BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Kajian Teori 2.1.1 Modul Pembelajaran 2.1.1.1.Pengertian Modul Pembelajaran - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Modul Pembelajaran Matematika dengan Menerapkan Pendekatan Saintifik dalam

  

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Kajian Teori

2.1.1 Modul Pembelajaran

  2.1.1.1.Pengertian Modul Pembelajaran

  Modul pembelajaran satuan program belajar yang terkecil yang dapat dipelajari oleh peserta didiksendiri secara perseorangan atau diajarkan oleh peserta didikkepada diri nya sendiri “self-instructional” pendapat ini mengacu menurut (Winkel, 2009:472). Sedangkan menurut (Ilham Anwar, 2010: 46) modul pembelajaran merupakan bahan ajar yang disusun secara sistematis dan menarik dimana didalam modul pembelajaran tersebut mencakup isi materi, metode dan evaluasi yang dapat digunakan secara mandiri (belajar sendiri) untuk dapat mencapai kompetensi yang diharapkan secara mandiri.

  Berdasarkan pengertian modul pembelajaran yang telah diutarakan oleh Winkel dan Ilham Anwar di atas maka penulis menyimpulkan bahwa modul pembelajaran adalah salah satu bentuk bahan ajar cetak yang memiliki sifat “self-

  instructional dimana didalam modul tersebut memuat suatu konsep yang mencakup

  seluruh materi yang akan dipelajari, metode yang digunakan dalam proses pembelajaran dan evaluasi yang dapat memberikan penilaian dari hasil pembelajaran. Selain itu modul pembelajaran dapat digunakan secara mandiri dan dikemas secara sistematis agar dapat membuat modul tersebut terlihat menarik sehingga dapat menarik minat peserta didikuntuk belajar. Dari modul tersebut berharap dapat meningkatkan hasil belajar dan rasa suka terhadap pelajaran matematika bertambah.

  2.1.1.2.Karakteristik Modul

  Menurut Syauqi (2012 dalam Chosim S. Widodo dan Jasmadi 2008:50) agar modul mampu meningkatkan motivasi dan efektifitas penggunaanya, modul harus memiliki kriteria yang dapat menarik minat siswa. Kriteria modul pembelajaran dibedakan menjadi lima jenis, kelima jenis tersebut diantaranya: Self instructional,

  salf contained, berdiri sen diri “Stand Alone”, Adaptif, Bersahabat “User Friendly”.

  Dari kelima karakteristik modul tersebut penulis memilih salahsatu karakteristik yang disebutkan yaitu karakteristik “Self instructional” karena karakter ini dirasa cocok untuk diterapkan dalam Modul Pembelajaran Matematika Khususnya Pada Materi

  Pecahan untuk Kelas 5 SD N 01 Jumo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan.

  Modul dapat dikatakan mempunyai karakteristik “Self instructional” apa bila peserta didikdapat belajar secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain (teman, guru atau pun yang lainnya) pada saat melakukan proses belajar. Untuk memenuhi karakter self instruction tersebut maka peneliti harus: (1) membuat tujuan yang pembelajaran yang jelas dan dapat menggambarkan pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, (2) memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan yang kecil/ spesifik dan menarik, sehingga memudahkan peserta didikuntuk mempelajari dan peserta didikakan belajar hingga materi selesai, (3) menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan materi yang akan dipaparan pada saat pembelajaran. (4) menyantumkan berbagai macam soal-soal latihan, tugas, dan sejenisnya yang yang dapat mengukur penguasaan materi siswa. (5) kontektual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana yang dialami (sebenarnya), tugas atau konteks kegiatan dan lingkungan siswa. (6) menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif agar peserta didiklebih mudah memahami maksud dari setiap perintah yang ada di dalam modul pembelajaran. (7) menyantumkan rangkuman materi pembelajaran (8) menuliskan instrument penilaian, yang memungkinkan peserta didikmelakukan penilaian sendiri (self

  

assessment ). (9) selalu memberikan umpan balik atas apa yang telah dikerjakan oleh

  siswa, sehingga peserta didikmengetahui seberapa tinggi tingkat mereka dapat menguasai materi. (10) memberikan informasi tentang rujukan/ pengayaan/ referensi yang mendukung materi pembelajaran yang telah disajikan.

