiri. Lesi yang kecil di tempat yang

2). Jum lah lesi. Bila seseorang telah m em punyai lesi di otak dan kemudian lesinya bert ambah karena ia mengalam i stroke berulang maka defisit yang timbul bukan aditif, melainkan berlipat ganda. Umumnya defisit yang diakibatkan oleh tam bahan lesi pada lesi yang sudah ada akan m elipatgandakan jenis serta berat nya defisit.

3). Ukuran lesi. Gangguan m ental cenderung terjadi bila volum infark melebihi 50 ml. T omlison et al (1970) m endapat kan

volum rata-rat a dari infark ialah 48,9 ml pada demensia vaskular. Pada demensia dengan infark yang letaknya

strat egis, lesi yang kecil dapat m engakibatkan gangguan kognitif yang berat. Letak infark lebih penting daripada volumenya.

(Lumbantobing, 2004).

Kerusakan yang merata pada neuron-neuron kortikal kedua belah hem isferium , yang mencakup daerah presepsi prim er dan Kerusakan yang merata pada neuron-neuron kortikal kedua belah hem isferium , yang mencakup daerah presepsi prim er dan

e. Fak tor Risiko

Fakt or risiko unt uk perkem bangan demensia tipe Alzheimer adalah wanita, m empunyai sanak saudara tingkat pertama dengan gangguan tersebut, dan m em punyai riwayat cedera kepala. Sindrom Down juga secara karakt eristik berhubungan dengan perkem bangan dem ent ia tipe Alzheim er (Kaplan, 1997).

Sedangkan unt uk faktor risiko terjadinya dem ensia tipe vaskular adalah adanya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan diabetes m elitus, bising di arteri karotis, polisitemia, hiperlipidemia, merokok, obesitas, hiperurisemia, kurang berolahraga (Lumbantobing, 2004). Demensia vaskular paling sering ditem ukan pada orang yang berusia 61-70 tahun dan lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita (Kaplan, 1997).

f. Manife stasi Klinik

Pada stadium awal, pasien m enunjukkan kesulitan untuk mempertahankan kinerja mental, fat ig, dan cenderung gagal bila diberi Pada stadium awal, pasien m enunjukkan kesulitan untuk mempertahankan kinerja mental, fat ig, dan cenderung gagal bila diberi

Orientasi, daya ingat, persepsi, dan fungsi int elektual pasien memburuk sejalan dengan m emberatnya stadium penyakit. Perubahan pada afek dan tingkah laku sering ditemukan. Pasien tampak introvert dan kurang peduli terhadap akibat tingkah lakunya. Bila daerah frontal dan temporal ot ak terkena, pasien tampak iritabel dan eksplosif.

Terdapat depresi dan ansietas pada sebagian besar pasien. Pasien dapat m engalam i afasia, apraksia, dan agnosia. Kejang merupakan

satu gejala yang dapat timbul. Pasien sulit menggeneralisasi suatu hal, mem buat konsep, serta m em buat persam aan dan perbedaan suatu konsep. Mungkin terdapat katastropik. Selain itu, terdapat sindrom sundrowner, berupa mengant uk, kebingungan, ataksia, dan jatuh tiba-t iba (Mansjoer, 2000).

g. Ge jala Demensia

Gejala klinik daripada dem ensia adalah:

1). Gangguan mem ori, dalam bentuk ketidakm am puan untuk belajar tent ang hal-hal baru, atau lupa akan hal-hal yang

baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari.

2). Afasia, dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nam a orang atau benda. Penderita afasia berbicara secara samar-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-kata yang panjang, dan m enggunakan istilah-istilah yang tak m enentu.

3). Apraksia, ialah ket idakmampuan unt uk melakukan gerakan meskipun kemam puan motorik, fungsi sensorik, dan pengert ian yang diperlukan tetap baik.

4). Agnosia, ialah ketidakm am puan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda m eskipun fungsi sensoriknya utuh.

5). Gangguan fungsi eksekutif, merupakan gejala yang sering dijumpai pada demensia. Fungsi eksekutif melibatkan

kem am puan berpikir abstrak, m erencanakan, mengambil inisiatif, m em buat urutan, m em ant au, dan m enghent ikan kegiatan yang kompleks.

(Harsono, 2007)

6). Gejala yang lain, sangat bervariasi. Penderita demensia dapat mengalami gangguan orientasi ruang, wawasannya menjadi sempit dan sulit untuk menyatakan pendapat, kejang. Penderita sulit menggeneralisasi suatu hal, membuat konsep, sert a m em buat persam aan dan perbedaan suatu konsep. Mungkin terdapat katastropik. Selain itu, 6). Gejala yang lain, sangat bervariasi. Penderita demensia dapat mengalami gangguan orientasi ruang, wawasannya menjadi sempit dan sulit untuk menyatakan pendapat, kejang. Penderita sulit menggeneralisasi suatu hal, membuat konsep, sert a m em buat persam aan dan perbedaan suatu konsep. Mungkin terdapat katastropik. Selain itu,

berupa mengant uk, kebingungan, ataksia, dan jatuh tiba-t iba (Mansjoer, 2000).

sindrom

sundrowner,

h. Diagnosis Demensia

Sebagai pedom an, kriteria diagnosis dari tiap-t iap etiologi dem ensia tercantum dalam DSM-IV. Satu hal pent ing yang perlu diperhatikan adalah bahwa diagnosis demensia tidak boleh ditegakkan apabila defisit kognit if muncul secara eksekutif pada saat terjadi delirium .

