Hubungan Intensitas Nyeri Dada dengan Depresi pada Pasien Infark Miokard di Poliklinik Jantung RSUD Dr. Moewardi Surakarta

RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran ALBERTUS BAYU K G0008026 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Skripsi dengan judul : Hubungan Intensitas Nyeri Dada dengan Depresi pada

Pasien Infark Miokard di Poliklinik Jantung RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Albertus Bayu K, NIM : G0008026, Tahun : 2011 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Kamis, Tanggal 15 Desember 2011

Pembimbing Utama

Nama : Prof. Dr. Much. Syamsulhadi, dr., Sp.KJ (K) NIP : 19461102 197609 1 001

Pembimbing Pendamping

Nama : Bagus Wicaksono, Drs., M.Si NIP : 19620901 198903 1 003

Penguji Utama

Nama : Prof. Dr. Much. Fanani, dr., Sp.KJ (K) NIP : 19510711 198003 1 001

Anggota Penguji

Nama : Novi Primadewi, dr., Sp.THT., M.Kes NIP : 19751129 200812 2 002

Surakarta, ………………….

Ketua Tim Skripsi Dekan Fakultas Kedokteran UNS

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta,

Nama:Albertus Bayu K NIM. G0008026

Puji syukur kehadirat Tuhan atas berkat rahmat dan karunia-Nya skripsi dengan

judul “Hubungan Intensitas Nyeri Dada dengan Depresi pada Pasien Infark

Miokard di Poliklinik Jantung RSUD Dr. Moewardi Surakarta ” dapat terselesaikan.

Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini tidaklah dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

2. Prof. Dr. Much Syamsulhadi, Sp. KJ (K) selaku pembimbing utama atas segala bimbingan, masukan, dan jalan keluar dari permasalahan yang timbul dalam proses penyusunan skripsi ini.

3. Bagus Wicaksono, Drs, M.Si selaku pembimbing pendamping atas segala bimbingan dan masukan mulai dari awal penyusunan hingga akhir penelitian skripsi ini.

4. Pof. Dr. Much Fanani, dr., Sp. Kj (K) selaku penguji utama atas segala masukan dan koreksi untuk berbagai kekurangan dalam skripsi ini.

5. Novi Primadewi, dr, Sp. THT, M. Kes selaku anggota penguji atas masukan dan koreksi untuk berbagai kekurangan dalam skripsi ini.

6. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua Tim Skripsi beserta Staf Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

7. Wismo Susanto dan Mumpuni Endang Hendhiarsi selaku kedua orang tua, saudara-saudariku Andreas Agung H dan Angelia Cahyaningsih K (Alm), serta seluruh keluarga tercinta yang telah memberi dukungan dan selalu mendoakan untuk terselesaikannya skripsi ini.

8. Teman-teman yang selalu memberi dukungan dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini, Suci Rahmadhany, Erickson, Mellissa, Ancilla Cherisha, Destia Windi D, Riani Aqmarina, Rendy P, Dwi Wirastomo, Hanindyo B, Deni Tri, Bayu Perkasa.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa datang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surakarta,

Albertus Bayu K

Albertus Bayu K, G0008026, 2011. Hubungan Intensitas Nyeri dengan Depresi pada Pasien Infark Miokard di Poliklinik Jantung RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas nyeri dada dengan depresi pada pasien infark miokard. Hipotesis yang diajukan adalah adanya hubungan negatif yang signifikan antara intensitas nyeri dada dengan depresi pada pasien infark miokard.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian adalah pasien infark miokard di Poliklinik Jantung RSUD Dr. Moewardi, Surakarta. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Data penelitian diperoleh dari dua macam kuesioner, yaitu kuesioner depresi BDI ( Beck’s Depression Inventory) dan kuesioner intensitas nyeri NRS (Numeric Rating Scale). Analisis statistik menggunakan uji Chi Square.

Hasil: Pada penelitian diperoleh total 30 sampel terdiri atas 22 pasien infark miokard yang mengalami nyeri dada dengan depresi dan 8 pasien infark miokard yang mengalami nyeri dada tanpa depresi. Berdasarkan analisis statistik didapatkan hubungan antara intensitas nyeri dada dengan depresi pada pasien infark miokard menghasikan nilai signifikansi ( p = 0,002 ) dan didapatkan nilai koefisien kontingensi 0,540 (54 %).

Simpulan: Terdapat hubungan positif yang secara statistik signifikan antara intensitas nyeri dada dengan depresi pada pasien infark miokard. Pasien infark miokard dengan depresi mengalami intensitas nyeri dada lebih tinggi dibanding pasien infark miokard tanpa depresi.

Kata kunci : intensitas nyeri dada, depresi, infark miokard

Albertus Bayu K, G0008026, 2011. The Correlation between Intensity of Chest Pain and Depression on Myocardial Infarction Patients in Cardiology Clinic of Moewardi’s Hospital.