2.1.1.3.Komponen-Komponen Modul Pembelajaran

  Menurut Mustaji (2008: 30-32) komponen-komponen modul pembelajaran dibagi menjadi tujuh. Dari kebujuh komponen tersebut: (a) perumusan tujuan instruksional yang eksplisit dan spesifik, tujuan tersebut dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang diharapkan dari peserta didiksetelah mereka mempelajari modul, (b) petunjuk guru. Petunjuk guru ini memuat tenyang penjelasan bagi cara untuk mengajarkan sebuah materi kepada peserta didikagar dapat terlaksana dengan efisien, memberikan penjelasan tentang macam-macam kegiatan yang dilaksanakan oleh peserta didik. Modul pembelajaran berisi materi-materi pelajaran yang harus dikuasai oleh peserta didikserta dicantumkan buku sumber yang harus dipelajari peserta didikuntuk melengkapi materi, (d) Lembar Kerja Siswa (LKS) ini berisikan pertanyaan-pertanyaan yang ada pada lembar kegiatan yang harus dikerjakan peserta didiksetelah mereka selesai menguasai materi, (e) kunci lembar kerja peserta didikdigunakan untuk mengoreksi sendiri jawabannya dengan menggunakan kunci lembar kerja setelah mereka berhasil mengerjakan lembar kerja, (f) lembar evaluasi ini berupa pest test dan rating scale, hasil dari post-test inilah yang dijadikan guru untuk mengukur tercapai tidaknya tujuan modul pembelajaran yang mana membantu proses pembelajaran siswa, (g) kunci lembar evaluasi test dan rating scale beserta kunci jawaban yang tercantum pada lembaran evaluasi. Lembar evaluasi tersebut digunakan untuk mengetahui apakah modul pembelajaran matematika layak digunakan atau tidak.

2.1.1.4.Prosedur Penyusunan Modul

  Modul Pembelajaran Matematika disusun berdasarkan prosedur pengembangan suatu modul pembelajaran. ,dalam prosedur penyusunan modul pembelajaran diantaranya; 1) analisis kebutuhan, 2) pengembangan desain modul, 3) implementasi, (4) penilaian, evaluasi dan validasi, serta jaminan kualitas. Pengembangan desain modul pembelajaran dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu menetapkan strategi pembelajaran dengan menggunakan media, memproduksi modul, dan mengembangkan perangkat penilaian suatu produk. Dengan demikian, modul disusun dengan desain yang telah ditetapkan. Dalam konteks ini, desain modul ditetapkan berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun oleh guru dengan modul pembelajaran dibuat sesuai dengan kebutuhan peserta didikyang telah dianalisis oleh guru.

  Materi atau isi modul pembelajaran yang ditulis harus sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun. Isi modul pembelajaran harus mencakup substansi yang dibutuhkan untuk menguasai suatu kompetensi. Satu modul pembelajaran disarankan terdiri dari 2-4 kegiatan pembelajaran. Apabila pada Standar Kompetensi yang ada pada KTSP/ Silabus/ RPP ternyata memiliki lebih dari 4 kompetensi dasar, maka sebaiknya dilakukan reorganisasi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) terlebih dahulu. Berikut ini langkah-lngkah penyusunan modul pembelajaran.

1. Analisis kebutuhan modul

  Analisis kebutuhan modul merupakan kegiatan menganalisis silabus dan RPP untuk memperoleh informasi mengenai materi yang dibutuhkan oleh peserta didik. Selain itu penilis dapat mengetahui kedalaman materi yang telah diprogramkan. Nama atau judul modul sebaiknya disesuaikan dengan kompetensi yang terdapat pada silabus dan RPP. Pada dasarnya pada setiap satu Standar Kompetensi dikembangkan menjadi satu modul dan satu modul terdiri dari 2-4 kegiatan pembelajran.

  Tujuan dari analisis kebutuhan modul pembelajaran itu sendiri adalah untuk mengidentifikasi dan menetapkan jumlah modul yang harus dikembangkan dalam satu satuan program tertentu. Satuan program tertentu dapat diartikan sebagai satu tahun pelajaran, satu semester, satu mata pelajaran atau yang lainnya.

  Analisis kebutuhan modul pembelajaran itu sendiri dapat dilakukan dengan enam langkah-langkah. Keenam langkah tersebut diantaranya sebagai berikut: (a) tetapkan satuan program yang akan dijadikan batas/ lingkup kegiatan yang akan dikembangkan apakah akan dibuat program tahunan atau bulanan, (b) periksa kembali apakah sudah ada program atau rambu-rambu oprasional untuk pelaksanaan program tersebut, (c) identifikasi dan analisislah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan dipelajari, sehingga diperoleh materi pembelajaran yang perlu dipelajari untuk menguasai indicator yang tersebut, (d) langkah selanjutnya adalah menyusun dan mengorganisasi satuan atau unit bahan belajar yang dapat mewadahi materi-materi yang telah ditentukan. Satuan bahan ajar ini diberi nama dan dijadikan sebagai judul modul, (e) dari daftar satuan bahan ajar (modul) yang dibutuhkan perlu dilakukan identifikasi untuk mengetahui mana yang sudah ada dan yang belum tersedia disekolah, (f) lakukan pembuatan modul pembelajaran berdasarkan prioritas kebutuhannya yang ada disekolah dan diperlukan oleh siswa.

