Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Hasil Pembelajaran IPA Siswa Kelas 5 SD

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA

2.1.1.1 Pengartian

  IPA merupakan kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya produk saja tetapi juga mencakup pengetahuan seperti ketrampilan dalam hal melaksanakan penyelidikan ilmiah. Proses ilmiah yang dimaksud misalnya melalui pengamatan, eksperimen, dan analisis yang bersifat rasional, sedang sikap ilmiah misalnya objektif dan jujur dalam mengumpulkan data yang diperoleh. Dengan menggunakan proses dan sikap ilmiah tersebut memperoleh penemuan-penemuan atau produk yang berupa fakta, konsep, prinsip, dan teori.

  Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menurut Trianto (2013: 137), IPA dibangun atas dasarproduk, ilmiah, proses ilmiah, sikap ilmiah dan nilai yang terdapat didalamnya. Wahyana (dalam Trianto, 2013: 136), IPA adalah suatu kumpulan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Susanto (2013: 167), Hakikat pembelajaran IPA dapat diklasifikasikan dalam tiga bagian yaitu ilmu pengetahuan alam sebagai produk, proses dan sikap.

  IPA merupakan salah satu dasar ilmu pengetahuan dan juga menjadi tumpuan bagi perkembangan iptek (Ratna Hidayat dan Pratiwa Pujiastuti, 2016: 186). Jadi dapat disimpulkan hakikat IPA adalah kumpulan teori yang mempelajari alam semesta, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah dan ilmunya selalu berkembang juga menjadi tumpuan bagi perkembangan IPTEK. Sehingga matapelajaran IPA menuntut siswa untuk dapat berpikir kritis guna mengembangkan sikap yang kreatif dalam memecahkan masalah yang ada dikehidupan sehari-hari. Terutama pada siswa SD mereka perlu dipelajari mengenai

  IPA karena mereka akan tumbuh dan berkembang di masyarakat nantinya.

2.1.1.2 Kompetensi Dasar Pembelajaran IPA SD

  Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaiannya didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh Guru.

  Peneliti akan meneliti kelas 5 semester II mata pelajaran IPA pada aspek energi dan perubahannya. Adapun fokus penelitian menggunakan SK dan KD sebagai berikut:

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas 5

  

Sekolah Dasar Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi dasar

  Energi dan Perubahannya

6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya 6.

  6.2 Menerapkan sifat-sifat Membuat suatu karya/model, misalnya cahaya melalui kegiatan periskop atau lensa dari bahan sederhana membuat suatu karya/model dengan menerapkan sifat-sifat cahaya

  

(Silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, 2006)

2.1.1.3 Pembelajaran IPA SD

  Pembelajaran merupakan interaksi yang terjadi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, siswa dengan orang lain, atau bahkan siswa dengan lingkungan sekitar. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010: 2). Menurut W.S Winkel (dalam Susanto, 2013: 4) belajar adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seorang dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap yang relatif konstan dan berbekas. Jadi belajar adalah pengalaman sehari-hari melalui sekolahan dan lingkungan sekitar yang akan berdampak pada perubahan tingkah laku.

  Pembelajaran menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2000 pasal 1 tentang pendidikan nasional menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Ahmad (2012: 2) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan usaha siswa mengalami proses belajar. Pendapat ahmad ini mengisyaratkan bahwa pembelajaran merupakan segala upaya yang dilakukan seorang (guru) untuk membuat orang lain (siswa) mengalami perubahan tingkah laku, yakni dari tingkah laku negatif ke tingkah laku positif, sehingga tujuan dari pembelajaran adalah adanya perubahan tingkah laku siswa dari negatif ke positif.

  Pembelajaran adalah suatu yang dilakukan oleh siswa bukan dibuat untuk siswa (Isjoni, 2013: 11). Menurut Suprijono (2012: 13), Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan mempelajari. Berdasarkan uraian diatas dapat di simpulkan bahwa pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik yang bersumber dari lingkungan sekitar.