Objective: To determine the correlation between intensity of chest pain and depression on myocard infarction patients. The hypothesis proposed that there is a significant positive correlation between intensity of chest pain site and depression on myocard infarction patients.

Method: This study is an observational analytic study with cross sectional approach. The subjects were myocard infarction patient. Purposive sampling technique was used. The data were obtained from two types of questionnaires, including Intensity of Chest Pain, Depression Scale (Beck’s Depression Inventory). The Contingency Coefficient value was used for statistical analysis.

Result: Of the total 30 patients consisted of 22 patients myocardial infarction with chest pain and depression. Then 8 patients myocardial infarction with chest pain but not followed by depression.The relationship between the intensity of chest pain with depression yield a value of significance (p = 0.0002). The Contingency Coefficient value 0,540 (54 %).

Conclusion: There is a positive relationship that statistically significant between the intensity of chest pain with depression on myocardial infarction

Key words : Intensity of Chest Pain, Depression, Myocardial Infarction

Tabel 1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin................. 35 Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur dan Depresi............................... 36 Tabel 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin dan Depresi...................37 Tabel 4. Hasil Analisis Data dengan Koefisien Kontingensi...............................38

Gambar 1. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 28 Gambar 2. Skema Penelitian ............................................................................... 34

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran Lampiran 2. Data Pribadi Responden

Lampiran 3. Kuesioner BDI

Lampiran 4. Kuesioner Intensitas Nyeri (NRS) Lampiran 6. Data Mentah Hasil Penelitian

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit jantung iskemik adalah keadaan defisiensi aliran darah ke otot jantung, akibat obstruksi atau konstriksi arteria koroner . Bila keadaan iskemik ini berlangsung dalam kurun waktu yang lama maka akan terjadi nekrosis (kematian sel) miokard akibat thrombus arteri koroner. Keadaan ini disebut dengan infark miokard (Dorland,2002). Menurut laporan WHO, pada tahun 2004, penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian utama di dunia (WHO, 2008). Terhitung sebanyak 7.200.000 (12,2 %) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Penyakit ini adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa di mana-mana (Garas, 2010). Direktorat Jendral Yanmedik Indonesia meneliti, bahwa pada tahun 2007, jumlah pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit di Indonesia adalah 239.548 jiwa. Kasus terbanyak adalah panyakit jantung iskemik, yaitu sekitar 110,183 kasus. Case Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada infark miokard akut (13,49 %) dan kemudian diikuti oleh gagal jantung (13,42 %) dan penyakit jantung lainnya (13,37 %) (Depkes, 2009).

Kekurangan suplai darah ke salah satu bagian otot jantung akan Kekurangan suplai darah ke salah satu bagian otot jantung akan

Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 penyebab utama beban penyakit di seluruh dunia akan mengalami perubahan. Penyakit jantung iskemik akan menempati urutan pertama, depresi pada urutan kedua dan penyakit serebrovaskular (stroke) di urutan ke 4 Hal tersebut menggarisbawahi bahwa masyarakat dunia sebaiknya mewaspadai penyakit- penyakit non-infeksi (non communicable diseases) seperti penyakit degeneratif, gangguan jiwa, dan penyakit kardiovaskular pada waktu mendatang akan menjadi beban kesehatan utama di seluruh dunia. (National Cardiovascular Center,2011).

Gangguan depresif adalah salah satu jenis gangguan jiwa yang paling sering terjadi. Prevalensi gangguan depresif pada populasi dunia adalah 3 –8 % dengan 50 % kasus terjadi pada usia produktif yaitu 20 –50 tahun (Depkes RI,2007). Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, Gangguan depresif adalah salah satu jenis gangguan jiwa yang paling sering terjadi. Prevalensi gangguan depresif pada populasi dunia adalah 3 –8 % dengan 50 % kasus terjadi pada usia produktif yaitu 20 –50 tahun (Depkes RI,2007). Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Intensitas Nyeri Dada dengan Depresi pada Pasien Infark Miokard di Poliklinik Jantung RSUD dr. Moewardi Surakarta”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian sebagai berikut: Apakah ada hubungan intensitas nyeri dada dengan depresi pada pasien infark miokard ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan intensitas nyeri dada dengan depresi pada pasien infark miokard.

D. Manfaat Penelitian

1 Aspek Teoritis Penelitian ini dapat memberi informasi ilmiah mengenai ada tidaknya hubungan intensitas nyeri dada dengan depresi pada pasien infark miokard di RSUD Dr. Moewardi.