  Untuk menganalisis kebutuhan Modul Pembelajaran Matematika dapat dilakukan dengan membuat format analisis kebutuhan Modul Pembelajaran Matematika. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis kebutuhan Modul Pembelajaran Matematika. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

  

Tabel 1

Format Analisis Kebutuhan Modul

  Mata Pelajaran : Standar Kompetensi : Kompetensi

  Dasar Pengetahuan Keterampilan Sikap

  Judul Modul

  Ketersediaan Tersedia

  Belum Tersedia

  Setelah kebutuhan modul telah diperoleh, langkah selanjutnya adalah membuat peta modul. Peta modul merupakan tata letak atau kedudukan modul pada suatu satuan program yang digambarkan dalam bentuk diagram. Pembuatan peta modul sendiri disusun dengan mengacu kepada diagram pencapaian kompetensi yang terdapat dalam KTSP. Setiap judul modul yang telah terbentuk langkah selanjutnya adalah menganalisis modul tersebut apakah sesuai dengan modul yang lainnya. Pemetaan modul dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  

Bagan 1

Pemetaan Modul

Silabus/RPP

  Analisis Kebutuhann Pengetahuan, keterampilan, sikap.

  Judul Modul Pemetaan

  Daftar Judul Modul Peta Modul

2 Desain Modul

  Desain penulisan modul yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun oleh guru kelas. Dalam RPP telah memuat strategi pembelajaran dan media yang akan digunakan, garis besar materi pembelajaran dan metode penilaian serta perangkatnya proses pembelajaran yang lain. Dengan demikian, RPP merupakan desaian dalam penyusunan/ penulisan modul pembelajaran.

  Penulisan Modul Pembelajaran Matematika disusun dengan diawali dengan menyusun konsep modul. Penulisan modul dilakukan sesuai dengan RPP yang telah dirancang oleh guru kelas. Namun, apabila RPP belum tersedia maka dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. (a) tetapkan kerangka materi yang akan disusun dalam Modul Pembelajaran Matematika, (b) tetapkan tujuan akhir (performance objective) dari pembelajaran tersebut, yaitu kemampuan yang harus dicapai peserta didik setelah selesai belajar dengan menggunakan Modul Pembelajaran Matematika, (c) tetapkan tujuan yang akan dicapai, yaitu kemampuan spesifik yang diperoleh peserta didiksetelah belajar dengan menggunakan Modul Pembelajaran Matematika, (d) siapkan lembar evaluasi untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang diraih saat menyusun Modul Pembelajaran Matematika, (e) tetapkan garis-garis besar materi yang akan dibahas pada Modul Pembelajaran Matematika, yaitu dengan cara menganalisis komponen-komponen Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, indikator, deskripsi materi secara jelas dan singkat,pertimbangkan estimasi waktu yang diperlukan disetiap pertemuannya, dan sumber pustaka apa bila RPP-nya sudah ada, (f) materi/ substansi yang ada di dalam modul berupa konsep/ prinsip-prinsip, fakta penting yang terkait dan dapat mendukung untuk pencapaian kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik, (g) tugas, soal, dan praktik/ latihan yang harus dikerjakan oleh peserta didik, (h) evaluasi atau penilaian yang bervungsi untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam menguasai Modul Pembelajaran Matematika, dan (i) kunci jawaban dari setiap soal harus sesuai dan tepat.

  Langkah-langkah penyusunan buram modul ini digunakan untuk membantu membuat garis besar suatu modul pembelajaran yang akan dibuat. Dengan penyusunan buram modul diharapkan dapat membantu memudahkan menyusun konsep modul pembelajaran yang akan dirancang. Adapun langkah-langkah penyususnan buram (konsep) modul dapat dilihat pada bagan 2 berikut ini.

  

Bagan 2

Penyusunan Buram/ Konsep Modul

  3. Implementasi Implementasi pembelajaran dilaksanakan susai dengan alur yang telah dituliskan dalam modul pembelajaran. bahan, alat, media, dan lingkungan belajar yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran diupayakan dapat dipenuhi agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dan peserta didik dapat belajar dengan nyaman.

  4. Penilaian Penilaian hasil belajar dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat penguasaan materi disetiap peserta didik setelah mempelajari seluruh materi yang ada dalam modul pembelajaran. Penilaiian pelaksanaan mengikuti ketentuan yang telah dirumuskan di dalam modul pembelajaran. Penilaian hasil belajar dilakukan dilakukan dengan menggunakan instrument yang telah dirancang di dalam modul.

5. Evaluasi dan Validasi

  Modul pembelajaran yang masih digunakan dalam kegiatan pembelajaran, secara periodic harus dilakukan evaluasi dan validasi. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui dan mengukur apakah implementasi pembelajaran dengan modul dapat dilakukan sesuai dengan desain pengembangannya. Untuk memenuhi evaluasi dapat dikembangkan suatu instrument evaluasi yang didasarkan pada karakteristik modul tersebut. Instrument ditujukan baik untuk guru maupun peserta didik, karena keduanya terlibat langsung dalam proses implementasi suatu modul. Dengan demikian hasil evaluasi dapat objektif.

  Sedangkan validasi merupakan proses untuk menguji kesesuaian modul dengan kompetensi yang menjadi target belajar. Bila isi modul sesuai (evektif) untuk mempelajari kompetensi yang menjadi target belajar, maka modul dinyatakan valid (sahih). Validasi dapat dilakukan dengan cara meminta bantuan ahli yang menguasai kompetensi dibidangnya. Bila tidak ada, maka dilakukan oleh guru yang mengajar pada bidang atau kompetensi yang ditentukan.

