Studi kasus perceraian di desa Gebang Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen dan dampaknya pada sikap anak dalam pergaulan

STUDI KASUS PERCERAIAN DI DESA GEBANG KECAMATAN MASARAN KABUPATEN SRAGEN DAN DAMPAKNYA PADA SIKAP ANAK DALAM PERGAULAN

Skripsi

Oleh : Eny Retnowati NIM K 6404025 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

STUDI KASUS PERCERAIAN DI DESA GEBANG KECAMATAN MASARAN KABUPATEN SRAGEN DAN DAMPAKNYA PADA SIKAP ANAK DALAM PERGAULAN

Oleh : Eny Retnowati NIM. K.6404025 SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pandidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. CH. Baroroh, M.Si Drs. H. Utomo,M.Pd. NIP. 19520706 198004 2 001

NIP. 19491108 197903 1 001

PENGESAHAN

Skipsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan.

Pada Hari : Kamis Tanggal : 11 Februari 2010

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang

Tanda Tangan

Ketua : Drs. Machmud A.R, SH, M.Si (.................................)

Sekretaris : Rini Triastuti, SH, M.Hum (.................................)

Anggota I : Dra. CH. Baroroh, M.Si (.................................)

Anggota II : Drs. H. Utomo, M.Pd (.................................)

Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Prof.Dr.H.M.Furqon Hidayatulloh, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001

ABSTRAK ENY RETNOWATI : STUDI KASUS PERCERAIAN DI DESA GEBANG KECAMATAN MASARAN KABUPATEN SRAGEN DAN DAMPAKNYA

PADA SIKAP ANAK DALAM PERGAULAN. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Februari 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) penyebab terjadinya perceraian di Desa Gebang Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen, (2) sikap anak terhadap perceraian orang tuanya, (3) perbedaan sikap dalam pergaulan antara anak yang orang tuanya bercerai dengan yang tidak bercerai.

Penelitian ini mengunakan metode diskriptif kualitatif. Populasi penelitian adalah masyarakat desa Gebang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling (sampel bertujuan). Teknik analisis data yang digunakan adalah kualitatif dengan tehnik analisis data secara induktif dengan model analisis interaktif.

Berdasarkan hasil kesimpulan: (1) penyebab perceraian yaitu adanya orang ketiga dalam keluarga (PIL/WIL), adanya pertengkaran yang terus- menerus, tidak dapat memberi keturunan, adanya KDRT, dan faktor ekonomi atau penghasilan, (2) sikap anak terhadap perceraian orang tuanya yaitu anak sangat tidak setuju, tidak happy, merasa sedih, kecewa, trauma, malas bahkan binggung karena meraka harus memilih ikut ayah atau ibunya (3) perbedaan sikap dalam pergaulan setelah orang tua bercerai bahwa sikap anak dalam pergaulan yang berasal dari keluarga yang bercerai di lingkungan keluarga mereka menjadi anak yang pendiam, murung. Dalam lingkungan sekolah banyak yang putus sekolah, tidak naik kelas dan nilai anjlok di karenakan anak tidak mempunyai rasa percaya diri, minder dengan teman-temanya dan jarang berkomunikasi. Dalam lingkungan masyarakat anak cenderung melampiaskan semua masalah dengan jalan pintas yaitu bergaul dengan anak yang nakal, suka bergadang bersama teman-teman, jarang pulang bahkan ada yang sampai terjerumus dalam alkhoholisme yang berdampak buruk bagi kesehatan dan bertingkah laku buruk dalam masyarakat. Sedangkan sikap anak dalam pergaulan dari keluarga yang utuh mereka mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta pengawasan dari orang tua secara berlebih. Anak dari keluarga utuh menganggap orang tua mereka sebagai teman. Jadi mereka bisa bercerita dan mengungkapkan segala permasalahan dengan orang tua dalam suatu keluarga.

Upaya yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Kabupaten Sragen dalam mencegah perceraian adalah dengan cara berusaha mendamaikan suami istri dalam setiap persidangan dan memberikan penyuluhan hukum pada masyarakan tentang perkawinan dan perceraian. Upaya yang dilakukan orang tua untuk mengatasi dampak perceraian terhadap sikap anak dalam pergaulan adalah dengan memberikan bekal kedisiplinan dan tanggung jawab bagi anak dan memberikan bekal keimanan kepada anak sejak dini agar bisa berbuat baik di lingkungan pergaulan demi kebaikan semuanya.

MOTTO

Perbuatan halal yang dibenci Allah adalah talak ( HR.Daud )

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan Kepada :

1. Ayah dan Ibu terhormat

2. Kakak tercinta

3. Teman-teman PPKn'04 dan

4. Almamater

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagaimana persyaratan dalam mendapatkan gelar sarjana pendidikan.

Menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak mengalami hambatan, tetapi berkat bantuan berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu dengan tersusunya skripsi ini penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ketua jurusan Pendidikan Ilmu Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah menyetujui penyusunan skripsi ini.

3. Ketua Progam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberi ijin dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Dra. CH. Baroroh, MSi, sebagai Pembimbing I yang telah mencurahkan segenap perhatian dan memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Drs. H. Utomo, MPd, sebagai Pembimbing II yang telah mencurahkan perhatian, waktu dan doa serta memberi bimbingan dan dorongan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Kepala Pengadilan Agama Sragen yang telah memberi ijin dan memberikan data-data yang peneliti butuhkan.

7. Kepala Kantor Urusan Agama Masaran yang telah memberikan ijin dan memberikan data-data yang peneliti butuhkan.

8. Bapak Kepala Desa Gebang yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Desa Gebang Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen.

Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan, untuk itu penulis mohon kritik dan saran untuk penyempurnana skripsi ini. Semoga skipsi ini bermanfaat bagi pembaca khusunya dan bagi masyarakat pada umumnya.