2 Aspek Aplikatif Penelitian ini dapat dijadikan dasar Penanganan yang komprehensif

LANDASAN TEORI

A. Nyeri Dada

Nyeri dada merupakan salah satu alasan terbesar bagi setiap orang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan baik layanan primer maupun sekunder di Negara – Negara Eropa dan Amerika utara (Cayley, 2005). Gejala berupa nyeri dada seringkali dikaitkan dengan penyakit jantung, namun juga bisa terdapat dalam berbagai proses penyakit lain (Kumar dan Clark, 2005). Anamnesis yang lengkap dan pemeriksan fisik akan membantu praktisi membuat diagnosis yang tepat. Data subjektif yang didapat dari anamnesis yang meliputi ; sifat nyeri dada, lokasi, penyebaran, lama nyeri, serta faktor pencetus yang menimbulkan nyeri dada, akan dijadikan acuan dalam melakukan pemeriksaan fisik. Data objektif dari pemeriksaan fisik akan dijadikan diagnosis banding penyebab utama nyeri dada penderita (Seidel,2003).

1. Etiologi

Ada 2 macam jenis nyeri dada yaitu:

a. Nyeri dada pleuritik Nyeri dada pleuritik biasanya lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakkan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura a. Nyeri dada pleuritik Nyeri dada pleuritik biasanya lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakkan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura

1) Kardial

Angina pectoris adalah jenis nyeri dada akibat insufisiensi suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan otot jantung. Pasien sering merasakan sensasi tertekan atau nyeri substernal yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigastrium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal (Kernarth B, 2004)

Nyeri disebabkan karena saraf eferen viseral akan terangsang selama iskemik miokard, akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal dari miokard. Karena rangsangan saraf melalui medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf sensoris dari sistem somatis yang lain (Anwar T,2004).

2) Perikardial

Perikarditis dapat terjadi akibat infeksi virus, tuberkolosis,

Nyeri perikardial lokasinya di daerah sternal dan area prekordinal, tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada waktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak. Nyeri hilang bila penderita duduk dan bersandar ke depan (Hussain N,2004).

3) Aortal

Penderita hipertensi, koarktasio aorta, trauma dinding dada merupakan risiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosis dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tiba - tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya pendesakan (Anwar T,2004).

4) Gastrointestinal

Refluks esofageal ditandai dengan sensasi terbakar di retrosternal atau nyeri di epigastriun yang menjalar sampai ke bawah rahang. Nyeri timbul dan bertambah ketika penderita berbaring terlebih setelah makan. Nyeri dapat diperberat bila terjadi spasme esofageal disaat yang bersamaan. Spasme esophageal sering pula terjadi tanpa disertai refluks esophagus. Dalam hal ini, nyeri timbul saat sedang Refluks esofageal ditandai dengan sensasi terbakar di retrosternal atau nyeri di epigastriun yang menjalar sampai ke bawah rahang. Nyeri timbul dan bertambah ketika penderita berbaring terlebih setelah makan. Nyeri dapat diperberat bila terjadi spasme esofageal disaat yang bersamaan. Spasme esophageal sering pula terjadi tanpa disertai refluks esophagus. Dalam hal ini, nyeri timbul saat sedang

5) Muskuloskeletal

Nyeri dada musculoskeletal bersifat atipikal dan cukup berbeda dengan nyeri dada yang mengancam nyawa seperti nyeri dada karena kelainan jantung. Hal ini terjadi karena adanya pusat nyeri pada kartilago dan otot - otot sekitar tulang iga. Penyebab utama nyeri musculoskeletal adalah Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot,. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik, berbeda halnya nyeri angina yang terjadi sewaktu aktivitas berlangsung (Yildirim A,2004)

6) Pulmonal

Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi pulmoral primer lebih dari 50 % penderita mengeluh nyeri prekordial yang terjadi pada waktu aktivitas fisik. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada kanker

2 . Angina Pektoris

Angina pektoris adalah jenis nyeri dada yang perlu diperhatikan karena merupakan petunjuk ke arah penyakit jantung koroner dan indikasi untuk mengirim penderita ke Rumah sakit guna pemeriksaan lebih lanjut. Untuk mengenal indikasi yang tepat pada penatalaksanaan angina selanjutnya yaitu kapan dilakukan angiografi koroner, angioplasti koroner ataupun bedah koroner maka perlu diketahui lebih dulu mengenai jenis angina, prevalensi angina, patogenesis dan perjalanan penyakitnya serta pemeriksaan yang perlu dilakukan(Anwar T,2004).

a. Jenis Angina Ada 3 jenis tipe serangan angina (Chung, EK 1996) :

1) Angina Pektoris Stabil

a) Awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokard.

b) Nyeri segera hilang dengan istirahat atau penghentian aktifitas.

c) Durasi nyeri 3 – 15 menit.

2) Angina Pektoris Tidak Stabil

a) Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip dengan angina pektoris stabil.

aktifitas ringan.

c) Kurang responsif terhadap nitrat.

d) Lebih sering ditemukan depresi segmen ST.

e) Dapat disebabkan oleh ruptur plak aterosklerosis, spasmus, trombus atau trombosit yang beragregasi.