  Prosedur ini harus dilakuan karena hasil penilaian dari evaluasi dan validasi dapat membantu untuk mengetahui tingkat kelayak modul, kedalaman materi, kesesuaian materi, kekurangan dan kelemaham dari modul tersebut. Hasil validasi ini kemudian digunakan sebagai bahan untuk merevisi modul pembelajaran agar modul menjadi lebih menarik dan layak untuk digunakan.

  Apabila hasil penilaian pakar (ahli) menunjukkan nilai kurang (dibawah rata- rata dapat digunakan) maka modul pembelajaran harus diperbaiki terlebih dahulu. Namun apabila modul pembelajaran telah mendapatkan nilai yang menyatakan modul tersebut dapat dilakukan maka dapat lanjut ketahap senjutnya. Itulah sebabnya mengapa revisi dan validitas sangatlah diperlukan didalam pembuatan modul pembelajaran ini. Untuk dapat mengetahui alur revisi dan validasi produk dapat dengan lebih jelas dapat dilihat pada bagan 3 berkut ini.

  Bagan 3 Validasi Modul

  Draft Validator

  Penyempurnaan Validasi

  Penyempurnaan Uji

  Coba Modul 6. Jaminan Kuwalitas

  Untuk menjamin bahwa modul yang disusun telah memenuhi ketentuan- ketentuan yang dilakukan dalam pengembangan suatu modul pembelajaran, maka selama proses pembelajarannya perlu dipantau untuk meyakinkan bahwa modul tersebut disusun sesuai dengan desain yang ditetapkan. Demikian pula, modul yang dihasilkan perlu diuji untuk mengetahui kualitas modul pembelajara. Untuk menjaminan mutu suatu modul pembelajaran, dapat dikembangkan suatu standar oprasional prosedur dan istrumen untuk menilai kuwalitas suatu modul pembelajaran.

2.1.1.5.Keunggulan dan Keterbatasan Modul Pembelajaran

  Dalam sebuah bahan ajar pasti ada kelemahan dan kelebihannya. Hal tersebut berlaku pula pada modul pembelajaran. Modul pembelajaran terdapat beberapa kelemahan dan kelebihan yang dapat digunakan untuk behen pertimbangan apabila akan membuat sebuah modul pembelajaran. Berikut ini adalah kelemahan dan kebihan modul pembelajaran yang dituliskan pada tabel 2 berikut ini.

  

Tabel 2

Analisis Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Saintifik Komponen Kelebihan Kelemahan

  Mengamati  Peserta didik senang dan tertantang apabila belajar dengan menngunakan modul,  Memfasilitasis peserta didik untuk memenuhi rasa ingin tahunya,  peserta didik dapat menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.

   Peserta didik diharapkan dapat menyajikan media pembelajaran secara nyata,  Dalam prosesnya, peserta didik seringkali acuh tak acuh terhadap fenomena alam.

   Motivasi peserta didik rendah,  Memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang,  Biaya dan tenaga relatif banyak,  Jika tidak terstruktur dengan baik akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.

  Menanya  Bertanya, membuat peserta didik proaktif dalam mencari pembuktian atas penalarannya. Hal ini memicu mereka untuk bertindak lebih jauh ke arah positif seperti keinginan tahuan yang tinggi untuk membuktikan jawaban atas pertanyaannya,  Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran.

   Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta bertanya,  Jenis pertanyaan terkadang kyrang relevan.

   Kualitas pertanyaan peserta didik masih rendah.  Kemampuan awal menjadi tolak ukur peserta didik untuk bertanya sehingga intensitas bertanya dalam kelas sangat bergantung pada kemampuan awal yang didapat dari jenjang atau materi sebelumnya.

   Tidak semua peserta didik memiliki keberanian untuk bertanya.  Terkadang peserta didik beranggapan bahwa bertanya berarti cenderung tidak pintar

  Menalar  Melatih peserta didikuntuk mengkaitkan hubungan sebab- akibat

   Peserta didik terkadang malas untuk menalar sesuatu karena sudah terbiasa mendapatkan informasi  Merangsang peserta didik langsung oleh guru. untuk berfikir tentang kemungkinan kebenaran dari sebuah teori.

   Peserta didik merasa lebih  Percobaan yang dilakukan tertarik terhadap pelajaran oleh peserta didik seringkali dalam menemukan atau tidak diikuti oleh rasa melakukan sesuatu ketelitian dan kehati-hatian peserta didik. didik diberikan

   Peserta kesempatan untuk  Memerlukan waktu yang membuktikan kebenaran atas lebih dalam menemukan penalarannya jawaban atas percobaan

  Mencoba ilmu yang  Membuat didapatkan melekat dalam waktu yang lebih lama dibandingkan diberitahu langsung oleh guru.

   Melatih peserta didik untuk bertindak teliti, bertanggungjawab, cermat dan berhati-hati.