Surakarta, Februari 2010

Penulis

1. Penyebab Terjadinya Perceraian dalam Perkawinan…..... 50

54

2. Sikap Anak Terhadap Perceraiaan Orang Tua..................

3. Perbedaan Sikap Anak dalam Pergaulan antara Keluarga xi

54 Utuh dengan Keluarga yang Bercerai…………………… 62

C. Temuan Studi........................................................................... BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN.........................

65

71

A. Kesimpulan............................................................................

74

B. Implikasi................................................................................

C. Saran......................................................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................

75 LAMPIRAN...............................................................................................

76

78

80

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian............................................................ 36

Tabel 2. Luas dan Penggunaan Tanah di Desa Gebang............................... 48 Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Gebang Dalam Umur dan Kelamin........ 49 Tabel 4. JumlahPenduduk Menurut Mata Pencaharian............................... 50 Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Jenjang Pendidikan............................ 50 Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Agama................................................. 50 Tabel 7. Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Gebang.................................. 51 Tabel 8. Banyaknya Perceraian diKantor Urusan Agama Masaran.............. 52 Tabel 9. Data Perceraian yang Masuk Ke Kelurahan Gebang...................... 53 Tabel 10. Prosentase Jumlah Faktor-Faktor Penyebab Perceraian diWilayah

Kabupaten Sragen......................................................................... 59 Tabel 11. Sikap Anak Terhadap Perceraian Orang Tua.............................. 62 Tabel 12. Perasaan Anak Terhadap Perceraian Orang Tua……………….. 63 Tabel 13. Sikap Anak dalam Pergaulan dari Keluarga yang Bercerai…… 67 Tabel 14. Sikap Anak dalam Pergaulan dari Keluarga Utuh……………… 68

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Kerangka Berfikir........................................................................ 34

2. Analisis Data Model Interaktif............................................................... 46

3. Stuktur Organisasi Pemerintahan Desa Gebang.................................... 52

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pria dan wanita saling membutuhkan dan masing-masing mengharapkan ketenangan, ketentraman, cinta kasih sayang dari yang lain. Mereka saling memerlukan dan untuk menyalurkan cita rasa, pemikiran dan isi hatinya. Mereka ingin menjadikan yang lain sebagai tempat mengadu, menumpahkan keluhan, dan mengungkapkan rahasia-rahasia. Mereka ingin bersama-sama menghadapi manis dan pahitnya, lapang sempitnya dan senang susahnya kehidupan. Mereka saling membantu untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan masing-masing dengan mengesampingkan segala kepedihan dan kesedihan dan rasa individu serta bersama-sama membina kekuatan dan kemampuan untuk mengatasi segala masalah kehidupan. Untuk mencapai semua itu diperlukan satu ikatan yang sah antara pria dan wanita.

Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat, perkawinan tidak hanya sekedar menyangkut pria dan wanita sebagai calon mempelai, tetapi dalam perkawinan dituntut tanggung jawab dari kedua belah pihak dalam peranan sebagai orang tua yang kelak akan mempunyai keturunan.

Menurut Undang-Undang Perkawian No.1 tahun 1974 dalam pasal 1 merumuskan pengertian bahwa, ''Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa''.

Menurut Mohd. Idris Ramulya (1996 : 26) mengemukakan bahwa : Tujuan perkawinan dalam islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup

jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus untuk membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan dalam menjalani hidupnya didunia ini, juga mencegah perzinahan, agar tercipta ketenangan jiwa baik yang bersangkutan, ketentraman keluarga dan masyarakat.

Dari pendapat diatas dapat dikatakan bahwa manusia melakukan perkawinan bertujuan untuk kesejahteraan keluarga, kerukunan keluarga, mencegah perzinahan dan meneruskan keturunan.

Perkawinan merupakan ketentuan yang Allah gariskan untuk manusia agar dapat mengembangkan tugas didalam kehidupannya. Walaupun pada dasarnya melakukan perkawinan itu adalah bertujuan untuk selama-lamanya, tetapi adakalanya ada sebab-sebab tertentu yang mengakibatkan perkawinan tidak dapat diteruskan sehingga harus diputuskan di tengah jalan atau terjadi perceraian antara suami istri. Perceraian dalam keluarga di sebabkan karena adanya orang ketiga adanya ketidakcocokan antara suami isteri dan adanya faktor ekonomi serta faktor biologis.

Perceraian dalam sebuah keluarga dapat menyebabkan dampak bagi suami istri yang melakukan cerai, bagi masyarakat dan banyak berdampak pada anak yang merupakan buah hati dari hasil perkawinan kedua orang tua tersebut. Dampak perceraian banyak mempengaruhi anak dalam kehidupan yang akan mereka jalani baik dalam kehidupan pribadi, kehidupan keluarga maupun kehidupan bermasyarakat. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Sariyatun yang tertulis dalam skripsinya yang berjudul “Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Perkembangan Kepribadian Anak di Desa Singodutan Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun 2004” Halaman 49:

“Bahwa perceraian orang tua akan selalu membawa dampak sangat besar bagi kehidupan nantinya di dalam masyarakat, dampak perceraian inipun juga mengakibatkan perkembangan kepribadian anak menjadi terganggu dan tidak baik. Dampak tersebut adalah bahwa seorang anak bisa menjadi buruk tingkah lakunya yang tadinya baik didalam masyarakat, seorang anakpun menjadi seorang pemalu, pemurung suka melamun serta anakpun bisa menjadi rendah prestasinya di sekolah bahkan anak menjadi

malas untuk sekolah”.