Kriteria diagnosis demensia vaskular yang tercant um dalam DSM-IV adalah:

1). Adanya defisit kognitif m ultipel yang dicirikan oleh kedua keadaan berikut ini:

a). Gangguan memori (gangguan kemampuan untuk mempelajari hal baru atau m enyebut kembali informasi yang baru saja diperolehnya).

b). Satu (at au lebih) dari gangguan kognit if berikut ini:

(1). Afasia (gangguan berbahasa)

(2). Apraksia

kem am puan untuk mengerjakan aktivitas m otorik, sementara fungsi motorik normal)

mengenal atau

mengidentifikasikan

benda

walaupun fungsi

sensoriknya normal)

(4). Gangguan dalam fungsi eksekutif (merancang,

mengorganisasikan,

daya

abstraksi, m em buat

urutan)

2). Defisit kognit if pada A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan fungsi sosial dan okupasional yang

jelas dan menggambarkan penurunan tingkat kem ampuan fungsional sebelum nya secara jelas.

3). Tanda dan gejala neurologik fokal (reflek fisiologik meningkat, reflek patologik positif, paralisis pseudobulbar, gangguan langkah, kelum puhan anggota gerak) atau bukt i radiologik yang menunjukkan adanya GPDO (infark multiple yang m elibatkan korteks dan subkorteks) yang dapat m enjelaskan kaitannya dengan munculnya gangguan.

4). Defisit yang tidak terjadi selama berlangsungnya delirium.

Sedangkan unt uk pemeriksaan klinik daripada demensia meliputi:

1). Pemeriksaan m em ori

Secara formal pem eriksaan m em ori dapat dilakukan dengan m inta pasien unt uk m encatat, m enyim pan,

mengingat, dan mengenal informasi. Kem am puan untuk mempelajari inform asi baru dapat diperiksa dengan meminta penderita untuk m em pelajari suatu daft ar kata. Penderita dim inta unt uk mengulang kat a-kata, m engingat kem bali informasi setelah istirahat beberapa m enit. Sedangkan memori jangka lam a dapat diperiksa dengan meminta penderita unt uk mengingat orang-orang lain atau bahan-bahan lama yang dahulu pernah diminatinya.

2). Pemeriksaan kemampuan berbahasa

Penderita diminta unt uk menyebut nam a benda di dalam ruangan atau bagian dari tubuh, mengikuti aba-aba/ perintah, atau mengulang ungkapan.

3). Pemeriksaan apraksia

Keteram pilan motorik dapat diperiksa dengan cara meminta penderita unt uk melakukan gerakan tertent u.

Daya abstraksi dapat diperiksa dengan berbagai cara, misalnya menyuruh penderita untuk menghit ung sam pai sepuluh, menyebut seluruh alfabet, menghit ung dengan kelipatan tujuh, m enyebut nama binatang sebanyak- banyaknya dalam wakt u satu menit, atau m enulis huruf m dan n secara bergantian.

5). Mini Mental State Exam ination (MM SE)

Pemeriksaan ini dicipt akan oleh Folstein et al pada tahun 1975 yang kem udian digunakan secara luas di klinik psikiatri m aupun geriatri. MMSE m eliputi 30 pert anyaan sederhana

memperkirakan kognisi utama. Pemeriksaan ini dapat dikerjakan dalam wakt u 10-15 m enit. Skor MMSE berkisar ant ara 0-30. Orang normal menunjukkan skor 24-30. Secara keseluruhan jika skor kurang dari 24, maka dikatakan telah ada gejala dem ensia.

untuk

(Harsono, 2007)

i. Prognosa

Istilah dem ensia m em ang menunjuk pada m akna progresif atau sesuatu yang tidak kem bali lagi (irreversible). Namun demikian,

definisi demensia didasarkan atas pola defisit kognitif dan tidak definisi demensia didasarkan atas pola defisit kognitif dan tidak

3. Hubungan Stroke dengan Dem ensia

Stroke telah dikenal sebagai gangguan fungsi ot ak yang disebabkan karena gangguan fungsi aliran darah ke ot ak yang timbul secara m endadak

dalam beberapa detik atau secara cepat (dalam beberapa jam) (Laksm iasanti, 1999). Kurangnya suplai darah ke suatu area di otak

disebut iskemik. Iskemik ini akan menimbulkan kem atian suatu daerah atau jaringan di otak apabila tidak ditangani dengan cepat. Kematian daripada area di otak inilah yang m enyebabkan terjadinya demensia (Suroto, 2004). Sroke akan menimbulkan demensia apabila jaringan otak yang rusak meliputi 50-100 gram , dengan dem ikian disebut sebagai m ulti- infark dem ensia atau kita sebut demensia vaskular. Sebagian besar penderita dengan kerusakan otak ant ara 50-100 gram mengalam i stroke berulang kali, dan mengenai kedua hem isperium serebri. Lesi otak m ana saja m ampu menimbulkan dem ensia. Sem entara itu, perubahan mental pada lesi ot ak tunggal bergant ung pada arteri yang terganggu, antara lain :

a. serebri media, a. serebri ant erior, a. serebri posterior, dan infark subkortikal (Harsono, 2007).

B. Kerangka Pikiran

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Hipert ensi Tidak Terkontrol/ Kronik

Vasospasmus Akibat

Æ Tekanan Darah

At erosklerosis /

Perubaha n M orfologi

Plaque Sklerosis

Arteriol Ot ak

Vasokonst riksi ++

Berry Aneurisma

Trombus Trauma

Non Trauna : tx antikoagulan

Obst ruksi neoplasma

cerebral angiopat i diskrasia darah

Iskhemik Jaringan Ot ak Perdaraha n Art eri (int raserebra l/ subarakhnoid)