3) Angina Prinzmental (Angina Varian).

a) Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi hari.

b) Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh koroner aterosklerotik.

c) EKG menunjukkan elevaasi segmen ST.

d) Cenderung berkembang menjadi infark miokard akut.

b. Patofisiologi Angina pectoris terjadi sebagai konsekuensi dari iskemia miokard. Pasokan oksigen gagal memenuhi kebutuhan oksigen, selalu karena penurunan pasokan sebagai akibat gangguan aliran arteri koroner. Faktor

utama yang mempengaruhi konsumsi oksigen miokard (MVO 2 ) antara lain tegangan dinding sistolik, keadaan kontraktil, dan denyut jantung. Subendokard paling sensitif terhadap iskemia, dan redistribusi perfusi miokard pada stenosis koroner dapat berperan dalam suseptibilitas utama yang mempengaruhi konsumsi oksigen miokard (MVO 2 ) antara lain tegangan dinding sistolik, keadaan kontraktil, dan denyut jantung. Subendokard paling sensitif terhadap iskemia, dan redistribusi perfusi miokard pada stenosis koroner dapat berperan dalam suseptibilitas

c. Pemeriksaan Khusus pada angina Semua pasien harus memiliki CBC, laju sedimentasi, panel kimia, tes VDRL, x-ray dada, dan EKG. Jika ada dahak, Pap dan budaya harus dilakukan sesegera mungkin. Jika infark miokard dicurigai, maka EKG serial dan tes untuk isoenzyme dari kreatin kinase (CKMB) harus dilakukan. Tingkat serum troponin jantung mungkin juga diagnostik dari infark miokard. Talium-201 skintigrafi bermanfaat dalam mendiagnosis baik infark miokard dan insufisiensi koroner. Tes toleransi latihan dapat membantu mendiagnosis insufisiensi koroner. Angiography koroner harus dilakukan jika kondisi memburuk. Hal ini dapat diikuti oleh balon angioplasty segera, terapi reperfusi, atau operasi bypass (Douglas R,2003).

Angiography koroner mungkin diperlukan untuk mendiagnosis insufisiensi koroner. Echocardiography juga membantu dalam mendiagnosis mitral valve prolapse dan berbagai miokardiopati. Dua puluh empat jam pemantauan Holter bermanfaat dalam mendiagnosis penyebab nyeri dada intermiten. Rujukan ke seorang ahli jantung atau paru mungkin tepat pada setiap titik dalam hasil pemeriksaan ini. (Douglas R,2003).

1. Definisi

Depresi adalah gangguan perasaan atau mood yang disertai komponen psikologi berupa sedih, susah, tidak ada harapan dan putus asa disertai komponen biologi/somatik misalnya anorexia, konstipasi dan berkeringat dingin. Depresi dikatakan normal apabila terjadi dalam situasi tertentu, bersifat ringan dan dalam waktu yang singkat. Bila depresi tersebut terjadi di luar kewajaran dan dalam berlanjut maka depresi tersebut dianggap abnormal (Atkinson et al., 2008).

2. Etiologi Kaplan & Sadock pada tahun 2005 menyatakan bahwa sebab depresi dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain : Aspek biologi, aspek genetik, aspek psikologi dan aspek lingkungan sosial.

a. Aspek Biologi

Yang menyebabkan depresi adalah gangguan neurotrasmitter di otak. Bila di dalam tubuh seseorang terjadi gangguan keseimbangan hormonal dapat menimbulkan depresi, misalnya pola wanita yang mendekati waktu menstruasi. Neurotransmitter meliputi dopamin, histamin, dan noradrenalin yang bila terganggu fungsinya dapat menimbulkan depresi.

Kedua neurotransmitter itu berasal dari asam amino tyrosine yang terdapat pada sirkulasi darah. Neurotransmitter yang dapat berfungsi di neuron otak adalah neurotransmitter disintesis di neuron tersebut sehingga dopamine dan norepinephrine dalam peredaran darah tidak akan berfungsi. Hal ini disebabkan sawar darah otak akan menyelesaikan zat apa saja yang dapat masuk ke otak.

2) Serotonin sebagai neurotransmitter

Serotonin yang terdapat pada susunan saraf pusat bersal dari asam amino Tryptophan, proses sintesis Serotonin sama seperti sintesis cetocolamine, yaitu masuknya Tryptophan ke neuron dari sirkulasi darah, dengan bantuan enzim Trytophan Hydroxilase akan membentuk 5-hydroxytryptophan dan dengan Decarboxylase akan membentuk 5-hydrixytryptamin (5-HT) (Tomb, 2003).

b. Aspek Genetik

Pola genetik penting dalam perkembangan gangguan mood, akan tetapi pola pewarisan genetik melalui mekanisme yang sangat komplek. Aspek genetik ini melalui mekanisme yang sangat komplek. Aspek genetik ini didukung dengan penelitian-penelitian sebagai berikut:

Penelitian keluarga secara berulang menemukan sanak keluarga turunan pertama dari gangguan bipolar I berkemungkinan 8-18 kali lebih besar dari sanak keluarga turunan pertama subjek kontrol untuk menderita gangguan bipolar I dan 2-10 kali lebih mungkin menderita gangguan depresi berat. Sanak keluarga turunan pertama dari seorang penderita berat berkemungkinan 1,5-2,5 kali lebih besar dari sanak keluarga turunan pertama subjek kontrol untuk menderita gangguan bipolar I dan 2-3 lebih mungkin menderita depresi berat.