Dalam penelitian ini penulis akan membahas mengenai dampak perceraian khususnya pada sikap anak dalam pergaulan. Dampak negatif perceraian pada anak bisa berbeda-beda, di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia anak, jenis kelamin, kematangan kepribadian, kesehatan psikologis, serta ada tidaknya dukungan dari orang dewasa. Anak perempuan lebih bisa Dalam penelitian ini penulis akan membahas mengenai dampak perceraian khususnya pada sikap anak dalam pergaulan. Dampak negatif perceraian pada anak bisa berbeda-beda, di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia anak, jenis kelamin, kematangan kepribadian, kesehatan psikologis, serta ada tidaknya dukungan dari orang dewasa. Anak perempuan lebih bisa

Anak merupakan generasi penerus dan tulang punggung bangsa. Oleh karena itu, anak harus bersikap dan berkepribadian yang baik, sehingga anak akan menjadi generasi dan sumber daya manusia yang berkualitas. Anak menjadi berkualitas dipengaruhi oleh bebarapa faktor salah satunya adalah orang tua. Orang tua sangat berpengaruh bagi perkembangan anak karena antara orang tua dan anak saling berinteraksi terus menerus sejak dalam kandungan sampai dewasa. Orang tua berkewajiban mendidik dan membimbing anak. Apabila Orang tua bercerai anak harus berusaha bersikap positif tidak menjadi pendendam dan tidak merasa trauma apabila kelak akan menjalin hubungan dengan lawan jenis dan tidak menjerumuskan diri pada perilaku menyimpang seperti menjerumuskan diri ke dalam pergaulan bebas, drug, dan alkhohol, hal itu akan merugikan diri sendiri. Meskipun kedua orang tua bercerai, tetapi keduanya masih mempunyai hak dan kewajiban pada anak, baik kewajiban dalam hal materi dan kewajiban dalam memberikan kasih sayang serta perhatian pada anak. Sehingga anak masih mempunyai hak terhadap kedua orang tuanya walaupun sudah tidak tinggal dengan salah satu dari orang tuanya.

Dari uraian diatas maka penulis berkeinginan mengadakan penelitian untuk mengetahui sikap anak dalam pergaulan yang disebabkan dari adanya perceraian orang tua. Dimana dalam fenomena perceraian orang tua yang secara langsung berdampak pada anak, sehingga berdampak pula pada sikap anak dalam pergaulan dimasyarakat, baik pergaulan dengan teman sepermainan ataupun dalam berorganisasi dan kehidupan masyarakat. Maka penulis mengadakan Dari uraian diatas maka penulis berkeinginan mengadakan penelitian untuk mengetahui sikap anak dalam pergaulan yang disebabkan dari adanya perceraian orang tua. Dimana dalam fenomena perceraian orang tua yang secara langsung berdampak pada anak, sehingga berdampak pula pada sikap anak dalam pergaulan dimasyarakat, baik pergaulan dengan teman sepermainan ataupun dalam berorganisasi dan kehidupan masyarakat. Maka penulis mengadakan

B. Perumusan Masalah

Agar penulis dapat melakukan penelitian dengan baik dan tepat mencapai sasaran yang hendak dicapai, maka penulis menggunakan perumusan masalah sehingga akan memudahkan penulis dalam membahas permasalahan yang sedang diteliti.

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah yang menyebabkan terjadinya perceraian di Desa Gebang Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen?

2. Bagaimana sikap anak terhadap perceraian orang tuanya?

3. Apakah ada perbedaan sikap dalam pergaulan antara anak yang orang tuanya bercerai dan yang tidak bercerai?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai arah dan tujuan yang telah ditetapkan, sehingga memberikan manfaat dan penyelesaian yang hendak dicapai dari peneltian ini adalah:

1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya perceraian di Desa Gebang Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen.

2. Untuk mengetahui sikap anak terhadap perceraian orang tuanya.

3. Untuk mengetahui perbedaan sikap dalam pergaulan antara anak yang orang tuanya bercerai dengan yang tidak bercerai.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Guna menambah Khasanah Ilmu pengetahuan serta mengembangkan berbagai penelitian ilmiah mengenai perceraian dan dampaknya.

b. Untuk mendapatkan gambaran dalam masyarakat yang berkaitan dengan bidang perkawinan dan perceraian sekaligus dampak yang di timbulkan.

c. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar referensi berbagai kegiatan ilmiah penelitan sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar informasi sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pengadilan Agama atau Instansi terkait guna mengatisipasi adanya kasus perceraian

b. Memberikan masukan bagi masyarakat akan pentingnya mengantisipasi adanya kasus perceraian agar tidak berdampak pada sikap anak dalam pergaulan.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan tentang Perceraian

a. Pengertian Perceraian

Pada dasarnya melakukan perkawinan adalah bertujuan untuk selama- lamanya dan bahagia dunia akhirat tetapi adakalanya terdapat sebab-sebab tertentu yang menyebabkan perkawinan tidak dapat diteruskan, terpaksa harus diputuskan di tengah jalan, atau terpaksa putus dengan sendirinya atau dengan kata lain terjadi perceraian antara suami istri.

Perceraian atau yang biasa disebut dalam istilah agama Islam Thalak berasal dari kata Thallaqa berarti melepaskan (umpama seekor burung) dari sangkarnya atau melepaskan (seekor binatang) dari rantainya, jadi mentalag istri berarti melepaskan istri dan membebaskan dari ikatan perkawinan atau menceraikan istri. Perceraian dalam arti umum dibedakan atas thalak dan fasakh, dalam bahasa Arab disebut “Furqah” jamaknya furaq; Furaquzzawaj berarti putusnya ikatan perkawinan, karena itu tidak semua perceraian itu thalaq, tapi thalaq itu sebagian dari perceraian. (Djamil Latief, 1985 : 40)

Perkataan thalaq mengandung 2 arti yaitu:

1. Dalam arti umum berarti setiap perceraian yang timbul karena sebab- sebab dari pihak suami, seperti Khulu’, zhihar, li’an dan thalaq yang

diucapkan kepada istri baik dengan kata yang jelas (sharih) maupun dengan kata sindiran (kinayah).