  Pembelajaran di sekolah salah satu mata pelajarannya adalah IPA. Menurut Nur dan Wikandari (Trianto, 2010:143) proses belajar mengajar IPA seharusnya lebih ditekankan pada pendekatan ketrampilan proses, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiahnya yang dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses dan produk pendidikan. Jadi pembelajaran IPA seharusnya lebih menekankan pada ketrampilan proses agar siswa dapat lebih mudah memahami tentang pembelajaran IPA.

  Latar belakang dari pembelajaran IPA menurut KTSP Standar Isi 2006 adalah pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dari latar belakang ini pembelajaran IPA mempunyai pengaruh penting dalam kehidupan manusia pada umumnya. Karena dengan adanya pembelajaran IPA ini, manusia akan termotivasi untuk melakukan penemuan dan inovasi untuk menunjang kehidupannya.

  Tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menurut KTSP (2006) adalah mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep Ilmu sehari-hari serta mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

  Mata Pelajaran IPA di SD menurut KTSP Standar Isi 2006 bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 1)

  Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2)

  Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari 3)

  Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4)

  Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5)

  Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 6)

  Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan 7)

  Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

  IPA sangat menekankan pada pembelajaran yang mengkaitkan gejala-gejala alam dan sumber belajar dari alam sekitar. Sehingga dari segi penilaiannya, IPA mempunyai tiga tujuan yakni:

  1) Penilaian pengetahuan, pemahaman dan penerapan konsep IPA, penilaian ini bertujuan untuk melihat seberapa jauh peserta didik menguasai dan memahami fakta, konsep, prinsip, dan hokum dalam IPA dan penerapannya.

  2) Penilaian Ketrampilan dan proses, ada enam ketrampilan dasar yang harus dikuasai untuk peserta didik yaitu observasi, komunikasi, klasifikasi, pengukuran, inferensi, prediksi, dan percobaan sederhana.

  3) Penilaian karakter dan sikap (sikap ilmiah, meliputi sikap obyektif, terbuka, tidak menerima begitu saja suatu kebenaran, memiliki rasa ingin tahu, ulet,

  Ruang lingkup pembelajaran IPA untuk SD meliputi berbagai aspek yang berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari. Ruang lingkup tersebut yaitu makhluk hidup dan proses kehidupan, meliputi manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi cair, padat dan gas. Energi dan perubahannya meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. Bumi dan alam semesta meliputi tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

  Pembelajaran IPA di SD harus mampu mendorong siswa untuk dapat memiliki ketrampilan IPA yang berkaitan dengan Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran IPA. Terdapat berbagai model pembelajaran yang potensial terhadap perkembangan pembelajaran IPA di SD. Model dalam pendekatan Saintifik dapaat membuat siswa menemukan sendiri informasi yang harus siswa ketahui. Model-model tersebut diantaranya Discovery Learning, Problem Based Learning (PBL), Project Based

  Learning (Pjbl), Group Investigation, Inquiry, dll.

2.1.2 Model Problem Based Learning (PBL)

  Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). Menurut Sanjaya (2011: 92), Problem Based Learning (PBL) merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tinggi.

  Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang mengamodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik.

  Dalam pemerolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkontruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisa data, menyusun fakta, mengkontruksi argument mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual and Feletti (dalam Rusman, 2013: 230), Pembelajaran berbasis masalah adalah inofasi yang paling signifikan dalam pendidikan.

  PBL menurut Tan (dalam Rusman, 2013: 229) adalah informasi dalam pembelajaran karena dalam pembelajaran berbasis masalah kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalkan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Menurut Barrow (dalam Huda, 2015: 271), Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based

  

Learning ) adalah pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman

akan resolusi suatu masalah.

  Problem Based Learning menurut Siswono (dalam Assegaff, 2016: 43),

  adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan mengajukan masalah dan dilanjutkan dengan menyelesaikan masalah tersebut. Menurut Erik (dalam Assegaff, 2016: 44), pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pendidikan dimana masalahnya adalah titik awal dari proses pembelajaran.

  Berdasarkan beberapa uraian mengenai pengertian Problem Based Learning (PBL), dapat disimpulkan bahwa PBL adalah pendekatan pembelajaran menyajikan masalah kontekstual, dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkontruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisa data, menyusun fakta, mengkontruksi argument mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau berkolaborasi dalam pemecahan masalah.