  Mengomuni

   Peserta didik dilatih untuk dapat  Tidak semua peserta didik bertanggung jawab atas hasil berani menyampaikan ide

  kasikan

  temuannya. gagasan atau hasil penemuannya  Peserta didik diharapkan dapat membuat/ menyusun

   Tidak semua peserta didik ide secara terstruktur agar pandai dalam menyampaikan mudah disampaikan. informasi

2.1.2 Hakikat Matematika di Sekolah Dasar

2.1.2.1.Pengertian Pembelajaran Matematika SD

  Pembelajaran merupakan proses kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan Hamzah R. Uno (2010: 83). Hal tersebut perlu dilakukan sebagai penunjang proses pembelajaran. Menurut Ruseffendi dalam Heruman (2008:1) matematika yaitu bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi (mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya kedalil). Sedangkan menurut Reys dalam Sri Subarinah (2006:1) matematika merupakan telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berfikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Oleh karena itu, hakikat matematika yaitu mempunyai objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan dan pola piker yang deduktif (Soedjadi dalam Haruman, 2008: 1).

  Jadi berdasarkan pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu yang mempunyai pola saling berkaitan antara bilangan dan mempelajari tentang struktur apstrak serta pola fikir yang deduktif.

  2.1.2.2.Tujuan Pembelajaran Matematika SD

  Menurut BNSP tahun 2006 Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (1) memahami konsep matematika, agar peserta didik dapat menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan serta pernyataan matematika dengan baik, (3) dapat memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika yang kreatif dan inovatif, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

  Dari pendapat diatas maka dapat dikerucutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah untuk membimbing peserta didik untuk dapat menjadi pribadi yang kreatf, inofatif, cekatan dan mempunyai sikap saling menghargai.

  2.1.2.3.Kompetensi Dasar Matematika SD

  Yang tercantum dalam Peraturan Mentri Pendidikan Nasional (Permendiknas No 22 Tahun 2006) Standar Kompetensi dan kompetensi dasar matematika disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan Matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.

  Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model pembelajaran Matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.

  Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep pembelajaran matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Berikut tabel Standar Kompetensi dan kompetensi dasar Matematika kelas 5 Sekolah Dasar.

  Tabel 3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas V, Semester 2 STANDAR KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI

  5.1 Mengubah pecahan ke bentuk persen dan decimal serta

  Pecahan sebaliknya.

  5.2 Menjumplahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan pecahan

5 Menggunakan

  dalam

  5.3 Mengaitkan dan membagi berbagai bentuk pecahan pemecahan

  5.4 Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan masalah skala

2.1.2.4.Pembelajaran Matematika SD Dalam lampiran I Peraturan Mentri Pendidikan Nasional (Permendiknas No.

  22 Tahun 2006 (2009: 9), mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analiisis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Pembelajaran matematika dapat digunakan sebagai sarana pemecahan masalah dan mengomunikasikan ide atau pun gagasan dengan menggunakan symbol, table, diagram dan media yang lain. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupan pembelajaran yang dapat digunakan sarana pemecahan masalah dan tempat untuk mengomunikasikan ide ataupun gagasan dengan menggunakan symbol, table, diagram, dan media yang lain.

  Di dalam merancang suatu pembelajaran matematika seorang guru harus mampu meranncang suatu pembelajaran yang menarik sehingga tujuan pembelajaran yang telah direncanakan akan tercapai. Adapun tujuan umum pembelajaran matematika menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar peserta didikmemiliki kemampuan: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, 3) pemecahan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, 4) mengkomunikasikan gagasan dan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.1.2.5.Penilaian Matematika di Sekolah Dasar

  Menurut Naniek Sulistya Wardani,dkk (2012: 144-145) Penilaian dalam bentuk tes berdasarkan cara mengerjakan dapat dibedakan menjadi tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan.

  1. Tes tertulis Tes tertulis adalah tes yang soalnya harus dijawab peserta didik dengan memberikan jawaban tertulis.

  2. Tes lisan Tes lisan adalah tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dan peserta didik.

  3. Tes perbuatan Tes perbuatan adalah tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan perbuatan atau unjuk kerja.

2.1.3 Pendekatan Saintifik 2.1.3.1. Pengertian Pendekatan Saintifik

  Implementasi pembelajaran yang diterapkan pada kurikulum 2013 dalam pembelajaran sudah menggunakan pendekatan saintifik. Menurut (Hosman 2014: 34) Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipoteses, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomukasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Penerapan pendekatan saintifik bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunanan pendekatan ilmiah, informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan dapat mendorong peserta didik untuk mencari tau dari berbagai sumber belajar tidak hanya mengandalkan informasi didapatkan dari sekolah saja namun dapat diperoleh dari masyarakat dan ditempat yang lain.

  Dalam penerapan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan saintifik dalam proses belajar mengajar melibatkan ketrampilan proses, seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan namun hanya sebagai fasilitator saja. Dengan demikian secara tidak langsung bantuan guru semakin berkurang. Seiring bertambahnya kemampuan peserta didik untuk bisa memecahkan suatu permasalahan dengan begitu proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik dinyatakan dapat memacu proses pembelajaran peserta didik menjadi lebih mandiri (tidak bergantung pada guru saja).

  Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut: (a) berpusat pada siswa, semua kegiatan pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru melainkan pada siswa, (b) melibatkan ketrampilan proses sain dalam mengontruksi konsep, hukum, atau prinsip, dalam setiap proses pembelajaran, (c) melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelektual, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi yang telah dimiliki oleh peserta didik, dan (d) dapat mengembangkan karakteristik siswa menjadi pribadi yang berbudi pekerti luhur.

2.1.3.2.Tujuan Pembelajaran Dengan Pendekatan Saintifik

  Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan pembelajaran tersebut. Menurut (Hosman 2014: 34) beberapa tujuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik diantaranya: (1) untuk meningkatkan kemampuan intelektual peserta didikkhususnya pada kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa, (2) untuk membantu memebntuk kemampuan peserta didikdalam menyelesaiakan suatu masalah secara sistematik, (3) untuk menciptakan kondisi pembelajaran dimana peserta didikmerasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan, (4) memperoleh hasil belajar yang tinggi, (5) untuk melatih peserta didikdalam mengomunikasikan ide-ide yang terdapat pada fikiran mereka agar mereka berani mengutarakan melalui kata lisan maupun tulisa khususnya dalam menulis artikel ilmiah, (6) untuk mengembangkan karakter peserta didikitu sendiri.

a. Esensi Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan Saintifik

  pendekatan ilmiah “scientific approac” merupakan sebuah pijakan emas untuk mengembangkan sikap (ranah afektif), keterampilan (ranah psikomotorik), dan pengetahuan (ranah kognitif). Pada suatu pendekatan yang dilakukan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para saintis lebih memilih untuk me nggunakan pelararan induktif “inductive reasoning” daripada penggunaan penalaran deduktif “deductive reasoning”.

  Penalaran deduktif

  “deductive reasoning” adalah bentuk penalaran yang

  mencoba melihat fenomena-fenomena umum untuk kemudian membuat sebuah simpulan yang khusus. Sedangkan penalaran indu ktif “inductive reasoning” adalah kebalikan dari penalaran deduktif. Penalaran induktif memandang fenomena- fenomena atau situasi-situasi yang khusus lalu berikutnya membuat sebuah simpulan secara keseluruhan.

  Esensi pada penggunaan penalaran induktif terdapat dalam bukti-bukti khusus (spesifik) dimana bukti-bukti tersebut ditempatkan ke dalam suatu relasi (hubungan) gagasan/ide yang lebih luas. Sedangkan metode ilmiah pada umumnya meletakkan fenomena-fenomena unik dengan kajian khusus/spesifik dan detail kemudian merumuskan sebuah simpulan yang bersifat umum.

  Metode ilmiah merupakan sebuah metode yang merujuk pada teknik- teknik penyelidikan terhadap suatu fenomena atau gejala untuk memperoleh pengetahuan baru untuk dipadukan dengan pengetahuan sebelumnya. Agar dapat dikatakan sebagai metode yang bersifat ilmiah, maka sebuah metode penyelidikan/ inkuiri/ pencarian “method of inquiry” haruslah didasarkan pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi. Oleh sebab itu metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.

  2.1.3.3.Kriteria Proses Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan Saintifik

  Pendekatan ilmiah “scientific approach” mempunyai kriteria proses pembelajaran sebagai berikut: (1) materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kriteria-kriteria, khayalan, legenda, atau dongeng semata, (2) penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-peserta didikterbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis, (3) mendorong dan menginspirasi peserta didikberpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi embelajaran, (4) mendorong dan menginspirasi peserta didikmampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran, (5) mendorong dan menginspirasi peserta didikmampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran, (6) berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan, dan (7) tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.

  2.1.3.5.Prinsip-Prinsip Pendekatan Sintifik

  Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: (1) pembelajaran berpusat pada siswa, (2) pembelajaran memebentuk “students self concept”. (3) pembelajaran terhidar dari verbalisme, (4) pembelajaran memberikan kesempatan pada peserta didikuntuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip, (5) pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berfikir siswa, (6) pembelajaran meningkatkan motivasi belajar peserta didikdan motivasi mengajar guru, (7) memeberikan kesempatan kepada peserta didikuntuk melatih kemampuan dalam komunikasi, dan (8) adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi peserta didikdalam stuktur koknitifnya.

  2.1.3.6.Langkah-langkah Umum Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

  Langkah-la ngkah pendekatan ilmiah “scientific approach” dalam prose pembelajaran meliputi: menggali informasi melalui

  “observing” (pengamatan), “questioning” (bertanya), “experimenting” (percobaan), kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, “association” (menalar), kemudian menyimpulkan, dan mencipta dan serta membentuk jaringan/

  “networking”. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran hrus tepat dalam menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah atau menghindari sifat-sifat non ilmiah. Pada saat mendapati pembelajaran yang tidak dapat menggunakan pendekatan ilmiah dapat menggunakan pendekatan yang lain. Disini peran guru sangat diperlukan dapat menentukan pendekatan yang sesuai untuk diterapkan pada proses pembelajaran. Hal tersebut dilakukan untuk mengimbangi agar peserta didik yang sudah terbiasa menggunakan pendekatan ilmiah tidak jenuh ketika materi yang tak dapat diterapkan dengan menggunakan pendekatan ilmiah tetap diminati oleh peserta didik.