2. Dalam arti sempit berarti perceraian yang timbul dari kata-kata thalaq dan seumpamanya yang diucapkan suami secara jelas (sharih) atau secara sindiran (kinayah) yang maksudnya melepaskan atau membebaskan istrinya dari ikatan perkawinan.

Bulgerlijk Wetboook mengartikan perceraian adalah “Putusnya suatu perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak dalam Bulgerlijk Wetboook mengartikan perceraian adalah “Putusnya suatu perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak dalam

Sedangkan menurut Soemiyati (1986: 103) perceraian dalam istialah ahli fiqi h disebut talak atau furqah. Adapun arti dari talak adalah “Membuka ikatan membatalkan perjanjian”. Furqah artinya bercerai yaitu lawan dari berkumpul.

Tentang putusnya perkawinan menurut UU No 1 Tahun 1974 dalam pasal

38 menyebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena (a) kematian, (b) perceraian, (c) atau putusan pengadilan, dan dalam pasal 39 (1) perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. (Soedaryo Soimin, 1992: 32)

Lebih lanjut oleh Ter Haar seperti yang dikutip oleh Hisako Nakamura (1990: 27) bahwa "Perceraian atas dasar kesepakatan bersama nampaknya secara umum dibenarkan oleh hukum adat, dan menurut hukum adat suatu masa perpisahan yang panjang mengawali perceraian".

Hisako (1990: 31) menegaskan lebih lanjut bahwa: "Pemutusan perkawinan merupakan pemutusan akad nikah atau

pemutusan perikatan dan berakibat prosedur dan sanksi hukum. Hukum untuk menyatakan cerai dalam hukum islam hanya diberikan kepada suami dan didalam Al- Qur’an tidak ditemukan ketentuan khusus yang melarang penggunaan hak itu secara sewenang-wenang oleh suami".

Tetapi pendapat Hisako di atas secara implisit telah ada pembatasan pada hak cerai mutlak dari seorang suami yaitu pada hadist yang bermakna bahwa thalaq atau perceraian merupakan perbuatan halal yang sangat dibenci oleh Allah. Jadi walaupun hak cerai secara hukum Islam berada di tangan suami tetapi dalam pelaksanaanya pun tidak dapat sewenang-wenang begitu saja menceraikan istri, harus disertai dengan alasan-alasan sah sebagaimana yang telah diatur dalam hukum islam.

Dari berbagai pengertian tentang perceraian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa perceraian merupakan salah satu bentuk putusnya perkawinan di samping karena kematian salah satu pihak, dan karena putusan Dari berbagai pengertian tentang perceraian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa perceraian merupakan salah satu bentuk putusnya perkawinan di samping karena kematian salah satu pihak, dan karena putusan

b. Alasan-Alasan Perceraian

Burgerlijk Wethbook menyebutkan tentang alasan perceraian menurut S.1933 No. 74, secara limitatif termaktub dalam pasal 52 yaitu:

1. Berzina

2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain dengan sengaja

3. Salah satu pihak selama perkawinan berlangsung mendapat hukuman penjara atau kurungan selam 2 tahun atau lebih perihal suatu kejahatan.

4. Penganiayaan berat oleh suami atau istri yang dilakukan terhadap pihak lain atau suatu penganiayaan sedemikian rupa sehingga dikhawatirkan bahwa pihak itu meninggal dunia atau suatu penganiayaan yang mengakibatkan luka-luka berat pada badan pihak yang dianiya.

5. Cacat badan atau penyakit yang timbul setelah perkawinan dilakukan sehingga perkawinan itu tidak akan bermanfaat.

6. Percekcokan yang terus menerus diantara suami istri yang tidak mungkin dapat diperbaiki lagi.

Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian menurut penjelasan pasal 30 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 adalah:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemandat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2(dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah karena hal lain diluar kemampuanya.

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun dan hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang dapat membahayakan pihak lain.

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri.

6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Berbagai alasan perceraian tersebut diatas pada dasarnya dapat disimpulkan tentang alasan perceraian adalah karena salah satu pihak berzina, melakukan penganiayaan berat, meninggalkan rumah (suami/istri) atau karena suatu penyakit.

c. Bentuk-Bentuk Perceraiaan.

Menurut hukum Islam dalam buku Djamil Latief (1985: 40) perceraian dapat digolongkan sebagai berikut:

1) Tindakan perceraian dari pihak suami

1.1 Thalaq Sudah menjad i ketentuan sya’ra bahwa thalaq itu adalah hak laki-laki atau suami dan hanya ia saja yang boleh menthalaq istrinya, orang lain biarpun familinya tidak berhak kalau tidak sebagai wakil yang sah dari suami tersebut. Islam menjadikan thalaq hak laki-laki ataupun suami adalah karena laki-laki atau suamilah yang dibebani kewajiban perbelanjaan keluarga / rumah tangga, nafkah istri, anak- anak dan kewajiban lain.

Oleh Hisako Nakamura (1990: 34) bahwa hukum Islam membagi-bagi tindak tanduk manusia dalam 5 katagori hukum dimana pernyataan talak dapat termasuk dalam salah satu kategori itu menurut keadaanya, yaitu sebagai berikut:

a. Wajib. Pernyataan talak menjadi wajib bilamana para penengah (hakam) gagal dalam tugasnya sehingga tidak ada jalan lain kecuali cerai.

b. Sunat. Pernyataan talak menjadi sunat bilamana istri tidak dapat menjaga kehormatannya sekalipun telah diberi nasehat tapi tidak mengacuhkannya.

c. Mubah. Pernyataan talak dibolehkan bila suami merasa ada hal- hal yang mendesak antara lain kurang pergaulannya dengan istri.

d. Makruh. Pernyataan talak itu makruh bila tidak ada alasan tertentu bagi suami untuk menceraikan istrinya.

e. Haram. Pernyataan talak itu haram bila istri dalam keadaan haid atau mereka telah melakukan persetubuhan setelah haid yang terakhir.