Penelitian Adopsi

Penelitian adopsi telah mengungkapkan adanya hubungan faktor genetik dengan gangguan depresi. Pada intinya penelitian adopsi menemukan bahwa anak biologis dari orang tua yang menderita depresi tetap berisiko menderita gangguan mood , bahkan jika mereka dibesarkan oleh keluarga angkat yang tidak menderita gangguan, bahkan orang tua biologis dari anak adopsi yang menderita gangguan mood mempunya prevalensi gangguan mood yang sama dengan orang tua biologis dari anak yang menderita gangguan mood yang tidak Penelitian adopsi telah mengungkapkan adanya hubungan faktor genetik dengan gangguan depresi. Pada intinya penelitian adopsi menemukan bahwa anak biologis dari orang tua yang menderita depresi tetap berisiko menderita gangguan mood , bahkan jika mereka dibesarkan oleh keluarga angkat yang tidak menderita gangguan, bahkan orang tua biologis dari anak adopsi yang menderita gangguan mood mempunya prevalensi gangguan mood yang sama dengan orang tua biologis dari anak yang menderita gangguan mood yang tidak

Penelitian Kembar

Penelitian terhadap anak kembar telah menunjukkan bahwa angka kesesuaian untuk gangguan bipolar I pada anak kembar monozigotik 33-90 persen; untuk gangguan depresi berat angka kesesuaian pada kembar monozigotik adalah 50 persen. Sebaliknya, angka kesesuaian pada kembar dizigotik adalah kira-kira 5-25 persen untuk gangguan bipolar I dan 10-

25 persen untuk gangguan depresi berat (Kaplan dan Sadock, 2005).

Aspek psikologi

Sampai saat ini tidak ada sifat atau kepribadian tunggal yang secara unik mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua manusia dapat dan memang menjadi depresi dalam keadaan tertentu. Tetapi tipe kepribadian obsesif- kompulsif, histerikal mungkin berada dalam risiko yang lebih besar untuk mengalami depresi dari pada tipe kepribadian antisosial, paranoid, dan lainnya dengan menggunakan proyeksi dan mekanisme pertahanan mengekternalisasikan yang lainnya. Tidak ada bukti hubungan kepribadian tertentu Sampai saat ini tidak ada sifat atau kepribadian tunggal yang secara unik mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua manusia dapat dan memang menjadi depresi dalam keadaan tertentu. Tetapi tipe kepribadian obsesif- kompulsif, histerikal mungkin berada dalam risiko yang lebih besar untuk mengalami depresi dari pada tipe kepribadian antisosial, paranoid, dan lainnya dengan menggunakan proyeksi dan mekanisme pertahanan mengekternalisasikan yang lainnya. Tidak ada bukti hubungan kepribadian tertentu

c. Aspek Lingkungan Sosial

Di dalam percobaan di mana binatang secara berulang dipaparkan dengan kejutan listrik yang tidak biasa dihindarinya, akhirnya akan menyerah dan tidak akan melakukan usaha sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya. Menurut teori kognitif, interpretasi keliru yang sering adalah melibatkan distorsi negatif, pesimisme, dan keputusasaan. Pandangan negatif tersebut selanjutnya menyebabkan perasaan depresi. Ahli terapi kognitif berusaha mengidentifikasi kognisi tersebut dengan menggunaan tugas perilaku dan secara sadar memodifikasi pikiran pasien (Kaplan dan Sadock 2005).

3. Klasifikasi

Usaha-usaha untuk membantu mengklasifikasikan depresi dikemukakan hal-hal sebagai berikut:

a. Depresi sebagai konsep Uniter

Depresi dianggap sebagai spektrum gangguan psikiatri yang berbeda dalam gradasi berat saja. Di satu pihak depresi sebagai reaksi kesedihan normal terhadap suatu kejadian atau kemalangan.

tertentu dan disertai gejala hebat yang bersifat psikotik.

b. Depresi sebagai konsep Biner

1) Depresi neurotik dan psikotik

Dibedakan dengan adanya gejala psikotik seperti ketidak mampuan menilai dunia luar dan dirinya secara wajar, halusinasi dan waham.

2) Depresi reaktif dan Depresi Endogen Dibedakan dengan adanya faktor pencetus

3) Depresi Bipoler dan Depresi Unipoler Dibedakan berdasar ada tidaknya fase manic

4) Depresi Endogenomorfik, Neurotik, Reaktif merupakan gabungan depresi yang ada (Morris,G.C.,2009).

4. Gejala

Gejala depresi meliputi trias depresi, yang terdiri dari mood yang terdepresi, hilangnya minat dan kegembiraan, serta berkurangnya energi yang ditandai dengan keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas.