  2.1.3.7.Proses Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Saintifik

  Untuk menerapkan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik terdapat tiga ranah pembelajaran. Dalam tiga ranah tersebut memiliki porsinya masing-masing. Hal-hal yamg masuk di dalam ranah pembelajaran saintifik yaitu

  “attitude” sikap, “knowledge” pengetahuan, dan “skill” ketrampilan. Untuk lebih mudah difahami mari kita perhatikan tabel 4 dimana telah dijabarkan satu persatu proses pembelajaran saintifik.

  

Tabel 4

Kegiatan pembelajaran Saintifik

Kegiatan Aktivitas Belajar

  Mengamati Melihat, mengamai, membaca, mendengar, menyimak (tanpa (observing) dan dengan alat) Menanya Mengajukan pertanyaan dari yang faktual sampai yang bersifat (questioning) hipotesi; diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan).

  Pengumpulan data Menentukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang (experimenting) diajukan, menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen) mengumpulkan data.

  Mengasosiasi Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, (associeting) menentukan hunungan data/ kategori, menyimpulkan dari hasil analisis data; dimulai dari unstructured-uni structure-

  multistructure-complicated structure .

  mengomunikasikan Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar atau media lainnya.

  Aktifitas guru padasaat proses pembelajaran berlangsung adalah. (1) menyediakan sumber belajar, (2) mendorong peserta didikberinteraksi dengan sumber belajar (menugaskan), (3) mengajukan pertanyaan agar peserta didikmemikirkan hasil interaksinya, (4) memantau persepsi dan proses berpikir peserta didikserta memberikan

  “scaffodlin” , (5) mendorong peserta didikberdialog/ berbagi hasil pemikirannya, (6) mengkonfirmasi pemahaman yang diproleh, dan (7) mendorong peserta didikuntuk merefleksikan pengalaman belajarnya.

2.1.4. Modul Pembelajaran Matematika yang Dikembangkan dengan Menggunakan Pendekatan Saintifik

  Modul Pembelajaran yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah modul pembelajaran yang mempunyai ciri khusus yaitu “Menerapkan Pendekatan

  Saintifik Untuk Menjawab Soal-Soal Yang Ada Pada Kurikulum KTSP Kususnya Pada Mata pelajaran Matematika Kelas 5 Dalam Standar Kopetensi Menggunakan Pecahan Dalam Pemecahan Masalah ”.

  Kelebihan dari modul pembelajaran ini adalah materi yang tersusun dengan sistematis dan contoh soal yang dapat difahami peserta didikdengan mudah. Kekurangan dari modul ini adalah modul yang dihasilkan akan lebih tebal dibandingkan dengan bahan ajar yang ada.

  Harapan dari modul ini adalah peserta didiklebih antusias dalam belajar agar dapat meningkatkan hasil belajara dan rasa takut dengan matematika berkurang.

2.1.5. Kelayakan Produk

  Kelayakan modul pembelajaran merupakan kepantasan suatu modul pembelajaran untuk digunakan sebagai media pembelajaran setelah mendapatkan penilaian dari pakar serta diujikan langsung kepada siswa. Untuk mendapatkan modul yang layak digunakan sebagai bahan ajar, maka penilaian modul harus ditentukan berdasarkan aspek atau kriteria yang jelas.

  Dalam buletin (BSNP, 2006) untuk melakukan penilaian buku teks pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi pada jenjang pendidikan SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK terdapat empat aspek yang dinilai yang diuraikan dalam tabel berikut ini.

  Tabel 5 Aspek dan Indikator Kriteria Penilaian Modul No Aspek Indikator a.

  Dimensi sikap spiritual (ki-1) b.

  1 Komponen kelayakan isi Dimensi sikap sosial (ki-2) c.

  Dimensi pengetahuan (ki-3) d.

  Dimensi keterampilan (ki-4) a. Teknik penyajian b.

  2 Komponen penyajian Pendukung penyajian materi c.

  Penyajian pembelajara d.

  Kelengakapan penyajian a. Kesesuaian dengan perkembangan peserta didik b.

  Keterbacaan c.

  4 Komponen kebahasaan Kemampuan memotivasi d.

  Kesesuaian dengan kaidah bahasa indonesia e.

  Penggunaan istilah f. symbol/lambang

  5 a.

  Ukuran modul b.

  Desain sampul modul Komponen grafik c.