2.1.2.1 Karakteristik Model Pembelajaran PBL

  Karakteristik model Pembelajaran Berbasis Masalah atau yang sering disebut PBL sebagai berikut: 1) permasalahan menjadi starting point dalam pembelajaran, 2) permasalahan diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur, 3) permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar, 4) pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar dan PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar (Rusman, 2011: 232).

  Problem Based Learning menurut Amir (dalam Wulandari, 2012: 2),

  karakteristik PBL antara lain: 1) pembelajaran di-awali dengan pemberian masalah, 2) siswa berkelompok secara aktif merumuskan masalah, 3) mempelajari dan mencari sendiri materi yang ber-hubungan dengan masalah serta melaporkan solusinya.

  Berdasarkan karakteristik pembelajaran berbasis masalah diatas, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran Problem Based Learning (PBL) karekteristik yang utama adalah proses pembelajarannya menghadirkan masalah untuk dipecahkan oleh siswa melalui kelompok kecil. Masalah yang diberikan merupakan masalah yang ada dalam kehidupan siswa sehari-hari atau pengalaman siswa.

  Problem Based Learning (PBL) diciptakan untuk menemukan konsep,

  pemecahan dalam sebuah masalah dalam mendapatkan pengetahuan yang dirasa penting, agar dapat lincah dalam memecahkan masalah, dan mencari cara tersendiri untuk belajar sendiri serta memiliki kecakapan dalam tim. Pembelajaran berlangsung secara sistematik untuk memecahkan masalah.

2.1.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran PBL

  Sanjaya (dalam Wulandari, 2012:2), menyebutkan bahwa keunggulan PBL antara lain: 1) PBL merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami pelajaran, 2) PBL dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, 3) PBL dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran, 4) melalui PBL bisa memperlihatkan kepada siswa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau buku-buku saja, 5) PBL dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa, 6) PBL dapat mengem-bangkan kemampuan berpikir kritis, 7) PBL dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan untuk belajar secara terus-menerus sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

  Model pembelajaran Problem Based Learning mempunyai banyak keunggulan tetapi juga memiliki kelemahan. Menurut Sanjaya (dalam Wulandari, 2012:2), kelemahan model PBL antara lain: 1) siswa tidak mempunyai minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba, 2) keberhasilan model pembelajaran PBL membutuhkan cukup waktu untuk persiapan, 3) tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.

2.1.2.3 Sintak Model PBL

  Sintak dalam Tahap-tahap PBL menurut Sugiyanto (dalam Wulandari, 2012: 2) mengemukakan ada 5 tahap yang harus dilaksanakan dalam PBL, yaitu:

  1) Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa

  2) Mengorganisasikan siswa untuk meneliti

  3) Membantu investigasi mandiri dan kelompok

  4) Mengembangkan dan mempresentasikan hasil

  5) Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.

  Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) memiliki langkah-langkah tertentu dalam proses pembelajarannya. Menurut Huda (2015: 272-273), Sintak operasional PBL bisa mencakup antara lain sebagai berikut:

  1) Siswa disajikan dalam suatu masalah. 2)

  Siswa mendiskusikan masalah dalam tutorial PBL dalam sebuah kelompok kecil. Mereka mengklarifikasi fakta-fakta suatu kasus kemudian mendefinisikan sebuah masalah. Mereka membrainstorming gagasan- gagasannya dengan berpijak pada pengetahuan sebelumnya. Kemudian, mereka mengidentifikasi apa yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan masalah serta apa yang mereka tidak ketahui. Mereka menelaah masalah tersebut. Mereka juga mendesain suatu rencana tindakan untuk menggarap masalah.

  3) Siswa terlibat dalam studi independen untuk menyelesaikan masalah di luar bimbingan guru. Hal ini bisa mencakup: perpustakaan, database, website, masyarakat, dan observasi.

  4) Siswa kembali pada tutorial PBL, lalu sharing informasi, melalui peer teaching atau cooperative learning atas masalah tertentu.

  5) Siswa menyajikan solusi atas masalah

  6) Siswa mereview apa yang mereka pelajari selama proses pengerjaan selama ini. Semua yang berpartisipasi dalam proses tersebut terlibat review pribadi, review berpasangan, dan review berdasarkan bimbingan guru, sekaligus melakukan refleksi atas kontribusinya terhadap proses tersebut.

  Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa langkah dalam pembelajaran PBL siswa dihadapkan pada suatu masalah kemudian siswa mencari pemecahan masalah tersebut melalui penyelidikan. Penyelidikan meliputi kegiatan memahami masalah, mengumpulkan informasi untuk memecahkan masalah, menemukan pemecahan masalah dan membuat simpulan.

  Penerapan model pembelajaran PBL dalam pembelajaran IPA di SD memiliki sintak dalam melaksanakan proses pembelajarannya yang dilakukan oleh guru dan siswa. Menurut Ibrahim dan Nur (dalam Rusman, 2011: 243), tahapan- tahapan PBL adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Sinkronisasi antara sintaks model PBL dengan kegiatan guru

  

Tahap Kegiatan Guru

  Tahap I Oreientasi siswa kepada masalah

  Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan kebutuhan yang diperlukan dan memotivasi siswa terlibat pada pemecahan masalah yang dipilihnya Tahap 2 Mengorganisasi siswa untuk belajar

  Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengoordinasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

  Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

  Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

  Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

  Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan laporan serta membantu untuk berbagai tugas dalam kelompoknya

  Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

  Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

2.1.3 Hasil Belajar

  Hasil belajar menurut Sudjana (2011: 22), merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh Susanto (2013: 5), hasil belajar adalah perubahan- perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar adalh pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian- pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan (Suprijono, 2012: 5).

  Berdasarkan pendapat tentang hasil belajar diatas, dapat tarik kesimpulan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa baik menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik setelah siswa mendapatkan pengalaman belajarnya. Hasil belajar dapat dilihat melalui evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui atau menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah dipelajari.

  Benyamin S. Bloom (dalam Anni, 2009:86) ada tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu:

  1. Ranah kognitif: berkenaan dengan hasil intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sistesis, dan penilaian.

  2. Ranah afektif: berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lama jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

  3. Ranah psikomotorik: meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan dan mengamati).

  Wasiman berpendapat (dalam Susanto, 2013: 12), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal.

  1. Faktor Internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.

2. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.

  Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dalam penelitian ini menekankan hasil belajar kognitif, spikomotor dan afektif. Jadi tidak hanya pengetahuan siswa saja namun juga sikap siswa selama proses pembelajaran dan juga ketrampilan apa saja yang dimiliki siswa dan yang dapat digali dari siswa. Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada aspek kognitif adalah tes, untuk spikomotor adalah hasil karya siswa, dan afektif adalah tingkah laku siswa yang dilihat oleh guru selama proses pembelajaran berlangsung.

2.1.4 Hubungan antara Model Problem Based Learning (PBL) terhadap Hasil Belajar

  Terdapat hubungan antara model PBL terhadap hasil belajar. Model pembelajaran PBL adalah pendekatan pembelajaran menyajikan masalah kontekstual, dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkontruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisa data, menyusun fakta, mengkontruksi argument mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau berkolaborasi dalam pemecahan masalah.

  Pembelajaran yang menggunakan model PBL maka siswa dituntut untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dengan cara menemukan sendiri solusinya. Dengan menemukan sendiri siswa akan lebih aktif dan dapat memahami topik yang mereka pelajari, maka hasil belajar pun akan meningkat.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

  Alasan mengapa memilih model Problem Based Learning (PBL) perlu diperkuat dengan adanya penelitian-penelian yang sudah menunjukkan keberhasilan, berikut ini adalah penelitian-penelitian yang relevan dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL).

  Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2012) yang berjudul Penerapan

  

PBL Pada Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SD Negeri Mudal, menunjukkan

  bahwa Problem Based Learning (PBL) mampu meningkatkan hasil belajar pada siswa kelas 5 SD Negeri Mudal tahun ajaran 2011/2012. Ketrampilan peneliti dalam setiap pembelajaran semakin baik. Hal ini dapat dilihat dari skor yang diperoleh yaitu dari 18 pada siklus I, 22 pada siklus II, dan 27 pada siklus III. Hasil belajar siswa, setiap siklusnya mengalami peningkatan, sehingga pada akhir siklus

  III siswa yang nilainya sudah tuntas mencapai 73,02%. Proses pembelajaran pada siklus I, siklus II, dan siklus III sudah berlangsung dengan baik.