1.2 Ila’ Mengila’ istrinya ialah seorang suami bersumpah tidak akan

menyetubuhi istrinya. Dengan sumpah ini berarti seorang istri (wanita) telah ditalaq oleh suaminya. Ila’ hanya berlaku sampai 4

bulan suami harus memilih antara kembali kepada istrinya (menyetubuhinya) lagi dengan membayar kafarat sumpah atau menthalaqnya.

1.3 Dhihar Dhinar adalah suami menyerupakan istrinya seperti ibunya dengan dengan mengatakan kepada istri ”engkau serupa dengan punggung (belakang) ibuku”. Di samping suami mempunyai hak thalaq istri pun memiliki hak

thalaq dengan jalan tafwidl dari suaminya untuk menthalaq dirinya sendiri, tapi tidak mengugurkan hak thalaq yang ada tanda tangan suami.

2) Tindakan perceraian dari pihak istri

2.1 Tafwidl Thalaq merupakan hak kekuasaan suami karenanya ia bisa melakukannya sendiri dan bisa mempercayakan orang lain melakukannya tanpa mengurangi haknya itu. Dalam mempercayakan orang lain ini ada 2 jalan yaitu melalui lembaga perwakilan dimana suami mewakilkan orang lain untuk menjatuhkan thalaqnya kepada istrinya atau melalui lembaga tafwidl dimana suami mentafwidlkan yakni mendelegir kekuasaan kepada seseorang untuk menjatuhkan thalaqnya kepada istrinya. Seseorang itu bisa orang lain dan bisa istrinya sendiri inilah terdapat kemungkinan terjadinya perceraian oleh tindakan pihak istri.

3.) Persetujuan kedua belah pihak

3.1. Fasahk

Fasahk merupakan perceraian yang terjadi atas persetujuan kedua belah pihak dari suami istri sebagai usaha penyembuhan kehidupan perkawinan yang menderita gugatan baik disebabkan oleh salah satu pihak atau keduanya.

3.2 Mubara’ah Perkataan mubara’ah mempunyai arti tindakan untuk sama-

sama membebaskan . Mubara’ah berlaku sebagai perceraian yang tidak dapat dicabut kembali.

4.) Keputusan Hakim

4.1 Khuluk’ Khulu’ adalah semacam perceraian dengan keputusan hakim atas permintaan pihak istri.

Ada 4 alasan seorang istri iuntuk meminta khulu’

a. Suami mempunyai cacat

b. Suami miskin

c. Suami menghilang atau persangkaan ia telah meningggal dunia

d. Salah satu pihak dari suami istri murtad

4.2. Li’an Perceraian dengan li’an adalah perceraian karena tuduhan suami kepada istrinya, menuduh istrinya berzina tetapi tak dapat membuktikannya, perceraian ini dapat dicabut kembali untuk selamanya.

Bentuk-bentuk perceraian di atas sebagai bukti bahwa hak cerai tidak hanya mutlak di tangan suami tetapi dengan hak tafwidl dan khulu’ seorang istri pun dapat mengajukan gugatan cerai dengan alasan yang dapat di terima. Dari berbagai uraian di atas dapat dikatakan bahwa perceraian adalah putusnya suatu perkawinan baik yang dijatuhkan oleh suami yang ditetapkan oleh hakim maupun perceraian yang digugat oleh istri serta perceraian yangjatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau istri.

d. Faktor Penyebab Perceraian

Dalam sebuah keluarga sudah menjadi hal yang biasa jika ada perbedaan pendapat, tetapi hal yang tidak biasa jika konflik itu menjadi semakin besar dan mengancam kelangsungan perkawinan. Dari penelitian

Mar’atus Sholihati (2003: 57) sebelumnya mengemukakan bahwa faktor- faktor penyebab perceraian dalam keluarga pada umumnya yaitu:

1. Faktor krisis akhlak Sebab tipis atau kurangnya iman dapat menyebabkan suami atau istri melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama seperti minum-minuman keras, berjudi, berzina, atau mencuri. Jika suami atau istri mempunyai kebiasaan buruk seperti itu, hinggá sulit untuk dihilangkan atau tidak dapat diperbaiki lagi akhaknya akan membuat pasangan hidupnya merasa kesal, dan menanggung rasa malu terhadap orang lain. Apabila suami istri sudah tidak tahan lagi terhadap kelakuan pasangan hidupnya maka dia akan memilih mengakhiri perkawinannya daripada harus hidup menderita.

2. Faktor cemburu Dalam kehidupan rumah tangga sering kali timbul masalah saling mencemburui, seorang suami cemburu kepada istrinya kalau-kalau ia akan berbuat serong, demikian juga seorang istri cemburu kepada suaminya kalau-kalau dia berbuat serong. Pasangan suami istri yang mempunyai sifat cemburu akan memperkuat ikatan perkawinannya jika cemburunya timbul karena rasa cinta dari suami istri. Namun jika kecemburuan (cemburu buta) maka dapat menggocang keharmonisan rumah tangganya dan bukan tidak mungkin akan menyebabkan perceraian apabila pasangan hidupnya tidak memiliki kesabaran.