Gejala tambahan lainnya meliputi:

a. Konsentrasi dan perhatian berkurang

b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tak berguna c. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tak berguna

g. Nafsu makan berkurang

Tingkat depresi yang muncul merupakan gambaran dari banyaknya gejala trias depresi serta gejala tambahan (Depkes RI, 1993; Hawari, 2001).

C. Infark Miokard

1. Definisi

Infark Miokard (IM) adalah perkembangan yang cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan yang kritis antara suplai oksigen dan kebutuhan miokardium. Ini biasanya merupakan hasil dari ruptur plak dengan trombus dalam pembuluh darah koroner, mengakibatkan kekurangan suplai darah ke miokardium (Fenton D,2009).

Otot jantung terdiri dari 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri kemudian bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada sulkus atrio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah (Oemar, 1996).

Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:

a. Infark miokard tipe 1 Infark secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrient yang inadekuat memicu munculnya infark miokard.

b. Infark miokard tipe 2 Infark miokard jenis ini disebakan oleh vasokonstriksi dan spasme arteri menurunkan aliran darah miokard.

c. Infark miokard tipe 3 Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.

d. Infark miokard tipe 4 Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) tiga kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan Percutaneous Coronary Intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.

Peningkatan kadar troponin lima kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.

Ada empat faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik (Santoso, 2005). Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik (Ramrakha, 2006).

Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan estrogen (Santoso, 2005).

Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama- kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006).

Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel (Ramrakha, 2006).

Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi, kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi, kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit

Penyempitan arteri segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya (Selwyn, 2005)

Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn, 2005).

Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam

Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe ST elevasi (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat (Antman, 2005).

Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner (Kalim, 2001).

4. Gejala Klinis

a . Infark Miokard tanpa elevasi ST Gejala klinis yang mungkin muncul pada kasus infark miokard akut

adalah nyeri dada substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,

ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa orang yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat atau terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak didada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun (Alwi, 2006) .

b. Infark miokard dengan elevasi ST

Infark miokard dengan elevasi gelombang ST biasanya diketahui dengan beberapa tanda dan gejala yang diketahui dari beberapa pemeriksaan, pertama pada anamnesis biasanya diketahui adanya keluhan nyeri dada, yang hampir setengah kasus terjadi akibat aktivitas fisik berat, stress emosi, penyakit medis atau bedah. Dirasakan pada saat pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Nyeri dada merupakan petanda awal dalam kelainan utama ini (Ruz,2010)

5. Diagnosis

a. Anamnesis Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA.

2) Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.

3) Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung, perut, dan lengan kanan.

4) Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat.

5) Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.

6) Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas (Harun S,2000).

b. Pemeriksaan fisik

1) Tampak cemas

2) Tidak dapat istirahat (gelisah)

3) Ekstremitas pucat disertai keringat dingin

4) Takikardia dan hipotensi

5) Bradikardia dan hipotensi

6) Penurunan intensitas bunyi jantung pertama

7) Split paradoksikal bunyi jantung kedua (Harun S,2000)

c. Elektrokardiogram

Gambaran khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi gelombang T. Walaupun mekanisme pasti dari Gambaran khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi gelombang T. Walaupun mekanisme pasti dari

d. Laboratorium

Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik (Patel, 1999). Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase

III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac

troponin

I dan T (Samsu, 2007). Peningkatan kadar serum protein- protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard (Nigam, 2007).

D. Skala Pengukuran

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Oleh karena penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian kuantitatif maka kuesioner yang digunakan merupakan skala psikologi sehingga setiap respon terhadap jawaban dapat diberi skor melalui proses penskalaan (Saifuddin, 2003).

Skala sebagai alat ukur aspek afektif mempunyai karakteristik pertanyaan Skala sebagai alat ukur aspek afektif mempunyai karakteristik pertanyaan

Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-

sungguh. Hanya saja, jawaban yang berbeda akan diinterpretasikan berbeda pula (Saifuddin, 2003).

Kuesioner yang akan dipakai adalah kuesioner langsung dan tertutup. Kuesioner langsung adalah bila aitem pertanyaan bersifat menggali informasi mengenai diri responden itu sendiri. Kuesioner tertutup adalah bila pertanyaan pada angket disertai kemungkinan jawaban yang nilainya paling sesuai.