  Ketut (2014) yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Berbasis

  

Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas V SD. Model pembelajaran

  Tahun 2013/2014. Rata-rata presentase tingkat hasil belajar IPA siswa dari presentase awal sebesar 63,33% dengan kreteria rendah menjadi 78,6% dengan kriteria sedang pada siklus I dan 89,05% pada siklus II.

  Istika (2014) yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Berbasis

  

Masalah (PBM) untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa di Kelas V SD

Negeri Pauruhan Pati. Dari 18 siswa yang mencapai KKM (70) hanya 5 siswa

  (27,8%) sedangkan 13 siswa (72,2%) belum mencapai KKM. Hasil penelitian terdapat peningkatan ketuntasan belajar klasikal pada materi daur air yang cukup signifikan antara kondisi awal (27,8%), siklus I (66,7%), dan siklus II (83,3%). Peningkatan hasil belajar juga didukung dengan pengelolaan pembelajaran guru melalui model PBL mengalami peningkatan dari skor rata-rata siklus I 79,1% (baik) menjadi 89,5% (sangat baik) pada siklus II.

  Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa penerapan model Problem Based Learning (PBL) terbukti dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada kelas 5 SD.

2.3 Kerangka Pikir

  Pembelajaran IPA di SD dapat berhasil atau tidak dapat dikarenakan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor eksternal yang dilakukan oleh guru karena model pembelajaran yang digunakan saat pembelajaran berlangsung kurang menarik perhatian siswa. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran dan sering kali pembelajaran lebih berpusat pada guru. Itu dapat menyebabkan hasil belajar siswa rata-rata berada di bawah KKM.

  Model pembelajaran Problem Based Learning atau pembelajaran berdasarkan masalah dilaksanakan dengan langkah-langkah: mengorientasikan siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Melalui pembelajaran berdasarkan masalah, siswa akan lebih aktif dalam mengikuti pelajaran karena siswa dihadapkan pada masalah yang dekat dengan kehidupan

  Dengan demikian diharapkan penggunan model PBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pikir Penggunaan Model PBL

  Pembelajaran sebelum Hasil belajar

  Kondisi menggunakan PBL siswa rendah

  Awal Pmebelajaran sesudah

  Siklus I Tindakan menggunakan model

  PBL Siklus II

  Diduga pembelajaran menggunakan metode Kondisi

  PBL dapat Akhir meningkatkan hasil

2.4 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah, hipotesis atau dugaan tindakan sebagai berikut:

1. Penerapan model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan hasil

  dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) orientasi siswa kepada masalah, 2) mengorganisasi siswa untuk belajar, 3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah dalam pembelajaran IPA dapat berjalan dengan baik, maka hasil belajar siswa 5 SDN Krandon Lor 01 Suruh meningkat.

2. Diduga melalui penerapan model pembelajaran Problem Based Learning

  (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SDN Krandon Lor 01 Suruh semester II tahun pelajaran 2016/2017.

Dokumen yang terkait

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Supervisi Kunjungan Kelas Di 3 SMA Negeri Di Kabupaten Demak

0 0 44

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Supervisi Kunjungan Kelas Di 3 SMA Negeri Di Kabupaten Demak

0 0 24

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Evaluasi Model CIPP (Context, Input, Process, - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru SD Negeri Wates 01 Kecamatan Ng

0 0 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi dan Subyek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru SD Negeri Wates 01 Kecamatan Ngaliyan K

0 0 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru SD Negeri Wates 01 Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru SD Negeri Wates 01 Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru SD Negeri Wates 01 Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang

0 0 40

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keterlibatan Anggota Keluarga Dalam Penerapan Akuntansi Pada Bisnis Keluarga: Studi Kasus: Paris Grup Salatiga

0 3 44

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Profesionalisme Auditor Internal dan Whistleblowing

0 0 29

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARANTHINK PAIR SHARE(TPS) BERBANTUAN DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS 4SDN BANYUBIRU 01SEMESTER II TAHUN 20162017

0 0 16