3. Faktor ekonomi Masalah ekonomi dapat menjadi penyebab perceraian jika suami tidak bekerja atau tidak mau berusaha mencari nafkah sehingga ekonomi rumah tangganya menjadi kurang atau tidak terpenuhi dan istrinya tidak bisa menerima keadaan seperti itu sehingga melakukan gugatan cerai.

Selain itu juga bisa disebabkan istri tidak bisa membelanjakan uang dengan baik dan bersifat boros serta merasa serba kurang sehingga ekomoni keluarga menjadi kacau. Keadaan ini dapat membuat suami mengambil langkah untuk menceraikan istrinya.

4. Faktor tidak ada tanggung jawab Suami istri harus mematuhi segala sesuatu yang diatur dan diucapkan pada saat ijab qabul sebagai konsekuensi dan tanggung jawab sebagai suami istri. Semua masalah yang timbul sudah menjadi konsekuensi suami istri untuk tanggung jawab. Namun jika suami istri itu kurang atau tidak mempunyai tanggung jawab dalam melaksanakan kewajibannya maka dapat menyebabkan pasanganya untuk menuntut perceraian. Sikap tidak tanggung jawab misalnya suami atau istri meninggalkan rumah tanpa pasangan hidupnya dan tanpa alasan yang jelas sehingga melalaikan tugasnya.

5. Faktor pihak ketiga Keutuhan dan kehormonisan sebuah rumah tangga dapat terganggu dengan hadirnya ataupun campur tangan orang lain / pihak ketiga yaitu pria idaman lain dalam arti berselingkuhan dan orang tua.

Jika salah satu pihak menghianati pasangannya, berselingkuh dengan pria atau wanita lain maka hal itu akan menyakiti perasaan pasanganya dan dapat menimbulkan perselisihan dan percekcokan dalam rumah tangganya dan akan memicu terjadinya perceraian.

Penyebab keretakan rumah tangga juga dapat disebabkan adanya campur tangan dari orang tua. Banyak suami istri setelah berumah tangga masih berkumpul dengan orang tuanya. Sering kali orang tua mengatur kehidupan rumah tangga anaknya. Adanya campur tangan orang ini dapat menyinggung perasaan suami atau istri karena merasa kurang dihargai dan merasa hak mengatur rumah tangganya hilang. Keadaan demikian dapat menggangu ketentraman rumah tangganya dan menyebabkan terjadinya perselisihan yang bisa mengakibatkan perceraian.

6. Faktor tidak ada keharmonisan Keluarga yang tidak harmonis dapat disebabkan oleh beberapa hal misalnya antara suami istri sering terjadi salah paham, beda pendapat atau prinsip sehingga timbul perselisihan dan percekcokan yang tidak jarang berakhir dengan perceraian. Selain itu bisa disebabkan karena masalah seks yang kurang terpenuhi atau kurang terpuaskan oleh pasangannya. Ketidakhadiran anak yang disebabkan kemandulan salah satu pihak dapat menjadi sebab untuk menuntut perceraian.

e. Akibat Perceraian

Hal-hal yang perlu dilakukan oleh pihak istri maupun suami setelah terjadinya perceraian diatur dalam pasal 41 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak- anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya.

2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memberi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. (Soemiyati, 1986 : 149-150). Jadi dapat di simpulkan bahwa walaupun dalam keluarga sudah terjadi

perceraian tidak berarti beban dan pembiayaan hidup serta pendidikan di bebankan pada ayah atau ibu saja. Tetapi kedua orang tua harus bersama-sama dalam mendidik buah hati dari hasil perkawinan mereka . Jadi setelah perceraian hubungan antara orang tua dan anak tidak ikut putus. Orang tua masih mempunyai hak dan kewajiban kepada anak.

2. Tinjauan tentang Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah

Keluarga terbentuk dari perkawinan dua orang yang mempunyai kebiasaan dan watak yang berbeda dan dalam perkawinan itu bertujuan untuk membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, sehingga dalam keluarga itu,harus ada penyesuaian-penyesuaian antara keduanya. Keluarga yang sakinah merupakan impian setiap orang. Keluarga sakinah (harmonis) itu merupakan keluarga dengan suasana dan keadaan yang damai, rukun dan tentram, karena setiap keluarga saling menyayangi, menghormati dan dihargai serta saling membantu. Selain itu setiap anggota keluarga melaksanakan hak dan kewajiban secara seimbang, serta keluarga yang harmonis itu mempunyai hubungan yang selaras dengan lingkungan sekitar.

Keluarga Sakinah menurut Dirjend Bimas dan Penyelenggaraan Haji, Departemen Agama Republik Indonesia (2003: 25), yaitu:

"Keluarga sakinah (harmonis) yaitu keluarga yang dibina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat spiritual dan material secara layak dan seimbang, meliputi suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungan dengan selaras, serasi serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlak yang mulia."

Dari pendapat itu maka dapat disimpulkan bahwa keluarga sakinah, mawaddah, warahmah adalah adanya keutuhan keluarga, adanya kecocokan di antara mereka dan adanya hubungan timbal balik dari semuanya sehingga tercipta keadaan yang tenang damai, karena berkurangnya ketegangan dan rasa kecewa dari anggota keluarga. Setiap anggota keluarga saling menjaga dan menghargai satu sama lain, dan menjalankan perannya masing-masing, serta mempunyai hubungan yang baik dengan lingkungan sekitarnya.

Untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah (harmonis) ada beberapa hal yang harus diusahakan oleh setiap anggota keluarga, menurut Dirjend Bimas Islam Penyelenggaraan Haji, Depag RI (1994), ada garis-garis umum yang bisa dipakai oleh suami istri sebagai patokan untuk membina rumah tangga harmonis dan bahagia sebagai berikut:

a) Saling pengertian antar suami istri, hormat menghormati dan harga

menghargai sehingga terbina kehidupan yang rukun dan damai.

b) Setia dan cinta mencintai sehingga dapat dicapai ketenangan dan

ketentraman lahir batin yang menjadi pokok kekalnya hubungan

c) Mampu menghadapi persoalan-persoalan dan kesukaran-kesukaran yang mendatang dengan tenang dan bijaksana, tidak terburu-buru dan salah menyalahkan, tetapi dengan kepal dingin mencari jalan keluar untuk mengatasi kesulitan

d) Percaya mempercayai, saling membantu dan seia sekata dalam memikul tugas kerumahtanggaan. Tidak berbuat sesuatu yang menimbulkan kecurigaan, kegelisahan dan keretakan

e) Dapat memahami kelemahan dan keragu-raguan yang ada pada setiap manusia dan saling memaafkan keterlanjuran yang tidak disengaja

f) Selalu konsultasi dan musyawarah dan jika ada sesuatu kesulitan dibicarakan dengan hati terbuka, tidak segan meminta maaf jika merasa bersalah, yang demikian akan menambah kokohnya hubungan cinta kasih

g) Jangan menyulitkan dan menyiksa pikiran, tetapi lapang dada dan terbuka

h) Hormat menghormati keluarga masing-masing, apalagi dengan ibu mertua, jauhkan syak wasangka, apalagi curiga mencurigai

i) Dapat mengusahakan sumber penghidupan yang layak untuk seluruh keluarga j) Kecuali hal-hal di atas maka anak dan anggota keluarga lain juga memegang peranan penting dalam membina rumah tangga bahagia

Jadi untuk membina keluarga yang sakinah (harmonis) maka setiap anggota keluarga khususnya ayah ibu harus saling mengisi dan saling mengerti. Setiap permasalahan harus diselesaiksn dengan baik agar tidak terjadi kesalah pahaman antar satu dengan yang lainnya. Anak-anak juga ambil bagian penciptaan ketenangan dalam keluarga, anak tidak hanya sebagai pelengkap kebahagiaan keluarga.

Menurut Ahmad Rafie Baihaqy (2006: 141-142) menyebutkan bahwa Keluarga yang dapat disebut sebagai keluarga sakinah harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Kehidupan beragama keluarga  Dilihat dari segi keimanan kepada Allah murni, taat kepada Allah

dan Rasulnya, cinta kepada Rasullullah dengan mengamalkan misi yang diembannya, mengimani kitab-kitab Allah dan Al- Quran

 Dari segi ibadah, mampu melaksanakan ibadah baik ibadah wajib maupun ibadah sunnah. Selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya

 Dari segi pengetahuan agama, memiliki semangat untuk mempelajari, memahami dan memperdalam ajaran Islam. Taat melaksanakan tuntunan akhlak mulia, disamping itu kondisi rumahnya Islami.

b. Pendidikan keluarga Dalam suatu keluarga orang tua mempunyai kewajiban untuk memotivasi terhadap pendidikan formal bagi setiap anggota keluarganya, membudayakan gemar membaca, mendorong anak untuk melanjutkan dan menyelesaikan sekolahnya sampai jenjang yang lebih tinggi jika orang tua mampu.

c. Kesehatan keluarga Semua anggota keluarga menyukai olahraga sehingga tidak mudah terkena penyakit, kalau sakit segera berobat ke dokter, mendapat imunisasi pokok, keadaan rumah dan lingkungan memenuhi kriteria lingkungan rumah sehat, mendapat cahaya matahari yang cukup, sanitasi lengkap dan lancar, lingkungan yang bersih dan terbebas dari sarang nyamuk yang mana hal ini dapat menyebabkan timbulnya penyakit.

d. Ekonomi keluarga Dalam hal ekonomi suami dan istri mempunyai pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. Pengeluaran tidak melebihi pendapatan, bahkan kalau bisa ditabung.

e. Hubungan sosial keluarga yang harmonis Hubungan suami istri yang harmonis, saling mencintai, menyayangi, saling membantu, menghormati, mempercayai, saling terbuka, saling pengertian dan saling memiliki sikap pemaaf. Demikian pula hubungan orang tua dan anak. Orang tua disini bisa menjadi teman bagi anak sehingga mereka akan merasa enjoy karenanya. Anak berkewajiban menghormati, menghargai, mantaati, menunjukkan cinta kasih kepada orang tuanya. Dan yang terpenting anak selalu mendoakan kedua orang tuannya. Selain hubungan dengan keluarga maka hubungan sosial dengan tetangga juga diupayakan menjaga keharmonisan dengan jalan saling tolong menolong, menghormati, mempercayai dan mampu berbahagia dengan kebahagiaan tetangganya, tidak saling bermusuhan dan saling memaafkan.

3. Tinjauan tentang Sikap Anak

a. Pengertian tentang Sikap

Sikap tidak lepas dari kehidupan manusia. Apabila sikap sudah terbentuk dalam kehidupan diri individu, maka sikap yang terbentuk akan turut menentukan tingkah lakunya dalam menghadapi situasi tertentu. Oleh karena itu perlu diketahui berbagai pengertian sikap dari beberapa ahli, sebagai berikut:

Azwar, Saifudin (1988: 5) berpendapat bahwa sikap adalah ''Suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan". Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memiliki maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada objek tersebut. Sikap sebagai keteraturan (afeksi), pemikiran (kognisi), tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya.

Azwar menyatakan sikap sebagai keadaan yang menunjukan sebagai kesikapan dan kesedihan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan dari motif tertentu. Hal demikian berbeda dengan pendangan Mar'at (1981: 9-12) yang menyatakan bahwa "Sikap memiliki tiga komponen, yaitu: (1) Komponen kognitif yang berhubungan dengan kepercayaan, ide, dan konsep, (2) komponen afektif yang menyangkut kehidupan emosional seseorang dan (3) Komponen konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku".