1. Skala penilaian Beck Depression Inventory (BDI)

Beck Depresion Inventory (BDI) mengevaluasi 21 gejala depresi, 15 di antaranya menggambarkan emosi, perubahan sikap, 6 gejala somatik. Setiap gejala diranking dalam skala intensitas 4 poin dan nilainya ditambahkan untuk memberi total nilai dari 0-63; nilai yang lebih tinggi mewakili tingkat depresi yang lebih berat. Dua puluh satu item tersebut menggambarkan kesedihan, pesimistik, perasaan gagal, ketidakpuasan, rasa bersalah, harapan akan hukuman, membenci diri sendiri, menuduh diri sendiri, keinginan bunuh diri, menangis, iritabilitas, penarikan diri dari masyarakat, tidak dapat

penurunan libido. Pengisian BDI membutuhkan waktu 10 sampai 15 menit, diisi sendiri oleh responden (Tomb, 2003). Jika responden memilih lebih dari satu pernyataan dalam kelompok apapun, nilai yang lebih tinggi yang dicatat; jika perasaannya terletak di antara dua alternative, salah satu yang terdekat yang dinilai. Nilai yang kurang dari 10 mengindikasikan tidak adanya atau minimalnya depresi, 10-18 mengindikasikan depresi ringan sampai sedang, 19-29 mengindikasikan depresi sedang sampai berat, dan nilai di atas menunjukkan depresi yang berat.

2. Skala Penilaian Numeric Rating Scale (NRS)

Semakin tinggi nilai menunjukkan rasa nyeri yang semakin berat.

F. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Ada hubungan positif antara intensitas nyeri dada dengan depresi pasien infark miokard di Poliklinik Jantung RSUD Dr. Moewardi Surakarta .

Pasien

Infark Miokard

Nyeri dada ringan

Diagnosis Infark Miokard

1. Anamnesis : Nyeridada

2. Pemeriksaan fisik

3. EKG : Q wave pathology & ST elevasi

Tidak depresi

Depresi

Nyeri dada berat

Nyeri dada

sedang

Nyeri dada

sedang

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif epidemiologi observasi analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu peneliti mempelajari hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Arief TQ, 2003).

B. Lokasi penelitian.

Penelitian dilakukan di Poliklinik Jantung RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan September-November 2011.

C. Subjek Penelitian.

Penelitian dilakukan pada Pasien Infark Miokard di Poliklinik Jantung RSUD Dr. Moewardi Surakarta :

1. Kriteria inklusi:

a. Usia 40 – 70 tahun

b. Pasien kontrol poli jantung ( pasien lama )

c. Pasien yang bersedia mengisi kuesioner

2. Kriteria eksklusi :

a. Pasien usia <40 tahun atau >70 tahun.

b. Pasien baru

c. Mengkonsumsi obat – obatan ( antidepresan, antipsikotik )

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel Purposive Random Sampling , yaitu suatu teknik pemilihan sampel yang dipilih berdasarkan kelompok yang sesuai dengan kriteria inklusi, kemudian subjek dipilih secara acak, sehingga setiap subjek dalam populasi yang telah dikelompokkan memiliki kemungkinan yang sama untuk dipilih (Arief, 2003).

Besar sampel yang diperlukan untuk rancangan penelitian cross sectional ditentukan dengan rumus:

dengan:

perkiraan prevalensi penyakit yang diteliti atau paparan pada populasi (50%)

1 –p

nilai statistic Z pada kurve normal standart pada tingkat kemaknaan α

presisi absolute yang dikehendaki pada kedua sisi proporsi populasi, misalnya +/- 5% (Muhammad, 2004).

maka dari rumus tersebut didapatkan:

384 sampel. Namun, dikarenakan keterbatasan waktu dan jumlah sampel yang tersedia maka menurut patokan umum (rule of thumb), setiap penelitian yang datanya akan dianalisis dengan analisis bivariat membutuhkan sampel minimal 30 subjek penelitian (Murti, Bhisma.2010).

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

: Tingkat Depresi

2. Variabel Terikat

: Intensitas Nyeri Dada

3. Variabel Luar

a. Terkendali

: Usia, Status pasien (baru atau lama).

b. Tidak terkendali

: Penyakit penyerta (hipertensi, diabetes melitus,

obesitas),

tingkat

sosial ekonomi,

kepribadian dasar, genetik.

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian:

1. Variabel Bebas Depresi adalah gangguan perasaan atau mood yang disertai komponen psikologi berupa sedih, susah, tidak ada harapan dan putus asa disertai komponen biologi atau somatik misalnya anoreksia, konstipasi dan keringat dingin (Atkinson,1993). Depresi diukur dengan Beck’s Depression Inventory (BDI).

berikut:

a. Nilai 0-9 menunjukkan tidak ada gejala depresi.

b. Nilai 10-15 menunjukkan adanya depresi ringan.

c. Nilai 16-23 menunjukkan adanya depresi sedang.

d. Nilai 24-63 menunjukkan adanya depresi berat. Namun pada penelitian ini yang dinilai adalah skornya, bukan klasifikasi depresi itu sendiri.

2. Variabel Terikat Nyeri Dada berupa rasa tertekan atau nyeri substernal yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada. Hal ini dinilai pengukuran Numeric Rating Scale (NRS)

Semakin tinggi jumlah skor yang diperoleh pada skala NRS maka semakin tinggi Intensitas Nyeri Dada dan juga sebaliknya.