  Tipografi d. desain isi modul

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

  Berdasarkan hasil dari kajian pustaka yang dilakukan penulis, penulis menemukan beberapa hasil penelitian yang menggunakan Penelitian dan Pengembangan yang berorientasi pada modul pembelajaran sebagai variabel tindakannya (X) dan hasil belajar sebagai variabel (Y). Berikut ini adalah contoh penelitian dengan Penelitian dan Pengembangan yang berorientasi pada modul pembelajaran yang telah memberi bukti bahwa dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

  Parmin E. Paniati (2012) yang berjudul

  ”Pengembangan Modul Matakuliah

Strategi Belajar Mengajar IPA Berbasis Hasil Penelitian Pembelajaran”,

  menunjukan bahwa pengembangan modul matakuliah Strategi Belajar Mengajar IPA dengan memanfaatkan artikel hasil penelitian sebagai rujuan utama dari jurnal nasional dan internasional dinilai dapat digunakan sebagai bahan penunjang pembelajaran.

  Indaryanti, Yusuf Hartono dan Nyimas Aisyah (2008) yang berjudul

  

”Pengembangan Modul Pembelajaran Individual Dalam Mata pelajaran

Matematika Di Kelas XI SMA Negri 1 Palembang”, menunjukkan bahwa modul yang

  dihasilkan dalam pengembangan pembelajaran ini, isi materi dalam modul sudah sesuai dengan tujuan kurikulum, sudah sesuai dengan rancangan pembelajaran individual dan dapat digunakan oleh peserta didikKelas XI SMA Negri 1 Palembang. Ini berarti modul sudah valit dan praktis.

  Eka Lestari dan Abdur Rahman As’ari (2013) yang berjudul ”Pengembangan

  

Modul Pembelajaran Soal Cerita Matematika Kontekstual Berbahasa Inggris Untuk

Peserta didik Kelas X” penelitian dan pengembangan yang dilakukan penulis

  menghasilkan suatu produk berupa modul pembelajaran soal cerita matematika kontekstual berbahasa inggris Untuk Peserta didikKelas X. Modul ini terdiri dari bagian pendahuluan, isi dan penutup. Modul pembelajaran yang dikembangkan dapat memotivasi peserta didikuntuk belajar soal cerita persamaan kuadrat berbahasa inggris. Hal ini dikarenakan soal cerita persamaan kuadrat yang dituliskan berkaitan dengan permasalahan yang ada dikehidupan peserta didikdan desain yang digunakan menarik. Soal cerita persamaan kuadrat yang ditulis belum pernah dibaca peserta didiksebelumnya. Selain itu, modul dilengkapi dengan mini dictionary yang dapat membantu peserta didikmemahami bahasa Inggris. Peserta didikdapat belajar secara aktif dan mandiri dengan menggunakan modul karena modul ini dituliskan secara sistematis dan dilengkapi langkah-langkah yang membimbing siswa. Namun, materi yang dituliskan dalam modul ini hanya berkaitan dengan soal cerita persamaan kuadrat kontekstual berbahasa Inggris. Jadi, modul ini belum dapat digunakan dalam pembelajaran materi yang lain. Guru dan peserta didikjuga harus memiliki kemampuan bahasa Inggris yang memadai untuk menggunakan modul ini.

  N. Izzati1, N. Hindarto, dan S. D. Pamelasari (2013) “Pengembangan Modul

  

Tematik Dan Inovatif Berkarakter Pada Tema Pencemaran Lingkungan Untuk

Peserta didikKelas VII SMP .Berdasarkan hasil penelitian bahwa modul tematik dan

  inovatif berkarakter pada tema pencemaran lingkungan sudah layak sesuai dengan syarat kelayakan BSNP. Modul tematik dan inovatif berkarakter pada tema pencemaran lingkungan dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan karakter peserta didiksecara positif, terutama pada karakter peduli lingkungan, rasa ingin tahu, percaya diri, komunikatif, mandiri, dan gemar membaca.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keterlibatan Anggota Keluarga Dalam Penerapan Akuntansi Pada Bisnis Keluarga: Studi Kasus: Paris Grup Salatiga

0 3 44

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Profesionalisme Auditor Internal dan Whistleblowing

0 0 29

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARANTHINK PAIR SHARE(TPS) BERBANTUAN DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS 4SDN BANYUBIRU 01SEMESTER II TAHUN 20162017

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Hasil Pembelajaran IPA Siswa Kelas 5 SD

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Hasil Pembelajaran IPA Siswa Kelas 5 SD

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Hasil Pembelajaran IPA Siswa Kelas 5 SD

0 0 33

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA SISWA KELAS 5 SDN KRANDON LOR 01 SURUH SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 20162017

0 0 16

LAMPIRAN 1 SURAT IJIN PENELITIAN DAN SURAT KETERANGAN PENELITIAN

0 1 83

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKAMENGGUNAKAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) BERBANTUAN MEDIA BENDA KONKRET PADA SISWA KELAS ISD NEGERI 3 JUMO SEMESTER II TAHUN AJARAN 20162017 TUGAS AKHIR - Institutional Repository | Satya Wacana Christia

0 0 14

1 PENGARUH AKUNTABILITAS PUBLIK DAN KEJELASAN SASARAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL (Studi pada SKPD Kota Salatiga) Oleh: Nama : Cynthia Widyasari NIM : 232013702 TUGAS AKHIR - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh

2 3 53