Menurut Koentjaraningrat (1983: 26) menyebutkan "adanya sikap mental yang dipengaruhi oleh nilai budaya seseorang atau masyarakat". Sikap dinyatakan oleh Koentjaraningrat adalah merupakan wujud ideal kebudayaan yang hidup dalam masyarakat dan seolah-olah berada dalam diri individu tersebut. Konsepsi yang ada dalam sistem nilai budaya tersebut mengakar dalam diri seeorang individu sehingga sukar berubah dalam kurun waktu tertentu.

Definisi-definisi yang dikemukakan tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa pada prinsipnya sikap merupakan reaksi seseorang terhadap ide atau objek di sekitar yang memiliki komponen perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), tindakan (konasi). Dengan demikian sikap yang di miliki seseorang terhadap suatu objek tertentu mencerminkan perilaku orang yang bersangkutan. Jika sikapnya positif, diharapkan perilakunya juga positif, sebaliknya jika sikapnya negatif, perilakunya juga negatif.

1) Ciri-Ciri dan Unsur-Unsur Sikap

Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong dan menimbulkan suatu tingkah laku tertentu dan sikap itu Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong dan menimbulkan suatu tingkah laku tertentu dan sikap itu

Adapun ciri-ciri sikap menurut Gerungan (1981 : 151-152) adalah sebagai berikut:

a) Atitute bukan dibawa sejak lahir, tetapi dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan seseorang dalam hubungannya dengan obyek.

b) Atitute tidak dapat berubah-ubah namun dapat berubah pada seseorang bila terdapat keadaan dan syarat-syarat tertentu yang dapat mempermudah sikap seseorang.

c) Sikap tidak dapat berdiri sendiri, namun senantiasa

mengandung hubungan tertentu terhadap obyek.

d) Obyek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, dapat juga

merupakan suatu kumpulan dari hal-hal tertentu.

e) Atitute mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Menurut Mar’at (1981: 13) adalah sikap terdiri dari beberapa

unsur yang satu dengan yang lain saling terkait dan tidak dapat dipisahkan, adapun unsur-unsurnya adalah:

1) Unsur kognisi yang hubungannya dengan bakat, ide dan konsep.

2) Unsur afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang.

3) Unsur emosional yang merupakan kecenderungan bertingkah laku.

Jadi sikap merupakan kumpulan berfikir, keyakinan dan pengetahuan. Namun di samping itu, memiliki evaluasi negatif dan positif yang bersifat emosional. Hal ini disebabkan unsur afeksi, pengetahuan dan perasaan merupakan sikap yang akan menghasilkan tingkah laku. Jadi sikap terdiri dari beberapa unsur yang mencakup aspek kognisi, afeksi, dan emosional. Ketiga unsur tersebut tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dapat dipisahkan, karena predisposisi atau keterkaitan suatu masalah untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek tertentu akan selalu diwarnai aspek kognisi, afeksi dan emosi seseorang.

2) Pembentuk dan Hal-Hal yang Mempengaruhi Sikap

Secara garis basar penbentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor pokok yaitu:

1) Faktor individu itu sendiri atau faktor dari dalam, yang dimaksud faktor dari dalam adalah bahwa apa yang datang dari luar tidak semuanya begitu saja akan diterimanya, tetapi individu mengadakan seleksi mana yang diterima dan mana yang ditolak.

2) Faktor luar atau ekstern yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang ada diluar individu yang merupakan rangsangan atau stimulus atau yang mengubah sikap (Bimo Walgito, 1987: 55-56).

Dalam hubungannya dengan masalah ini, faktor-faktor yang dapat mengubah sikap menurut Bimo Walgito (1987: 56) adalah sebagai berikut:

1) Kekuatan atau force dapat memberikan suatu keadaan atau situasi yang dapat mengubah sesuatu sikap. Kekuatan dapat bermacam-macam bentuknya, misalnya kekuatan fisik.

2) Berubahnya norma kelompok, bila seseorang telah menginternalisasikan norma kelompok maka yang akan diambil oper atau dijadikan normanya sendiri.

3) Berubahnya membership group, maksudnya individu itu akan bergabung dalam berbagai macam kelompok yang ada dalam masyarakat, baik karena adanya dorongan alami, karena membutuhkan, berhubungan dengan individu yang lain, maupun karena adanya kepentingan atau tujuan yang bersamaan.

4) Berubahnya reference group adalah terbentuknya norma- norma baru yang mendesak norma lama. Dengan terbentuknya nilai norma yang baru itu akan terbentuk pula sikap-sikap yang baru sesuai bengan norma-norma yang ada.

5) Membentuk kelompok yang sama sekali baru, dimana dengan membentuk kolompok yang sama sekali baru dapat akan mengubah atau membentuk sesuatu sikap yang baru pula. Dengan pembentukan kelompok baru akan membentuk norma yang baru dan dengan terbentuknya norma baru akan memungkinkan terjadinya sikap yang baru sesuai dengan norma yang ada.

Mar’at (1981: 131) berpendapat bahwa situasi-situasi yang mempengaruhi sikap ada dua yaitu dinamika kelompok dan situasi khusus.

Dalam suatu kelompok sosial sikap individu sebagai anggota suatu kelompok selalu berusaha menyatakan diri atau menyatakan keberadaannya dalam suatu pola hubungan antar individu atau kelompok.

Sikap merupakan produk kultur yang sering bersifat situasional. Situasi khusus disebutkan mempengaruhi sikap bisa dicontohkan dalam suatu situasi perorangan misalnya situasi peperangan, keadaan menjadi tegang, dan orang- orang panik, karena kebutuhan.

3) Cara Pengukuran Sikap