G. Alat dan Bahan Penelitian.

Alat dan bahan penelitian :

1. Formulir biodata

2. Skala NRS

3. Kuesioner BDI

1. Cara Pengukuran

a. Tiap sampel diberi 2 macam kuesioner (Skala NRS, dan skala BDI) secara bersamaan beserta isian data pribadi. Setiap skala diminta untuk diisi secara lengkap sesuai petunjuk.

b. Kemudian perhitungan penilaian depresi dengan menggunakan skala BDI. Responden mengisi kuesioner BDI untuk mengetahui angka depresi.Klasifikasi nilainya menurut Bumberry (1978) adalah sebagai berikut: 1). Nilai 0-9 menunjukkan tidak ada gejala depresi.

2) Nilai 10-15 menunjukkan adanya depresi ringan.

3) Nilai 16-23 menunjukkan adanya depresi sedang.

4) Nilai 24-63 menunjukkan adanya depresi berat. Namun dalam penelitian ini cukup dibagi dua kelompok yaitu nilai yang kurang dari 10 mengindikasikan tidak depresi, lebih dari 10 mengindikasikan adanya depresi.

c. Perhitungan derajat Nyeri Dada dengan skala NRS. Skor berkisar dari

0 sampai 10. Klasifikasi skor menurut Mcaffery (1993) adalah sebagai berikut :

1) Nilai 0 menunjukkan tidak ada nyeri.

2) Nilai 1-3 menunjukkan nyeri ringan.

Pada penelitian ini cukup dibagi tiga kelompok yang mengindikasikan nyeri ringan, sedang dan berat.

d. Setelah diperoleh skor dari skala tiap variabel yang berupa skala ordinal, dilakukan uji Koefisien Kontingensi menggunakan SPSS 17.0.

I. Skema Penelitian

J. Analisis Data Statistik

Analisis data menggunakan uji Koefisien Kontingensi dengan terlebih dahulu menggunakan uji Chi Square. Chi Square digunakan untuk menguji

Pasien infark miokard

Purposive Random Sampling

Sampel Penelitian

Penilaian depresi dengan BDI

Skala pengukuran nyeri dengan NRS

Uji Koefisien Kontingensi

Keterangan : X 2 = Chi Square o f = frekuensi diperoleh dari sampel

h f = frekuensi yang diharapkan dari populasi

Rumus

digunakan untuk menguji signifikansi hubungan frekuensi yang diperoleh dari sampel (f o ) dengan frekuensi yang diharapkan dari populasi (f h ) (Arikunto, 2002). Apabila dari perhitungan ternyata bahwa harga

sama atau lebih besar dari harga kritik

yang tertera dalam tabel, sesuai dengan taraf signifikasi yang telah ditetapkan, maka simpulan adalah bahwa ada perbedaan yang meyakinkan antara f o dengan f h . Akan tetapi apabila dari perhitungan ternyata nilai

lebih kecil dari harga kritik dalam tabel menurut taraf signifikansi yang telah ditentukan, maka simpulannya tidak ada hubungan yang meyakinkan antara f o dengan f h . Dengan catatan, derajat kebebasan adalah 1 dan taraf signifikansi 5% (Arikunto, 2002). Data akan diolah dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for windows sehingga akan diperoleh hasil yang pada akhirnya dapat digunakan untuk melihat hubungan tersebut bermakna atau tidak bermakna.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada September-November 2011 di Poliklinik Jantung RSUD Dr. Moewardi, Surakarta. Subjek penelitian adalah dengan kriteria pasien infark miokard usia 40-70 tahun, pasien lama kontrol poli jantung, dan mau menjalani penelitian dengan sukarela.

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Karakteristik

Jumlah

Persen % Umur

40-50 tahun

11 36.7 51-60 tahun

9 30 61-70 tahun

10 33.3 Jenis Kelamin

Pria

17 56.6 Wanita

13 43.3 Sumber : Data primer 2011

Tabel 4.1, didapatkan sampel yang berumur 40-50 tahun 11 orang, 51-60

tahun 9 orang, 61-70 tahun 10 orang. Berdasarkan tabel jenis kelamin, didapatkan sampel dengan jenis kelamin pria 17 orang dan sampel dengan jenis kelamin wanita sebanyak 13 orang. Hal ini menunjukkan sampel dengan jenis kelamin pria lebih banyak daripada wanita.

Usia

Depresi

Tidak depresi

Tabel 4.2 diketahui bahwa pada kelompok yang mengalami depresi,

pada rentang usia 61-70 tahun berjumlah 8 orang (40 %) dan sampel pada rentang usia 51-60 tahun berjumlah 5 orang (25 %). Sedangkan pada kelompok tidak depresi, sampel pada rentang usia 40-50 tahun dan 51-60 tahun berjumlah masing

– masing 4 orang (40 %). Sampel pada rentang usia 61-70 tahun berjumlah 2 orang (20 %).

Jenis Kelamin

Depresi

Tidak depresi

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada kelompok yang mengalami

depresi besar sampel kedua jenis kelamin sama dengan jumlah 10 orang. Sedangkan pada kelompok tidak depresi, sampel berjenis kelamin pria berjumlah